Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

POST SECTIO CAESARIA (SC) D/I KETUBAN PECAH DINI (KPD)

A. Definisi Sectio Caesaria


Sectio caesaria merupakan prosedur operatif, yang dilakukan di
bawah anestesia sehingga janin, plasenta dan ketuban di lahirkan melalui
insisi dinding abdomen dan uterus. Prosedur ini biasanya dilakukan setelah
viabilitas tercapai (usia kehamilan >24 minggu) (Fraser, et al, 2009).
Sectio caesaria adalah pengeluaran janin melalui insisi abdomen.
Teknik ini digunakan jika kondisi ibu menimbulkan distres pada janin atau
jika telah terjadi distres janin (Muttaqin & Sari 2009).
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim
dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram
(Prawirahardjo, 2010).

B. Definisi Ketuban Pecah Dini (KPD)


Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
mulai persalinan dan ditunggu satu jam sebelum terjadi in partu. Sebagian
besar ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan aterm lebih dari 37 minggu,
sedangkan kurang dari 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2010).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktu
melahirkan yang terjadi pada saat akhir kehamilanmaupun jauh sebelumnya
(Nugroho, 2012).

C. Etiologi
Menurut Manuaba (2010) ketuban pecah dini disebabkan oleh:
1. Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan kembar, hidramnion.
2. Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.
3. Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian
terendahbelum masuk PAP, disproporsi sefalopelvik.
4. Kelainan bawaan dari selaput ketuban.
5. Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput
ketuban dalam bentuk preteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.
Menurut Nugroho (2012) faktor predisposisi KPD sebagai beriku t:
1. Kanalis servikalis yang selalu membuka oleh karena kelainan
padaserviks uteri (akibat persalinan, curetage).
2. Tekanan intrauterin yang meningkat secara berlebihan
(overdistensiuterus) misal trauma, hidramnion, gemeli.
3. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam,
atau amniosintetis yang biasanya disertai infeksi.
4. Keadaan sosial ekonomi.
5. Faktor lain :
a. Faktor golongan darah, akibat golongan darah ibu dan anakyang
tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaantermasuk
kelemahan jaringan kulit ketuban.
b. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.
c. Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.
d. Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (vitamin C)

D. Manifestasi Klinis
Terdapat beberapa tanda dan gejala ketuban pecah dini menurut Manuaba
(2010) antara lain :
1. Keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Ciri-ciri cairan
ketuban : aroma air ketuban berbau amis dan tidakseperti bau amoniak,
cairan tersebut masih merembes atau menetes, bewarna pucat dan
bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena
terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila ibu hamil duduk atau
berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya mengganjal
atau menyumbat kebocoran untuk sementara.
2. Demam
3. Bercak vagina yang banyak,
4. Nyeri perut, dan denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-
tanda infeksi yang terjadi.
E. Klasifikasi
Menurut POGI tahun (2014) KPD diklasifikasikan menjadi 2 kelompok,
yaitu, KPD preterm dam KPD aterm, antara lain :
1. KPD Preterm
Ketuban pecah dini preterm adalah pecahnya ketuban yang
terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan, tes fern atau IGFBP-1
(+) pada usia <37 minggu sebelum onset persalinan. KPD sangat preterm
adalah pecahnya ketuban saat umur kehamilan ibu antara 24 sampai
kurang dari 34 minggu, sedangkan KPD preterm saat umur kehamilan
ibu anatara 34 sampai kurang dari 37 minggu.
2. KPD Aterm
Ketuban pecah dini aterm adalah pecahnya ketuban sebelum
waktunya yag terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan tes fern
(+), IGFBP-1 (+ ) pada usia kehamilan ≥ 37 minggu.

F. Patofisiologi
Menurut Prawirahardjo (2010) ketuban pecah dalam persalinan
secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang.
Selaput ketubn pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahanbiokimia
yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh bukan karena luruh
ketuban rapuh.
Terdapat keseimbangan antara sintetis dan degradasi ekstrakuler
matriks. Perubahan struktur jumlah sel dan katabolisme kolagen
menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban
pecah.selaaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda trimester ke 3
selaput ketuban pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada
hubungannya dengan pembesaran uterus kontraksi rahim dan gerakan janin.
Pada trimester terakir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban.
Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis
disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal misalnya infeksi yang
menjalar dari vagina. Ketuban pecah dini prematur sering terjadi pada
polihidramnion inkompeten serviks (Prawirahardjo, 2010).
Adapun pathway dari kejadian ketuban pecah dini, antara lain :

