Anda di halaman 1dari 26

KEHAMILAN DENGAN HIV

Disusun oleh :

Devi Ratna Puspita Sari 20210109253

Karlina Oktaviani A 20210109613

Muhammad Adib S 20210109180

Ria Elfama 20210109594

Yuliatin 20210109430

POLTEKKES KEMEKES SURAKARTA

JURUSAN KEPERAWATAN

PENDIDIKAN PROFESI NERS

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
berkat, rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah Keperawatan Maternitas dengan judul “Asuhan
Keperawatan Kehamilan dengan HIV” ini dengan tepat waktu. Makalah ini disusun
agar para pembaca lebih memahami mengenai asuhan keperawatan pada ibu hamil
dengan HIV.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih banyak terdapat
kekurangan dalam penulisannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat kita perlukan demi perbaikan makalah ini agar kedepannya makalah ini bisa
lebih baik lagi. Semoga dengan tersusunnya makalah ini, dapat memberikan manfaat
bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.

Surakarta, September 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................2
C. Tujuan......................................................................................................2
BAB II TIJAUAN TEORI
A. Definisi HIV/AIDS..................................................................................3
B. Etiologi HIV/AIDS..................................................................................3
C. Manifestasi Klinis HIV/AIDS..................................................................4
D. Pemeriksaan Penunjang Kehamilan dengan HIV/AIDS..........................5
E. Penatalaksanaan Kehamilan dengan HIV/AIDS.....................................5
F. Konsep Asuhan Keperawatan Kehamilan dengan HIV/AIDS................12
G. Analisa Jurnal...........................................................................................18
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................................21
B. Saran........................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan masa yang dimulai dari konsepsi sampai
lahirnya janin. Lamanya kehamilan normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9
bulan 7 hari) yang terdiri dari tiga trimester (Yuli, 2017). HIV atau Human
Immunodeficiency Virus adalah retrovirus yang menginfeksi sistem imunitas
seluler, mengakibatkan kehancuran ataupun gangguan fungsi sistem tersebut.
Jika kerusakan fungsi imunitas seluler berlanjut, akan menimbulkan berbagai
infeksi ataupun gejala sindrom Acquired ImmunoDeficiency Syndrome
(AIDS). The Joint United Nations Programme on HIV/ AIDS (UNAIDS)
melaporkan pada akhir tahun 2016 terdapat 36,7 juta orang di dunia hidup
dengan infeksi HIV, 2,1 juta di antaranya berusia kurang dari 15 tahun.
Diperkirakan pula bahwa 1,8 juta orang baru terinfeksi HIV setiap tahunnya
dan 1,4 juta wanita dengan infeksi HIV hamil setiap tahun (Hartanto dan
Marianto, 2019).
Proses persalinan merupakan sumber penyebaran yang akan
merugikan ibu dan bayi. Akibat transmisi maternal ke janin 220.000 anak di
dunia sekarang hidup dengan HIV. Di Indonesia 6,5 juta perempuan menjadi
populasi rawan tertular HIV, lebih dari 30% diantaranya melahirkan bayi yang
tertular HIV. Pada tahun 2015 diperkirakan telah terjadi penularan pada
38.500 anak yang lahir dengan infeksi HIV. Oleh sebab itu hendaknya perlu
dilakukan tes HIV kepada semua ibu hamil terlebih yang mempunyai perilaku
beresiko atau suaminya kemungkinan berperilaku beresiko misal sering keluar
kota atau bekerja diluar kota (Wulandari dan Setiyorini, 2019).

