Anda di halaman 1dari 8

The Online Journal of New Horizons in Education - Juli 2018 Volume 8, Edisi 3

Nama : Rizka Mawaddah (176510803)


Judul Proposal : Analisis Higher Order Thinking Skill (HOTS) Siswa Kelas XI IPA SMA
Negeri 2 XIII Koto Kampar Pada Materi Sistem Koordinasi Tahun Ajaran
2020/2021
Dosen Pembimbing : Nurul Fauziah, S.Pd., M.Pd

KETERAMPILAN BERPIKIR ORDER TINGGI SISWA SEKOLAH MENENGAH


Artha Mahindra Diputera
Pascasarjana Universitas Negeri Semarang Indonesia
artha1wides@gmail.com

Dewi Liesnoor Setyowati


Pascasarjana Universitas Negeri Semarang Indonesia

Endang Susilaningsih
Pascasarjana Universitas Negeri Semarang Indonesia

Abstrak: Tes esai memiliki kemampuan untuk menafsirkan nilai tes individu dalam
kaitannya dengan serangkaian tujuan, keterampilan, atau kompetensi. Penelitian
bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir siswa SMA. Penelitian dilakukan
dengan teknik kuantitatif dengan 30 sampel pada tes skala kecil dan 105 siswa pada
tes skala besar. Sampel diambil secara acak dari populasi. Teknik pengumpulan data
menggunakan Tes. Siswa tampak tidak terlalu berbeda karena memperoleh
kemampuan menjawab soal yang cukup singkat. Hasil uji kemampuan analisis skala
besar 43% sangat tinggi, 26% tinggi, 26% sedang, dan 6% rendah. Kemampuan
evaluasi 30% sangat tinggi, 21% tinggi, 20% sedang, 29% rendah, dan 1% sangat
rendah. Buat kemampuan 29% sangat tinggi, 28% tinggi, 41% sedang, dan 3%
rendah. Kemampuan menganalisis dan membuat memiliki persentase yang sama
untuk setiap kategori. Tes skala besar menunjukkan peningkatan kemampuan dari
setiap kemampuan. Penurunan kategori sangat efektif, guru perlu meningkatkan
kemampuan dan evaluasinya. Kategori Rendah dan sangat rendah pada kategori
evaluasi. Guru didorong untuk menggunakan model pembelajaran yang melatih
keterampilan berpikir tingkat tinggi.

PENGANTAR
Tes merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan dalam
evaluasi, terdiri dari sejumlah soal atau item yang digunakan untuk memperoleh data atau informasi melalui
respon peserta tes (Rusilowati, 2017). Soal tes mengharuskan subjek untuk menunjukkan apa yang diketahui
atau apa yang dipelajari subjek dengan menjawab soal (Azwar, 2010, p. 3). Pendapat Rusilowati dan Azwar
senada dengan yang disampaikan Hambelton dan Rogers yang menyatakan bahwa tes yang dimaksud dengan
norma dirancang terutama untuk memudahkan dan membandingkan antara individu atau kelompok tentang sifat-
sifat yang diukur dalam tes tersebut. Tes yang dirujuk oleh kriteria seperti tes profisiensi, tes penguasaan, tes
kompetensi, dan tes keterampilan dasar dibuat untuk memungkinkan interpretasi nilai tes individu sehubungan
dengan serangkaian tujuan yang jelas,

Penelitian membandingkan keefektifan bentuk tes uraian (deskripsi) dan pilihan ganda dengan penerapan Graded
Response Model (GRM). Hasil penelitian menunjukkan secara empiris dan tes simulasi yang disajikan dalam
bentuk uraian cenderung memiliki nilai informasi item fungsional pilihan ganda yang lebih tinggi. Tes esai
cenderung lebih efektif daripada pilihan ganda. Tes yang menggunakan ukuran sampel lebih besar, terdapat
kecenderungan bentuk tes uraian memiliki nilai fungsional informasi item informasi yang lebih tinggi daripada
dalam bentuk pilihan ganda (Sasongko, 2010) (La Fave, 1966).

