Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan perilaku sulit


memusatkan perhatian, perilaku impulsif dan hiperaktif yang biasanya terjadi
pada anak-anak.1,2,3,4 Gejala ADHD biasanya telah terjadi sebelum usia anak 7
tahun. Namun, baru terlihat setelah anak menempuh pendidikan formal seperti
saat masuk ke Sekolah Dasar. Masalah – masalah yang dapat menimbulkan
masalah di sekolah dan tempat lain, biasanya diakibatkan susah memusatkan
perhatian, hiperakivitas dan impulsivitas. Hal tersebut dapat mengganggu fungsi
secara sosial, akademik dan aktivitas ekstrakulikuler yang seharusnya sesuai
perkembangannya. Anak dengan ADHD biasanya mengalami kesulitan karena
dikucilkan teman – temannya, dianggap nakal, pemalas dan bodoh oleh gurunya,
sehingga menimbulkan penderitaan pada anak tersebut dan penurunan kualitas
hidupnya.1,2

Angka kejadian ADHD di Dunia diperkirakan 2% hingga 9% dari seluruh


anak usia sekolah. Amerika Serikat memiliki prevalensi 2% hingga 20% kejadian
ADHD pada anak di usia sekolah dasar. Pada tahnun 2005, di Indonesia,
diperkirakan populasi anak Sekolah Dasar yang menderita ADHD adalah 16,3%
dari total populasi yaitu 25,85 juta anak. Semua anak ini mengalami kesulitan
belajar dan mengalami penderitaan yang serius, akibat dikucilkan teman dan dicap
sebagai anak nakal.1,2

BAB II
1
ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD)

A. Definisi

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan gangguan


perilaku yang biasanya terjadi pada anak – anak dengan gejala, gangguan
atensi atau kurang dapat memusatkan perhatian, dengan kata lain tidak bisa
fokus. Selain itu keluhan lainnya adalah tindakan impulsif dan
1,2,3,4
hiperaktifitas. Ambang toleransinya sangat rendah, ditunjukkan dengan
perilaku mudah marah atau mudah tersinggung. Pasien juga mengalami
disorganisasi, sering kehilangan barang yang tidak seharusnya hilang,
seperti kehilangan sepatu sekolah. Selain itu, yang paling sering
mengganggu adalah perilaku agresifitas, seperti gampang memukul orang,
suka menyakiti binatang dan lain – lain.1,2

B. Etiopatofisiologi

1. Faktor Genetik

Saudara kandung anak ADHD 5 sampai 7 kali lebih beresiko


menderita ADHD daripada yang tidak memiliki riwayat saudara
dengan ADHD. Anak dari orang tua yang menderita ADHD memiliki
kemungkinan 50% diturunkan gangguan tersebut dari orangtuanya.1,2,4

2. Faktor Kerusakan Otak

Anak dengan ADHD memiliki kerusakan ringan pada sistem saraf


pusat dan perkembangan otak selama masa periode janin dan
perinatal. Kerusakan ini diduga disebabkan oleh gangguan sirkulasi,
toksik, metabolik, mekanik atau fisik pada otak.2 Rapoport dkk dalam
penelitiannya menyebutkan bahwa anak dengan ADHD mengalami
pengecilan lobus prefrontal kanan, nukleus kaudatus kanan, globus
palidus kanan serta pada vermis.1

Lobus prefrontal terlibat dalam proses editing perilaku,


mengurangi distraktibilitas, membantu kesadaran diri dan waktu
seseorang. Nukleus kaudatus dan globs palidus menghambat respon

2
otomatis yang datang pada bagian otak, sehingga koordinasi
rangsangan tersebut tetap optimal.2

Gambar 1. Dopamin di Otak

3. Faktor Neurokimia

Pada pasien ADHD diperkirakan terjadi mutasi Dopamine


Transporter Gene, sehingga terjadi peningkatan ambilan kembali
dopamin ke dalam sel neuron di sitem limbik dan lobus prefrontal.1,2

4. Faktor Psikososial

Biasanya pada pasien dengan gangguan ADHD memiliki ganggan dan


faktor stress dalam keluargaya.1,2

C. Manifestasi Klinis

1. Gangguan dalam nonverbal working memory, dapat berupa

a. Kehilangan rasa kesadaran tentang waktu,

b. Ketidakmampuan untuk menympan informasi di dalam otaknya,

c. Persepsi yang tidak sesuai terhadap suatu objek atau kejadian,

d. Perencanaan dan pertimbangan yang buruk.

3
2. Gangguan dalm internalisation of self directed speech, berupa:

a. Kesulitan mengikuti peraturan yang berlaku,

b. Tidak disiplin,

c. Self guidance dan self questioning yang buruk.

Gangguan dalam regulasi, motivasi dan tingkat ambang kesadaran diri


yang buruk, berupa :

a. Kesulitan dalam mensensor semua bentuk reaksi emosi, ambang


toleransi terhadap frustasi yang rendah,

b. Hilangnya regulasi diri dalam bidang motivasi dan dorongan


kehendak.

