PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
1. Mengetahui prinsip perawatan paliatif
2. Mengetahui trend dan isu perawatan paliatif
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
2.3. Palliative Care Issues in Cancer (Tujuan dan Penggunaan Kemoterapi
saat Menjelang Ajal)
Diskusi tentang preferensi pasien untuk kualitas dan kuantitas hidup dengan
atau tanpa kemoterapi adalah awal yang baik untuk berdiskusi terkait terapi
palliative. Sebelum kemoterapi dianjurkan, manfaat yang pasti harus
diidentifikasi, dan diskusi dapat dimulai dengan menanyakan pasien
seberapa banyak mereka ingin tau tentang kondisi dan prognosis mereka
saat ini. Untuk evaluasi perawatan palliatif, perawat dapat memfasilitasi
pertemuahn dengan tim perawatan paliatif untuk melaporkan tentang
bagaimana kanker merespon kemoterapi. Bekerja dalam kerangka
3
interdisipliner, dokter, perawat spesialis, rohaniawan, pasien, dan keluarga
harus dilibatkan dalam diskusi ini. Lanjutkan dengan komunikasi dengan
mendefinisikan secara jelas respons kanker terhadap pengobatan. Berikan
harapan jika ada alasan untuk berharap,namun, hindari menawarkan harapan
palsu (Guthrie & Mazenac, 2010 )
4
b. Pendidikan pasien dan keluarga harus mencakup pilihan untuk
merumuskan advanced directive dan peran perawat paliatif dan
hospis.
c. Diskusi disarankan mengenai opsimenonaktifkan perangkat bantuan
implan.
d. Kesinambungan perawatan medis antara pengaturan rawat inap dan
rawat jalan harus dipastikan.
e. Komponen perawatan hospital harus mencakup penggunaan
opiat,inotropik,dan diuretikintravena.
f. Semua profesional harus memeriksa proses akhir kehidupan saat ini
dan bekerja menuju peningkatan pendekatan untuk perawatan paliatif.
g. Prosedur agresif yang dilakukan pada hari-hari terakhir kehidupan
tidak di sarankan.
5
hanya berdampak pada kehidupan mereka sendiri,tetapi juga kehidupan orang
yang mereka cintai.Ini terus menjadi salah satu masalah terbesar dalam
perawatan pasien menjelang ajal.
Sekarang perawatan paliatif telah dipelajari secara luas pada populasi pasien
gagal jantung, perawat perlu mengambil keuntungan dari temuan penelitian
dan mendiskusikan dengan pasien opsi tersebut. Kami mencerminkan standar
perawatan ini.
6
2.5. Palliative Care issues for Patients with Chronic Lung Disease
Manajemen gejala penting dalam perawatan paliatif klien dengan PPOK
walaupun tidak mengubah trajektori penyakit atau peluang bertahan hidup.
Dyspnea dan kecemasan biasanya terkait dengan PPOK tahap akhir (Meier et
al., 1998). Dyspnea juga dapat dikaitkan dengan cor pulmonale, yang
merupakan tanda dan indikator outcome PPOK yang buruk. Namun, pada
orang lansia dengan PPOK, dispnea dan keluhan sesak napas mungkin sulit
dipastikan.Dyspnea adalah gejala subyektif dari sesak napas, tetapi lansia
dapat mengimbangi perkembangannya dengan mengurangi tingkat aktivitas
mereka.
Depresi dan kecemasan adalah hal umum pada pasien PPOK dan hal ini
berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas, penurunan status
fungsional, penurunan kualitas hidup dan kesulitan untuk bernapas.Prevalensi
kecemasan berkisar dari 10% - 96%.Peningkatan kecemasan dikaitkan
dengan peningkatan kesulitan bernapas.
7
mempercepat kematian mereka.Kesalahpahaman umum dan kurangnya
pengetahuan membuat nyeri dan depresi terkadang tidak ditangani dengan
tepat.
