OLEH :
NIM : P201701095
KELAS : J3
KENDARI
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan
judul makalah “Konsep Terminal Illness, Manajemen Nyeri, Konsep Umum
Perawatan Kontemporer Dan Terapi Komplementer” , kami berterima kasih pada
Bapak Nazarudin., S.Kep., Ns., M.Kep. selaku Dosen mata kuliah Keperawatan
Paliatif yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Saya sangat berharap makalah
ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan mahasiswa
mengenai konsep penyakit terminal, manajemen nyeri, perawatan kontemporer dan
terapi komplementer.
Semoga tugas makalah ini dapat dipahami dan bisa menambah pengetahuan
mahasiswa dan pembaca lainnya. Sekiranya makalah ini dapat berguna bagi saya
sendiri dan bagi para pembaca. Sebelumnya saya juga mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ 2
DAFTAR ISI....................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 7
A. Kesimpulan............................................................................................. 22
B. Saran ...................................................................................................... 23
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
4
Kondisi terminal merupakan suatu proses yang progesif menuju kematian
berjalan melalui suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual
bagi individu. Berbagai penelitian telah dilakukan tentang bagaimana perilaku
klien terminal. Bila mereka atau keluarganya telah diberitahu bahwa penyakit
yang dideritanya tidak dapat disembuhkan lagi, dalam menghadapi hal tersebut
perawat harus mampu memberikan perawatan yang manusiawi, dengan
memperhatikan aspek biologis, psikologis dan spiritual (Yuke & Umi, 2017).
5
antar tim, 2) manajemen nyeri, 3) bimbingan dan pertimbangan budaya dalam
pengambilan keputusan, dan 4) dukungan emosional dan spiritual bagi paisen
dan keluarga (Anita, 2016).
Ketika seorang pasien divonis menderita suatu penyakit yang tidak bisa
disembuhkan, seketika itu pula kematian sudah berada di pelupuk mata. Sebagai
petugas kesehatan dalam hal ini sebagai perawat mempunyai tanggung jawab
terhadap segala hal yang menyangkut diri pasien, tentu hal ini tidak bisa
dibiarkan begitu saja. Harus ada daya dan upaya untuk mengangkat pasien dari
kegelapan dan memberikan harapan walau hanya sementara. Harapan yang
dimaksud disini bukanlah harapan untuk kesembuhan dari penyakit yang
diderita tetapi harapan untuk mendapatkan kenyamanan dan dukungan dari
lingkungan kepada diri pasien dalam menghadapi penyakitnya. Dukungan bisa
berupa pemberian semangat dari keluarga, petugas kesehatan, atau yang lainnya
sehingga pasien tidak merasa sendiri dalam menghadapi penyakitnya yang dapat
merenggut kehidupannya (Etika et al, 2017).
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana konsep dari terminal illnes atau penyakit mematikan?
2. Bagaimana konsep manajemen nyeri?
3. Bagimana konsep umum perawatan kontemporer dan terapi
komplementer pada pasien paliatif?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dari penyakit mematikan (terminal illness).
2. Untuk mengetahui konsep manajemen nyeri pada pasien paliatif.
3. Untuk mengetahui konsep umum dari perawatan kontemporer dan terapi
komplementer pada pasien paliatif.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
Makanan junk food yaitu makanan banyak lemak, tinggi kadar gula
namun rendah vitamin dan mineral merupakan makanan yang tidak
sehat, makanan yang tidak sehat merupakan faktor risiko yang
menyebabkan munculnya penyakit sepeeti penyakit jantung, kanker,
dan stroke.
