Anda di halaman 1dari 16

A Infark Miokard Akut

Infark Miokard Akut adalah manifestasi klinis yang terjadi akibat oklusi dari
arteri koroner, yang menimbulkan terjadinya nekrosis dari sel miosit jantung pada area
yang disuplai oleh arteri tersebut. Infark miokard akut dapat menimbulkan sekuele yang
bervariasi, tergantung dari luasnya arteri koroner yang terkena. Dimulai dari nekrosis
pada area yang kecil hingga area yang luas, yang dapat menimbulkan syok kardiogenik
hingga kematian. (Boyle dan Jaffe, 2009).
Penyebab IMA paling sering adalah oklusi lengkap atau hampir lengkap dari
arteri koroner, biasanya dipicu oleh ruptur plak atherosclerosis yang rentan dan diikuti
pleh pembentukan trombus. Ruptur plak dapat dipicu oleh faktor-faktor internal maupun
eksternal. (M.Black, Joyce, 2014)
Faktor internal antara lain karakteristik plak, seperti ukuran dan konsistensi dari
inti lipid dan ketebalan lapisan fibrosa, serta kondisi bagaimana plak tersebut terpapar,
seperti status koagulasi dan derajat vasokontriksi arteri. Plak yang rentan paling sering
terjadi pada area dengan stenosis kurang dari 70 % dan ditandai dengan bentuk yang
eksentrik dengan batas tidak teratur; inti lipid yang besar dan tipis; dan pelapis fibrosa
yang tipis. (M. Black, Joyce, 2014).
Faktor eksternal berasal dari aktivitas klien atau kondisi eksternal yang
memengaruhi klien. Aktivitas fisik berat dan stress emosional berat, seperti kemarahan,
serta peningkatan respon sistem saraf simpatis dapat menyebabkan rupture plak. Pada
waktu yang sama, respon sistem saraf simpatis akan meningkatkan kebutuhan oksigen
miokardium. Faktor eksternal, seperti paparan dingin dan waktu tertentu dalam satu hari,
juga dapat memengaruhi rupture plak. Kejadian koroner akut terjadi lebih sering dengan
paparan terhadap dingin dan pada waktu–waktu pagi hari. Peningkatan respon sistem
saraf simpatis yang tiba-tiba dan berhubungan dengan faktor-faktor ini dapat berperan
terhadap ruptur plak. (M. Black, Joyce, 2014).
ALGORITMA SINDROM KORONER AKUT MENURUT AHA 2018

Simptom mengarah kepada Iskemia atau Infark

EMS dan persiapan rumah sakit:


 Monitor, lakukan ABC. Siapkan diri untuk melakukan RJP dan defibrilasi
 Jika ada, pasang EKG 12-sandapan; jika ada ST elevasi;
 Informasikan rumah sakit; catat waktu onset dan kontak pertama dengan tim medis
 Obat yang diberikan: aspirin, oksigen, nitrogliserin, dan morfin
 Rumah sakit yang dituju harus memobilisasi sumber daya untuk perawatan STEMI

 EKG 12 Lead (jika belum dilakukan sebelum ke  Nitrogliserin sublingual atau spray
rumah sakit)  Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang singkat
 Cek tanda vital; evaluasi saturasi oksigen yang terarah
 Jika saturasi O2 <90%, berikan oksigen 4 L/menit,  Lengkapi ceklis fibrionilis; cari kontrandikasi
titrasi  Periksa cardiac marker, elektrolit dan koagulasi
 Aspirin 160-325 mg (jika belum diberikan EMS)  Periksa chest X-ray portable (<30 menit)
 Nitrogliserin sublingual atau spray
 Pasang IV line dan berikan morfin jika diperlukan

KAJI EKG

ST Elevasi (STEMI) ST Segmen Normal


ST Depresi (NSTEMI)

 Mulai tata laksana terapi: Pertimbangkan admisi:


Heparin, NTG, B blockers Troponin meningkat atau
 Jangan tunda reperfusi pasien risiko tinggi  Monitor EKG dan cardiac
marker serial (termasuk
Pertimbangkan strategi troponin)
TIDAK invasive jika:  Pertimbangkan test diagnostic
Simptom ≤ 12 jam non-invasive
 Nyeri dada refrakter
 Deviasi ST berulang/menetap
YA  Hemodinamik tidak stabil Terdapat satu atau lebih keadaan:

