Anda di halaman 1dari 35

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK DEDARI KUPANG

Jl. Rantai Damai No. 69 D, TDM, Oebobo Kota Kupang, NTT


Telp (0380) 826774/830041, Fax. (0380) 830041
Email: rsia_dedari@yahoo.com

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK DEDARI


NOMOR:080/RSIA.D/PER-DIR/I/2022
TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH
SAKIT IBI DAN ANAK DEDARI
DIREKTUR RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK DEDARI

Menimbang :

a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan RSIA Dedari maka diperlukan
penyelenggaraan pelayanan yang bermutu tinggi dari setiap gugus tugas/ unit
pelayanan yang ada;
b. Bahwa pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan salah satu
gugus tugas/ unit pelayanan di RSIA Dedari yang harus mendukung pelayanan
rumah sakit secara keseluruhan maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang bermutu tinggi;
c. Bahwa agar pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi dapat terlaksana
dengan baik, perlu adanya Peraturan Direktur Rumah Sakit tentang Kebijakan
pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi Rumah Sakit Ibu dan Anak
Dedari sebagai landasan bagi penyelenggaraan pelayanan;
d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam poin a, b dan
c, maka perlu ditetapkan dengan peraturan direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak
Dedari.
Mengingat :

a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah


Penyakit Menular;
b. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
d. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017 Tentang
Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
e. Keputusan Menteri RI Nomor 270/Menkes/SK/III/2007 Tentang Pedoman
Manajerial Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan Lainnya.;
f. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 436/Menkes/SK/VI/1993 Tentang
Standart Pelayanan Rumah Sakit Dan Standar Pelayanan Medis;
g. Kebijakan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit;
h. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Lainnya Depkes RI Tahun 2011;
i. Keputusan Ketua Yayasan Dewantha Usadha No.545/RSIA.D/YDU/SK II/2017
Tentang Pengangkatan Direktur RSIA Dedari Kupang.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK DEDARI
TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
INFEKSI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK DEDARI.
Kesatu : Kebijakan pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi Rumah Sakit Ibu dan
Anak Dedari sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan ini
Kedua : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan pencegahan dan
pengendalian infeksi dilaksanakan oleh Direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak Dedari
Ketiga : Komite pencegahan dan pengendalian infeksi wajib mensosialisasikan peraturan ini
ke seluruh karyawan di Pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi
Keempat : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila di kemudian hari ternyata
terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, maka akan diadakan perbaikan sebagaimana
mestinya.

Ditetapkan di : Kupang
Pada tanggal : 22 Januari 2022
Direktur RSIA Dedari

dr. Nanin Susanti, Akp.MARS


KEBIJAKAN PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH
SAKIT IBU DAN ANAK DEDARI

A. KEBIJAKAN UMUM
1. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu dilandasi dengan cinta kasih,
tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, dan memperhatikan mereka yang lemah dan
kurang mendapat perhatian (option for the poor).
2. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu berorientasi pada mutu
layanan, keselamatan pasien, dan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi pasien,
keluarga dan masyarakat serta karyawan sesuai dengan Visi, Misi, Falsafah dan Tujuan
Rumah Sakit Ibu dan Anak Dedari berfokus pada pasien (patient centeredness) dengan
melaksanakan akses ke pelayanan dan kontinuitas pelayanan, memenuhi hak pasien dan
keluarga, asesmen pasien, pemberian pelayanan pasien, serta memberikan edukasi kepada
pasien, keluarga dan masyarakat.
3. Pelayanan rumah sakit dilaksanakan selama 24 jam setiap hari, kecuali beberapa unit
pelayanan tertentu.
4. Setiap unit pelayanan harus menjalankan upaya peningkatan mutu melalui kegiatan Plan-
Do-Check-Action (PDCA).
5. Setiap unit pelayanan harus menjalankan kewaspadaan universal melalui kegiatan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang menjangkau setiap pelayanan di rumah sakit dan
melibatkan berbagai individu.
6. Rumah sakit memberikan pelayanan terlebih dahulu tanpa memungut uang muka.
7. Rumah sakit bisa memberikan keringanan biaya untuk pasien yang kurang mampu.
8. Setiap pimpinan unit pelayanan harus mampu memberikan arahan, mengendalikan,
mengelola, dan memimpin unit pelayanan masing-masing untuk mencapai visi-misi unit
pelayanan maupun visi-misi rumah sakit.
9. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas rumah sakit wajib mematuhi ketentuan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan melakukan upaya untuk mengurangi dan
mengendalikan bahaya, resiko, mencegah kecelakaan dan cedera, dan memelihara kondisi
lingkungan dan keamanan, termasuk dalam penggunaan alat pelindung diri (APD).
10. Semua individu yang terlibat dalam pelayanan rumah sakit wajib melakukan 6 (enam)
sasaran Keselamatan Pasien.
11. Peralatan di unit pelayanan harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi secara teratur
sesuai ketentuan yang berlaku dan selalu dalam kondisi siap pakai.
12. Penyediaan tenaga harus mengacu pada pola ketenagaan rumah sakit.
13. Semua petugas rumah sakit wajib memiliki ijin/ lisensi/ sertifikasi sesuai dengan profesi
dan ketentuan yang berlaku.
14. Setiap petugas rumah sakit harus bekerja sesuai standar profesi, standar kompetensi, standar
prosedur operasional, etika profesi, kode etik rumah sakit dan semua peraturan rumah sakit
yang berlaku.
15. Setiap unit pelayanan harus mampu mengelola data yang dapat dijadikan sebagai sumber
informasi dan pengambilan keputusan bagi kepentingan manajemen dan pelayanan kepada
masyarakat.
16. Setiap unit pelayanan harus berupaya memperoleh, mengolah dan menggunakan informasi
secara terintegrasi yang dikomunikasikan secara benar untuk meningkatkan kesehatan
pasien serta kinerja rumah sakit baik secara keseluruhan maupun individu.
17. Koordinasi dan evaluasi pelayanan disetiap unit pelayanan wajib dilaksanakan melalui rapat
rutin minimal 1 kali dalam satu bulan.
18. Semua unit pelayanan wajib membuat laporan harian, bulanan, semester dan tahunan
kepada manajemen rumah sakit.
19. Menjamin terlaksananya kebijakan PPI maka perlu dilakukan monitoring dan evaluasi oleh
tim PPI yang dilaporkan secara berkala kepada Komite PPI disertai rencana tindak lanjut
kemudian di laporkan kepada Direktur Rumah Sakit.
20. Rumah sakit menjalankan program keselamatan pasien melalui 7 (tujuh) standar
keselamatan pasien, dan 7 (tujuh) langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
21. Rumah sakit melakukan penanggulangan Tuberkulosa (TB) sesuai dengan pedoman stategi
DOTS.
22. Jika pelayanan yang dibutuhkan pasien tidak tersedia di rumah sakit, maka pasien harus
dirujuk ke rumah sakit lain yang bisa melayani setelah mendapat persetujuan pasien /
keluarga
23. Rumah sakit menghargai dan memenuhi hak pasien yang dilayani.
24. Seluruh karyawan rumah sakit berkewajiban menjaga dan melindungi rahasia medis pasien
yang dilayani.
25. Rumah sakit melakukan pengumpulan, validasi dan analisis data baik internal ataupun
eksternal untuk pengembangan pelayanan rumah sakit.
26. Kewaspadaan isolasi diterapkan untuk mengurangi risiko infeksi penyakit menular pada
petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui maupun yang tidak diketahui.
27. Dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit setiap petugas harus menerapkan
kewaspadaan isolasi yang terdiri dari dua lapis yaitu kewaspadaan standar dan kewaspdaan
berdasarkan transmisi.
B. KEBIJAKAN KHUSUS:
1. ORGANISASI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
a) Dalam rangka melindungi pasien, pengunjung dan petugas terhadap penularan infeksi di
Rumah Sakit, maka Rumah Sakit Ibu dan Anak Dedari melaksanakan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI).
b) Agar pelaksanaan PPI terkoordinasi dengan baik, Direktur Rumah Sakit membentuk
Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (KPPI). Komite PPI Rumah Sakit Ibu dan
Anak Dedari bertanggung jawab langsung kepada Direktur Rumah sakit.
c) Komite PPI mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan yang jelas sesuai dengan Pedoman
Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan
lainnya yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2011.
d) Pelaksanaan PPI dikelola dan diintegrasikan antara struktural dan fungsional di semua
unit dan menjadi tanggung jawab seluruh staf dan karyawan.
e) Agar kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi berjalan lancar, maka Rumah Sakit
Rumah Sakit Ibu dan Anak Dedari 1 (satu) IPCN (Infection Prevention and Control
Nurse) purna waktu yang bertugas mengawasi seluruh kegiatan pencegahan pengendalian
infeksi yang meliputi gugus tugas di ruang perawatan, IPSRS, Farmasi, Gizi,
Administrasi, UGD, Laboratorium.
f) Dalam melaksanakan tugasnya IPCN dibantu oleh IPCLN (Infection Prevention and
Control Link Nurse) sebagai pelaksana harian/penghubung di unit masing- masing.
IPCLN di Rumah Sakit Ibu dan Anak Dedari berjumlah 7 orang.