Kolesterol yang susah larut (sering disebut kolesterol jahat)
merupakan jenis lemak yang harus dihindari karena dapat
menyebabkan plak atau lapisan yang dapat menyumbat pembuluh
darah. Makanan dengan zat kimia yang tinggi juga menyebabkan
muculnya penyakit kanker. Kurangnya mengonsumsi buah-buahan
dan sayur-sayuran juga tidak baik untuk tubuh. Buah-buahan dan
sayuran mengandung serat dan antioksidan (zat yang dapat
memperlambat kematian sel) serta vitamin dan mineral.
b. Kurang olahraga
Tubuh perlu untuk senantiasa bergerak dan beraktivitas agar dapat
membakar kalori dan gula yang ada pada tubuh, selain itu juga
olahraga memungkinkan seseorang menghirup oksigen lebih banyak
dan mengeluarkan keringat yang membawa keluar zat yang tidak
berguna bagi tubuh. Jika kita tidak beraktivitas, gula yang tidak
dibakar akan diubah menjadi lemak dan lama-kelamaan
mengakibatkan kelebihan berat tubuh. Obesitas (kelebihan berat
badan) meningkatkan risiko terkena kanker, serangan jantung, dan
stroke.
c. Riwayat keluarga
Faktor keturunan dan sekaligus juga kebiasaan keluarga merupakan
faktor risiko terjadinya penyakit jantung, kanker, dan stroke. Jika ada
anggota keluarga yang mengalami penyakit jantung, kanker atau
stroke maka kemungkinan seseorang terserang penyakit tersebut juga
lebih tinggi.
8
d. Minum-minuman keras
Alkohol tidak baik untuk kesehatan karena merusak hati. Alkohol
juga menyebabkan tekanan darah naik sehingga berbahaya bagi otak
dan meningkatkan risiko terjadinya stroke dan serangan jantung.
e. Merokok
Merokok adalah faktor risiko terbesar yang dapat menyebabkan
kanker (Namora, 2016).
B. Manajemen Nyeri
Perry dan Potter cit Syamsiah dan Endang (2015) menyatakan bahwa
nyeri seringkali merupakan tanda yang menyatakan ada sesuatu yang secara
fisiologis terganggu yang menyebabkan seseorang meminta pertolongan. Nyeri
juga merupakan masalah yang serius yang harus direspons dan di intervensi
dengan memberikan rasa nyaman, aman dan bahkan membebaskan nyeri
tersebut. Nyeri adalah salah satu alasan paling umum bagi pasien untuk mencari
bantuan medis dan merupakan salah satu keluhan yang paling umum (Syamsiah
dan Endang, 2015).
Manajemen nyeri atau pain management adalah satu bagian dari disiplin
ilmu medis yang berkaitan dengan upaya-upaya menghilangkan nyeri atau pain
relief (Potter dan Perry cit Syamsiah dan Endang, 2015). Penanganan nyeri bisa
dilakukan secara farmakologi yaitu dengan pemberian analgesik dan penenang.
Sedangkan secara non farmakologi melalui distraksi, relaksasi, kompres hangat
atau dingin, aromaterapi, hypnotis, dll. Pengkombinasian antara teknik non
farmakologi dan teknik farmakologi adalah cara yang efektif untuk
menghilangkan nyeri terutama nyeri yang sangat hebat yang berlangsung berjam-
jam atau bahkan berhari-hari. Pemberian analgesik narkotik seperti morfin dan
kodein dapat memberikan efek penurunan nyeri dan kegembiraan karena obat ini
membuat ikatan dengan reseptor opiat dan mengaktifkan penekan nyeri endogen
pada susunan saraf pusat. Analgesik nonnarkotik seperti aspirin, asetaminofen,
9
dan ibuprofen selain memiliki efek antiinflamasi dan antipiretik. Obat golongan
ini menyebabkan penurunan nyeri dengan menghambat produksi prostaglandin
dari jaringan yang mengalami trauma atau inflamasi (Smeltzer dan Bare cit
Septy, Sudaryanto & Irena, 2018).
