Anda di halaman 1dari 23

KOMPLIKASI DALAM KEHAMILAN

Kelompok 2

Sisca Arina ( 21.15201.152 )


Siti Wahyuni ( 21.15201.072 )
Neng Hasanah ( 21.15201.081 )
Euis Sumiyati ( 21.10201.080 )
VISI
“Menghasilkan lulusan bidan yang berkarakter islami, unggul dalam pelayanan
kebidanan holistik berbasis komplementer tahun 2035”

MISI
1. Melaksanakan pendidikan dan pengajaran berdasarkan perkembangan
terkini kebidanan sesuai Etik Keprofesian dan nilai-nilai Islam.
2. Memajukan Program Studi Profesi Bidan sebagai institusi akademik dan
profesi yang unggul di tingkat nasional dan internasional.
3. Meningkatkan kompetensi lulusan dalam inovasi pelayanan kebidanan
holistic berbasis komplementer berlandaskan nilai-nilai islami.
4. Melakukan penelitian, pengkajian dan pengembangan keilmuan kebidanan
holistic berbasis komplementer.
5. Menyelenggarakan dan mengembangkan pengabdian kepada masyarakat
berdasarkan hasil penelitian yang tepat guna dalam pelayanan kebidanan
holistic berbasis komplementer.

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Yang telah memberikan nikmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Komplikasi Dalam
kehamilan, Persalinan, dan BBL, yang membahas tentang “ komplikasi dalam
kehamilan”.
Dengan disusunnya makalah ini diharapkan menjadi bahan kajian dalam
pembelajaran mata kuliah Komplikasi Dalam kehamilan, Persalinan, dan BBL
sehingga pembelajaran menjadi lebih terstuktur dan dinamis dan memudahkan
mahasiswa dalam memahami topik pembelajaran.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan makalah
ini, penulis banyak mengucapkan banyak terimakasih dan Semoga dapat
bermanfaat.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

VISI – MISI ………………………………………………………Ⅰ


KATA PENGANTAR ……………………………………………Ⅱ
DAFTAR ISI ……………………………………………………..Ⅲ
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………... 3
BAB II KAJIAN TEORI
A. Mual dan Muntah dalam Kehamilan…………………………4
1. Pengertian ………………………………………………..4
2. Perbedaan Tingkatan Mual Muntah ……………………..4
3. Penyebab Mual Muntah …………………………………6
4. Tingkatan Mual Muntah …………………………………7
5. Patofisiologi ……………………………………………..7
6. Penanganan………………………………………………8
7. Pengukuran Mual Muntah ………………………………9
8. Komplikasi Mual Muntah ………………………………9
B. Perdarahan dalam Kehamilan……………….………………8
1. Definisi …………………………………………………10
2. Abortus …………………………………………………12
3. Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) …………………13
4. Mola hidatidosa ………………………………………...16

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan …………………………………………………18
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterin
mulai sejak konsepsi sampai permulaan persalinan, dalam kehamilan
terjadinya perubahan kondisi biologis wanita disertai dengan kondisi
psikologis dan tejadi proses adaptasi terhadap pola hidup dan proses
kehamilan itu sendiri (Muhtasor, 2013).
Pada kehamilan mual dan muntah merupakan gejala yang normal dan
sering terjadi pada trimester pertama. Namun apabila berlebihan dapat
mengganggu pekerjaan sehari-hari dan keadaan umum menjadi buruk
sehingga ibu kekurangan energi dan juga zat gizi yang disebut hiperemesis
gravidarum (Rofiah et al, 2019).
Diseluruh dunia diperkirakan setiap tahun terjadi 210 juta kehamilan. Dari
jumlah ini 20 juta wanita mengalami komplikasi yang mengancam jiwa, dan
lebih dari 500.000 meninggal, insidensi terjadinya kasus hiperemesis
gravidarum sebesar 0,8 sampai 3,2% dari seluruh kehamilan atau 8 sampai 32
kasus per 1.000 kehamilan di dunia, hampir 50% terjadi di negara-negara Asia
Selatan dan tenggara termasuk Indonesia (Sumarni,2017).
Menurut Madjunkova et al (2013) wanita hamil (50-90%) mengalami
mual dan muntah selama trimester pertama, 28% mengalami mual saja,
sedangkan 52% mual dan muntah. Gejala itu muncul biasanya pada minggu
ke-4 dan menghilang pada minggu ke-16 serta juga mencapai puncaknya
antara pukul 06.00 dan 12.00, diantaranya 20-30% dari wanita hamil juga
dapat mengalami gejala mual dan muntah pada usia kehamilan diatas 20
minggu sampai dengan waktu akan melahirkan.
Penyebab dari hiperemesis gravidarum masih belum diketahui secara
pasti, meskipun peningkatan kadar Human Chorionic Gonadotropin (HCG)
tampaknya berperan besar. Penyebab lain adalah peningkatan kadar hormon
progesteron serta peningkatan hormon estrogen. Faktor psikologis juga