2. KEWASPADAAN STANDAR
Meliputi kebersihan tangan, pemakaian alat pelindung diri, disinfeksi dan sterilisasi,
tatalaksana linen, penatalaksanaan limbah dan benda tajam, pengendalian lingkungan, praktik
menyuntik yang aman, kebersihan pernafasan/etika batuk, praktek lumbal punksi, perawatan
peralatan pasien, penatalaksanaan linen, program kesehatan karyawan, penempatan pasien.
Kewaspadaan standar diterapkan secara menyeluruh di semua area Rumah Sakit dengan
mengukur risiko yang dihadapi pada setiap situasi dan aktivitas pelayanan sesuai pedoman PPI
Rumah Sakit Ibu dan Anak Dedari.

3. KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI


Merupakan tambahan dari kewaspadaan standar yang harus diterapkan pada pasien yang
dengan suspek atau telah ditentukan jenis infeksinya, berdasarkan cara transmisi kontak,
droplet atau airbone. Tatalaksana administratif meliputi percepatan akses diagnosis,
pemisahan penempatan pasien, mempersingkat waktu pelayanan di rumah sakit, penyediaan
paket perlindungan petugas. Tatalaksana lingkungan meliputi penataan alur pasien,
penataan sistem ventilasi (natural maupun mekanikal) dan tatalaksana penyediaan dan
penggunaan alat pelindung diri. Berikut ini adalah beberapa hal yang harus diperhatikan oleh
manajemen rumah sakit yaitu:
a. Rumah Sakit menyediakan penghalang untuk pencegahan dan prosedur isolasi yang
melindungi pasien, pengunjung, dan staf terhadap penyakit menular dan pasien yang rentan
terhadap infeksi HAIs (Immunocompromised).
b. Pasien dengan Immunocompromised hanya dilakukan stabilisasi keadaan untuk
selanjutnya dirujuk kefasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
c. Tatalaksana perawatan pasien infeksi diterapkan berdasarkan prinsip kewaspadaan isolasi
sesuai cara transmisi spesifiknya. Petugas menerapkan prinsip kewaspadaan kontak atau
droplet atau airbone atau kombinasinya.
d. Transportasi pasien infeksi dari satu unit ke unit lain harus dibatasi seminimal mungkin
dan bila terpaksa harus memperhatikan prinsip kewaspadaan isolasi.
e. Prosedur penunjang medis (pengambilan darah, pemberian gizi) dilakukan setelah pasien
yang tidak menular.
f. Setiap pengunjung atau pasien ruang isolasi harus dilakukan edukasi penggunaan APD,
kebersihan tangan, dan etika batuk.
g. Adanya pengaturan alur penyakit menular.

4. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI TUBERKOLOSIS (PPI TB)


Merupakan bagian tidak terpisahkan dari PPIRS, khususnya kewaspadaan infeksi airbone,
dimaksudkan untuk lebih memprioritaskan kewaspadaan terhadap risiko transmisi penyakit
TB, MDR dan XDR-TB (Multiple Extend Drug Resistance TB).
a. Semua pasien yang berobat ke UGD dengan keluhan batuk akan diberikan edukasi oleh
petugas RS mengenai etika batuk serta hygiene respirasi dan diharuskan memakai masker
bedah, jika keluhan pasien mengarah ke TB (batuk ≥2 minggu atau batuk darah)
b. Semua pasien yang datang berobat ke poli rawat jalan dengan keluhan batuk akan
diberikan edukasi oleh petugas RS mengenai etika batuk serta hygiene respirasi dan
diharuskan memakai masker bedah
c. Pasien yang sudah dilakukan pemeriksaan baik di UGD maupun di poli rawat jalan dan di
curigai suspek TB atau telah terdiagnosa TB maka akan di rujuk ke RS lain yang merawat
pasien TB.
d. Petugas rumah sakit memberikan pelayanan baik administrasi maupun medis segera
(maksimal 30 menit) bagi pasien suspek TB dan pasien TB sehingga mengurangi waktu
pasien tersebut berada di fasilitas pelayanan kesehatan.
e. Rumah sakit menjamin dilaksanakannya upaya perlindungan diri yang adekuat bagi
petugas kesehatan.

5. KEBERSIHANTANGAN
Kebersihan tangan wajib dilakukan oleh seluruh petugas klinis maupun non klinis di
lingkungan RSIA Dedari.
a. Indikasi kebersihan tangan secara umum:
1) Segera: setelah tiba di tempat kerja
2) Sebelum:
a) Sebelum kontak dengan pasien
b) Memakai sarung tangan sbelum pemeriksaan klinis dan tindakan invasive
c) Menyediakan / mempersiapkan obat-obatan
d) Mempersiapkan makanan
e) Memberi makan pasien
f) Meninggalkan rumah sakit
g) Kontak dengan pasien
h) Melepas sarung tangan
3) Setelah:
a) Melepas alat pelindung diri
b) Kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ludah, dahak, muntahan, urine,
keringat dan peralatan yang diketahui atau kemungkinan terkontaminasi dengan
darah, cairan tubuh, pispot, urinal baik menggunakan atau tidak mengguanakan
sarung tangan
c) Menggunakan toilet, menyentuh/ melap hidung dengan tangan (batuk/bersin)
d) Menyentuh lingkungan di sekitar pasien.

b. Kebersihan tangan dilakukan menurut 5 (lima) moment kebersihan tangan (WHO)


1. Sebelum kontak dengan pasien
2. Sebelum melakukan tindakan aseptic
3. Setelah terkena cairan tubuh pasien
4. Setelah kontak dengan pasien
5. Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
d. Langkah- langkah kebersihan tangan
Dalam melakukan kebersihan tangan ada 6 langkah menurut WHO
1. Gosok kedua telapak tangan hingga merata
2. Gosok punggung tangan dan sela-sela jari tangan koro dengan tangan kanan dan
sebaliknya
3. Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari
4. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci
5. Gosok ibu jari kiri berputar dalam gengaman tangan kanan dan sebaliknya
6. Gosok dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak tangan kiri dan
sebaliknya.
e. Cara melakukan kebersihan tangan
Dalam melakukan kebersihan tangan ada 2 cara yang harus dilakukan oleh seluruh
ruangan (klinis dan non- klinis) di Rumah Sakit Ibu dan Anak Dedari, yaitu:
1. Kebersihan tangan dengan menggunakan air mengalir dan sabun (handwash) dengan
waktu yang yang di butuhkan selama 40-60 detik
2. Kebersihan tangan dengan mengunakan cairan antiseptik berbasis alcohol (handrub)
dengan waktu yang dibuthkan selama 20-30 detik.
f. Fasilitas kebersihan tangan
Sediakan di setiap ruangan / masing-masing bagian yaitu:
1. Area klinis (area perawatan / pelayanan langsung terhadap pasien): Unit Rawat Inap,
unit Rawat Jalan, unit Farmasi, unit Kamar Bedah, unit UGD, unit NICI dan
Perinatologi, Unit Ruang Bersalin, Rekam Medis, dan Laboratorium.
2. Area non-klinis (area pelayanan tidak langsung terhadap pasien): Kantor, dan bagian
administrasi lainnya.
g. Melakukan monitoring kebersihan tangan
Monitoring yang dilakukan yaitu dengan cara mengukur / mengobservasi kepatuhan
kebersihan tangan dan 5 moment petugas yang akan memberikan pelayanan langsung
kepada pasien setiap 1 bulan sekali.
h. Melakukan program edukasi kebersihan tangan pada petugas, pasien, keluarga dan
pengunjung yang merupakan salah satu bagian dari proses penerimaan pasien baru.
i. Setiap petugas di RSIA Dedari wajib mengikuti pelatihan kebersihan tangan yang
diadakan oleh rumah sakit secara berkesinambungan mengenai prosedur kebersihan
tangan melalui orientasi dan pendidikan berkelanjutan.
j. Semua karyawan yang berkontak langsung dalam memberikan pelayanan kepada pasien
dilarang menggunakan assesoris tangan saat bekerja.
6. ALAT PELINDUNG DIRI (APD)
a. APD digunakan berdasarkan prinsip kewaspadaan standar dan isolasi dengan selalu
mengukur potensi risiko paparan pada setiap aktivitas pelayanan/ tindakan medis
sehingga tepat, efektif dan efisien
b. APD sekali pakai disediakan melalui unit farmasi
c. Adanya ceklist tindakan yang menggunakan APD
d. Melakukan monitoring dan audit kepatuhan penggunaan APD sebagai bahan dalam
evaluasi dan rekomendasi peningkatan efektivitasnya.
Berikut ini tabel lampiran dari tiap-tiap ruangan dalam menggunakan APD:
No Ruangan Jenis APD yang digunakan
1 Perawatan keseluruhan - Masker
- Sarung tangan
- Pelindung kaki
2 Bersalin (VK) - Masker
- Sarung tangan
- Apron
- Gaun
- Pelindung wajah (gogles atau kaca mata)
- Pelindung kaki
- Pelindung kepala
3 Kamar Bedah (OK) - Masker
- Sarung tangan
- Apron
- Gaun
- Pelindung wajah (gogles atau kaca mata)
- Pelindung kaki
- Pelindung kepala
4 Sterilisasi - Masker
- Sarung tangan
- Apron
- Pelindung wajah (gogles atau kaca mata)
- Pelindung kaki
- Pelindung kepala
5 Laundry - Masker
- Sarung tangan
- Apron
- Pelindung wajah (gogles atau kaca mata)
- Pelindung kaki (sepatu boot)
- Pelindung kepala
6 Kamar Jenazah - Masker
- Sarung tangan
- Apron
- Pelindung wajah (gogles atau kaca mata)
- Pelindung kaki (sepatu boot)
- Pelindung kepala
7 Gizi - Masker
- Sarung tangan
- Apron
- Pelindung kaki
- Pelindung kepala
8 Laboratorium - Masker
- Sarung tangan
- Pelindung kaki
- Gaun
9 UGD - Masker
- Sarung tangan
- Pelindung kaki
10 Cleaning service - Masker
- Sarung tangan
- Pelindung kaki