 Perubahan EKG (ST


YA elevasi/ST depresi)
 Target balloon time  Peningkatan troponin
(PCI) kurang dari 90  Ketidaknyamanan dada
menit Terapi Tambahan: memburuk atau aritmia
 Target needle time -Nitrogilserin (IV/PO)
(fibrinolisis) kurang
dari 30 menit -Heparin (IM/IV) TIDAK
 Rawat di ruang bermonitor.  Pemeriksaan diagnostik non
keterangan -Pertimbangkan: Beta blocker
Nilai status risiko invasif abnormal
 Dilakukan secepatnya  Lanjutkan aspirin, heparin dan  Hasil EKG tidak normal
terapi lain sesuai indikasi YA
 Dilakukan kurang dari 10 menit
Sumber : ACLS Acute Coronary Syndrome  -ACE inhibitor/ARB
 Statin TIDAK
algorithm 2015
 Konsultasi ahli untuk mengkaji
faktor resiko Dapat dipulangkan
dengan follow-up
Berdasarkan langkah diagnostik tersebut di atas, dokter perlu segera menetapkan
diagnosis kerja yang akan menjadi dasar strategi penanganan selanjutnya. Yang dimaksud
dengan terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan diagnosis kerja
Kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum
ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau marka jantung. Terapi awal yang dimaksud adalah
Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat MONA), yang tidak harus diberikan semua
atau bersamaan.

1. Tirah baring
2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2 arteri
<95% atau yang mengalami distres respirasi
3. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam pertama,
tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri

4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui
intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A). Aspirin tidak bersalut lebih terpilih
mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih cepat
5. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)
a Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien STEMI yang direncanakan
untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik
b Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 75
mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk terapi reperfusi menggunakan
agen fibrinolitik, penghambat reseptor ADP yang dianjurkan adalah clopidogrel)

6. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang
masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat. jika nyeri dada tidak hilang
dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga
kali. Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang tidak responsif dengan terapi
tiga dosis NTG sublingual dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat
(ISDN) dapat dipakai sebagai pengganti
7. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi pasien yang
tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual.
Obat-obatan yang diperlukan dalam menangani SKA adalah:

1. Anti Iskemia
Penyekat Beta (Beta blocker). Keuntungan utama terapi penyekat beta terletak
pada efeknya terhadap reseptor beta-1 yang mengakibatkan turunnya konsumsi
oksigen miokardium. Terapi hendaknya tidak diberikan pada pasien dengan
gangguan konduksi atrio-ventrikler yang signifikan, asma bronkiale, dan disfungsi
akut ventrikel kiri. Pada kebanyakan kasus, preparat oral cukup memadai
dibandingkan injeksi.
2. Nitrat
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang mengakibatkan
berkurangnya preload dan volume akhir diastolik ventrikel kiri sehingga konsumsi
oksigen miokardium berkurang. Efek lain dari nitrat adalah dilatasi pembuluh darah
koroner baik yang normal maupun yang mengalami aterosklerosis.

a Nitrat oral atau intravena efektif menghilangkan keluhan dalam fase akut dari
episode angina
b Pasien dengan UAP/NSTEMI yang mengalami nyeri dada berlanjut
c sebaiknya mendapat nitrat sublingual setiap 5 menit sampai maksimal 3 kali
pemberian, setelah itu harus dipertimbangkan penggunaan nitrat intravena jika
tidak ada kontraindikasi
d Nitrat intravena diindikasikan pada iskemia yang persisten, gagal jantung, atau
hipertensi dalam 48 jam pertama UAP/NSTEMI. Keputusan menggunakan
nitrat intravena tidak boleh menghalangi pengobatan yang terbukti menurunkan
mortalitas seperti penyekat beta atau angiotensin converting enzymes inhibitor
(ACE-I).
e Nitrat tidak diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg
atau >30 mmHg di bawah nilai awal, bradikardia berat (<50 kali permenit),
takikardia tanpa gejala gagal jantung, atau infark ventrikel kanan.
f Nitrat tidak boleh diberikan pada pasien yang telah mengkonsumsi inhibitor
fosfodiesterase: sidenafil dalam 24 jam, tadalafil dalam 48 jam. Waktu yang
tepat untuk terapi nitrat setelah pemberian vardenafil belum dapat ditentukan
3. Calcium channel blockers (CCBs). Nifedipin dan amplodipin mempunyai efek
vasodilator arteri dengan sedikit atau tanpa efek pada SA Node atau AV Node.
Sebaliknya verapamil dan diltiazem mempunyai efek terhadap SA Node dan AV
Node yang menonjol dan sekaligus efek dilatasi arteri. Semua CCB tersebut di
atas mempunyai efek dilatasi koroner yang seimbang. Oleh karena itu CCB,
terutama golongan dihidropiridin, merupakan obat pilihan untuk mengatasi
angina vasospastik. Studi menggunakan CCB pada UAP dan NSTEMI umumnya
memperlihatkan hasil yang seimbang dengan penyekat beta dalam mengatasi
keluhan angina.