3. Gangguan dalam kemampuan merekonstruksi berbagai perilaku yang


sudah diobservasi dalam usaha untuk membangun suatu bentuk perilaku
baru untuk mencapai tujuan dari suatu kegiatan yang sudah ditargetkan,
yang ditunjukan dalam bentuk:

a. Keterbatasan untuk menganalisa perilaku – perilaku dan


mengsisntesanya ke dalam bentuk yang baru,

b. Ketidakmampuan untuk menyelesaikan persoalan sesuai dengan


taraf usianya.1,2

D. Diagnosis

Diagnosis ADHD berdasarkan DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of


Mental Disorders, yaitu :

A I . Kurang Perhatian

Paling sedikit mengalami enam atau lebih dari gejala-gejala berikut, dan
berlangsung selama paling sedikit 6 bulan sampai suatu tingkatan yang
maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan.

a. Seringkali gagal memerhatikan baik-baik terhadap sesuatu yang detail


atau membuat kesalahan yang sembrono dalam pekerjaan sekolah clan
kegiatan - kegiatan lainnya,

b. Seringkali mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian terhadap


tugas-tugas atau kegiatan bermain,
4
c. Seringkali tidak mendengarkan jika diajak bicara secara langsung,

d. Seringkali tidak mengikuti baik-baik instruksi dan gagal dalam


menyelesaikan pekerjaan sekolah, pekerjaan,atau tugas di tempat kerja
(bukan disebabkan karena perilaku melawan atau kegagalan untuk
mengerti instruksi),

e. Seringkali mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas dan


kegiatan,

f. Seringkali kehilangan barang benda penting untuk tugas-tugas clan


kegiatan, misalnya kehilangan permainan;kehilangan tugas
sekolah;kehilangan pensil, buku, dan alat tulis lain,

g. Seringkali menghindari, tidak menyukai atau enggan untuk


melaksanakan tugas-tugas yang membutuhkan usaha mental yang
didukung, seperti menyelesaikan pekerjaan sekolah atau pekerjaan
rumah,

h. Seringkali bingung/terganggu oleh rangsangan dari luar, dan

i. Seringkali cepat lupa dalam menyelesaikan kegiatan sehari-hari.

A2. Hiperaktivitas Impulsifitas

Paling sedikit enam atau lebih dari gejala-gejala hiperaktivitas impulsifitas


berikutnya bertahan selama paling sedikit 6 bulan sampai dengan tingkatan
yang maladaptif dan tidak dengan tingkat perkembangan.

Hiperaktivitas

a. Seringkali gelisah dengan tangan atau kaki mereka, dan sering


menggeliat di kursi,

b. Sering meninggalkan tempat duduk di dalam kelas atau dalam situasi


lainnya di mana diharapkan agar anak tetap duduk,

c. Sering berlarian atau naik-naik secara berlebihan dalam situasi di


mana hal ini tidak tepat. (Pada masa remaja atau dewasa terbatas pada
perasaan gelisah yang subjektif),

d. Sering mengalami kesulitan dalam bermain atau terlibat dalam


kegiatan senggang secara tenang,

5
e. Sering 'bergerak' atau bertindak seolah-olah 'dikendalikan oleh motor',
dan sering berbicara berlebihan.

Impulsivitas

a. Mereka sering memberi jawaban sebelum pertanyaan selesai.

b. Mereka sering mengalami kesulitan menanti giliran.

c. Mereka sering menginterupsi atau mengganggu orang lain, misalnya


rnemotong pembicaraan atau permainan.

B. Beberapa gejala hiperaktivitas impulsifitas atau kurang perhatian yang


menyebabkan gangguan muncul sebelum anak berusia 7 tahun.

C. Ada suatu gangguan di dua atau lebih seting/situasi.

D. Harus ada gangguan yang secara klinis, signifikan di dalam fungsi sosia!,
akademik, atau pekerjaan.

E. Gejala-gejala tidak terjadi selama berlakunya PDD, skizofrenia, atau


gangguan psikotik lainnya, dan tidak dijelaskan dengan lebih baik oleh
gangguan mental lainnya.2

E. Tatalaksana

Penatalaksanaan pasien ADHD bersifat komprehensif atau menyeluruh,


menggunakan Multimodal Treatmen Approach (MTA). Anak dengan ADHD
tidak hanya mendapatkan terapi obat, namun juga terapi psikososial seperti
terapi perilaku, terapi kognitif perilaku, dan latihan keterampilan sosial.
Selain itu dilakukan juga psikoedukasi kepada orangtua dan guru maupun
pengasuh yang sehari – hari banyak bertemu dengan anak yang menderita
ADHD.1,5,6
1. Terapi Farmakologis

a. Golongan Psikostimultan

Ada tiga golongan obat yang dapat digunakan yaitu


Metilfenidat, Deksamfetamin, Pamolin. Golongan
Metilfenidat yang paling banyak digunakan. Dosis biasanya
sebanyak 10 mg sehari dibagi dua dosis untuk terapi awal.
Efek samping obat dapat berupa penarikan diri dari
6
lingkungan sosial, overfokus, letargi, agitasi, iritabel, mudah
menangis, cemas, sulit tidur, penurunan nafsu makan, sakit
kepala yang tidak ada sebelumnya.1,5,6

b. Golongan Non-Psikostimultan

Golongan obat nonstimultan yang biasa digunakan adalah


golongan Atomoxetine yang merupakan golongan selektive
norephinephrine reuptake inhibitor yang dapat mengurangi
gejala ADHD. Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh
Atomoxetine berupa sakit perut, berat badan turun karena
nafsu makan yang turun, nausea, mual, muntah, pusing,
mulut kering, agitasi, dan iritabilitas.5,6