7. SURVEILANS INFEKSI HAIs RUMAH SAKIT (HAIs)


Dilakukan secara sistematik aktif oleh IPCN (Infection Prevention Control Nurse – perawat
pengendali infeksi purna waktu) dan IPCLN (link nurse – perawat penghubung pengendali
infeksi) untuk menggambarkan tingkat kejadian berbagai penyakit infeksi target sesuai
panduan Surveilans Infeksi Rumah Sakit, Kemenkes dan penyakit endemis di rumah sakit.
Target surveilans di Rumah Sakit Ibu dan Anak Dedari yaitu: Infeksi Saluran Kemih (ISK)
terkait kateterisasi, Infeksi Daerah Operasi (IDO) terkait pembedahan, dan Phlebitis terkait
pemasangan infus.
a. Melakukan surveilens PPIRS
b. Melakukan Analisis, evaluasi dan rekomendasi tindak lanjut data infeksi dilakukan Komite
PPIRS.
c. Pengendalian angka HAIs menggunakan target sasaran seuai program PPI.
d. Kejadian luar biasa HAIs ditetapkan oleh direktur RS berdasarkan pertimbangan Komite
PPI RS pada hasil evaluasi epidemiologik kecenderungan angka HAIs melalui surveilans.
Kecenderungan kejadian HAIs yang terus menerus meningkat signifikan selama 3 bulan
berturut-turut atau peningkatan signifikan angka kejadian pada suatu waktu pengamatan
tertentu diwaspadai sebagai KLB. Pencegahan dan pengendalian risiko penyebaran
kejadian yang berpotensi menjadi KLB dilakukan segera secara sinergi melalui kerjasama
lintas unit/ satuan kerja oleh Komite PPIRS.
e. Laporan Infeksi RS disampaikan oleh Komite PPI RS kepada Direktur setiap 3 bulan
dalam bentuk laporan triwulan dan kepada keperawatan setiap bulan.
f. Pemantauan penerapan bundles Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (IDO, ISK,
Phlebhitis) adalah sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan surveilans infeksi RS. Kultur
mikrobiologi dilakukan pada setiap kasus yang diduga infeksi rumah sakit (HAIs).

8. PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIBIOTIKA


a. Pemilihan terapi antibiotik secara rasional kepada pasien didasarkan pada tujuan dan
indikasi (profilaksis atau terapi) sesuai dengan diagnosa pasien dan formularium RS Ibu
dan Anak Dedari yang disusun oleh KFT.
b. Ketepatan pemberian antibiotika agar aman bagi pasien meliputi:
1. Tepat indikasi, obat benar-benar dibutuhkan
2. Tepat pemilihan obat dengan perbandingan biaya efektivitas yang baik
3. Tepat pasien, tidak ada kontra indikasi, dan efek samping minimal
4. Tepat dosis, tepat cara pemberian, tepat durasi pemakaian
5. Tepat informasi, kepada pasien dan keluarganya.
c. Pasien wajib diberi informasi tentang pengobatan yang diberikan dan efek yang
ditimbulkan.

9. STERILISASI ALAT/ INSTRUMEN KESEHATAN PASKA PAKAI


Di RSIA Dedari sterilisasi dilakukan dengan 2 cara yaitu secara fisika atau kimia, melalui
tahapan pencucian (termasuk perendaman dan pembilasan), pengeringan, pengemasan,
labeling, indikatorisasi, sterilisasi, penyimpanan, distribusi dan diikuti dengan pemantauan dan
evaluai proses serta kualitas/ mutu hasil sterilisasi secara terpusat melalui unit Sterilisasi yang
saat ini berada di samping kamar Bedah.
a. Pemrosesan alat/ instrumen paska pakai dipilih berdasarkan kriteria alat yaitu:
1. Alat kritikal harus dilakukan sterilisasi
2. Alat semi kritikal harus dilakukan desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)
3. Alat non kritikal harus dilakkan disinfeksi tingkat rendah
b. Kriteria pemilihan desinfektan didasari telaah secara cermat terkait kriteria memiliki
spektrum luas dengan daya bunuh kuman yang tinggi dengan toksisitas rendah, waktu
disinfeksi singkat, stabil dalam penyimpanan, tidak merusak bahan dan efisien. Unit kerja
yang bertanggung jawab terhadap penyediaan desinfektan dan antiseptik di RS sesuai
rekomendasi Komite PPI RSIA Dedari melalui unit farmasi.
c. Unit Sterilisasi bertanggung jawab menyusun panduan dan prosedur tetap,
mengkoordinasikan serta melakukan monitoring dan evaluasi proses serta kualitas/ mutu
hasil sterilisasi dengan persetujuan Komite PPI RS.

10. PERALATAN MEDIS


Peralatan medis yang tanggal kadaluarsa telah terlewati harus dikembalikan kepada unit
sterilisasi karena tidak lagi terjamin sterilitas, keamanan dan sterilitas dari item tersebut
meskipun kemasan masih utuh.

11. PEMAKAIAN ULANG PERALATAN DAN MATERIAL SEKALI PAKAI (single use
yang dire-use).
Dapat digunakan kembali sesuai dengan rekomendasi manufactur-nya. Bahan Medis Habis
Pakai (BMHP) dapat digunakan ulang (reuse of single use devices) sesuai kebijakan RS.
a. BMHP dapat diproses secara benar/ tepat (rasional) dan hasil sterilisasi masih efektif
dan efisien baik secara fisik /fungsi, kualitas serta aman digunakan bagi pasien.
b. BMHP sangat dibutuhkan penggunaannya, tetapi sulit diperoleh atau sangat mahal
harganya.
c. Pemrosesan BMHP yang disterilkan dan digunakan kembali harus melalui proses
pencatatan dan pengawasan mutu di bagian Sterilisasi.
d. BMHP yang non steril dilakukan pengawasan mutu dengan melihat secara visual dan
fungsi dari alat / bahan.
e. Daftar BMHP yang akan digunakan kembali ditentukan oleh RS.
f. Adanya daftar peralatan alat single use yang di re-use yaitu:
No Daftar alat single use Jumlah disterilkan
1 Duk 50 kali ataus ampai rusak
2 Jas Operasi 50 kali atau sampai rusak
3 Instrumen metal Sampai rusak
4 Gudel Sampai rusak
5 Konektor ETT Sampai rusak atau berubah warna
6 Face mask untuk Nebulizer Sampai rusak atau berubah warna
12. PENGENDALIAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT
Meliputi penyehatan air, pengendalian serangga dan binatang pengganggu, penyehatan ruang
dan bangunan, pemantauan hygiene sanitasi makanan, pemantauan penyehatan linen,
disinfeksi permukaan/ udara/ lantai, pengelolaan limbah cair/ limbah B3/ limbah padat medis/
non medis dikelola oleh unit Sanitasi Lingkungan RS dan unit Rumah Tangga dan Umum
yang bekerjasama dengan pihak ketiga, berkoordinasi dengan Komite PPI RS, sehingga aman
bagi lingkungan.
a. Pengelolaan limbah harus memperhatikan prinsip sebagai berikut:
1. Semua limbah beresiko tinggi harus diberi label/ tanda yang jelas.
2. Wadah / container limbah harus diberi alas kantong plastic dengan warna: kuning
untuk limbah infeksius dan B3, merah untuk limbah radioaktif, hitam untuk limbah
non medis / domestika.
3. Limbah tidak boleh dibiarkan atau disimpan > 24 jam
4. Kantong plastic tempat limbah tidak boleh diisi terlalu penuh (cukup 3/4)
5. Wadah / container harus tertutup, dapat dioperasikan dengan menggunakan kaki, tahan
bocor, tidak berkarat, mudah dikosongkan atau diangkat, mudah dibersihkan dan
berada ditempat yang terlindungi binatang atau serangga.
b. Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah anti bocor dan tahan tusukan
(safety box), tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidak.
c. Jarum harus segera dimasukkan ke dalam Safety box tanpa dilakukan manipulasi (no
reccaping)
d. Pengangkutan limbah harus menggunakan troli yang tertutup. Pengangkutan dilakukan 2
kali sehari.
e. Pembuangan atau pemusnahan limbah medis padat harus dilakukan di tempat
pengelolaan sampah medis dalam hal ini Rumah Sakit bekerjasama dengan pihak ketiga.
f. Petugas yang menangani limbah harus mengunakan APD antar lain: sarung tangan rumah
tangga, masker, sepatu boot.
g. Prinsip metode pembersihan ruang perawatan dan lingkungan, pemilihan bahan
desinfektan, cara penyiapan dan penggunaannya dilaksanakan berdasarkan telaah Komite
PPI RS untuk mencapai efektivitas yang tinggi.

