Anda di halaman 1dari 11

Kegiatan ke 3

Gametogenesis

A. Tujuan Kegiatan
1. Mahasiswa dapat mengetahui proses oogenesis
2. Mahasiswa dapat mengetahui proses spermatogenesis

B. Kajian Pustaka
Gametogenesis merupakan proses pembentukan gamet di gonad jantan atau
betina. Gametogenesis melibatkan proses pembelahan sel-sel gamet melalui
mitosis dan meiosis. Melalui pembelahan meiosis, sel benih akhirnya
membentuk sel gamet yang haploid. Pada jantan gametogenesis disebut sebagai
spermatogenesis, sedangkan pada betina disebut oogenesis. Tujuan dari
gametogenesis adalah menghasilkan material genetic yang dibutuhkan selama
proses replikasi melalui proses mitosis dan meiosis (Nugroho, 2015: 31).
Gametogenesis adalah proses pembentukan gamet atau sel kelamin. Sel
gamet terdiri dari gamet jantan (spermatozoa) yang dihasilkan di testis dan
gamet betina (ovum) yang dihasilkan di ovarium. Terdapat dua jenis proses
pembelahan sel yaitu mitosis dan meiosis. Mitosis yaitu pembelahan sel dari
induk menjadi 2 anakan tetapi tidak terjadi reduksi kromosom contoh apabila
ada sel tubuh kita yang rusak maka akan terjadi proses penggantian dengan sel
baru melalui proses pembelahan mitosis, sedangkan pembelahan meiosis yaitu
pembelahan sel dari induk menjadi 2 anakan dengan adanya reduksi
kromosom, contohnya pembelahan sel kelamin atau gamet sebagai agen utama
dalam proses reproduksi manusia. Pada pembelahan mitosis menghasilkan sel
baru yang jumlah kromosomnya sama persis dengan sel induk yang bersifat
diploid (2n) yaitu 23 pasang atau 46 kromosom, sedangkan pada meiosis
jumlah kromosom pada sel baru hanya bersifat haploid (n) yaitu 23 kromosom
(Sukada, 2015: 1).
2

Tahap perbanyakan (poliferasi) berlangsung secara mitosis berulang-ulang.


Gametogenesis (sel induk gamet) membelah menjadi 2, 2 menjadi 4, 4 menjadi
8 dan seterusnya. Gametogonium ini akan tumbuh membesar menjadi
gametosit 1. Gametosit 1 mengalami tahap pematangan berlangsung secara
meiosis. Akhir meiosis 1 terbentuk gametosit II dan akhir meiosis II
membentuk gametid. Gametid mengalami tahap perubahan bentuk
(transformasi) menjadi gamet. Gametogonium pada jantan disebut
spermatogonium, pada betina oogonium. Gametosit pada jantan disebut
spermatosit, pada betina oosit. Gametid pada jantan disebut spermatid, pada
betina ootid (Yatim, 1994: 9).
Pada manusia fetus betina mulai menghasilkan sel-sel (oogonia) yang
seiring kelahiran dan perkembangannya, pada akhirnya akan menjadi sel-sel
telur (ova) dalam ovarium. Sel-sel tersebut memulai meiosis sejak masa
embrio, tetapi perkembangannya tertahan pada profase meiosis I. Sel-sel
tersebut tetap berada dalam penundaan sampai beberapa saat sebelum fertilisasi
dan mengalami pembelahan meiosis kedua hanya setelah fertilisasi. Pada
jantan meiosis baru mulai terjadi setelah kedewasaan tercapai (Fried, 2006:
99).