Kala I Persalinan

His yang berulang Gangguan pada kala I persalinan

Peningkatana kontraksi dan


pembukaan serviks uteri Kanalis servikalis selalu Kelainan letak janin Infeksi genetalia Serviks inkompeten Gemeli, hidramnion
terbuka akibat kelainan (Sungsang)
serviks uteri (abortus &
Mengiritasi nervus riwayat kuretase) Proses biomekanik Dilatasi seviks berlebih Ketegangan uterus berlebih
pudendalis Tidak ada bagian terendah bakteri mengeluarkan
yang menutupi pintu atas enzim proteolitik
Mudahnya pengeluaran air panggul yang menghalangi Serviks tidak bisa menahan
Selaput ketuban menonjol
Stimulus nyeri ketuban tekanan terhadap membran tekanan intrauterus
dan mudah pecah
bagian bawah Selaput ketuban pecah

Nyeri Akut

Ketuban Pecah Dini (KPD)

Air ketuban terlalu banyak Kecemasan ibu terhadap Klien tidak mengetahu Tidak adanya pelindung dunia
keluar keselamatan janin dan dirinya penyebab dan akibat KPD luar dengan daerah rahim

Distoksia (partus kering) Ansietas Defisiensi Pengetahuan Resiko Infeksi

Laserasi pada jalan lahir


G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna, konsentrasi,bau
dan PH-nya.
a. Tes lakmus (tes nitrazin), cairan ketuban biasanya memilikikisaran
PH 7,0-7,3 jauh lebih basa dibandingkan dengan PHvagina normal
sehingga mengubah kertas lakmus merah menjadibiru (Eskicioglu
and Bahar Gur, 2015).
b. Uji konfirmasi kedua yaitu terdapat arborisasi (ferning). Cairan dari
forniks vagina posterior diusapkan di slide kaca dandibiarkan
mengering 10 menit. Cairan ketuban menghasilkan polaferning
halus, berbeda dengan pola arborisasi yang tebal dan lebardari lendir
serviks kering (Duff, Lockwood, Barss, 2016).
c. Pemeriksaan air ketuban dengan tes leukosit esterase, bila
leukositdarah lebih dari 15.000/mm3, kemungkinan adanya infeksi
(Manuaba, 2010).
2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksan penunjang dengan USG untuk membantu
dalammenentukan usia kehamilan, letak janin, berat janin, letak
plasentaserta jumlah air ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus
ketubanpecah dini terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit (Manuaba,
2010)

H. Tindakan Umum yang Dilaksanaan/ Penatalaksanaan


Menurut Winkjosastro (2010) dalam bukunya mengatakan
penatalaksanaan ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan dan
tanda infeksi intrauterin. Pasien dengan ketuban pecah dini umumnya lebih
baik untuk membawa ke rumah sakit dan melahirkan bayi yang usia
gestasinya > 37 minggu dalam 24 jam dari pecahnya ketuban untuk
memperkecil resiko infeksi intrauteri. Penatalaksanaan konservatif ketuban
pecah dini pada kehamilan preterm antara lain :
1. Rawat di rumah sakit, ditidurkan dalam trendelenburg position, tidak
perlu dilakukan pemeriksaan dalam mencegah terjadinyai nfeksi dan
kehamilan diusahakan mencapai 37 minggu.
2. Berikan antibiotika (ampisilin 4× 500 mg atau eritromisin bila tidak
tahan ampisilin) dan metronidazol 2× 500 mg selama 7 hari.
3. Jika umur kehamilan < 32-34 minggu dirawat selama air ketuban masih
keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi. PemberianMagnesium
sulfat sebagai brain protector dengan dosis 4 gram sebagai dosis inisial
dalam 20 menit, dilanjutkan dengan 1gram/jam sampai lahir, maksimum
24 jam
4. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu
kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin
dan spingomielin tiap minggu. Sediaan terdiri atas betametason 12 mg
sehari dosis tunggal selama 2 hari atau deksametason IM 5 mg setiap 6
jam sebanyak 4 kali.
5. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum partu, tidak ada infeksi, tes
busa negatif beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan
kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
6. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24
jam.
7. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dengan
rejimen ampisilin 2 g intravena setiap 6 jam selama 48jam, diikuti oleh
amoksisilin (500 mg per oral tiga kali sehari atau 875 mg secara oral dua
kali sehari) selama lima hari dan lakukan induksi.
8. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
Sedangkan ketuban pecah dini pada kehamilan aterm penatalaksanaan
berupa penanganan aktif, antara lain:
1. Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio
sesaria. Dapat pula diberikan misoprostol 50 μg intra vaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali.
2. Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi, dan
persalinan di akhiri :
a. Bila skor pelvik < 5 lakukan pematangan serviks kemudian induksi.
Jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.
b. Bila skor pelvik > 5 induksi persalinan, partus pervaginam.

I. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku
bangsa, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah
sakit nomor register , dan diagnosa keperawatan.
2. Keluhan utama
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit kronis atau menular dan menurun seperti jantung,
hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatkan cairan ketuban
yang keluar pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti
tanda-tanda persalinan.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung,
DM, HT, TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit
tersebut diturunkan kepada klien
d. Riwayat psikososial
Riwayat klien nifas biasanya cemas bagaimana cara merawat
bayinya, berat badan yang semakin meningkat dan membuat harga
diri rendah.
4. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah
dini, dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta
kurangnya menjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah
dalam perawatan dirinya
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena
dari keinginan untuk menyusui bayinya.
c. Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas
seperti biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan
tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan
aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
d. Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering/
susah kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya
odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga
sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan
BAB.
e. Pola istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan
tidur karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah
persalinan.
f. Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga
dan orang lain.
g. Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas.
h. Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka
janhitan dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien
nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya.
i. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya,
lebih-lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi
perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri
j. Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan
seksual atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya
proses persalinan dan nifas.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya pada saat menjelang persalinan dan sesudah
persalinan klien akan terganggu dalam hal ibadahnya karena harus
bedres total setelah partus sehingga aktifitas klien dibantu oleh
keluarganya.
5. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang
terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
b. Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid,
karena adanya proses menerang yang salah.
c. Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata,
konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat
(anemia) karena proses persalinan yang mengalami perdarahan,
sklera kuning.
d. Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana
kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga.
e. Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada pos partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung.
f. Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi
areola mamae dan papila mamae
g. Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa
nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat
h. Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban,
bila terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak
dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
i. Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur
j. Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
k. Muskulis skeletal
Pada klien post partum biasanya terjadi keterbatasan gerak karena
adanya luka episiotomi.
l. Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun,
nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

J. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan agen injury biologis (kontraksi dan
pembukaan serviks uteri)
2. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mengetahui sumber-
sumber informasi
4. Resiko infeksi berhubungan dengan ketuban pecah dini
I. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No. NOC NIC
Keperawatan
1. Nyeri akut NOC NIC
berhubungan  Pain level (tingkat nyeri) Pain Management (Manajemen Nyeri)
dengan mukosa  Pain control (rasa sakit) 1. Mampu menegnali nyeri (skala, insensitas,
lambung teriritasi  Comfort level (tingkat frekuensi dan tand nyeri)
kenyamanan) 2. Lakukan pengkajian nyeri secara
Kriteria hasil : komprehensif termasuk lokasi,
 Mampu mengontrol nyeri karakteristik, durasi , frekuensi, kualitas
(tahu penyebab nyeri, dan faktor prespitasi
mampu meggunakan teknik 3. Observasi reaksi nnonvernal dari
non faramakologi untuk ketikdanyamanan
mengurani nyeri, mencari 4. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
bantuan) untuk mengetahui pengalaman nyeri
 Melaporkan bahwa nyeri pasien
berkurang dengan 5. Kaji kultur yang mempengaruhi respon
menggunakan manajemen nyeri
nyeri 6. Evluasi pengalaman nyeri masa lampau
 Mampu menegnali nyeri 7. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
(skala, insensitas, frekuensi lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
dan tand nyeri) masa lampau
8. Bantu pasien dan jeluarga untuk mencari
 Menyatakan rasa nyaman
dan menemukan dukungan
setelah nyeri berkurang
9. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengatuhi nyeri
10. Pilih dan lakukan pengangan nyeri
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
12. Ajarakan teknik non farmakologi
13. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
14. Tingkatkan istirahat
15. Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak berhasil
16. Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan
derajat nyeri sebelum pemberian obat
2. Cek intruksi dokter tentang jenis obat,
dosis dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasai dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik pilihan, rute,
pemberian dan dosis optimal
6. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
7. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
8. Berikan analgesik tepat waktu terutama
saat nyeri berat
9. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan
gejala
2. Ansietas NOC NIC
berhubungan  Anxiety self-control 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
dengan perubahan  Anxiety level 2. Jelaskan semua prosedur dan apa yang
status kesehatan  Coping dirasakan selama prosedur
Kriteria hasil : 3. Dengarkan dengan penuh perhatian
 Klien mampu 4. Identifikasi tingkat kecemasan
mengidentifikasi dan 5. Intruksikan pasien menggunakan tekhnik
mengungkapkan gejala relaksasi.
cemas
 Mengidentifikasi,
mengungkapkan dan
menunjukkan tekhnik untuk
mengontrol cemas
 Vital sign dalam batas
normal
 Postur tubuh, ekspirasi
wajah, bahasa tubuh dan
tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya
kecemasan.
3. Defisiensi NOC NIC
pengetahuan  Knowledge : Disesase 1. Berikan penilaian tentang tingkat
berhubungan Process pengetahuan pasien tentang proses
dengan  Knowledge : Health penyakit yang spesifik
penatalaksanaan dan Behavior 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
proses penyakit. Kriteria hasil : bagaimana hal ini berhubungan dengan
 Pasien dan keluarga anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
menyatakan pemahaman tepat
tentang penyakit, kondisi 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
prognosis dan program muncul pada penyakit, dengan cara yang
pengobatan tepat
 Pasien dan keluarga mampu 4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara
melaksanakan prosedur yang yang tepat
dijelaskan secara benar 5. Identifikasi kemungkinan penyebab,
Pasien dan keluarga mampu dengan cara yang tepat
menjelaskan kembali apa 6. Sediakan informasi pada pasien tentang
yang dijelaskan perawat/ tim kondisi, dengan cara yang tepat
kesehatan lainnya 7. Hindari jaminan yang kosong
8. Sediakan bagi keluarga atau SO informasi
tentang kemajuan pasien dengan cara yang
tepat
9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi dimasa yang akan dating dan
atau proses pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara
yang tepat atau diindikasikan
12. Rujuk pasien pada grup atau agensi di
komunitas lokal, dengan cara yang tepat
13. Instruksikan pasien mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan cara yang
tepat
4. Resiko infeksi NOC NIC
berhubungan  Status Imun Infection Control (Kontrol Infeksi)
dengan luka operasi  Penegtahuan : Pengendalian 1. Pertahankan teknik isolasi
Infeksi 2. Gunakan sabun antimirobia untuk cuci
 Pengendalian Resiko tangan
Kriteria Hasil : 3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
 Klien bebas dari tanda dan tindakan keperawatan
gejala ifeksi 4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
 Mendeskripsikan proses pelindung
penularan penyakit, faktor 5. Pertahnakan lingkungan aseptik selama
yang mempengaruhi serta pemasangan alat
penatalaksanaannya. 6. Ganti letak IV perifer dan line sentral dan
 Menunjukkan kemampuan dressing sesuai dengan pentunjuk umum
untuk mencegah infeksi atau 7. Tingkatakan intake nutrisi
timbulnya infeksi. Infection protection
8. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
 Jumlah leukosit dalam batas
dan lokal
normal
9. Pertahankan teknik asepsis pada pasien
 Menunjukkan perilaku hidup
yang berisiko
sehat
10. Pertahankan teknik isolasi K/P
11. Berikan perawatan kulit pada area epidema
12. Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas , drainase
13. Inspeksi kondisi luka atau insisi bedah
14. Dorong masukan nutrisi yang cukup
15. Dorong masukan cairan
16. Dorong istirahat
17. Instruksikan pasien untuk minum
antibbiotik sesuai resep
18. Ajarkan pasien dan keluarga tand adan
gejala infeksi
19. Ajarkan cara menghindari infeksi
20. Laporkan kecurigaan infeksi
21. Laporkan kultur positif
DAFTAR PUSTAKA

Duff, P., Lockwood, Cj., & Barss, VA. (2016). Preterm Premature (Prelabor)
Rupture of Membranes. International Journal of Women’s Health and
Reproduction Sciences, 3(4).

Eskicioglu, F., & Bahar, GE. (2015). Diagnostic Modalities in Premature Rupture
of Membranes. International Journal of Women’s Health and
Reproduction Sciences, 3(2).

Manuaba, I. A. C., Manuaba, I. B. G. F., & Manuaba, I. B. G. (2010). Ilmu


Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan.
Jakarta: EGC.

Muttaqin, A., & Sari, K. (2009). Asuhan Keperawatan perioperatif: Konsep,


Proses, dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.

Fraser, D. M., Cooper, M. A., & Fletcher, A. (2009). Myles Buku Ajar Bidan,
Edesi ke 14. Jakarta : EGC.

Nugroho, T. (2012). Buku Ajar Obstetri untuk Mahasiswa Kebidanan.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H., (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Media
Action.

Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI). (2015). Pedoman


Nasional Pelayanan Kedokteran: Ketuban Pecah Dini. Perkumpulan
Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI).

Prawirahardjo, S. (2010). Ilmu Kebidanan, Edisi ke 4. Jakarta: PT Bina Pustaka


Sarwono Prawirahardjo.

Wiknjosastro, H., Saifuddin, A., & Rachimhadhi, T. (2010). Ilmu Kebidanan.


Edisi ke-4 Cetakan ke-2. Jakarta: Yayaan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai