Anda di halaman 1dari 15

FERTILISASI DAN DETERMINASI SEX

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Perkembangan Hewan
Yang diampu oleh Bapak Prof. Dr.Abdul Gofur, M.Si

Disusun Oleh:
Maria Angelina Genere Koban (200342857002)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
S2 BIOLOGI
OKTOBER 2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmatnya, penulis dapat menyelesaikan makalah Fertilisasi dan Determinasi sex. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Abdul Gofur,M.Si selaku pengampuh matakuliah
perkembangan hewan yang telah membimbing selama proses penulisan makalah ini.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memahami proses fertilisasi dan
penentuan jenis kelamin pada suatu organisme. Harapan penulis semoga makalah ini dapat
menambah wawasan pengetahuan terkait dengan Fertilisasi dan Determinasi sex pada hewan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam isi makalah ini,
oleh karena itu, sangat diharapkan kritik dan saran dari bapak Prof. Abdul Gofur, M.Si sebagai
penyempurnaan atas makalah yang telah disusun dan bermanfaat bagi penulis di masa yang akan
datang.

Malang, 19 Oktober 2020

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Reproduksi atau berkermbang biak merupakan kemampuan suatu organisme untuk
menghasilkan keturunan dan menjaga kelestariannya. Dalam proses reproduksi tersebut,
melibatkan organisme jantan dan betina yang selanjutnya akan mengalami proses fertilisasi
untuk menghasilkan zigot kemudian berkembang menjadi individu baru yang utuh. Fertilisasi
merupakan proses penyatuan inti sperma dan inti sel telur untuk membentuk zigot. Proses
fertilisasi terjadi di tuba fallopi atau oviduct . Fertilisasi dapat terjadi secara eksternal yaitu di luar
tubuh induk, sementara fertilisasi interna terjadi di dalam tubuh induk. Fertilisasi interna pada
umumnya terjadi di dalam oviduct. Setelah mengalami fusi, kemudian akan membentuk zigot. Di
dalam proses fusi kedua inti sel gamet, terjadi pula fusi sifat herediter dari induk jantan dan
induk betina. Masing-masing induk membawa sejumlah set kromosom (22+X atau Y) yang
kemudian akan melebur menjadi satu kesatuan pewarisan dari masing-masing indukan (44+XX
atau XY). Setiap organisme yang melakukan perkembangbiakan secara seksual memiliki jenis
kelamin yang berbeda sebagai alat reproduksinya. Penentuan jenis kelamin pada manusia
ditentukan oleh kromosom seks yang diturunkan dari kedua induknya.
Proses fertilisasi dan determinasi sex sangat penting untuk dipelajari, oleh karena itu pada
makalah ini penulis akan membahas beberapa hal terkait dengan fungsi dari fertilisasi, tahapan
dari proses fertilisasi, proses penentuan jenis kelamin dan diferensiasi seks serta kelainan-
kelainan yang terjadi saat determinasi dan diferensiasi seks.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah proses fertilisasi pada hewan?
2. Bagaimanakah proses penentuan jenis kelamin dan diferensiasi seks pada hewan?
3. Kelainan-kelainan apa sajakah yang terdapat pada determinasi dan diferensiasi seks
1.3 TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui proses fertilisasi pada hewan
2. Untuk mengetahui proses penentuan jenis kelamin dan diferensiasi seks pada hewan
3. Untuk mengetahui kelainan-kelainan pada determinasi dan diferensiasi seks pada hewan
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Fertilisasi
Fertilisasi merupakan proses penyatuan inti sperma dan inti sel telur untuk membentuk
zigot. Proses fertilisasi terjadi di tuba fallopi atau oviduct . Zigot yang terbentuk kemudian
membelah menjadi dua anakan sel, empat, delapan, enam belas dan seterusnya. Fertilisasi
mempunyai nilai penting yaitu untuk mengaktivasi sel telur untuk melanjutkan proses
pembelahan sel. Sel telur pada saat diovulasikan, proses pembelahan sel berhenti pada tahap
metaphase II meiosis II (pada manusia). Setelah mengalami fusi, kemudian akan membentuk
zigot. Di dalam proses fusi kedua inti sel gamet, terjadi pula fusi sifat herediter dari induk jantan
dan induk betina. Masing-masing induk membawa sejumlah set kromosom (22+X atau Y) yang
kemudian akan melebur menjadi satu kesatuan pewarisan dari masing-masing indukan (44+XX
atau XY). Fertilisasi umumnya bersifat monospermi, yaitu hanya satu inti sperma yang
membuahi supaya individu yang terbentuk diploid dan selalu tidak terjadi polispermi atau dari
satu inti sperma yang membuahi. Fertilisasi monospermi tersebut disebabkan saat fertilisasi
berlangsung terjadi aktivasi granula cortex di dalam sel telur sehingga permeabilitas membran
telur berubah. Perbedaan permeabilitas membran akan menyebabkan spermatozoa lain tidak
dapat menembus sel telur (Rogers, 2011).
Fertilisasi berfungsi untuk penurunan materi genetik dari tetua jantan dan betina kepada
anaknya, mengembalikan jumlah kromosom dari haploid menjadi diploid, penentuan jenis
kelamin anak, dan aktivasi sel telur untuk memulai proses perkembangan. Secara garis besar,
suati spermatozoa harus melewati beberapa tahapan agar bisa melakukan proses fertilisasi yakni
mengalami pematangan di epididymis, kapasitasi di saluran reproduksi betina dan reaksi
akrozome. Sel ovum yang akan dibuahi pun memiliki beberapa tahapan persiapan yakni telah
mengalami proses oogenesis dan follikulgenesis, pematangan sel ovum yakni pematangan inti
dan pematangan sitoplasma.