a CCB dihidropiridin direkomendasikan untuk mengurangi gejala bagi pasien


yang telah mendapatkan nitrat dan penyekat beta.
b CCB non-dihidropiridin direkomendasikan untuk pasien NSTEMI dengan
indikasi kontra terhadap penyekat beta.
c CCB nondihidropiridin (long-acting) dapat dipertimbangkan sebagai
pengganti terapi penyekat beta.
d CCB direkomendasikan bagi pasien dengan angina vasospastik.
e Penggunaan CCB dihidropiridin kerja cepat (immediate-release) tidak
direkomendasikan kecuali bila dikombinasi dengan penyekat beta.
4. Antiplatelet

a Aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanda indikasi kontra dengan
dosis loading 150-300 mg dan dosis pemeliharaan 75-100 mg setiap harinya
untuk jangka panjang, tanpa memandang strategi pengobatan yang diberikan.
b Penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama aspirin sesegera mungkin
dan dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada indikasi kontra seperti risiko
perdarahan berlebih.
c Penghambat pompa proton (sebaiknya bukan omeprazole) diberikan bersama
DAPT (dual antiplatelet therapy - aspirin dan penghambat reseptor ADP)
direkomendasikan pada pasien dengan riwayat perdarahan saluran cerna atau
ulkus peptikum, dan perlu diberikan pada pasien dengan beragam faktor
risiko seperti infeksi H. pylori, usia ≥65 tahun, serta konsumsi bersama
dengan antikoagulan atau steroid
d Penghentian penghambat reseptor ADP lama atau permanen dalam 12 bulan
sejak kejadian indeks tidak disarankan kecuali ada indikasi klinis.
e Ticagrelor direkomendasikan untuk semua pasien dengan risiko kejadian
iskemik sedang hingga tinggi (misalnya peningkatan troponin) dengan dosis
loading 180 mg, dilanjutkan 90 mg dua kali sehari. Pemberian dilakukan
tanpa memandang strategi pengobatan awal. Pemberian ini juga dilakukan
pada pasien yang sudah mendapatkan clopidogrel (pemberian clopidogrel
kemudian dihentikan)
f Clopidogrel direkomendasikan untuk pasien yang tidak bisa menggunakan
ticagrelor. Dosis loading clopidogrel adalah 300 mg, dilanjutkan 75 mg setiap
hari.
g Pemberian dosis loading clopidogrel 600 mg (atau dosis loading 300 mg
diikuti dosis tambahan 300 mg saat IKP) direkomendasikan untuk pasien
yang dijadwalkan menerima strategi invasif ketika tidak bisa mendapatkan
ticagrelor.
h Dosis pemeliharaan clopidogrel yang lebih tinggi (150 mg setiap hari) perlu
dipertimbangkan untuk 7 hari pertama pada pasien yang dilakukan
5. Inhibitor ACE dan Penghambat Reseptor Angiotensin
Inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) berguna dalam
mengurangi remodeling dan menurunkan angka kematian penderita pascainfark-
miokard yang disertai gangguan fungsi sistolik jantung, dengan atau tanpa gagal
jantung klinis. Penggunaannya terbatas pada pasien dengan karakteristik tersebut,
walaupun pada penderita dengan faktor risiko PJK atau yang telah terbukti
menderita PJK, beberapa penelitian memperkirakan adanya efek antiaterogenik.
B Bradikardi
Bradikardi adalah gangguan irama jantung di mana jantung berdenyut lebih lambat dari
normal, yaitu 60x/menit. Bradikardi disebabkan karena adanya gangguan pada nodus SA,
gangguan sistem konduksi jantung, gangguan metabolik (hipotiroidisme), dan kerusakan pada
jantung akibat serangan jantung atau penyakit jantung. Gejala yang timbul bervariasi, dari
asimtomatik hingga muncul gejala sinkop/hampir sinkop, dispneu, nyeri dada, lemah, dan pusing.

