Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronis (PGK) adalah
penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan irreversible. Proses kerusakan
pada ginjal ini terjadi dalam rentang waktu lebih dari 3 bulan. Penyakit ini merupakan
penyakit yang tidak dapat pulih, yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal secara
progresif dan mengarah pada penyakit ginjal tahap akhir dan kematian.1
CKD merupakan suatu masalah kesehatan yang serius pada 2 abad terakhir
dan merupakan suatu masalah yang berakibat fatal . Secara global, insidensi CKD
pada anak-anak dilaporkan sekitar 12,1 kasus per satu juta anak-anak. Data tersebut
jauh lebih rendah dari pada prevalensi pada orang dewasa. CKD telah menyebabkan
angka kesakitan yaitu sekitar 5-10 % dari populasi dewasa penduduk Amerika dan
1,9-2,3 juta penduduk Kanada. Pada tahun 2000 estimasi kematian yang diakibatkan
oleh CKD adalah sekitar 19,5 % dari jumlah kesakitan. Studi lain pada tahun 1999-
2004 menunjukan angka kejadian CKD adalah sekitar 6,71 % penduduk dunia.2,3
Indonesia merupakan negara yang sangat luas. Kejadian CKD di Indonesia
diduga masih sangat tinggi. Namun data nasional mengenai CKD masih belum ada.
Studi mengenai prevalensi CKD di Indonesia pada tahun 2003 dan 2004
mendapatkan hasil bahwa jumlah penduduk Indonesia yang menderita CKD
berjumlah 3640 penduduk. Hasil tersebut menunjukkan bahwa jumlah penderita CKD
tertinggi yaitu di Jawa Tengah, Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Bali. Banyak
penderita CKD meninggal lebih awal. Namun, seringkali penyebab kematian itu tidak
terkait langsung dengan masalah ginjal. Studi yang pernah dilakukan menunjukkan
bahwa hampir setengah dari jumlah kematian pada penderita CKD diakibatkan oleh
CKD yang telah berkomplikasi pada penyakit arteri coroner. Namun, studi lain yang
pernah dilakukan menunjukkan hanya terdapat perbedaan yang sedikit atau tidak
berbeda secara signifikan pada semua penyebab kematian termasuk penyakit
kardiovaskuler dalam pengaturan ringan sampai sedang CKD. Komplikasi CKD

1
terjadi dimungkinkan karena penanganan penderita CKD yang datang berobat
lambat. Studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa sekitar 64 % penderita
CKD memiliki resiko kematian yang tinggi karena penanganan yang lambat. Lebih
jelasnya, penanganan penderita CKD secara cepat di Rumah Sakit dapat memperbaiki
keadaan penderita dan mencegah terjadinya komplikasi CKD. Hal ini juga didukung
oleh studi lain yang pernah dilakukan yang menunjukkan bahwa penggunaan sistem
rujukan yang cepat dan segera melakukan rawat inap pada penderita CKD dapat
menurunkan resiko kematian. Oleh karena itu, pada laporan kasus ini akan ditinjau
mengenai kasus pada pasien CKD dengan tujuan didapatkan pemahaman yang baik
mengenai CKD termasuk penanganannya. Sehingga dengan demikian diharapkan
dapat mencegah terjadinya komplikasi CKD termasuk kematian penderita CKD.1,2,3

2
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama penderita : Tn. J
Umur : 70 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : Sekolah Dasar
Pekerjaan : Petani Kebun Kopi
Agama : Islam
Alamat : JL. Bumi Ayu Ujung RT. 40 Betungan,
Kota Bengkulu
Hari/Tanggal Masuk : Selasa, 09 Januari 2018, pukul 11.30 WIB
No. Rekam Medis : 762149

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan tanggal 09 Januari 2018 pukul 14.00 WIB secara
autoanamnesis dan alloanamnesis dari istri pasien.
Keluhan utama : Perut membesar sejak 3 minggu SMRS.

1. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT


Sejak 3 minggu SMRS pasien mengeluhkan perutnya membesar. Perut
membesar dirasakan semakin bertambah ukurannya hari demi hari. Perut
membesar terasa kencang dan menyesakan sehingga pasien lebih nyaman
dalam posisi setengah duduk. Satu minggu terakhir perut menjadi bertambah
besar, terasa kembung, kencang dan sesekali nyeri.
Sejak satu minggu terakhir, pasien juga mengeluhkan badannya terasa
lemas. Lemas dirasakan terus-menerus, sehingga pasien tidak dapat bekerja
atau-pun melakukan pekerjaan ringan sehari-hari. Untuk merawat diri sendiri

