Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perawatan paliatif mulai dikenalkan pada tahun60-an di Inggris oleh Cicely


Saunders. Dia adalah peletak konsep dasar perawatan paliatif.Sebagai
perawat, pekerja sosial dan kemudian dokter, Cicely banyak menghadapi
pasien yang sakit parah dan tergerak untuk melakukan sesuatu
bagimereka.Filosofi dasar perawatannya adalah bahwa kematian adalah
fenomena yang sama alaminya dengan kelahiran, sehingga melihat
kematian sebagaiproses yang harus meneguhkan hidup dan bebas dari rasa
sakit. Berkat jasanya, saat ini ada sekitar 220 panti perawatan paliatif
(hospis) di Inggris dan lebih dari 8.000 di seluruh dunia. Di Indonesia,
perawatan paliatif baru mulai berkembang akhir- akhir ini. Perawatan
paliatif pertama dimulaipada tahun 1992 oleh RS Dr. Soetomo (Surabaya),
yang disusul oleh RS Cipto Mangunkusumo (Jakarta), RS Kanker Dharmais
(Jakarta), RSWahidinSudirohusodo (Makassar), RS Dr. Sardjito
(Yogyakarta), dan RSSanglah (Denpasar).

B. Tujuan
1. Mengetahui prinsip perawatan paliatif
2. Mengetahui trend dan isu perawatan paliatif

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Perawatan Paliatif


Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas
hidup pasien dan keluarga yang meghadapi masalah yang berhubungan
dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan
peniadaan melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta
penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual
(WHO, 2002).

2.2. Prinsip Perawatan Paliatif


1. Menghargai setiap kehidupan
2. Menganggap kematian sebagai proses yang normal
3. Tidak mempercepat atau menunda kematian
4. Menghargai keinginan pasien dalam mengambil keputusan
5. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu
6.Mengintegrasikan aspek psikologis, social, dan spiritual dalam
perawatan pasien dan keluarga
7. Menghindari tindakan medis yang sia-sia
8. Memberikan dukungan yang berharga agar pasien tetap aktif sesuai
dengan kondisinya sampai akhir hayat
9. Memberikan dukungan kepada keluarga dalam masa duka cita

2
2.3. Palliative Care Issues in Cancer (Tujuan dan Penggunaan Kemoterapi
saat Menjelang Ajal)

Sejak tahun 1970-an, penelitian tehknologi berfokus pada tingkat respons


terhadap kemoterapi, interval bebas dari penyakit. Dan tingkat
kelangsungan hidup secara keseluruhan. Pada saat yang sama dokter telah
mengamati dan mencatat manfaat perbaikan gejala selama upaya
pengobatan kuratif. Akibatnya, konsep ‘’kemoterapi palliative” untuk tujuan
mengatasi gejala dan memperlambat pertumbuhan kanker menjadi tidak
hanya praktik yang dapat diterima, tetapi juga pilihan yang diinginkan untuk
pasien yang kankernya tidak mungkin untuk disembuhkan (Acher et al,
1999). Kemoterapi sekarang mudah untuk didapatkan dan ditoleransi
dengan lebih baik, oleh karena itu pasien dengan kanker yang tidak dapat
disembuhkan sering ditawarkan pilihan kemoterapi palliative meskipun
tidak ada kepastian bahwa gejala akan hilang atau kelangsungan hidup akan
diperpanjang.

Banyak penelitian menemukan bahwa pasien dan keluarga melaporkan tidak


mengetahui bahwa kemoterapi pada stadium akhir tidak dimaksudkan untuk
menyembuhkan. Dalam penelitian yang dilaporkan oleh Harnngton dan
Smith (2008), banyak pasien tidak ingat pernah berdiskusi tentang prognosis
dan tujuan untuk mengobati dengan menggunakan agen kemoterapi paliatif.