1
berperan terhadap terjadinya hiperemesis gravidarum seperti tekanan
pekerjaan,
rumah tangga yang retak dan dapat menyebabkan konflik mental sehingga
memperoleh mual dan muntah (Runiari, 2010).
Dampak yang terjadi jika terjadi hiperemesis gravidarum pada ibu hamil
adalah dehidrasi yang menimbulkan konsumsi O2 menurun, gangguan fungsi
liver dan terjadi ikterus, terjadi perdarahan pada parenkim liver sehingga
menyebabkan gangguan fungsi umum pada alat vital sampai dapat
menimbulkan kematian. Hiperemesis gravidarum juga dapat berdampak pada
peningkatan risiko untuk bayi lahir rendah, kecil untuk usia kehamilan,
kelahiran premature dan kematian perinatal (Manuaba, 2010).
Penanganan ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum perlu menjalani
perawatan di rumah sakit untuk melakukan proses pengobatan. Pengobatan
dilakukan dengan tujuan untuk menghentikan mual dan muntah berlebihan,
serta menambah asupan nutrisi dalam tubuh. Jika tidak dilakukan pengobatan,
maka kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan ibu hamil tidak terpenuhi sehingga
dapat mengganggu kesehatan, aktifitas ibu hamil sangat berpengaruh pada
pertumbuhan janin (Astriana, 2019).
Pengobatan yang dapat mengurangi mual dan muntah dalam ilmu
kesehatan adalah terapi farmakologis dan non farmakologis. Terapi
farmakologis dapat dilakukan dengan pemberian antimetik, antihistamin dan
kortikosteroid serta terapi non farmakologis dapat dilakukan dengan cara
pengaturan diet (makan sedikit tapi sering, hindari makanan yang berbau
menyengat dan tajam seperti makanan pedas, makanan berlemak, bersantan
dan berminyak, setelah bangun tidur segera makan kue kering sebelum mulai
beraktivitas), dukungan emosional, dan terapi komplementer (Rahmawati,
2010)
Pengobatan non farmakologis yang dapat digunakan dalam mencegah dan
mengurangi mual muntah salah satunya aromaterapi (Kia et al, 2014).
Aromaterapi adalah minyak dari tumbuhan yang harum dan mempunyai
konsentrasi tinggi dan mudah mengalami penguapan. Prinsip utama

