TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
INFEKSI (PPI)
MEMUTUSKAN :
2
terdapat kekeliruan dalam penetapannya akan
diubah dan diperbaiki sebagaimana mestinya.
3
LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TAIS
Nomor : 445/317/RSUDT-AKRE/VII/2022
Tentang : Kebijakan Pelayanan PPI di RSUD Tais
KEBIJAKAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT
(PPIRS)
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TAIS
A. KEBIJAKAN UMUM
1. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus
selalu dilandasi dengan cinta kasih, tidak membedakan
suku, ras, agama, golongan, dan memperhatikan mereka
yang lemah dan kurang mendapat perhatian (option for the
poor).
2. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus
selalu berorientasi pada mutu layanan, keselamatan pasien,
dan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi pasien,
keluarga dan masyarakat serta karyawan sesuai dengan Visi,
Misi, Falsafah dan Tujuan RSUD Tais.
3. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus
selalu berfokus pada pasien (patient centeredness) dengan
melaksanakan akses ke pelayanan dan kontinuitas
pelayanan, memenuhi hak pasien dan keluarga, asesmen
pasien, pemberian pelayanan pasien, serta memberikan
edukasi kepada pasien, keluarga dan masyarakat.
4. Pelayanan rumah sakit dilaksanakan selama 24 jam setiap
hari, kecuali beberapa unit pelayanan tertentu
5. Setiap unit pelayanan harus menjalankan upaya
peningkatan mutu melalui kegiatan Plan-Do-Check-Action
(PDCA).
6. Setiap unit pelayanan harus menjalankan kewaspadaan
universal melalui kegiatan pencegahan dan pengendalian
infeksi yang menjangkau setiap pelayanan di rumah sakit
dan melibatkan berbagai individu.
4
7. Rumah sakit memberikan pelayanan terlebih dahulu tanpa
memungut uang muka.
8. Rumah sakit bisa memberikan keringanan biaya untuk
pasien yang kurang mampu.
9. Setiap pimpinan unit pelayanan harus mampu memberikan
arahan, mengendalikan, mengelola, dan memimpin unit
pelayanan masing-masing untuk mencapai visi-misi unit
pelayanan maupun visi-misi rumah sakit.
10. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas rumah sakit
wajib mematuhi ketentuan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) dengan melakukan upaya untuk mengurangi dan
mengendalikan bahaya, resiko, mencegah kecelakaan dan
cedera, dan memelihara kondisi lingkungan dan keamanan,
termasuk dalam penggunaan alat pelindung diri (APD).
11. Semua individu yang terlibat dalam pelayanan rumah sakit
wajib melakukan 6 (enam) sasaran Keselamatan Pasien.
12. Peralatan di unit pelayanan harus selalu dilakukan
pemeliharaan dan kalibrasi secara teratur sesuai ketentuan
yang berlaku dan selalu dalam kondisi siap pakai.
13. Penyediaan tenaga harus mengacu pada pola ketenagaan
rumah sakit.
14. Semua petugas rumah sakit wajib memiliki ijin/ lisensi/
sertifikasi sesuai dengan profesi dan ketentuan yang
berlaku.
15. Setiap petugas rumah sakit harus bekerja sesuai standar
profesi, standar kompetensi, standar prosedur operasional,
etika profesi, kode etik rumah sakit dan semua peraturan
rumah sakit yang berlaku.
16. Setiap unit pelayanan harus mampu mengelola data yang
dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan pengambilan
keputusan bagi kepentingan manajemen dan pelayanan
kepada masyarakat.
17. Setiap unit pelayanan harus berupaya memperoleh,
mengolah dan menggunakan informasi secara terintegrasi
yang dikomunikasikan secara benar untuk meningkatkan
kesehatan pasien serta kinerja rumah sakit baik secara
keseluruhan maupun individu.
5
18. Koordinasi dan evaluasi pelayanan disetiap unit pelayanan
wajib dilaksanakan melalui rapat rutin minimal 1 kali
dalam satu bulan.
19. Semua unit pelayanan wajib membuat laporan harian,
bulanan, semester dan tahunan kepada manajemen rumah
sakit.
20. Rumah sakit menjalankan program keselamatan pasien
melalui 7 (tujuh) standar keselamatan pasien, dan 7 (tujuh)
langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
21. Terkait PONEK RSUD Tais mengupayakan pelayanan meliputi
: penanganan awal / emergensi ibu dan bayi dan pelayanan
rujukan kerumah sakit lain yang mampu memberikan
pelayanan lebih lanjut.
22. RSUD Tais melakukan pelayanan pasien dengan HIV/AIDS,
meliputi ; pelayanan Voluntary Conceling and Testing (VCT),
pelayanan pemeriksaan HIV/AIDS dan penerapan Universal
Precaution.
23. Rumah sakit melakukan penanggulangan Tuberkulosa (TB)
sesuia dengan pedoman stategi DOTS
24. Jika pelayanan yang dibutuhkan pasien tidak tersedia di
rumah sakit, maka pasien harus dirujuk ke rumah sakit lain
yang bisa melayani setelah mendapat persetujuan pasien /
keluarga
25. Rumah sakit menghargai dan memenuhi hak pasien yang
dilayani.
26. Seluruh karyawan rumah sakit berkewajiban menjaga dan
melindungi rahasia medis pasien yang dilayani.
27. Rumah sakit melakukan pengumpulan, validasi dan analisis
data baik internal ataupun eksternal untuk pengembangan
pelayanan rumah sakit.
B. KEBIJAKAN KHUSUS :
6
b. Agar pelaksanaan PPI terkoordinasi dengan baik, Direktur
RSUD Tais membentuk Tim Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi. Tim PPI RSUD Tais bertanggung jawab langsung
kepada Direktur.
c. Komite mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan yang
jelas sesuai dengan Pedoman Manajerial Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan fasilitas
kesehatan lainnya sesuai SK Menkes Nomor
270/Menkes/2007.
d. Pelaksanaan PPI dikelola dan diintegrasikan antara
struktural dan fungsional di semua unit dan menjadi
tanggung jawab seluruh staf dan karyawan.
e. Agar kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
berjalan lancar, maka RSUD Tais memiliki 1 IPCN (Infection
Prevention and Control Nurse) purna waktu yang bertugas
mengawasi seluruh kegiatan pencegahan pengendalian
infeksi yang meliputi unit pelayanan perawat/bidanan
,pelayanan bedah sentral, pelayanan penunjang, Farmasi,
Gizi, Administrasi, IGD, area pengunjung dan area staf
rumah sakit.
f. Dalam melaksanakan tugasnya IPCN dibantu oleh IPCLN
(Infection Prevention and Control Link Nurse) sebagai
pelaksana harian/ penghubung di unit masing-masing.
2. KEWASPADAAN STANDAR
Meliputi :
a. Kebersihan tangan.
b. Pemakaian alat pelindung diri (APD) : sarung tangan,
masker, google, face shield (pelindung wajah), gaun.
c. Peralatan perawat/bidanan pasien (desinfeksi dan
sterilisasi).
d. Pengendalian lingkungan (penatalaksanaan limbah dan
benda tajam).
e. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan
linen.
f. Pengendalian lingkungan,
g. Kesehatan karyawan/ Perlindungan Petugas Kesehatan
h. Penempatan pasien
7
i. Kebersihan pernafasan/etika batuk
j. Praktek menyuntik yang aman.
k. Praktek lumbal punksi.
Kewaspadaan standar diterapkan secara menyeluruh di semua
area RS dengan mengukur risiko yang dihadapi pada setiap
situasi dan aktivitas pelayanan sesuai Pedoman PPI RSUD Tais.
8
c. 4 Jenis kebersihan tangan .
Kebersihan tangan surgical
Kebersihan tangan aseptik
Kebersihan tangan alkohol handrub
Kebersihan tangan sosial
9
e. Kebersihan tangan dapat dilakukan menggunakan 2
bahan/cairan:
1) Antiseptik berbahan dasar alcohol : jika tangan tidak
jelas terkena kotoran/cairan tubuh : dilakukan selama
20-30 detik (enam langkah dengan 4 hitungan pada
setiap langkah).