Obat antidepresan dapat diberikan yang bekerja sebagai


inhibitor metabolisme dopamin dan norepinefrin dandapat
juga golongan serotonin specific reuptake inhibitor misalnya
fluxetine. Antipsikotik atipikal seperti risperidone juga dapat
digunakan untuk mengurangi gejala hiperaktivitas dan
agresivitas.1,5,6

2. Terapi Psikososial

a. Pelatihan keterampilan sosial bagi anak ADHD

Anak dengan ADHD diajarkan mengerti norma – norma


sosial yang berlaku dan berperilaku serta bereaksi sesuai
norma.1

b. Edukasi bagi orangtua dan guru

Memberikan pengertian dan penjelasan mengenai ganggan


pasien dan cara menghadapinya.1

c. Modifikasi perilaku

Contoh terapi perilaku yang dapat digunakan seperti :

7
-
Ciptakan rutinitas, berusaha untuk mengikuti jadwal
yang sama setiap hari dari bangun tidur hingga tidur
lagi,
-
Menata Rumah, letakkan perlengkapan sekolah, sepatu,
baju dan mainan di tempat yang sama setiap hari,
sehingga ia tidak pernah merasa kehilangan.
-
Jauhkan gangguan, matikan tv, radio, komputer ketika
anak sedang belajar.
-
Mempersempit pilihan, misalnya hanya memberi
pilihan antara dua benda saja, sehingga anak tidak
teroverstimulasi.
-
Menerapkan tujuan perilaku dan penghargaan, gunakan
sebuah papan tulis tentang list goal yang akan
dilakukan oleh anak dan berikan penghargaan jika ia
sudah melaksanakannya.
-
Disiplin, tidak dengan membentak, tetapi dengan
memberikan hukuman yang baik jika anak melakukan
perilaku yang tidak baik.
-
Membantu anak menemukan bakat atau talenta mereka,
temukan minat dan bakat anak – anak, misalnya musik,
olahraga dan lain – lain.9

d. Edukasi dan pelatihan pada guru

Peran guru sangat penting, karena biasanya masalah terbesar


anak dengan ADHD adalah pada bidang akademis. Harus
perlu diingat untuk menghindari stigmatisasi anak ADHD
seperyi anak nakal, anak bodoh atau anak malas. Anak
dengan ADHD dapat di letakkan di bangku paling depan di
kelasnya agar memiliki atensi yang lebih.1

e. Dukungan kelompok dan keluarga

3. Diet atau Nutrisi

8
a. Terapi Megavitamin

b. Vitamin lain dan suplemen minerals

Yang termasuk dalam kelompok ini adalah besi, seng,


magnesium dan piridoksin. Semua zat ini telah diketahui
dibutuhkan untuk perkembangan fungsi otak yang
optimal.5,6,7

c. Pemberian Karbohidrat yang tepat

Jenis karbohidrat yang dianjurkan untuk anak dengan ADHD


adalah jenis karbohidrat kompleks, seperti gandum utuh,
kacang – kacangan, nasi dan lain-lain. Jenis karbohidrat lain
yang harus dihindari adalah karbohidrat sederhana seperti
roti, makanan cepat saji, dan lain – lain. Karbohidrat komples
tidak dapat langsung dicerna, memerlukan waktu yang lebih
lama, sehingga tidak dapat cepat menjadi gula.7

d. Diet tinggi Protein

Diet untuk anak ADHD harus kaya protein. Sumber protein


yang dapat diberikan seperti telur, daging, keju dan kacang –
kacangan.7

e. Diet Feingold

Anak hiperaktif juga tidak boleh mengkonsumsi zat – zat


pewarna buatan, perasa buatan, dan pengawet makanan.7

f. Diet bebas aspartat atau pemanis buatan

g. Mengurangi diet gula

Gula merupakan sumber energi yang tinggi, sehingga dapat


memicu anak sangat aktif. Tidak boleh makan camilan
seperti ice cream, donat, coklat, dan lain-lain.7

h. Diet tanpa gluten dan Kasein

Gluten merupakan protein tepung terigu dan kasein


merupakan protein susu. Sehingga menyebabkan anak tidak
pernah merasa kelelahan.7
9
BAB III
LAPORAN KASUS