1
Dengan adanya kasus tersebut, kehamilan dengan HIV/AIDS
membutuhkan asuhan keperawatan yang baik untuk mencegah terjadinya
tranmisi dari ibu dengan postif HIV/AIDS kepada bayinya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi HIV/AIDS?
2. Apa etiologi HIV/AIDS?
3. Apa manifestasi klinis HIV/AIDS?
4. Apa saja pemeriksaan penunjang pada kehamilan dengan HIV/AIDS?
5. Bagaimana penatalaksanaan kehamilan dengan HIV/AIDS?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi HIV/AIDS.
2. Untuk mengetahui etiologi HIV/AIDS.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis HIV/AIDS.
4. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada kehamilan dengan
HIV/AIDS.
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan kehamilan dengan HIV/AIDS.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Kehamilan dan HIV/AIDS


Kehamilan merupakan masa yang dimulai dari konsepsi sampai
lahirnya janin. Lamanya kehamilan normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9
bulan 7 hari) yang terdiri dari tiga trimester (Yuli, 2017).
HIV atau Human Immunodeficiensy Virus adalah virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia (Noviana, 2016). Sedangkan
AIDS atau Acquired Immune Deficiency Sindrom merupakan kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh
retrovirus yaitu HIV yang menyebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh
secara simtomatis atau asimtomatis (Prayuda, 2015).

B. Etiologi HIV/AIDS

AIDS disebabkan oleh masuknya HIV kedalam tubuh. HIV


merupakan virus yang menyerang kekebalan tubuh manusia. HIV merupakan
retrovirus yang termasuk dalam famili lentivirus. Retnovirus merupakan virus
yang memiliki enzim (protein) yang dapat mengubah RNA, materi
genetiknya, menjadi DNA. Kelompok ini disebut retrovirus karena virus ini
membalik urutan normal yaitu DNA diubah (diterjemahkan) menjadi RNA
(Gallant, 2010).

Retrovirus mengubah asam rebonukleatnya (RNA) menjadi asam


deoksiribunokleat (DNA) setelah masuk kedalam sel pejamu (Nurrarif &
Hardhi, 2015). Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari
lima fase yaitu:

3
1) Periode jendela: lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak
ada gejala
2) Fase infeksi HIV primer akut: lamanya 1 – 2 minggu dengan gejala flu
like illness
3) Infeksi asimtomatik: lamanya 1 – 15 atau lebih tahun dengan gejala tidak
ada
4) Supresi imun simtomatik : diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat
malam hari, berat badan menurun, diare, neuropati, lemah, rash,
limfadenopati, lesi mulut
5) AIDS: lamanya bervariasi antara 1 – 5 tahun dari kondisi AIDS pertama
kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada
berbagai sistem tubuh, dan manifestasi neurologis

C. Gejala HIV/AIDS
Pada awalnya, seseorang yang terkena virus HIV umumnya tidak
menunjukkan gejala yang khas (asimtomatik). Penderita hanya mengalami
demam selama 3-6 minggu, tergantung dari daya tahan tubuh saat
mendapatkan kontak virus HIV tersebut. Setelah kondisi mulai m embaik,
orang yang terkena virus HIV akan tetap sehat dalam beberapa tahun. Namun
demikian, perlahan-lahan kekebalan tubuhnya mulai menurun sehingga jatuh
sakit karena serangan demam yang berulang (Prayuda, 2015).
Gejala orang yang terinfeksi HIV menjadi AIDS bisa dilihat dari 2
gejala yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum
terjadi):
Gejala mayor :
1. Berat badan menurun lebih dari 10 % dalam 1 bulan.
2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan.
3. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan.

4
4. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis.
5. Demensia/HIV ensafalopati.
Gejala minor :
1. Batuk menetap lebih dari 1 bulan.
2. Dermatitis generalisata.
3. Adanya herpes zostermulti segmental dan herpes zoster berulang.
4. Kandidias orofaringiel.
5. Herpes simpleks kronis progresif.
6. Limfadenopati generalisata.
7. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.
8. Retinitis virus sitomegalo (Noviana, 2016).

D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan pada wanita hamil dengan HIV positif harus dilakukan secara
ketat, antara lain :
1. Pengukuran kadar plasma dan CD4 limfosit T harus diulang 4-6 kali
setiap bulan selama kehamilannya.
2. Pemeriksaan intoksikasi obat seperti pemeriksaan jumlah sel darah merah,
ureum, elektrolit, laktat, dan gula darah.
3. Ultrasonografi mendetail tentang adanya anomali janin.