Algoritma Bradikardi menurut AHA 2010


Algoritma Bradikardi
Identifikasi dan tangani penyebabnya :

1. lihat saluran napasnya, bantu napasnya jika diperlukan


2. O2 bila terjadi hipovolemik
3. monitor jantung, monitor TD, dan oksimetri
4. pasang IV line
5. pasang EKG 12 lead

Bradikardi persistent menyebabkan :

1. Hipotensi
2. Penurunan kesadaran
3. Tanda- tanda shock
4. Nyeri dada
5. Gagal jantung akut

Bila tanda-tanda tersebut tdak ada hanya dimonitor dan diobservasi maka beri tatalaksana
sebagai berikut :

1. atropin 0.5 mg bolus IV diulang tiap 3-5 menit maksimal sampai 3 mg


2. Bila tidak berhasil lakukan transcutaneus pacemaker atau pemberian dopamine 2 –
10mcg / kgBB / menit atau pemberian Efinefrin 2 – 10 mcg / menit.

Sumber :

Neumar et al. Adult Advanced Cardiovascular Life Support 2010 American Heart
Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency
C Takikardi
Takikardia didefinisikan sebagai aritmia dengan denyut lebih dari 100 denyut
per menit, meskipun, seperti dengan mendefinisikan bradikardia, tingkat
takikardia lebih mungkin disebabkan aritmia dengan denyut lebih dari 150 denyut per
menit. Denyut jantung yang cepat merupakan respons terhadap stres fisiologis
(misalnya, demam, dehidrasi) atau kondisi lain yang mendasarinya. Ketika
menghadapi pasien dengan takikardia, upaya yang harus dilakukan untuk
menentukan apakah takikardia adalah mencari penyebab utama dari gejala yang
muncul atau penyebab sekunder untuk kondisi yang mendasarinya. Banyak ahli
menyarankan bahwa ketika denyut jantung >150 denyut per menit, tidak mungkin
bahwa gejala ketidakstabilan disebabkan terutama oleh takikardia kecuali ada
gangguan fungsi ventrikel. Takikardia dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara,
berdasarkan kompleks QRS, denyut jantung, dan keteraturan.

Algoritma takikardi dengan nadi menurut AHA 2010


Kardioversi dapat diberikan segera jika keadaan pasien sangat tidak stabil.
Sebaiknya dipasang infus dan diberikan sedasi dulu sebelum diberikan kardioversi.
Pemberiannya sinkron dengan kompleks QRS. Pemberikan kardioversi pada saat
komopleks QRS ini bertujuan untuk menghindari pemberian shock pada keadaan
refractory period. Jika diperlukan kardioversi namun tidak memungkinkan untuk
mensinkronisasi berikan shock energi tinggi yang tidak tersinkronisasi (dosis defibrilasi).

Kardioversi direkomendasikan karena shock yang diberikan dapat memutuskan


takiaritmia dengan mengganggu reentrant pathway yang merupakan penyebab dari :

1. Pasien dengan SVT yang tidak stabil


2. Pasien atrial fibrilasi yang tidak stabil
3. Pasien atrial flutter yang tidak stabil
4. Pasien monomorphic (regular) VT yang tidak stabil
Dosis kardioversi :
1. Atrial fibrilasi, energi inisial bifasik adalah 120J sampai 200J.
2. Atrial flutter dan SVT lainnya energi inisial bifasik, dosis awal 50J sampai 100J.
Kardioversi dengan gelombang monofasik mulai dari 200J
3. VT, energi monomorfik, inisial 100J.
4. Aritmia dengan polimorfik kompleks QRS (misalnya Torsades de Pointes) tidak
butuh kardioversi. Jika pasien dengan polimorfik VT, berikan penatalaksanaan
seperti VF dan berikan energi tinggi yang tidak tersinkronisasi.

