Anda di halaman 1dari 6

Nisrina Nur Syifa

173112620170118
Tugas Mikologi II

APLIKASI FUNGI DI BIDANG KESEHATAN

Pendahuluan
Jamur merupakan organisme yang tidak berklorofil, sehingga tidak dapat
memanfaatkan cahaya matahari untuk mensintesis karbohidrat dengan cara fotosintesis. Oleh
karena itu, didalam pertumbuhannya jamur memerlukan zat-zat organik seperti selulosa, pati,
lignin, dan glukosa (Irianto et al., 2008). Jamur ada yang merugikan dan ada juga yang
menguntungkan. Jamur yang merugikan adalah berbagai jenis jamur penyebab penyakit pada
manusia dan tanaman, misalnya jamur yang menyebabkan keracunan saat dikonsumsi dan
jamur yang menyebabkan kayu cepat lapuk. Jamur yang menguntungkan adalah berbagai
jenis jamur yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, misalnya jamur yang berperan dalam
pembuatan tempe, tape, dan kecap. Jamur lain yang termasuk jenis jamur yang
menguntungkan adalah jamur konsumsi seperti jamur kuping, jamur merang, dan jamur
tiram.
Jamur dikenal dalam kehidupan sehari-hari sejak 3000 tahun yang lalu, telah banyak
dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Di Cina, pemanfaatan jamur sebagai bahan obat-
obatan sudah dimulai sejak 2000 tahun silam. Jamur dimanfaatkan sebagai obat karena
terdapat kandungan zat besi dan niasin dalam jamur tiram sangat berguna dalam
pembentukan sel-sel darah merah, kandungan polisakarida lentinan dalam jamur dipercaya
mampu menekan pertumbuhan sel-sel kanker khususnya kanker kolon. Jamur tiram juga
mengandung serat tinggi sehingga bermanfaat dalam menurunkan kepekatan lemak dalam
darah, mengeluarkan kolesterol, dan mencegah penyerapan berlebih dari makan yang kita
konsumsi.
Saat ini, jamur telah berkembang menjadi makanan bagi rakyat terutama sebagai
sayuran. Ada 2 kategori jenis jamur yaitu jamur edible dan non-edible. Jamur edible
merupakan jamur yang relatif aman untuk dikonsumsi, umumnya memiliki rasa yang lezat
dan memiliki kandungan nutrisi yang dibutuhkan bagi kesehatan sehingga aman untuk
dikonsumsi. Contoh jamur edible antara lain jamur tiram putih, jamur kuping dan jamur
merang. Jamur non-edible adalah jamur yang umumnya dikonsumsi dalam jumlah dan untuk
tujuan tertentu saja. Kendati jamur ini kurang enak untuk dikonsumsi, tetapi bermanfaat bagi
kesehatan sehingga sering dijadikan sebagai ramuan obat, salah satu contohnya adalah jamur
ling zi.
Usaha preventif yang mungkin digunakan dalam bidag kesehatan yaitu pemakaian
jenis-jenis mikroba yang telah dikategorikan sebagai GRAS (generally recognized as safe)
seperti Saccharomyces cerevisiae dan Lactobacillus. Penggunaan mikroba untuk produksi
antibiotik, antara lain penisilin oleh jamur Penicillium sp., streptomisin oleh Streptomyces sp.
Hasil dan Pembahasan

