Makalah ini disusun dan diajukan untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah
Ilmu Kesehatan Anak
KELOMPOK 6
NAMA MAHASISWA:
1. Arbainah NIM 11194862311542
2. Erma Yuli Astuti NIM 11194862311556
3. Hidayati NIM 11194862311565
4. Mutiah NIM 11194862311588
5. Juniarti Hasni NIM 11194862311573
6. Try Rochida NIM 11194862311615
7. Yeni Hartati NIM 11194862311618
8. Zuleha NIM 11194862311620
i
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas penyusunan makalah yang berjudul “Neonatus Resiko Tinggi”.
Atas segala bimbingan dan bantuan yang diberikan dari berbagai pihak tersebut
maka penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:
1. Apt.Noval, S.Farm, M.Farm selaku Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Sari
Mulia Banjarmasin.
2. Ika Mardiatul Ulfa, SST, M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan Universitas Sari
Mulia Banjarmasin.
3. Nita Hestiyana, SST, .Kes selaku dosen pengampu mata kuliah Ilmu Kesehatan
Anak
Penulis menyadari adanya ketidaksempurnaan dari makalah ini, karenanya
penulis mengharapkan kritik maupun saran yang sifatnya membangun untuk
menyempurnakan laporan kasus akhir stase ini. Semoga hasil-hasil yang dituangkan
lewat laporan kasus akhir stase ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu kesehatan
umumnya dan khususnya dalam kebidanan.
Penyusun Makalah
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................3
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................3
D. Manfaat Penulisan........................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................6
A. Neonatus dengan Ibu Kecanduan NAPZA………………………………...5
B. Neonatus dengan Ibu Penderita Penyakit Infeksi (Herpes) ………………14
C. Neonatus dengan Omphalitis…………………………………………..…32
BAB III ASUHAN NEONATUS....................................................................44
BAB IV PENUTUP..........................................................................................65
A. Kesimpulan.................................................................................................65
B. Saran...........................................................................................................67
DAFTAR PUSTAKA
CONTOH SOAL
iii
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Neonatus adalah bayi baru lahir yang berusia sampai 28 hari, dimana
terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan dalam rahim menjadi diluar
rahim. Pada masa ini terjadi penyesuaian fisiologis dan adaptasi dari kehidupan
intrauterine ke ekstrauterin. Kurang baiknya penanganan bayi baru lahir sehat
menyebabkan kelainan-kelainan yang akan mengakibatkan cacat seumur hidup
bahkan kematian, Kejadian kematian pada neonatal sangat di tentukan oleh
kualitas pelayanan kesehatan yang dipengaruhi oleh perawatan pada saat
kehamilan, persalinan oleh tenaga kesehatan dan perawatan bayi baru lahir.
Upaya pemberian Asuhan Kebidanan Neonatus sejak dini secara
komprehensif dan melakukan upaya promotif dan preventif untuk mengantisipasi
terjadinya komplikasi pada neonatus. Melihat adanya risiko kematian yang tinggi
dan berbagai komplikasi pada minggu pertama, maka setiap neonatus harus
mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar lebih sering dalam minggu
pertama. Langkah ini dilakukan untuk menemukan secara dini jika terdapat
penyakit atau tanda bahaya pada neonatus sehingga pertolongan dapat segera
diberikan.
Efek narkoba pada bayi dalam kandungan tak bisa disepelekan.
Penggunaan narkoba oleh ibu hamil berpotensi besar menimbulkan berbagai
dampak buruk bagi janin, mulai dari berat badan bayi rendah, gangguan
perkembangan bayi, hingga kematian pada ibu dan janin
Infeksi TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalo dan Herpes Simplex-
virus) pada wanita hamil sering kali tidak menimbulkan gejala atau asimtomatik,
tetapi dampak serius bagi janin yang dikandungnya. Toxoplasmosis pada wanita
hamil dapat menyebabkan berbagai kelainan pada fetus. Pada infeksi rubella,
penelitian epidemiologi di India, menunjukan bahwa wanita usia subur rentan
1
2
untuk terkena infeksi ini. Infeksi pada saat hamil dapat menyebabkan kelainan
kongenital pada 10-54% kasus. Virus sitomegalo (CMV) pada individu dewasa
sering kali asimtomatik, tetapi pada kehamilan gejala klinis yang timbul menjadi
lebih berat. Infeksi oleh CMV berkaitan dengan keadaan sosioekonomi yang
rendah. Sedangkan virus herpes pada saluran reproduksi wanita hamil menjadi
sumber transmisi HSV ke janin pada trimester pertama kehamilan berkaitan
dengan peningkatan kejadian abortus spontan dan malformasi kongenital.
Infeksi maternal oleh organisme yang menyebabkan TORCH seringkali
sulit didiagnosis akibat gejala klinis yang seringkali tidak muncul. Oleh karena
itu, pemahaman penegakan diagnosis infeksi akut TORCH pada kehamilan yang
didasari pada hasil pemeriksaan serologi harus dipahami agar tidak terjadi over
diagnosis pada pasien. Pada tulisan ini akan dijelaskan tenang infeksi herpes
simpleks pada kehamilan yang berefek ke janin yang akan di lahirkan.
Bayi baru baru lahir bisa terpar penyakit infeksi, bisa dari jalan lahir pada
ibu yang mengandung bakteri, ini akan lebih gawat jika ibu hamil memiliki
penyakit infeksi aktif. Karena bayi bisa menghirup dan menelan cairan yang
megandung bakteri terbut, yang ada di jalan lahir. Selain proses persalinan, ada
juga bakteri dan virus yang ditularkan dari ibu hamil kepada bayi selama proses
kehamilan.
Bayi sangat memungkinkan mengalami infeksi tali pusat yang juga
membahayakan bagi bayi. Infeksi tali pusat pada bayi ini disebut dengan
omphalitis. Omphalitis biasanya menyerang pada hari dan minggu awal setelah
melahirkan dan biasanya infeksi ini tidak muncul setelah sebulan si kecil lahir.
Infeksi bayi baru lahir tetap menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas
di antara neonatus di negara-negara berpenghasilan rendah. Omphalitis
merupakan penyebab penting kematian neonatus dan Insiden omphalitis pada
bayi baru lahir (NB) di negara maju adalah 0,7%, meningkat menjadi 2,7 % di
negara berkembang.
3
D. Manfaat Penulisan
Makalah ini disusun dengan harapan dapat menambah wawasan dan
pengetahun tentang efek dan penatalaksanaaan dari bayi baru lahir dengan resiko
tinggi seperti bayi yanglahir dari ibu kecanduaan obat narkotika, psikotropika
dan zat aditif lainnya, bayi yang lahir dari ibu penderita penyakit infeksi seperti
virus herpes, dan bayi yang lahir dengan omphalitis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
6
6
7
7
8
8
9
Metadon sebenarnya adalah pereda nyeri golongan opioid, tapi tetap bisa
menyebabkan ketergantungan. Meski efeknya tidak sebesar opioid seperti
heroin, obat ini juga dapat menyebabkan bayi baru lahir mengalami gejala
putus obat, seperti diare, kram perut, luka-luka pada kulit, dan menangis
tanpa henti.