13. PENGELOLAAN LINEN


a. Jenis linen di RS Ibu dan Anak Dedari dikualifikasikan menjadi:
1. linen bersih: steril dan non steril
2. linen kotor: Infeksius dan non infeksius
b. Untuk mencegah kontaminasi pengangkutan linen harus menggunakan troli dan kantong
linen yang berbeda, linen kotor non infeksius menggunakan kantong berwarna hitam dan
dimasukan dalam troli khusus linen non infeksius yang tertutup sedangkan untuk linen
kotor infeksius menggunakan kantong berwarna kuning dan dimasukan dalam troli
khusus linen infeksius yang tertutup.
c. Pencegahan kontaminasi lingkungan maupun pada petugas dilakukan dengan desinfeksi
kereta linen, pengepelan/ disinfeksi lantai, implementasi praktik kebersihan tangan,
penggunaan alat pelindung diri (APD) sesuai potensi resiko selama bekerja.
d. Dalam mengelola linen kotor harus memegang dengan gerakan seminimal mungkin untuk
menghindari kontaminasi
e. Cara penataan dan pemidahan linen bersih harus menghindarkan kontaminasi (dalam
wadah tertutup)
f. Linen bersih harus disimpan di lemari yang tertutup
g. Suhu air panas untuk pencucian 70 ℃ dalam waktu 25 menit atau 95 ℃ dalam waktu10
menit
h. Penggunaan jenis deterjen/ sabun cuci cair dan desinfektan untuk proses pencucian
dilengkapi informasi Data Keamanan Bahan (MSDS) agar penanganan risiko paparan
dapat tertangani secara cepat dan tepat.
i. Pintu masuk linen kotor dan pintu keluar linen bersih harus berbeda
j. Jarak antara linen dengan plafon harus 40 cm
k. Ditempat laundry harus tersedia kran air bersih untuk kegiatan pencucian dengan tekanan
cukup dan kwalitas air yang memenuhi persyaratan baku mutu, juga tersedia air panas
dengan tekanan dan suhu yang memadai.

14. PENGELOLAAN MAKANAN


Pengelolaan makanan di unit gizi memperhatikan standar sanitasi makanan, minuman, alat
masak, lingkungan produksi dan hygiene perorangan penjamah makanan.
a. Semua bahan makanan yang disiapkan sampai dengan disajikan kepada pasien,
pegawai atau pengunjung dikelola sesuai pedoman dan standar prosedur pelayanan unit
gizi agat terhindar dari pencemaran dan penularan infeksi melalui makanan
b. Penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih,
terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya dan hewan lain serta suhu penyimpanan
disesuaikan dengan jenis bahan makanan.
c. Penjamah makanan yang kontak langsung dengan makanan mulai dari proses
penyiapan bahan sampai dengan penyajiannya dilakukan surveilans hygiene pribadi
berupa monitoring kultur mikrobiologi swab rektal, dikoordinasikan dan di bawah
tanggung jawab Komite K3RS.
d. Petugas unit harus dalam kondisi sehat dan dilakukan pemeriksaan berkala setiap 6
(enam) bulan sekali.

15. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RS


Direncanakan dan dilaksanakan secara periodik dan berkesinambungan oleh bagian
Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) bekerjasama dengan Komite PPI RS untuk menjamin
setiap petugas yang berada dan bekerja di RS memahami dan mampu melaksanakan program
PPI RS, khususnya kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis transmisi.
a. Seluruh SDM baru di RS wajib mengikuti program orientasi, termasuk materi PPIRS
b. Monitoring dan evaluasi hasil pendidikan dan pelatihan dilakukan oleh bagian SDM
bersama Komite PPI RS sesuai ketentuan yang berlaku sebagai dasar perencanaan
program selanjutnya.

16. PENDIDIKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DIBERIKAN UNTUK


SETIAP PASIEN
Untuk semua pasien rawat inap akan di berikan sosialisasi oleh perawat tentang kebersihan
tangan, etika batuk dan ketertiban membuang sampah, pada saat orientasi pasien baru masuk.

17. PENGKAJIAN RISIKO INFEKSI PADA KONSTRUKSI DAN RENOVASI DI RUMAH


SAKIT
a. Sebelum melakukan kontruksi atau renovasi bangunan dilakukan analisis terhadap
kualitas udara, persyaratan utilisasi, kebisingan, getaran dan prosedur emergensi.
b. Setiap konstruksi maupun renovasi bangunan yang dilakukan di RS harus mengutamakan
keselamatan pasien, pengunjung dan petugas berdasarkan prinsip-prinsip pencegahan dan
pengendalian infeksi.
c. Pengkajian risiko infeksi dibuat berdasarkan dari panduan InfectionControl Risk
Assesment (ICRA).
d. Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (KPPI RS) melakukan
pengkajian risiko infeksi dan tindak lanjut yang berkolaborasi dengan bagian
pemeliharaan dan K3 RS.
18. PENGGUNAAN CAIRAN DESINFEKTAN
a. Proses desinfeksi alat dapat dikategorikan menjadi:
1. Peralatan Kritikal/ risiko tinggi: adalah peralatan medis yang masuk kedalam jaringan
tubuh steril atau sirkulasi darah. Contoh isntrumen bedah, kateter intravena, kateter
jantung. Pengelolaannya dengan cara sterilisasi.
2. Peralatan semi kritikal/ risiko sedang: adalah peralatan yang kontak dengan
membrana mukosa tubuh. Pada peralatan semi kritikal, proses sterilisasi disarankan
namun tidak mutlak, jadi bisa dilakukan disinfeksi tingkat tinggi.
3. Peralatan Non kritikal/ resiko rendah: adalah peralatan yang kontak dengan
permukaan kulit utuh contoh: tensimeter, stetoskop, alat makan, lantai, perabot,
tempat tidur. Untuk jenis peralatan ini dapat digunakan disinfeksi tingkat sedang
sampai tingkat rendah.
b. Disinfeksi lingkungan rumah sakit
1. Permukaan lingkungan: lantai, dinding, dan permukaan meja, trolly didisenfeksi
dengan detergen netral dan air bersih.
2. Lingkungan yang tercemar darah atau cairan tubuh lainnya dibersihkan dengan
desinfektan larutan klorin 0,5 %.
c. Penggunaan disinfektan di ruang infeksi (menular) dan Area kritis
1. Untuk mengepel/ membersihkan lantai dan wc menggunakan: detergen, air bersih dan
klorin
2. Untuk area yang sering disentuh (High touch area) menggunakan disinfektan: Lysol
1:100 (permukaan logam), Chlorine 0.05 % (permukaan bukan logam).
3. Untuk area yang jarang disentuh (Non High touch area) menggunakan sabun pH
netral.
4. Untuk pembersihn udara menggunakan air purifer
d. Penggunaan disinfektan di area banyak tumpahan darah/cairan tubuh:
Desinfektan yang digunakan untuk penanganan tumpahan darah dan cairan tubuh adalah
larutan Chlorine 0.5%.
Berikut ini adalah tabel pengunaan Cairan desinfektan yang digunakan di RSIA Dedari
NO ISI MERK PENGGUNAAN
1 Isopropyl, ethil Alkohol 70 %, Antiseptik kulit
alkohol Softa-man
2 Chlorhexidine 2% Acetron Antiseptik kebersihan tangan ruang
perawatan, antiseptik kulit pre operasi

3 Chlorhexidine 4% Cutisoft Antiseptik kulit kebersihan tangan daerah


kritis
4 Povidone Iodine Bethadine Antiseptik kulit dan luka operasi
7.5% Solotion
5 Chlorin Bycline - Disinfektan tumpahan darah dan cairan
tubuh lainnya.
- penggunaan di kamar bersalin
- untuk wabah (mis; C difficile)
- Multi Drug Resisten Organisem (Mis
MRSA)
6 Gluteraldehyde Steranios 2%, High level desinfektan
3.4% Stabimed
7 Propanol, Primasept Antiseptik kulit kamar bedah
biphenylol 2.0 g
8 Ethanol Lysol Low level Disinfeksi
9 Chlorhexidin Desmanol Antiseptik kulit
digluconate solution handrub
10 Benzalkonium Terralin High level desinfektan alat semi kritikal
chloride, protect
phenoxyethanol