A. Transportasi Sperma dan Ovum dalam oviduk


Sperma yang bertahan dalam perjalanan menuju tuba falopi menemukan lingkungan yang
tidak terlalu berbahaya dibandingkan di bagian lain dari saluran pada wanita. Sperma tersebut
akan terhindar dari serangan leukosit. Perjalanan sperma akan lambat apabila bertemu dengan
mucus pada lumen saluran telur. Sperma akan melakukan kontak dengan sel epitel mukosa.
Dengan memperlambat jalannya sel sperma, oviduct dapat menjadi reservoir bagi sperma yang
siap untuk membuahi sel tel. setelah ovulasi, sperma akan mendekati ovum dan pembuahan oleh
satu sperma biasanya terjadi pada titik dimana isthmus bergabung dengan oviduk yang lebih
luas. Sperma yang tidak membuahi sel telur akan berenang di ampula, melalui infundibulum dan
hilang di dalam rongga tubuh (Jones, 2014). Setelah ovulasi terjadi, infundibulum pada oviduk
akan bergerak kearah ovarium dan menyelubungi ovum hasil ovulasi. Gerakan infundiblum
dilakukan dengan kontraksi otot pada membran oviduk. Cilia yang terdapat pada dinding fimbrae
akan bergerak menuju rahim. Jadi, ketika infundibulum menyelimuti ovarium, gerakan silia
memindahkan sel telur ke dalam ampula saluran telur. Silia di ampula dan isthmus oviduk juga
bergerak ke arah uterus, yang membentuk aliran cairan menuju rahim. Otot oviduk juga
menunjukkan gelombang kontraksi otot setelah ovulasi. Gelombang ini masuk ke arah rahim
dan, bersama dengan silia, membantu sel telur bergerak ke bawah saluran telur. Getaran siliaris
dan kontraksi otot di saluran telur dipengaruhi oleh hormon seks ovarium. Estrogen
meningkatkan jumlah silia, dan progesteron meningkatkan getaran silia dan pengangkutan sel
telur (Jones, 2014).
Pembuahan dapat berlangsung selama rentang waktu yang terbatas setiap siklus (masa
subur). Jika tidak dibuahi, sel telur akan hancur dalam waktu 12 hingga 24 jam dan kemudian
difagosit oleh sel-sel yang melapisi saluran reproduksi. Oleh karena itu fertilisasi harus terjadi
dalam waktu 24 jam setelah ovulasi, ketika sel telur masih hidup. Sperma biasanya bertahan
sekitar 48 jam tetapi bisa bertahan sampai 5 hari di saluran reproduksi wanita, begitu sperma
disimpan 5 hari sebelum ovulasi, hingga 24 jam setelah ovulasi mungkin dapat membuahi sel
telur yang dilepaskan meskipun waktu ini sangat bervariasi ( Sherwood, 2012).