8
2.7. Palliative Care Issues for Patients with ESLD
Perkenalan dengan perawatan paliatif untuk pasien ELSD dan mereka yang
menunggu transplantasi adalah tantangan tersendiri. Banyak pasien merasa
baik selama bertahun- tahun setelah diagnosis dan kemudian gejala ESLD
muncul secara tiba-tiba. Hal ini menyebabkan waktu yang dibutukan untuk
mempersiapkan diri dan membentuk koping yang baik untuk menghadapi
penyakit progresif dan persiapan mendekati akhir kehidupan menjadi lebih
seedikit. Diskusi terkait menjelang ajal akan sulit karena pasien akan
memfokuskan harapan mereka untuk mendapatkan transplantasi yang akan
menyelamatkan jiwanya (Larson & Curtis 2006). Banyak spesialis bedah,
seperti dokter lainnya yang berfikir bahwa perawatan paliatif identik dengan
perawatan akhir hidup. Pada tahun 2005, American College of Surgeons
merilis sebuah pernyataan yang memperluas kebutuhan perawatan paliatif
pada semua pasien bedah apapun tahapan penyakitnya ke perawatan paliatif
(Potosek, Curry, Buss, & Chittenden, 2014). Adanya peningkatan dukungan
dalam komunitas transplantasi untuk integrasi perawatan paliatif sebagaimana
dibuktikan oleh pernyataan oleh Surgical Clinics of North America : “The
fields of transplantation and palliative care have a treasure trove of
experience that is lacking in the other that could be exchanged profitably with
a great sense of satisfaction for all”. Pernyataan tersebut menunjukkan mulai
terbukanya komunitas transplantasi untuk memulai dialog dengan perawatan
paliatif.
Saat ini perawatan paliatif dan perawatan hospis jarang ditawarkan kepada
pasien setelah mereka dikeluarkan dari daftar transplantasi. Peristiwa ini
sering dilakukan dengan penarikan dari perawatan khusus. Pasien merasa
ditinggalkan, dan beberapa hari kemudian ajal datang tanpa ada kesempatan
untuk mengoptimalkan perawatan menjelang ajal (Rosaro et al, 2004).
Strategi menyediakan perawatan paliatif bersamaan dengan terapi yang untuk
mengatasi penyakit sambil menunggu transplantasi memiliki potensi untuk
meningkatkan kualiatas hidup, kepuasan pasien dan mengurangi admisi ke
9
rumah sakit tanpa mengurangi kemungkinan transplantasi (Molmenti &
Dunn, 2005).
10
dipercaya untuk peran pengambilan keputusan ketika kapasitas pasien
berkurang sangat penting. Pada penyakit ini, ada banyak duka antisipatif yang
terjadi, dan anggota keluarga perlu didukung dalam menerima perasaan
mereka. Mengakui perasaan yang bertentangan, khususnya ketakutan dan
keinginan agar kematian terjadi, senormal dan sealami mungkin akan sangat
membantu. Diskusi awal tentang perjalanan penyakit yang jujur tetapi sensitif
diperlukan.
Koping pada tahap akhir penyakit neurodegenerative kronis baik secara fisik
dan emosional sangatlah sulit. Jangan menambah stress pada pasien terkait
beban keluarga. Diskusi tentang beban atau masalah perawatan jangan
dibicarakan di dekat pasien.Pasien harus merasa diperhatikan dan aman.
11
2.9. Palliative Care Issues for Patients with HIV/AIDS
Pasien dengan infeksi HIV di era pengobatan modern dapat dimasukkan ke
dalam paradigma “penyakit serius” yang mana integrasi awal perawatan
paliatif memainkan peran sebagai pelengkap untuk pengobatan penyakit yang
dengan alasan berikut :
a. Meskipun ada kemajuan terapeutik, AIDS dan komorbiditasnya tetap
menjadi penyebab kematian utama pada pasien HIV.
b. Individu dengan HIV/AIDS sering memiliki beban komorbid yang besar
baik medis atau psikososial, serta nyeri dan gejala lainnya, sepanjang
perjalanan penyakit. Selain itu, populasi pasien HIV akan menua dan
memiliki prevalensi komorbiditas dan multimorbiditas yang tinggi.