E. Penatalaksanaan Kehamilan dengan HIV


Tujuan perawatan saat kehamilan pada ibu positif HIV/AIDS adalah
untuk mempertahan kesehatan dan status nutrisi ibu, serta mengobati ibu agar
jumlah viral load tetap rendah sampai pada tingkat yang tidak dapat dideteksi.
Dengan kerja sama yang baik antar tenaga kesehatan maka faktor risiko yang
terjadi dapat dihindari sehingga penularan perinatal berkurang.

5
Tatalaksana pada ibu hamil dengan HIV positif untuk mengurangi
penularan vertikal ke bayi (Wulandari dan Setiyorini, 2016) :
1. Tata laksana pada masa antenatal (hamil) adalah sebagai berikut
a. Konseling dan Tes Antibodi HIV terhadap Ibu
Petugas yang melakukan perawatan antenatal di puskesmas maupun di
tempat perawatan antenatal lain sebaiknya mulai mengadakan
pengamatan tentang kemungkinan adanya ibu hamil yang berisiko
untuk menularkan penyakit HIV kepada bayinya. Anamnesis yang
dapat dilakukan antara lain dengan menanyakan apakah ibu pemakai
obat terlarang, perokok, mengadakan hubungan seks bebas, dan lain-
lainnya. Bila ditemukan kasus tersebut di atas, harus dilakukan
tindakan lebih lanjut.
Risiko penularan HIV secara vertikal dapat berkurang sampai
1-2% dengan melakukan tata laksana yang baik pada ibu dan anak.
Semua usaha yang akan dilakukan sangat tergantung pada temuan
pertama dari ibu-ibu yang berisiko. Oleh karena itu, semua ibu usia
subur yang akan hamil sebaiknya diberi konseling HIV untuk
mengetahui risiko, dan kalau bisa, sebaiknya semua ibu hamil
disarankan untuk melakukan tes HIV-1 sebagai bagian dari perawatan
antenatal, tanpa memperhatikan faktor risiko dan prevalensi HIV-1 di
masyarakat. Akan tetapi, ibu hamil sering menolak untuk dilakukan tes
HIV, karena peraturan yang memaksa ibu hamil untuk dites HIV
belum ada. Cukup banyak ibu hamil sudah terinfeksi HIV-1 pada saat
masa pancaroba dan dewasa muda yang justru pada masa ini mereka
tidak terjangkau oleh sistem pelayanan kesehatan. Pada hal pada masa-
masa ini banyak terjadi penularan melalui hubungan seks bebas, dan
juga banyak sebagai pengguna obat terlarang.

6
Kepada mereka harus diberi konseling dan disarankan untuk
dilakukan tes infeksi HIV-1. Kemudian, jika ditemukan ada ibu hamil
yang terinfeksi HIV dan sebagai pengguna obat terlarang, maka harus
dimasukkan ke dalam program pengobatan atau program detoksifikasi.
Ibu yang sudah diketahui terinfeksi HIV sebelum hamil, perlu
dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui jumlah virus di dalam
plasma, jumlah sel T CD4+, dan genotipe virus. Juga perlu diketahui,
apakah ibu tersebut sudah mendapat anti retrovirus (ARV) atau belum.
Data tersebut kemudian dapat digunakan sebagai bahan informasi
kepada ibu tentang risiko penularan terhadap pasangan seks, bayi,
serta cara pencegahannya. Selanjutnya, ibu harus diberi penjelasan
tentang faktor risiko yang dapat mempertinggi penularan infeksi HIV-
1 dari ibu ke bayi.
b. Pencatatan dan pemantauan ibu hamil
Banyak ibu terinfeksi HIV hamil tanpa rencana. Ibu hamil
sangat jarang melakukan perawatan prenatal. Di samping itu, ibu-ibu
ini sering terlambat untuk melakukan perawatan prenatal. Kelompok
ibu-ibu ini juga sangat jarang melakukan konseling dan tes HIV pada
waktu prenatal, sehingga mereka tidak dapat dicatat dan dipantau
dengan baik. Catatan medis yang lengkap sangat perlu untuk ibu
hamil terinfeksi HIV termasuk catatan tentang kebiasaan yang
meningkatkan risiko dan keadaan sosial yang lain, pemeriksaan fisik
yang lengkap, serta pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui status
virologi dan imunologi. Pada saat penderita datang pertama kali harus
dilakukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan ini akan digunakan
sebagai data dasar untuk bahan banding dalam melihat perkembangan
penyakit selanjutnya. Pemeriksaan tersebut adalah darah lengkap,
urinalisis, tes fungsi ginjal dan hati, amylase, lipase, gula darah puasa,