10
Riwayat Psikiatri
Riwayat psikiatri diperoleh dari heteroanamnesis dengan Ny. K (Ibu kandung
pasien) dan autoanamnesis. Kebenaran anamnesis dapat dipercaya.
Identitas Pasien
Nama : An.G
Jenis Kelamin : Laki - laki
Umur : 7 tahun Tgl masuk : 9-2-2015
Anak : kedua dari dua bersaudara Dibawa oleh keluarga
Pendidikan : Sekarang kelas 1 Sekolah Dasar
Status : Belum Menikah
Suku : Tais
Agama : Islam
Alamat : Jalan Berlian, No. 3, RT. 3, RW. 3, Bumi Ayu III, Selebar, Kota
Bengkulu

Identitas Ibu Pasien


Nama : Ny. K
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 39 tahun
Anak : Pertama dari empat bersaudara
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status : Menikah
Suku : Tais
Agama : Islam
Alamat : Jalan Berlian, No. 3, RT. 3, RW. 3, Bumi Ayu III, Selebar, Kota
Bengkulu

Keluhan Utama
Dibawa oleh keluarga dengan keluhan pasien dianggap nakal oleh guru, diancam
dikeluarkan dari sekolah karena sering berkelahi dengan teman dan tidak dapat
mengikuti pelajaran.

11
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak taman kanak – kanak pasien terlihat sering mengganggu teman – temannya.
Banyak teman – teman pasien yang menangis karena dipukul pasien ketika
bermain. Pasien sedikit mempunyai teman ketika itu, karena semua temannya
takut berteman dengan pasien dan menganggap pasien anak yang nakal. Namun,
menurut ibu pasien, pasien tidak memiliki gangguan yang berarti dalam belajar,
pasien bisa menerima pelajaran yang diberikan di TK tempatnya bersekolah.
Sedangkan, di lingkungan rumahnya, pasien hanya bermain dengan beberapa
teman saja. Pasien lebih sering bermain dengan sepupu – sepupunya dari pihak
ibunya. Namun, menurut ibu pasien sepupunya juga sering menangis ketika
sedang bermain dengan pasien karena pasien sering memukul sepupunya tersebut,
terutama saat berebut mainan, padahal pasien sudah memiliki mainan sendiri.
Pasien juga memiliki kecenderungan menyiksa binatang. Menurut ibu
pasien, adik kandung ibu pasien pernah melihat pasien menusuk- nusuk tubuh
kucing dengan kaca beling hingga kucing tersebut mati. Menurut pengakuan ibu,
sudah ada 5 kucing yang mati dibunuh pasien. Selain itu, pasien juga pernah
menyiksa anak ayam tetangga sehingga ibunya harus mengganti anak ayam
tersebut. Pasien mengikat leher anak ayam dengan tali, totalnya sekitar 5 anak
ayam, lalu pasien menggantungnya bersama – sama di pintu rumah pasien hingga
anak ayam tersebut mati. Ketika dikonfirmasi dengan pasien, pasien mengatakan
bahwa ia menyukai binatang. Ia hanya ingin bermain saja dengan binatang
tersebut.
Sejak 10 bulan yang lalu, pasien mulai masuk ke Sekolah Dasar. Sejak saat
itu, ibu pasien sering dipanggil ke sekolah karena pasien sering berkelahi dengan
temannya dan menjahili teman – temannya. Pasien pernah menusuk perut
temannya dengan pensil yang runcing dan sering memukuli temannya, tidak
jarang terjadi perkelahian antara pasien dan temannya. Selain itu, menurut guru
pasien, pasien juga tidak dapat mengikuti pellajaran di kelasnya, pasien selalu
ribut dan mengajak teman – temannya untuk berbicara selama jam pelajaran.
Pasien duduk di urutan bangku tengah di kelasnya. Tidak jarang pasien malah
berpindah dari satu tempat duduk ke tempat duduk yang lainnya ketika jam
pelajaran, sehingga mengganggu teman – temannya yang lain yang sedang belajar.