Sumber :

Neumar et al. Adult Advanced Cardiovascular Life Support 2010 American Heart
Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency
D Cardiac Arrest
Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak,
bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung ataupun
tidak (American Heart Association, 2010). Henti jantung adalah hilangnya fungsi jantung
secara mendadak dan sangat tiba-tiba, ditandai dengan terjadinya henti napas dan henti
jantung (Pusbankes 118, 2010).Henti jantung atau cardiac arrest adalah hilangnya fungsi
jantung secara mendadak untuk mempertahankan sirkulasi normal darah untuk memberi
kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya akibat kegagalan jantung untuk
berkontraksi secara efektif. Tanda- tanda cardiac arrest menurut Pusbankes118 (2010)
yaitu: Ketiadaan respon; pasien tidak berespon terhadap rangsangan suara, tepukan di
pundak ataupun cubitan, Ketiadaan pernafasan normal; tidak terdapat pernafasan normal
ketika jalan pernafasan dibuka, Tidak teraba denyut nadi di arteri besar (karotis,
femoralis, radialis).

Sumber: Advance Life Support Group (2017)


Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan VT dan VF (Paradis dkk 2016)
Defibrilasi dilakukan pada kondisi cardiac arrest yang shockable yaitu dengan
irama ventrikel fibrilasi dan ventrikel takikardia dengan tanpa nadi. Segera setelah 5
siklus RJP dilakukan dan dilakukan penilaian dan masih ditemukan VF atau VT tanpa
nadi maka dapat segera dilakukan terapi defibrilasi dan langsung dilanutkan dengan
CPR selama 5 siklus atau 2 menit kemudian dilakukan penilaian ulang.
Adanya Automatic External Defibrilator (AED) ditempat umum sangat
membantu keberhasilan resusitasi pada cardiac arrest karena dapat defibrilasi dapat
dilakukan oleh tenaga seperti polisi, personil pemadam kebakaran, keamanan dan
bahkan orang awam sekalipun. Melalui analisis frekuensi, amplitudo dan gambaran
signal ECG, alat AED tersebut dapat digunakan untuk indikasi shock atau tidak ada
indikasi untuk shock. AED dipicu secara manual tidak secara otomatik mendefibrillasi
pasien.
Penilaian ulang RJP harus dinilai segera setelah dilakukan shock tanpa harus
istirahat untuk memeriksa pulse atau ritme dan harus dilanjutkan sampai lima siklus
(atau kira kira 2 menit bila pasien terintubasi) sebelum ritme dinilai ulang. Penolong
harus memeriksa denyut nadi karotis bilamana ritme yang teratur telah kembali.
Bilamana tidak ada pulse atau tidak ada indikasi shock dengan AED, RJP harus
dilanjutkan dengan menilai ritme setiap lima siklus
a) Intubasi, harus secara cepat dilakukan dengan interupsi kompresi dada dan
seminimal mungkin dan tanpa menunda defibrillasi, akan mengoptimalkan
oksigenasi dan pengeluaran CO2 selama resusitasi. Bila ada alatnya dikonfirmasi
dengan kapnografi. Jalur endotrakeal ini bisa dipakai untuk memberikan obat bila
akses Intra Vena sulit, misalnya naloxone, atropine, vasopressine, epinephrine dan
lidocaine (”NAVEL”). Obat diencerkan dengan 10ml NaCl steril dan diberikan 2
sampai 3 kali.
b) Defibrillasi. Ventricle Tachycardia (VT) dan Ventricle Fibrillation (VF) bila
berlangsung lama aktifitas jantung menurun dan akan sulit untuk dikonversi ke
ritme yang normal. Beberapa jenis terapi energy defibrilasi yang dapat dilakukan
sesuai indikasi disrtimia yang terjadi pada pasien :
1)) Biphasic waveform defibrillations. Energi optimal untuk mengakhiri VF yang