5) Metamfetamin
Penggunaan metamfetamin atau sabu-sabu selama kehamilan juga banyak
menyebabkan dampak buruk terhadap janin. Di antaranya adalah
meningkatkan risiko terjadinya kelahiran prematur, solusio plasenta,
keguguran, berat badan bayi lahir rendah, serta kelainan jantung dan otak
bayi.
6) PCP & LSD
Menggunakan narkoba jenis halusinogen seperti PCP & LSD saat hamil
bisa meningkatkan risiko ibu hamil menyakiti dirinya sendiri sehingga
menyakiti bayinya juga. Selain itu, halusinogen juga bisa membuat bayi
lahir dengan berat badan rendah, kelainan kongenital, dan kerusakan otak.
4. Mekanisme terjadinya NAS
Tidak semua bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menyalahgunakan
opiat mengalami Neonatal abstinence syndrome (NAS) dan sampai saat ini
patofisiologinya masih belum diketahui pasti. Opiat mempunyai berat
molekul rendah, larut air, dan bersifat lipofilik sehingga dapat dengan mudah
melewati plasenta. Proses metabolisme yang belum matang pada fetus
menyebabkan waktu paruh zat menjadi lebih lama. Terputusnya paparan
opiat setelah bayi dilahirkan akan menyebabkan hiperaktivitas adenil siklase
yang akan memicu pelepasan berbagai neurotransmitter.
NAS pada ibu yang mengkonsumsi antidepresan diakibatkan oleh
peningkatan serotonin dan noradrenalin. Penggunaan benzodiazepin akan
menyebabkan peningkatan GABA yang bisa menimbulkan gejala putus zat.
Sementara gejala putus zat amfetamin merupakan akibat sekunder dari
9
10
10
11
11
12
8-10
Opioid
Heroin Sampai 30
24-48 40-80
Metadon 48-72 13-94 atau lebih
Sampai 30
Buprenorfin 36-60 22-67
atau lebih
Obat-obat opioid 36-72 5-20 10-30
Non opioid
SSRI 20-30
12
13
13
14
14
15
HSV-1. Studi dari Ontario (dilakukan pada tahun 2000-2001) dan British
Columbia (pada tahun 1999) meneliti bayi yang berpotensi terinfeksi HSV-2
masing - masing mendeteksi antibodi HSV-2 pada 10% dan 17% wanita
hamil.
Herpes genital, yang merupakan sumber infeksi HSV neonatus dapat
disebabkan karena HSV-1 atau HSV-2, tetapi sebagian besar kasus
disebabkan oleh HSV-2 baik di negara maju ataupun di negara
berkembang.Menurut laporan WHO, diperkirakan pada tahun 2003 pada
penduduk berumur 15 - 49 tahun terdapat 536 juta menderita HSV-2. Infeksi
lebih banyak mengenai wanita dibandingkan laki - laki yaitu 315 juta
berbanding 221 juta. Infeksi meningkat dengan meningkatnya umur, dengan
puncak pada umur 35 - 39 tahun setelah itu sedikit menurun.Insiden infeksi
HSV neonatus di Kanada adalah 6 per 100.000 kelahiran hidup per tahun.
Pada penelitian di seluruh dunia, 75% infeksi HSV neonatus disebabkan
HSV-2 dan hanya 25% karena HSV-1.
Dalam penelitian seroprevalensi di Amerika Serikat, sampai dengan
umur 5 tahun sebesar 35% anak - anak kulit hitam dan 18% kulit putih pernah
mengalami infeksi HSV-1. Selama masa remaja, anak kulit hitam 2 kali lipat
pernah terkena HSV dibandingkan dengan kulit putih. Sampai dengan usia 40
tahun baik kulit hitam maupun kulit putih mempunyai seroprevalensi yang
sama, sekitar 70 - 80% seropositif. Infeksi HSV-2 sebagian besar
penularannya melalui hubungan seksual. Sampai saat ini sekitar seperlima
penduduk Amerika Serikat yang berumur lebih dari 12 tahun pernah terinfeksi
HSV-2 dan seperempat dari yang berumur lebih dari 30 tahun terinfeksi HSV-
2. Prevalensi semakin meningkat selama 2 dekade ini, sehingga infeksi HSV-2
dianggap dalam keadaan epidemi. Diperkirakan 25 hingga 65% wanita hamil
di Amerika Serikat terkena infeksi genital dengan HSV-1 atau HSV-2.
Prevalensi infeksi HSV-2 di negara - negara Afrika lebih tinggi dibandingkan
dengan prevalensi di negara berkembang dengan prevalensi 30 - 80% pada
15
16
wanita dan 10-50% pada laki - laki. Di Amerika Selatan prevalensi pada
wanita adalah 20 - 40 % sedangkan di negara - negara Asia menunjukkan
prevalensi yang lebih rendah yaitu 10 - 30%. Oleh karena infeksi HSV bukan
merupakan penyakit yang harus dilaporkan di Amerika Serikat, angka - angka
prevalensi yang pasti masih sulit didapatkan.
Pada tahun 2012, diasumsikan 140 juta penduduk berusia 15 - 49 tahun
terkena infeksi HSV-1 di seluruh dunia, sekitar 50% terdiri dari infeksi HSV
genital.Herpes genital adalah yang ditularkan melalui hubungan seksual
karena HSV-2, jarang karena HSV-1. Sekitar 5% wanita dalam masa
reproduktif mempunyai riwayat herpes genital dengan 2% dari wanita tersebut
mendapat infeksi pertama selama kehamilan.Pada masa ini herpes genital
semakin meningkat sebagai penyakit yang ditularkan melalui hubungan
seksual. Sejak akhir tahun 1970-an di Amerika Serikat seroprevalensi HSV-2
meningkat 30% sehingga 1 dari 5 orang dewasa terinfeksi. Infeksi HSV-2
dapat ditularkan dari ibu ke anak pada saat persalinan.
Insiden infeksi HSV-2 neonatus adalah 1 dalam 3000 sampai 1 dalam
20.000 kelahiran hidup. 10,11 4,13,14,15 Perkiraan terakhir adalah 1 diantara
3200 persalinan.10 Sekitar 1500 - 2000 kasus baru terjadi di Amerika Serikat.
Sekitar 2% wanita mendapat infeksi selama kehamilan. Penularan pada
neonatus adalah lebih dari 40% pada infeksi herpes genital pertama pada ibu.