7
VDRL, gambaran serologis hepatitis B dan C, subset sel T, dan jumlah
salinan RNA HIV.
Selanjutnya, ibu harus selalu dipantau. Cara pemantauan ibu
hamil terinfeksi HIV sama dengan pemantauan ibu terinfeksi HIV
tidak hamil. Pemeriksaan jumlah sel T CD4+ dan kadar RNA HIV-1
harus dilakukan setiap trimester (yaitu, setiap 3 - 4 bulan) yang
berguna untuk menentukan pemberian ARV dalam pengobatan
penyakit HIV pada ibu. Bila fasilitas pemeriksaan sel T CD4+ dan
kadar HIV-1 tidak ada maka dapat ditentukan berdasarkan kriteria
gejala klinis yang muncul.
c. Pengobatan dan profilaksis antiretrovirus pada ibu terinfeksi HIV
Untuk mencegah penularan vertikal dari ibu ke bayi, maka ibu
hamil terinfeksi HIV harus mendapat pengobatan atau profilaksis
antiretrovirus (ARV). Tujuan pemberian ARV pada ibu hamil, di
samping untuk mengobati ibu, juga untuk mengurangi risiko penularan
perinatal kepada janin atau neonatus. Ternyata ibu dengan jumlah
virus sedikit di dalam plasma (<1000 salinan RNA/ml), akan
menularkan HIV ke bayi hanya 22%, sedangkan ibu dengan jumlah
muatan virus banyak menularkan infeksi HIV pada bayi sebanyak
60%. Jumlah virus dalam plasma ibu masih merupakan faktor
predictor bebas yang paling kuat terjadinya penularan perinatal.
Karena itu, semua wanita hamil yang terinfeksi HIV harus diberi
pengobatan antiretrovirus (ARV) untuk mengurangi jumlah muatan
virus.
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2014) dalam Pedoman
Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak, tujuan
pemberian ARV adalah sebagai berikut:
1) Mengurangi laju penularan HIV di masyarakat.

8
2) Menurunkan angka kesakitan dan kematian yang berhubungan
dengan HIV.
3) Memperbaiki kualitas hidup ODHA.
4) Memulihkan dan memelihara fungsi kekebalan tubuh.
5) Menekan replikasi virus secara maksimal.
Pemilihan antiretrovirus untuk ibu hamil terinfeksi HIV sama
dengan ibu yang tidak hamil. Yang harus diketahui dari ibu hamil
terinfeksi HIV adalah status penyakit HIV (beratnya penyakit AIDS
ditentukan berdasarkan hitung sel T CD4+, perkembangan infeksi
ditentukan berdasarkan jumlah muatan virus, antigen p24 atau
RNA/DNA HIV di dalam plasma), riwayat pengobatan antiretrovirus
saat ini dan sebelumnya, usia kehamilan, dan perawatan penunjang
yang diperlukan seperti perawatan psikiater, nutrisi, aktivitas seksual
harus memakai kondom, dan lain-lain. ARV cukup aman diberikan
kepada ibu hamil. Obat ini tidak bersifat teratogenik pada manusia, dan
tidak bersifat lebih toksik pada ibu hamil dibandingkan dengan ibu
tidak hamil. Walaupun demikian, pemantauan jangka pendek dan
jangka panjang tentang toksisitas dari paparan sampai penggunaan
kombinasi ARV untuk janin di dalam kandungan dan pada bayi adalah
sangat penting, karena keterbatasan informasi, dan data yang ada sering
tidak sesuai. Indikasi pemberian antiretrovirus pada wanita hamil sama
dengan pada wanita tidak hamil. Untuk wanita hamil yang sudah
mendapat pengobatan antiretrovirus, keputusan untuk mengganti obat
adalah sama dengan wanita tidak hamil. Rejimen kemoprofilaksis ZDV
diberikan tunggal atau bersama dengan antiretrovirus lain, mulai
diberikan pada usia kehamilan 14 minggu dan jangan ditunda. Karena
dengan menunda maka efektivitasnya akan menurun. Hal ini harus
didiskusikan dan ditawarkan kepada seluruh ibu hamil yang terinfeksi