Diskusi tentang preferensi pasien untuk kualitas dan kuantitas hidup dengan
atau tanpa kemoterapi adalah awal yang baik untuk berdiskusi terkait terapi
palliative. Sebelum kemoterapi dianjurkan, manfaat yang pasti harus
diidentifikasi, dan diskusi dapat dimulai dengan menanyakan pasien
seberapa banyak mereka ingin tau tentang kondisi dan prognosis mereka
saat ini. Untuk evaluasi perawatan palliatif, perawat dapat memfasilitasi
pertemuahn dengan tim perawatan paliatif untuk melaporkan tentang
bagaimana kanker merespon kemoterapi. Bekerja dalam kerangka

3
interdisipliner, dokter, perawat spesialis, rohaniawan, pasien, dan keluarga
harus dilibatkan dalam diskusi ini. Lanjutkan dengan komunikasi dengan
mendefinisikan secara jelas respons kanker terhadap pengobatan. Berikan
harapan jika ada alasan untuk berharap,namun, hindari menawarkan harapan
palsu (Guthrie & Mazenac, 2010 )

Seiring dengan mengenali gejala fisik,perawat juga harus mengatasi


masalah psikologis,social dan spiritual yang mungkin muncul sejalan
dengan trajektori penyakit. Depresi , sering kurang didiagnosis dan kurang
dirawat pada pasien dengan kanker dan harus dikelola dengan obat dan
konseling. Beban finansial yang terkait dengan lamanya perawatan dan
ketidakmampuan untuk bekerja juga harus jadi pertimbangan. Perawatan
spiritual dapat mengurangi kecemasan yang datang dari ketidakpastian
terkait perkembangan penyakit kanker dan tantangan yang berhubungan
dengan keputusan pengobatan. Ketika harapan dan tujuan berubah dari
kontrol penyakit menjadi kematian yang nyaman ,tim perawatan paliatif
bersama dapat memberikan dukungan kepada pasien dan keluarga.

2.4. Palliative Care Issues for Patient with ESHD


Manajemen gagal jantung berbasis bukti telah berkembang baik selama 10
tahun terakhir,tetapi pasien yang akhirnya akan meninggal karena penyakit
ini membutuhkan perawatan paliatif yang penuh rasa hormat
dankomprehensif. Pedoman dari ACC (American Collage of
Cardiologi)/AHA (American Heart Association,2005) membantu tolak ukur
untuk perawatan paliatif pasien gagal jantung,berikut adalah rekomendasi
mereka:
a. Pendidikan pasien dan keluarga harus disesuaikan dengan prognosis
terkait kapasitas fungsional dan kelangsungan hidup pasien.

4
b. Pendidikan pasien dan keluarga harus mencakup pilihan untuk
merumuskan advanced directive dan peran perawat paliatif dan
hospis.
c. Diskusi disarankan mengenai opsimenonaktifkan perangkat bantuan
implan.
d. Kesinambungan perawatan medis antara pengaturan rawat inap dan
rawat jalan harus dipastikan.
e. Komponen perawatan hospital harus mencakup penggunaan
opiat,inotropik,dan diuretikintravena.
f. Semua profesional harus memeriksa proses akhir kehidupan saat ini
dan bekerja menuju peningkatan pendekatan untuk perawatan paliatif.
g. Prosedur agresif yang dilakukan pada hari-hari terakhir kehidupan
tidak di sarankan.

Meskipun ACC/AHA merekomendasikan perawatan hospis sebagai


pilihan,jumlah pasien yang dirujuk sangatlah sedikit Menurut National
Hospice dan Palliative Care Organization(2004),49% pasien hospis
didiagnosis kanker dan hanya 11% yang didiagnosis gagal jantung.

Diskusi mengenai proses penyakit harus dilakukan di awal.Akan sangat


terlambat untuk membahas perawatan paliatif dan keinginan memjelang ajal
ketika pasien hampir meninggal.Seperti halnya semua pasien dalam tahap
kehidupan ini,komunikasi yang berkelanjutan adalah kunci dalam mencapai
tujuan mati dengan bermartabat.Keterampilan komunikasi yang diperlukan
dalam fase kehidupan ini sering kurang dalam pendidikan penyedia layanan
kesehatan.Sebagian besar pasien sadar bahwa mereka sekarat dan bersedia
berdiskusi tentang kematian mereka.Banyak pasien yang tidak menyadari
pilihan yang mereka miliki dan dapat lakukan.Ketika pasien mencapai tempat
di mana mereka ingin dan perlu mendiskusikan keinginan untuk tahap
kehidupan mereka,mereka sering bergantung pada penyedia layanan kesehatan
mereka untuk memulai percakapan. Diskusi ini perlu dilakukan sebelum
pasien menjadi terlalu sakit untuk berpartisipasi,karena keputusan ini tidak

5
hanya berdampak pada kehidupan mereka sendiri,tetapi juga kehidupan orang
yang mereka cintai.Ini terus menjadi salah satu masalah terbesar dalam
perawatan pasien menjelang ajal.