Ketika pasien bertahan lebih lama, mereka memiliki kebutuhan yang
lebih besar untuk manajemen gejala yang komprehensif dan kebutuhan
untuk dukungan psikososial, keluarga, dan perencanaan perawatan.
c. Ketidakpastian tentang prognosis dan keterbatasan anti retroviral therapy
(ART) (terutama efek samping dan kepatuhan) telah membuat
pengambilan keputusan tentang ACP dan masalah akhir kehidupan lebih
kompleks dan sulit daripada ketika perjalanan penyakit lebih seragam,
cepat, dan dapat diprediksi.
12
Nyeri adalah gejala yang sangat sering terjadi pada pasien yang terinfeksi
HIV. Contohnya, analisis data dari 124 pasien yang mengunjungi klinik
rawat jalan paliatif di pelayanan primer menemukan, nyeri adalah alasan
paling utama untuk rujukan (95%), sebagian besar (90%) nya adalah
nyeri kronis. Masalah lain yang biasa ditangani adalah depresi (48%),
kecemasan (21%), insomnia (30%), dan konstipasi (32%).
Membahas tujuan perawatan adalah komponen penting dari ACP, dan ini
dimulai dengan mengeksplorasi apa yang penting bagi pasien. Beberapa
pasien merasa bahwa hidup selama mungkin adalah yang paling penting,
bahkan jika itu berarti bahwa mereka harus menjalani intervensi yang
sangat memberatkan, seperti penggunaan ventilasi mekanik yang lama,
yang merusak kualitas hidup mereka. Orang lain mungkin ingin
menghabiskan sisa waktu mereka di rumah dengan orang yang mereka
cintai, tanpa harus pergi ke rumah sakit, bahkan jika ini membahayakan
kelangsungan hidup mereka. Perawatan terbaik harus mendukung pasien
dalam menjalani sisa hidup mereka sesuai dengan keinginan mereka.
ACP tidak terlalu sering dibicarakan pada pasien HIV. Kurangnya ACP
paling sering dikaitkan dengan pendapatan rendah, diikuti oleh tingkat
keparahan penyakit yang lebih rendah, tingkat pendidikan yang rendah,
ras kulit hitam atau Hispanik, jenis kelamin perempuan, usia yang lebih
muda, penggunaan narkoba suntikan, dan isolasi social. Factor yang
terkait dengan memiliki ACP adalah keparahan penyakit, keganasan, atau
penyakit ginjal kardiovaskuler, neurologis, atu kronis.
13
Dua tantangan utama yang umumnya muncul pada individu dengan
infeksi HIV pada akhir kehidupan: menghentikan pengobatan terkait
HIV, dan kriteria masuk hospis. Kelanjutan versus penghentian obat
terkait HIV – Pergeseran kea rah akhir paliasi sering melibatkan
penghentian terapi pengobatan.Ketika terapi pengobatan masih
berkontribusi untuk kenyamanan di akhir kehidupan, terapi dapat
dilanjutkan setelah diskusi dengan pasien dan keluarga.
14
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Diskusi EOL dapat dilakukan pada setiap kesempatan yang memungkinkan dan
sedini mungkin terutama agar pasien bisa menetapkan pilihannya selagi masih
berkompeten.Penjelasan prognosis disampaikan dengan jujur dan dengan bahasa
yang dapat dimengerti.Diskusi juga harus mencakup perawatan medis yang
disepakati bersama dengan memasukkan pandangan pasien tentang hidup dan
harapan pasien ke dalam pertimbangan perencanaan dan pengambilan tindakan
medis.Tujuan akhir diskusi EOL adalah untuk mempersiapkan kematian yang
baik melalui perawatan paliatif.
15
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/document/384136566/Aspek-Etik-Legal-Dan-Trend-Isu-
Keperawatan-Paliatif
https://www.academia.edu/5027013/Perawatan_palliatif
http://agus-prayogi.blogspot.com/2013/04/medikolegal-dalam-perawatan-
paliatif.html
https://www.alomedika.com/diskusi-mengenai-end-of-life-pada-pasien-paliatif
16