Anda di halaman 1dari 19

KARANGAN TENTANG REGENERASI PERTANIAN

DEKSRIPSI, EKSPOSISI, PERSUASI, ARGUMENTASI, NARASI

Disusun Untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia

Disusun Oleh:

Andre Hidayat 12.02.21.102

JURUSAN PETERNAKAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN HEWAN

POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN BOGOR

TAHUN 2021
NAMA : Andre Hidayat

NIM : 12.02.21.102

MATA KULIAH : BAHASA INDONESIA

DOSEN PENGAMPU : Bapak Opik A. Taopik, S.Pd.,M.Pd

TEMA KARANGAN : REGENERASI PERTANIAN

1. KARANGAN DEKSRIPSI

" BEGINILAH KONDISI SEKTOR PERTANIAN DI JAWA BARAT "

Kemandirian pangan merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan


kemajuan di sektor pertanian. Akan tetapi penyusutan lahan pertanian akibat
modernisasi dan alih fungsi lahan menjadi properti ataupun industri, masih
terjadi. Tidak terkecuali di Jawa Barat, yang digadang – gadang sebagai wilayah
lumbung padi terbesar nasional.

Berdasarkan data Dinas Pertanian Jawa Barat pada 2013, pertanian di bumi
Parahyangan ini menghasilkan 12,083 juta ton padi dengan luasan lahan sekitar 2
juta hektar sawah dan ladang. Dari 26 kabupaten/kota di wilayah Jawa Barat yang
merupakan daerah sentral produsen padi terbesar dihasilkan oleh Kabupaten
Indramayu 12 persen, Karawang 9 persen, Subang 8 persen.

Provinsi Jawa Barat yang berpenduduk sekitar 46 juta jiwa membutuhan


komsumsi beras rata – rata mencapai 89,6 per kapita dalam satu tahun.
“Tahun 2013 Jawa Barat mengalami surplus dan menjadi provinsi yang
menghasilkan panen tertinggi se-Indonesia. Kebutuhan beras Jawa Barat
mencukupi bahkan kita kelebihan dan bisa menyuplai ke Jakarta dengan jumlah
penduduk 11 juta jiwa untuk kebutuhan komsumsi berasnya dari Jawa Barat
sebanyak 60 persen.” kata Uneef Primadi, Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas
Pertanian pemerintah Provinsi Jawa Barat, di kantornya di Bandung pada dua
minggu yang lalu.

Pemerintah Provinsi melakukan upaya peningkatan produksi padi, melalui kerja


sama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian dan dinas terkait berupaya
menerapakan teknologi untuk pertanian. Salah satunya penerapan sistem panen
legowo (meningkatkan populasi tanaman dengan cara mengatur jarak tanam dan
memanipulasi lokasi dari tanaman) yang bisa meningkatkan produktifitas 20 – 30
persen.

Pemerintah Provinsi juga telah mengalokasikan Rp100 miliar dari APBD dan APBN
untuk meningkatkan produktifitas pertanian, salah satunya dengan program cetak
sawah sebanyak 100 ribu hektar hingga 2018 mendatang. Kemudian akan
dilakukan secara swadaya maupun oleh pemerintah.

Uneef memaparkan pemerintah memfasilitasi alat pertanian modern kepada


kelompok petani yang akan diberikan ketika sebelum dan sesudah panen.
Pengkondisian sebelum panen pemerintah menyediakan bantuan berupa 2700
unit traktor roda dua, 40 unit traktor roda empat, kultivator untuk lahan kering,
lahan tanam.
Selain itu juga ada 70 unit rice transplanter (mesin penanam padi) mempercepat,
dan mengeringkan padi, 1300 unit pompa air dan perbaikan jaringan irigasi untuk
220 ribu hektar.

Sedangkan alat pasca panen, pemerintah menyediakan combine harvester (mesin


memanen) 324 unit, rice milling (penggiling padi) 73 unit, vertical grain dryer
(pengering padi) 4 unit dan power flasher untuk padi yang rontok 17 unit

“Bantuan tersebut nantinya akan disebar ke kelompok tani yang ada di Jawa Barat
khususnya. Tetapi untuk menerima bantuan alat tadi, kelompok tani yang
menerima hibah itu harus kelompok petani yang berbadan hukum sesuai
Kemenkumham dan disahkan oleh notaris,” kata Uneef.