2) Sabun dan air mengalir : jika tangan jelas terkena
kotoran/cairan tubuh, dan dilakukan setiap setelah 10
kali setelah mencuci tangan dengan antiseptik
berbahan dasar alcohol/klorheksidin: dilakukan
selama 40-60 detik (enam langkah dengan 4 hitungan
pada setiap langkah).
Membersihkan tangan menggunakan sabun dan air
mengalir :
1. Membersihkan tangan dengan sabun biasa dan air
mengalir (sosial).
2. Membersihkan tangan dengan antiseptik
chlorhexidine 2% dan air mengalir. (aseptik)
3. Membersihkan tangan sampai siku sebelum
pembedahan dengan larutan antiseptik chlorhexidine
4% dan air mengalir (surgical).
Membersihkan tangan tanpa air mengalir :
Membersihkan tangan dengan larutan berbahan dasar
alkohol (handrub)
Teknik membersihkan tangan dengan sabun dan air
mengalir dilakukan seperti di bawah ini:
1. Basahi tangan dengan air mengalir yang bersih..
2. Tuangkan 3 - 5 cc sabun cair untuk menyabuni
seluruh permukaan tangan.
3. Ratakan dengan kedua telapak tangan.
4. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri
dengan tangan kanan dan sebaliknya.
5. Gosok kedua telapak dan sela-sela jari.
6. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling
mengunci.
7. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman
tangan kanan dan lakukan sebaliknya.
10
8. Gosok dengan memutar ujung jari-jari di telapak
tangan kiri dan sebaliknya.
9. Bilas kedua tangan dengan air mengalir sesuai
dengan urutan enam langkah
10. Keringkan dengan handuk sekali pakai atau tissue
towel sampai benar-benar kering.
11. Gunakan handuk sekali pakai atau tissue towel
untuk menutup kran.
12. Total waktu : 40-6- detik
11
CARA MEMBERSIHKAN TANGAN DENGAN SABUN DAN AIR
12
8. Kedua tangan kini sudah bersih.
9. Total waktu : 20-30 detik.
13
9. Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan /
mengenakan sarung tangan
10. Jangan menambahkan sabun cair ke dalam tempatnya
bila masih ada isinya.
11. Tempat sabun cair harus dibersihkan terlebih dahulu
sebelum pengisian ulang.
14
f. jenazah, area dimana fasilitas kebersihan tangan
dengan sabun dan air mengalir tidak tersedia /
jauh letaknya.
h. Melakukan monitoring kepatuhan kebersihan tangan
dengan cara
1. Mengukur / mengobservasi kepatuhan kebersihan
tangan :
2. Petugas klinis setiap 2 minggu sekali (ruang
keperawat/bidanan, IGD, ICU, IBS, rawat jalan, kamar
bayi, VK, rehabilitasi medik,Gizi) : Selasa minggu ke-2
dan ke-4.
3. Dengan memperhatikan 5 momen membersihkan tangan
menurut WHO :
a. Petugas non-klinis setiap sebulan sekali (kamar
cuci, farmasi, ,IPSRS, sanitasi, kamar jenazah) :
sesuai indikasi kebersihan tangan secara umum :
Selasa minggu ke-1.
b. Kepatuhan kebersihan tangan melibatkan petugas
klinis maupun non klinis dengan sasaran 80%
dari jumlah masing-masing profesi
(Dokter,Perawat/bidan, Fisioterapis, petugas Gizi,
Analis, Radiografer, dan staf manajemen)
15
2.2 PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) :
1. Alat pelindung diri meliputi : sarung tangan, masker, alat
pelindung wajah (google dan face shield), topi, gaun, apron
dan sepatu boot/pelindung kaki.
2. Pelindung yang paling baik terbuat dari bahan yang telah
diolah/bahan sintetik dan tidak tembus air serta berwarna
terang.
3. Tangan harus selalu dibersihkan meskipun menggunakan
APD.
4. Lepas dan ganti segera semua APD yang rusak/sobek/tidak
berfungsi optimal.
5. Lepaskan APD sesegera mungkin setelah selesai memberikan
pelayanan dan hindari kontaminasi dengan lingkungan di
luar ruang isolasi/ruang observasi khusus, para
pasien/pekerja lain dan diri sendiri.
6. Buang semua APD sekali pakai dengan hati-hati dan segera
membersihkan tangan.
7. Jenis APD dipilih sesuai risiko terjadi pajanan (kontak,
droplet atau airborne).
8. Alat Pelindung Diri selalu tersedia apabila sewaktu-waktu
dibutuhkan/pada kondisi darurat.
9. Aalat Pelindung Diri diusulkan oleh setiap Unit kerja.
16
Menangani bahan-bahan bekas pakai yang telah
terkontaminasi atau menyentuh permukaan yang
tercemar.
Menerapkan kewaspadaan transmisi kontak yang
mengharuskan petugas kesehatan menggunakan
sarung tangan bersih (tidak steril) ketika
memasuki ruangan pasien. Petugas kesehatan
harus melepaskan sarung tangan sebelum
meninggalkan ruangan pasien dan melalukan
kebersihan tangan dengan handwash/handrub.
4. Bukan indikasi pemakaian sarung tangan (kecuali
terdapat darah/cairan tubuh) adalah :
a. Kontak langsung saat melakukan pemeriksaan
tanda vital, injeksi SC dan IM, memakaikan baju
transpor pasien, memandikan pasien, penanganan
mata dan telinga (tanpa sekret), memperbaiki IV
line (infus).
b. Kontak tidak langsung : menelepon, menulis,
memberikan obat oral, memberikan alat makan,
bedding (tanpa sekret), memasang kanula oksigen
dan non-invasive ventilation, memindahkan
meubel.
5. Satu pasang sarung tangan digunakan untuk setiap
pasien sebagai upaya menghindari kontaminasi
silang.
6. Tidak diperkenankan melakukan kebersihan tangan
saat memakai sarung tangan, karena masih berisiko
menularkan mikroorganisme /bahan infeksius.
7. Apabila persediaan sarung tangan terbatas, dapat
menggunakan sarung tangan bedah sekali pakai yang
sudah digunakan dan diproses ulang dengan cara :
- Dibersihkan dan didesinfeksi dalam larutan kloron
0,5% selama 10 menit.
- Dicuci, dibilas dan dikeringkan.
- Hanya digunakan pada tindakan yang tidak
menembus jaringan tubuh.
17
8. Tidak memproses ulang sarung tangan yang retak,
mengelupas atau robek /berlubang yang dapat
terdeteksi.
9. Jika sarung tangan rumah tangga tidak tersedia, dapat
menggunakan dua lapis sarung tangan bedah/lateks
untuk petugas kebersihan, petugas laundry dan
petugas yang membuang limbah medis.
10. Pemakaian bedak pada sarung tangan tidak
direkomendasikan.
11. Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemakaian
sarung tangan :
a. Menggunakan sarung tangan dengan ukuran yang
sesuai, terutama untuk sarung tangan bedah.
b. Kuku jari tangan harus selalu pendek untuk
menurunkan risiko sarung tangan robek.
c. Tarik sarung tangan sampai ke atas manset gaun
apabila bertujuan untuk melindungi juga
pergelangan tangan.
d. Tidak menggunakan pelembab yang berbasis
minyak yang dapat merusak sarung tangan bedah
/ sarung tangan lateks.
e. Tidak menyimpan sarung tangan di tempat yang
terlalu panas, atau terlalu dingin (di bawah
matahari langsung, di dekat pemanas, AC, cahaya
UV, cahaya fluoresen atau mesin rontgen karena
dapat merusak bahan sarung tangansehingga
mengurangi efektivitasnya sebagai pelindung.
f. Pemakaian sarung tangan kain/vinyl di bawah
sarung tangan lateks dapat membantu mencegah
alergi pada individu yang memiliki kulit sensitif.
2.2.2 Masker :
a. Memadai untuk menutupi hidung, mulut, bagian
bawah dagu, dan rambut pada wajah (jenggot).
b. Terbuata dari bahan tahan cairan agar efektif
menahan percikan cairan infeksius yang keluar dari
petugas ataupun dari pasien.
c. Ketika melepas masker, yang harus dipegang adalah
bagian talinya. Tidak diperkenankan memegang
18
bagian tengah masker karena merupakan bagian yang
paling banyak terkontaminasi.
d. Masker dengan efisiensi tinggi (masker N-95)
digunakan oleh petugas yang merawat pasien dengan
airborne disease (TBC, SARS), dengan melakukan fit
test ukuran masker pada setiap pemakaiannya.