2
aromaterapi yaitu pemanfaatan bau dari tumbuhan atau bunga agar dapat
mengubah kondisi perasaan, psikologis, status spiritual dan mempengaruhi
kondisi fisik seseorang (Carstens, 2013). Cara ini juga merupakan salah satu
solusi alternatif untuk memecahkan masalah, terutama bagi wanita yang
mengalami keluhan atau kecemasan dalam proses kehamilan maupun post
partum (Agustina et al, 2016).
Salah satu masalah yang sering terjadi pada kehamilan adalah terjadinya
perdarahan. Perdarahan dapat terjadi pada setiap usia kehamilan. Perdarahan
pada kehamilan sendiri berarti perdarahan melalui vagina yang terjadi pada
masa kehamilan, bukan perdarahan dari organ atau sistem lainnya. Perdarahan
pada kehamilan adalah masalah yang cukup serius yang terjadi pada
masyarakat Indonesia yang mengakibatkan mortalitas yang cukup tinggi pada
ibu-ibu di Indonesia (dr.Ratna, dr.Arif , 2018).
Perdarahan dan infeksi merupakan salah satu penyumbang AKI (Angka
Kematian Ibu), perdarahan pada hamil muda disebut keguguran atau abortus
(Saifuddin, 2010; h.147). Abortus inkompletus merupakanpendarahan terjadi
jika plasenta, secara keseluruhan atau sebagian terlepas dari uterus, ostium
internum serviks membuka dan menjadi tempat lewatnya darah (Cuninggham
dkk. 2013; h. 233).

B. TUJUAN
Untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang komplikasi pada
kehamilan terkait mual dan muntah, serta perdarahan pervaginam
3
BAB II TINJAUAN TEORI

A. Mual Muntah dalam Kehamilan


1. Pengertian
Mual dan muntah atau dalam bahasa medis disebut emesis
gravidarum atau morning sickness merupakan suatu keadaan mual yang
terkadang disertai muntah (frekuensi kurang dari 5 kali). Selama
kehamilan sebanyak 70-85% wanita mengalami mual muntah
(Wegrzyniak, dkk, 2012). Dari hasil penelitian Lecasse (2009) dari 367
wanita hamil, 78,47% mual muntah terjadi pada trimester pertama,
dengan derajat mual muntah yaitu 52,2% mengalami mual muntah
ringan, 45,3% mengalami mual muntah sedang dan 2,5% mengalami
mual muntah berat. Pada trimeter dua, 40,1% wanita masih mengalami
mual muntah dengan rincian 63,3% mengalami mual muntah ringan,
35,9% mengalami mual muntah sedang dan 0,8% mengalami mual
muntah berat. (Irianti, dkk 2014)
Emesis gravidarum merupakan perasaan pusing, perut kembung
dan badan terasa lemas disertai keluarnya isi perut melalui mulut dengan
frekuensi kurang dari 5 kali sehari pada ibu hamil trimester 1 (Kesehatan
RI, 2013).

2. Perbedaan Tingkatan Mual Muntah


Manifestasi yang sering dijumpai pada traktus gastrointestinal
adalah morning sickness, emesis gravidarum dan hiperemesis gravidarum.
Dibawah ini dijabarkan perubahan dan berbagai keluhan yang
meyertainya.
a. Morning Sickness
Pusing pada saat bangun pagi karena terjadi iskemia relatif akibat
turunnya aliran darah menuju otak sehingga glukosa kearah sistem
saraf pusat berkurang. Cara mengatasi jangan terlalu cepat berjalan
dari tempat tidur, duduk dengan tenang sambil beradaptasi pada posisi
duduk sehingga pusing berkurang, minum teh hangat agak manis,
setelah pusing hilang baru kemudiaan diikuti dengan aktivitas biasa.
4
b. Emesis Gravidarum
Mual dan muntah beberapa kali terutama pada pagi hari, tidak
menyebabkan gangguan semua aktivitas sehari-hari. Cara
mengatasinya sama dengan morning sickness, obat yang diperlukan
adalah anti mual, mengganti cairan yang keluar dengan minuman
elektrolit. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi emesis gravidarum
yaitu :
1) Faktor Psikologis
Faktor psikologis yang meliputi takut terhadap kehamilan dan
persalinan, rumah tangga retak, atau takut terhadap tanggung jawab
sebagai ibu dapat mengakibatkan konflik mental yang
memperberat mual muntah sebagai ekspresi terhadap keengganan
menjadi hamil. Masalah psikologis dapat menjadi predisposisi
beberapa wanita untuk mengalami mual muntah dalam kehamilan,
atau memperburuk gejala yang sudah ada atau mengurangi
kemampuan untuk mengatasi gejala normal. Syok dan adaptasi
yang dibutuhkan jika kehamilan ditemukan kembar, atau
kehamilan yang terjadi dalam waktu berdekatan, juga dapat
menjadi faktor emosional yang membuat mual muntah menjadi
lebih berat.
2) Faktor Lingkungan
Kondisi lingkungan juga turut menjadi faktor yang memengaruhi
perkembangan janin. Contoh sederhananya, polusi udara dari
kendaraan bermotor. Menurut studi dari Amerika Serikat dalam
jurnal Epidemiologi dan Kesehatan Komunitas, tingginya paparan
polusi dari asap kendaraan bermotor pada awal dan akhir
kehamilan bisa menyebabkan janin tidak tumbuh dengan baik,
sehingga lahir dengan berat yang rendah.
3) Faktor Sosial dan Budaya
Perilaku keluarga yang tidak mengijinkan seorang wanita hamil
meninggalkan rumah untuk memeriksakan kehamilannya
merupakan budaya yang 5menghambat keteraturan kunjungan ibu
hamil memeriksakan kehamilannya.
c. Hiperemesis Gravidarum
Hiperemesis Gravidarum Mual dan muntah berlebihan sehingga
menggangu aktivitas sehari-hari. Cara mengatasinya dengan terapi
intensif, dan terminasi kehamilan (Manuaba, 2012).