Bayi yang lahir dari ibu infeksi non primer mempunyai risiko penularan
menengah.Sekitar dua per tiga dari wanita yang mendapat infeksi HSV saat
kehamilan tidak menunjukkan gejala pada saat melahirkan. Ini sesuai data
bahwa 60 - 80% ibu yang melahirkan bayi dengan infeksi HSV neonatus tidak
menunjukkan gejala HSV
2. Etiologi
Herpes simplex virus adalah virus DNA beruntai ganda neurotropik
yang tergolong dalam Alphaherpes virinae subfamili Herpesviridae. 14,15,16
Terdapat lebih dari 80 virus herpes,8 diantaranya dapat menginfeksi manusia
16
17
17
18
meluruhkan HSV pada saat persalinan adalah 300 kali lebih sering
menularkan infeksi HSV pada bayi mereka dibanding wanita hamil yang
virusnya tidak terdeteksi. Herpes genital simptomatis diduga merupakan
faktor risiko untuk penularan HSV neonatus. Diantara 202 wanita hamil yang
tercatat meluruhkan HSV menjelang persalinan, 74memiliki lesi pada traktus
genitalia tetapi tidak satu pun menularkan infeksi ke bayi mereka.
Kebalikannya, infeksi traktus genitalia ibu yang didapat pada saat atau
menjelang persalinan merupakan risiko faktor yang signifikan untuk
penularan HSV perinatal. Pada kenyataannya, walaupun risiko penularan
diantara wanita yang memiliki infeksi herpes genital kronis adalah <1%,
efisiensi penularan ibu ke bayi pada wanita yang memperoleh infeksi HSV
pada traktus genitalia pada kehamilan akhir dipertimbangkan paling sedikit
25%. Wanita yang traktus genitalianya menyebarkan HSV pada saat
persalinan namun tes antibodi serum spesifik HSV yang negatif, harus
dipertimbangkan memiliki risiko penularan neonatus yang lebih tinggi sebagai
ketidaksesuaian diantara 2 tes diagnostik tersebut konsisten dengan
didapatnya infeksi maternal saat ini.
Peningkatan transmisi dari infeksi herpes simpleks neonatus pada
wanita yang menderita infeksi HSV pada menjelang usia kehamilan dapat
merupakan akibat dari satu atau lebih faktor berikut : (1) penurunan waktu
untuk transfer pasif antibodi HSV spesifik dari ibu ke janin ; (2) terpaparnya
neonatus terhadap peningkatan titer HSV di traktus genitalis dari perempuan
yang treinfeksi sebagai akibat sekresi serviks yang mengandung antibodi
penetralisir HSV dalam jumlah kecil; (3) peningkatan kemungkinan paparan
HSV secara perinatal dikarenakan infeksi herpes genitalis merupakan faktor
risiko yang signifikan untuk terjadinya reaktivasi HSV secara lebih sering dari
laten dan peluruhan. Aktivitas pengikatan yang lebih rendah dari antibodi
spesifik HSV awalnya dihasilkan dari infeksi primer, dapat pula berkontribusi
terhadap meningkatnya efisiensi transmisi HSV neonatus pada wanita yang
18
19
mendapat infeksi herpes genital pada tahap akhir kehamilan. Pada respon
imun humoral kemampuan dari antibodi yang spesifik terhadap patogen untuk
mengikat, menetralisir dan mengeliminasi mikroba sangat rendah segera
setelah infeksi primer tetapi kemudian meningkat secara bertahap oleh proses
yang disebut maturasi afinitas. Respon awal pejamu terhadap infeksi, rantai
berat imunoglobulin dan rantai ringan gen - gen sel B yang spesifik antigen
mengalami point mutation dengan kecepatan yang tinggi dan beberapa dari
mutasi ini akan menghasilkan sel B dengan afinitas terhadap antigen yang
lebih tinggi. baik presentasi antigen dan pensinyalan reseptor dan sel T helper
menyebabkan bertahannya sel B berafinitas tinggi ini, sedangkan sel B yang
berafinitas rendah yang mengenali antigen secara kurang efisien dieliminasi
dengan apoptosis. Sehingga saat mekanisme pertahanan pejamu menurunkan
beban patogen, hanya sel B yang mengenali antigen dengan afinitas tertinggi
yang dapat bertahan, dan maturasi dari imunitas humoral spesifik terhadap
patogen menghasilkan inmunoglobulin dengan afinitas yang lebih tinggi
terhadap antigen. Dikarenakan rendah atau tidak didapatkannya afinitas
antibodi spesifik terhadap patogen lebih mencirikan infeksi primer yang baru,
uji aviditas antibodi HSV maternal dapat digunakan untuk menilai risiko
penularan HSV saat persalinan (aviditas merupakan pengukuran terhadap
kekuatan secara umum dari ikatan antibodi antigen). Diantara 130 perempuan
hamil yang seropositif terhadap HSV, 50% peserta penelitian dengan indeks
aviditas antibodi HSV yang rendah (< 40%) menularkan HSV ke bayinya
dibandingkan dengan hanya 12% pada peserta penelitian dengan indeks
aviditas antibodi HSV yang lebih tinggi. Walaupun penggunaan uji aviditas
antibodi HSV maternal mengidentifikasikan perempuan dengan infeksi HSV
yang lebih baru, sehingga memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menularkan
HSV, uji ini akan menjadi kurang berguna pada sebagian besar infeksi herpes
simpleks pada neonatus dimana didapatnya HSV maternal terlalu awal untuk
menghasilkan antibodi spsefik pada serum dengan kadar yang dapat dideteksi.
19
20
20
21
21
22
22
23
23
24
virus dan juga tidak dapat membedakan antara infeksi herpes simpleks virus
dan varisela zoster. Teknik direct fluorescent antibody menggunakan antibodi
monoklonal tikus untuk mendeteksi antigen HSV lebih baik serta memiliki
sensitifitas dan spesifisitas masing - masing sebesar 74% dan 85% pada kultur
jaringan merupakan tes konfirmasi gold standar untuk infeksi herpes. darah,
cairan serebrospinal, urin, sekret nasofaring, sekret mata dan cairan vesikel
dapat dikultur. Herpes simplex virus menyebabkan perubahan sitopatik yang
khas terlihat pada berbagai kultur sel dengan sebagian besar spesimen dapat
diidentifikasikan dalam waktu 48 - 96 jam. Sensitifitas tes ini lebih tinggi
pada fase vesikel awal dibandingkan dengan fase ulseratif. Tes ini juga lebih
sensitif pada lesi maternal primer dan pada pasien imunokompromis. Tes yang
negatif berarti jika virus tidak diisolasi tapi tidak menyingkirkan adanya virus.
Hasil tes dapat dapat negatif palsu ketika virus yang bereplikasi aktif hanya
sedikit terdapat pada sampel atau ketika transpor sampel dibawah kondisi
yang suboptimum.