Keunggulan tes jenis esai adalah relatif lebih mudah dibuat. Lebih mudah digunakan untuk mengungkapkan
kompetensi tingkat tinggi. Tes esai mampu mengungkap kemampuan yang berkaitan dengan ekspresi verbal-
menulis (Azwar, 2010, hal 76). Guru hendaknya menyadari bahwa ulangan essay akan menghasilkan ekspresi
berpikir tingkat tinggi peserta didik dalam tulisan yang panjang, sehingga item tersusun dalam jumlah yang

www.tojned.net Hak Cipta © The Online Journal of New Horizons in Education 1


The Online Journal of New Horizons in Education - Juli 2018 Volume 8, Edisi 3

sedikit. Tes karangan dapat mengungkapkan untuk mengingat, memahami, dan mengorganisasi ide atau hal yang
telah dipelajari, dengan cara mengungkapkan atau mengungkapkan gagasan dalam bentuk uraian tertulis dengan
menggunakan kata-katanya sendiri. Topik yang diajarkan membutuhkan umpan balik dari peserta didik tidak
hanya sekedar memilih jawaban tetapi harus dikembangkan itemnya (Ridlo, 2011, h. 41).

Karakteristik Tes Esai


Penilaian secara tertulis dilakukan dengan tes tertulis. Tes tertulis merupakan tes yang soal dan jawaban
diberikan kepada siswa dalam bentuk tulisan. Peserta didik dalam menjawab soal tidak selalu merespon dalam
bentuk menulis jawaban, tetapi dapat berupa bentuk lain seperti menandai, mewarnai, menggambar, dan lain
sebagainya (Majid, 2015, hlm. 190).

www.tojned.net Hak Cipta © The Online Journal of New Horizons in Education 2


Ada 2 bentuk soal tes tertulis, yaitu:

1. Pilih jawaban yang dibagi menjadi a) pilihan ganda; b) dua pilihan (benar-salah, ya-tidak); c) pertandingan;
d) sebab dan akibat.
2. Memberi jawaban, dibedakan antara: a) isian atau isian; b) jawaban singkat atau pendek dan c) deskripsi /
esai.
Penyusunan instrumen penilaian tertulis perlu memperhatikan hal-hal berikut:

1. Karakteristik mata pelajaran dan luasnya cakupan materi yang diuji.


2. Materi, seperti kesesuaian dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian dalam
kurikulum.
3. Konstruksi, misalnya rumusan pertanyaan atau pertanyaan harus jelas dan tegas.
4. Bahasa, seperti rumusan masalah tidak menggunakan kata / kalimat yang menimbulkan multitafsir.

Tes esai tertulis menuntut peserta didik untuk mengingat, memahami dan mengatur ide atau hal yang telah
dipelajari. Peserta didik mengungkapkan atau mengungkapkan gagasannya dalam bentuk uraian tertulis dengan
menggunakan kata-kata sendiri. Spesifikasi proses mental yang berkaitan dengan konstruksi dan sejauh mana
pelajar melaporkan kesadaran dan penggunaan proses dalam situasi pemecahan masalah akademis (Armor-
Thomas et al, 1992). Supardi (2015, p.48) menjelaskan tes karangan adalah suatu bentuk pertanyaan yang
menuntut peserta didik menjawabnya berupa mendeskripsikan, menjelaskan, berdiskusi, membandingkan,
memberi alasan, dan bentuk lain yang serupa sesuai dengan tuntutan soal menggunakan sendiri. kata-kata dan
bahasa.