2.2.3 Alat Pelindung Mata
a. Melindungi mata petugas dari percikan darah atau
cairan tubuh.
b. Meliputi : kaca mata (goggles) plastic bening, kaca
mata pengaman, pelindung wajah dan visor.
c. Kaca mata lensa polos/kaca mata koreksi dapat
digunakan hanya jika ditambahkan pelindung pada
bagian sisi mata.
d. Petugas kesehatan harus menggunakan pelindung
wajah (face shield) atau kaca mata pelindung (goggles)
dan masker untuk mencegah percikan cairan ke arah
wajah.
2.2.4 Topi.
a. Untuk menutupi seluruh rambut dan kulit kepala
petugas (mencegah serpihan kulit dan rambut masuk
ke dalam luka selama pembedahan/masuk ke dalam
makanan yang sedang diolah.
b. Tujuan utama pemakaian topi untuk melindungi
petugas dari percikan darah/cairan tubuh.
2.2.5 Gaun pelindung
a. Tujuan : Menutupi/ mengganti pakaian biasa pada saat
merawat pasien yang diketahui menderita penyakit
infesius berbasis transmisi (kontak / droplet / airborne).
b. Melindungi kulit/baju petugas dari sekresi respirasi
c. Pangkal sarung tangan harus menutupi ujung gaun
sepenuhnya.
d. Gaun harus dilepaskan sebelum meninggalkan area
pasien.
e. Harus melakukan kebersihan tangan segera setelah
melepas gaun.
2.2.6 Apron
19
a. Penghalang tahan air terbuat dari karet/plastik untuk
melindungi tubuh bagian depan petugas kesehatan
b. Apron digunakan di bawah gaun penutup ketika
melakukan perawat/bidanan langsung pada pasien,
membersihkan pasien atau melakukan prosedur yang
berisiko ada tumpahan darah/cairan tubuh atau
sekresi.
20
i. Peralatan kritikal harus didesinfeksi kemudian
disterilisasi.
j. Peralatan makan pasien dibersihkan dengan air panas
dan detergen.
k. Jika tidak tampak kotor, bersihkan permukaan peralatan
yang besar (USG, X-ray) setelah keluar dari ruang
isolasi/ruang observasi khusus.
l. Bersihkan dan desinfeksi dengan benar peralatan terapi
pernafasan, terutama setelah dipakai pasien dengan
infeksi saluran nafas dengan larutan natrium hipoklorit
0,05%.
m. Benda disposable dibuang ke tempat sampah.
21
mudah dibersihkan dan berada ditempat yang
terlindungi binatang atau serangga.
b. Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu
wadah anti bocor dan tahan tusukan ( safety box), tanpa
memperhatikan terkontaminasi atau tidak.
c. Jarum dan syringe harus dimasukkan ke dalam safety
box .
d. Pengangkutan limbah harus menggunakan trolley yang
tertutup. Pengangkutan limbah infeksius dilakukan 1
kali/hari setiap pagi dan pengangkutan limbah domestik
dilakukan 1 kali/hari setiap sore.
e. Pembuangan atau pemusnahan limbah medis padat
harus dilakukan di tempat pengelolaan sampah medis
dalam hal ini Rumah Sakit bekerjasama dengan pihak
ketiga (Medivest).
f. Petugas yang menangani limbah harus mengunakan APD
seperti sarung tangan khusus, masker, sepatu boot,
apron, pelindung mata, dan bila perlu helm.
g. Prinsip metode pembersihan ruang perawat/bidanan dan
lingkungan, pemilihan bahan desinfektan , cara
penyiapan dan penggunaannya dilaksanakan
berdasarkan telaah panitia PPI RS untuk mencapai
efektivitas yang tinggi.
h. Disinfeksi lingkungan rumah sakit :
1) Permukaan lingkungan : lantai, dinding, permukaan
meja, dan trolley didisenfeksi dengan cairan
desinfektan (klorin 0,05%).
2) Lingkungan yang tercemar darah atau cairan tubuh
lainnya dibersihkan dengan desinfektan tingkat
menengah (klorin 0,1%).
i. Penggunaan disinfektan di ruang infeksi (menular) dan
area kritis
1) Untuk mengepel/membersihkan lantai dan wc
menggunakan lisol.
2) Untuk area yang sering disentuh (high touch area)
menggunakan disinfektan: Lisol 1:100 (permukaan
logam), Chlorine 0.05 % (permukaan bukan logam).
22
3) Untuk area yang jarang disentuh (Non high touch
area) menggunakan sabun pH netral .
j. Penggunaan disinfektan di area banyak tumpahan
darah/cairan tubuh menggunakan disinfektan Chlorine
0.5%.
k. Untuk mencegah aerosolisasi pathogen infeksi saluran
nafas, hindari menggunakan sapu untuk membersihkan
lantai. Gunakan cara basah (kain basah).
l. Cairan pembersih , lap kain, kepala mop harus selalu
diganti setelah dipakai.
m. Mop harus dilaundry dan dikeringkan setiap hari
sebelum disimpan dan dipakai kembali.
n. Untuk mempermudah pembersihan, bebaskan area
pasien dari peralatan yang tidak perlu.
o. Tidak menggunakan fogging desinfektan, karena terbukti
tidak mengendalikan infeksi dan berbahaya.
p. Pembersihan dapat dibantu dengan menggunakan
vacuum cleaner. Tidak menggunakan karpet di
lingkungan rumah sakit.
23
1) Peralatan Kritis/risiko tinggi: adalah peralatan
medis yang masuk kedalam jaringan tubuh steril
atau sirkulasi darah. Contoh isntrumen bedah,
kateter intravena, kateter jantung. Pengelolaannya
dengan cara sterilisasi.
2) Peralatan semikritis/risiko sedang: adalah
peralatan yang kontak dengan membrana mukosa
tubuh. Pada peralatan semikritis, proses sterilisasi
disarankan namun tidak mutlak, jadi bisa
dilakukan disinfeksi tingkat tinggi.
3) Peralatan Nonkritis/resiko rendah: adalah
peralatan yang kontak dengan permukaan kulit
utuh contoh: tensimeter, stetoskop, linen, alat
makan, lantai, perabot, tempat tidur. Untuk jenis
peralatan ini dapat digunakan disinfeksi tingkat
sedang sampai tingkat rendah.
4) Proses pembersihan awal (precleaning)
menggunakan deterjen/larutan enzimatik dan
sikat. Petugas menggunakan APD.
3. Formaldehide alkohol tidak direkomendasikan sebagai
sterilan kimia atau DTT karena bersifat toksik/
menyebabkan iritasi. Fenol 3% dan Iodofor tidak boleh
digunakan untuk DTT karena tidak membunuh spora
bakteri, Mycobacterium tuberculosis dan jamur. Isoprophil
alkohol tidak dapat digunakan untuk DTT karena tidak
dapat mematikan spora bakteria dan virus
4. Waktu ekspos untuk DTT: lebih dari 12 menit.
5. Tidak melakukan desinfeksi fogging (pengasapan) di area
keperawat/bidanan.
6. Kriteria pemilihan desinfektan didasari telaah secara
cermat terkait kriteria memiliki spektrum luas dengan
daya bunuh kuman yang tinggi dengan toksisitas rendah,
waktu disinfeksi singkat, stabil dalam penyimpanan,
tidak merusak bahan dan efisien. Unit kerja yang
bertanggung jawab terhadap penyediaan desinfektan dan
antiseptik di RS sesuai rekomendasi Komite PPI RS Tais
melalui instalasi farmasi.
24
7. Instalasi Pusat Pelayanan Sterilisasi (CSSD) bertanggung
jawab menyusun panduan dan prosedur tetap,
mengkoordinasikan serta melakukan monitoring dan
evaluasi proses serta kualitas/mutu hasil sterilisasi
dengan persetujuan Komite PPI RS.