12
Pasien juga tidak termasuk anak yang pintar disekolah, pasien merupakan urutan
dua terendah di kelasnya. Menurut ibu pasien pasien sering lupa, tidak hanya
perihal pelajaran di sekolah, namun juga hal – hal kecil lain. Pernah pasien
kehilangan sepatu sekolahnya, ketika pulang sekolah pasien tidak menggunakan
sepatu lagi. Ketika di cari oleh ibu pasien, ternyata sepatu sekolahnya ada di laci
bawah meja belajar di kelas pasien.
Pasien juga pernah membawa pisau dapur di dalam tas sekolahnya, lalu
membawanya ke sekolah. Ketika ditanyakan oleh guru kenapa pasien membawa
pisau, pasien menjawab ingin mengancam membunuh kakak kelasnya dengan
pisau tersebut karena telah mengganggunya. Pasien mengatakan bahwa kakak
kelasnya tersebut mengatakan bahwa ibunya yang seorang janda tersebut “kanji”
atau ganjen. Pasien sangat marah kepada kakak kelasnya tersebut, sehingga
membawa pisau tersebut ke sekolah.
Dua minggu yang lalu, ibu pasien menikah lagi dengan seorang angkatan
laut. Pasien sangat cemburu dengan ayah tirinya tersebut. Ibu pasien tidak pernah
boleh tidur bersama ayah tirinya itu. Pasien meminta ibunya tidur bersamanya.
Ketika ayah tiri dan ibunya sedang duduk berdua, pasien akan marah dan berkata
kepada ayahnya untuk berjauhan dengan ibunya dan mengatakan bahwa ibunya
tidak boleh ganjen atau “kanji” untuk berdekatan dengan ayah tirinya tersebut.
Pasien juga menjadi gampang tersinggung dan marah – marah. Kadang – kadang
untuk hal kecil seperti kehilangan mainannya pun pasien marah – marah dengan
ibunya dan mengatakan ibunya yang merusak mainannya. Jika sudah marah, suara
pasien sangat kecang seperti membentak dan tak jarang berkata kotor.
Tiga hari yang lalu, ibu pasien dipanggil lagi ke sekolah karena pasien
terancam dikeluarkan dari sekolah. Pasien berkelahi dengan kakak kelasnya yang
sudah kelas 5 dan kelas 6. Menurut pasien, pasien berkelahi karena pasien tidak
suka dengan kakak kelasnya yang walaupun sudah besar tetap saja mengatakan
bahwa ibunya ganjen atau “kanji”. Pasien sangat marah dan memukul kakak
kelasnya tersebut. Guru pasien merasa tidak sanggup lagi mendidik pasien,
sehingga akan mengeluarkan pasien dari sekolah. Ibu pasien tidak terima anaknya
dikeluarkan karena merasa tidak mungkin anak yang baru kelas 1 SD dikeluarkan
dari sekolah karena nakal. Akhinya guru pasien memberi pilihan untuk

13
menghukum pasien untuk istirahat belajar dulu selama 10 hari, sembari ibu pasien
berusaha mengobati pasien dan membawa pasien ke psikiater.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Psikiatri: belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.
Riwayat Medis: tidak ada riwayat kejang, tidak ada riwayat trauma kepala
Riwayat Penggunaan Obat (Zat psikoaktif): tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga

No Nama Jenis kelamin Usia Hubungan Sifat

1 Tn.X Laki - laki 42 tahun Ayah tiri Pendiam, kurang


peduli dengan pasien

2 Ny. K Perempuan 39 tahun Ibu Kandung Periang, keras kepala,


kurang bertanggung
jawab

3. An.G Laki - laki 7 tahun Pasien Keras kepala,


pemarah

Tabel 1. Struktur keluarga yang tinggal serumah saat ini

Genogram

Keterangan: laki-laki hubungan


tidak dekat
14
perempuan menikah

sehat jiwa cerai

gangguan jiwa

meninggal dunia

Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Ayah pasien meninggal
karena kecelakaan saat usia pasien masih dua bulan. Sejak saat itu pasien diasuh
oleh bibinya (adik kandung ibunya), kakak pasien di titip kepada orang tua ibu
pasien di kampung asal ibu pasien sedangkan ibu pasien merantau untuk mencari
nafkah. Setelah usia pasien 8 bulan, pasien diambil kembali oleh ibunya karena
takut pasien kelak tidak mengenal ibunya karena di asuh adiknya. Akhirnya pasien
di asuh ibunya hingga usia pasien 3 tahun. Pada saat usia pasien 3 tahun, ibu
pasien menikah lagi dengan seorang laki – laki yang bekerja sebagai pemadam
kebakaran. Ibu pasien ikut suaminya tinggal di Padang. Pasien di titipkan lagi
kepada adik kandung pasien yang tinggal di Bengkulu.
Satu tahun menikah, ibu pasien bercerai dengan suaminya. Kemudian
kembali ke Bengkulu. Pasien kembali tinggal dengan ibunya mengontrak sebuah
bedengan hingga saat ini. Dua minggu yang lalu ibu pasien menikah lagi dengan
seorang laki – laki yang bekerja sebagai angkatan laut.
Pasien tinggal di lingkungan dengan sosioekonomi yang menengah ke
bawah. Tinggal di rumah bedengan dengan satu kamar, sedikit teras dan ruang
tamu, lalu dapur di belakang. Hubungan pasien dengan ayah tirinya kurang dekat.
Pasien sering merasa cemburu pada ayah tirinya. Hubungan pasien dengan
kakaknya juga kurang dekat karena pasien dan kakaknya jarang bertemu. Ibu
pasien juga sering merokok di depan pasien, sehingga pasien sering marah kepada
ibunya.
Adik dari ayah pasien ada yang menderita gangguan jiwa. Menurut ibu
pasien, adik suaminya itu dulunya sangat pintar hingga mendapat beasiswa ke luar

15
negeri. Namun, ketika kembali ke Indonesia, ia mengalami gangguan jiwa. Ibu
pasien tidak begitu mengerti nama penyakitnya.