Gambar 1. Reproduksi sel gametogenesis


Sumber: https://id-static.z-dn.net

Oogenesis merupakan gametogenesispada individu betina. Dalam oogenesis


terjadi proses pembentukan sel telur (ovum) di dalam ovarium. Oogenesis
diawali dengan pembentukan bakal sel-sel telur yang disebut oogonia (tunggal:
3

oogonium). Pembentukan sel telur pada manusia diawali sudah sejak di dalam
kandungan, yaitu di dalam ovari fetus perempuan. Pada usia akhir bulan ketiga
fetus, semua oogonia yang bersifat diploid telah terbentuk dan siap memasuki
tahap pembelahan (Nugroho, 2015: 37).
Secara umum dalam tahap awal oogenesis, oogonia mengalami pembelahan
secara motisis menghasilkan oosit primer. Pada perkembangan fetus
selanjutnya, semua oosit primer membelah secara miosis, tetapi hanya sampai
fase profase. Pembelahan miosis tersebut berhenti hingga bayi perempuan
dilahirkan, ovariumnya mampu menghasilkan sekitar 2 juta oosit primer
mengalami kematian setiap hari sampai masa pubertas. Memasuki masa
pubertas, oosit melanjutkan pembelahan miosis I. hasil pembelahan tersebut
berupa dua sel haploid, satu sel yang besar disebut oosit sekunder dan satu sel
berukuran lebih kecil disebut badan kutub primer (Nugroho, 2015: 37).
Tahap selanjutnya, oosit sekunder dan badan kutub primer akan mengalami
pembelahan miosis II. Pada saat itu, oosit sekunder akan membelah menjadi
dua sel, yaitu satu sel berukuran normal disebut ootid dan satu lagi berukuran
lebih kecil disebut badan polar sekunder. Badan kutub tersebut bergabung
dengan dua badan kutub sekunder lainnya yang berasal dari pembelahan badan
kutub primer sehingga diperoleh tiga badan kutub sekunder. Ootid mengalami
perkembangan lebih lanjut menjadi ovum matang, sedangkan ketiga badan
kutub mengalami degenerasi (hancur). Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa pada oogenesis hanya menghasilkan satu ovum (Nugroho, 2015: 37-38).
Menurut Nugroho (2015: 38-39) proses perkembangan sel telur di dalam
ovarium adalah sebagai berikut:
1. Sel-sel kelamin primordial atau oogonium
Sel-sel kelamin primordial atau oogonium awalnya nampak di dalam
ektoderm embrional dari sacus vitellinus dan bermigrasi ke epitelium
germinativum. Pada minggu ke 6 kehidupan intrauteri (dalam kandungan).
Tiap oogonium dikelilingi oleh sel-sel pregranulosa yang melindungi dan
memberi nutrisi pada oogonium dan sekaligus membentuk folikel
primordial.
4

2. Folikel primordial
Folikel primordial yang terbentuk akan bermigrasi ke bagian stroma
cortex ovarium dan folikel ini dihasilkan sebanyak 200.000 buah. Sejumlah
folikel primordial berupaya berkembang selama kehidupan intrauteri dan
selama masa anak-anak, namun tidak satupun mencapai maturasi (masak).
Saat pubertas, tiap folikel menyelesaikan proses pemasakan dan disebut
folikel de graaf. Di folikel de graaf terdapat sel kelamin yang disebut oosit
primer.
3. Oosit primer
Inti (nukleus) dari oosit primer mengandung 23 pasang kromosom (2n).
Tiap satu pasang kromosom merupakan kromosom menentukan jenis
kelamin. Sementara kromosom-kromosom yang lain disebut autosom.
4. Pembelahan meiosis pertama
Pembelahan meiosis terjadi di ovarium pada saat folikel de graaf
mengalami maturasi dan selesai sebelum terjadi ovulasi. Inti oosit atau sel
telur akan membelah sehingga kromosom terpisah dan membentuk dua set
yang masing-masing mengandung 23 kromosom. Tiap set tetap lebih besar
dibanding yang lain karena mengandung seluruh sitoplasma, sel ini disebut
oosit sekunder.
5. Oosit sekunder
Pada saat pembelahan meiosis kedua, umumnya terjadi apabila ada
fertilisasi, yaitu saat kepala spermatozoa menembus zona pelusida oosit.
Oosit sekunder kemudian membekah membentuk ootid yang kemudian
berdiferensiasi menjadi ovum dan satu badan polar lagi kedua. Sampai tahap
ini terbentuk tiga badan polar serta satu ovum masak, baik badan polar dan
ovum mengandung bahan genetik yang berbeda. Ketiga badan mengalami
degenerasi. Ovum yang masak yang telah mengalami fertilisasi mulai
mengalami perkembangan embrional menjadi zigot dan pembelahan lebih
lanjut.
Proses pembentukan oogenesis dipengaruhi oleh kerja beberapa hormon,
diantaranya adalah pada wanita usia reproduksi terjadi siklus menstruasi oleh
5