3. Penyebab Mual Muntah


Penyebab mual dan muntah dianggap sebagai masalah multi
faktoral. Teori yang berkaitan adalah faktor hormonal, sistem vestibular,
pencernaan, psikologis, hiperolfacation, genetik dan faktor evolusi.
Berdasarkan suatu studi prospektif pada 9000 wanita hamil yang
mengalami mual muntah, didapatkan hasil risiko mual muntah meningkat
pada primigravida, wanita yang berpendidikan kurang, merokok,
kelebihan berat badan atau obesitas, memiliki riwayat mual muntah pada
kehamilan sebelumnya. Emesis gravidarum (morning sickness)
berhubungan dengan level hCG. hCG menstimulasi produksi esterogen
pada ovarium. Esterogen diketahui meningkatkan mual dan muntah.
Peningkatan esterogen dapat memancing peningkatan keasaman lambung
yang membuat ibu merasa mual.
Teori lain mengatakan bahwa sel-sel plasenta (villi kariolis) yang
menempel pada dinding rahim awalnya ditolak oleh tubuh karena
dianggap benda asing. Reaksi imunologik inilah yang memicu terjadinya
reaksi mual-mual. Perubahan metabolik glikogen hati akibat kehamilan
juga dianggap sebagai penyebab mual dan muntah. Ada beberapa peneliti
yang menyebutkan penyebab mual muntah disebabkan oleh faktor
psikologis, seperti kehamilan yang tidak direncanakan, tidak nyaman atau
tidak diinginkan, beban pekerjaan akan menyebabkan penderitaan batin
dan konflik. Perasaan bersalah, marah, ketakutan, dan cemas dapat
menambah tingkat keparahan mual dan muntah.(Iriana, 2014).

4. Tingkatan Mual Muntah 6


Batasan yang jelas antara mual yang masih fisiologik dalam
kehamilan dengan hiperemesis tidak ada tetapi bila keadaan umum
penderita terpengaruh sebaiknya diangap sebagai hiperemesisi gravidarum
(Prawirohardjo, 2012). Menurut berat dan ringannya gejadala, dibagi
menjadi tiga gejala:
a. Stadium pertama
Mual dapat dijelaskan sebagai perasaan yang sangat tidak enak di
belakang tenggorokan dan epigastrium sering menyebabkan muntah.
Terdapat berbagai aktivitas saluran cerna yang berkaitan dengan mual
seperti meningkatnya saliva, menurunnya tonus lambung dan
peristaltik.
b. Stadium kedua
Retching merupakan suatu usaha involunter untuk muntah, sering kali
menyertai mual dan terjadi sebelum muntah, terdiri atas gerakan
pernafasan spasmodik melawan glotis dan gerakan inspirasi dinding
dada dan diafragma.
c. Stadium ketiga
Muntah merupakan suatu refleks yang menyebabkan dorongan
ekspirasi isi lambung dan usus ke mulut. Pusat muntah menerima
masukan dari korteks serebal, organ vestibular, daerah pemicu
kemoreseptor (Prawirohardjo, 2012).