B. Kapasitasi Sperma dan Hiperaktivasi

Sperma manusia yang baru diejakulasi tidak mampu untuk melakukan pembuahan.
Diperlukan suatu proses kapasitasi untuk mempersiapkan sperma tersebut. Kapasitasi adalah
perubahan fisiologis spermatozoa dan dilanjutkan dengan reaksi akrosom untuk membuahi sel
telur. Calmodulin, protein dalam cairan semen , mungkin berperan dalam kapasitasi sperma.
Protein ini (atau sekresi epididimidal lainnya) dapat memberi kemampuan sperma dikapasitaskan
nanti saat mereka berada di dalam rahim. Secara umum, kapasitasi melibatkan pengangkatan
atau modifikasi molekul (protein dan kolesterol) yang menstabilkan sperma membran plasma
yang mengelilingi kepala sperma. Molekul ini menekan kemampuan sperma untuk membuahi.
Perubahan atau pengangkatan molekul penghambat ini membuat membran sel tidak stabil,
sehingga memungkinkan sperma menanggapi sinyal yang memicu reaksi akrosom (Jones, 2014).
Bahkan di sekitar masa ovulasi, ketika sperma dapat menembus saluran serviks, dari 165
juta sperma yang biasanya disimpan saat satu kali ejakulasi, hanya beberapa ribu yang berhasil
mencapai saluran telur. Hanya sebagian kecil dari sperma yang disimpan yang dapat membuahi
sel telur. Oleh karena itu, pria yang subur harus memiliki konsentrasi cairan semen yang sangat
tinggi (20 juta/ml air mani). Alasan lainnya adalah bahwa enzim akrosom dari banyak sperma
diperlukan untuk menghancurkan penghalang yang mengelilingi sel telur ( Sherwood, 2012).
Kapasitasi juga meningkatkan kekuatan atau gerakan ekor sperma (hiperaktivasi), dan lebih
efektif bergerak ke arah ovum. Jika komponen cairan folikel berkontribusi pada kapasitasi
sperma pada manusia, zat ini mungkin memiliki efek ketika sperma menembus kumulus
oophorus, yang mengelilingi sel telur dan terdapat banyak cairan folikel. Penemuan terbaru
adalah cairan folikel, atau sel telur sendiri, menghasilkan bahan kimia yang menarik sperma
manusia. Studi lain menunjukkan bahwa sperma mamalia bergerak menuju sel telur sepanjang
gradien termal. Tempat pembuahan sedikit lebih hangat daripada lebih bagian proksimal
oviduck, dan sperma matang memiliki preferensi untuk beralih ke cairan yang lebih hangat
(termotaksis) (Jones, 2014).