Riwayat Kehidupan Pribadi


1. Masa Prenatal
Pasien merupakan anak yang direncanakan dan dikehendaki. Ia dikandung
selama 9 bulan. Tidak ada masalah kesehatan pada saat mengandung pasien.
pasien lahir spontan dan normal, serta tidak ada kelainan fisik pada saat lahir
2. Masa kanak-kanak awal
Pasien di asuh oleh bibinya sejak usia 2 bulan hingga 8 bulan, tidak
mendapatkan ASI pada saat itu. Kemudian diasuh ibunya dari usia 8 bulan
hingga 3 tahun. Lalu kembali di asuh lagi oleh bibinya sampai usia 4 tahun.
3. Masa kanak-kanak pertengahan
Pertumbuhan dan perkembangan pasien sama seperti anak seusianya. Menurut
ibu pasien, pasien memang selalu dianggap anak nakal. Namun, menurut ibu
pasien itu merupakan hal biasa, karena pasien masih anak – anak. Pasien
memiliki sedikit teman dan sulit mengikuti pelajaran di sekolah.

Situasi Kehidupan Sekarang


Paien tinggal bersama ibu kandungnya dan ayah tirinya di rumah bedengan yang
disewa orangtua pasien. Kakak pasien tidak tinggal serumah dengan pasien,
melainkan di kampung asal ibunya. Di depan rumah pasien, merupakan rumah
adik ibu pasien. Pasien sering bermain dengan sepupunya dan jarang bermain
dengan teman – teman di sekitar rumahnya.

Pemeriksaan Status Mental


a. Deskripsi Umum :
1. Penampilan
Seorang anak laki - laki , berusia 7 tahun, berperawakan kurus, kulit sawo
matang, berpakain bersih dan rapi. Warna kaos coklat dan celana pendek
coklat. Rambut pasien pendek. Pasien berpenampilan sesuai usianya.
Kondisi fisik terlihat sehat.
2. Kesadaran kuantitas
Kompos mentis

16
3. Kesadaran kualitas
Baik
4. Tingkah laku dan psikomotor
Tidak dapat diam, selalu ingin tahu, berjalan kesana kemari memegang
barang yang baru ia temui. Ketika diperiksa di rumah, sambil menjawab
pertanyaan, tangan pasien tidak berhenti membuat kerajinan lilin
berbentuk binatang buas seperti hiu, buaya, dinosaurus dan lain lain.
5. Pembicaraan
Bicara spontan, artikulasi jelas, intonasi cukup, tempo biasa, menjawab
sesuai pertanyaan, kemampuan berbahasa baik. Sering memotong
pembicaraan.
6. Perilaku terhadap pemeriksa
Pasien cukup kooperatif, namun mudah teralih perhatiannya, tidak bisa
fokus. Perlu diulang – ulang pertanyaan karena tidak memperhatikan yang
ditanyakan.
b. Mood dan afek
Mood eutimia, afek luas, serasi dengan isi pembicaraan pasien.
c. Bentuk pikir
Realitas
d. Proses pikir
Koheren
e. Isi pikir
Tidak ada gangguan
f. Persepsi
Tidak ada gangguan
g. Sensorium dan kognisi
1. Orientasi terhadap tempat, orang, dan waktu
Baik, pasien mampu menyebutkan berada di rumahnya di bumi ayu.
Waktu wawancara siang hari dengan dokter dan ibu kandungnya.
2. Daya ingat
Jangka panjang : baik, pasien mampu menyebutkan tanggal lahir
dirinya.
Menengah : baik, pasien mampu mengingat kejadian beberapa
bulan belakangan, menjelaskan dengan rinci.
17
Pendek : baik, pasien mampu menyebutkan makanan yang
ia makan pagi tadi
Segera : baik, pasien mampu mengulang nama pemeriksa
3. Konsentrasi dan atensi
Mudah sekali teralihkan, tidak dapat fokus
4. Kemampuan baca tulis
Baik
5. Kemampuan visuospasial
Baik
6. Berpikir abstrak
Baik
7. Kemampuan menolong sendiri
Baik
h. Pengendalian impuls
Kurang baik, pasien sangat mudah tersinggung. Tidak jarang mengeluarkan
kata – kata kotor.
i. Daya nila
Daya nilai sosial dan realitas baik.
j. Tilikan
Derajat 1
k. Taraf dapat dipercaya
Dapat dipercaya

Status Interna
a. Keadaan Umum : Tampak sehat
b. Kesadaran : Kompos mentis
c. Status Gizi : Kesan Gizi Kurang

d. Vital Sign
1. Suhu : 36,20C
2. Napas : 22x/menit
3. Nadi : 96 x/menit
e. Kepala : Rambut tersebar merata

18
1. Mata : sklera ikterik tidak ada, konjungtiva anemis tidak ada
2. Hidung : dalam batas normal
3. Telinga : dalam batas normal
4. Mulut : dalam batas normal
f. Leher : tiroid tidak teraba membesar, JVP tidak meningkat
g. Thorak : Jantung : BJ I/II normal
Pulmo : sonor, vesikuler kanan=kiri normal
h. Abdomen : datar, supel, bising usus (+) normal
i. Ekstremitas : dalam batas normal