8. Disinfeksi lingkungan rumah sakit :
1) Permukaan lingkungan : lantai, dinding,
permukaan meja, dan trolley didisenfeksi dengan
cairan desinfektan (klorin 0,05%).
2) Lingkungan yang tercemar darah atau cairan
tubuh lainnya dibersihkan dengan desinfektan
tingkat menengah (klorin 0,1%).
9. Penggunaan disinfektan di ruang infeksi (menular) dan
area kritis
1) Untuk mengepel/membersihkan lantai dan wc
menggunakan lisol.
2) Untuk area yang sering disentuh (high touch area)
menggunakan disinfektan: Lisol 1:100 (permukaan
logam), Chlorine 0.05 % (permukaan bukan logam).
3) Untuk area yang jarang disentuh (Non high touch
area) menggunakan sabun pH netral .
10. Pembersihan permukaan horizontal sekitar pasien harus
dilakukan secara rutin setiap hari dan setiap kali setelah
pasien pulang.
11. Penggunaan disinfektan di area banyak tumpahan
darah/cairan tubuh menggunakan disinfektan Chlorine
0.5%.
25
tangan daerah
kritis, daerah
operasi.
4 Povidone Iodine 7.5% Bethadine Solution Antiseptik kulit
dan luka
operasi
5 Sodium hipoklorit Baycline
tumpahan
darah dan cairan
tubuh
lainnya.
kamar
bersalin
(mis ;C
difficile)
Resisten
Organisem (Mis
MRSA)
26
2. Untuk mencegah kontaminasi, pengangkutan linen
menggunakan kantong linen yang berbeda, linen kotor
non infeksius dengan kantong linen berwarna hitam
dan linen kotor infeksius dengan kantong linen kuning.
Tidak perlu menggunakan kantong ganda.
3. Semua bahan padat pada linen kotor harus
dihilangkan dan dibilas dengan air.
4. Ikatan pada keempat ujung sprei/alas tidur pasien
(jika ada) harus dibuka terlebih dahulu sebelum linen
dibawa ke bagian laundry.
5. Feses/cairan tubuh pada linen harus dibuang terlebih
dahulu ke dalam toilet sebelum linen dimasukkan ke
dalam kantong cucian.
6. Tidak memilah linen di tempat perawat/bidanan
pasien.
7. Linen dicuci dan dikeringkan sesuai dengan Standar
Prosedur Operasional di bagian Laundry. Untuk
pencucian dengan air panas menggunakan
detergen/desinfektan dengan suhu air 70˚C selama
minimal 25 menit.
8. Linen diangkut dengan hati-hati. Linen kotor diangkut
dengan trolley tertututp. Tidak memilah linen di unit
laundry. Petugas kesehatan menggunakan APD yang
sesuai saat mengangkut linen kotor.
9. Jalur pengangkutan linen bersih dan kotor harus
dibedakan (diberi warna yang berbeda).
10. Pencegahan kontaminasi lingkungan maupun pada
petugas dilakukan dengan desinfeksi kereta linen,
pengepelan /disinfeksi lantai, implementasi praktik
kebersihan tangan, penggunaan alat pelindung diri
(APD) sesuai potensi risiko selama bekerja.
27
2. Tidak melakukan recapping (penutupan kembali) jarum
yang dipakai, atau jika terpaksa melakukan recapping
harus menggunakan cara one hand (menggunakan satu
tangan). Tidak memanipulasi jarum dengan tangan,
menekuk jarum, mematahkan dan melepaskan jarum dari
spuit. Jika terpaksa harus melepaskan jarum dari spuit,
seperti saat harus memindahkan darah aspirasi ke dalam
tabung pemeriksaan (di laboratorium), harus
menggunakan alat bantu (misal tang).
3. Membuang jarum, spuit, pisau, scalpel dan peralatan
tajam habis pakai ke dalam wadah tahan tusukan dan
tahan air (safety box) sebelum dibuang melalui pihak
ketiga (Medivest).
4. Menggunakan mouthpiece, resusitasi bag atau peralatan
ventilasi lain sebagai pengganti metode resusitasi mulut ke
mulut.
5. Tidak mengarahkan bagian tajam jarum ke bagian tubuh,
kecuali jika akan menyuntik.
6. Melakukan pemeriksaan kesehatan karyawan secara
berkala dan vaksinasi hepatitis B sesuai prioritas
urutan/tingkat risiko infeksi di unit kerja.
28
2.8 HIGIENE RESPIRASI / ETIKA BATUK
1. Mengedukasi petugas akan pentingnya pengendalian sekresi
respirasi untuk mencegah transmisi bahan patogen dalam
droplet dan muntahan terutama selama musim / KLB virus
respiratorik di masyarakat.
2. Melakukan skrining pasien (oleh petugas khusus / screener)
dengan batuk (terutama yang batuk lebih dari dua minggu)
mulai dari pendaftaran. Menganjurkan penggunaan masker
untuk semua pasien/pengunjung yang batuk. Menyediakan
masker di bagian pengambilan nomor antrian dan loket
pendaftaran rawat jalan. Apabila memungkinkan,
menyediakan ruang tunggu khusus untuk pasien dengan
gejala batuk atau menganjurkan pasien dengan gejala batuk
duduk dengan jarak lebih dari 1 (satu) meter dengan pasien
lain.
3. Menempatkan banner/poster etika batuk pada pintu masuk
IGD, rawat jalan dan tempat tunggu pasien serta tempat
strategis lain untuk pasien/pengunjung.
4. Menyediakan tempat sampah infeksius untuk membuang
tisu setelah dipakai menutup hidung dan mulut saat
batuk/bersin.
5. Menyediakan handrub/washtafel lengkap dengan sabun dan
hand towel serta air mengalir dan poster cara melakukan
kebersihan tangan.
2.9 PRAKTEK MENYUNTIK YANG AMAN
1. Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan
untuk mencegah kontaminasi pada peralatan injeksi dan
terapi.
2. Vial/ampul/botol infus untuk single use harus dapat
digunakan dengan cara yang dapat menjaga syarat aseptik.
3. Multi dose vial digunakan
a. Hanya digunakan untuk satu orang pasien
b. Setiap mengakses vial multi dose harus
menggunakan jarum dan spuit baru yang steril
c. Tidak disimpan atau dibawa ke kamar pasien atau
ruang tindakan.
29
d. Setelah digunakan untuk pertama kali, harus
dicantumkan tanggal pertama kali vial dibuka dan
tanggal expired date pada etiket obat.
4. Cairan infus dalam botol (plastik atau kaca) tidak dapat
digunakan bersama sama untuk beberapa pasien.
5. Insulin flexpen hanya dapat digunakan untuk satu orang
pasien dan tidak dapat digunakan bersama-sama untuk
beberapa pasien.
6. Setiap kali penyuntikan insulin dengan menggunakan
flexpen harus menggunakan jarum baru.
30
c) Rumah Sakit berencana untuk menyiapkan ruang tekanan
negatif dengan sistem HEPA filter, namun saat ini RS masih
mempersiapkan ruang observasi khusus untuk
perawat/bidanan pasien airborne disease, dengan sistem
ventilasi natural dan mekanik dengan pertukaran udara 12
kali per jam, yang terpisah dari pasien non infeksi dan
khususnya terpisah dari pasien dengan kondisi
imunosupresi.
d) Tatalaksana perawat/bidanan pasien infeksi diterapkan
berdasarkan prinsip
kewaspadaan isolasi sesuai cara transmisi spesifiknya. Petugas
menerapkan prinsip kewaspadaan kontak atau droplet atau
airborne atau kombinasinya.
e) Transportasi pasien infeksi dari satu unit ke unit lain harus
dibatasi seminimal mungkin dan bila terpaksa harus
memperhatikan prinsip kewaspadaan isolasi.
f) Pembersihan ruang isolasi dilakukan menggunakan alat
kebersihan yang berbeda dengan ruang perawat/bidanan
umum, dengan menggunakan bahan desinfektan.
g) Setiap pengunjung atau pasien ruang observasi khusus harus
diberikan edukasi mengenai penggunaan APD, kebersihan
tangan, dan etika batuk.
h) Adanya pengaturan alur pasien rawat jalan dengan penyakit
menular/batuk.