19. PRAKTEK MENYUNTIK YANG AMAN


a. Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk mencegah kontaminasi
pada peralatan injeksi dan terapi.
b. Vial/ ampul/ botol infus untuk single use harus dapat digunakan dengan cara yang
dapat menjaga syarat aseptik.
c. Multi dose vial digunakan
1. Hanya digunakan untuk satu orang pasien
2. Setiap mengakses vial multi dose harus menggunakan jarum dan spuit yang steril
3. Tidak disimpan atau dibawa ke kamar pasien atau ruang tindakan kecuali vial
tersebut hanya diperuntukkan untuk satu orang pasien tertentu.
4. Setelah digunakan untuk pertama kali, harus dicantumkan tanggal pertama kali vial
dibuka dan tanggal beyond use date pada etiket obat.
d. Cairan infus dalam botol (plastik atau kaca) tidak dapat digunakan bersama-sama untuk
beberapa pasien.
e. Insulin flexpen hanya dapat digunakan untuk satu orang pasien dan tidak dapat
digunakan bersama-sama untuk beberapa pasien.
f. Setiap kali penyuntikan insulin dengan menggunakan flexpen harus menggunakan
jarum baru.
20. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI UNTUK PASIEN, KELUARGA
DAN PENGUNJUNG.
a. Salah satu Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di rumah sakit adalah kepedulian
terhadap pasien, keluarga dan pengunjung rumah sakit.
b. Pasien, keluarga dan pengunjung harus diberikan edukasi tentang PPIRS.
c. Pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit di RSIA Dedari dikoordinasi oleh
komite PPIRS.
d. Masing - masing dari tenaga kesehatan (Dokter, perawat, tenaga Gizi, Farmasi, tenaga
analis dan lain-lain) maupun non kesehatan (cleaning service, petugas keamanan,
petugas administrasi dan lain-lain) pasien, keluarga dan pengunjung turut ambil bagian
dalam pencegahan dan pengendalian infeksi.
e. Pasien, keluarga, dan pengunjung yang dirawat di RSIA Dedari harus mentaati
peraturan yang ada di RSIA Dedari sesuai dengan peraturan dan tata tertib pasien.
f. Pasien dapat mengingatkan petugas kesehatan (Dokter, Perawat, Gizi dan lainlain) bila
tidak melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah menyentuh pasien dan
lingkungan pasien.
g. Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit adalah tanggung jawab pasien,
keluarga dan pengunjung.
h. Anak-anak di bawah 12 tahun di larang mengunjungi pasien
i. Pasien, keluarga dan pengunjung berperan penting di dalam pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit. Setiap ruangan / unit harus menyediakan fasilitas
wastafel, tempat sampah non infeksius (kantong hitam), sabun biasa (handsoap),
masker bagi pasien, keluarga dan pengunjung.

21. PENANGANAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)


a. Agar kejadian KLB dapat dikendalikan dan segera ditangani, Rumah Sakit Ibu dan
Anak Dedari perlu mempunyai sistem pengendalian dan penanganan KLB.
b. Untuk mendeteksi secara dini adanya KLB, dilakukan surveilans infeksi di rumah sakit.
Selain untuk deteksi dini, surveilans secara aktif juga bertujuan untuk mencegah supaya
KLB tidak terulang lagi.
c. Surveilans dilakukan oleh IPCN bekerjasama dengan IPCLN. Data yang di dapat dari
surveilans diolah oleh komite PPIRS, disertai analisis, rekomendasi dan tindak lanjut,
dan digunakan sebagai bahan laporan kepada direktur Rumah Sakit, dan bahan
komunikasi dengan bagian yang terkait.
d. Kejadian Luar Biasa Infeksi Rumah Sakit ditetapkan oleh direktur Rumah Sakit
berdasarkan pertimbangan Komite PPIRS RSIA Dedari pada hasil evaluasi
epidemiologik kecenderungan peningkatan angka HAIs secara signifikan selama 3
bulan berturut-turut. Peningkatan signifikan angka kejadian HAIs pada suatu waktu
pengamatan tertentu diwaspadai sebagai KLB.
e. Penanganan KLB HAIs harus dilakukan dengan segera dan secara terpadu oleh seluruh
unsur yang terkait, dikoordinasikan oleh Komite PPIRS. Selama terjadi KLB, Petugas
Ruangan/ Bagian terkait, Kepala Bagian, dan IPCLN, harus berkoordinasi secara
intensif dengan Komite PPI Rumah Sakit untuk menangani KLB tersebut.
f. Setelah menerima laporan dugaan adanya KLB, Komite PPIRS bersama IPCN/IPCO
melakukan investigasi bersama di tempat terjadinya KLB, meliputi:
1. Mencatat setiap kejadian infeksi di ruangan sesuai prosedur Surveilans Infeksi
Rumah Sakit
2. Mencatat setiap kejadian infeksi di ruangan sesuai prosedur surveilans Infeksi
Rumah Sakit
3. Berkoordinasi dengan IPCLN dan Kepala ruangan serta dokter yang bertanggung
jawab menangani pasien, untuk melakukan verifikasi diagnosis infeksi rumah sakit,
penegakan diagnosis IRS dan mengkonfirmasi sebagai kasus KLB. Selain itu juga
dilakukan investigasi terhadap kemungkinan sumber penularan, cara penularan dan
kemungkinan penyebarannya, serta aspek lain yang diperlukan untuk
penanggulangan atau memutuskan rantai penularan.
4. Berkoordinasi dengan Bagian Laboratorium untuk melakukan:
a. Swab ruang/alat yang diduga terkontaminasi bakteri.
b. Pengambilan bahan dari berbagai lokasi tersangka sumber infeksi untuk
dibiakkan dan antibiogram.
c. Pemasangan label di tempat penampungan bahan pemeriksaan laboratorium
pasien penyakit menular. Label bertuliskan ” Awas Bahan Menular”
5. Berkoordinasi dengan seluruh personil di bagian terkait untuk memberikan
klarifikasi-klarifikasi perihal yang terkait dengan KLB, misalnya pelaksanaan
Prosedur Tetap secara benar.
g. Apabila hasil investigasi menyimpulkan telah terjadi KLB, maka Komite PPIRS
menetapkan status siaga bencana KLB dan melaporkan kepada pimpinan RS.
h. Untuk menanggulangi KLB Komite PPIRS berkoordinasi dengan, Kepala Pelayanan
Medis, Panitia K3RS, Laboratorium, Farmasi, Sanitasi, Sterilisasi, Gizi, Laundry dan
Bagian terkait lainnya sesuai kebutuhan.
i. Apabila diperlukan pasien kasus KLB dirujuk ke rumah sakit rujukan infeksi yang telah
ditetapkan oleh dinas kesehatan.
j. Agar KLB HAIs tidak meluas, maka Komite PPI bersama IPCLN dan perawat ruangan
melakukan langkah-langkah pencegahan dan pembatasan dengan cara:
1. Melaksanakan dan mengawasi secara ketat pelaksanaan cuci tangan yang benar
dan tepat.
2. Menggunakan dan mengawasi penggunaan sarung tangan dan APD lain sesuai
indikasi
3. Melakukan dan mengawasi pembuangan limbah dengan benar
4. Melakukan pemisahan pasien yang terinfeksi, disatukan dengan pasien yang
sama-sama terinfeksi/kohorting dan menentukan staf yang akan memberikan
penanganan (dipisahkan dengan staf lainnya)
5. Apabila diperlukan mengusulkan kepada Direktur Utama untuk mengisolasi
ruangan atau mengisolasi pasien bersangkutan yang dianggap tercemar oleh
infeksi.
6. Mengawasi ketat penerapan Kewaspadaan Stamdar
7. Ruangan yang terjadi KLB harus didisinfeksi
k. Komite PPIRS melakukan dokumentasi tentang kejadian dan tindakan yang telah di
ambil terhadap data atau informasi KLB.
l. Komite PPIRS terus melakukan monitoring dan evaluasi sampai KLB berhasil diatasi.
m. Status KLB wajib dilaporkan ke dinas kesehatan setempat.
n. Komite PPI menyatakan KLB selesai jika dua kali masa inkubasi terpanjang tidak
ditemukan kasus baru.

22. PEMERIKSAAN KULTUR DAN SWAB MIKROBIOLOGI DI LINGKUNGAN RUMAH


SAKIT
a. Swab dilakukan 2 kali setahun untuk area kritis (zona risiko tinggi dan sangat tinggi)
b. Area lain bila diperlukan sewaktu-waktu atau bila terjadi wabah/KLB.
c. Persiapan pemakaian ruangan baru paska renovasi atau konstruksi rumah sakit
d. Dilakukan pemeriksaan pada pasien yang menderita infeksi yang terjadi IDO, ISK,
dan Phlebitis.
e. Kultur dilakukan jika ada curiga kasus Phlebitis dan IDO.
23. PENANGANAN PASIEN IMMUNOCOPROMISED
a. Penanganan pasien immunocopromised hanya melakukan kestabilisasi keadaan
umum, dan konsultasi.
b. Rumah Sakit Ibu dan Anak Dedari tidak melakukan perawatan pasien
imuncompromised. Apabila terdapat pasien imunocompromised, maka dirujuk
kefasilitas kesehatan yang lainnya.

24. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI PEMULASARAN JENAZAH


a. Pemindahan jenazah dari ruang perawatan:
Proses pemindahan harus sesuai dengan prinsip-prinsip kewaspadaan Standar.
Aspek budaya dan agama harus diperhatikan. Keluarga pasien yang ingin melihat
jenazah setelah dipindahkan dari ruang perawatan juga harus menerapkan kewaspadaan
Standar. Penanganan semua jenazah petugas harus menggunakan APD yang sesuai.
b. Perawatan jenazah di kamar jenazah:
Petugas kamar jenazah harus melakukan Kewaspadaan Standar. Pemulasaraan jenazah
secara hygienis (membersihkan badan, merapikan rambut, mendandani, memotong
kuku dan mencukur) harus dilakukan dengan menerapkan Kewaspadaan Standar.
c. Di Rumah Sakit Ibu dan Anak Dedari tidak melakukan pemulasaran jenazah, tetapi
kegiatan pemulasaran jenazah bekerja sama dengan rumah sakit lain.
d. Pembersihan dan disinfeksi kamar jenazah sesuai dengan ketentuan panduan
Pengelolaan Kamar Jenazah.
e. Penatalaksanaan limbah dan linen kamar jenazah sesuai dengan ketentuan panduan
Pengelolaan Kamar Jenazah.
f. Pemulasaraan jenazah berpenyakit menular harus dilakukan sesegera mungkin, tidak
melebihi batas waktu 4 jam.