Formulasi Diagnostik
Seorang pasien laki – laki, anak, berinisial G, berusia 7 tahun, anak kedua dari dua
bersaudara, sekarang kelas 1 sekolah dasar, datang diantar ibunya dengan keluhan
dianggap nakal oleh guru, diancam dikeluarkan dari sekolah karena sering
berkelahi dengan teman dan tidak dapat mengikuti pelajaran.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan bahwa pasien mengalami


kesulitan dalam memusatkan perhatiannya. Mulai dari tidak dapat mengikuti
kegiatan belajar, ketika jam belajar tidak bisa diam dan berpindah – pindah tempat
duduk. Serta dari pemeriksaan, pasien tampak tidak dapat diam dan mudah sekali
teralih perhatiannya. Selain itu juga terdapat tindakan agresifitas dan hiperaktifitas
dari pasien, seperti tidak bisa diam, suka memukul orang dan suka menganiaya
binatang.

Evaluasi Multiaksial
 Aksis I
F 90.0 : Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
 Aksis II
Tidak ada
 Aksis III
◦ Status gizi kurang
 Aksis IV
◦ Ibu pasien yang menikah lagi

19
◦ Guru pasien yang sudah menstigmatisasi pasien sebagai anak yang
nakal
 Aksis V
◦ Current GAF = 70-61 gejala ringan dan menetap.

Diagnosis Banding
 Gangguan perkembangan pervasif
 Gangguan tingkah laku

Terapi
 Psikofarmaka
◦ Prohiper 2 x 5 mg
◦ Curcuma syrup 3 x 1 sendok teh
 Psikoterapi suportif
◦ Dokter orang tua dan guru sama – sama berperan aktif dalam
mendukung pasien guna mengurangi gejala ganggannya.
 Manipulasi perilaku dan lingkungan
◦ Ciptakan rutinitas, berusaha untuk mengikuti jadwal yang sama setiap
hari dari bangun tidur hingga tidur lagi.

◦ Menata Rumah, letakkan perlengkapan sekolah, sepatu, baju dan


mainan di tempat yang sama setiap hari.

◦ Matikan tv, radio, handphone ketika pasien sedang belajar.

◦ Memberikan penghargaan bila pasien telah melakukan sesuatu sesuai


perintah.

◦ Disiplin, tidak dengan membentak atau memaki, tetapi dengan


memberikan hukuman yang baik jika pasien melakukan perilaku yang
tidak baik, sehingga pasien tidak mencontoh kata – kata kasar.

◦ Membantu pasien menemukan bakatnya, seperti pada pasien ini pintar


membuat kerajinan tangan dari lilin.

 Terapi nutrisi

20
◦ Penting mempertahankan nutrisi yang baik sesuai kebutuhan pasien,
karena dari pemeriksaan didapatkan kesan gizi pasien merupakan gizi
kurang. Namun, kalori tidak boleh pula lebih dari kebutuhan, karena
kelebihan energi dapat memicu tindakan hiperaktifitas pasien.
◦ Selain itu pasien juga harus dijauhkan dari makanan yang mengandung
pewarna buatan, penyedap, pengawet, perasa buatan seperti chiki -
chikian dan bahan – bahan yang mengandung gluten dan kasein seperti
tepung terigu dan susu sapi, karena dapat memperberat masalah.
 Psikoedukasi
◦ Memberi pemahaman kepada orangtua pasien tentang gangguan yang
dialami oleh anaknya. Maka pasien perlu pengawasan ekstra dan harus
sangat diberi perhatian
◦ Memberi pemahaman kepada guru mengenai gangguan yang dialami
pasien. Meminta guru memindahkan tempat duduk pasien ke bangku
depan agar dapat lebih berkonsentrasi. Selain itu juga untuk
menghindari stigmatisasi nakal dan bodoh.

Daftar Masalah
1. Psikologis
 Adanya stigmatisasi pasien sebagai anak yang nakal
2. Psikososial
 Adanya kesulitan membina relasi dengan orang lain, sering
dikucilkan karena dianggap nakal
 Kesulitan membangun hubungan interpersonal yang baik
 Kesulitan belajar di sekolah

Prognosis
 Quo ad vitam : dubia et bonam
 Quo ad fungsionam : dubia et bonam
 Quo ad sanactionam: dubia et bonam
BAB IV
PEMBAHASAN