aktifnya aksis hipothalamus, hipofisis, ovarium. Hipothalamus menghasilkan


hormon GnRH (gonadotropin releasing hormone) yang menstimulasi hipofisis
mensekresi hormon FSH (follicle stimulating hormone) dan LH (lutinuezing
hormone). FSH dan LH menyebabkan serangkaian proses di ovarium sehingga
terjadi sekresi hormon estrogen dan progesteron. LH merangsang korpus
luteum untuk menghasilkan hormon progesteron dan meransang ovulasi. Pada
masa pubertas, progesteron memacu tumbuhnya sifat kelamin sekunder. FSH
merangsang ovulasi dan meransang folikel untuk membentuk estrogen,
memacu perkembangan folikel. Hormon prolaktin merangsang produksi susu.
Mekanisme umpan balik positif dan negatif aksis hipothalamus hipofisis
ovarium (Sukada, 2015: 3).

Gambar 2. Proses pembentukan sel telur (Oogenesis)


Sumber: https://1.bp.blogspot.com

Proses diferensiasi dari spermatogonium menjadi spermatozoa disebut


spermatogenesis. Spermatogenesis merupakan proses yang komplek dan
melibatkan pembelahan baik mitosis dan meiosis. Pada manusia,
spermatogenesis dimulai sejak masa pubertas dan terus berlanjut seumur hidup
individu. Spermatogenesis berlangsung di tubulus seminiferus. Hampir 90%
volume testis ditempati oleh tubulus seminiferus dengan berbagai tahapan
perkembangan sel gamet jantan. Di dalam tubulus seminiferus, sel-sel gamet
jantan yang berkembang tersebut, tersusun dengan urutan yang beraturan
dimulai dari bagian membran basalis menuju lumen (Nugroho, 2015: 31).
6

Peralihan dari bakal sel kelamin yang aktif membelah ke sperma yang
masak serta menyangkut berbagai macam perubahan struktur yang berlangsung
secara berurutan. Spermatogenesis berlangsung pada tubulus seminiferus dan
diatur oleh hormone gonadtotropin dan testosterone. Spermatogenesis terjadi di
testis. Didalam testis terdapat tublus seminiferus. Dinding tubulus seminiferus
terdiri dari jaringan epitel dan jaringan ikat, pada jaringan epithelium terdapat
sel – sel spermatogonia dan sel sertoli yang berfungsi member nutrisi pada
spermatozoa. Selain itu pada tubulus seminiferus terdapat pula sel leydig yang
mengsekresikan hormone testosterone yang berperan pada proses
spermatogenesis (Sukada, 2015: 8).
Spermatogenesis dimulai saat pubertas dengan sel benih primitif, yaitu
spermatogonium relatif merupakan sel bulat kecil dengan diameter sekitar 12
ptm. Sel ini berada di bagian basal epitel dekat membran basal dan berbagai
tahap perkembangannya dikenali terutama dari bentuk dan sifat pulasan
intinya. Pada saat terjadinya pematangan sistem kelamin sel ini mulai
mengalami mitosis, dan menghasilkan generasi sel-sel yang baru.
Spermatogonia dengan inti ovoid dan gelap bertindak sebagai sel puncak, yang
tidak sering membelah dan membentuk sel puncak baru dan sel dengan inti
ovoid yang terpulas lebih pucat, yang membelah lebih cepat sebagai sel transit
(progenitor) penguat Spermatogonia tipe A masing-masing mengalami
sejumlah pembelahan klonal khusus yang tetap saling terhubung sebagai suatu
syncytium, dan membentuk spermatogonia tipe B yang memiliki inti pucat
yang lebih sferis (Mescher, 2009: 364).
Setiap spermatogonium tipe B mengalami pembelahan mitosis akhir dan
membentuk dua sel yang ukurannya bertambah dan menjadi spermatosit
primer, yang merupakan sel sferis dengan inti eukromatik. Spermatosit primer
mereplikasi DNA nya sehingga setiap kromosom terdiri atas kromatid ganda
dan mengalami mitosis dan selama mitosis ini, kromosom homolog berkumpul
bersama dalam sinaps, rekombinasi DNA terjadi dan dua pembelahan sel cepat
menghasilkan sel haploid spermatosit primer memiliki 46 kromosom (44+XY),
jumlah diploid dan kandungan DNA sebesar 4N. N menunjukkan susunan
7