Tes essay memiliki beberapa keunggulan diantaranya:

1. Mengukur proses mental tinggi atau aspek kognitif tinggi.


2. Kembangkan kemampuan berbahasa baik lisan maupun tulisan dengan baik dan benar sesuai dengan
kaidah yang berlaku. Tes essai efektif terhadap peningkatan hasil tes essay, tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara siswa yang memiliki disabilitas dalam kemampuan membaca dan menulis (Therrien et al,
2009).
3. Melatih kemampuan berfikir secara teratur atau bernalar, yaitu berfikir logis, analitis dan sistematis. Tes
esai dapat menunjukkan bukti kesadaran dalam pemahaman meta-kognitif tentang kegunaan umpan balik
dan prosedur penilaian formatif (Ellery, 2008).
4. Kembangkan keterampilan pemecahan masalah.
5. Adanya keunggulan teknis seperti mudah dibuat tanpa membutuhkan waktu yang lama.

Tes essay memiliki ciri-ciri soal diawali dengan kata-kata seperti mendeskripsikan, menjelaskan, mengapa,
bagaimana, membandingkan, menyimpulkan, dan sebagainya. Soal pada formulir tes essay biasanya tidak
banyak, hanya berkisar 5-10 lembar dalam waktu sekitar 90-120 menit. Tes esai singkatnya menuntut siswa
untuk dapat mengingat dan mengenal kembali dan khususnya harus memiliki kreativitas yang tinggi (Arikunto,
2007, hlm. 162). Kemampuan menulis dalam tes karangan dapat menghubungkan skor jika tingkat kemampuan
menulis dalam penerimaan daripada tes penempatan peserta didik (Goodwin, 2016). (Day et al., 1990) tes esai
dapat dibangun meliputi domain penilaian klinis. Hasil tes esai dikaitkan dengan kompetensi klinis lainnya,
sehingga dapat memberikan informasi. (Widoyoko, 2016, hal. 83) mendeskripsikan jenis tes essay berdasarkan
derajat kebebasan peserta tes dalam menjawab soal. Tes esai secara umum dapat dibagi menjadi dua bentuk,
yaitu: tes ekspresi bebas atau respons diperpanjang dan tes deskripsi terbuka (respons terbatas).

1) Tes Respon yang Diperpanjang. Tes deskripsi gratis memiliki bentuk tes deskripsi yang memberikan
kebebasan kepada peserta untuk mengatur dan mengungkapkan pikiran dan idenya dalam menjawab soal
tes. Jawaban peserta tes terbuka, fleksibel dan tidak terstruktur. Formulir deskripsi gratis sangat baik untuk
mengukur hasil pembelajaran tingkat aplikasi, analisis, evaluasi dan kreativitas.
2) Tes Respons Terbatas. Tes deskripsi terbatas merupakan salah satu bentuk tes deskripsi yang memberikan
batasan atau pedoman tertentu kepada peserta tes dalam menjawab soal tes. Deskripsi tes terbatas harus
menentukan batas jawaban yang diinginkan. Jenis item deskripsi bebas terbatas ini harus digunakan untuk
mengukur hasil belajar pemahaman, penerapan dan analisis.

Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi

Krathwohl & Anderson (2010) menyebutkan Bloom mengembangkan taksonominya menjadi enam kategori
domain kognitif. Kategori taksonomi Bloom adalah Pengetahuan, Pemahaman, Aplikasi, Analisis, Sintesis, dan
Evaluasi. Semua kategori Kecuali Aplikasi masing-masing memiliki subkategori. Taksonomi Bloom bukan satu-
satunya
perumusan tingkat kompetensi, tetapi tampaknya masih menjadi cakupan yang paling populer dan menyeluruh
(Azwar, 2010, h. 63).

Brookhart dalam Kusuma et al, (2017, hlm. 26) menyatakan bahwa pemikiran tingkat tinggi dianggap sebagai
ujung atas taksonomi Bloom. "Kemampuan untuk berpikir" berarti peserta didik dapat menerapkan pengetahuan
dan keterampilan yang mereka kembangkan selama pembelajaran mereka ke konteks baru. (Zohar et al, 2001)
menunjukkan bahwa 45% guru percaya pemikiran tingkat tinggi tidak cocok untuk siswa yang berprestasi
rendah.