Pemberi layanan kesehatan jarang mengangkat masalah ini karena takut


pasien”hilang harapan”.Dalam suatu penelitian kualitatif yang dilakukan di
London, oleh Selman dkk.(2007) melaporkan bahwa ada berbagai pilihan
perawatan akhir-hidup yang dilaporkan oleh pasien dan pengasuh
mereka.Beberapa telah siap untuk mati dan lebih suka mati di rumah;mereka
yang memiliki mobilitas sangat terbatas mengatakan bahwa mereka tidak
ingin hidup mereka diperpanjang;anggota keluarga ragu-ragu untuk membuat
keputusan mengenai perawatan paliatif; dan tidak ada responden yang
mendiskusikan preferensi mereka dengan penyedia layanan kesehatan mereka.

Ketika berada di tahap akhir perjalanan penyakit,beberapa obat untuk gagal


jantung harus dilanjutkan karena mereka bersifat paliatif.Obat-obatan yang
sering dihentikan adalah statin,digoksin(karena keracunan meningkat sering
menurunnya fungsi ginjal).Selanjutnya, jika hipotensi,ACE-l,ARB,dan
antihipertensi lainnya harus dihentikan.Jika pasien kelebihan cairan,beta-
blocker harus digunakan.Depresi umum terjadi dan normal dan harus
diobati.Penghambat reseptor serotonin selektif biasanya ditoleransi dengan
baik dan meningkatkan kualitas hidup. Perangkat implan sering dimatikan
selama periode ini,tetapi ini harus di tangani pada awal proses penyakit dan
disetujui oleh pasien, keluarga,dan penyedia layanan kesehatan dan juga harus
dimasukkan dalam advanced directives(Dyne,2010).

Sekarang perawatan paliatif telah dipelajari secara luas pada populasi pasien
gagal jantung, perawat perlu mengambil keuntungan dari temuan penelitian
dan mendiskusikan dengan pasien opsi tersebut. Kami mencerminkan standar
perawatan ini.

6
2.5. Palliative Care issues for Patients with Chronic Lung Disease
Manajemen gejala penting dalam perawatan paliatif klien dengan PPOK
walaupun tidak mengubah trajektori penyakit atau peluang bertahan hidup.
Dyspnea dan kecemasan biasanya terkait dengan PPOK tahap akhir (Meier et
al., 1998). Dyspnea juga dapat dikaitkan dengan cor pulmonale, yang
merupakan tanda dan indikator outcome PPOK yang buruk. Namun, pada
orang lansia dengan PPOK, dispnea dan keluhan sesak napas mungkin sulit
dipastikan.Dyspnea adalah gejala subyektif dari sesak napas, tetapi lansia
dapat mengimbangi perkembangannya dengan mengurangi tingkat aktivitas
mereka.

Intervensi non-farmakologis untuk meredakan gejala dyspnea termasuk


mengatur posisi klien dengan meninggikan posisi kepala mereka atau ke
posisi yang nyaman di kursi.Lingkungan yang sejuk dapat mengurangi
persepsi dyspnea.Menyeimbangkan istirahat dan olahraga yang dapat
ditoleransi juga dapat membantu klien untuk bernapas lebih mudah.
Penghiburan dan kehadiran membantu dalam mengurangi kecemasan dan
akan mengurangi dyspnea.

Depresi dan kecemasan adalah hal umum pada pasien PPOK dan hal ini
berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas, penurunan status
fungsional, penurunan kualitas hidup dan kesulitan untuk bernapas.Prevalensi
kecemasan berkisar dari 10% - 96%.Peningkatan kecemasan dikaitkan
dengan peningkatan kesulitan bernapas.

Banyak pemberi pelayanan kesehatan tidak menyadari bahwa nyeri adalah


gejala umum di PPOK.Seringkali nyeri terjadi sebagai akibat dari kecemasan
dan depresi yang sering dialami oleh pasien PPOK.Karena kurangnya
pengetahuan, klien tidak secara rutin dinilai untuk nyeri, dan nyeri mereka
sering diabaikan.Selain itu, banyak personel kesehatan khawatir jika
mengobati nyeri dapat mengurangi dorongan pernapasan pasien, atau

7
mempercepat kematian mereka.Kesalahpahaman umum dan kurangnya
pengetahuan membuat nyeri dan depresi terkadang tidak ditangani dengan
tepat.

