Disusun Oleh:
JURUSAN PETERNAKAN
TAHUN 2021
NAMA : Andre Hidayat
NIM : 12.02.21.102
1. KARANGAN DEKSRIPSI
Berdasarkan data Dinas Pertanian Jawa Barat pada 2013, pertanian di bumi
Parahyangan ini menghasilkan 12,083 juta ton padi dengan luasan lahan sekitar 2
juta hektar sawah dan ladang. Dari 26 kabupaten/kota di wilayah Jawa Barat yang
merupakan daerah sentral produsen padi terbesar dihasilkan oleh Kabupaten
Indramayu 12 persen, Karawang 9 persen, Subang 8 persen.
Pemerintah Provinsi juga telah mengalokasikan Rp100 miliar dari APBD dan APBN
untuk meningkatkan produktifitas pertanian, salah satunya dengan program cetak
sawah sebanyak 100 ribu hektar hingga 2018 mendatang. Kemudian akan
dilakukan secara swadaya maupun oleh pemerintah.
“Bantuan tersebut nantinya akan disebar ke kelompok tani yang ada di Jawa Barat
khususnya. Tetapi untuk menerima bantuan alat tadi, kelompok tani yang
menerima hibah itu harus kelompok petani yang berbadan hukum sesuai
Kemenkumham dan disahkan oleh notaris,” kata Uneef.
Sedangkan data Badan Pusat Statitik (BPS) tahun 2013 terdapat 507.933
kelompok tani yang dibagi menjadi kelompok tani dewasa, wanita dan pemuda
dari 26 kabupaten/kota terdiri dari 236 kecamatan se-Jawa Barat.
Penyusutan lahan
“Penyusutan lahan pasti ada tapi kami melakukan antisipasi dengan indek
penanam dan cetak sawah 100 ribu hektar yang dilakuakan secara swadaya
maupun pemerintah sampai 2018. Kita juga ada harapan dari bendungan Jatigede
membuka lahan yang bisa diairi sebanyak 98 ribu hektar jika sudah terisi dan itu
rencana tahun 2016,” ujar Uneef.
Dia mengatakan untuk penyusutan lahan pertanian setiap tahun selalu terjadi
karena berbagai faktor salah satunya faktor lonjakan penduduk. Kendati demikian
dia menyebutkan selalu ada upaya untuk tetap meningkatkan hasil produktivitas
padi.
“Panen tahun 2015 kembali mengalami penurunan akibat dari musim kemarau
yang berkepanjangan. Sebanyak 112 ribu hektar terkena dampak kekeringan, 42
ribu hektar mengalami puso dan daerah terparah terjadi di Indramayu yang
memeliki luas sawah sekitar 17 ribu hektare,” tuturnya.
Dia mengatakan bendungan Jatigede pun tidak hanya melakukan pengisian air
dan dibiarkan penuh begitu saja tanpa ada perhatian terhadap catcment area di
sekitar sungai Cimanuk yang berhulu di Kabupaten Garut. Harus diperhatikan pula
aspek kelestarian lingkungan agar ketersedian air ada jika banyak daerah resapan
airnya.
Dedi menjelaskan salah satu upaya meningkatkan produktivitas dengan jalan
intensifikasi yaitu suatu usaha meningkatkan hasil pertanian dengan cara
mengoptimalkan lahan yang sudah ada.
“Karena yang penting bagi kita adalah keseimbangan. Bagaimana organik itu
digunakan tetapi harus diimbangi oleh kondisi sekarang ini. Untuk
meningkatakan produksi tidak bisa hanya bergantung pada organic farming jadi
harus diimbangi oleh teknologi yang ada. Bohong kalau kita bisa hidup hanya
bergantung dengan organic farming,” katanya.
Dia mengungkapkan kadang para petani itu meninginkan hal yang instan dan
cepat. Padahal keseimbangan menggunakan pestisida ,pupuk organik atau non
organik mesti dilakukan secara baik, benar dan bijaksana.