dipakai bergantung pada spesifikasi alat antara 120 – 200 Joule, bila tidak ada
pakai yang 200J. Bilamana VF berhasil diatasi tetapi timbul VF ulang, shock
berikut gunakan energi yang sama.
2)) Monophasic waveform defibrillators, masih digunakan di banyak institusi,
memberikan energi secara unidirectional. Energi awal dan energi harus 360J.
3)) Cardioversion untuk atrial flutter, disritmia supraventrikuler, seperti
paroxysmal supraventricular tachycardia (PSVT), dan VT dengan
hemodinamik yang stabil umumnya memerlukan energi 50 – 100 J
monophasic, lebih kecil dibandingkan dengan atrial fibrillation (AF) 100 –
120J. Energi optimal untuk kardioversi dengan biphasic waveform belum
diketahui. Energi 100 – 120J efektif dan dapat diberikan pada takiaritmia
yang lain. Kardioversi tidak akan efektif untuk terapi takikardia junctional
atau takicardia ektopik atau multifokal.
c) Pacing, Heart block high-grade dengan bradikardia yang menonjol adalah
etiologi cardiac arrest. Pacing temporer harus dipasang bila heart rate tidak
meningkat dengan terapi farmakologik.. Pacing transcutaneus adalah cara yang
mudah untuk meningkatkan rate ventrikel.
d) Akses intravena merupakan keharusan untuk resusitasi agar berhasil. Tempat
terbaik adalah vena sentral, vena jugularis interna, vena jugularis externa, vena
subclavia, vena femoralis atau vena perifer dengan kateter panjang, atau pendek
tetapi aliran harus lancar.
e) Obat obatan. Obat obat yang dipakai pada keadaan hemodinamik tak stabil,
iskemia atau infark miokard dan aritmia.
1)) Epinephrine masih merupakan terapi farmakologik utama pada cardiac arrest,
meskipun sedikit bukti akan memperbaiki survival. Efek vasokonstriksi
alpha-adrenergik pembuluh noncerebral dan noncoroner menimbulkan
kompensasi shunting darah ke otak dan jantung. Dosis tinggi tidak dianjurkan
karena dapat ikut menimbulkan disfungsi miokard. Dosis tinggi diindikasikan
pada overdosis beta-blockers atau Ca-channel blockers. Dosis yang
dianjurkan adalah 1.0 mg IV, ulangi tiap 3-5 menit, atau pemberian infus 1-
4mikro/menit. Epinephrine juga dipakai untuk bradikardia simptomatik
( bradikardia 0.01 mikro/kg; pulse arrest: 0.01mg/kg)
2)) Atropine bermanfaat pada bradikardia atau A-V block. Ini meningkatkan laju
irama sinus dan meningkatkan konduksi A V node oleh karena efek vagolitik.
Dosisi atropine untuk bradikardia atau A-V block adalah 0.5mg diulang tiap
3-5 menit sampai dososis total 0.04mg/kg. Untuk asystole, atropine diberilan
1mg bolus diulang tiap 3 – 5 menit bila perlu. Blok vagal total dicapai bila
dosis kumulatif 3 mg. ( 0.02mg/kg; dosis minimal 0.1mg, dosisi maksimal
0.5mg pada anak, 1.0 mg pada orang dewasa )
3)) Lidocaine dapat bermanfaat mengendalikan (bukan profilaksis) ektopik
ventrikel selama infark miokard akut. Dosis initial cardiac arrest adalah 1.0 –
1.5 mg/kg, dan ini dapat diulang 0.5 – 0.75 mg/kg bolus setiap 3 – 5 menit
sampai dosis total 3mg/kg. Infus kontinyu lidocaine 2 sampai 4 mg/menit
diberikan setelah resusitasi berhasil. Dosis lidocaine harus diturunkan pada
pasien dengan cardiac output menurun, fungsi hepar terganggu, atau umur
lanjut. (1mg/kg; infus, 20 -50mikro/kg/menit).
4)) Amiodarone obat yang paling bermanfaat dalam ACLS. Memiliki sifat sifat
antiaritmia, memperpanjang aksi potensial, blokade kanal natrium,
kronotropik negatif. Obat ini sangat efektif dan tidak memiliki efek
prodisritmik, sehingga disukai sebagai antidisritmia pada gangguan fungsi