C. Proses fertilisasi
Pada proses fertilisasi, sel sperma akan menembus corona radiata dan zona pelusida.
Penetrasi sperma dibantu oleh enzim yang terikat pada permukaan membrane yang
mengelilingi kepala. Proses fertilisasi terdiri dari beberapa tahapan yaitu:
1. Reaksi akrosoma
Sperma bisa menembus zona peluzida apabila berikatan dengan spesifik reseptor ZP3
pada permukaan lapisan. Hanya sperma yang berasal dari spesies yang sama yang
mampu berikatan dan melewati zona peluzida. Pengikatan sperma akan memicu reaksi
akrosome, sehingga akrosome akan mengeluarkan enzim hidrolitik yang dapat
menembus zona pelusida, dan akan memulai proses fertilisasi ( Sherwood, 2012)
2. Penetrasi zona pelusida
Masuknya kalsium dan peningkatan kadar pH dan cAMP di dalam kepala sperma
menyebabkan eksositosis akrosom. Eksositosis terjadi apabila membrane plasma
sperma menyatu dengan membran akrosom luar, membentuk banyak bukaan kecil ke
akrosom. Enzim hidrolitik akrosom menghancurkan zona pelusida. Degradasi selaput
plasma sperma selama reaksi akrosom menyebabkan hilangnya reseptor ZP3. Membran
akrosom bagian dalam terbuka, mengakibatkan reseptor ZP2 berikatan dengan zona
pelusida, pengikatan ZP2 ini mempertahankan kontak antara sel telur dan sperma. Ekor
sperma bergerak dengan kuat, membantu sperma menembus zona pelusida dan
melakukan kontak dengan plasma selaput telur. Setelah sperma menembus zona
pelusida, dan menuju ruang perivitelline (area antara zona pellucida dan membran
vitelline. Penetrasi zona pelusida manusia dilakukan oleh sperma kurang dari 10 menit.
(Jones, 2014)
3. Fusi inti
Sel sperma pertama yang mencapai sel telur akan menyatu dengan membrane plasma
sel telur (Oosit sekunder), dan kepala sperma (membawa DNA) memasuki sel telur
4. Reaksi Kortikal
Pada tahap ini ekor sperma akan terlepas, tetapi kepalanya membawa informasi genetik
yang penting. Pemicu fusi sperma-telur eksositosis butiran kortikal berisi enzim yang
terletak di bagian paling luar. Untuk mencegah polispermia, maka sel telur akan
memasang pertahanan dengan membentuk membra vesikula berisi butiran kortikal.
Peningkatan kalsium menyebabkan membran granul kortikal menyatu dengan membran
sel yang berdekatan. Dengan demikian, butiran kortikal terbuka ke luar dan melepaskan
isinya ke ruang perivitelline. Granul kortikal mengandung enzim yang bekerja pada
penyusun zona pelusida. Enzim ini mengubah ZP2 dan ZP3, menghancurkan situs
reseptor mereka untuk kepala sperma. Selanjutnya, tidak ada sperma tambahan yang
dapat menempel ke zona pelusida untuk mendapatkan akses ke sel telur, sebuah
fenomena dikenal sebagai blok ke polispermia
5. Pembelahan meiosis 2/Aktivasi sel telur
Sebelum bergabung dengan DNA sperma, sel telur harus menyelesaikan pembelahan
meiosis kedua dan membuang setengah kromosomnya. Saat pembuahan, peningkatan
kalsium bebas mengaktifkan inti telur untuk menyelesaikan meiosis, dan badan kutub
kedua diproduksi, menghilangkan set ekstra kromosom dari sel telur.
6. Pembentukan Pro-Nuklei
Setelah spermatozoa memfertilisasi sel telur dan masuk ke dalam sitoplasmanya,
intinya harus berdekondensasi sehingga kromosomnya bisa berpasangan dengan
kromosom dari pronukleus betina. Dekondensasi adalah perbesaran volume (expansion
in volume) dari inti sperma yang benang kromatinnya mulai memisah. Dekondensasi
DNA sperma sebagai akibat adri paparan faktor-faktor dalam sitoplasma sel telur.
Pronuklei sperma dan telur mulai bermigrasi dan melakukan replikasi DNA.
7. Kondensasi kromosom
Membran pronukleous rusak, kromosom mengalami kondensasi dan memulai
pembelahan mitosis. Sentrosom berasal dari sel sperma berfungsi untuk mengatur
bidang pembelahan sel. Kromosom selanjutnya akan berada pada bidang ekuator
(metafase). Zigot selanjutnya akan membelah secara mitosis dan menghasikan dua sel
anak yang identik (Blastomer) dan perkembangan embrio awal akan dimulai. (Jones,
2014)

Gambar 1. Proses Fertilisasi (Sumber: Sherwood, 2012)