Sedangkan data Badan Pusat Statitik (BPS) tahun 2013 terdapat 507.933
kelompok tani yang dibagi menjadi kelompok tani dewasa, wanita dan pemuda
dari 26 kabupaten/kota terdiri dari 236 kecamatan se-Jawa Barat.

Uneef menerangkan pemerintah tidak hanya berperan teknisnya, tetapi juga


mengembangkan benih dengan menggandeng beberapa universitas untuk
melakukan observasi. Upaya tersebut dilakukan dengan mengebangkan inpari
benih 14, 15, 16 yang tahan terhadap hama, kualitas rasa yang enak dan bisa
meningkatkan produktivas lahan di Jawa Barat.

Penyusutan lahan

“Penyusutan lahan pasti ada tapi kami melakukan antisipasi dengan indek
penanam dan cetak sawah 100 ribu hektar yang dilakuakan secara swadaya
maupun pemerintah sampai 2018. Kita juga ada harapan dari bendungan Jatigede
membuka lahan yang bisa diairi sebanyak 98 ribu hektar jika sudah terisi dan itu
rencana tahun 2016,” ujar Uneef.

Dia mengatakan untuk penyusutan lahan pertanian setiap tahun selalu terjadi
karena berbagai faktor salah satunya faktor lonjakan penduduk. Kendati demikian
dia menyebutkan selalu ada upaya untuk tetap meningkatkan hasil produktivitas
padi.

Uneef menuturkan kendala banjir, kekeringan dan organisme pengganggu


tanaman sering kali menyebabkan pasang surut peningkatan provitas padi. Tahun
2014 produktivitas padi mengalami penurunan sebesar 11,566 juta dan
penyusutan lahan sebanyak 3.000 hektar.

Penurunan tersebut akibat sawah di kawasan pantura (pantai utara) mengalami


kebanjiran pada Desember – Januari 2014 seluas 96 ribu hektare. Ditambah
51.000 hektar puso di Indramayu.

“Panen tahun 2015 kembali mengalami penurunan akibat dari musim kemarau
yang berkepanjangan. Sebanyak 112 ribu hektar terkena dampak kekeringan, 42
ribu hektar mengalami puso dan daerah terparah terjadi di Indramayu yang
memeliki luas sawah sekitar 17 ribu hektare,” tuturnya.

Perijinan harus diperketat

Dedi Widayat , Dosen Budidaya Tanaman Universitas Padjajaran Bandung


menyesalkan fenomena alih fungsi lahan di pertanian produktif. Seharusnya ada
kebijakan yang tegas terkait alih fungsi lahan misalnya lahan sawah tidak boleh
dijadikan lahan yang non pertanian.
“Harusnya dipelajari betul kondisi lahan agro ekologis di kabupaten/ kota di Jawa
Barat itu bagusnya berapa, misalnya RTH nya berapa , lahan sawahnya berapa dan
itu harus dipegang teguh, jangan sampe perizinannya itu sembarangan. Setiap
ada ijin pembangunan bangunan properti dan industri dilahan produktif pertanian
diijinkan , intinya harus diperketat perijinannya,” ujarnya

Sedangkan Uneef memaparkan sudah aturan dan SK oleh Bappeda masing –


masing kota/kabupaten dan perijinan dari RT/RW untuk mengatur
pengalihfungsian lahan, tetapi masih bisa dilaksanakan menyeluruh. Pengalih
fungsi lahan juga disebabkan dengan adanya sistem adat yakni warisan. Untuk
menyelamatkan lahan pertanian, pemerintah hanya mampu membakukan lahan
600 ribu hektare.

Dedi menyinggung program pemerintah membangun bendungan untuk irigasi


pertanian belum berpengaruh signifikan. Harus ada kepastian ketersediaan air
pada daerah tangkapan air. “Jangan membangun bendungan apabila catcment
area-nya tidak diperhatikan. Hal tersebut hanya akan menghamburkan biaya saja.
Jangan ketika musim hujan kebanjiran dan musim kemarau kekeringan itu yang
harus dipelajri dengan baik,” keluhnya.