Selain penanganan secara farmakologi, cara lain adalah dengan
manajemen nyeri non farmakologi dengan melakukan teknik relaksasi, yang
merupakan tindakan eksternal yang mempengaruhi respon internal individu
terhadap nyeri. Manajemen nyeri dengan tindakan relaksasi mencakup relaksasi
otot, nafas dalam, masase, meditasi dan perilaku. Teknik relaksasi nafas dalam
merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat
mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat
(menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana mengembuskan nafas
secara perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas
dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi
darah. Massase didefinisikan sebagai tindakan penekanan oleh tangan pada
jaringan lunak, biasanya otot tendon atau ligamen tanpa menyebabkan
pergeseran atau perubahan posisi sendi guna menurunkan nyeri, menghasilkan
relaksasi, dan atau meningkatkan sirkulasi (Septy, Sudaryanto & Irena, 2018).
10
memberikan perhatian khusus terhadap penderita, penanggulangannya serta
kesiapan untuk menghadapi kematian (Anita, 2016).
2. Hospice care
11
paliatif dan perawatan hospis memiliki makna yang sama. Akan tetapi,
“semua perawatan hospis adalah perawatan paliaitf, namun tidak semua
perawatan paliatif adalah perawatan hospis”. Hospice care adalah
organisasi perawatan kesehatan komunitas dalam merawat pasien yang
menjelang ajal dengan mengkombinasikan filosofi hospice dengan prinsip-
prinsip perawatan paliatif. Filosofi hospice menganggap menjelang ajal
juga termasuk menatalaksanakan kebutuhan fisik, psikologis, sosial, dan
spiritual pasien dan keluarga (Eva, 2015).
12
bagian dari telehealth yang memiliki konsep yang lebih luas. Telehealth
adalah penggunaan elektronik informasi dan teknologi telekomunikasi
untuk mendukung pelayanan kesehatan jarak jauh, pasien dan tenaga
kesehatan yang professional yang berkaitan dengan pemberian edukasi,
kesehatan umum, dan masalah administrasi (Office for The
Advancement of Telehealth dalam Eva Novianti, 2015).
Definisi lain dari beberapa literatur menjelaskan bahwa
telemedicine merupakan aplikasi medis klinis, dimana informasi klinis
disampaikan melalui teknologi telekomunikasi, internet, atau jaringan
lain, terdiri dari kegiatan konsultasi, diagnostik, atau pelayanan medis
lainnya pada daerah pedalaman dan umum, bukan untuk mencari
keuntungan rumah sakit, dan fasilitas pelayanan kesehatan primer
bekerja sama dengan akademik health senter dan faslitias pelayanan
tersier. Telemedicine komunikasi sistem meliputi resolusi yang tinggi,
peralatan interaktif video konferens dengan kemampuan audio dan
video, keamanan ISDN atau IP lines, diagnostik kamera yang meliputi
hand held kamera, dan peralatan medis. ISDN adalah sistem digital
koneksi telepon, yang bisa mentransmisikan suara, data, dan video
secara simultan selama terhubung (Eva, 2015).
b. Efektivitas Penerapan Telemedicine dalam Perawatan Paliatif
Secara umum, penerapan telemedicine bisa diterima untuk
meningkatkan akses pelayanan. Telemedicine merupakan alternatif
konsultasi modern dibandingkan konvensional face to face dalam
perawatan pediatrik paliatif. Idealnya komponen dari telemedicine
konsultasi PPC sama dengan konsultasi saat tatap muka langsung
(Bradford et al., dalam Eva, 2015).
Teknologi yang semakin maju membuat telemedicine bisa
diterapkan di rumah sehingga bisa membantu tenaga kesehatan yang
terlatih untuk memberikan perawatan paliatif dan memberi dukungan
13
pada anak dan keluarga. Sebagai contoh video konsultasi sudah banyak
diterapkan di rumah dengan tujuan: meminimalkan gejala, memberi
dukungan dan saran, melanjutkan perawatan secara terus menerus,
memfasilitasi dan meningkatkan akses pelayanan untuk perawatan yang
spesial (Bradford, Young, Armfild, Herbert, & Smith dalam Eva, 2015).