2.2 Determinasi Sex
Penelitian awal tentang adanya hubungan antara kromosom dengan perbedaan jenis
kelamin dilakukan oleh H. Henking, biologiwan Jerman, pada tahun 1891. Ia menemukan
adanya struktur tertentu dalam nukleus beberapa serangga melalui spermatogenesis yaitu badan
X. Jadi ada sperma yang memiliki badan X dan ada yang tidak memiliki badan X.
Penentuan jenis kelamin ditentukan oleh kromosom seks yang dimiliki dan dapat
diketahui pada saat prses fertilisasi berlangsung. Sel ovum mempunyai komponen kromosom 23
X, sedangkan sel sperma mempunyai komponen kromosom 23 X atau Y. Dari pasangan
kromosom, 22 diantaranya autosom kromosom yang mengkode karakteristik umum manusia,
seperti ciri dari warna mata seseorang. 1 pasang kromosom lainya merupakan kromosom seks.
Perbedaan secara genetik antara kromosom X dan Y adalah kromosom X yang lebih besar dan
kromosom Y yang lebih kecil. Fusi sel ovum dan sel sperma menghasilkan sel diploid dengan
kariotipe 46, XX (kromosom wanita) atau 46, XY (kromosom pria).
Perbedaan antara pria dan wanita pada 3 tingkat jenis kelamin yaitu genetik, gonad dan
fenotip (anatomi).
 Genetic dan Gonad sex
Genetic sex, tergantung pada kombinasi kromosom seks pada saat pembuahan, dan
menentukan gonad sex, yaitu apakah testis atau ovarium yang berkembang, ada atau tidak
adanya kromosom Y dapat menjadi dasar untuk menentukan perbedaan gonad. Pada bulan
pertama dan setengah dari masa kehamilan, semua embrio memiliki potensi untuk berdiferensiasi
menjadi laki-laki atau perempuan karena jaringan reproduksi yang berkembang dari kedua jenis
kelamin identik dan berbeda. Spesifitas gonad muncul selama minggu ketujuh kehidupan
intrauterin ketika jaringan gonad yang tidak berbeda dari suatu genetik jantan mulai
berdiferensiasi menjadi testis di bawah pengaruh wilayah penentu jenis kelamin kromosom Y
(SRY), yang merupakan gen yang bertanggung untuk penentuan jenis kelamin. SRY merupkan
pemicu gen rantai reaksi yang mengarah pada perkembangan fisik laki-laki. SRY
"maskulinisasi" gonad mengandungi faktor penentu testis (TDF) dalam gonad primitive sel. TDF
mengarah pada serangkain peristiwa diferensiasi dari gonad menjadi testis. Karena perempuan
secara genetik tidak memiliki gen SRY maka tidak menghasilkan TDF pada sel gonadnya. Sel
gonadnya tidak pernah menerima sinyal untuk pembentukan testis, jadi secara keseluruhan
selama minggu kesembilan jaringan gonad yang tidak berdiferensiasi mulai berkembang menjadi
ovarium. Selain itu penentuan jenis kelamin juga dipengaruhi oleh gen Steroidogenic Factor-1
(SF-1) dan SOX-9. Regio determinasi seks pada kromosom Y (SRY) yang mengandung testis
determining factor berlokasi pada segmen 35-kb pada lengan pendek kromosom Y. Apabila
terjadi perkembangan fungsional gen SRY, gonad bipotensial akan mengalami determinasi
menjadi testis.
Pada wanita pembentukan oosit dari sel germinativum mengawali terjadinya determinasi
ovarium. Pada embrio dengan kromosom 46, XX, gonad bipotensial akan mengalami
folikulogenesis dan perkembangan endokrin. Pada ovarium janin, terjadi peningkatan aktivitas