25. PERSIAPAN PEMAKAIAN RUANGAN BARU PASKA KONSTRUKSI / RENOVASI


RUMAH SAKIT
a. Melakukan analisis dampak renovasi dan konstruksi terhadap kualitas udara, tingkat
kebisingan.
b. Melakukan edukasi (pemasangan rambu2 atau gambar diarea renovasi) kepada petugas,
pengunjung dan pasien.
c. Melakukan pembersihan menyeluruh dan dekontaminasi semua permukaan, termasuk
dinding, langit-langit, jendela dan sistem ventilasi berisiko tinggi.
d. Melakukan swab ruangan dan uji kualitas udara, khususnya di areaberisiko tinggi
sebelum ruangan digunakan.
26. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI KAMAR BAYI
a. Ruangan / Lingkungan
1. Lantai dipel dua kali sehari dengan menggunakan air bersih dan detergen
2. Ruangan di bongkar satu kali dalam sebulan dan pembersihan rutin setiap minggu
3. AC dibersihkan setiap satu bulan sekali
4. Pemeriksaan air bersih dilakukan setiap bulan
5. Ruang bayi sehat harus terpisah dengan ruangan bayi sakit
6. Suhu dan kelembaban kamar bayi sehat: 21 – 24 °C dan 45 -60%, sedangkan untuk
kamar bayi sakit: 22 – 24 °C & 35 – 60 %
7. Kulkas obat di check temperaturnya setiap hari
b. Peralatan
1. Tempat tidur, gantungan, timbangan, peralatan photo terapi, dibersihkan setiap hari
dengan kain lembab memakai detergen dan air bersih
2. Bak mandi: dibersihkan dengan detergen dan air bersih setiap hari
c. Persyaratan bekerja di kamar bayi
1. Petugas
a. Wajib menerapkan 5 moment kebersihan tangan dalam memberikan pelayanan
tindakan kepada pasien.
b. Perawat kamar bayi harus mengikuti program vaccinasi hepatitis dan Varicella.
c. Tidak boleh memelihara kuku atau memakai perhiasan saat bekerja.
d. Perawat yang merawat bayi sehat tidak boleh merawat bayi sakit.
e. Rambut harus diikat / dipotong pendek sehingga tidak mengenai muka bayi saat
memberi susu bayi. Mengganti popok harus mengunakan sarung tangan.
2. Ibu yang menyusui di kamar bayi
a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui bayi.
b. Membersihkan puting susu sebelum menyusui bayi
c. Petugas yang menerima ASI yang dipompa dari ibu / keluarga, maka pada botol
harus ditutup, beri label, tanggal dan waktu pengambilan ASI.
3. Bayi
a. Bayi yang sehat harus dipisahkan dari bayi yang sakit.
b. Pemberian vaksin Hepatitis B diberikan 24 jam setelah lahir sedangkan bayi
dengan riwayat ibu dengan Hepatitis diberikan immunisasi pasif.
c. Bayi dengan berat badan normal dimandikan 1x sehari sebelum putus tali pusat
d. Perawatan tali pusat dengan menggunakan air bersih, dikeringkan dan tidak
ditutup dengan kassa.
e. Bayi yang dirawat dengan blue light, matanya harus ditutup dan dibuka saat
diberi susu.
f. Setiap bayi mempunyai perlengkapan masing-masing dan disimpan ditempat
yang sudah disediakan.

27. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI KAMAR BERSALIN


a. Pencegahan standar
1. Baju / gaun panjang dan sarung tangan harus digunakan pada semua prosedur yang
bersentuhan dengan darah atau cairan tubuh pasien, termasuk juga kebersihan
peralatan dan lingkungan, pemeriksaan plasenta.
2. Pelindung mata (goggles) dipakai pada setiap prosedur persalinan. Semua benda
tajam yang terkontaminasi oleh darah harus langsung dibuang kedalam tempat
sampah yang telah tersedia.
3. Semua linen yang terkena noda darah dimasukkan kedalam kantong berwarna
kuning.
4. Staff yang mempunyai lesi/ luka terbuka atau goresan pada tangan mereka harus
menutup luka tersebut dengan plester kedap air dan selalu menggunakan sarung
tangan saat menangani persalinan.
5. Staff yang bekerja dikamar bersalin harus ikut dalam program vaksinasi Hepatitis
B.
6. Semua tissue dan sampah yang terkontaminasi dengan darah harus dibuang
kedalam kantong plastik kuning.
b. Persyaratan bekerja di kamar bersalin
1. Petugas kamar bersalin
a. Dokter ganti baju sebelum menolong persalinan.
b. Menggunakan APD lengkap (sarung tangan, gaun, masker, goggle, apron, topi)
sebelum menolong persalinan.
c. Memakai pelindung kaki yang telah disediakan khusus untuk kamar bersalin.
d. Wajib menerapkan 5 moment kebersihan tangan.
2. Pasien
a. Pasien ganti baju sebelum ditolong persalinan
b. Keluarga yang masuk ke kamar bersalin dibatasi.
c. Pasien dengan infeksi harus ditempatkan diruang tersendiri (isolasi)
3. Bayi
a. Perawat/ bidan yang menerima bayi baru lahir harus menggunakan APD
lengkap.
b. Penghisap lendir bayi harus menggunakan yang sekali pakai.
c. Bayi lahir, tali pusat diikat dengan klem tali pusat steril dan diberi alkohol 70%
povidine iodine 7.5% pada ujung tali pusat.
d. Bayi baru lahir dibersihkan, kemudian bayi dimandikan dengan air hangat
setelah 6 jam post dilahirkan.

c. Lingkungan
1. Ruang Bersalin
a. Pembersihan ruang bersalin dilakukan 2x sehari dan setiap selesai tindakan.
b. Pembersihan rutin dilakukan seminggu sekali dan kegiatan bongkaran besar
dilakukan setiap sebulan sekali pada hari tidak ada tindakan/ persalinan.
c. Semua tumpahan darah dan cairan tubuh harus dibersihkan dengan
menggunakan desinfektan chlorine 0,5 %.
d. Tempat tidur, meja pasien, lemari harus dibersihkan dengan menggunakan
deterjen netral dan air bersih setiap selesai digunakan.
2. Alat dan linen
a. Instrumen yang telah dipakai dicuci dengan air mengalir hanya untuk
menghilangkan noda darah (proses dekontaminasi) dan langsung dikirim ke unit
sterilisasi.
b. Kemasan steril tidak boleh robek, tidak boleh terbuka dan tidak kotor, dan lihat
tanggal kadaluarsa.
c. Semua peralatan medis steril yang akan dipakai dibatasi secukupnya sesuai
dengan keperluaan saat itu.
d. Kain gorden harus diganti setiap 1 bulan sekali atau kalau perlu bila terkena
darah.
e. Linen pasien harus diganti segera setelah pasien selesai tindakan. Linen yang
telah terkontaminasi dengan darah harus dimasukkan ke dalam kantong plastik
warna kuning.
d. Penanganan terhadap ibu yang positif terpapar virus yang ditularkan melalui darah–
Hepatitis B, C dan HIV.
Untuk meminimalkan resiko kelahiran bayi dengan kelainan darah karena ibunya
positif terkena virus yang ditularkan melalui darah, beberapa langkah yang harus
dilakukan:
1. Pertahankan selaput ketuban tetap utuh selama mungkin.
2. Tali pusat diklem / ditutup sesegera mungkin untuk menghindari tranfusi janin
maupun ibu yang tidak perlu.
3. Suntikan bayi ditunda sampai darah yang berasal dari ibu dibersihkan.
4. Dalam keadaan ibu positif menderita Hepatitis B, maka dorongan untuk imnunisasi
terhadap bayi sebaiknya aktif dilakukan.
5. Pada saat bayi dimandikan, harus dilakukan secara hati-hati sehingga semua darah
menempel bisa dibersihkan, semua peralatan yang digunakan dibuang diplastik
warna kuning atau dibersihkan sehingga semua yang mengandung protein
terangkat. Segera setelah prosedur ini selesai dilakukan, bayi bisa ditangani dengan
normal, tidak perlu diambil tindakan pengisolasian. Lakukan imunisasi bayi baru
lahir dengan ibu yang positif hepatitis B.

28. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI KAMAR BEDAH


a. Pencegahan dan pengendalian Infeksi di Kamar Bedah berfokus pada pasien, petugas,
teknik pembedahan, lingkungan, dan peralatan.
b. PPI di Kamar Bedah meliputi:
1. Kebersihan Tangan
Kebersihan tangan dilaksanakan melalui praktek mencuci tangan menggunakan
sabun antiseptik (chlorhexidin 4 %) dan air mengalir, atau hand scrub. Kebersihan
tangan wajib diimplementasikan dikamar bedah oleh setiap petugas kamar bedah
sesuai dengan kebijakan kebersihan tangan di RSIA Dedari.
2. Penerapan praktik kebersihan tangan oleh seluruh petugas kamar bedah
berpedoman pada lima moment kebersihan tangan wajib dilaksanakan (standar
WHO) dan enam langkah prosedur. Kebersihan tangan surgical, menggunakan
chlorhexidin 4 %, dengan enam langkah prosedur dan mencuci sampai siku tangan.
c. Alat Pelindung Diri (APD)
1. Pakai sarung tangan sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan
2. Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan
3. Pakai sarung tangan bila ada kemungkinan akan terkontaminasi darah, cairan tubuh,
sekret, ekskret, bahan/benda terkontaminasi, mukosa, kulit yang tidak utuh, atau
kulit utuh yang potensial terkontaminasi.
4. Gantilah sarung tangan bila akan merawat pasien yang berbeda. Masker bedah
dipakai selama tindakan operasi dan diganti dengan masker baru pada saat akan
operasi berikutnya.
5. Kenakan apron sebelum akan memakai gaun steril
6. Kenakan Gaun steril untuk tindakan operasi
7. Kenakan Gaun bersih tidak steril untuk melindungni kulit dari kontaminasi dan
mencegah baju menjadi kotor, selama tindakan /merawat pasien yang
memungkinkan terjadinya percikan cairan tubuh pasien.
8. Tutup kepala digunakan mulai pintu masuk kamar bedah, dan diganti setiap kali
selesai operasi
9. Gunakan pelindung kaki yang tertutup bagian depan, dan tidak bolong - bolong.
d. Penanganan peralatan perawatan pasien
1. Pembersihan dan desinfeksi dilakukan segera setelah alat-alat dipergunakan dan
dilakukan oleh petugas terlatih.
2. Peralatan untuk ventilasi dan pernapasan yang digunakan pada penderita TB yang
dioperasi digunakan alat yang sekali pakai.
e. Pembersihan lingkungan
1. Menggunakan cairan desinfektan untuk RS sesuai dengan pedoman RS
2. Tempat tidur/ kursi, meja, permukaan meja operasi, permukaan meja instrument
dibersihkan setiap selesai dipakai pasien dengan menggunakan clorin 0,05 % atau
desinfektan yang lain sesuai kebijakan Rumah Sakit.
3. Penanganan limbah, sampah medis (infeksius) dalam kantong kuning dan benda
tajam di buang ke dalam safety box yang kemudian di simpan di TPS B3 dan akan
di angkut oleh pihak ke untuk dibakar di incenerator, sampah umum/rumah tangga
(non infeksi) di simpan di TPS non infeksius yang kemudian akan di angkut oleh
pihak 3 untuk dimusnakan.
4. Penanganan tumpahan darah atau bahan infeksi harus dibersihkan sesuai SPO.

f. Pasien
1. Pasien berhenti merokok 1 bulan sebelum operasi.
2. Mandikan pasien dengan antiseptik malam dan pagi hari sebelum operasi.
3. Cukur rambut dilakukan bila benar-benar menghalangi daerah pembedahan dan
dilakukan segera sebelum operasi dengan menggunakan clipper
4. Post operasi, meliputi pencegahan dan perawatan pasien sebelum, selama pasien
dan sesudah pasien operasi.
g. Petugas
1. Memberikan pendidikan dan pelatihan kepada petugas kamar bedah
2. Memberikan motivasi kepada petugas.
3. Petugas tidak memakai jam tangan, gelang, dan cincin.
4. Tidak berkuku panjang dan memakai kutek
5. Petugas yang sakit menular dilarang untuk bekerja di kamar bedah
29. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI INTENSIVE CARE UNIT
(ICU)
a. Petunjuk Umum:
1. Hand Hygiene (Kebersihan Tangan)
Kebersihan tangan yang sering merupakan salah satu cara yang paling penting
sebagai ukuran pengendalian infeksi di Rumah sakit. Tangan harus dicuci sebelum
dan sesudah merawat pasien atau menangani peralatan medis yang digunakan oleh
pasien. Tangan juga harus dicuci jika terkontaminasi dengan cairan tubuh pasien,
sebelum melakukan tindakan invasive, sebelum dan setelah melepas sarung tangan,
sebelum memulai kerja dan setelah tugas kerja selesai, setelah kontak dengan
lingkungan sekitar pasien.
2. Sarung tangan
Untuk melindungi staf ICU, sarung tangan harus digunakan jika akan kontak
dengan cairan tubuh lainnya dan sarung tangan harus dilepas setelah selesai
melakukan perasat untuk meminimalkan terjadinya kontaminasi silang, kemudian
segera lakukan kebersihan tangan.
3. Konsultasi
Tim pencegahan dan pengendalian infeksi harus dapat dijadikan sebagai
narasumber dalam melakukan surveilans dan pengkajian pengendalian infeksi di
ICU. Disamping itu komite PPI juga harus menetapkan dan melakukan monitoring
terhadap prosedur sterilisasi dan desinfeksi terhadap peralatan yang digunakan di
ICU, juga terhadap penanganan bila terjadi luka tertusuk jarum.
b. Prosedur Invasive
1. Jika prosedur invasive digunakan sebagai pilihan untuk menyelamatkan jiwa pasien
dan sangat bermanfaat dalam penanganan pasien, maka prosedur pengendalian
infeksi sebagaimana dijelaskan di atas dapat diabaikan.
2. Prosedur invasive harus dilakukan dengan menerapkan teknik aseptik. Teknik
aseptik harus diterapkan untuk semua prosedur invasive dan penggantian balutan
perlu memakai sarung tangan steril. Dalam situasi emergency dimana prosedur
yang dilakukan tidak cukup baik dalam teknik aseptik, maka seperti penggantian
kateter urine, iv kateter yang mungkin dapat terkontaminasi maka sebaiknya diganti
setelah kondisi pasien stabil.
3. Kanulasi pembuluh darah
Bagian yang dipasang kanulasi merupakan tempat masuknya mikroorganismeke
dalam jaringan subkutan dan sirkulasi darah yang sangat potensial. Oleh karena itu
staff yang akan melakukan pemasangan kanulasi harus terlebih dahulu melakukan
kebersihan tangan dan memakai sarung tangan serta tindakan mendisinfeksi kulit
sebelum pemasangan kanulasi.
4. Kanulasi vena sentral
Pemasangan kanulasi vena sentral harus dilakukan dengan menerapkan teknik
aseptik termasuk memakai sarung tangan steril, melakukan persiapan kulit yang
akan ditusuk dengan antiseptik dan memasang doek steril pada area yang telah
disiapkan. Cari bagian yang mempunyai risiko yang rendah seperti subclavicula,
internal jugularis.
5. Penggantian kanulasi
Kanulasi intravena harus diganti secara reguler (72 jam). Khusus bayi, kanulasi
umbilical kateter dipasang dengan teknik steril menggunakan jas operasi, sarung
tangan steril, masker dan doek steril. Penggantian posisi kanulasi umbilical kateter
dilakukan tidak melebihi 5 – 7 hari.
c. Peralatan
Tingkat sterilitas yang benar, desinfektan dan dekontaminasi harus dilakukan pada
semua perlatan yang akan digunakan. Setiap pasien harus mempunyai peralatan
sendiri-sendiri dan bisa dipakai ulang atau menggunakan alat yang sekali pakai.
1. Item sekali pakai
Item yang sekali pakai seperti peralatan airway yang kontak langsung dengan
saluran pernafasan seperti ETT dan airway, canule suction dimana dari
manufakturnya telah diberi label sekali pakai, maka tidak boleh dipakai ulang atau
didaur ulang.
2. Item yang dapat dipakai ulang
Item yang dapat dipakai ulang harus dilakukan dekontaminasi dan disinfeksi yang
benar sebelum digunakan kembali dan apabila prosedur yang akan dilakukan
melibatkan bagian tubuh yang steril, maka peralatan tersebut harus dalam keadaan
steril.
3. Circuit Ventilator
Untuk setiap pasien, breathing circuit, humidifier harus diganti setiap 5-7 hari atau
dapat diganti jika kotor, circuit dapat dilindungi dengan posisi filter yang benar,
sedangkan bacterial filter dipakai satu pasien satu bacterial filter.
d. Suplai
1. Area penyimpanan
Item yang bersih dan steril tidak boleh disimpan dalam area yang sama. Lokasi atau
ruangan terpisah harus digunakan untuk area bersih dan kotor.
2. Item steril
3. Semua item yang telah steril harus disimpan di area yang bersih dan kering. Jika
bungkusan steril mengalami kerusakan atau bocor, maka kemasan tersebut dinyatakan
tidak steril lagi dan item didalamnya tidak boleh digunakan. Pengecekan item steril
pada stok steril harus dilakukan secara reguler. Semua item steril harus dicek
keutuhan kemasannya sebelum digunakan (dibuka).
e. Pengelolaan Linen
1. Linen kotor adalah merupakan sumber kontaminasi mikroorganisme yang signifikan
linen kotor saat penggantian linen (oleh karena itu penggantian linen tidak boleh
dilakukan dengan mengibaskan linen ke udara).
2. Linen disimpan di tempat yang bersih, kering dan tertutup untuk mencegah
kontaminasi kuman dari udara. Jika linen bersih tidak jadi digunakan, maka tidak
boleh disimpan di area penyimpanan stok linen ruangan, tetapi harus dikembalikan ke
laundry untuk dicuci ulang.
3. Tidak boleh meletakkan linen kotor di lantai, di kursi atau di meja. Linen kotor
dimasukkan ke dalam kantong plastik trolly linen kotor yang telah tersedia. Trolly
linen yang digunakan untuk mengangkut linen kotor tidak boleh digunakan untuk
membawa linen bersih.
f. Obat-obatan
1. Obat-obatan harus disiapkan dengan menggunakan teknik tanpa sentuhan, obat-obat
parenteral harus disiapkan secara aseptik menggunakan spuit dan jarum steril. Cairan
intravena dan cairan irigasi steril harus diberi label tanggal, waktu dibuka dan
dibuang setelah 24 jam (jika setelah dibuka dan tidak digunakan lagi)
2. Antibiotika
Pemberian antibiotika pada pasien di ICU yang tidak memperhatikan pola sensitivitas
kuman akan memberikan terjadinya KLB infeksi serius dengan konsekuensi yang
fatal. Adanya kebijakan penggunaan antibiotika di rumah sakit akan lebih rasional
dalam pemberiannya dan merupakan keputusan yang dapat diterima secara hukum
dibandingkan mereka yang tidak mempunyai kebijakan tentang pemberiaan
antibiotika yang benar.
3. Pemberian multi dose
Karena adanya potensi terjadi infeksi silang, maka penggunaan vial untuk multi dose
dan ampul untuk pasien lebih dari satu sangat tidak dianjurkan diterapkan di RS
Dedari, oleh karena itu isi vial atau ampulhanya digunakan oleh satu pasien saja
dengan alternatif lainnya yaitu dengan memisahkan isi vial ke dalam beberapa spuit
steril, beri tanggal dan jam buka vial pada spuit dan disimpan dalam lemari pendingin
obat untuk selama 24 jam.
g. Faktor Pasien dan Petugas
1. Isolasi
Setiap pasien yang dicurigai atau dinyatakan mempunyai penyakit menular, maka
harus ditempatkan terpisah dari pasien lain (kamar isolasi).
2. Hygiene
Pasien yang dirawat di ICU secara rutin harus dilakukan personal hygiene dengan
baik. Dengan melakukan personal hygiene yang baik akan mencegah terjadinya
infeksi silang dan memberikan kesegaran dan mengurangi stres bagi pasien.
3. Petugas
Semua staf yang bertugas di ICU harus memakai seragam yang bersih. Staf ICU tidak
diperbolehkan memakai perhiasan termasuk cincin kawin saat mereka tugas, hal ini
karena potensial menyebarkan kuman atau mengakibatkan kolonisasi kuman. Staf
yang diketahui mengidap penyakit menular baik melalui pembuluh darah maupun
melalui udara harus berobat dan melaporkan ke supervisi.
h. Pengendalian lalu lintas di ICU
1. Dalam kasus tertentu pengunjung harus dibatasi sesuai dengan keperluannya, hal ini
untuk memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pasien. Jika pasien dirawat di
kamar isolasi ICU, maka pengunjung harus diberi penjelasan untuk menerapkan
kewaspadaan standar termasuk pengunaan APD, dan anak-anak di bawah umur tidak
boleh masuk ke dalam ICU, khusus untuk bayi pengunjung yang diperbolehkan hanya
orang tua.
2. Pengunjung wajib melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah mengunjungi
pasien ICU.
3. Pengunjung tidak perlu memakai baju ganti pada saat mengunjungi pasien di ICU.
i. Pengendalian Lingkungan
1. Penanganan sampah
a. Semua pembuangan sampah harus mengikuti tata cara penanganan dan
pembuangan sampah harus sesuai dengan kategori sampah (klinis dan non klinis)
b. Jarum bekas dan benda tajam lainnya harus dibuang ke dalam tempat yang telah
disediakan.
c. Bekas balutan yang terkontaminasi oleh darah dan cairan tubuh harus dibuang ke
dalam kantong sampah warna kuning.
2. Suhu dan kelembapan udara
Pengecekan suhu dan kelembapan udara harus dilakukan setiap hari.
3. House Keeping
a. Pembersihan harian: lantai harus dibersihkan setiap hari dengan menggunakan
kain pel dan desinfektan, dilakukan 2x sehari atau sewaktu-waktu.
b. Pembongkaran: dilakukan 1 bulan sekali atau melihat jumlah pasien