A. Pleurotus Ostreatus
Menurut hasil analisa Tim Jamur Pusat Teknologi Bioindustri – BPPT, jamur tiram
mempunyai potensi aktifitas antioksidan, sehingga dapat dijadikan salah satu satu alternatif
makanan yang memberikan efek positif bagi kesehatan tubuh. Hal ini ditunjukkan dengan
berubahnya larutan uji dari ungu menjadi kuning setelah direaksikan dengan DPPH selama
masa inkubasi. Aktifitas antioksidan pada jamur tiram, pada IC 50 adalah 320863.
Jamur tiram mengandung beta glukan. Beta glukan merupakan senyawa metabolit
sekunder yang dapat diisolasi dari tanaman dan mikroorganisme. Menurut Synytsya et al
(2009), jamur tiram atau dikenal dengan genus Pleurotus merupakan sumber glukan biologis
aktif. Secara parsial, ßglukan dari Pleurotus sp. (pleuran) telah digunakan sebagai suplemen
karena aktivitas imunosupresifnya. P. ostreatus memiliki kalori yang rendah (masing-masing
100 g memiliki 28 k / Cal) dan natrium. Oleh karena itu, jamur memiliki nilai obat tinggi dan
digunakan untuk berbagai tahun dalam obat rakyat. Ini memiliki banyak bioaktif metabolit
digunakan sebagai sumber yang belum dimanfaatkan terbesar produk farmasi yang kuat dan
baru (Papaspyridi et al, 2012 and Gregori et al, 2007).
Beta glukan termasuk kategori generally recogniced as safe (GRAS) menurut FDA
(Food and Drug Administration) serta tidak memiliki toksisitas atau efek samping. ß-Glukan
memiliki berbagai aktivitas biologis sebagai antitumor, antioksidan, antikolesterol, anti
penuaan dini dan peningkat sistem imun.
Beta glukan dapat dimanfaatkan sebagai zat aditif dalam industri makanan. Khasiat
beta glukan sebagai antitumor dan antikanker dapat melalui mekanisme dengan mengaktivasi
makrofag, sel-sel T limfosit dan NK sel untuk mensekresikan sitokin seperti TNF-a, IFN-γ,
IL-1ß yang bersifat menghambat proliferasi sel-sel tumor dan dapat menginduksi apotopsis
serta diferensiasi sel tumor. Berbeda dengan khasiat beta glukan sebagai immunomodulator,
dengan cara menstimulasi sistem pertahanan tubuh dengan mengaktifasi makrofag untuk
menangkap dan menghancurkan benda asing dalam tubuh seperti virus, bakteri, fungi dan
parasit.
Minuman kesehatan, pembuatan minuman kesehatan berbahan baku jamur tiram
adalah mengembangkan teknologi ekstraksi dalam kaitannya pengembangan produk
makanan dan minuman kesehatan berbasis beta glukan yang berasal dari jamur (edible
mushroom). Manfaat minuman kesehatan berbasis jamur mengandung beta glukan adalah
minuman tersebut bergizi ramah lingkungan dan menyehatkan.

B. Muscodor Albus
Muscodor albus adalah fungi endofit yang diperoleh dari dahan atau ranting-ranting
cabang pohon Cinnamomum zeylanicum (Cinnamon) (Worapong et al. 2001). Fungi dari
ordo Xylariaceaous ini (produksi non spora) secara efektif dapat menghambat dan membunuh
bakteri tertentu serta fungi dengan cara memproduksi suatu campuran senyawa volatil
(Strobel et al, 2001). Campuran senyawa volatil yang memiliki sifat antibiotik dihasilkan
oleh fungi. Setiap 5 kelas senyawa volatil yang dihasilkan oleh fungi memiliki beberapa efek
penghambatan terhadap fungi dan bakteri uji, namun tidak ada yang bersifat letal.
Senyawa tersebut bertindak secara sinergis untuk menyebabkan kematian dalam
kisaran luas terhadap fungi dan bakteri patogen manusia dan hewan. Senyawa penghambat
yang paling efektif ialah dari kelompok ester, dimana secara biologis isoamil asetat adalah
senyawa yang paling aktif.
Implikasi dan keuntungan secara Ekologi yaitu senyawa tersebut dapat digunakan
untuk mikofumigasi pada tanah, biji-bijian, dan tanaman, dan digunakan untuk
dekontaminasi limbah manusia. Mikofumigasi dengan menggunakan mikroba M. albus ini
lebih baik karena dapat menggantikan mikofumigasi sebelumnya yang dianggap ilegal
dengan menggunakan senyawa berbahaya yaitu metil bromida. Adanya M. Albus sebagai alat
skrining, maka memungkinkan untuk mengisolasi fungi endofit lainnya yang menghasilkan
antibiotik volatil.