Ventilasi mekanik adalah intervensi, yang melibatkan pembuatan saluran


udara buatan untuk mengantarkan oksigen.Pada pasien PPOK tahap akhir, ini
bukanlah pilihan yang menawarkan banyak keuntungan.Ada peningkatan
risiko infeksi nosokomial terutama pada pasien PPOK.Sulit untuk menyapih
klien PPOK dari ventilator karena kelemahan otot diafragma dan pada lansia
terjadi penurunan respon fisiologis terhadap hipoksemia dan
hiperkarbia.Ventilasi mekanik juga meningkatkan risiko masalah jantung,
aspirasi, dan barotrauma.Semua opsi pemberian oksigen harus ditawarkan
kepada klien dan keluarga, bersama dengan resiko dan manfaat yang terkait
dengan perawatannya.Dalam pengaturan perawatan paliatif, terapi invasif dan
intrusive diminimalkan untuk meningkatkan kenyamanan.

2.6. Palliative Care Issues for Patients with ESRD


Perawatan paliatif modern telah mendapat banyak manfaat dari upaya
beberapa kelompok professional yang telah berusaha membuat pedoman
praktek klinis (PPK) yang bersifat umum atau khusus untuk populasi pasien
tertentu seperti ESRD. Pedoman perawatan paliatif umum termasuk
American Association of Colleges of Nursing Guidelines for End of Life Care
Hospice and Palliative Care Nursing Competenciens; dan National Quality
Forum Guidelines and Preferred Practice for Quality Palliative Care.
Pedoman khusus untuk perawatan pasien ESRD termasuk diantaranya dari
American Society of Nephorology berjudul “Shared Decision Making in the
Appropriate Initiation and Withdrawal from Dialysis”(ASN/RPA2000).
Pedoman ini dirancang untuk membantu para ahli nefrologi memutuskan
siapa yang akan benar –benar mendapat manfaat dari dialysis.

8
2.7. Palliative Care Issues for Patients with ESLD
Perkenalan dengan perawatan paliatif untuk pasien ELSD dan mereka yang
menunggu transplantasi adalah tantangan tersendiri. Banyak pasien merasa
baik selama bertahun- tahun setelah diagnosis dan kemudian gejala ESLD
muncul secara tiba-tiba. Hal ini menyebabkan waktu yang dibutukan untuk
mempersiapkan diri dan membentuk koping yang baik untuk menghadapi
penyakit progresif dan persiapan mendekati akhir kehidupan menjadi lebih
seedikit. Diskusi terkait menjelang ajal akan sulit karena pasien akan
memfokuskan harapan mereka untuk mendapatkan transplantasi yang akan
menyelamatkan jiwanya (Larson & Curtis 2006). Banyak spesialis bedah,
seperti dokter lainnya yang berfikir bahwa perawatan paliatif identik dengan
perawatan akhir hidup. Pada tahun 2005, American College of Surgeons
merilis sebuah pernyataan yang memperluas kebutuhan perawatan paliatif
pada semua pasien bedah apapun tahapan penyakitnya ke perawatan paliatif
(Potosek, Curry, Buss, & Chittenden, 2014). Adanya peningkatan dukungan
dalam komunitas transplantasi untuk integrasi perawatan paliatif sebagaimana
dibuktikan oleh pernyataan oleh Surgical Clinics of North America : “The
fields of transplantation and palliative care have a treasure trove of
experience that is lacking in the other that could be exchanged profitably with
a great sense of satisfaction for all”. Pernyataan tersebut menunjukkan mulai
terbukanya komunitas transplantasi untuk memulai dialog dengan perawatan
paliatif.

Saat ini perawatan paliatif dan perawatan hospis jarang ditawarkan kepada
pasien setelah mereka dikeluarkan dari daftar transplantasi. Peristiwa ini
sering dilakukan dengan penarikan dari perawatan khusus. Pasien merasa
ditinggalkan, dan beberapa hari kemudian ajal datang tanpa ada kesempatan
untuk mengoptimalkan perawatan menjelang ajal (Rosaro et al, 2004).
Strategi menyediakan perawatan paliatif bersamaan dengan terapi yang untuk
mengatasi penyakit sambil menunggu transplantasi memiliki potensi untuk
meningkatkan kualiatas hidup, kepuasan pasien dan mengurangi admisi ke

9
rumah sakit tanpa mengurangi kemungkinan transplantasi (Molmenti &
Dunn, 2005).