sitokrom P450 aromatase yang mengakibatkan ovarium mengalami diferensiasi, akan tetapi tidak
diketahui tempat produksi hormon seks steroidnya (Jost, 1988). Terjadinya determinasi ovarium
dikarenakan tidak adanya gen SRY pada kromosom Y. Tidak adanya gen SRY pada wanita,
mengakibatkan terjadinya penurunan ekspresi SF-1, dimana reseptornya ditemukan pada regio
promoter DAX-1, sehingga SF-1 berpotensi mengatur regulasi ekspresi DAX-1 (Burris, 1995).
Pada minggu ketujuh gestasi, mulai terbentuk alat genitalia laki – laki. Apabila hormon androgen
tidak muncul sampai minggu keduabelas gestasi, maka maskulinisasi tidak akan terjadi. Hormon
testosteron menginduksi pertumbuhan duktus wolfii, sedangkan hormon dehidrotestoteron
dibutuhkan untuk maskulinisasi alat genitalia eksterna pada laki-laki (Siiteri,1974).
 Phenotypic Sex
Anatomi kelamin yang tampak dari seorang individu dimediasi secara hormonal dan
tergantung pada jenis kelamin gonad yang ditentukan secara genetik. Istilah diferensiasi seksual
mengacu pada perkembangan embrio alat kelamin luar dan saluran reproduksi di sepanjang garis
laki-laki atau perempuan. Seperti halnya gonad yang tidak berdiferensiasi, embrio dari kedua
jenis kelamin memiliki potensi untuk mengembangkan alat kelamin luar pria atau wanita dan
saluran reproduksi. Misalnya, jaringan embrio yang sama dapat berkembang menjadi penis atau
klitoris. Diferensiasi menjadi sistem reproduksi tipe laki-laki yang diinduksi oleh androgen, yang
merupakan hormon maskulin yang disekresikan oleh perkembangan testis. Testosteron adalah
androgen paling kuat. Ketidakhadiran hormon testis ini pada janin perempuan mengakibatkan
pengembangan pada sistem reproduksi tipe wanita. Dengan 10 sampai Usia kehamilan 12
minggu, jenis kelamin dapat dengan mudah dibedakan penampakan anatomi alat kelamin luar.
Jaringan reproduksi embrio yang tidak berdiferensiasi berkembang secara pasif menjadi
struktur wanita. Dengan tidak adanya hormon testis pria, saluran reproduksi wanita dan eksternal
genitalia berkembang terlepas dari jenis kelamin genetik individu. Untuk penentuan jenis
kelamin perempuan maka jumlah ovarium yang terdapat pada janin harus berjumlah 2/ genap.
Pola pengontrolan ini sangat tepat digunakan untuk menentukan diferensiasi seksual, mengingat
janin dari kedua jenis kelamin terpapar pada jenis kelamin perempuan dengan konsentrasi
hormone yang tinggi selama masa kehamilan. Jika hormon seks wanita mempengaruhi
perkembangan saluran reproduksi dan eksternal alat kelamin, maka semua janin akan menjadi
perempuan.
Maskulinisasi pada alat genitalia eksterna laki – laki meliputi ; bertambahnya jarak
anogenital, menyatunya lipatan uretral, dan pertumbuhan serta menyatunya garis tengah pada
scrotal. Penis terbentuk dari tuberkel genital dan terus tumbuh selama masa gestasi. Sedangkan
pada wanita, tidak adanya hormon testosteron mengakibatkan pembengkakan pada lipatan uretral
membentuk labia mayor dan labia minor. Klitoris terbentuk dari tuberkel genital.