C. Lichen
Liken adalah organisme simbiosis mutualistik antara fungi (mikobion) biasa nya dari
jenis Ascomycota dan ganggang hijau (fotobion) biasa nya dari jenis Cyanobacteria dan
Chlorophyta. Hasil simbiosis ini menghasilkan organisme dalam bentuk talus liken yang
berbeda dari bentuk mikobion dan fotobionnya. Bentuk talus liken beragam, umumnya
bentuk krustos (seperti kerak), folios (seperti daun), frutikos (seperti tali atau benang
berjuntai atau ke atas) dan skuamulos (seperti sisik). Bentuk talus lain ada yang seperti
tepung atau debu (leprose) dan seperti gelatin ketika basah.
Hasil simbiosis ini menguntungkan bagi mikobion dan fotobion. Mikobion
memperoleh karbohidrat dan nitrogen dari fotobion sedangkan fotobion memperoleh substrat,
lingkungan yang stabil dan mineral dari mikobion. Informasi keragaman liken di Indonesia
masih sangat kurang, bahkan dianggap sebagai organisme pengganggu tanaman sehingga di
kebun raya di Indonesia dibuang dari pohon-pohon koleksinya. Sebenarnya liken
mendapatkan makanannya dari udara, debu dan uap air meskipun talusnya melekat pada
tumbuhan tetapi tidak bersifat parasit.
Liken telah dimanfaatkan sebagai obat tradisional oleh masyrakat di dunia, seperti di
Cina, Amerika, dan suku Indian sebagai obat batuk. Khasiat beberapa liken seperti Usnea
barbata digunakan sebagai obat dalam campuran jamu di Indonesia digunakan sebagai obat
untuk ibu dan bayi serta mengobati influenza (Jordaan 1985).