haploid kromosom sebanyak 23 pada manusia atau jumlah DNA dalam


susunan ini. Segera setelah terbenfuk, sel-sel ini memasuki tahap profase
meiosis pertama yang berlangsung sekitar 22 hari. Kebanyakan spermatosit
primer yang terlihat pada potongan ini berada pada tahap meiosis. Spermatosit
primer merupakan sel terbesar pada garis keturunan spermatogenik dan
ditandai dengan keberadaan kromosom yang mengalami kondensasi parsial
dalam berbagai tahap sinapsis dan rekombinasi (Mescher, 2009: 364).
Menurut Nugroho (2015: 32-34); Sadler (2009: 34) secara umum
spermatogenesis dibedakan menjadi tiga tahap diantaranya adalah:
1. Tahap spermatositogenesis
Tahap spermatositogenesus merupakan tahap awal proses pembentukan
spermatozoa. Tahap ini dipengaruhi oleh sel sertoli, yaitu sel yang memberi
nutrisi kepada spermatogonia, sehingga dapat berkembang menjadi
spermatosit. Di dalam spermatositogenesis, spermatogonia bermitosis
menjadi spermatid primer. Dalam tahap ini terjadi diferensiasi sel-sel
germinal primordial menjadi spermatogonium. Spermatogonium
mempunyai jumlah kromosom diploid (2n). Spermatogonia sebagai cikal
bakal spermatozoa, menempati bagian paling dasar di membran basalis,
diikuti dengan spermatosit primer, spermatosit sekunder, dan spermatid
yang sudah mengarah ke bagian lumen.
Dalam pembentukan spermatosit primer, spermatogonia akan bermitosis
berkali-kali. Tahap profase di mitosis pertama ini waktunya cukup lama dan
spermatosit primer mempunyai masa hidup paling lama dibandingkan tipe-
tipe gamet jantan lainnya. Satu spermatosit primer akan menghasilkan dua
sel anakan spermatosit sekunder.
2. Tahap meiosis
Tahap meiosis merupakan tahapan spermatosit primer bermeiosis I
membentuk spermatosit sekunder dan langsung terjadi meiosis II yaitu
pembentukan spermatid, dari spermatosit sekunder. Proses ini terjadi saat
spermatosit primer menjauhi lamina basalis dan sitoplasma semakin banyak.
Spermatosit primer awalnya masih mengandung kromosom diploid (2n)
8