Analisis DNA HSV dengan polymerase chain reaction (PCR) berguna
pada beberapa kondisi. Tes ini juga memberikan hasil yang akurat ketika
sampel diambil dari lesi lama dan dari pasien asimptomatis. Tes ini 25% lebih
sensitif daripada isolasi virus dengan kultur. Pendinginan tidak diperlukan
untuk transpor sampel PCR HSV. Tes ini memiliki hasil yang lebih tinggi
pada ensefalitis herpes dan dapat juga untuk mengukur virus load. Analisis
endonukleasi teretriksi dari DNA virus mendapatkan subtipe infeksi menjadi
HSV tipe 1 atau HSV tipe 2 dan perbedaan berbagai galur subtipe.
Pemeriksaan ini berguna untuk tujuan epidemiologi, untuk memperkirakan
rekurensi infeksi dan untuk identifikasi umum sumber wabah HSV. Deteksi
antibodi anti HSV-1 atau HSV-2 pada serum memiliki kegunaan terbatas pada
herpes neonatal. IgM HSV dijumpai pada fase akut. IgG HSV dijumpai
kemudian tetapi detreminasi IgG tidak mampu membedakan transfer material
antibodi yang dihasilkan olepada bayi tersebut. Peningkatan titer IgG HSV 4
24
25
kali lipat pada keadaan akut dan convalescent sera membuktikan infeksi saat
ini pada bayi. Infeksi rekuren pada ibu, namun tidak menunjukkan
peningkatan 4 kali lipat ini. Pemeriksaan cairan serebrospinal pada herpes
neonatal dengan tanda neurologi ditemukan pleositosis limfositik dengan
peningkatan protein dengan atau tanpa penurunan glukosa.
Kultur virus dan PCR untuk DNA HSV dari cairan likuor serebrosipnal
biasanya positif. Bayi dengan lesi KMM hanya memiliki peluang sebesar 24%
untuk memiliki DNA HSV pada cairan serebrospinal mereka. HSV DNA
yang persisten pada akhir terapi antivirus dihubungkan dengan prognosis yang
buruk. Computed tomography pada otak menemukan kelainan pada 67% bayi
yang terinfeksi. Kelainan tersebut yaitu parenchymal attenuation
abnormalities, atrofi parenkim, peningkatan kontras leptomeningeal,
pengumpulan cairan ekstrakranial dan kalsifikasi parenkim. MRI otak sering
abnormal pada herpes neonatus. Area hiperdensitas dan perdarahan menandai
herpes SSP. Kelainan EEG terdeteksi pada 100% ensefalitis HSV neonatus.
Kelaianan ini termasuk focal epileptiform discharges, burst suprresion, kejang
fokal dan supresi fokal. Pola quasiperiodic atau multifokal unik dari
ensefalitis HSV menurun dengan terapi dini yang tepat. Tes tambahan
mungkin diperlukan ketika bayi sakit yaitu analisis gas darah, pemeriksaan
koagulasi, pemeriksaan elektrolit, tes fungsi hati dan tes fungsi ginjal.
Karena ruam berbentuk vesikel, penyebab lain dari eksantema harus
disingkirkan. Penyakit eksantema termasuk infeksi virus varisela zoster,
penyakit enteroviral dan infeksi CMV yang menyebar. Adanya vesikel pada
kulit menyediakan tempat alami untuk isolasi virus. Secara simultan spesimen
serologi dan kultur virologi lainnya harus didapatkan untuk menyingkirkan
penyebab lain dari infeksi perinatal, termasuk toksoplasmosis, infeksi
cytomegalovirus, rubela dan sifilis. Kelainan kulit seperti erythema toxicum,
neonatus melanosis, atau acrodermatitis enteropathica seringkali dikelirukan
oleh dokter dengan infeksi HSV neonatus. Lesi karena penyakit ini dapat
25
26
dengan cepat dibedakan dengan yang disebabkan oleh karena HSV dengan
adanya eosinofil pada pengecatan Wright dari kerokan jaringan dan dengan
kultur virus yang tepat.
Diagnosis klinis yang paling sulit dibuat adalah ensefalitis HSV karena
sekitar 40% anak dengan infeksi susunan saraf pusat tidak mempunyai ruam
vesikel pada gambaran klinis. Infeksi HSV di susunan saraf pusat harus
dicurigai pada anak yang disertai gangguan neurolog akut dengan kejang dan
tanpa adanya perdarahan intra ventrikuler dan penyebab metabolik lainnya.
Peningkatan sel pada cairan serebrospinal dengan pemeriksaan serial dan
konsentrasi protein, kultur bakteri negatif dari airan serebrospinal dan
pemeriksaan antigen cairan serebrospinal yang negatif dapat membantu
diagnosis infeksi HSV pada susunan saraf pusat. Kultur dari genital ibu atau
adanya riwayat herpes genital baik dari ibu atau pasangan seksualnya
memperkuat kecurigaan infeksi HSV neonatus. Seperti yang disampaikan
sebelumnya, pemeriksaan neurodiagnostik non invasif dapat dipakai untuk
menentukan tempat yang terkena infeksi.
Setiap usaha harus dijalankan untuk mengkonfirmasi infeksi dengan
mengisolasi virus, suatu metode diagnosis yang definitif. Jika terdapat lesi
kulit, kerokan dari vesikel kulit harus dikirim melalui media transpor virus
yang tepat ke laboratorium diagnostik virus. Spesimen klinis harus dikirim
dalam es untuk diinokulasikan pada sistem kultur sel yang tepat. Pengiriman
spesimen dan pengolahannya harus diberi tanggal. Selain vesikel kulit,
darimana virus dapat diisolasi lagi adalah cairan serebrospinal, feses, urin,
tenggorokan, nasofaring dah konjungtiva. Dapat juga berguna pada bayi
dengan adanya hepatitis atau kelainan gastrointestinal untuk megambil aspirat
duodenal untuk isolasi virus HSV. Hasil virologi dari kultur beberapa tempat
tersebut bersama dengan penemuan klinis harus digunakan untuk menetapkan
klasifikasi penyakit. Menentukan tipe isolat HSV dapat dilakukan salah satu
dari berbagai Teknik.
26
27
27
28
28
29
cairan serebrospinal pada akhir terapi. Asiklovir harus dihentikan ketika PCR
negatif. Eliminasi HSV dari susunan saraf pusat lebih baik dengan infus
asiklovir intravena kontinyu pada ensefalitis neonatus. Studi terbaru juga
menemukan jika setelah 14 dari 21 terapi asiklovir parentral, supresi asiklovir
pada 30 mg/m2 per dosis oral 3 kali per hari selama 6 bulan menyebabkan
perbaikan hasil neurologik yang signifikan pada anak - anak dengan penyakit
susunan saraf pusat.
Famsiklovir dan valasiklovir merupakan obat antivirus yang baru
dipasarkan. Obat ini memiliki absorbsi yang lebih baik dan lebih sedikit
membutuhkan dosis yang sering. Walaupun secara farmakokinetik lebih
superior daripada asiklovir tetapi obat ini tidak memberikan keuntungan klinis
yang lebih daripada asiklovir. Studi kontrol pada anak - anak masih sedikit
dan karena saat ini tidak direkomendasikan untuk infeksi HSV neonatus.