Dia mengatakan bendungan Jatigede pun tidak hanya melakukan pengisian air
dan dibiarkan penuh begitu saja tanpa ada perhatian terhadap catcment area di
sekitar sungai Cimanuk yang berhulu di Kabupaten Garut. Harus diperhatikan pula
aspek kelestarian lingkungan agar ketersedian air ada jika banyak daerah resapan
airnya.
Dedi menjelaskan salah satu upaya meningkatkan produktivitas dengan jalan
intensifikasi yaitu suatu usaha meningkatkan hasil pertanian dengan cara
mengoptimalkan lahan yang sudah ada.

“Semua praktek budidaya pertanian yang berkaitan dengan peningkatan produksi


harus melihat kelanjutan pertanian dan keseimbangan lingkungan, tidak bisa
memaksa tanah ini dibikin produksinya tinggi tapi hanya sesaat. Namun, harus
lestari jika tahun ini hasilnya segini ya tahun depannya juga harus segini jangan
menurun,” ucapnya saat ditemui di Fakultas Pertanian Unpad.

Dedi memaparkan perlunya pemahaman teknologi yang betul kepada petani ,


tidak melulu menggembor – gemborkan misalnya petanian organik tanpa adanya
pemahaman yang benar, yang ternyata juga masih banyak yang keliru.

“Karena yang penting bagi kita adalah keseimbangan. Bagaimana organik itu
digunakan tetapi harus diimbangi oleh kondisi sekarang ini. Untuk
meningkatakan produksi tidak bisa hanya bergantung pada organic farming jadi
harus diimbangi oleh teknologi yang ada. Bohong kalau kita bisa hidup hanya
bergantung dengan organic farming,” katanya.

Dia mengungkapkan kadang para petani itu meninginkan hal yang instan dan
cepat. Padahal keseimbangan menggunakan pestisida ,pupuk organik atau non
organik mesti dilakukan secara baik, benar dan bijaksana.

Perlu ada mekanisasi


Dedi mengatakan petani di kota dianggap miskin, padahal sebaliknya bila
pertanian dilakukan dengan cara yang benar. “Perlu pemahaman dan inovasi
kepada petani karena sangat minimnya regenerasi. Sekarang kebanyakan petani
yang tua ketimbang yang muda,” ujarnya.

Oleh karena itu dibutuhkannya mekanisasi pertanian, dengan penerapan


teknologi yang mengoptimalkan hasil agar menarik minat petani muda. “Kedepan
harapannya bisa mencari teknologi yang mudah, murah dan menghasilkan hasil
yang tinggi untuk menekan biaya produksi petani yang tinggi karena tenaga kerja
mahal,” pungkasnya.

2. KARANGAN EKSPOSISI

" TANTANGAN DAN HARAPAN REGENERASI PETANI MELALUI PROGRAM


PENGEMBANGAN PETANI MILENIAL "

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto menilai perlu ada upaya serius
untuk mendorong generasi muda agar mau bekerja ke sektor pertanian. Pasalnya
saat ini tenaga kerja pertanian didominasi oleh orang-orang usia lanjut.

Profil petani secara nasional saat ini berdasarkan kelompok umur, sekitar 17,29%
atau sebanyak 6,61 juta tenaga kerja pertanian berusia kurang dari 30 tahun;
kemudian sekitar 29,15% atau sebanyak 11,14 juta orang berusia 30-44 tahun,
lalu sekitar 32,39% atau sebanyak 12,38 juta orang berusia antara 45-59 tahun,
dan sekitar 21,7% atau sebanyak 8,09 juta orang berusia di atas 60 tahun. Dari
keseluruhan tenaga kerja di sektor pertanian tersebut sekitar 65,23% nya
berpendidikan setara SD ke bawah. Bisa dibayangkan dengan gambaran kondisi
data serupa itu bagaimana mungkin mengandalkan para pelaku utama usahatani
tersebut untuk mampu menopang beban berat seluruhnya dalam mewujudkan
target sasaran pembangunan pertanian, khususnya dalam menjaga ketahanan
pangan nasional.