5. Patofisiologi
Ada yang menyatakan bahwa perasaan mual adalah akibat dari
meningkatnya kadar estrogen, oleh karena keluhan ini terjadi pada
trimester pertama. Pengaruh fisologik hormon estrogen ini tidak jelas,
mungkin berasal dari sistem saraf pusat akibat berkurangnya pengosongan
lambung. Penyesuaian terjadi pada kebanyakan wanita hamil, meskipun
demikian mual dan muntah dapat berlangsung berbulan-bulan.
Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan
muntah pada hamil muda, bila terjadi
7 terus menerus dapat menyebabkan
dehidrasi dan tidak seimbangnya elektrolit dengan alkolosis hipokloremik.
Belum jelas mengapa gejala- gejala ini hanya terjadi pada sebagian kecil
wanita, tetapi faktor psikologik merupakan faktor utama, disamping
pengaruh hormonal. Yang jelas, wanita yang sebelum kehamilan sudah
menderita lambung spastik dengan gejala tidak suka makan dan mual,
akan mengalami emesis gravidarum yang lebih berat
(Prawirohardjo,2012).

6. Penanganan
a. Farmakologi
1) Penatalaksanaan yang dapat dilakukan oleh bidan adalah
memberikan tablet vitamin B6 1,5 mg/hari untuk meningkatkan
metabolisme serta mencegah terjadinya enchepalopaty.
2) Ondansentron 10 mg pada 50 ml intravena memiliki efektifitas
yang hampir sama untuk mengurangi hiperemesis gravidarum
dengan pemberian antiistamin Promethazine 50 mg dalam 50 ml
intravena. Studi Ferreira (2010) menunjukkan bahwa tidak terjadi
efek teratogenik akibat penggunaan Ondansentron. (Irianti, 2014).
3) Bila perlu berikan 10 mg doksilamin dengan 10 mg vitamin B6
hingga 4 tablet/hari (misalnya 2 tablet saat akan tidur, 1 tablet saat
pagi dan 1 tablet saat siang).
4) Bila belum teratasi tambahkan demenhidrinat 50-100 mg per oral
atau supositoria berikan 4-6 kali sehari (maksimal 200 mg/hari bila
meminum 4 tablet doksilamin/piridoksin) atau prometazin 5-10 mg
3-4 kali sehari per oral atau supositoria (Kemenkes., 2016).
b. Non Farmakologi
1) Melakukan pengaturan pola makan yaitu dengan memodifikasi
jumlah dan ukuran makanan. Makan dengan jumlah kecil dan
minum cairan yang mengandung elektrolit atau suplemen lebih
sering. Mengkonsumsi makanan yang tinggi protein dapat
mengurangi mual dan8 melambatkan aktivitas gelombang
dysrhytmic pada lambung terutama pada trimester pertama
dibandingkan dengan makanan yang didominasi oleh karbohidrat
atau lemak.
2) Menghindari ketegangan yang dapat meningkatkan stress dan
mengganggu istirahat tidur.
3) Meminum air jahe dapat mengurangi mual dan muntah secara
signifikan karena dapat meningkatkan mortilitas saluran cerna,
yaitu dengan menggunakan 1gr jahe sebagai minuman selama 4
hari.
4) Melakukan akupuntur atau hypnosis yang dapat menurunkan mual
dan muntah secara signifikan.
5) Menghindari mengkonsumsi kopi/kafein, tembakau dan rokok,
karena selain dapat menimbulkan mual dan muntah juga dapat
memiliki efek yang merugikan untuk embrio, serta menghambat
sintesis protein (Irianti, dkk, 2014: 58).