9
agar risiko penularan HIV perinatal berkurang (Hartanto dan Marianto,
2019).

2. Tata laksana persalinan bagi ibu hamil positif HIV


Dalam upaya mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV
positif ke bayi yang dikandungnya, maka perlu dilakukan antisipasi dengan
memberikan pelayanan persalinan yang aman bagi ibu hamil HIV positif.
Untuk terlaksananya persalinan yang aman perlu direkomendasikan
kondisi-kondisi berikut ini:
a. Ibu hamil HIV positif perlu mendapatkan konseling sehubungan
dengan keputusannya sendiri untuk melahirkan bayi secara operasi
seksio caesaria ataupun persalinan normal. Jenis persalinan yang
disarankan pada wanita hamil dengan infeksi HIV dipengaruhi adanya
kontraindikasi obstetrik dan viral load pada usia gestasi 36 minggu.
Bagi wanita dengan viral load < 50 kopi/mL tanpa kontraindikasi
obstetrik, disarankan persalinan per vaginam. Bagi wanita dengan viral
load > 400 kopi/mL, disarankan persalinan dengan seksio sesarea.
Untuk wanita dengan viral load 50 – 399 kopi/mL pada usia gestasi 36
minggu seksio sesarea dapat dipertimbangkan sesuai perkiraan viral
load, lama terapi, faktor obstetrik, dan pertimbangan pasien. Bagi
wanita dengan riwayat seksio sesarea dan viral load kurang dari 50
kopi/mL, dapat dicoba persalinan per vaginam. Saat seksio sesarea
yang disarankan adalah pada usia gestasi 38 hingga 39 minggu.
b. Pelaksanaaan persalinan, baik secara operasi seksio caesaria maupun
persalinan normal, harus memperhatikan kondisi fisik dari ibu hamil
HIV positif.
c. Tindakan menolong persalinan ibu hamil HIV positif, baik secara
operasi seksio caesaria maupun persalinan secara normal, harus
mengikuti standar kewaspadaan universal.

10
3. Tata Laksana Postnatal
a. Setelah melahirkan, ibu sebaiknya menghindari kontak langsung
dengan bayi.
b. Dosis terapi antibiotik profilaksis, ARV dan imunosuportif harus
diperiksa kembali.
c. Jika jumlah limfosit CD4 pada ibu diatas 200 dan 400, ibu disarankan
untuk menggunakan kontrasepsi pada saat berhubungan seksual.
d. Pemberian ASI pada ibu dengan HIV positif, tidak disarankanmeskipun
ibu sudah mendapat terapi ARV , karena ASI dapat membawa HIV dan
meningkatkan transmisi perinatal.
e. Saran suportif yaitu susu formula pada bayi sangat diperlukan untuk
mencegah gizi buruk pada bayi.

4. Tata Laksana Neonatus


a. Semua bayi harus diterapi dengan ARV < 4 jam setelah lahir
b. Untuk bayi beresiko tinggi terinfeksi HIV, seperti anak lahir dari ibu
yang tidak diobati, HAART tetap menjadi pilihan utama.
c. Pemberian profilaksis wajib dilakukan.
d. Tes IgA, IgM, kultur darah langsung dan deteksi antigen PCR
merupakan serangkaian tes yang harus dijalakan oleh bayi pada umur 1
hari, 6 minggu dan 12 minggu. Jika semua tes tersebut negatif dan bayi
tidak mendapatkan ASI, orang tua dapat menyatakan bahwa bayi
mereka tidak terinfeksi HIV. Konfirmasi dapat dilakukan lagi saat bayi
berumur 18-24 bulan.