Krathwohl & Anderson (2010) merevisi taksonomi Bloom. Jumlah kategori dipertahankan enam, tetapi dengan
perubahan penting. Tiga kategori diganti namanya, urutan kedua diganti dan nama kategori yang dipertahankan
diubah menjadi bentuk kata kerja agar sesuai dengan cara penggunaannya dalam tujuan. Revisi taksonomi dapat
dilihat pada Tabel 1. Schraw dalam Zetriuslita et al (2016: 27) mengklasifikasikan keterampilan berpikir menjadi
dua kategori yaitu berpikir tingkat rendah tentang pengetahuan, pemahaman dan penerapan. Keterampilan
berpikir tingkat tinggi terdiri dari analisis, sintesis dan evaluasi (Khoiriyah, Jalmo, & Abdurrahman, 2018).

Guru memberikan contoh masalah dunia nyata, mendorong diskusi kelas terbuka, mendorong eksperimen
inkuiri, potensi untuk mengembangkan konsekuensi dari keterampilan berpikir kritis (Miri et al, 2007). Persiapan
Pemikiran Tingkat Tinggi menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah perlu mempertimbangkan tujuan
pendidikan dan guru harus merancang masalah untuk memenuhi tujuan yang dinyatakan (Weiss, 2003). Model
pembelajaran problem based learning dan problem solving kondisi peserta didik untuk mengembangkan
kemampuan berpikirnya (Sucipto, 2017). Barnett & Francis (2012) melakukan penelitian untuk menguji apakah
kuis yang berisi pertanyaan berpikir tingkat tinggi terkait dengan berpikir kritis dan tes kinerja ketika digunakan
secara bersamaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berpikir kritis meningkat secara merata di semua bagian.

Metode
Penelitian
Peserta
Penelitian menggunakan teknik penelitian kuantitatif. Penelitian menggunakan sampel 135 peserta didik tingkat
SLTP yang diambil secara acak di Kabupaten Bandung Barat. Siswa diberi 20 item tes esai untuk dikerjakan.
Hasil tes digunakan untuk mengkategorikan kemampuan peserta didik.

Instrumen
Instrumen dalam penelitian ini berupa seperangkat tes uraian yang terdiri dari kisi-kisi, butir soal uraian, pedoman
penilaian, dan lembar penilaian.

Prosedur
Peneliti dilakukan dalam 2 tahap penelitian yaitu skala kecil 30 siswa dan skala besar 105 siswa. siswa
mengerjakan karangan untuk melihat nilai hasil belajar. Hasil belajar dimasukkan ke dalam kategori
menggunakan rumus. Peneliti melakukan analisis data berdasarkan hasil belajar dan keterampilan berpikir
tingkat tinggi.

Hasil
Hasilnya dibagi menjadi 2 bagian yaitu skala kecil dan skala besar. Hasil pengukuran kemampuan berpikir
tingkat tinggi dalam skala kecil menggunakan 30 sampel yang dibagi menjadi 3 komponen. Hasilnya dapat
dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1 menyajikan hasil uji skala kecil dan Tabel 2 menyajikan hasil uji skala
besar.

Tabel 1. Hasil Uji Skala Kecil


Persentase Keterampilan siswa
Sangat Tinggi Medium Renda Sangat
tinggi h rendah
Analisis 0 33 23 43 0
Evaluasi 0 33 37 30 0
Membuat 0 33 23 43 0

Tabel 2. Hasil Uji Skala Besar


Persentase Keterampilan siswa
Sangat Ting Medium Ren Sangat
tinggi gi dah rendah
Analisis 43 26 26 6 0
Evaluasi 30 21 20 29 1
Membuat 29 28 41 3 0
Diskusi

Para peneliti memperoleh data ke hasil tes skala kecil. Siswa mengerjakan tes essay sebanyak 20 item selama 90
menit. Tabel 1 menunjukkan hasil tes skala kecil kemampuan analisis, evaluasi dan kreasi siswa SMP tidak ada
yang masuk dalam kategori sangat tinggi. siswa tidak masuk kategori sangat tinggi karena waktu yang diberikan
tidak sebanding dengan jumlah item. siswa mendapatkan waktu untuk bekerja 4,5 menit per item.