21
Pada pasien ini, dipikirkan menderita gangguan Attention Deficit Hyperactivity
Disorder (ADHD) karena memenuhi keriteria diagnosis ADHD di DSM 4, yaitu :
a. Kurang Perhatian
1. Gagal memerhatikan baik-baik terhadap sesuatu yang detail atau
membuat kesalahan yang sembrono dalam pekerjaan sekolah clan
kegiatan - kegiatan lainnya.
2. Seringkali mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian
terhadap tugas-tugas atau kegiatan bermain, seperti berpindah –
pindah dari satu mainan ke mainan lainnya.
3. Seringkali tidak mendengarkan jika diajak bicara secara langsung,
harus diulang – ulang.
4. Seringkali kehilangan barang benda penting untuk tugas-tugas dan
kegiatan, misalnya kehilangan sepatu sekolah pasien.
5. Seringkali bingung/terganggu oleh rangsangan dari luar, mudah
sekali teralih perhatiannya.
6. Seringkali cepat lupa dalam menyelesaikan kegiatan sehari-hari.1,2
b. Hiperaktivitas
1. Seringkali gelisah dengan tangan atau kaki mereka, tidak bisa diam
duduk.
2. Sering meninggalkan tempat duduk di dalam kelas atau dalam
situasi lainnya di mana diharapkan agar anak tetap duduk,
3. Sering mengalami kesulitan dalam bermain atau terlibat dalam
kegiatan senggang secara tenang,
4. Sering bergerak atau bertindak seolah-olah dikendalikan oleh
motor, dan sering berbicara berlebihan, seolah tidak pernah capek
c. Impulsifitas
1. Sering memberi jawaban sebelum pertanyaan selesai.
2. Sering menginterupsi atau mengganggu orang lain, misalnya
rnemotong pembicaraan atau permainan. 1,2

Gejala ini sudah terlihat sejak pasien di taman kanak – kanak, sebelum usia
7 tahun. Terutama tindakan hiperaktifitas dan impulsifitas pasien. Gejala kurang

22
dapat memusatkan perhatiannya baru terlihat setelah pasien masuk ke sekolah
formal di Sekolah Dasar. 1,2
Pasien tidak dikatakan memiliki gangguan perkembangan pervasif seperti
autis karena pada anak autis atau dengan gangguan perkembangan pervasif,
biasanya memiliki gangguan pada interaksi sosial, komunikasi, perilaku terbatas
dan berulang sebelum usia 3 tahun. Pada anak dengan gangguan perkembangan
pervasif, biasanya ada hendaya bahasa, sedangkan pada pasien ini tidak terdapat
hendaya bahasa. Selain itu pada pada anak dengan gangguan perkembangan
pervasif, juga terdapat pola perilaku yang terbatas, berulang, dan streotipik.
Biasanya bersifat preokupasi terhadap satu benda. Pada pasien yang terjadi adalah
pasien tidak bisa diam dan tidak bisa fokus pada satu benda. Selalu berpindah dari
benda satu ke benda yang lainnya.8
Pada pasien ini diberikan terapi psikofarmaka berupa prohiper yang
memiliki kandungan Metilfenidat Hidroklorida. Metilfenidat Hidroklorida
merupakan psikostimultan yang bekerja di susunan sistem saraf pusat yang dapat
mengurang gejala ADHD. Metilfenidat memang diindikasikan untuk pasien
dengan gangguan berupa kurang perhatian, hiperaktivitas dan sindroma perilaku.
Penting untuk mengobati secepatnya pasien dengan ADHD ini, agar ia tidak
terjerumus pada penyalahgunaan narkoba nantinya.5,6
Selain itu, pada pasien ini juga diberikan curcuma syrup yang berfungsi
sebagai penambah nafsu makan dan suplemen pada pasien. Suplemen ini
diberikan karena salah satu efek samping dari obat psikostimultan ini adalah
menurunkan nafsu makan. Sedangkan pada pasien ini terdapat setatus gizi yang
kurang. Jadi, asupan nutrisi yang dibutuhkan pasien harus sesuai dengan
kebutuhan kalorinya, meskipun tidak boleh melebihi kebutuhannya.5,6

DAFTAR PUSTAKA

1. Utama H. Buku Ajar Psikiatri Edisi 2. Jakarta. Badan Penerbit FKUI: 2010
2. Kaplan & Sadock. Buku Ajar Psikiatri klinis Edisi 2. Jakarta. EGC: 2010
3. Sugiarmin M. Bahan Ajar Anak dengan ADHD. Bandung. UPI: 2007

23
4. Rusmawati D, Dewi EK. Pengaruh Terapi Musik dan Gerak terhadap
Penurunan Kesulitan Perilaku Siswa Sekolah Dasar dengan Gangguan
ADHD. Semarang. Universitas Diponegoro: 2011
5. Cruz LF, et al. Treatment of children with Attention Deficit/ Hyperactivity
Disorder (ADHD) and Irritability: Result from the Multimodal Treatment
Study of Children with ADHD (MTA). Journal of the American Academy
of Child and Adolencest Phychiatry: 2015
6. Maria FR, Javier CL. Treatment Guidelines for Attention Deficit and
Hyperactivity Disorder: A Critical Review. Actas Esp Psiquiatr: 2014
7. Akses internet pada tanggal 20 Februari 2015, dapat diakses di :
http://www.healthychildren.org/English/health-
issues/conditions/adhd/pages/Your-Childs-Diet-A-Cause-and-a-Cure-of-
ADHD.aspx
8. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ – III.
Jakarta: FK Unika Atma Jaya: 2001

24

Anda mungkin juga menyukai