11
F. Konsep Asuhan Keperawatan Kehamilan dengan HIV/AIDS
1. Pengkajian
a. Biodata Klien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan dan
identitas pasien lainnya.
b. Riwayat penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat
kelainan imun. Pada pasien dengan HIV/AIDS umumnya memiliki
riwayat tes HIV positif , riwayat perilaku beresiko tinggi, dan
menggunakan obat-obatan.
c. Pemeriksaan fisik
1) Aktivitas/istirahat
-Gejala : mudah lelah, malaise, perubahan pola tidur
-Tanda : kelemahan otot, menurunnya masa otot, respon fisiologis
aktivitas
2) Sirkulasi
-Gejala : penyembuhan yang lambat, perdarahan lama pada cidera
-Tanda : Pucat, sianosis
3) Pernafasan
-Gejala : nafas pendek progresif, batuk, sesak pada dada
-Tanda : perubahan bunyi nafas, adanya sputum
4) Eliminasi :
-Gejala : diare terus menerus, rasa terbakar saat miksi, perut kram
-Tanda : feses encer dengan atau tanpa mucus atau darah, nyeri
tekan abdominal, perubahan jumlah, warna dan karakteristik urin

12
5) Makanan/cairan
-Gejala : anoreksia, mual, muntah, disfagia
-Tanda : turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan
gusi yang buruk
6) Hygiene
-Gejala : tidak dapat menyelesaikan aktivitas perawatan diri
-Tanda : penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri
7) Neurologis
-Gejala : pusing, sakit kepala, kelemahan otot, perubahan
penglihatan
-Tanda : ansietas, kejang, reflex tidak normal
8) Keamanan
-Gejala : riwayat jatuh, demam berulang, berkeringat malam
-Tanda : perubahan integritas kulit, luka/abses, pelebaran kelenjar
limfe
9) Seksualitas
-Gejala : riwayat berperilaku seks dengan resiko tinggi,
menurunnya libido
-Tanda : herpes genetalia
10) Interaksi sosial
-Gejala : kesepian, adanya trauma dari penyakit HIV/AIDS
-Tanda : perubahan interaksi

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b. Intoleransi aktivitas
c. Penurunan koping keluarga
d. Resiko infeksi

13
3. Intervensi Keperawatan
a. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi.
Kriteria hasil :
1) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
3) Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi

Intervensi keperawatan :
1) Monitor kemampuan mengunyah dan menelan.
Rasional : intake menurun dihubungkan dengan nyeri tenggorokan
dan mulut
2) Monitor BB, intake dan ouput
Rasional : mengetahui perkembangan nutrisi pada pasien
3) Berikan informasi kepada pasien tentang kebutuhan nutrisi
Rasional : agar pasien memahami kebutuhan nutrisi yang baik
4) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam mencanakan diet pasien dengan
tepat.
Rasional : agar kebutuhan nutrisi pasien

b. Intoleransi aktivitas
Tujuan :

14
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah
intoleransi aktivitas dapat teratasi.
Kriteria hasil :
1) Mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri
2) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan
tekanan darah, nadi, RR
3) Tanda-tanda vital dalam batas normal

Intervensi Keperawatan :
1) Monitor respon fisiologis klien dalam beraktivitas
Rasional : mengetahui perkembangan respon fisiologis pasien
2) Bantu pasien untuk mengidentifikasi aktivitas
Rasional : pasien mampu melakukan aktivitas yang sesuai dengan
kekutan yang ada
3) Bantu pasien melakukan aktivitas yang diperlukan
Rasional : pasien mampu memenuhi aktivitasnya
4) Edukasi keluarga untuk selalu memberi dukungan dan membantu
pasien dalam beraktivitas
Rasional : pasien mampu beraktivitas dan didukung oleh support
dari keluarga

c. Penurunan koping keluarga


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah
penurunan koping keluarga dapat teratasi.
Kriteria hasil :
1) Koping keluarga meningkat
2) Hubungan pasien – pemberi kesehatan adekuat
3) Kesejahteraan emosi pemberi asuhan kesehatan keluarga