Keterlibatan perawatan paliatif setelah transplantasi adalah topik lain yang


menarik perhatian. Sebuah studi percontohan baru-baru ini menilai intervensi
perawatan paliatif dini untuk pasien setelah transplantasi hati yang
memerlukan masuk ke unit perawatan paliatif bedah (Surgical Intensive Care
Unit [SICU]). Intervensi ini melibatkan 104 pasien dan 31 kematian. Hasilnya
adalah penurunan angka Do Not Resuciate (DNR), lama perawatan di SICU
menurun, ada peningkatan komunikasi dan kepuasan keluarga serta
konsensus sebelumnya seputar tujuan perawatan tanpa mempengaruhi
mortalitas pasien (Lamba, Murphy, Mcvicker, Harris Smith, & Mosenthal,
2012).

2.8. Palliative care Issues for Patient with CND


Lintasan penyakit untuk pasien CND sering panjang dan tidak dapat
diprediksi.Ketidakpastian prognostic ini terkait dengan pasien, keluarga,
perawatan, dan pembiayaan.Pasien dengan CND memiliki kebutuhan
perawatan fisik dan emosional yang berat. Perawatan hospis atau di fasilitas
long-term care dapat mengurangi perawatan yang dilakukan oleh keluarga,
tetapi dapat menyebabkan perasaan kehilangan kendali serta perasaan
terisolasi. Memutuskan untuk memilih setting yang lebih disukai untuk
perawatan menjelang ajal mempertimbangkan banyak faktor; anggota
keluarga mungkin tidak setuju satu sama lain atau pasien sendiri. Perawat
dapat berfungsi sebagai pendengar tidak menghakimi, dapat membantu untuk
mengeksplorasi pilihan, dan memfasilitasi proses pengambilan keputusan
dengan anggota keluarga.

Anggota keluarga harus secara optimal menjadi bagian dari proses


pengambilan keputusan yang berkelanjutan di seluruh perjalanan penyakit.
Dalam kasus demensia, diskusi awal dan penugasan anggota keluarga yang

10
dipercaya untuk peran pengambilan keputusan ketika kapasitas pasien
berkurang sangat penting. Pada penyakit ini, ada banyak duka antisipatif yang
terjadi, dan anggota keluarga perlu didukung dalam menerima perasaan
mereka. Mengakui perasaan yang bertentangan, khususnya ketakutan dan
keinginan agar kematian terjadi, senormal dan sealami mungkin akan sangat
membantu. Diskusi awal tentang perjalanan penyakit yang jujur tetapi sensitif
diperlukan.

Koping pada tahap akhir penyakit neurodegenerative kronis baik secara fisik
dan emosional sangatlah sulit. Jangan menambah stress pada pasien terkait
beban keluarga. Diskusi tentang beban atau masalah perawatan jangan
dibicarakan di dekat pasien.Pasien harus merasa diperhatikan dan aman.

Dari perspektif perawatan paliatif, perawat di semua setting perlu


menggabungkan pengetahuan tentang penyakit, lintasannya dan gejala terkait
dengan menghargai nilai dan tujuan perawatan pasien dan
keluarganya.Kenyamanan dan intervensi untuk meningkatkan kualitas hidup
membantu orang untuk mengatasi berbagai gejala yang menyulitkan
mereka.Perawat tidak hanya menghabiskan banyak waktu berfokus pada
manajemen nyeri dan kontrol gejala, perawat juga bertanggung jawab untuk
menangani kebutuhan kualitas hidup pasien yang berada di akhir hidup
mereka. Anggota keluarga mungkin perlu bantuan untuk belajar bagaimana
menghindari hanya duduk di samping tempat tidur dalam diam, tetapi
berbagai momen yang berarti dengan orang yang mereka cintai. Anggota
keluarga harus tetap melibatkan pasien dalam kegiatan yang dirancang untuk
menyenangkan mereka, bermakna, dan terhubung secara sosial.Percakapan
hangat, terapi musik dan hewan peliharaan, pijat, dan kegiatan yang
dirancang untuk berbagi keindahan di dunia dan untuk mempertahankan
hubungan sosial harus menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari bagi pasien.