Resistemsi virus terhadap analog nukleosida telah dilaporkan. Durasi penyakit
ini sebelum pemberian antivirus berhubungan secara signifikan terhadap
morbiditas dan mortalitas. Bayi yang sakit memerlukan tambahan perawatan
suportif yang adekuat dalam bentuk cairan intravena, nutrisi, mengendalikan
kejang, perawatan koma, suport pernafasan, tranfusi darah, koreksi kelainan
pembekuan dan sebagainya. Penting untuk melakukan hidrasi dan
pengawasan ginjal yang hati - hati. Obat antivirus topikal dengan asiklovir
sistemik digunakan untuk keratitis herpetik.
5-iodo-2-deoxyuridine (IDU) ditemukan efektif dalam 80 -90% kasus,
namun infeksi kronis atau resisten berespon lebih baik dengan ara (topikal,
trifluorothymidine, vidarabine, atau steroid dengan IDU. Debridemen dengan
atau tanpa terapi interferon mungkin diperlukan untuk mempercepat
penyembuhan. tetes mata dan ointmen antivirus terbaru untuk herpes yaitu
asiklovir dan gansiklovir. Krem asiklovir untuk vesikel pada kulit juga
tersedia. Terapi imunoglobulin tiap bulan menurunkan rekurensi, keparahan
dan durasi lesi pd herpes genital. Walaupun tidak direkomendasikan sebagai
29
30
30
31
31
32
32
33
antaranya kombinasi dari tunggul tali pusat dan penurunan kekebalan yang
ditemukan saat infeksi. Hal ini jarang dilaporkan di luar masa neonatus.
Variasi pada keadaan kongenital merupakan faktor predisposisi terjadinya
infeksi pada tali pusat (Helen, 1999). Omphalitis dapat menyebar ke vena
porta dan menyebabkan berbagai macam komplikasi akut yang
memerlukan intervensi medis serta bedah.
33
34
Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi
cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi
pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi
imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan hipogamaglobulinemia
berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit.
Kerentanan neonatus terhadap infeksi dipengaruhi oleh berbagai
faktor, antara lain kulit dan selaput lendir yang tipis dan mudah rusak,
kemampuan fagositosis dan leukosit immunitas masih rendah.
Bayi berat lahir rendah
Ibu tidak mandi (mencuci perineum dengan air dan sabun) atau
mencukur sebelum proses kelahiran
Faktor risiko lain:
a. Neonatus dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah atau
imunodefisiensi atau yang dirawat di rumah sakit dan mengalami
prosedur invasif. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik,
khususnya terhadap Streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan
IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali
pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan komplemen
terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon
terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan
penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan
fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas
opsonisasi.
b. Sindrom kekurangan leukocyte adhesion (LAD) dan mobilitas neutrofil
(Perry, 2005).
3. Etiologi
Organisme yang dapat menyebabkan omphalitis yaitu:
a. Bakteri aerob:
34
35
35
36
Jika tali pusat bengkak, mengeluarkan nanah, atau berbau busuk, dan di
sekitar tali pusat berwarna kemerahan dan pembengkakan terbatas pada
daerah kurang dari 1 cm di sekitar pangkal tali pusat local atau terbatas.
b. Infeksi tali pusat berat atau meluas
Jika kemerahan atau bengkak pada tali pusat meluas melebihi area 1 cm
atau kulit di sekitar tali pusat bayi mengeras dan memerah serta bayi
mengalami pembengkakan perut, disebut sebagai infeksi tali pusat berat
atau meluas (Cunningham, 2005).
36
37
Usap mikrobiologi dari umbilikus harus dikirim untuk kultur aerob dan
anaerob. Kultur darah harus disertakan pada saat yang tepat. Pada
pemeriksaan laboratorium darah, dapat ditemukan neutrofilia (kadang-kadang
neutropenia). Diagnostik dapat ditegakkan melalui pemeriksaan penunjang
berupa:
37
38
38
39
39
40
b. Evisceration
Evisceration intestinal merupakan komplikasi serius yang sering
dilaporkan. Yang biasanya mengalami eviscerasi adalah usus halus, tetapi
usus besar mungkin terlibat. Secara jarang, presentasi klinik dapat timbul
lama, dan dapat menjadi gangren.
Eviserasi intestinal ini harus ditutupi oleh kain kasa lembab yang
bersih, dan ditempatkan dalam kantong usus (atau dapat juga pada kantong
plastic transparan). Perawatan dilakukan untuk memastikan bahwa usus
tidak terpelintir.
Di bawah anastesi umum, usus dibersihkan dan dikembalikan ke
rongga peritoneal dan umbilikus diperbaiki. Jika terdapat gangrene
40
41
41
42
Hernia umbilikalis
Hernia umbilikalis adalah masalah umum dan beberapa adalah hasil dari
melemahnya sikatriks umbilikus dari omphalitis neonatus.
Adhesi peritoneal
Adhesi peritoneal adalah hasil dari subklinis sebelumnya. Adhesi dapat
menyebabkan obstruksi usus, yang biasanya tidak bisa menerima
tindakan nonoperatif. Laparotomi dan lisis / eksisi adhesi biasanya
diperlukan. Setiap segmen usus iskemik perlu direseksi (Ameh Ea,
2002).
10. Prognosis
Omphalitis uncomplicated yang diterapi dengan baik biasanya sembuh
tanpa morbiditas serius. Morbiditas dan mortalitas yang serius dapat terjadi
akibat komplikasi seperti necrotizing fasciitis, peritonitis, dan eviserasi.
Thrombosis vena portal dapat berakibat fatal.
Selain itu, faktor-faktor risiko tertentu seperti prematuritas, kecil masa
kehamilan, jenis kelamin (laki-laki), dan proses kelahiran yang sepsis, terkait
dengan prognosis yang buruk (Perry, 2005).
11. Pencegahan
42
43
Saat ini, sudah tidak digunakan pencucian tali pusat dengan bahan
medis, tetapi hanya menggunakan perawatan kering tali pusat sampai tali
pusat tersebut kering dan lepas dengan sendirinya. Merawat tali pusat
dengan prinsip bersih dan kering. Jadi, saat memandikan bayi, tali pusat juga
digosok dengan air dan sabun, lalu dikeringkan dengan handuk bersih
terutama daerah tali pusat yang masih berwarna putih di bagian pangkalnya
(tali pusat yang bermuara ke perut bayi). Bagian pangkal ini bisa dibersihkan
dengan cotton budpovidone yodine) dan biarkan terbuka sehingga cepat
mengering, atau dibungkus dengan kasa kering yang steril.
Hindari kontak langsung tali pusat dengan air kencing bayi karena air
kencing tersebut adalah salah satu penyebab timbulnya infeksi pada tali
pusat bayi. Menggunakan popok sekali pakai sebaiknya di bawah pusar
(Cunningham, 2005).