Intervensi keperawatan :

15
1) Beri dukungan dengan menyediakan informasi penting, advokasi,
dan dukungan selama proses perawatan
Rasional : meningkatkan koping keluarga

2) Beri penenangan, penerimaan, dan dorongan selama periode stress


Rasional : meningkatkan koping emosi dengan memberi dukungan
3) Beri fasilitas mengenai partisipasi keluarga dalam perawatan emosi
dan fisik pasien.
Rasional : keluarga terlibat dalam perawatan pasien
4) Beri dukungan keluarga dalam meningkatkan nilai, minat, dan
tujuan keluarga
Rasional : koping keluarga meningkat dengan dukungan yang kuat

d. Resiko infeksi
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah resiko
infeksi dapat teratasi.
Kriteria hasil :
1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2) Infeksi HIV tidak ditransmisikan
3) Tim kesehatan memperhatikan universal precautions dengan
kriteriaa kontak pasien dan tim kesehatan tidak terpapar HIV

Intervensi Keperawatan :
1) Monitor tanda-tanda infeksi baru
Rasional : mencegah bertambah beratnya infeksi
2) Gunakan teknik aseptik pada setiap tindakan invasif. Cuci
tangan sebelum meberikan tindakan.

16
Rasional : mencegah pasien terpapar oleh kuman patogen yang
diperoleh di rumah sakit.
3) Anjurkan pasien atau orang penting lainnya metode mencegah
transmisi HIV dan kuman patogen lainnya.
Rasional : mencegah transmisi HIV ke orang lain
4) Colaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi HIV/AIDS
Rasional : memberikan terapi yang sesuai untuk pasien

4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang sudah dibuat.

5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada setiap diagnosa yang muncul dalam asuhan
keperawatan.
Diagnosa 1 :
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan meningkatkanya berat
badan dan nafsu makan.
Diagnosa 2 :
Intoleransi aktivitas teratasi dengan tanda pasien mampu melakukan
aktivitas secara mandiri dan sesuai kebutuhan.
Diagnosa 3 :
Koping keluarga teratasi dengan berpartisipasinya keluarga dalam
perawatan klien.
Diagnosa 4 :
Resiko infeksi teratasi dengan tidak ada tanda dan gejala infeksi.

17
G. Analisis Jurnal
Jurnal 1
1. JUDUL
“Effectiveness of option B highly active antiretroviral therapy (HAART)
prevention of mother-to-child transmission (PMTCT) in pregnant HIV
women”
2. TAHUN
2014
3. PENULIS
Erastus K Ngemu , Christoper Khayeka-Wandabwa , Eliningaya J
Kweka , Joseph K Choge, Edward Anino and Elijah Oyoo-Okoth
4. ANALISIS
a. Population
Ibu hamil dengan HIV
b. Intervention
Pemberian ARV pada ibu hamil dan anak
c. Comparassion
(-)
d. Outcome
Jumlah CD4 rata-rata pada ibu setelah pemberian ARV secara
signifikan lebih tinggi dibandingkan sebelum pemberian ARV. Untuk
viral load pada ibu cukup signifikan dan berkurang setelah pemberian
ARV. Setelah pemberian ARV pada ibu hingga 90%, anak dipastikan
HIV negatif.