31
RS yang terlatih PPI mengenai etika batuk serta higiene
respirasi dan diharuskan memakai masker bedah
c) Petugas rumah sakit memberikan pelayanan baik
administrasi maupun medis segera (maksimal 30 menit)
bagi pasien dengan keluhan batuk dan pasien TB sehingga
mengurangi waktu pasien tersebut berada di fasilitas
pelayanan kesehatan.
d) Pasien TB yang perlu dirawat inap ditempatkan di ruang
terpisah dari pasien lain (ruang isolasi), jika tidak
memungkinkan bisa menggunakan sistem kohorting
dengan lama perawat/bidanan maksimal 2 minggu.
e) Rumah sakit menggunakan sistem ventilasi alamiah dan
campuran (menggunakan exhaust) di ruang pelayanan
infeksi (Poli DOTS dan ruang isolasi rawat inap serta UGD)
untuk mengurangi penyebaran dan menurunkan kadar
penularan percik renik sehingga tidak menularkan kepada
orang lain di sekitarnya.
f) Pasien rawat inap MDR TB ditempatkan di ruang observasi
khusus dengan ventilasi natural dan mekanik dan petugas
medis menggunakan masker N-95 dalam melakukan
pelayanan kesehatan terhadap pasien tersebut.
g) Penampungan sputum oleh pasien harus dilakukan dalam
ruangan dengan konsep AII (Airbone Infection Isolation) atau
ruang khusus dengan pengaturan sistem ventilasi (Well
Ventilated Sputum Induction Booth/kamar berdahak).
h) Pasien disarankan untuk membersihkan tangan setelah
menampung sputum dengan air mengalir dan sabun atau
dengan larutan handrub.
i) Saat memproses spesimen, petugas laboratorium tetap
mengacu pada
kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan
transmisi melalui udara (airborne) dan transmisi melalui
kontak.
j) Semua petugas kesehatan yang menangani pasien TB akan
dilakukan pemeriksaan kesehatan rutin secara berkala
bekerjasama dengan Komite PPIRS dan K3 RS.
k) Apabila pasien akan ditransportasikan keluar dari ruang
isolasi, pasien harus mengenakan masker bedah untuk
32
mencegah/meminimalkan penularan terhadap lingkungan
sekitar.
l) Rumah sakit menjamin dilaksanakannya upaya
perlindungan diri yang adekuat bagi petugas kesehatan dan
mereka yang bertugas di tempat pelayanan.
33
RS/Hospital Acuired Pneumonia (HAP) dan Infeksi Aliran Darah
Primer (IADP) terkait pemasangan Cental Line Catheter.
a) Melakukan surveilens PPIRS
b) Melakukan analisis, evaluasi dan rekomendasi tindak lanjut
data infeksi dilakukan Komite PPI RS di bawah koordinator
Dokter Penanggung jawab PPI (IPCO) untuk tujuan
pengendalian, manajemen risiko dan kewaspadaan terhadap
kejadian luar biasa (KLB).
c) Pengendalian angka IRS menggunakan target sasaran seuai
program PPI. Sasaran angka IRS dievaluasi setiap 3 tahun.
d) Kejadian luar biasa IRS ditetapkan oleh Kepala UPT BLUD RS
berdasarkan pertimbangan Komite PPI RS pada hasil evaluasi
epidemiologik kecenderungan angka IRS melalui surveilans.
Kecenderungan kejadian IRS yang terus menerus meningkat
signifikan selama 3 bulan berturut-turut atau peningkatan
signifikan angka kejadian pada suatu waktu pengamatan
tertentu diwaspadai sebagai KLB. Pencegahan dan
pengendalian risiko penyebaran kejadian yang berpotensi
menjadi KLB dilakukan segera secara sinergi melalui kerjasama
lintas unit/satuan kerja oleh Komite PPI RS.
e) Laporan Infeksi RS disampaikan Komite PPI RS kepada Wakil
Kepala UPT BLUD Pelayanan Medik setiap bulan.
f) Pemantauan penerapan bundles Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (ILI, ISK, VAP/HAP, IDO, IADP) adalah sebagai salah
satu tolak ukur keberhasilan surveilans infeksi RS. Kultur
mikrobiologi dilakukan pada setiap kasus yang diduga infeksi
rumah sakit dirujuk ke RS lain/laboratorium swasta.
34
2) Tepat pemilihan obat dengan perbandingan biaya
efektivitas yang baik
3) Tepat pasien, tidak ada kontra indikasi, efek samping
minimal;
4) Tepat dosis, tepat cara pemberian, tepat durasi
pemakaian;
5) Tepat informasi, kepada pasien dan keluarganya.
c) Pasien wajib diberi informasi tentang pengobatan yang
diberikan dan efek yang ditimbulkan
9.PENGELOLAAN MAKANAN
Pengelolaan makanan di instalasi gizi memperhatikan standar
sanitasi makanan, minuman, alat, lingkungan produksi dan
higiene perorangan penjamah makanan.
35
a) Semua bahan makanan yang disiapkan sampai dengan
disajikan kepada pasien, pegawai atau pengunjung
dikelola sesuai pedoman dan standar prosedur pelayanan
instalasi gizi agat terhindar dari pencemaran dan
penularan infeksi melalui makanan
b) Penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan
dalam keadaan bersih, terlindung dari debu, bahan kimia
berbahaya dan hewan lain serta suhu penyimpanan
disesuaikan dengan jenis bahan makanan.
c) Penjamah makanan yang kontak langsung dengan
makanan mulai dari proses penyiapan bahan sampai
dengan penyajiannya dilakukan surveilans higiene pribadi
berupa monitoring kultur mikrobiologi swab rektal,
dikoordinasikan dan di bawah tanggung jawab Komite K3
RS.
d) Petugas unit harus dalam kondisi sehat dan dilakukan
pemeriksaan berkala selama 6 (enam) bulan sekali.
36
5. Seluruh staf terpapar edukasi tentang kebersihan tangan,
etika batuk, penggunaan APD yang benar dan ketertiban
membuang sampah.
6. Untuk pasien rawat inap disampaikan oleh perawat/bidan
saat orientasi pasien baru masuk, meliputi kebersihan
tangan, etika batuk dan ketertiban membuang sampah.
7. Untuk pasien rawat jalan disampaikan melalui audiovisual
di ruang tunggu dan melalui brosur / banner (kebersihan
tangan, etika batuk dan pembuangan limbah).
37
kesehatan ( jajaran manajemen, Pekarya, petugas
kebersihan), pasien, keluarga dan pengunjung turut ambil
berperanserta dalam pencegahan dan pengendalian infeksi
di RS.
e) Pasien, keluarga, dan pengunjung yang dirawat di RSUD
Tais harus mentaati peraturan yang ada di RSUD Tais
sesuai dengan peraturan tata tertib pasien.
f) Tersedia buku Pedoman pencegahan dan pengendalian
infeksi di rumah sakit dan fasilitas lainya : tentang
kebersihan tangan dan penggunaan Alat Pelindung Diri (
APD ) di fasilitas kesehatan
g) Pasien dapat mengingatkan petugas kesehatan ( Dokter,
Perawat/bidan, Fisioterapi, Pekarya, Gizi dll ) bila tidak
melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah
menyentuh pasien dan lingkungan pasien.
h) Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit adalah
tanggung jawab pasien, keluarga dan pengunjung.
i) Anak-anak di bawah 12 tahun di larang mengunjungi
pasien.
j) Pasien, keluarga dan pengunjung berperan penting di dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit. Setiap
ruangan / unit harus menyediakan fasilitas wastafel, tempat
sampah non infeksius (kantong hitam), sabun biasa
(handsoap), masker bagi pasien, keluarga dan pengunjung.
k) Pengunjung dengan gejala infeksi saluran pernafasan
selama terjangkitnya penyakit menular: pengunjung dengan
gejala demam dan gangguan pernafasan tidak boleh
mengunjungi pasien.
l) Pasien dengan airborne disease : dianjurkan untuk tidak
dikunjungi selama masa penularan. Apabila pasien perlu
dikunjungi, pengunjung harus memakai APD lengkap
(masker, gaun, sarung tangan dan kaca mata) jika kontak
langsung dengan pasien atau lingkungan pasien. Saat
pengunjung keluar ruangan, harus melepaskan APD dan
mencuci tangan, serta tidak menggantung masker di leher.
m) Menjaga kebersihan alat pernafasan dan etika batuk di
tempat pelayanan kesehatan : Setiap pengunjung RS yang
menunjukkan gejala infeksi saluran pernafasan (batuk,
38
bersin) harus menutup hidung dan mulut ketika
batuk/bersin, jika menggunakan tisu untuk menahan
sekresi pernafasan, tisu dibuang di tempat limbah yang
tersedia dan segera mencuci tangan.
n) Bagi pengunjung yang batuk disarankan untuk duduk
dengan jarak 1 meter dari orang yang terdekat.