Regenerasi Petani saat ini jelas sangat mengkhawatirkan. Faktor usia petani
secara umum tentu saja akan sangat berpengaruh pada kemampuan
meningkatkan produktivitas hasil usaha taninya, termasuk juga kemampuan
untuk berdaptasi dan berinovasi terhadap kemajuan teknologi pertanian yang
semakin canggih, dan hanya mungkin dapat dijalani oleh para generasi milenial.
Inilah saatnya para generasi milenial harus mulai menggantikan para petani yang
sudah senior tersebut, masalahnya “Sudah siapkah kalangan generasi milenial
menjawab kekhawatiran ini?” serta “Apa yang harus kita persiapkan untuk
upaya regenerasi petani ini?”

Seberapa Pentingkah Regenerasi Petani?

Di era saat ini, terjadi fenomena sosial justru terjadi pada petani yang berusia
muda (Lovitasari dkk, 2017); Farhani, 2009). Minat generasi muda untuk menjadi
petani atau berusaha di bidang pertanian cenderung menurun. Angkatan kerja
pertanian maupun pengusaha pertanian lebih didominasi oleh golongan
penduduk usia di atas 40 tahun. Susilowati (2016) melakukan kajian tentang
fenomena penuaan petani dan implikasinya terhadap pembangunan pertanian.
Dilaporkan bahwa usia rata-rata petani semakin tua (jumlah petani usai muda
semakin menurun).

Masalah penuaan petani ini patut menjadi perhatian semua pihak. Jika kegiatan
produksi pertanian hanya dilakukan oleh generasi tua, maka perlahan tapi pasti,
jumlah petani akan semakin berkurang dari tahun ke tahun. Akibatnya produksi
pertanian juga tentu akan ikut menurun, dan selanjutnya sangat dimungkinkan
akan terjadi ketidak-seimbangan antara ketersediaan produksi dengan kebutuhan
konsumsi. Permintaan produk pangan diperkirakan akan terus naik seiring dengan
pertambahan jumlah penduduk, kemajuan ekonomi dan pertumbuhan industri
pengolahan makanan.

Semakin menyusutnya jumlah petani yang produktif sebenarnya bukan hanya


terkait pada aspek ekonomi saja, tetapi juga akan menimbulkan isu lingkungan.
Dimana akan timbul kecenderungan lahan-lahan pertanian yang terlantar karena
tidak ada lagi yang menggarap, kemudian lahan-lahan tersebut akan cenderung
berubah fungsi menjadi lahan terbangun (perumahan, industry dan infrastruktur),
sehingga lahan-lahan pertanian akan semakin menyusut dan akan muncul
permasalahan ketidakseimbangan lingkungan.

Kondisi nyata yang terjadi saat ini, dimana hampir sebagian besar anak-anak
petani tidak ada lagi yang bersedia meneruskan usaha tani orang tuanya. Akhirnya
para petani lebih memilih menjual lahan pertaniannya atau merubah fungsinya
jadi bangunan rumah, karena tidak ada yang akan menggarap lagi. Kondisi alih
fungsi lahan seperti ini terlihat jelas pada kawasan pertanian subur dipinggiran
kota besar, dimana lahan-lahan tersebut banyak beralih fungsi menjadi hunian,
kawasan industry atau perkantoran. Akibat lebih jauh dari kondisi serupa itu tentu
saja akan berpengaruh pada jumlah produksi pertanian dalam negeri yang akan
semakin tidak mencukupi permintaan

Demikian halnya dengan aspek sosial yang mungkin juga akan muncul kemudian
jika lahan-lahan pertanian semakin menyusut disertai dengan kelangkaan bahan
makanan, maka permasalahan social seperti kelaparan, kemiskinan, kejahatan,
dlsb bisa saja muncul dikemudian hari.

Dilihat dari gambaran permasalahan ekonomi, sosial dan lingkungan yang


mungkin bisa muncul akibat menurunnya minat generasi muda di sector
pertanian, maka kita semua tentu sepakat bahwa Regenerasi Petani itu sangat
penting untuk dilakukan.