Di beberapa belahan dunia, masyarakat sebagian besar hidup di
daerah pedalaman di mana mereka kesulitan untuk mengakses setiap
waktu pelayanan kesehatan yang berkualitas, karena petugas kesehatan
yang kompetent dibidang perawatan paliatif anak berpusat pada daerah
pemukiman kota (urban area). Melalui inovasi perkembangan teknologi
telekomunikasi dan komputer, banyak bagian dari pelayanan kesehatan
bisa diterapkan untuk beberapa klien yang jauh terpisah dari petugas
kesehatan secara geografis. Telemedicine bisa dijadikan sebagai suatu
alternatif untuk mengcover klien yang jauh terpisah dari petugas
kesehatan. Telemedicine bisa diartikan secara luas sebagai transfer
elektronik medical data (resolusi gambar yang tinggi, suara ketika video
life, dan catatan pasien) dari satu loksi ke lokasi yang lain. Banyak
keuntungan yang diperoleh dari penerapan telemedicine yaitu:
menghilangkan jarak batasan secara geografis dan meningkatkan akses
pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada populasi yang tinggal
jauh dari pusat akses, mengurangi waktu perjalanan petugas kesehatan
yang tidak terlalu penting, mengurangi isolasi bagi pasien dan keluarga
yang tinggal di daerah pedalaman dengan cara mengupgrade
pengetahuan mereka melalui tele-edukasi (Bhowmik et al., 2015).
c. Penerapan Telemedicine
Penerapan telemedicine menurut WHO; Eva (2015) di
antaranya:
1) Tele-Health care yaitu penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi untuk pencegahan, promosi, dan memfasilitasi tenaga
14
kesehatan mengatasi jarak antara petugas kesehatan dan klien.
Tele-health dibagi menjadi teleconsultation dan telefollow-up.
2) Tele_Education yaitu penggunaan teknologi informasi dan
telekomunikasi untuk proses pembelajaran interaktif yang
fleksibel melalui jarak jauh.
3) Tele-Home Health Care yaitu penerapan telemedicine yang bisa
digunakan di rumah yang difokuskan untuk penyakit kronik.
15
kesehatan, praktik dan produk yang secara umum tidak menjadi bagian dari
pengobatan konvensional (Zulfah, Sri & Dyah, 2018).
2. Tujuan
a. Sebagai pengobatan pilihan lain diluar pengobatan medis.
b. Untuk memperbaiki fungsi sistem tubuh, terutama sistem kekebalan
dan pertahanan tubuh.
c. Lebih berserah diri dan ikhlas menerima keadaan (Nurul, 2019).
16
d. Terapi manipulatif dan sistem tubuh (didasari oleh manupulasi dan
pergerakan tubuh misalnya kiropraksi, macam-macam pijat, rolfiing,
terapi cahaya dan warna, serta hidroterapi.
e. Terapi energi : terapi yang berfokus pada energi tubuh (biofields) atau
mendapatkan energi dari luat tubuh (terapetik sentuhan, pengobatan
sentuhan, reiki, external qi gong magnet) terapi ini kombinasi antar
energi dan bioelektromagnetik (Zulfah, Sri & Dyah, 2018).
4. Pembahasan Jurnal
a. Jurnal 1: “Gambaran Penggunaan Pengobatan Tradisional,
Komplementer Dan Alternatif Pada Pasien Kanker Yang Menjalani
Radioterapi” Tahun 2018.
Kanker merupakan salah satu bentuk neoplasma (pertumbuhan
sel yang tidak terkendali) yang berfsifat ganas atau dapat menyebar ke
organ tubuh lainnya. Meskipun kanker merupakan salah satu
penyebab kematian terbesar , saat ini sebagian kanker dapat
disembuhkan. Tiga modalitas utama pengobatan kanker adalah
pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi, yang ketiganya dapat
disebut sebagai metode konvensional. Selain dengan menggunakan
terapi konvensional untuk mengobati kanker, beberapa pasien
cenderung melakukan segala usaha yang dapat dilakukan untuk
mengobati kankernya, mengelola gejalanya, dan mengatasi efek
samping yang dapat ditimbulkan dari proses pengobatannya.