Analisis kemampuan berpikir tingkat tinggi lebih banyak dijumpai pada kategori rendah dilihat pada Gambar 1.
Siswa dengan kemampuan analisis kategori rendah sebesar 43%. Namun demikian, kemampuan analisis siswa
SMP masih diimbangi oleh SMA 33% dan sedang 23%. Analisis kemampuan merupakan kemampuan berfikir
tingkat tinggi yang menginginkan siswa mampu mendeskripsikan suatu masalah untuk mengetahui unsur-
unsurnya dan dapat menentukan keterkaitan antar unsur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
kemampuan analisis siswa SMP masih rendah. Siswa SMP belum mampu menemukan unsur-unsur masalah dan
menentukan keterkaitannya.

Gambar 1. Uji Keterampilan Analitik Skala Kecil

Kemampuan berpikir tingkat tinggi lebih dominan pada kategori sedang lihat Gambar 2. Namun demikian,
kemampuan evaluasi siswa sekolah menengah dapat disebut seimbang dengan tinggi, sedang dan rendah.
Kemampuan evaluasi adalah kemampuan mempertimbangkan berdasarkan kriteria atau standar. Siswa diminta
untuk mengkritik atau mengecek. Siswa sekolah menengah pertama memiliki kemampuan evaluasi yang sedang.

Gambar 2. Tes Keterampilan Evaluasi skala kecil

Kemampuan berfikir tingkat tinggi berkreasi mirip dengan kemampuan analisis lihat Gambar 3. Siswa dominan
pada kategori Rendah adalah 43%. Kemampuan mencipta adalah kemampuan untuk menggabungkan beberapa
elemen menjadi satu kesatuan. Siswa SMP masih rendah dalam berkarya.
Gambar 3. Tes Buat Skill skala kecil

Uji skala besar menggunakan penilaian 105 sampel. Tes menggunakan 15 item yang telah direvisi setelah tes
skala kecil. siswa mendapatkan waktu tes skala kecil yang lebih lama. siswa mendapatkan 6 menit per item.
Hasil tes skala besar dibagi menjadi 3 bagian yaitu kemampuan analisis, kemampuan evaluasi, dan kreativitas.

Gambar 4 menunjukkan hasil analisis analisis dalam skala besar. Ditemukan dalam kategori Sangat Tinggi.
Siswa tidak ditemukan dalam kategori sangat rendah. Namun ditemukan 6% siswa pada kategori rendah.
Kategori siswa meningkat sangat tinggi dari tes skala kecil, sebelumnya tidak ditemukan pada siswa kategori
sangat tinggi. Tingkatkan kemampuan Anda untuk mendapatkan hasil yang lebih lama. Item pertanyaan
memungkinkan analisis dilakukan, dan siswa dapat memahami pertanyaan tersebut. Siswa dapat menerjemahkan
beberapa elemen menjadi satu produk atau argumen.

Gambar 4. Analisis Tes Keterampilan Skala Besar

Siswa mengalami peningkatan dan penurunan pada beberapa kategori. Siswa mengalami peningkatan pada
kategori sangat tinggi dibandingkan tes skala kecil. Kemampuan evaluasi menurun ke kategori tinggi, sedang
dan rendah pada gambar 5. Penurunan kemampuan sangat signifikan pada kategori sangat rendah. Item yang
berkurang mempengaruhi kemampuan evaluasi. Siswa yang memiliki kecerdasan dapat masuk dalam menjawab
pertanyaan dengan baik. Namun siswa yang kurang pandai maka tidak mampu melakukan evaluasi.
Gambar 5. Tes Keterampilan Evaluasi skala besar

Siswa dalam pengukuran kemampuan berpikir tingkat tinggi mengalami peningkatan dan penurunan pada
beberapa kategori. Siswa mengalami peningkatan pada kategori sangat tinggi dibandingkan tes skala kecil.
Kemampuan berkreasi meningkat signifikan pada kategori sedang. Mahasiswa mampu menjawab pertanyaan
tentang bahasanya sesuai dengan kemampuannya dalam berargumen berdasarkan pengetahuannya.