11
2.9. Palliative Care Issues for Patients with HIV/AIDS
Pasien dengan infeksi HIV di era pengobatan modern dapat dimasukkan ke
dalam paradigma “penyakit serius” yang mana integrasi awal perawatan
paliatif memainkan peran sebagai pelengkap untuk pengobatan penyakit yang
dengan alasan berikut :
a. Meskipun ada kemajuan terapeutik, AIDS dan komorbiditasnya tetap
menjadi penyebab kematian utama pada pasien HIV.
b. Individu dengan HIV/AIDS sering memiliki beban komorbid yang besar
baik medis atau psikososial, serta nyeri dan gejala lainnya, sepanjang
perjalanan penyakit. Selain itu, populasi pasien HIV akan menua dan
memiliki prevalensi komorbiditas dan multimorbiditas yang tinggi.
Ketika pasien bertahan lebih lama, mereka memiliki kebutuhan yang
lebih besar untuk manajemen gejala yang komprehensif dan kebutuhan
untuk dukungan psikososial, keluarga, dan perencanaan perawatan.
c. Ketidakpastian tentang prognosis dan keterbatasan anti retroviral therapy
(ART) (terutama efek samping dan kepatuhan) telah membuat
pengambilan keputusan tentang ACP dan masalah akhir kehidupan lebih
kompleks dan sulit daripada ketika perjalanan penyakit lebih seragam,
cepat, dan dapat diprediksi.

Komponen paling penting dari perawatan paliatif komprehensif termasuk


(1) mengeksplorasi pemahaman pasien tentang penyakit dan
prognosisnya, (2) mengkaji dan mengelola gejala, (3) konseling dan
menetapkan tujuan perawatan yang konsisten dengan nilai-nilai dan
preferensi pasien, (4) ACP, (5) memberikan dukungan psikososial,
spiritual, dan bantuan praktis, kepada pasien dan keluarga mereka, (6)
koordinasi dengan seluruh setting yang mempengaruhi akses dan
kepatuhan dengan perawatan, dan (7) membantu merencanakan
perawatan di akhir kehidupan, termasuk menentukan kebutuhan akan
perawatan hospis.

12
Nyeri adalah gejala yang sangat sering terjadi pada pasien yang terinfeksi
HIV. Contohnya, analisis data dari 124 pasien yang mengunjungi klinik
rawat jalan paliatif di pelayanan primer menemukan, nyeri adalah alasan
paling utama untuk rujukan (95%), sebagian besar (90%) nya adalah
nyeri kronis. Masalah lain yang biasa ditangani adalah depresi (48%),
kecemasan (21%), insomnia (30%), dan konstipasi (32%).

Memberatnya gejala tidak terkait dengan jumlah CD4, kecuali pada


pasien dengan AIDS, dengan jumlah CD4 <200 sel/mikroL.Hubungan
gejala dan viral load masih kurang jelas.Namun, kepatuhan terhadap
ART dikaitkan dengan berat gejala yang lebih rendah, dan sebaliknya
ketidakpatuhan menggunakan ART dikaitkan dengan berat gejala
persisten.

Membahas tujuan perawatan adalah komponen penting dari ACP, dan ini
dimulai dengan mengeksplorasi apa yang penting bagi pasien. Beberapa
pasien merasa bahwa hidup selama mungkin adalah yang paling penting,
bahkan jika itu berarti bahwa mereka harus menjalani intervensi yang
sangat memberatkan, seperti penggunaan ventilasi mekanik yang lama,
yang merusak kualitas hidup mereka. Orang lain mungkin ingin
menghabiskan sisa waktu mereka di rumah dengan orang yang mereka
cintai, tanpa harus pergi ke rumah sakit, bahkan jika ini membahayakan
kelangsungan hidup mereka. Perawatan terbaik harus mendukung pasien
dalam menjalani sisa hidup mereka sesuai dengan keinginan mereka.