Beberapa diantaranya mencoba menggunakan pengobatan tradisional,
alternatif, dan komplementer yang dalam bahasa inggris disebut
Traditional, Complementary, and Alternative Medicine (TCAM).
Hasil Sebanyak 54 dari 97 (55,67%) pasien kanker yang menjalani
radioterapi di RSUP Dr. Kariadi, menggunakan setidaknya satu jenis
pengobatan tradisional, komplementer dan alternatif. Hal ini sesuai
17
dengan sebuah studi literatur beberapa penelitian di berbagai negara
maju. Didapatkan variasi proporsi pasien kanker pengguna TCAM
adalah antara 9% - 88% dengan proporsi total 40%9. Alasan
terbanyak mengapa pasien kanker menggunakan TCAM adalah untuk
meningkatkan kualitas hidupnya, menyembuhkan kankernya dan
membantu pengobatan konvensional dalam menyembuhkan
kankernya. Jenis TCAM yang paling banyak digunakan oleh pasien
adalah vitamin, mineral, minyak, atau herbal (83,33%).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, didapatkan
proporsi pasien radioterapi kanker yang menggunakan setidaknya satu
jenis pengobatan tradisional, komplementer dan alternatif sebesar
55,67%. Berdasarkan data demografis pasien, tidak terdapat faktor
yang berhubungan dengan penggunaan pengobatan tradisional,
komplementer dan alternatif. Sumber informasi terbanyak mengenai
pengobatan tradisional, alternatif dan komplementer yang digunakan
pasien berasal dari teman (40,74%) diikuti internet (27,78%) dan
pasien lainnya (22,22%). Jenis pengobatan tradisional, komplementer
dan alternatif yang paling sering digunakan adalah vitamin, mineral,
minyak, atau herbal (83,33%). Terdapat anggota keluarga atau teman
dari sebagian besar (72,22%) pengguna pengobatan tradisional,
komplementer dan alternatif yang juga menggunakannya. Sebagian
besar (62,96%) pasien tidak meberitahukan penggunaan pengobatan
tradisional, komplementer dan alternatif kepada dokter.
b. Jurnal 2: “Complementary therapy for treating depressive symptoms:
A systematic review” Tahun 2017.
Depresi adalah kondisi mental yang ditandai oleh perasaan
sedih, kesepian, putus asa, rendah diri, dan mencela diri; tanda-tanda
yang menyertainya termasuk retardasi psikomotor atau, kadang-
kadang, agitasi, penarikan dari kontak interpersonal, dan gejala
18
vegetatif, seperti insomnia dan anoreksia. Depresi sering terjadi
bersamaan dengan penyakit medis serius lainnya seperti penyakit
jantung, stroke, kanker, HIV / AIDS, diabetes, dan penyakit
Parkinson.
Terapi komplementer menjangkau beragam perawatan untuk
depresi. Beberapa dikenal dan didukung oleh dokter sementara yang
lain tidak banyak didukung dan dikenal oleh komunitas medis
tradisional. Terapi komplementer adalah tepat sesuai dengan namanya
- sebuah 'pelengkap' untuk pengobatan berbasis ilmiah. Mereka
dimaksudkan sebagai tambahan untuk obat-obatan yang telah
dikonfirmasi efektif oleh penelitian. Mereka adalah yoga, akupunktur,
terapi warna, terapi relaksasi, pijat dll.