39
1) Mencatat setiap kejadian infeksi di ruangan sesuai
prosedur Surveilans InfeksiRumah Sakit
2) Mencatat setiap kejadian infeksi di ruangan sesuai
prosedur Surveilans Infeksi Rumah Sakit.
3) Berkoordinasi dengan IPCLN dan Kepala ruangan serta
dokter yang bertanggung jawab menangani pasien, untuk
melakukan verifikasi diagnosis infeksi rumah sakit,
penegakan diagnosis IRS dan mengkonfirmasi sebagai
kasus KLB. Selain itu juga dilakukan investigasi terhadap
kemungkinan sumber penularan, cara penularan dan
kemungkinan penyebarannya, serta aspek lain yang
diperlukan untuk penanggulangan atau memutuskan
rantai penularan.
4) Berkoordinasi dengan Bagian Laboratorium untuk
melakukan:
a. Swab ruang/alat yang diduga terkontaminasi bakteri.
b. Pengambilan bahan dari berbagai lokasi tersangka sumber
infeksi untuk dilakukan pemeriksaan kultur resistensi.
c. Pemasangan label di tempat penampungan bahan
pemeriksaan laboratorium pasien penyakit menular. Label
bertuliskan ”Awas Bahan Menular”
5) Berkoordinasi dengan seluruh personil di bagian terkait
untuk memberikan klarifikasi-klarifikasi perihal yang
terkait dengan KLB, misalnya pelaksanaan Prosedur Tetap
secara benar.
g) Apabila hasil investigasi menyimpulkan telah terjadi KLB, maka
Komite PPIRS menetapkan status siaga bencana KLB dan
melaporkan kepada pimpinan RS.
h) Untuk menanggulangi KLB Komite PPIRS berkoordinasi dengan
Wadir Pelayanan Medik, Panitia K3RS, Laboratorium, Farmasi,
Sanitasi, CSSD, Gizi, Kamar Cuci dan Bagian terkait lainnya
sesuai kebutuhan.
i) Apabila diperlukan pasien kasus KLB dirujuk ke rumah sakit
rujukan infeksi yang telah ditetapkan oleh dinas kesehatan.
j) Agar KLB IRS tidak meluas, Komite PPI RS bersama IPCN,
IPCLN dan perawat/bidan ruangan melakukan langkah-
langkah pencegahan dan pembatasan dengan cara:
40
1) Melaksanakan dan mengawasi secara ketat pelaksanaan
cuci tangan yang benar dan tepat.
2) Menggunakan dan mengawasi penggunaan sarung
tangan dan APD lain sesuai indikasi.
3) Melakukan dan mengawasi pembuangan limbah dengan
benar
4) Melakukan pemisahan pasien yang terinfeksi, disatukan
dengan pasien yang sama-sama terinfeksi/isolasi dan
menentukan staf yang akan memberikan penanganan
(dipisahkan dengan staf lainnya)
5) Apabila diperlukan mengusulkan kepada Kepala UPT
BLUD RS untuk mengisolasi ruangan atau mengisolasi
pasien bersangkutan yang dianggap tercemar oleh
infeksi.
6) Mengawasi ketat penerapan Kewaspadaan Standar.
7) Ruangan tempat terjadi KLB harus didisinfeksi.
k) Komite PPIRS melakukan dokumentasi tentang kejadian dan
tindakan yang telah diambil terhadap data atau informasi KLB.
l) Komite PPIRS terus melakukan monitoring dan evaluasi sampai
KLB berhasil diatasi.
m) Status KLB wajib dilaporkan ke dinas kesehatan setempat.
n) Komite PPI menyatakan KLB selesai jika dua kali masa
inkubasi terpanjang tidak ditemukan kasus baru.
41
Pasien imunosupresi di RSUD Tais diterima melaui jalur IGD dan
poliklinik rawat jalan. Jika pasien memerlukan
perawat/bidanan, akan ditempatkan di ruang observasi khusus
pasien imunosupresi.
42
Prosedur dilakukan dalam ruangan yang berventilasi
memadai.
Tersedia APD yang sesuai dengan risiko pajanan.
d) Pembersihan dan disinfeksi kamar jenazah sesuai dengan
ketentuan panduan Pengelolaan Kamar Jenazah.
e) Penatalaksanaan limbah dan linen kamar jenazah sesuai
dengan ketentuan panduan Pengelolaan Kamar Jenazah.
f) Pemulasaraan jenazah berpenyakit menular harus
dilakukan sesegera mungkin, tidak melebihi batas waktu
4 jam.
43
Ruang bayi sehat harus terpisah dengan ruangan bayi
sakit.
Suhu kamar bayi sehat : 21 – 24 °C dengan
kelembaban 45 -60%, sedangkan suhu untuk kamar
bayi sakit :22 – 24 °C dengan kelembababn 35 – 60
%.
Pengecekan temperatur refrigerator obat dilakukan
setiap hari.
b) Peralatan
Tempat tidur, tiang infus, timbangan, peralatan
fototerapi, dibersihkan setiap hari dengan kain
lembab memakai detergen dan air bersih atau alkohol
70%.
Bak mandi : dibersihkan dengan detergen dan air
bersih setiap hari
c) Persyaratan bekerja di kamar bayi
Petugas
Mencuci tangan harus dilakukan sebelum dan
sesudah tindakan , sebelum dan sesudah
memberi susu bayi, sesudah dari toilet.
Perawat/bidan kamar bayi harus mengikuti
program vaksinasi hepatitis B dan pemeriksaan
kesehatan berkala setiap 6 bulan.
Perawat/bidan kamar bayi idak boleh
memelihara kuku atau memakai perhiasan saat
bekerja.
Perawat/bidan yang merawat bayi sehat tidak
boleh merawat bayi sakit.
Rambut harus diikat / dipotong pendek
sehingga tidak mengenai muka bayi saat
memberi susu bayi.
Mengganti popok harus mengunakan sarung
tangan.
Ibu yang menyusui di kamar bayi :
Mencuci tangan sebelum dan sesudah
menyusui bayi.
44
Membersihkan puting susu sebelum
menyusui bayi
Petugas yang menerima ASI yang dipompa
dari ibu / keluarga harus memastikan
botol susu tertutup, beri label, tanggal
dan waktu pengambilan ASI.
Bayi :
Bayi yang sehat harus dipisahkan dari bayi
yang sakit.
Pemberian vaksin Hepatitis B diberikan 24
jam setelah lahir sedangkan bayi dengan
riwayat ibu dengan Hepatitis diberikan
immunisasi pasif.
Bayi dengan berat badan normal
dimandikan 1x sehari sebelum putus tali
pusat.
Perawatan tali pusat dengan menggunakan
air bersih, dikeringkan dan tidak ditutup
dengan kassa.
Mata bayi yang dirawat dengan blue light
harus ditutup dan tutup mata dibuka saat
diberi susu.
Setiap bayi mempunyai perlengkapan
masing-masing dan disimpan ditempat yang
sudah disediakan.
45
c) Semua benda tajam yang terkontaminasi oleh darah
harus langsung dibuang ke dalam sharp container
(safety box) yang telah tersedia.
d) Semua linen yang terkena noda darah dimasukkan
kedalam kantong berwarna kuning.
e) Staf yang mempunyai lesi/luka terbuka atau goresan
pada tangan mereka harus menutup luka tersebut
dengan plester kedap air dan selalu menggunakan
sarung tangan saat menangani persalinan.
f) Staf yang bekerja dikamar bersalin harus ikut dalam
program vakinasi Hepatitis B.
g) Semua tisu dan sampah yang terkontaminasi dengan
darah harus dibuang ke dalam kantong plastik kuning.