18
e. Time
Penelitian ini dilakukan sejak November 2009 - Januari 2011

Jurnal 2
1. JUDUL
“The effectiveness of interventions to improve uptake and retention of
HIV-infected pregnant and breastfeeding women and their infants in
prevention of mother-to-child transmission care programs in low- and
middle-income countries: protocol for a systematic review and meta-
analysis”
2. TAHUN
2015
3. PENULIS
Lisa M. Puchalski Ritchie, Monique van Lettow, Mina C.
Hosseinipour, Nora E. Rosenberg, Sam Phiri, Megan Landes, Fabian
Cataldo4, Sharon E. Straus and For the PURE consortium
4. ANALISIS
a. Population
Responden penelitian ini yaitu ibu hamil yang menderita HIV
b. Intervention
Pemberian antiretroviral pada ibu hamil dengan HIV/AIDS
c. Comparassion
(-)
d. Outcome
Hasil dalam penelitian ini adalah presentase wanita terinfeksi HIV
yang menerima atau memulai profilaksis atau pengobatan ARV,
presentase bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV yang menerima

19
atau memulai profilaksis ARV, dan presentase wanita dan bayi
yang dipertahankan dalam perawatan PMTCT. Persentase bayi
yang menyelesaikan tes HIV pasca pajanan pada 4–6 minggu
setelah lahir dan persentase bayi menyelesaikan pasca-pajanan tes
HIV pada 6 minggu setelah penghentian menyusui untuk semua
bayi dengan pajanan HIV yang dikenal sebagai direkomendasikan
oleh WHO.
e. Time
Penelitian ini dilakukan pada tahun 2015

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
HIV atau Human Immunodeficiensy Virus adalah virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Sedangkan AIDS atau Acquired
Immune Deficiency Sindrom merupakan kumpulan gejala penyakit akibat
menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh retrovirus yaitu
HIV yang menyebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh secara simtomatis
atau asimtomatis. Tujuan perawatan saat kehamilan pada ibu positif
HIV/AIDS adalah untuk mempertahan kesehatan dan status nutrisi ibu, serta
mengobati ibu agar jumlah viral load tetap rendah sampai pada tingkat yang
tidak dapat dideteksi. Penatalaksaan kehamilan dengan HIV/AIDS meliputi
penatalaksanaan antenatal, penatalaksanaan persalinan, penatalaksanaan
postnatal, dan penatalaksanaan neonatus. Asuhan keperawatan pada
kehamilan dengan HIV/AIDS yang baik sangat diperlukan demi kesehatan ibu
dan anak. Pendekatan kepada ibu dan dukungan emosional serta psikologis
kehamilan dengan HIV/AIDS juga perlu dilakukan agar pasien maupun
keluarga paham dengan pengobatan yang diberikan.

B. Saran
Sebagai seorang perawat kita hendaknya melakukan asuhan
kperawatan yang baik terhadap ibu positif HIV/AIDS dan juga selalu
memberi dukungan psikososial terhadap ibu hamil dengan positif HIV/AIDS.

21
DAFTAR PUSTAKA

Gallant, J. 2010. Tanya Jawab Mengenai HIV dan AIDS. Jakarta : PT. Indeks.
Hartanto & Marianto. 2019. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam
Kehamilan. CDK-Journal, 46(5) : 346-351.

Kemenkes, RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74


Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV. Jakarta :
Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Ngemu, E.K., Wandabwa, C.K, Kweka, E.J., Choge, J.K., Anino, E and Okoth, E.O.
2014. BMC Research Notes, 7 : 45.
Noviana, N. 2016. Konsep HIV/AIDS Seksualitas dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta
Timur: CV. Trans Info Media.
Nurarif , A.H., dan Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : Mediaction Publishing.
Prayuda, M.R. 2016. Pencegahan dan Tata Laksana HIV/AIDS. J Agromed Unila,
2(3), 232-236.
Ritchie, L.M.P., Lettow, M.V., Hosseinipour, M.C., Rosenberg, N.E., Phiri, S.,
Landes, M., Cataldo, F., Straus, S.E and For the PURE consortium. 2015.
Tinjauan Sistematis, 4 : 144.
Wulandari, N.A & Setiyorini, E. 2019. Asuhan Keperawatan Pada ODHA (Orang
dengan HIV/AIDS). Malang : Media Nusa Creative.
Yuli, R. 2017. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas, Aplikasi NANDA, NIC,
dan NOC. Jakarta : TIM.

22
23

Anda mungkin juga menyukai