43
44
44
BAB III
ASUHAN KEBIDANAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Bayi
Jenis kelamin :
Orang tua
Nama
Umur
Suku/ Bangsa / /
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
2. Keluhan Utama
44
Mengkaji keluhan utama yang bisa ditanyakan ke orang tua bbl tersebut
Mengkaji dari bayi baru lahir dan tanda gejala yang terjadi (misal bayi
menangis terus menerus, tremor, kejang dll)
45
istiadat berpengaruh dalam pengelolaan lingkungan internal eksternalyang
dapat memengaruhi perkembangan intelektual dan pengetahuan serta
keterampilan anak. Di samping itu juga berhubungan dengan persediaan dan
bahan pangan, sandang, dan papan.
6. Pola fungsi kesehatan
Pola nutrisi, makanan pokok utama apakah ASI
Pola eliminasi, system pencernaan dan perkemihan pada anak perlu di kaji
BAB atau BAK (konsistensi, warna, frekuensi, jumlah, serta bau). Biasanya
untuk bayi dengan NAS (Neonatal Abstinence Syndrom) ada gejala diare.
B. OBJECTIVE DATA
7. Pemeriksaan Apgar Score
46
8. Penilaian Down Score
Jumlah
47
48
10. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : pasien saat dikaji , kesan kesadaran, tanda-tanda vital
(perubahan suhu, frekuensi pernapasan, system sirkulasi, dan perfusi
jaringan). Ukuran berat badan bayi dengan NAS (Neonatal Abstinence
Syndrom) ditandai dengan BBLR, suhu yang tidak stabil dan lebih sering
mengalami demam.
Mata : reflex mata baik, sclera adakah ikterus, konjungtiva adakah anemis,
penurunan penglihatan (visus).
Telinga, simetris, fungsi pendengaran baik.
49
Mulut/leher , keadaan faring, tonsil (adakah pembesaran, hyperemia), adakah
pembesaran kelenjar limfe, lidah dan gigi (kotor atau tidak, adakah kelainan,
bengkak, dan gangguan fungsi). Kelenjar tiroid adakah pembesaran (gondok)
yang dapat mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangan anak.
Kulit, keadaan warna, turgor, edema, keringat, dan infeksi, pada bayi dengan
NAS (Neonatal Abstinence Syndrom) ditandai kulit berkeringat, noda
kehitam-hitaman disekujur tubuh
Thorak, bentuk simetris, gerakan
Paru, normal vesicular, adakah kelainan pernapasan (ronkhi ,wheezing).
Jantung, pembesaran, irama, suara jantung, dan bising.
Genitalia, testis, jenis kelamin, apakah labia mayor menutupi labia minor pada
perempuan.
Ekstremitas, reflek fisiologis, reflek patologis, reflek memegang, sensibilitas,
tonus, dan motorik.
11. Pemeriksaan Reflek Primitif
Pada bayi dengan NAS (Neonatal Abstinence Syndrome) refleks hisap yang
tidak adekuat disertai gerakan seperti tremor di kedua lengan dan kaku seluruh
tubuh
12. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan yang biasa dilakukan pada bayi dengan NAS (Neonatal
Abstinence Syndrom) yaitu pemeriksaan darah, gula darah, elektrolit, darah
tepi, C-Reactive Protein (CRP), perbandingan neutrofil imatur dan neutrofil
total (rasio IT).
13. Intervensi
Hal yang paling tepat dilakukan bila mendapatkan bayi dengan NAS
(Neonatal Abstinence Syndrome adalah di rujuk ke RS yang memadai untuk
dilakukan pemeriksaan dan penatalaksanaan lanjut)
14. Implementasi
50
Melakukan implementasi berdasarkan perencanaan dan sesuaikan dengan
keadaan pasien (Kolaborasi dengan dokter spesialis anak, perawat dan
juga tenaga gizi dalam penanganan lanjut)
15. Evaluasi
Evaluasi sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil
ASUHAN KEBIDANAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
51
Bayi
Jenis kelamin :
Orang tua
Nama
Umur
Suku/ Bangsa / /
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
2. Keluhan Utama
Mengkaji keluhan utama yang bisa ditanyakan ke orang tua bbl tersebut
Mengkaji dari bayi baru lahir dan tanda gejala yang terjadi (misal bayi
lemah, demam,kejang dll)
52
a. Antenatal
Kesehatan ibu selama hamil, penyakit yang pernah diderita serta upaya
yang dilakukan untuk mengatasi penyakitnya, berapa kali, perawatan
antenatal, kemana serta kebiasaan minum jamu-jamuan dan obat yang
pernah diminum serta kebiasaan selama hamil.mengkaji faktor risiko ibu
(Gravida 4 atau lebih,Tidak ada ataupun jarang control kehamilan, Anak
sebelumnya yang tidak tinggal dengan ibunya, Riwayat CPS, Riwayat
penyakit kronis ,Disorientasi selama anamnesa) yang paling penting
adalah mengkaji adanya Riwayat penykit infeki yang diderita ibu saat
hamil missal infeksi TORCH, dll)
b. Natal
Tanggal, jam, tempat pertolongan persalinan, siapa yang menolong, cara
persalinan (spontan, ekstraksi vacuum, ekstraksi forcep, sectiosesaria, dan
gamelli), presentasi kepala, dan komplikasi atau kelainan congenital.
Keadaan saat lahir dan morbiditas pada hari pertama setelah lahir, masa
kehamilan (cukup, kurang, lebih)bulan.mengkaji fktor risiko penyebab
infeksi yang terjadi pada saat proses persalinan misalnya KPD,
korioamnionitis dll
c. Pascanatal
Lama dirawat di rumah sakit , masalah-masalah yang berhubungan
dengan gangguan system, masalah nutrisi, perubahan berat badan, warna
kulit,pola eliminasi, dan respons lainnya. Selama neonatal perlu dikaji
adanya asfiksia, trauma, dan infeksi.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Sosial, perkawinan orang tua, kesejahteraan dan ketentraman, rumah
tangga yang harmonis dan pola asuh, asah, dan asih. Ekonomi dan adat
istiadat berpengaruh dalam pengelolaan lingkungan internal eksternalyang
dapat memengaruhi perkembangan intelektual dan pengetahuan serta
53
keterampilan anak. Di samping itu juga berhubungan dengan persediaan dan
bahan pangan, sandang, dan papan.
6. Pola fungsi kesehatan
Pola nutrisi = apakah bisa dilakukan IMD/tidak
Pola eliminasi, system pencernaan dan perkemihan pada anak
perlu di kaji BAB atau BAK (konsistensi, warna, frekuensi,
jumlah, serta bau).