Gambar 2 Determinasi Sex dan Diferensiasi sexual (Sumber: Sherwood, 2012)


2.3. Kelainan Determinasi Seks dan diferensiasi seks
Selama perkembangan embrio, gonad akan berkembang menjadi gonad bipontensial
terlebih dahulu. Apabila terjadi kelainan akan mengakibatkan kelainan perkembangan seks atau
yang disebut dengan Disorders of Sex Development (DSD). Salah satu bentuk kelainan DSD
adalah disgenesis gonad (DG), yaitu testis atau ovarium gagal berkembang sempurna yang
diakibatkan karena kelainan jumlah atau struktur kromosom seks, atau karena adanya mutasi gen
pada saat perkembangan gonad. Apabila terjadi kelainan perkembangan lempeng gonad (gonad
streak) akan menghasilkan individu yang mempunyai kariotipe 46,XY dengan disgenesis gonad
sempurna (Pure Gonadal Dysgenesis (PGD)) yang disebut dengan swyer syndrome. Individu
dengan PGD akan berkembang menjadi individu wanita dengan organ dalam seperti wanita
normal, akan tetapi terdapat kelainan pada perkembangan alat genitalia eksterna dan kariotipenya
(46,XY). Mutasi atau delesi pada gen SRY, sekitar 15 – 20% akan mengakibatkan terjadinya
DG.
Insidensi terjadinya Swyer syndrome adalah 1:100.000 kelahiran neonatus. Apabila
terjadi kelainan perkembangan lempeng gonad pada individu dengan kromosom 46, XX akan
menghasilkan individu dengan kelainan PGD. Kelainan tersebut bisa dikarenakan adanya mutasi
pada PSMC3IP/HOP2 yang menghilangkan koaktivator untuk transkripsi estrogen. Selain karena
disgenesis gonad, kelainan determinasi dan diferensiasi seks juga diakibatkan adanya kelainan
kromosom. Salah satu jenis kelainan kromosom yang sering dijumpai adalah adanya kromosom
mosaik. 45, X (Turner Syndrom), Turner’svariants ; 45,X/46,XX 45,X/46, XY. Sindrom Turner
merupakan jenis kelainan kromosom yang sering dijumpai, dengan frekuensi 1 : 2500 kelahiran
neonatus dengan fenotip wanita. Sindrom Turner dengan kariotipe 45, X merupakan jenis
kelainan yang paling sering dijumpai.Monosomi kromosom X terjadi karena adanya
nondisjunction sebagai hasil dari kegagalan kromatid seks memisah selama proses meiosis gamet
orang tua.
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kesimpulan dari penulisan makalah ini yakni :
1. Fertilisasi merupakan proses penyatuan spermatozoa dan ovum untuk membentuk
zigot. Proses ini terjadi di tuba falopi.
2. Fertilisasi berfungsi untuk penurunan materi genetik dari tetua jantan dan betina
kepada anaknya, mengembalikan jumlah kromosom dari haploid menjadi diploid,
penentuan jenis kelamin anak, dan aktivasi sel telur untuk memulai proses
perkembangan.
3. Sel sperma yang akan membuahi sel telur harus melewati tahapan kapasitasi dan
reaksi akrosom. Kapasitasi merupakan perubahan fisiologis dari membrane plsma
spermatozoa di saluran reproduksi betina menyebabkan membrane plasma tidak stabil
dan reaktif terhadap induksi reaksi akrosom. Reaksi akrosom berfungsi untuk
mencerna zona pelusida, sehingga spermatozoa dapat menembus zona pelusida
4. Proses fertilisasi terdiri dari beberapa tahapan yaitu:
1) Reaksi akrosoma
2) Penetrasi zona pelusida
3) Fusi inti
4) Reaksi Kortikal
5) Pembelahan meiosis 2/Aktivasi sel telur
6) Kondensasi kromosom
7) Pembentukan Pro-Nuklei
5. Determinasi seks merupakan penentuan jenis kelamin oleh kromosom seks yang
dimiliki dan dapat diketahui pada saat proses fertilisasi berlangsung
6. Kelainan determinasi dan diferensisasi seks akan menyebabkan:
1) Disgenesis gonad (DG)
2) swyer syndrome
3) Syndrom Turner
3.2 SARAN

Penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis menghimbau
kepada pembaca untuk menggali lagi informasi terkait proses fertilisasi dan determinasi seks
untuk menambah wawasan terkait dengan proses fertilisasi, determinasi seks dan diferensiasi
seks serta kelainan-kelaianan pada determinasi seks.
DAFTAR RUJUKAN
.
Burris TP, Guo W, Le T, Mc Cabe ERB. 1995. Identification Of A Putative Steroidogenic
Factor-1 Response Element In The DAX-1 Promoter. Biochem Biophys Res
Commun. 214(2): 576 –581.
Jones, E. Richard dan Lopez, Kristin H. 2014. Human Reproductive Biology. Ed.4. USA:
Academic Press Elsevier inc
Jost A, Magre S.1988. Control Mechanisms Of Testicular Differentiation. Philos Lond Biol
Sci. 322: 55–61
Rogers, Kara. 2011. The Reproduvtive System (the Human Body). New York: Britannica
Educational Publishing
Sherwood, Lauralee.2012. Fundamentals of Human Physiology Ed.4. USA: Department of
Physiology and Pharmacology
Siiteri PK, Wilson JD. 1974. Testosterone Formation And Metabolism During Male Sexual
Differentiation In The Human Embryo. J Clin Endocrinol Metab. 38(1): 113 –125

Anda mungkin juga menyukai