ACP tidak terlalu sering dibicarakan pada pasien HIV. Kurangnya ACP
paling sering dikaitkan dengan pendapatan rendah, diikuti oleh tingkat
keparahan penyakit yang lebih rendah, tingkat pendidikan yang rendah,
ras kulit hitam atau Hispanik, jenis kelamin perempuan, usia yang lebih
muda, penggunaan narkoba suntikan, dan isolasi social. Factor yang
terkait dengan memiliki ACP adalah keparahan penyakit, keganasan, atau
penyakit ginjal kardiovaskuler, neurologis, atu kronis.

13
Dua tantangan utama yang umumnya muncul pada individu dengan
infeksi HIV pada akhir kehidupan: menghentikan pengobatan terkait
HIV, dan kriteria masuk hospis. Kelanjutan versus penghentian obat
terkait HIV – Pergeseran kea rah akhir paliasi sering melibatkan
penghentian terapi pengobatan.Ketika terapi pengobatan masih
berkontribusi untuk kenyamanan di akhir kehidupan, terapi dapat
dilanjutkan setelah diskusi dengan pasien dan keluarga.

Untuk pasien dengfan HIV / AIDS yang mendekati akhir kehidupan,


salah satu keputusan terpenting adalah apakah dan kapan harus
menghentikan ART.Ini adalah keputusan yang sangat sulit untuk pasien
dan keluarga mereka karena terlihat seperti “menyerah”.Tidak ada
pedoman untuk menginformasikan dokter dan pasien tentang kapan harus
menghentikan ART atau profilaksis untuk infeksi oportunistik (IO), dan
seseorang harus mempertimbangkan resiko (beban seperti biaya, efek
samping, dan efek obat) dan manfaat ART dan profilaksis OI.Terutama
karena lebih banyak pasien yang meninggal akibat kondisi seperti gagal
hati atau kanker (yakni kematian bukan dari HIV /AIDS), keputusan
mengenai peran ART menjadi lebih kompleks.Setiap situasi unik;
namun, ada manfaat potensial untuk melanjutkan ART, bahkan pada
penyakit stadium akhir.

14
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

WHO mendefinisikan perawatan paliatif sebagai perawatan dengan pendekatan


multidisiplin dari segi fisik, psikososial, dan spiritual untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien dalam menghadapi penyakit terminal.Perawatan ini diberikan kepada
pasien dan keluarganya. Mayoritas pasien paliatif dewasa adalah mereka yang
mengalami penyakit terminal, contohnya: kanker, AIDS, dan penyakit
kardiovaskular. Perawatan paliatif berfokus pada upaya untuk meringankan
penderitaan, meningkatkan kualitas hidup pasien dan memberikan dukungan
kepada keluarga.Perawatan ini dapat diperkenalkan lebih awal sejak penyakit
terdiagnosis, saat upaya penyembuhan dan/atau saat usaha perpanjangan hidup
sedang berlangsung.

Diskusi mengenai end-of-life (EOL) pada pasien dengan perawatan paliatif


merupakan salah satu bentuk dari tugas dokter untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien, dalam hal ini adalah pasien-pasien dengan penyakit terminal. Aspek
kognitif, emosional, kualitas perawatan kesehatan, otonomi pasien, fungsi fisik,
sosial, spiritual dan keinginan pasien akan hal-hal lain merupakan aspek yang
harus dipertimbangkan dalam perawatan paliatif dan dapat menjadi bahan diskusi
EOL dengan pasien.

Diskusi EOL dapat dilakukan pada setiap kesempatan yang memungkinkan dan
sedini mungkin terutama agar pasien bisa menetapkan pilihannya selagi masih
berkompeten.Penjelasan prognosis disampaikan dengan jujur dan dengan bahasa
yang dapat dimengerti.Diskusi juga harus mencakup perawatan medis yang
disepakati bersama dengan memasukkan pandangan pasien tentang hidup dan
harapan pasien ke dalam pertimbangan perencanaan dan pengambilan tindakan
medis.Tujuan akhir diskusi EOL adalah untuk mempersiapkan kematian yang
baik melalui perawatan paliatif.

15
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/document/384136566/Aspek-Etik-Legal-Dan-Trend-Isu-
Keperawatan-Paliatif

https://www.academia.edu/5027013/Perawatan_palliatif

http://agus-prayogi.blogspot.com/2013/04/medikolegal-dalam-perawatan-
paliatif.html

https://www.alomedika.com/diskusi-mengenai-end-of-life-pada-pasien-paliatif

16

Anda mungkin juga menyukai