B. OBJECTIVE DATA
1. Pemeriksaan Apgar Score
54
2. Penilaian Down Score
Jumlah
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien saat dikaji , kesan kesadaran, tanda-tanda vital
(perubahan suhu, frekuensi pernapasan, system sirkulasi, dan perfusi
jaringan). Pada kasus neonates dengan HSV timbul gejala letargi,
iritabilitas, demam atau hipotermia dan vesikel kulit dengan atau tanpa
gejala neurologi.Mata : Gerakan mata abnormal
Kepala : Hidrocephali / microscephali
55
Mata : terjadi inflamasi, katarak kongenital
Telinga: ada kecacatan/tidak, simetris, fungsi pendengaran baik.
Mulut/leher: keadaan faring, tonsil (adakah pembesaran, hyperemia),
adakah pembesaran kelenjar limfe, lidah dan gigi (kotor atau tidak, adakah
kelainan, bengkak, dan gangguan fungsi).
Kelenjar tiroid adakah pembesaran (gondok) yang dapat mengganggu
proses pertumbuhan dan perkembangan anak.
Kulit: keadaan warna, turgor, edema, keringat, dan infeksi.
Thorak : bentuk simetris / tidak, danya retraksi /tidak
Paru : normal vesicular, adakah kelainan pernapasan (ronkhi ,wheezing).
Jantung : pembesaran, irama, suara jantung, dan bising.
Genitalia : testis, jenis kelamin, apakah labia mayor menutupi labia minor
pada perempuan.
4. Pemeriksaan Diagnostik
. Hal ini harusnya dipertimbangkan ketika kultur bakteri negatif dalam 48 jam.
5. Diagnosis kebidanan
6. Rencana Intervensi
Kolaborasi dengan spesialis anak, perawat dan tenaga gizi untuk
penanganan dan perawatan lanjut. Pada dasarnya terapi infeksi HSV
neonatus bertujuan untuk :
mengurangi lamanya perjalanan penyakit;
56
mengurangi keparahan penyakit;
mencegah terjadinya komplikasi;
mengurangi kemungkinan kekambuhan.
7. Seluruh bayi baru lahir yang dicurigai atau terdiagnosis herpes neonatus harus
segera mulai mendapatkan obat antivirus yang aman dan efektif. 5-iodo-2-
deoxyuridine (idoxuridine, IDU), cytosine arabinoside, adenine arabinoside
dan asiklovir telah diteliti peranan dan keamanannya pada herpes neonatus.
Obat anti virus ini menghambat sintesis DNA dan kemudian menghambat
replikasi virion. Efek lebih banyak didapatkan pada terapi dini. Evaluasi
Evaluasi sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Bayi
57
Jenis kelamin :
Orang tua
Nama
Umur
Suku/ Bangsa / /
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
2. Keluhan Utama
Mengkaji keluhan utama yang bisa ditanyakan ke orang tua bbl tersebut
biasanya ditandai dengan adanya nanah pada tali pusat, bau tidak sedap, dan
suhu tubuh meningkat
Mengkaji dari bayi baru lahir dan tanda gejala yang terjadi (misal bayi
lemah, tidak menangis dan lebih banyak tidur dll)
58
pernah diminum serta kebiasaan selama hamil.mengkaji faktor risiko ibu
(Gravida 4 atau lebih,Tidak ada ataupun jarang control kehamilan, Anak
sebelumnya yang tidak tinggal dengan ibunya, Riwayat CPS, Riwayat
penyakit kronis
e. Natal
Tanggal, jam, tempat pertolongan persalinan, siapa yang menolong, cara
persalinan (spontan, ekstraksi vacuum, ekstraksi forcep, sectiosesaria, dan
gamelli), presentasi kepala, dan komplikasi atau kelainan congenital.
Keadaan saat lahir dan morbiditas pada hari pertama setelah lahir, masa
kehamilan (cukup, kurang, lebih)bulan.mengkaji faktor risiko penyebab
infeksi yang terjadi pada saat proses persalinan misalnya penggunaan alat
yang tidak steril saat pemotongan tali pusat.
f. Pascanatal
Pola perawatan tali pusat yang tidak higienis menjadi faktor pemicu
terjadinya omfalitis.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Status sosial dan ekonomi ibu,ras,dan latar belakang mempengaruhi
kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui
sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio dan ekonomi rendah mungkin nutrisinya
buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Sebagian masyarakat
misalnya dengan memberikan berbagai ramuan-ramuan atau serbuk-serbuk
yang dipercaya bisa membantu mempercepat kering dan lepasnya potongan
tali pusat
6. Pola fungsi kesehatan
Pola nutrisi = apakah bisa dilakukan IMD/tidak
Pola eliminasi, system pencernaan dan perkemihan pada anak
perlu di kaji BAB atau BAK (konsistensi, warna, frekuensi,
jumlah, serta bau).
59
B. OBJECTIVE DATA
1. Pemeriksaan Apgar Score
60
dengan O2 O2
Jumlah
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien saat dikaji , kesan kesadaran, tanda-tanda vital
(perubahan suhu, frekuensi pernapasan, system sirkulasi, dan perfusi
jaringan). Pada kasus omfalitis biasanya ditandai dengan tidak banyak
menangis,bayi yang terinfeksi umumnya tidak banyak menagis. Ia justru
lebih banyak tidur.Gejala ini juga ditandai bayi malas minum, demam, dan
kejang
Mata : lebih banyak terpejam
Telinga: simetris, fungsi pendengaran baik.
Mulut/leher: keadaan faring, tonsil (adakah pembesaran, hyperemia),
adakah pembesaran kelenjar limfe, lidah dan gigi (kotor atau tidak, adakah
kelainan, bengkak, dan gangguan fungsi).
61
Kulit: keadaan warna, turgor, edema, keringat, dan infeksi terutama pada
bagian tali pusat
Thorak : bentuk simetris / tidak, danya retraksi /tidak
Paru : normal vesicular, adakah kelainan pernapasan (ronkhi ,wheezing).
Jantung : pembesaran, irama, suara jantung, dan bising.
Genitalia : testis, jenis kelamin, apakah labia mayor menutupi labia minor
pada perempuan.
Ekstremitas : reflek fisiologis, reflek patologis, reflek memegang,
sensibilitas, tonus, dan motorik.
4. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium yang biasanya akan dilakukan pada kasus ini,
seperti: pemeriksaan darah lengkap, Kultur darah, Kultur bakteri yang diambil
dari nanah tali pusat.
5. Diagnosis kebidanan
62
Cara penanganannya infeksi tali pusat local atau terbatas:
Biasakan untuk selalu mencuci tangan sebelum memegang atau
membersihkan tali pusat, untuk mencegah berpindahnya kuman dari
tangan.
Cuci umbilikus dengan menggunakan larutan antiseptik polividon iodion
2,5%
Apus umbilikus dan area di sekitar umbilikus dengan gentian violet 0,5%
empat kali sehari sampai tidak ada lagi pus yang keluar dari umbilikus,
Kemudian berikan salep yang mengandung neomisin ataupun basitrasin .