2 Persyaratan bekerja di kamar bersalin :
2.1 Petugas kamar bersalin :
a) Dokter harus mengganti baju sebelum menolong
persalinan.
b) Menggunakan APD lengkap (sarung tangan, masker,
goggle, apron, topi) sebelum menolong persalinan.
c) Memakai alas kaki yang telah disediakan khusus
untuk kamar bersalin.
d) Melaksanakan kebijakan kebersihan tangan yang
efektif.
2.2 Pasien
a) Pasien harus mengganti baju sebelum ditolong
persalinan.
b) Keluarga yang masuk ke kamar bersalin dibatasi.
c) Pasien dengan infeksi harus ditempatkan diruang
tersendiri (isolasi)
2.3 Bayi
a) Perawat/bidan/bidan yang menerima bayi baru lahir
harus menggunakan APD lengkap.
b) Penghisap lendir bayi harus menggunakan alat sekali
pakai.
c) Bayi lahir, tali pusat diikat dengan klem tali pusat
steril dan diberi alkohol 70% / povidine iodine7.5%
pada ujung tali pusat.
46
d) Bayi baru lahir dibersihkan, kemudian bayi
dimandikan dengan air hangat.
47
a) Pertahankan selaput ketuban tetap utuh selama
mungkin.
b) Tali pusat diklem/ditutup sesegera mungkin untuk
menghindari tranfusi janin maupun ibu yang tidak
perlu.
c) Suntikan dan contoh darah bayi ditunda sampai
darah yang berasal dari ibu dibersihkan.
d) Dalam keadaan ibu positif menderita Hepatitis B,
maka dorongan untuk imnunisasi terhadap bayi
sebaiknya aktif dilakukan.
e) Pada saat bayi dimandikan, harus dilakukan
secara hati-hati sehingga semua darah menempel
bisa dibersihkan, semua peralatan yang digunakan
dibuang ke dalam plastik warna kuning atau
dibersihkan sehingga semua yang mengandung
protein terangkat. Segera setelah prosedur ini
selesai dilakukan, bayi bisa ditangani dengan
normal, tidak perlu diambil tindakan
pengisolasian.
f) Lakukan imunisasi bayi baru lahir dengan ibu
yang positif hepatitis B.
48
kebersihan tangan (five moment) wajib dilaksanakan
(standar WHO) dan enam langkah prosedur.
c. Kebersihan tangan surgical, menggunakan
chlorhexidine 4 %, dengan enam langkah prosedur dan
mencuci sampai siku tangan.
2.2 Alat Pelindung Diri (APD) :
a. Melakukan kebersihan tangan sebelum memakai
sarung tangan.
b. Pakai sarung tangan sesuai ukuran tangan dan jenis
tindakan.
c. Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan.
d. Pakai sarung tangan bila ada kemungkinan akan
terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekret, ekskret,
bahan/benda terkontaminasi, mukosa, kulit yang tidak
utuh, atau kulit utuh yang potensial terkontaminasi.
e. Ganti sarung tangan bila akan merawat pasien yang
berbeda.
f. Masker bedah dipakai selama tindakan operasi dan
diganti dengan masker baru pada saat akan operasi
berikutnya.
g. Kenakan apron sebelum akan memakai gaun steril.
h. Kenakan gaun steril untuk tindakan operasi.
i. Kenakan gaun bersih tidak steril untuk melindungi kulit
dari
kontaminasi dan mencegah baju menjadi kotor, selama
tindakan /merawat pasien yang memungkinkan
terjadinya percikan cairan tubuh pasien.
j. Tutup kepala digunakan mulai pintu masuk kamar
bedah, dan diganti setiap kali selesai operasi.
k. Gunakan alas kaki yang tertutup bagian depan, dan
tidak bolong bolong.
2.3 Penanganan peralatan perawat/bidanan pasien :
a. Pembersihan dan desinfeksi dilakukan segera setelah
alat-alat dipergunakandan dilakukan oleh petugas
terlatih.
b. Peralatan untuk ventilasi dan pernapasan yang
digunakan pada penderita TB yang dioperasi
menggunakan alat yang sekali pakai.
49
2.4 Pembersihan lingkungan :
a. Menggunakan cairan desinfektan untuk RS sesuai
dengan pedoman RS.
b. Tempat tidur/ kursi, meja, permukaan meja operasi,
permukaan meja instrument dibersihkan setiap selesai
dipakai pasien dengan menggunakan chlorine 0,05 %
atau desinfektan yang lain sesuai kebijakan Rumah
Sakit.
c. Penanganan limbah, sampah medis (infeksius)
dimasukkan ke dalam kantong kuning, benda tajam
dimasukkan ke dalam safety box, sampah umum/rumah
tangga (non infeksi) menggunakan kantong plastic hitam
dan dibuang di Tempat Pembuangan Sampah (TPS).
d. .Penanganan tumpahan darah atau bahan infeksius
harus dibersihkan sesuai Standar Prosedur Operasional
Penanganan Tumpahan darah/Cairan Tubuh.
2.5 Pasien :
a. Pasien berhenti merokok 1 bulan sebelum operasi.
b. Pasien mandi dengan antiseptik malam dan pagi hari
sebelum operasi.
c. Cukur rambut, dilakukan bila benar-benar diperlukan
segera sebelum operasi dengan menggunakan clipper
bukan razor.
d. Post operasi, meliputi pencegahan dan rawatan pasien
sebelum, selama pasien dan sesudah pasien operasi.
e. Penderita TB sewaktu dibawa masuk kamar operasi
segera langsung masuk kamar operasi tidak
diperbolehkan menunggu di lingkungan kamar operasi.
Masker bedah harus dipakai pasien selama pasien
dipindah ke kamar operasi
Pasien TB harus dipulihkan kesadarannya di kamar
operasi / ruang anastesi, tidak boleh di ruangan
pemulihan.
2.6 Petugas :
a. Memberikan pendidikan dan pelatihan kepada petugas
kamar bedah.
b. Memberikan motivasi kepada petugas.
50
c. Petugas tidak memakai jam tangan, gelang, cincin.
d. Tidak berkuku panjang dan memakai cat kuku.
e. Petugas yang menderita sakit menular dilarang untuk
bekerja di kamar bedah.
51
untuk semua prosedur invasif dan penggantian
balutan perlu memakai sarung tangan steril. Dalam
situasi darurat dimana prosedur yang dilakukan tidak
cukup baik dalam teknik aseptik, seperti penggantian
kateter urine, pemasangan kateter intra vena yang
mungkin dapat terkontaminasi, maka sebaiknya
peralatn tersebut diganti setelah kondisi pasien stabil.
52
Item yang sekali pakai seperti peralatan airway yang
kontak langsung dengan saluran pernafasan seperti ETT
dan airway canule suction yang telah diberi label sekali
pakai menurut petunjuk manufaktur tidak boleh
dipakai ulang atau didaur ulang.
Item yang dapat dipakai ulang
Item yang dapat dipakai ulang harus dilakukan
dekontaminasi dan disinfeksi yang benar sebelum
digunakan kembali dan apabila prosedur yang akan
dilakukan melibatkan bagian tubuh yang steril, maka
peralatan tersebut harus dalam keadaan steril.
Circuit Ventilator
Untuk setiap pasien, breathing circuit, humidifier harus
diganti setiap 5-7 hari atau dapat diganti jika kotor,
circuit dapat dilindungi dengan posisi filter yang benar,
sedangkan bacterial filter dipakai satu pasien satu
bacterial filter.
6. Suplai
Area penyimpanan
Item yang bersih dan steril tidak boleh disimpan dalam
area yang sama.Lokasi atau ruangan terpisah harus
digunakan untuk area bersih dan kotor.
Item steril
Semua item yang telah steril harus disimpan di area yang
bersih dan kering. Jika bungkusan steril mengalami
kerusakan atau bocor, maka kemasan tersebut
dinyatakan tidak steril lagi dan item didalamnya tidak
boleh digunakan. Pengecekan item steril pada stok steril
harus dilakukan secara reguler. Semua item steril harus
dicek keutuhan kemasannya sebelum digunakan
(dibuka).