3
pasien membutuhkan bantuan istri dan lebih sering berbaring ditempat tidur.
Pasien juga mengeluhkan tidak nafsu makan. Pasien mengaku menjadi malas
makan karena perutnya terasa tidak nyaman. Pasien mengaku perutnya terasa
kembung, keras dan sesekali nyeri. Nyeri perut dirasakan lebih sering di
daerah perut kanan atas. Nyeri perut bagian kanan atas dirasakan hilang
timbul. Nyeri berkurang jika pasien setengah berbaring. Nyeri tidak menjalar.
Menurut pasien di daerah perut kanan atas terasa kencang terutama saat
setelah makan. Keluhan nyeri juga dirasakan pada daerah ulu hati, nyeri pada
ulu hati dirasakan hilang timbul. Nyeri ulu hari berkurang setelah makan,
namun setelah makan pasien merasakan perutnya kembung dan tidak nyaman.
Pasien mengeluhkan lima hari yang lalu sulit berjalan karena kaki
kanan dan kirinya bengkak, namun sekarang bengkak pada kaki sudah
berkurang. Keluhan bengkak pada kaki baru 1 bulan terakhir kerap kali hilang
timbul, sebelumnya tidak pernah ada keluhan bengkak pada kaki. Keluhan
demam tidak ada. Keluhan mual ada, keluhan muntah tidak ada. Pasien
mengaku sudah dua hari tidak BAB. BAB terakhir berwarna kehitaman dan
lembek. BAB berwarna seperti dempul tidak ada. BAK normal, BAK
berwarna kuning jernih dan banyak.
Pasien memiliki riwayat hipertensi lama. Sudah kurang lebih 11 tahun
pasien menderita hipertensi. Tekanan darah pasien pernah mencapai 200/100
mmHg. Selama ini pasien jarang berobat untuk keluhan hipertensinya. Pasien
tidak teratur minum obat anti hipertensi dan jarang mengontrol tekanan
darahnya. Pasien mengaku lebih sering berobat tradisional untuk keluhan
hipertensinya ini. Pasien sering mengkonsumsi jamu-jamuan yang terbuat dari
rebusan daun tertentu. Riwayat merokok 1 bungkus perhari namun menurut
istri pasien, sekarang pasien sudah berhenti merokok. Dahulu saat sehat
pasien rutin minum kopi. Minum kopi terkadang lebih dari 3 gelas perhari
terutama jika pasien sedang bekerja di kebun kopi. Saat bekerja di kebun kopi
pasien menggunakan sepatu boot.

4
2. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
a. Riwayat pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya disangkal.
b. Riwayat menderita hipertensi sejak sebelas tahun yang lalu dan tidak
terkontrol.
c. Riwayat Diabetes Melitus tidak ada.
d. Riwayat sakit ginjal tidak ada.
e. Riwayat Hepatitis tidak ada.
f. Riwayat asam urat tinggi tidak ada.

3. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


a. Riwayat Hepatitis dalam keluarga tidak ada.
b. Terdapat riwayat Hipertensi dalam keluarga ada, yaitu kakak pasien
menderita hipertensi.
c. Riwayat penyakit serebrovaskular dalam keluarga seperti stroke tidak ada
d. Riwayat Diabetes Melitus pada keluarga tidak ada.

4. RIWAYAT KEBIASAAN
a. Pasien mengkonsumsi garam dapur >2 SdM /hari.
b. Pasien rutin mengkonsumsi kopi.
c. Pasien tidak pernah berolahraga.
d. Kebiasaan merokok 1 bungkus (18 batang) per-hari.
e. Pasien sering mengkonsumsi jengkol.

5. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI


Pasien sudah menikah dan mempunyai 5 orang anak. Pasien tinggal
bersama istri, anak ketiga yang telah menikah dan anak kelimanya yang
belum menikah. Pasien bekerja sebagai petani kebun kopi. Status sosial
ekonomi menengah ke bawah.

5
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. STATUS PRAESENS
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Kompos Mentis
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Nadi : 84 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi Napas : 22 x/menit, abdomino-torakal
Suhu : 36,6°C
Berat Badan : 56 kg
Tinggi Badan : 166 cm
IMT : 20,29 kg/mm2 (normal)

2. STATUS GENERALIS
Kepala : Normocephali, jejas (-), rambut tidak rontok (-), berwarna
hitam keputihan dan tersebar merata.
Mata : Konjungtiva palpebra anemis -/-, sklera ikterik -/-, edema
palpebra -/-, mata cekung (-/-), Pupil isokhor. Bulat/bulat.
3mm/3mm, Refleks cahaya langsung (+/+) Reflek cahaya
tidak langsung (+/+)
Hidung : Sekret (-/-), nafas cuping hidung (-), deviasi (-)
Telinga : Sekret (-/-), serumen (+/+) nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan
mastoid (-/-)
Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa bibir kering (-), tifoid tongue (-)
,gusi berdarah (-), caries gigi (-), faring hiperemis (-), tonsil
T1-T1
Leher : Tidak teraba pemb. KGB (submandibula, leher,
supraclavicula, infraclavicula, axilla). kelenjar tiroid tidak
teraba membesar, Retraksi m. Sternocleidomastoideus (-/-).
JVP 5+1 cmH2O