Kandungan neosimin dan basitrasin berfungsi untuk pengobatan infeksi
dan membunuh bakteri gram yang ada
Jika kemerahan atau bengkak pada tali pusat meluas melebihi area 1 cm,
obati seperti infeksi tali pusat berat atau meluas
Jika infeksi telah bersih,bayi makan dengan baik dan tidak terdapat
masalah lain yang membutuhkan hospitalisasi ,pulangkan bayi.
Cara penanganannya infeksi tali pusat berat atau meluas :
Ambil sampel darah dan kirim ke laboratorium untuk pemeriksaan kultur
dan sensivitasi.
Beri kloksasilin per oral selama 5 hari.jika terdapat pustule / lepuh kulit
dan selaput lendir.
Cari tanda-tanda sepsis.
Lakukan perawatan umum seperti dijelaskan untuk infeksi tali pusat lokal
atau terbatas.
7. Evaluasi
Evaluasi sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil
63
BAB IV
KESIMPULAN
64
bayi mengalami kematian sebelum lahir. Kokain dapat menyebabkan beberapa
penarikan, tetapi gejala utama pada bayi disebabkan oleh efek racun dari obat itu
sendiri. Obat lain seperti amfetamin, barbiturat, dan narkotika juga berakibat
kurang lebih sama. Alkohol menyebabkan pada bayi mengalai beberapa kelaian
termasuk cacat lahir yang disebut sindrom alkohol pada janin.
Gejala
Berikut ini adalah gejala yang paling umum dari sindrom pantang bayi. Namun,
setiap bayi mungkin mengalami gejala yang berbeda. Gejala tersebut dapat
meliputi:
tremor (gemetar)
iritabilitas (berlebihan menangis)
masalah tidur
tangisan bernada tinggi
otot kencang
65
hiperaktif refleks
kejang
menguap, hidung tersumbat, dan bersin
kurang nafsu makan dan minum air susu ibu
muntah
diare
dehidrasi
berkeringat
temperatur demam atau suhu yang tidak stabil
Pengobatan
Pengobatan khusus untuk NAS akan ditentukan oleh dokter bayi Anda
berdasarkan: usia kehamilan bayi, kesehatan menyeluruh, dan riwayat kesehatan
luasnya
B. Neonatus dengan Ibu Penderita Herpes
Infeksi Herpes simplex virus (HSV) pada neonatus merupakan infeksi HSV
pada bayi baru lahir sampai dengan 28 hari postpartum. Infeksi HSV neonatus
sebagian besar disebabkan oleh Herpes Simplex Virus tipe 2 (HSV-2) hanya
sebagian kecil disebabkan oleh HSV-1. Ibu dengan herpes genitalis primer
episode pertama mempunyai derajat penularan yang paling besar, sedangkan ibu
dengan herpes genitalis rekuren mempunyai derajat penularan yang lebih rendah.
Gejala klinik infeksi HSV neonatus sangat bervariasi, mulai yang asimtomatik
sampai gejala berat dan mengancam jiwa. Gambaran klinis infeksi HSV neonatus
terdiri dari tiga jenis: (1) infeksi yang mengenai kulit, mata dan mulut (KMM) ;
(2) infeksi HSV neonatus yang mengenai SSP, terutama dalam bentuk ensefalitis;
(3) infeksi HSV neonatus diseminata. Pemeriksaan pilihan adalah kultur virus
dari lesi serta pemeriksaan PCR dari lesi, darah atau cairan serebrospinal.
Pengobatan pilihan untuk infeksi HSV neonatus adalah pemberian asiklovir
intravena dengan dosis 60 mg/kg/hari. Untuk penyakit tipe KMM diberikan
selama 14 hari, sedangkan untuk infeksi SSP atau yang menyebar diberikan
selama 21 hari. Untuk pencegahan infeksi HSV neonatus dapat dilakukan dengan
beberapa cara yaitu dengan melakukan persalinan sectio caesaria, pemberian
terapi supresif antivirus, vaksin HSV, pencegahan infeksi HSV selama kehamilan
dan pencegahan infeksi postnatal pada pihak ibu hamil
C. Neonatus dengan Ompalitis
Infeksi umbilikus atau omfalitis merupakan infeksi yang umumnya terjadi
pada neonatus dan dapat menjadi penyebab mortalitas bayi pada negara miskin
atau berkembang. Penyakit ini disebabkan oleh kurangnya kebersihan pada saat
persalinan maupun perawatan tali pusat. Infeksi pada tali pusat berhubungan
dengan tetanus neonatorum yang dapat menimbulkan spasme dan kejang pada
neonatus.
Kematian akibat omfalitis yang menimbulkan komplikasi adalah sekitar 7-
15% dari seluruh neonatus dengan omfalitis. Angka kematian meningkat hingga
38-87% bila telah terjadi komplikasi necrotizing fasciitis atau myonekrosis.
Untuk itu diperlukan langkah pencegahan, deteksi dini oleh tenaga kesehatan,
dan penatalaksanaan yang tepat untuk bayi dengan omfalitis.
Tatalaksana bayi dengan infeksi umbilikus meliputi terapi farmakologis
hingga pembedahan disertai dengan perawatan suportif terhadap komplikasi
seperti gagal nafas. Pemberian antibiotik parenteral kombinasi penisilin
vankomisin antistaphylococcus dan aminoglikosida direkomendasikan. Terapi
pembedahan ditujukan untuk melakukan debridement pada jaringan dan otot
dengan necrotizing fasciitis dan myonekrosis. Keterlambatan diagnosis dapat
menimbulkan perburukan dan penyebaran dari jaringan yang nekrosis. Lakukan
rujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap dengan spesialis anak dan
bedah.
Bila omfalitis disertai dengan gejala sistemik, berikan nutrisi melalui jalur
parenteral. Pemberian makanan secara enteral sebaiknya tidak dilakukan hingga
infeksi akut dan ileus teratasi. Untuk mencegah terjadinya omfalitis, pemberian
antimikroba pada tali pusat merupakan hal rutin dalam perawatan tali pusat
47
Derita Bayi yang Lahir dri Ibu Pengguna Narkoba (tirto.id) diakses tanggal 15 juni 2022
http://emedicine.medscape.com/article/235213-overview diakses tanggal 20 Juni 2022
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/33509 diakses tanggal 20 Juni 2022
http://www.medscape.com/viewarticle/472409_print diakses tanggan 20 Juni 2022
Mengenali Neonatal Abstinence Syndrome : Morbiditas dan Mortilitas - Alomedika diakses
tanggal 15 Juni 2022
Neonatal Abstinence Syndrome | Pediatrics | American Academy of Pediatrics (aap.org) di
akses tanggal 15 juni 2022
Neonatal abstinence syndrome: assessment and management. - Abstract - Europe PMC di
akses tanggan 15 juni 2022
v
EVALUASI