2. KARANGAN EKSPOSISI
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto menilai perlu ada upaya serius
untuk mendorong generasi muda agar mau bekerja ke sektor pertanian. Pasalnya
saat ini tenaga kerja pertanian didominasi oleh orang-orang usia lanjut.
Profil petani secara nasional saat ini berdasarkan kelompok umur, sekitar 17,29%
atau sebanyak 6,61 juta tenaga kerja pertanian berusia kurang dari 30 tahun;
kemudian sekitar 29,15% atau sebanyak 11,14 juta orang berusia 30-44 tahun,
lalu sekitar 32,39% atau sebanyak 12,38 juta orang berusia antara 45-59 tahun,
dan sekitar 21,7% atau sebanyak 8,09 juta orang berusia di atas 60 tahun. Dari
keseluruhan tenaga kerja di sektor pertanian tersebut sekitar 65,23% nya
berpendidikan setara SD ke bawah. Bisa dibayangkan dengan gambaran kondisi
data serupa itu bagaimana mungkin mengandalkan para pelaku utama usahatani
tersebut untuk mampu menopang beban berat seluruhnya dalam mewujudkan
target sasaran pembangunan pertanian, khususnya dalam menjaga ketahanan
pangan nasional.
Regenerasi Petani saat ini jelas sangat mengkhawatirkan. Faktor usia petani
secara umum tentu saja akan sangat berpengaruh pada kemampuan
meningkatkan produktivitas hasil usaha taninya, termasuk juga kemampuan
untuk berdaptasi dan berinovasi terhadap kemajuan teknologi pertanian yang
semakin canggih, dan hanya mungkin dapat dijalani oleh para generasi milenial.
Inilah saatnya para generasi milenial harus mulai menggantikan para petani yang
sudah senior tersebut, masalahnya “Sudah siapkah kalangan generasi milenial
menjawab kekhawatiran ini?” serta “Apa yang harus kita persiapkan untuk
upaya regenerasi petani ini?”
Di era saat ini, terjadi fenomena sosial justru terjadi pada petani yang berusia
muda (Lovitasari dkk, 2017); Farhani, 2009). Minat generasi muda untuk menjadi
petani atau berusaha di bidang pertanian cenderung menurun. Angkatan kerja
pertanian maupun pengusaha pertanian lebih didominasi oleh golongan
penduduk usia di atas 40 tahun. Susilowati (2016) melakukan kajian tentang
fenomena penuaan petani dan implikasinya terhadap pembangunan pertanian.
Dilaporkan bahwa usia rata-rata petani semakin tua (jumlah petani usai muda
semakin menurun).
Masalah penuaan petani ini patut menjadi perhatian semua pihak. Jika kegiatan
produksi pertanian hanya dilakukan oleh generasi tua, maka perlahan tapi pasti,
jumlah petani akan semakin berkurang dari tahun ke tahun. Akibatnya produksi
pertanian juga tentu akan ikut menurun, dan selanjutnya sangat dimungkinkan
akan terjadi ketidak-seimbangan antara ketersediaan produksi dengan kebutuhan
konsumsi. Permintaan produk pangan diperkirakan akan terus naik seiring dengan
pertambahan jumlah penduduk, kemajuan ekonomi dan pertumbuhan industri
pengolahan makanan.
Kondisi nyata yang terjadi saat ini, dimana hampir sebagian besar anak-anak
petani tidak ada lagi yang bersedia meneruskan usaha tani orang tuanya. Akhirnya
para petani lebih memilih menjual lahan pertaniannya atau merubah fungsinya
jadi bangunan rumah, karena tidak ada yang akan menggarap lagi. Kondisi alih
fungsi lahan seperti ini terlihat jelas pada kawasan pertanian subur dipinggiran
kota besar, dimana lahan-lahan tersebut banyak beralih fungsi menjadi hunian,
kawasan industry atau perkantoran. Akibat lebih jauh dari kondisi serupa itu tentu
saja akan berpengaruh pada jumlah produksi pertanian dalam negeri yang akan
semakin tidak mencukupi permintaan
Demikian halnya dengan aspek sosial yang mungkin juga akan muncul kemudian
jika lahan-lahan pertanian semakin menyusut disertai dengan kelangkaan bahan
makanan, maka permasalahan social seperti kelaparan, kemiskinan, kejahatan,
dlsb bisa saja muncul dikemudian hari.