Gambar 6. Buat tes keterampilan skala besar

KESIMPULAN

Siswa memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi berdasarkan taksonomi mekar yang telah direvisi.
Keterampilan berpikir tingkat tinggi terdiri dari analisis, evaluasi dan kreasi. Tes skala kecil menunjukkan
kemampuan yang relatif serupa. Siswa tampak tidak terlalu berbeda karena memperoleh kemampuan menjawab
soal yang cukup singkat. Kemampuan menganalisis dan membuat memiliki persentase yang sama untuk setiap
kategori. Tes skala besar menunjukkan peningkatan kemampuan dari setiap kemampuan. Namun penemuan
siswa yang termasuk kategori sangat rendah perlu mendapat perhatian oleh guru. Penurunan kategori sangat
efektif, guru perlu meningkatkan kemampuan dan evaluasinya. Kategori Rendah dan sangat rendah pada
kategori evaluasi.

Guru didorong untuk menggunakan model pembelajaran yang melatih keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Siswa dapat meningkatkan keterampilan analitis, evaluasi, dan kreasi mereka dengan dilatih secara berkelanjutan
dalam pembelajaran. Siswa dapat lebih menguasai soal-soal yang mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Mahasiswa yang memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi akan mampu menghadapi masalah dengan
kompleks dan komprehensif. Mempersiapkan pola pikir untuk pendidikan tinggi.
REFERENSI
Arikunto, S. (2007). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Armor-Thomas, E., Bruno, K., & Allen, BA (1992). Menuju pemahaman tentang pemikiran tingkat tinggi
di antara siswa minoritas. Psikologi di Sekolah, 29 (3), 273–280. https://doi.org/10.1002/1520-
6807 (199207) 29: 3 <273 :: AID-PITS2310290310> 3.0.CO; 2-G
Azwar, S. (2010). Tes Prestasi: Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Barnett, JE, & Francis, AL (2012). Menggunakan pertanyaan pemikiran tingkat tinggi untuk mendorong
pemikiran kritis: studi kelas. Psikologi Pendidikan, 32 (2), 201–211.
https://doi.org/10.1080/01443410.2011.638619
Day, SC, Norcini, JJ, Diserens, D., Cebul, RD, Schwartz, JS, Beck, LH,… Elstein, A. (1990). Validitas tes
esai dari penilaian klinis. Kedokteran Akademik, 65 (9), S39-40. https://doi.org/10.1097/00001888-
199009000-00034
Ellery,K. (2008). Penilaian untuk pembelajaran: studi kasus yang menggunakan umpan balik secara efektif dalam
tes gaya esai.
Asesmen & Evaluasi di Pendidikan Tinggi, 33 (4), 421–429.
https://doi.org/10.1080/02602930701562981
Goodwin, S. (2016). Analisis Many-Facet Rasch yang membandingkan perilaku penilai esai pada tes
membaca / menulis bahasa Inggris akademik yang digunakan untuk dua tujuan. Menilai Menulis,
30, 21–31. https://doi.org/10.1016/j.asw.2016.07.004
Hambelton, RK, & Rogers, HJ (2000). Kemajuan dalam Pengukuran yang Mengacu pada Kriteria. New York:
Ilmu Springer + Media Bisnis.
Khoiriyah, Jalmo, T., & Abdurrahman. (2018). Pengembangan Instrumen Asesmen Keterampilan Berpikir