6
Thorax :
a. Paru
Anterior :
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris saat statis dan
dinamis dextra - sinistra. Retraksi sela iga dan
supraklavikula (-) Penggunaan otot bantu nafas (-)
spider nevi (-)
Palpasi : Stemfremitus dextra dan sinistra sama normal
diseluruh lapangan paru dextra dan sinistra.
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru.
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, Wheezing (-/-) Ronki (-/-).

Posterior :
Inspeksi : Tidak terdapat kelainan tulang belakang. Massa (-)
Palpasi : Stemfremitus dextra sinistra sama, normal diseluruh
lapangan paru dextra dan sinistra.
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru.
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, Wheezing (-/-) Ronki (-/-).

b. Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di SIC V linea midclavikularis
sinistra, thrill (-), kuat angkat : cukup
Perkusi : Batas kanan jantung : SIC IV linea parasternalis
dextra.
Batas kiri jantung : SIC V linea midclavikurasis
sinistra.
Batas atas jantung : SIC II linea parasternal sinistra

7
Auskutasi : BJ I dan BJ II normal reguler, kuat, cepat, gallop (-),
murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung, striae (-), benjolan (-) lingkar perut : 87 cm
Palpasi : Kencang, distensi (-) nyeri tekan (+) pada
hipokondrium kanan dan epigastrium, trugor kulit baik,
tehnik gelombang cairan (+) ascites (+), murphy sign (-
) ballottement (-/-)
Nyeri ketok CVA (-/+)
Perkusi : Timpani disemua regio abdomen
shufting dullness (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal 3 kali per-menit.

Ekstremitas Superior: Akral hangat, pitting edema (-), gangguan ROM (-),
pigmentasi normal, palmar eritema (-/-) CRT < 2 detik.
Ekstremitas Inferior: Akral hangat, gangguan ROM (-), pigmentasi normal,
Edema pretibia dan pergelangan kaki (+/+), eritema (-/-)
CRT < 2 detik.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
a. Laboratorium (09 Januari 2018)
Hb : 10,9 gr/dl (N: 13,0-18,0 gr/dl)
Hematokrit : 31 % (N: 40-54%)
Leukosit : 12.600 mm3 (N: 4.000-10.000 mm3)
Trombosit : 416.000 sel/ mm3 (N: 150.000-400.000)
GDS : 103 mg/dl (N: 60-120 mg/dl)
Ureum : 227 mg/dl (N: 20-40)
Creatinin : 4,9 (N : 0,4 – 1,2 mg/dl)

8
CCT : 11,11 mL/min/1.73m2
Albumin : 2,3 ( N : 3,5 – 6,0 g/dl)
Globulin : 3,0 (N : 2,4 – 6 g/dl)
HBsAg : ( - ) negatif
Anti HCV : ( - ) negatif
b. Laboratorium ( 10 Januari 2018)
HIV : negative (-)

2. RADIOLOGI
a. Foto Rongent

9
Pemeriksaan abdomen polos dengan hasil sebagai berikut :
1) Preperitoneal fat line kanan kiri normal.
2) Psoas line simetris
3) kontur kedua ginjal tertutup bayangan usus
4) Distribusi udara usus mencapai distal
5) Tak tampak dilatasi maupun penebalan dinding usus
6) Tampak bayangan radioopak berbentuk pelviokalises di
hemiabdomen kiri setinggi T10-L1. Tampak bayangan
radioopak berbentuk bulat hemiabdomen setinggi S1-S2.
7) Tulang intak, tampak kalsifikasi pada os pubis dextra.
Kesan :
 Bayangan radioopak berbentuk pelviokalises di hemiabdomen
kanan setinggi T10-L1 sugestif batu cetak ginjal kiri.
 Bayangan radioopak berbentuk tubular di hemiabdomen
kanan setinggi S1 – S1 sugestif batu ureter kiri dd plebolit.
b. USG

10
Pemeriksaan USG abdomen dengan hasil sebagai berikut :
 Kandung empedu : Bentuk dan ukuran normal, dinding menebal, tidak tampak
batu maupun sludge kandung empedu
 Tampak ascites pada rongga abdomen.