Rendahnya minat kalangan generasi muda untuk terjun ke dunia pertanian


dimungkinkan oleh beberapa faktor antara lain sebagai berikut:

 Adanya anggapan bahwa usaha tani ini adalah sebagai bidang pekerjaan
pilihan terakhir dibandingkan jenis pekerjaan lainnya. Jadi kaum milenial
merasa gengsi jika bekerja menjadi petani.

 Rendahnya penguasaan lahan pertanian akibat system bagi waris, yang


menyebabkan usahatani dianggap tidak layak untuk menjamin kebutuhan
hidup.

 Pendapatan dari hasil pertanian tidak menentu serta factor resiko kerugian
yang tinggi.

Kaum Milenial Seperti Apa Yang Dibutuhkan Dalam Proses Regenerasi Petani?

Usaha tani itu pada hakekatnya bukanlah jenis pekerjaan yang mudah untuk
dilakukan sambil lalu, tetapi merupakan bidang pekerjaan yang memerlukan
keseriusan, didasari dengan pengetahuan khusus, ditangani secara professional,
serta harus memiliki keterampilan teknis yang memadai, dan yang paling penting
adalah memiliki kesiapan mental untuk mampu menghadapi berbagai resiko
kegagalannya.

Dunia pertanian di era modern ini tidak lagi ditangani secara tradisional, tetapi
sangat terkait dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dimana
proses untuk menghasilkan produk pertanian yang unggul dan berdaya saing,
telah ditunjang dengan berbagai kecanggihan teknologi pertanian yang serba
digitalisasi. Oleh karena itu maka untuk mendorong generasi milenial kedalam
dunia pertanian perlu adanya upaya khusus dalam memilih profil generasi muda
yang cocok dan tahan uji di dunia pertanian.

Pengertian Petani Milenial menurut BPS adalah Petani yang berusia 19 (sembilan
belas) tahun sampai dengan 39 (tiga puluh sembilan) tahun, dan/atau petani yang
adaptif terhadap teknologi digital. Berdasarkan pengertian itu, maka secara
umum dapat kita fahami bahwa profil petani milenial yang dibutuhkan dalam
rangka regenarasi petani ini harus memiliki kriteria dasar sebagai berikut:

 Sudah dewasa dan memiliki tanggungjawab, minimal bagi diri sendiri dan
keluarganya. Secara usia kira-kira antara 19 sd 39 tahun.

 Memiliki tekad dan semangat untuk terjun ke dunia pertanian.

 Memiliki pengetahuan dasar tentang usahatani.

 Memiliki kemampuan adaptasi terhadap kemajuan teknologi, terutama


teknolgoi digital.

 Memiliki jiwa kewirausahaan.


 Memiliki kreatifitas.

Indonesia sebagai negara agraris, dengan kekayaan sumber daya dan plasma
nutfah yang melimpah tiada tara, tentunya masih menyimpan sejuta harapan bagi
segenap masyarakat untuk dapat mengandalkan kehidupannya dari dunia
pertanian. Oleh karena itu upaya regenarasi petani adalah merupakan langkah
yang tepat untuk menjamin kesinambuhan aktivitas pertanian dalam mendukung
ketahanan pangan nasional.

Banyak peluang usaha tani yang bisa dikembangkan oleh kaum milenial sesuai
dengan karakternya masing-masing. Misalnya memanfaatkan kondisi pandemi
Covid 19 yang menyebabkan masyarakat melakukan kegiatan dari rumah (stay at
home), yaitu dengan cara memasok kebutuhan pangan keseharian masyarakat.

Seperti diutarakan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), kredibilitas


generasi muda di bidang pertanian saat ini semakin berkembang. “Saya makin
percaya anak muda yang mau terjun di bidang pertanian bisa punya peluang
kehidupan dan ekonomi yang lebih baik. Tak hanya itu, generasi milenial bidang
pertanian saat ini tak hanya sekadar bertani, namun juga cerdas berwirausaha
tani dengan memanfaatkan teknologi digital.

Tentu saja peran kaum milenial dalam dunia pertanian akan menempatkan pada
posisi yang berkaitan dengan hilirisasi produk misal digitalisasi produk, pemasaran
produk dan promosi produk dari komoditas yang akan dirintis pengembangan
usahanya.