Adanya anggapan bahwa usaha tani ini adalah sebagai bidang pekerjaan
pilihan terakhir dibandingkan jenis pekerjaan lainnya. Jadi kaum milenial
merasa gengsi jika bekerja menjadi petani.
Pendapatan dari hasil pertanian tidak menentu serta factor resiko kerugian
yang tinggi.
Kaum Milenial Seperti Apa Yang Dibutuhkan Dalam Proses Regenerasi Petani?
Usaha tani itu pada hakekatnya bukanlah jenis pekerjaan yang mudah untuk
dilakukan sambil lalu, tetapi merupakan bidang pekerjaan yang memerlukan
keseriusan, didasari dengan pengetahuan khusus, ditangani secara professional,
serta harus memiliki keterampilan teknis yang memadai, dan yang paling penting
adalah memiliki kesiapan mental untuk mampu menghadapi berbagai resiko
kegagalannya.
Dunia pertanian di era modern ini tidak lagi ditangani secara tradisional, tetapi
sangat terkait dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dimana
proses untuk menghasilkan produk pertanian yang unggul dan berdaya saing,
telah ditunjang dengan berbagai kecanggihan teknologi pertanian yang serba
digitalisasi. Oleh karena itu maka untuk mendorong generasi milenial kedalam
dunia pertanian perlu adanya upaya khusus dalam memilih profil generasi muda
yang cocok dan tahan uji di dunia pertanian.
Pengertian Petani Milenial menurut BPS adalah Petani yang berusia 19 (sembilan
belas) tahun sampai dengan 39 (tiga puluh sembilan) tahun, dan/atau petani yang
adaptif terhadap teknologi digital. Berdasarkan pengertian itu, maka secara
umum dapat kita fahami bahwa profil petani milenial yang dibutuhkan dalam
rangka regenarasi petani ini harus memiliki kriteria dasar sebagai berikut:
Sudah dewasa dan memiliki tanggungjawab, minimal bagi diri sendiri dan
keluarganya. Secara usia kira-kira antara 19 sd 39 tahun.
Indonesia sebagai negara agraris, dengan kekayaan sumber daya dan plasma
nutfah yang melimpah tiada tara, tentunya masih menyimpan sejuta harapan bagi
segenap masyarakat untuk dapat mengandalkan kehidupannya dari dunia
pertanian. Oleh karena itu upaya regenarasi petani adalah merupakan langkah
yang tepat untuk menjamin kesinambuhan aktivitas pertanian dalam mendukung
ketahanan pangan nasional.
Banyak peluang usaha tani yang bisa dikembangkan oleh kaum milenial sesuai
dengan karakternya masing-masing. Misalnya memanfaatkan kondisi pandemi
Covid 19 yang menyebabkan masyarakat melakukan kegiatan dari rumah (stay at
home), yaitu dengan cara memasok kebutuhan pangan keseharian masyarakat.
Tentu saja peran kaum milenial dalam dunia pertanian akan menempatkan pada
posisi yang berkaitan dengan hilirisasi produk misal digitalisasi produk, pemasaran
produk dan promosi produk dari komoditas yang akan dirintis pengembangan
usahanya.
Bagaimana Cara Mewujudkan Proses Regenerasi Petani dari Kaum Milenial ini?