kardiak yang berat. Dosis untuk VF dan VT yang tidak stabil, 300mg
diencerkan dalam 20 – 30 ml NaCl 0.9% atau Dextrose 5% secara cepat.
Untuk pasien dengan kondisi lebih stabil dosis 150mg diberikan dalam waktu
10 menit, dilanjutkan dengan infus 1mg/menit selama 6 jam kemudian
0,5mg/menit. Dosis maksimal adalah 2 g sehari. Efek samping yang timbul
segera adalah bradikardia dan hipotensi. Pada anak anak dosis loading
5mg/kg, dosis maksimum 15mg/kg/hari. Indikasi penggunaan amiodarone
adalah: (1) VT tidak stabil (2) VF sesudah gagal dilakukan defibrilasi elektrik
dan terapi adrenalin. (3) Mengendalikan laju jantung selama VT yang
monomorphic dan VT polymorphik (4) Mengendalikan laju ventrikel pada
aritmia atrium yang tidak berhasil dengan terapi digitalis. Atau bilamana
takikardia sekunder oleh jalur lain. (5) Bagian dari kardioversi elektrik PSVT
yang refrakter atau takikardia atrial.
5)) Dopamine memiliki aktifitas dopaminergik (pada dosis kurang dari
2mcg/kg/menit), beta-adrenergik (pada 2–5mcg/kg/menit), dan alpha
adrenergik (pada 5– 10mcg/kg/menit). Tapi efek adrenergik tersebut dapat
terjadi pada dosis terendah sekalipun. Mulai dengan 150 mcg/menit dan titrasi
sampai efek yang diinginkan (urine, tekanan darah meningkat, heart rate
meningkat).
6)) Beta blocker (atenolol, metoprolol dan propanolol) sudah dipakai untuk
pasien pasien dengan unstable angina, infark miokard. Obat obat ini
mengurangi iskemia rekurens, reinfark nonfatal, VF postinfark. Berbeda
dengan Penghambat calcium, beta blockers bukan inotrop negatif secara
langsung. Esmolol, berguna pula untuk terapi akut PSVT, AF, Atrial flutter,
ectopic atrial tachycardia. . Dosis initial dan lanjut bila tolerans adalah:
atenolol, 5mg selama 5 menit, ulangi sekali pada 10menit; metoprolol, 5mg
sebanyak tiga kali setiap 5menit; propranolol, 0,1mg/kg dibagi dalam tiga
dosis setiap 2 -3 menit; esmolol, 0.5mg/kg dalam 1menit dilanjutkan dengan
infus mulai dari 50mikrogram/menit.dan titrasi sampai 200mikrogram/menit.
Kontraindikasi adalah heart block derajat dua atau tiga, hipotensi dan
congetsive heart failure berat. Atenolol dan metoprolol, relatif lebih beta-1
blocker, lebih disukai daripada propranolol pada pasien dengan jalan napas
reaktif. Sebagian besar pasien dengan penyakit obstruktif menahun,
umumnya tolerans terhadap beta-blockers.
7)) Calcium channel blockers: Verapamil dan diltiazem melambatkan konduksi
dan meningkatkan masa refrakter di AV-node. Keduanya dipakai untuk
mengobati PSVT narrow complex yang tidak respons terhadap manuver vagal
atau adenosine. Keduanya dapat pula dipakai untuk mengendalikan laju
respons ventrikel pada AF atau atrial flutter. Dosis verapamil initial adalah
2.5 – 5.0 mg IV , dengan dosis selanjutnya 5 sampai 10mg IV diberikan tiap
15 – 30 menit. Diltiazem diberikan dengan dosis initial bolus 0.25mg/kg
sampai 0.35mg/kg dan infus 5 -15mg/jam bilamana perlu. Efek samping
hipotensi, eksaserbasi congestive heart failure, bradikardia. Hipotensi dapat
direverse dengan Calcium Chloride 0.5 – 1.0g IV
f) Pengakhiran RJP. Tidak ada guidelines yang mutlak menentukan kapan
mengehentikan resusitasi yang tidak berhasil, tetapi peluang survival kecil setelah
berlangsung 30 menit. Ini merupakan keputusan yang harus diambil oleh dokter
yang bertugas untuk menentukan kapan kardiovaskular gagal merespons bantuan
hidup dasar maupun bantuan hidup lanjut dan bahwa dinyatakan bahwa pasien
telah meninggal.

Anda mungkin juga menyukai