yang kemudian akan mengalami meiosis. Di dalam proses pembentukan


spermatosit sekunder, spermatosit primer akan menjauh dari lamina basalis,
sitoplasma bertambah banyak dan terjadi pembelahan meiosis pertama
membentuk dua spermatosit sekunder dengan jumlah kromosom haploid
(n). Pada proses meiosis pertama akan langsung diikuti dengan pembelahan
meiosis kedua yang membentuk empat spermatid masing-masing dengan
kromosom haploid.
3. Tahap spermiogenesis
Tahapan spermiogenesis merupakan tahap transformasi spermatid
menjadi spermatozoa. Tahapan ini terdiri dari empat fase yaitu fase golgi,
fase tutup, fase akrosom, dan fase pematangan. Spermatozoa yang terbentuk
terdiri dari tiga bagian utama yaitu kepala, leher, dan ekor spermatozoa.
Perubahan-perubahan ini mencakup pembentukan akrosom yang
menutupi separuh permukaan nukleus dan mengandung enzim untuk
membantu penetrasi telur dan lapisan di sekitarnya sewaktu fertilisasi.
Pemadatan nukleus, pembentukan leher bagian tengah dan ekor kemudian
pengelupasan sebagian besar sitoplasma. Pada manusia waktu yang
diperlukan spermatogonia untuk berkembang menjadi spermatozoa adalah
sekitar 74 hari dan sekitar 300 juta sel sperma dihasilkan setiap harinya.
Menurut Karlinah (2015: 17-18); Sumiati (2013: 4) faktor-faktor hormonal
yang merangsang proses spermatogenesis adalah:
1. Testosteron, yang disekresikan sel-sel leydig yang terletak di interstisium
testis, penting bagi pertumbuhan dan pembelahan sel-sel germinal testis
yang merupakan tahap pertama pembentukan sperma.
2. Hormon LH yang berfungsi merangsang sel Leydig untuk memperoleh
sekresi testosterone (yaitu suatu hormone sex yang penting untuk
perkembangan sperma).
3. Hormon FSH yang berfungsi untuk merangsang pembentukan sperma
secara langsung. Serta merangsang sel sertoli untuk meghasilkan ABP
(Androgen Binding Protein) untuk memacu spermatogonium untuk
melakukan spermatogenesis.
9

4. Estrogen yang dibentuk dari testosteron oleh sel-sel sertoli ketika sel sertoli
dirangsang oleh hormon perangsang folikel yang juga penting untuk
spermatogenesis.
5. Hormon pertumbuhan dan sebagian besar hormon tubuh lainnya diperlukan
untuk mengatur latar belakang fungsi metabolisme testis. Hormon
pertumbuhan secara spesifik meningkatkan pembelahan awal spermatogonia
itu sendiri. Apabila hormon pertumbuhan tidak ada seperti dwarfisme
hipofisis, maka spermatogenesis sangat berkurang atau tidak terjadi sama
sekali sehingga menyebabkan infertilisasi.
10

C. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Laptop 1 unit
b. Alat tulis 1 unit
2. Bahan
a. Gambar sediaan preparat jaringan penis
b. Gambar sediaan preparat jaringan tubulus seminiferous
c. Gambar sediaan preparat jaringan epididymis
d. Gambar sediaan preparat jaringan kelenjar prostat
e. Gambar sediaan preparat jaringan ovarium korteks
f. Gambar sediaan preparat jaringan uterus
g. Gambar sediaan preparat folikel de Graaf

D. Cara Kerja
1. Semua alat dan bahan disiapkan diatas meja praktikum
2. Gambar sediaan preparat jaringan diamati dan diidentifikasi pengertian
bagian yang ditunjuk
11

Daftar Rujukan

Fried, George H, Hademenos, G. J. 2006. Schaum's Oualines: Biologi Edisi


Kedua. Jakarta: Erlangga

Karlinah, Nelly. 2015. Bahan Ajar Embriologi Manusia. Yogyakarta: Deepublish

Nugroho, Rudy A. 2015. Reproduksi Perkembangan Hewan. Yogyakarta: Cahaya


Atma Pustaka

Mescher, Anthony L. 2009. Histologi Dasar Jonqueira Teks dan Atlas. Jakarta:
EGC

Sadler, T.W. 2009. Langman Embriologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Sukada, I Ketut. 2015. Gametogenesis Oogenesis Spermatogenesis. Denpasar:


Fakultas Peternakan Universitas Udayana

Sumiati. 2013. Sistem Reproduksi Manusia. Jurnal Biologi. 2 (2): 4.


https://umybiology.files.com. Diakses pada tanggal 10 Maret 2019
Yatim, Wildan. 1994. Embriologi. Bandung: Tarsino.

Anda mungkin juga menyukai