7. Pengelolaan Linen
Linen kotor merupakan sumber kontaminasi
mikroorganisme yang signifikan linen kotor saat
penggantian linen (oleh karena itu penggantian linen
tidak boleh dilakukan dengan mengibaskan linen ke
udara).
53
Linen disimpan di tempat yang bersih, kering dan
tertutup untuk mencegah kontaminasi kuman dari
udara. Jika linen bersih tidak jadi digunakan, maka
tidak boleh disimpan di area penyimpanan stok linen
ruangan, tetapi harus dikembalikan ke laundry untuk
dicuci ulang.
Tidak boleh meletakkan linen kotor di lantai, di kursi
atau di meja. Linen kotor dimasukkan ke dalam kantong
plastik trolly linen kotor yang telah tersedia. Trolly linen
yang digunakan untuk mengangkut linen kotor tidak
boleh digunakan untuk membawa linen bersih.
8. Obat-obatan
Obat-obatan harus disiapkan dengan menggunakan
teknik tanpa sentuhan, obat-obat parenteral harus
disiapkan secara aseptik menggunakan spuit dan jarum
steril. Cairan intravena dan cairan irigasi steril harus
diberi label tanggal, waktu dibuka dan dibuang setelah
24 jam (jika setelah dibuka dan tidak digunakan lagi).
Antibiotika
Pemberian antibiotika pada pasien ICU harus
memperhatikan pola sensitivitas kuman, jika tidak, akan
memberikan andil terjadinya KLB infeksi serius dengan
konsekuensi yang fatal. Adanya kebijakan penggunaan
antibiotika di rumah sakit akan lebih rasional dalam
pemberiannya dan merupakan keputusan yang dapat
diterima secara hukum dibandingkan mereka yang tidak
mempunyai kebijakan tentang pemberiaan antibiotika
yang benar.
Pemberian multi dose
Karena adanya potensi terjadi infeksi silang, maka
penggunaan vial untuk multi dose dan ampul untuk
pasien lebih dari satu sangat tidak dianjurkan diterapkan
di RS Panti Rahayu, oleh karena itu isi vial atau ampul
hanya digunakan oleh satu pasien saja dengan alternatif
lainnya yaitu dengan memisahkan isi vial ke dalam
beberapa spuit steril, beri tanggal dan jam buka vial pada
spuit dan disimpan dalam lemari pendingin obat untuk
selama 24 jam.
54
9. Faktor Pasien dan Petugas
Isolasi
Setiap pasien yang dicurigai atau dinyatakan mempunyai
penyakit menular, maka harus ditempatkan terpisah dari
pasien lain (kamar isolasi/observasi khusus).
Higiene
Pasien yang dirawat di ICU secara rutin harus dilakukan
personal hygiene dengan baik. Dengan melakukan
personal hygiene yang baik akan mencegah terjadinya
infeksi silang dan memberikan kesegaran dan
mengurangi stres bagi pasien.
Petugas
Semua staff yang bertugas di ICU harus memakai
seragam yang bersih. Staf ICU tidak diperbolehkan
memakai perhiasan termasuk cincin kawin saat mereka
tugas, hal ini karena potensial menyebarkan kuman atau
mengakibatkan kolonisasi kuman. Staf yang diketahui
mengidap penyakit menular baik melalui pembuluh
darah maupun melalui udara harus berobat dan
melaporkan ke supervisor.
10. Pengendalian lalu lintas di ICU
Dalam kasus tertentu pengunjung harus dibatasi sesuai
dengan keperluannya, hal ini untuk memberikan keamanan
dan kenyamanan bagi pasien. Jika pasien dirawat di kamar
isolasi ICU, maka pengunjung harus diberi penjelasan
untuk menerapkan kewaspadaan standar termasuk
pengunaan APD, dan anak-anak di bawah umur tidak boleh
masuk ke dalam ICU, khusus untuk bayi pengunjung yang
diperbolehkan hanya orang tua.
Pengunjung wajib melakukan kebersihan tangan sebelum
dan sesudah
mengunjungi pasien ICU.
Pengunjung tidak perlu memakai baju ganti pada saat
mengunjungi pasien di ICU.
Pengunjung tidak perlu mengganti alas kaki saat
mengunjungi pasien di ICU.
11. Pengendalian Lingkungan
55
Penanganan sampah
a. Semua pembuangan sampah harus mengikuti
tatacara penanganan dan pembuangan sampah harus
sesuai dengan kategori sampah (infeksius dan non
infeksius)
b. Jarum bekas dan benda tajam lainnya harus dibuang
ke dalam tempat yang telah disediakan (sharp
container/ safety box)
c. Bekas balutan yang terkontaminasi oleh darah dan
cairan tubuh harus dibuang ke dalam kantong
sampah infeksius ( warna kuning).
Suhu dan kelembapan udara
Pengecekan suhu dan kelembaban udara harus
dilakukan setiap hari.
Kebersihan ruangan
Pembersihan harian : lantai harus dibersihkan
setiap hari dengan menggunakan kain pel dan
desinfektan, dilakukan 2 sehari atau sewaktu-
waktu.
Pembongkaran : dilakukan 1 bulan sekali atau
melihat jumlah pasien.
56
Evaluasi pasien : mengetahui riwayat kesehatan yang
lengkap
Perlindungan diri :
Hindari memegang sesuatu yang tidak dibutuhkan
pada waktu merawat pasien, hindari kontak
dengan mata, hidung, mulut dan rambut serta
hindari memegang luka atau abrasi.
Tutupi luka atau lecet-lecet pada jari dengan
plester kedap air.
Melakukan kebersihan tangan sebelum dan setelah
merawat pasien dengan chlorhexidine 2 %.
Dokter gigi memakai baju praktek yang bersih dan
berlengan pendek.
Dokter gigi dan perawat/bidan gigi harus menggunakan :
Sarung tangan : sarung tangan lateks bersih
digunakan pada saat memeriksa pasien tanpa
kemungkinan terjadinya perdarahan, sarung
tangan steril digunakan pada saat melakukan
tindakan bedah, sarung tangan rumah tangga
digunkan pada saat membersihkan
alat/permukaan kerja atau bila menggunakan
bahan kimia.
Kacamata pelindung : melindungi mata dari
splatter dan debris yang diakibatkan oleh high
speed handpiece, pembersihan karang gigi.
Masker : mencegah terhirupnya aerosol yang dapat
menginfeksi saluran pernafasan atas maupun
bawah.
c) Sterilisasi instrumen / peralatan:
a. Sebelum disterilkan alat-alat harus dibersihkan terlebih
dahulu dari debris organik, darah dan saliva.
b. Setelah dibersihkan, instrumen harus dibungkus untuk
sterilisasi
c. Proses sterilisasi dilakukan di Instalasi CSSD
d. Instrumen harus tetap steril hingga saat dipakai,
pembungkus instrumen hanya boleh dibuka segera
sebelum digunakan, apabila dalam waktu 1 bulan tidak
digunakan harus disterilkan ulang.
57
d) Menutupi pegangan lampu, tombol-tombol pada unit gigi, baki
instrumen, ujung alat three way syringe, saliva ejector, ujung
alat tambalan sinar, sandaran kepala dengan plastik,
alumunium foil sekali pakai untuk tiap pasien.
e) Pembuangan barang-barang bekas pakai seperti sarung
tangan, masker, penutup permukaan yang terkontaminasi
darah atau cairan tubuh ke dalam tempat sampah infeksius
sedangkan benda tajam seperti jarum atau pisau scalpel
dimasukkan ke dalam tempat sampah benda tajam.
f) Berkumur antiseptik sebelum tindakan kedokteran gigi, efektif
mereduksi jumlah oral mikroorganisme rongga mulut
58
c. Dilakukan analisis risiko dan rencana tindak lanjut PPI
oleh IPCN bersama komite PPI.
d. Komite PPI menetapkan hasil analis untuk dijadikan
program kerja PPIRS Tais.
e. Risiko PPI juga terkait KLB
Ditetapkan : Seluma
Pada tanggal : 06 Juli 2022
Direktur RSUD Tais
59