30. PERBANDINGAN DATA DASAR INFEKSI (BENCHMARKING)


a. Perbandingan data dasar infeksi dilakukan secara internal (antar unit) maupun eksternal
(dengan Rumah Sakit lain yang sejenis atau dengan praktik terbaik /bukti ilmiah yang
diakui)
b. Perbandingan data dasar infeksi dilakukan oleh tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
setiap bulan (benchmarking internal) dan setahun sekali (benchmarking eksternal).
c. Rumah sakit yang menjadi mitra dalam benchmarking eksternal adalah rumah sakit lokal
/ nasional yang setara maupun organisasi kesehatan internasional yang terbukti memiliki
praktik terbaik secara ilmiah.
d. Hasil perbandingan dianalisa, ditindak lanjuti dan dilaporkan kepada direktur Rumah
Sakit secara tertulis dalam bentuk laporan bulanan PPI (benchmarking internal) dan
laporan surveilans tahunan (benchmarking eksternal).
e. Hasil perbandingan data dasar infeksi internal maupun eksternal dikoordinasikan dalam
rapat komite PPI setiap bulan.

31. KEBIJAKAN PENERAPAN KEWASPADAAN ISOLASI


a. Penempatan pasien tidak infeksius

1. Menggunakan kewaspadaan standar:


a) Penempatan pasien
Pasien bisa ditempatkan di semua ruang perawatan kecuali ruang Isolasi di Unit
Perawatan Paru
b) Kebersihan Tangan
1. Lakukan 5 moment saat kebersihan tangan
2. Gunakan cairan berbasis alkohol (handrub) dan sabun antiseptic untuk
kebersihan tangan
c) Sarung Tangan.
Pakai sarung tangan (bersih dan tidak perlu steril) bila menyentuh darah, cairan
tubuh, sekresi, ekskresi dan barang- barang terkontaminasi. Pakai sarung tangan
sebelum menyentuh lapisan mukosa dan kulit yang luka (non-intact skin). Ganti
sarung tangan di antara dua tugas dan prosedur berbeda pada pasien yang sama
setelah menyentuh bagian yang kemungkinan mengandung banyak mikroorganisme.
Lepas sarung tangan setelah selesai melakukan tindakan, sebelum menyentuh
barang dan permukaan lingkungan yang tidak terkontaminasi, dan sebelum
berpindah ke pasien lain, dan cuci tangan segera untuk mencegah perpindahan
mikroorganisme ke pasien lain atau lingkungan.
d) Masker dan kacamata Pelindung Mata
Gunakan masker dan pelindung mata untuk melindungi lapisan mukosa pada mata,
hidung dan mulut saat melakukan prosedur atau aktifitas perawatan pasien yang
memungkinkan adanya cipratan darah, cairan tubuh, sekresi dan ekskresi.
e) Apron
Gunakan apron (bersih dan tidak perlu steril) untuk melindungi kulit dan untuk
mencegah ternodanya pakaian saat melakukan prosedur dan aktifitas perawatan
pasien yang memungkinkan adanya cipratan darah. Lepas apron kotor sesegera
mungkin dan cuci tangan untuk mencegah perpindahan mikroorganisme ke pasien
lain atau lingkungan.
f) Peralatan Perawatan Pasien dan ekskresi hendaknya diperlakukan sedemikian rupa
sehingga tidak bersentuhan dengan kulit dan lapisan mukosa, tidak mengotori
pakaian, dan tidak memindahkan mikroorganisme ke pasien lain dan lingkungan.
Pastikan bahwa peralatan yang dapat dipakai ulang tidak dipakai lagi untuk pasien
lain sebelum dibersihkan dan diproses selayaknya. Pastikan bahwa peralatan sekali
pakai, dan yang terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi dibuang dengan cara
yang benar.
g) Pengendalian Lingkungan.
Lakukan prosedur untuk perawatan rutin, pembersihan, dan desinfeksi permukaan
lingkungan, tempat tidur, tiang-tiang tempat tidur, peralatan di samping tempat
tidur, dan permukaan lainnya yang sering disentuh, dan pastikan prosedur ini
dilaksanakan.
h) Linen
Tangani proses linen yang terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh, sekresi dan
ekskresi dengan baik sehingga tidak bersentuhan dengan kulit dan lapisan
mukosa, tidak mengotori pakaian, dan tidak memindahkan mikroorganisme ke
pasien lain dan lingkungan.
i) Kesehatan Karyawan dan Penularan Penyakit Melalui Darah (Bloodborne
Pathogens)
1. Melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala terhadap petugas kesehatan
dan pemberian imunisasi.
2. Penatalaksanaan limbah benda tajam dan tertusuk jarum ditangani sesuai SPO
berkoordinasi dengan K3 RS.
3. Peralatan yang dapat menggantikan pernafasan dari mutut ke mulut (mouth-to-
mouth resuscitation), seperti mouthpiece, kantong resusitasi, dan peralatan
ventilasi lainnya hendaknya diletakkan di tempat yang sering dibutuhkan.
b. Penempatan pasien infeksius
Pasien Infeksius di tempatkan di ruang khusus pasien yang infeksius. Diantaranya pasien
dengan hepatitis, Tetanus, Gangren, dan Combutio. Rungan tersedia tempat tidur. Untuk
pasien yang datang dengan penyakit infeksi di antaranya TBC, HIV akan dilakukan
screning dan kemudian di rujuk ke rumah sakit lain yang menyediakan fasilitas isolasi.

Ditetapkan di : Kupang
Pada tanggal : 20 Juli 2022

Direktur RSIA Dedari

dr. Nanin Susanti, Akp.MARS

Anda mungkin juga menyukai