D. Saccharomyces cerevisiae

Bidang kesehatan ikan dan penyakit ikan, jamur memiliki peranan strategis, yaitu
sebagai organisme penghasil antibiotik, dan sebagai agen probiotik, yang dapat diaplikasikan
melalui pakan untuk meningkatkan imunostimulan dan diaplikasikan melalui air untuk
mendegradasi senyawa toksik pada akuakultur. Akuakultur mengalami kerugian yang cukup
besar akibat serangan penyakit infeksi dan parasit.
Salah satu peristiwa nasional yang menyebabkan kerugian yang sangat besar dalam
akuakultur telah dialami Indonesia pada awal tahun 1994 akibat serangan White Spot
Syndrome Virus (WSSV) yang menyerang udang, serta pada tahun 2002 akibat Koi Herpes
Virus (KHV) pada ikan mas dan koi (Cyprinus carpio). Selama ini pengendalian penyakit
masih mengandalkan disinfektan dan antibiotik. Pada waktu lampau, penggunaan senyawa
antibiotik untuk tindakan sub-terapetik seperti pencegahan penyakit (prophylactic) dan
memacu pertumbuhan hewan budidaya, sangat umum dilakukan.
Penggunaan antibiotika semacam ini termasuk tidak bijaksana, begitu pula dengan
penggunaan dalam dosis tinggi, jenis sangat beragam, penggunaan dalam ngka waktu lama,
dan penggunaan jenis yang tidak dapat diurai secara biologis (non biodegradable). Secara
ekonomi hal tersebut telah terbukti merugikan pelaku usaha akuakultur sendiri akibat
penolakan konsumen. Pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan penggunaan vaksin,
imunostimulan, dan probiotik.
Penyiapan sel-sel mikroba probiotik untuk pakan umumnya dilakukan dengan
sejumlah cara sepertI dicampur sebagai sel segar atau hidup, sel hidup dalam suspensi garam
fisiologis, dalam bentuk sel terliofilisasi dan melalui perantaraan organisme lain seperti
rotifera. Yeast berupa Saccharomyces cerevisiae, strain S. exiguus yang mengandung
xeaxanthin (HPPR1) dan Phaffia rhodozyma, serta ƒÒglucan S.cerevisiae, telah digunakan
untuk meningkatkan ketahanan udang penaid yuwana terhadap vibriosis. Probiotik tersebut
diaplikasikan sebagai imunostimulan yang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh
udang (Lopez et al., 2003).
Prinsip dasar kerja probiotik adalah pemanfaatan kemampuan mikroorganisme dalam
memecah atau menguraikan rantai panjang karbohidrat, protein, dan lemak yang menyusun
pakan yang diberikan (Sugita et al., 1996 dalam Iranto, 2003). Kemampuan ini diperoleh
karena adanya enzim-enzim khusus yang dimiliki oleh mikroba untuk memecah ikatan
tersebut. Enzim tersebut biasanya tidak dimiliki oleh ikan dan makhluk air lainnya.
Penelitian juga melakukan pemanfaatan imunostimulan untuk pengendalian penyakit
pada ikan mas (Cyprinus carpio) dengan menggunakan Chromium yeast (Cr-yeast) yang
diaplikasikan melalui pakan (Mudjiutami et al., 2007). Bahan ini biasanya digunakan sebagai
pencampur pakan pada hewan ternak, yang berfungsi juga untuk mengatasi stres yang
diharapkan dapat berdampak positif juga bagi pertahanan tubuh ikan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemberian Cr yeast memberikan respons positif terhadap peningkatan
daya tahan tubuh ikan mas. Pemberian Cr yeast terbukti mampu meningkatkan sintasan ikan
mas yang diinfeksi virus KHV (Koi Herpes Virus).
Imunostimulan yang terkandung dalam Saccharomyces cerevisiae selain itu
digunakan untuk meningkatkan kesehatan hewan ternak dengan cara meningkatkan sistem
imun di dalam tubuh hewan. Beta-glukan yang terkandung pada dinding sel S. cerevisiae
tersebut akan meningkatkan perbaikan kerusakan sel dan meningkatkan produksi sel-sel
pertahanan tubuh seperti leukosit, monosit, netrofil sehingga hewan lebih tahan terhadap
serangan infeksi penyakit.
Kesimpulan
Jamur sebagai salah satu mikrobia sangat berperan dalam bidang kesehatan dan
kegiatan akuakultur. Jamur sering digunakan tuntuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap
penyakit manusia maupun hewan dan memproduksi zat antibiotik. Efisiensi pakan jamur
berperan sebagai probiotik yang dapat membantu meningkatkan kualitas pakan.
Daftar Pustaka
Irianto, A. 2003. Probiotik Akuakultur. Gajah Mada University Press, 125 hlm.
Mudjiutami, E., Ciptoroso, Zainun, Z., Sumarjo, & Rahmat. 2007. Pemanfaatan
Imunostimulan Untuk Pengendalian Penyakit Pada Ikan Mas. J. Budidaya Air
Tawar, 4(1): 1–9.
Pamungkas, W & Khasani, I. 2010. Peranan Fungi dalam Akuakultur: Media Akuakultur.
5(1) : 32-34
Lopez, N., Cuzon, G., Gaxiola, G., Taboada, G., Valenzuela, M., Pascual, C., Sanchez, A., &
Rosas, C. 2003. Physiological, Nutritional, and Immunological Role of Dietar y ß
1-3 Glukan and Ascorbic Acid 2Monophosphate in Litopenaeus vannamei
Juveniles. Aquaculture, 224: 223–243.
Widyastuti, N. 2013. Pengolahan Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus). Sebagai Alternatif
Pemenuhan Ntrisi. 15(3): 4-5.

Anda mungkin juga menyukai