Tingkat Tinggi Pada Mata Pelajaran Sains Untuk Siswa SMP Kelas VIII. The Online Journal of New
Horizons in Education, 8 (2), 19–29.
Krathwohl, DR, & Anderson, LW (2010). Merlin C. Wittrock dan revisi taksonomi bloom.
Psikolog Pendidikan, 45 (1), 64–65. https://doi.org/10.1080/00461520903433562
Kusuma, MD, Rosidin, U., Abdurrahman, A., & Suyatna, A. (2017). Pengembangan Instrumen Penilaian
Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (Hots) Dalam Pembelajaran Fisika. Jurnal IOSR Penelitian &
Metode Pendidikan (IOSRJRME), 7 (1), 26-32. https://doi.org/10.9790/7388-0701052632
La Fave, L. (1966). Esai vs. pilihan ganda: Tes mana yang lebih disukai? Psikologi di Sekolah, 3 (1), 65-69.
https://doi.org/10.1002/1520-6807(196601)3:1<65::AID-PITS2310030117>3.0.CO;2-Y
Majid, A. (2015). Penilaian Proses Autentik dan Hasil Belajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Miri, B., David, B.-C., & Uri, Z. (2007). Mengajar dengan Tujuan untuk Promosi Keterampilan Berpikir
Tingkat Tinggi: Kasus Berpikir Kritis. Penelitian di Ilmu Pendidikan, 37 (4), 353-369.
https://doi.org/10.1007/s11165-006-9029-2
Ridlo, S. (2011). Pengembangan Tes Pengetahuan Praktikum Biologi Berdasarkan GRM dan GPCM. Jurnal
Pendidikan Matematika Dan Sains, 1 (XVI), 41–49.
Rusilowati, A. (2017). Pengembangan Instrumen Penilaian. Semarang: Unnes Press.
Sasongko, P. (2010). Perbandingan Efektivitas Tes Essay Dan Testlet Melalui Aplikasi Graded Response Model
(GRM). Jurnal Penelitian Dan Evaluasi Pendidikan, 14 (2). Diambil dari
https://journal.uny.ac.id/index.php/jpep/article/view/1082/865
Sucipto, S. (2017). Pengembangan Ketrampilan Berpikir Tingkat Tinggi dengan Menggunakan Strategi
Metakognitif Model Pembelajaran Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal Pendidikan (Teori Dan
Praktik), 2 (1), 77. https://doi.org/10.26740/jp.v2n1.p77-85
Supardi. (2015). Penilaian Autentik Pembelajaran Afektif, Kognitif, dan Psikomotor. Jakarta: Rajawali Pers.
Therrien, WJ, Hughes, C., Kapelski, C., & Mokhtari, K. (2009). Efektivitas Strategi Pengambilan Ujian pada
Prestasi dalam Tes Esai untuk Siswa dengan Ketidakmampuan Belajar. Journal of Learning
Disabilities, 42 (1), 14-23. https://doi.org/10.1177/0022219408326218
Weiss, RE (2003). Merancang Masalah untuk Mendorong Pemikiran Tingkat Tinggi. New Directions for
Teaching and Learning, 2003 (95), 25–31. https://doi.org/10.1002/tl.109
Widoyoko, EP (2016). Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Zetriuslita, Z., Ariawan, R., & Nufus, H. (2016). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Mahasiswa
Dalam Menyelesaikan Soal Uraian Kalkulus Integral Berdasarkan Level Kemampuan Mahasiswa.
Infinity Journal, 5 (1), 56. https://doi.org/10.22460/infinity.v5i1.193
Zohar, A., Degani, A., & Vaaknin, E. (2001). Keyakinan guru tentang siswa berprestasi rendah dan pemikiran
tingkat tinggi. Pendidikan Pengajaran dan Guru, 17 (4), 469–485. https://doi.org/10.1016/S0742-
051X (01) 00007-5

Anda mungkin juga menyukai