Bagaimana Cara Mewujudkan Proses Regenerasi Petani dari Kaum Milenial ini?
Kekhawatiran akan mandegnya proses regenerasi petani ini telah memunculkan
berbagai kebijakan program/kegiatan baik di pusat maupun di daerah, yang isinya
tentang upaya mendorong generasi muda untuk menjadi Petani Milenial, salah
satunya adalah di Provinsi Jawa Barat, dimana Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil
telah mencanangkan Program Petani Milenial dalam rangka akselerasi regenerasi
petani, melalui pengembangan berbagai aktivitas usaha tani pada bidang
Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan, Kehutanan, Peternakan dan
Perikanan, dengan sasaran:

 Menciptakan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran.

 Terjaminnya ketersediaan produk pertanian yang berkualitas dan berdaya


saing di Jawa Barat

 Meningkatkan kesejahteraan petani Jawa Barat.

Beberapa payung hukum sebagai dasar perumusan kebijakan Program Petani


Milenial yang bisa dijadikan acuan dalam pengembangan Petani Milenial ini
antara lain adalah:

 Undang-Undang No 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan

 Keputusan Menteri Pertanian Nomor 511/Kpts/PD.310/9/ 2006 tentang


Jenis Komoditi Tanaman Binaan Direktorat Jenderal Perkebunan,
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, dan Direktorat Jenderal
Hortikultura sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri
Pertanian Nomor 3599/Kpts/PD.310/10/2009; sebagaimana telah diubah
lagi dengan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
104/KPTS/HK.140/M/2/2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian
Pertanian

 Peraturan Menteri Pertanian No. 07/Permentan/OT.140/1/2013 Tahun


2013 Tentang Pedoman Pengembangan Generasi Muda Pertanian
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Pertanian Republik
Indonesia Nomor 10/Kpts/SM.210/I/05/2019 Tentang Pedoman
Penumbuhan Wirausaha Muda Pertanian.

 Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor


67/Permentan/Sm.050/12/2016 Tentang Pembinaan Kelembagaan Petani

 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 04 Tahun 2019 tentang Pedoman


Gerakan Pembangunan Sumber daya Manusia Pertanian Menuju
Lumbung Pangan Dunia 2045 sebagaimana terakhir diubah dengan
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 09 Tahun 2019;

Dalam Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor


10/Kpts/SM.210/I/05/2019 Tentang Pedoman Penumbuhan Wirausaha Muda
Pertanian disebutkan bahwa: Generasi Muda Pertanian sebagai aset insani perlu
mendapat prioritas dalam penyusunan perencanaan program pembangunan
pertanian supaya menjadi generasi penerus, penggerak dan pelopor yang inovatif,
kreatif, profesional, mandiri, mampu bersaing, dan berwawasan global.

Beberapa langkah kebijakan yang perlu dilakukan untuk mewujudkan proses


regenerasi petani melalui program Petani Milenial, antara lain:
 Seleksi calon peserta: cari calon secara tepat sasaran.

 Pendampingan Rencana rintisan usaha: Susun Proposal usaha secara


layak dan benar.

 Fasilitasi Bimbingan Teknis: Lakukan Bimtek sesuai kebutuhan rintisan


usaha

 Fasilitasi Sarana Prasarana: Sediakan sarana prasarana dasar sebagai


stimulant penambah semangat memuliai rintisan usaha.

 Fasilitasi Akses Permodalan: Dukung ketersediaan permodalan yang


mudah dan tidak membebani petani.

 Pendampingan Pelaksanaan Rintisan Usaha: Lakukan pendampingan


hingga peserta tumbuh berkembang secara mandiri.

 Pendampingan Pemasaran: Dampingi agar peserta memiliki kemampuan


menjalin kemitraan pemasaran produknya.

 Evaluasi: Lakukan evaluasi untuk Rencana Tindak Lanjut.

Apa Yang Sudah Dilakukan Pihak Pemerintah Hingga Saat Ini?