7. Pengukuran Mual Muntah


Kewenangan bidan pada kasus HEG adalah melakukan
penatalaksanaan pada HEG ringan dan deteksi dini untuk dilakukannya
pengalihan asuhan. Instrumen yang dapat digunakan oleh bidan untuk
menilai HEG yaitu dengan Pregnancy-Unique Quantification Of
Emesis/Nausea (PUQE). PUQE adalah penilaian kuantitas dari mual dan
muntah untuk menghindari subjektivitas dari keluhan mual dan muntah.
Pada indeks PUQE ada 3 jenis pertanyaan yang dinilai yaitu :
a. Perubahan berat badan.
b. Ada tidaknya dehidrasi.
c. Indeks laboratorium (ketidakseimbangan elektrolit).

8. Komplikasi Mual Muntah


Wanita yang memiliki kadar hCG di bawah rentang normal lebih
sering mengalami hasil kehamilan yang buruk, termasuk keguguran,
pelahiran prematur atau retardasi pertumbuhan intrauterus (IUGR).
Berdasarkan penelitian Ebrahimi
9 tahun 2010, hanya 2% mual muntah yang
berkembang menjadi HEG. Hiperemesis gravidarum adalah suatu keadaan
mual dan muntah pada kehamilan yang menetap, dengan frekuensi muntah
lebih dari 5 kali dalam sehari, disertai dengan penurunan berat badan (>5%
dari berat sebelum hamil) dan dapat menyebabkan ketidakseimbangan
elektrolit dan asambas, kekurangan gizi bahkan kematian.(Irianti, 2014).

B. Perdarahan dalam Kehamilan


1. Definisi
Perdarahan pervaginam pada kehamilan muda adalah perdarahan yang
terjadi sebelum kehamilan 22 minggu. World Health Organization (WHO)
IMPAC menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 22 minggu, namun
beberapa acuan terbaru menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 20
minggu.
Perdarahan dalam kehamilan dapat terjadi setiap saat, baik selama
kehamilan, persalinan, maupun saat masa nifas. Oleh karena dapat
membahayakan keselamatan ibu dan janin, setiap perdarahan yang terjadi
dalam kehamilan, persalinan, dan masa nifas dianggap sebagai suatu keadaan
akut dan serius. Setiap wanita hamil dan nifas yang mengalami perdarahan,
harus segera dirawat dan dicari penyebabnya, untuk selanjutnya dapat diberi
pertolongan dengan tepat.
Pengelompokan perdarahan pada kehamilan tersebut secara praktis
dibagi menjadi: perdarahan pada kehamilan muda, perdarahan sebelum
melahirkan (antepartum hemoragik), dan perdarahan setelah melahirkan
(postpartum hemoragik). Dalam Federasi Obstetri dan Ginekologi yang
terdapat didalam Prawirohardjo (2008) bahwa kehamilan merupakan
fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum yang dilajutkan dengan
proses nidasi.
Klasifikasi kehamilan berdasarkan usia yaitu:
a. Trimester 1, dimana usia kehamilan 0-12 minggu;
b. Trimester 2, dimana usia kehamilan >12-28 minggu;
c. Trimester 3, dimana usia kehamilan
10 >28-40 minggu.
Kehamilan normal biasanya tidak disertai dengan perdarahan
pervaginam, tetapi terkadang banyak wanita mengalami episode perdarahan
pada trimester pertama kehamilan. Darah yang keluar biasanya segar (merah
terang) atau berwarna coklat tua (coklat kehitaman). Perdarahan yang terjadi
biasanya ringan, tetapi menetap selama beberapa hari atau secara tiba-tiba
keluar dalam jumlah besar.
Terdapat klasifikasi perdarahan pada kehamilan muda, yaitu:
a. Abortus
Abortus merupakan suatu proses ancaman atau pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.
b. Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
Kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan yang berbahaya
bagi wanita yang bersangkutan berhubung dengan besarnya
kemungkinan terjadi keadaan yang gawat.
c. Mola hidatidosa
Mola hidatidosa merupakan kehamilan abnormal dimana hampir seluruh
vili korialis mengalami perubahan hidrofik.
11
2. Abortus
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin mampu hidup luar kandungan. Batasan abortus adalah umur
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Sedang menurut WHO/FIGO adalah jika kehamilan kurang dari 22
minggu, bila berat janin tidak diketahui.
Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis
kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut
menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga
menjadi benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus
berkontraksi untuk mengeluarkan isinya.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, hasil konsepsi biasanya
dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis belum menembus desidua
secara mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi
korialis menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta
tidak terlepas sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan.
Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya dikeluarkan setelah ketuban
pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Hasil
konsepsi keluar dalam berbagai bentuk, seperti kantong kosong amnion
atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blighted ovum), janin lahir
mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi, atau
fetus papiraseus.
Abortus dapat digolongkan atas dasar:
a. Abortus Spontan
 Abortus imminens;
 Abortus insipiens;
 Abortus inkompletus;
 Abortus kompletus;
 Missed abortion;
 Abortus habitualis;
 Abortus infeksiosa & Septik.
12
b. Abortus Provakatus (induced abortion)
 Abortus Medisinalis (abortus therapeutica)
 Abortus Kriminalis

3. Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)


Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai suatu kehamilan yang
pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi tidak menempel pada dinding
endometrium kavum uteri, tetapi biasanya menempel pada daerah
didekatnya. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan
ektopik karena kehamilan pada pars interstitialis tuba dan kanalis
servikalis masih termasuk dalam uterus tetapi jelas bersifat ektopik.
Kehamilan ektopik dapat terjadi di beberapa lokasi seperti yang terdapat
pada gambar.
13
Frekuensi dari kehamilan ektopik dan kehamilan intrauteri dalam
satu konsepsi yang spontan terjadi dalam 1 dalam 30.000 atau kurang.
Angka kehamilan ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau
kelahiran hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7 hingga 12,9. Angka
kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Diantara faktor-faktor yang terlibat adalah meningkatnya pemakaian alat
kontrasepsi dalam rahim, penyakit radang panggul, usia ibu yang lanjut,
pembedahan pada tuba, dan pengobatan infertilitas dengan terapi induksi
superovulasi.
Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan
ektopik. Namun kehamilan ektopik juga dapat terjadi pada wanita tanpa
faktor risiko. Faktor risiko kehamilan ektopik adalah sebagai berikut:
a. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil masih
menggunakan kontrasepsi spiral (3-4%). Pil yang hanya mengandung
hormon progesteron juga meningkatkan kehamilan ektopik karena
dapat mengganggu pergerakan sel rambut silia di saluran tuba yang
membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi ke dalam
rahim.
b. Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka
zigot akan tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba,
kemudian terhenti dan tumbuh di saluran tuba.
c. Faktor tuba
 Faktor dalam lumen tuba:
 Endosalpingitis dapat menyebabkan lumen tuba menyempit
atau membentuk kantong buntu akibat perlekatan endosalping;
 Pada hipoplasia uteri, lumen tuba sempit dan berkelok-kelok
panjang dapat menyebabkan fungsi silia tuba tidak berfungsi
secara baik;
 Pascaoperasi rekanalisasi tuba dan sterilisasi yang tak
sempurna. 14
 Faktor pada dinding tuba:
 Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang
dibuahi dalam tuba;
 Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat
menahan telur yang dibuahi di tempat itu.
 Faktor di luar dinding tuba
 Perlengketan peritubal dengan ditorsi atau lekukan tuba dapat
menghambat perjalanan telur;
 Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan
lumen tuba.
d. Faktor ovum
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang
kontralateral, dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang
lebih panjang sehingga kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik
lebih besar.
e. Faktor lain
Pemakaian IUD dimana proses peradangan yang dapat timbul pada
endometrium dan endosalping dapat menyebabkan terjadinya
kehamilan ektopik.