Kekhawatiran akan mandegnya proses regenerasi petani ini telah memunculkan
berbagai kebijakan program/kegiatan baik di pusat maupun di daerah, yang isinya
tentang upaya mendorong generasi muda untuk menjadi Petani Milenial, salah
satunya adalah di Provinsi Jawa Barat, dimana Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil
telah mencanangkan Program Petani Milenial dalam rangka akselerasi regenerasi
petani, melalui pengembangan berbagai aktivitas usaha tani pada bidang
Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan, Kehutanan, Peternakan dan
Perikanan, dengan sasaran:
Langkah kearah pembinaan Petani Milenial di Jawa Barat sebenarnya sudah cukup
lama dilakukan oleh berbagai Perangkat Daerah Provinsi Jawa Barat, antara lain
oleh Dinas Perkebunan, dimana hingga saat ini tercatat ada sekitar 4000 alumni
petani milenial yang telah mengikuti serangkaian kegiatan Pembinaan berupa :
Kegiatan Bimtek Wirausaha Baru Bidang Perkebunan
Salah satu alumni Bimtek Wirausaha Baru Perkebunan, yaitu Sdr. Opi, Ketua
Kelompok Tani Mekarsari Hejo Ngemploh, Desa Pamekarsari Kecamatan Surian
Kabupaten Sumedang, saat ini telah mampu mengelola Desa Mandiri Benih Vanili
yang merupakan alokasi program dari Kementan melalui Kegiatan TP Propinsi
yang dikelola oleh Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Barat pada Tahun Anggaran
2019, yang mana Kelompok Tani Mekarsari Hejo Ngemploh juga mendapatkan
pembinaan melalui Kegiatan Penumbuhan Kebersamaan Kelompok Tani
Perkebunan Tahun 2019 yang materinya mendorong dan memotivasi
kebersamaan di kelompok untuk meraih dan mencapai tujuan bersama yang telah
disepakati melalui metoda pembelajaran rang dewasa leh Fasilitator Daerah
(Fasda) Jawa Barat.
Buah dari keuletan Kelompok Tani dan pendampingan serta pengawalan
pembinaan pasca kegiatan dan program dari Dinas Perkebunan Propinsi Jawa
Barat, Sdr. Opi telah menerima penghargaan dari Kementerian Pertanian sebagai
petani berprestasi pada acara puncak Hari Perkebunan di Malang. Desa Mandiri
Benih Vanili di Sumedang yang managemen pengelolaanya dilakukan oleh Sdr.
Opi sehingga mendapatkan penghargaan karena sukses menciptakan kondisi
swasembada benih di wilayah Kecamatan Surian. Selain itu aktivitas pembibitan
yang dilaksanakan mampu memproduksi hingga 100 ribu batang dan telah
mampu mendorong dan melibatkan pemberdayaan masyarakat menggerakan
aktifitas sumber ekonomi baru hasil kreatifitas anak muda yang dulunya
pengangguran dan tidak tertarik ke dunia pertanian.
Faktor lainnya dari aktifitas petani milenial yang tergabunga dalam Kelompok Tani
Mekarsari Hejo Ngemploh tadi, juga selain telah mampu mengembangkan usaha
perbenihan juga tengah merintis Kampung Vanili sebagai agrowisata dan
eduwisata Vanili. Dengan wahana yang tersedia, selain terdapat di kebun sumber
benih, pembibitan, rumah penduduk di lingkungan Desa Pamekarsari Kecamatan
Surian Kabupaten Sumedang menggerakkan semua potensi pelibatan secara aktif
dengan gerakan menanam di halaman rumahnya dengan tanaman vanili sehingga
bernuansakan Kampung Vanili.
Sedangkan Pasca Pembinaan Kelembagaan Usaha Produksi Benih Bagi Petani
Milenial Jawa Barat, para petani milenial merasa tertarik dan sangat berminat
menekuni usaha pertanian khususnya komoditas kopi dan vanili yang menjadi
komoditas pilihan peminatan yang ditawarkan oleh Balai Pengembangan Produksi
Benih Perkebunan Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Barat.
Prospek peluang usaha ini menjadi daya tarik para petani untuk mulai terjun
mengelola pertanian secara serius dan focus.