Langkah kearah pembinaan Petani Milenial di Jawa Barat sebenarnya sudah cukup
lama dilakukan oleh berbagai Perangkat Daerah Provinsi Jawa Barat, antara lain
oleh Dinas Perkebunan, dimana hingga saat ini tercatat ada sekitar 4000 alumni
petani milenial yang telah mengikuti serangkaian kegiatan Pembinaan berupa :
Kegiatan Bimtek Wirausaha Baru Bidang Perkebunan

Kegiatan Bimtek Peningkatan Komptensi Pelaku Usaha Bidang Perkebunan


(Magang)

Kegiatan Pembinaan Kelembagaan Usaha Produksi Benih Bagi Petani Milenial


Jawa Barat

Kegiatan Digital Marketing Produk Perkebunan

Adapun keberadaan para alumni tersebut adalah tersebar di wilayah


Kabupaten/Kota se Jawa barat, dimana mereka telah tumbuh dan berkembang
menjadi innovator dan motivator pertumbuhan usaha tani di daerahnya masing-
masing.

Salah satu alumni Bimtek Wirausaha Baru Perkebunan, yaitu Sdr. Opi, Ketua
Kelompok Tani Mekarsari Hejo Ngemploh, Desa Pamekarsari Kecamatan Surian
Kabupaten Sumedang, saat ini telah mampu mengelola Desa Mandiri Benih Vanili
yang merupakan alokasi program dari Kementan melalui Kegiatan TP Propinsi
yang dikelola oleh Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Barat pada Tahun Anggaran
2019, yang mana Kelompok Tani Mekarsari Hejo Ngemploh juga mendapatkan
pembinaan melalui Kegiatan Penumbuhan Kebersamaan Kelompok Tani
Perkebunan Tahun 2019 yang materinya mendorong dan memotivasi
kebersamaan di kelompok untuk meraih dan mencapai tujuan bersama yang telah
disepakati melalui metoda pembelajaran rang dewasa leh Fasilitator Daerah
(Fasda) Jawa Barat.
Buah dari keuletan Kelompok Tani dan pendampingan serta pengawalan
pembinaan pasca kegiatan dan program dari Dinas Perkebunan Propinsi Jawa
Barat, Sdr. Opi telah menerima penghargaan dari Kementerian Pertanian sebagai
petani berprestasi pada acara puncak Hari Perkebunan di Malang. Desa Mandiri
Benih Vanili di Sumedang yang managemen pengelolaanya dilakukan oleh Sdr.
Opi sehingga mendapatkan penghargaan karena sukses menciptakan kondisi
swasembada benih di wilayah Kecamatan Surian. Selain itu aktivitas pembibitan
yang dilaksanakan mampu memproduksi hingga 100 ribu batang dan telah
mampu mendorong dan melibatkan pemberdayaan masyarakat menggerakan
aktifitas sumber ekonomi baru hasil kreatifitas anak muda yang dulunya
pengangguran dan tidak tertarik ke dunia pertanian.

Faktor lainnya dari aktifitas petani milenial yang tergabunga dalam Kelompok Tani
Mekarsari Hejo Ngemploh tadi, juga selain telah mampu mengembangkan usaha
perbenihan juga tengah merintis Kampung Vanili sebagai agrowisata dan
eduwisata Vanili. Dengan wahana yang tersedia, selain terdapat di kebun sumber
benih, pembibitan, rumah penduduk di lingkungan Desa Pamekarsari Kecamatan
Surian Kabupaten Sumedang menggerakkan semua potensi pelibatan secara aktif
dengan gerakan menanam di halaman rumahnya dengan tanaman vanili sehingga
bernuansakan Kampung Vanili.
Sedangkan Pasca Pembinaan Kelembagaan Usaha Produksi Benih Bagi Petani
Milenial Jawa Barat, para petani milenial merasa tertarik dan sangat berminat
menekuni usaha pertanian khususnya komoditas kopi dan vanili yang menjadi
komoditas pilihan peminatan yang ditawarkan oleh Balai Pengembangan Produksi
Benih Perkebunan Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Barat.

Prospek peluang usaha ini menjadi daya tarik para petani untuk mulai terjun
mengelola pertanian secara serius dan focus.

Anda mungkin juga menyukai