Berbagai Terapi Alternatif komplementer digunakan untuk
memperbaiki gejala depresi. Namun, buktinya tidak menarik untuk
semua terapi ini. Dalam tinjauan sistematis ini, 13 RCT ditemukan
yang menyelidiki terapi Pelengkap & alternatif dan depresi:
Refleksologi (1), Terapi Perilaku Kognitif (3), Yoga (1), terapi
Mindfulness (1), intervensi Reiki (1), Pijat aromaterapi (1), minyak
atsiri (1), terapi seni kreatif (1), pengobatan herbal (1), terapi musik
(1) dan pijat (1). Fakta-fakta ini membuat uji coba terkontrol ketat
penting untuk mengevaluasi nilai terapi spesifik dari setiap terapi
komplementer untuk depresi. Banyak jejak mengungkapkan bahwa
sebagian besar pasien kanker menderita depresi.
Salah satu bidang yang paling banyak diteliti adalah terapi perilaku
kognitif untuk gejala depresi. Ada tiga RCT dalam literatur 6-8 yang
menunjukkan bahwa CBT mungkin bermanfaat bagi pasien depresi
untuk periode waktu yang lebih pendek dan memiliki lebih sedikit
cacat dan durasi penyakit yang lebih pendek. Uji coba ini menyoroti
19
perlunya stratifikasi yang lebih ketat berdasarkan kategori klinis
depresi untuk uji coba dengan terapi perilaku kognitif.
c. Jurnal 3: “Aromatherapy, massage and reflexology: A systematic
review and thematic synthesis of the perspectives from people with
palliative care needs” Tahun 2019.
Terapi komplementer sering digunakan bersamaan dengan
terapi konvensional untuk membantu meringankan gejala dan
meningkatkan kesejahteraan. Beberapa ulasan telah menemukan
terapi komplementer nonkontak, seperti terapi musik, bermanfaat bagi
orang-orang dalam perawatan paliatif dengan mengurangi rasa sakit
mereka dan meningkatkan psikologis mereka dengan baik.
Akupunktur, meskipun merupakan bentuk terapi komplementer fisik,
tidak melibatkan kontak fisik dari terapis dan memiliki temuan
beragam berkaitan dengan efeknya pada rasa sakit, kesejahteraan
psikologis dan kualitas hidup dalam perawatan paliatif. populasi.
Keefektifan terapi yang melibatkan bentuk sentuhan terapis, seperti
aromaterapi, pijat, dan refleksiologi, juga tidak pasti. Terapi
komplementer paling populer yang ditemukan dalam 21 negara
Survei Sosial Eropa adalah manual body- terapi berbasis seperti
aromaterapi, pijat, dan refleksiologi, dan karena itu menjadi fokus
ulasan ini.
Bukti efektivitas terapi komplementer pada orang dengan
penyakit lanjut tidak pasti, namun orang masih tertarik untuk terlibat
dalam terapi komplementer. Wawasan tentang pengalaman orang-
orang tentang terapi komplementer dalam perawatan paliatif, manfaat
yang dirasakan, dan bagaimana mereka ingin diberikan, dapat
menginformasikan pedoman klinis dan menyarankan cara untuk
menguji terapi lebih tepat dalam evaluasi di masa mendatang.
20
Tujuan dari penelitian yaitu: Mengeksplorasi orang dengan
penyakit lanjut, pengalaman dan persepsi manfaat dan bahaya
aromaterapi, pijat, dan pijat refleksi dan bagaimana mereka ingin
terapi ini diberikan. Hasil penelitian ini yaitu lima studi kualitatif
pada kanker stadium lanjut telah diidentifikasi. Tiga tema analitis
diidentifikasi: (1) Pengalaman selama terapi (peningkatan
kesejahteraan dan pelarian), (2) di luar sesi terapi komplementer
(manfaat jangka panjang dan evaluasi keseluruhan), dan (3)
pemberian terapi komplementer dalam perawatan paliatif ( nilai
terapis dan pemberian terapi komplementer).
Orang dengan pengalaman kanker lanjut mendapatkan manfaat
dari aromaterapi, pijat refleksi dan pijat termasuk peningkatan
kesejahteraan, istirahat, dan pelarian dari penyakit mereka. Intervensi
terapi komplementer harus dikembangkan melalui konsultasi dengan
populasi target untuk memastikan mereka diberikan dan dievaluasi,
jika memungkinkan, seperti yang mereka inginkan.