4. Mola hidatidosa
Mola berasal dari bahasa latin yang artinya massa dan hidatidosa
berasal dari kata hydats yang berarti tetesan air. Mola hidatidosa
merupakan kehamilan yang berkembang tidak wajar (konsepsi yang
patologis) dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis
mengalami perubahan/degenerasi hidropik menyerupai buah anggur atau
mata ikan. Dalam hal demikian disebut Mola Hidatidosa atau Complete
mole, sedangkan bila disertai janin atau bagian janin disebut sebagai Mola
Parsialis atau Partial mole.
Mola hidatidosa merupakan
16 penyakit trofoblas gestasional yang
paling sering terjadi. Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia,
Afrika, dan Amerika Latin dibanding negara-negara Barat. Angka
kejadian tertinggi pada wanita usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 45
tahun, sosio-ekonomi rendah, dan kekurangan asupan protein, asam folat
dan karoten.
Penyebab dari mola tidak diketahui secara pasti, namun ada
beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya mola:
a. Faktor ovum yang memang sudah patologik, tetapi terlambat untuk
dikeluarkan;
b. munoselektif dari trofoblas;
c. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah;
d. Malnutrisi, defisiensi protein, asam folat, karoten, vitamin, dan lemak
hewani;
e. Paritas tinggi;
f. Umur, risiko tinggi kehamilan dibawah 20 atau diatas 40 tahun;
g. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas;
h. Suku bangsa (ras) dan faktor geografi yang belum jelas.

17
BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan

Mual atau muntah saat hamil biasanya disebabkan oleh


perubahan hormon selama hamil dan dimulai sejak awal masa
kehamilan sebelum usia kehamilan 9 minggu. Ini merupakan hal yang
normal. Rasa mual akan berangsur-angsur mereda setelah melewati
usia kehamilan 14 minggu. Namun apabila berlebihan dapat
mengganggu pekerjaan sehari-hari dan keadaan umum menjadi buruk
sehingga ibu kekurangan energi dan juga zat gizi, oleh karena itu
butuh pengobatan dengan tujuan untuk menghentikan mual dan
muntah berlebihan, serta menambah asupan nutrisi dalam tubuh.
Perdarahan pada kehamilan muda atau umur kehamilan <20
minggu seperti abortus, kehamilan ektopik, mola hidatidosa. Ketika
keluar darah saat hamil muda atau pada trimester pertama, ibu perlu
mencermati lebih jauh untuk memperhatikan jenis perdarahannya.
Pertama, pendarahan ringan yang hanya berupa flek atau tetesan darah
pada pakaian dalam. Kedua, pendarahan yang lumayan banyak
sehingga ibu butuh memakai pembalut agar tidak membasahi pakaian
dalam dan lakukan istirahat total. Jika perdarahan tidak mau berhenti
sebaiknya konsultasi / periksa ke tenaga kesehatan ( Bidan / dokter
SpOG ) untuk pengobatan lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA
18
1. Walyani, dkk. 2015. Asuhan Kebidanan Masa Kehamilan.Yogyakarta:PT
Pustaka Baru
2. Saleha, siti. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Kehamilan. Jakarta.
Salemba Medika
3. Sulistyawati, ari. 2009. Asuhan Kebidanan pada Ibu hamil. Yogyakarta.
Penerbit Andi
4. Pitriani, risa. 2014. Panduan Lengkap Asuhan Kebidanan Ibu Nifas hamil
(Askeb I). Yogyakarta. CV Budi Utama
5. Ferial, Eddyman W. 2013. Biologi Reproduksi. Jakarta : Erlangga
6. Widia, Lidia. 2015. Biologi Dasar dan Biologi Perkembangan. Yogyakarta :
Nuha Medika
7. Nani, Desiyani. 2018. Fisiologi Manusia, Siklus Reproduksi Wanita. Jakarta :
Penebar Plus
8. Sulistyawati, Ari. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan.
Yogyakarta : Salemba Medika.
9. dr.Ratna, dr.Ari. 2018. Buku Ajar Perdarahan Pada Kehamilan Trimester 1.
Bandar Lampung : Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung .

Anda mungkin juga menyukai