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perawatan paliatif care adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki
kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah berhubungan
dengan penyakt yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan
membantu meringankan penderitaan, identifikasi dini dan penilaian yang tertib
serta penanganan nyeri dan maslah lain baik fisik, psikososial dan spiritual.
Perawatan paliatif diberikan sejak diagnosa ditegakkan sampai akhir
hayat. Perawatan paliatif tidak berhenti setelah penderita meninggal, tetapi
masih diteruskan dengan memberikan dukungan kepada anggota keluarga yang
berduka. Perawatan paliatif mencakup pelayanan terintegrasi antara dokter,
perawat, pekerja social, psikolog, konselor spiritual, relawan, apoteker dan
profesi lain yang diperlukan. Perawatan paliatif adalah semua tindakan aktif
guna meringankan beban penderita, terutama yang tak mungkin disembuhkan.
Tindakan aktif yang dimaksud adalah menghilangkan nyeri dan keluhan lain,
serta mengupayakan perbaikan dalam aspek psikologis, sosial dan spiritual.
Penanganan penyakit terminal membutuhkan pelayanan kesehatan yang
komplek, mulai dari penegakan diagnosa sampai dengan penanganan dan
perawatannya bahkan sampai menjelang akhir kehidupannya. Para dokter
berpendapat pasien dengan penyakit terminal ini harus ditangani secara
kasuistik tetapi sulit dilakukan dikarenakan mereka tidak atau kurang
mengenal setiap pasiennya. Selain itu ada keterbatasan waktu untuk melakukan
semua kajian tersebut. Padahal ini terkait dengan bagaimana sebaiknya
memberikan perawatan pada pasien dengan penyakit terminal yang akan
menghadapi akhir hidupnya untuk memilih perawatan dan cara kematiannya
secara terhormat dan bermartabat.
22
B. Saran
Perawat harus memahami apa yang di alami klien dengan kondisi
terminal agar dapat menyediakan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga
pada saat-saat akhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal
dengan tenang dan damai. Perawat maupun tenaga medis lainnya juga dapat
memberikan edukasi kepada kelurga pasien terminal untuk melakukan
perawatan paliatif dirumah karena klien menjelang ajal harus dirawat dengan
respek dan perhatian yang secara umum berupa peningkatan kenyamanan,
pemeliharaan kemandirian, pencegahan kesepian dan isolasi, peningkatan
kekuatan spiritual, dan dukungan untuk keluarga yang berduka.
23
DAFTAR PUSTAKA
Anita, 2016, “Perawatan Paliatif Dan Kualitas Hidup Penderita Kanker”, Jurnal
Kesehatan, Vol. 7, No. 3, Hlm: 508-513.
Armstrong, Megan, Kate F., Nuriye K, et al., 2019, “Aromatherapy, massage and
reflexology: A systematic review and thematic synthesis of the perspectives
from people with palliative care needs”, Palliative Medicine , Vol. 33 No. 7,
Pg: 757 –769.
Kiran, Y. & Dewi, U.S.P., 2017, “Pengetahuan dan Sikap Perawat dalam Memenuhi
Kebutuhan Psikologis dan Spiritual Klien Terminal”, Jurnal Pendidikan
Keperawatan Indonesia, Vol. 3, No. 2, Hlm:182–189.
24
Pandey, Manoj, K & Pankaj, T, 2017, “Role of positive approaches towards illness in
coping with a terminal illness such as cancer and AIDS”, Indian Journal of
Positive Psychology, Vol. 8, No. 4, Hlm. 564-571.
Rufaida, Zulfa, Sri Wardini, P, & Dyah P, 2018, Terapi Komplementer, STIKes
Majapahit Mojokerto, Mojokerto.
25