E. RESUME
Seorang laki-laki Tn. J 70 tahun datang perut membesar sejak 3 minggu SMRS.
Perut membesar semakin hari semakin bertambah ukurannya, terasa kencang dan
menyesakkan. Sejak satu minggu SMRS pasien juga mengeluhkan lemas
dirasakan terus-menerus sehingga pasien sulit untuk melakukan pekerja ringan
bahkan untuk merawat diri sendiri membutuhkan pertolongan orang lain. Pasien
mengeluhkan nyeri perut kanan atas, nyeri perut dirasakan hilang timbul,
membaik jika pasien setengah berbaring. Nyeri perut kanan atas tidak mejalar.
Pasien mengeluhkan nyeri ulu hati sedikit menghilang setelah makan namun
setelah makan perut akan rasa kembung dan tidak nyaman. Pasien memiliki
riwayat hipertensi sejak 11 tahun lalu. Tekanan darah pasien pernah mencapai
200/100 mmHg. Pasien tidak teratur minum obat anti-hipertensi. Pasien jarang
mengontrol tekanan darahnya. Pasien mengkonsumsi garam dapur >2 SdM /hari.
Pasien rutin minum kopi > 3 gelas perhari. Memiliki kebiasaan merokok 1
bungkus (18 batang) per-hari. Pasien sering mengkonsumsi jengkol.
Pada pemeriksaan fisik tanda vital tekanan darah 140/90 mmHg. Pada
pemeriksaan abdomen ditemukan perut tampak cembung, lingkar perut 87 cm,
nyeri tekan pada hipokondrium kanan dan epigastrium, turgor baik, shufting
dullness (+) tehnik gelombang cairan (+) ascites (+), murphy sign (-)
ballottement (-/-) nyeri ketok CVA (-/+). Ditemukan edema pada pretibial
dextra-sinistra dan pedis dextra-sinistra.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium ditemukan peningkatan
leukosit 12.600 mm3, ureum 227 mg/dl, creatinin 4,9 mg/dl, CCT 11,11
mL/min/1.73m2 dan penurunan kadar albumin 2,3 g/dl. Pada pemeriksaan

11
radiologi abdomen polos didapatkan kesan bayangan radioopak berbentuk
pelviokalises di hemiabdomen kanan setinggi T10-L1 sugestif batu cetak ginjal
kiri. Pada pemeriksaan USG didapatkan kesan ascites dan penebalan dinding
kandung empedu.

F. DAFTAR MASALAH
1. CKD tahap V dengan sindrom uremikum
2. Hipertensi tahap II
3. Hipoalbumin
4. Anemia

G. PENGKAJIAN MASALAH
1. CKD tahap V dengan Sindrom Uremikum
Berdasarkan anamnesis pasien mengeluhkan lemas. Lemas dirasakan terus-
menerus, sehingga pasien tidak dapat bekerja atau-pun melakukan pekerjaan
ringan sehari-hari. Untuk merawat diri sendiri pasien membutuhkan bantuan
istri dan lebih sering berbaring ditempat tidur. Pasien juga mengeluhkan
nafsu makan menurun. Nyeri ulu hati, perut terasa kembung dan tidak
nyaman setelah makan. BAB lembek berwarna hitam. Pada pemeriksaan fisik
didapat nyeri tekan pada epigastrium, nyeri ketok CVA positif pada renal
sinistra. Pada pemeriksaan penunjang laboratoriun creatinin 4,9 mg/dL, dari
perhitungan CCT di dapat 11,11 mL/min/1.73m2 dan kadar ureum dalam
darah 227 mg/dL. Pada pemeriksaan abomen polos didapatkan gambaran
batu cetak ginjal kiri.
a. Rencana diagnostik :
 Urinalis
 Check Elektrolit
 USG Ginjal

12
b. Rencana terapi :
 Non-farmakologi :
o Diet rendah garam < 2 gr/hari
o Diet protein 0,8 g/kgBB/hari
o Hemodialisis
o Pasang CDL
 Farmakologi :
o IVFD RL gtt V/menit
o CaCO3 3 x 1 tab per-oral
o Inj. Ranitidine 2 x 80 mg IV
o Sucrafat syp 3 x 1 c per-oral
o Neurodex 1 x 1 tab per-oral.
2. Hipertensi tahap II
Pada anamnesis di dapatkan bahwa pasien memiliki riwayat hipertensi
lama sejak 11 tahun yang lalu. Pasien jarang minum obat anti-hipertensi dan
jarang mengontrol tekanan darahnya. Pasien memiliki kebiasaan konsumsi
garam > 2 sdM/hari. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah
140/90 mmHg.
a. Rencana diagnostik :
 EKG
 Chest X-Ray PA
b. Rencana terapi :
 Non-farmakologi :
o Diet rendah garam < 2 gr/hari
o Konsumsi buah dan sayur.
 Farmakologi :
o Amlodipine 1 x 5 mg per-oral

13
3. Hipoalbumin
Pada anamnesis didapatkan keluhan perut membesar sejak 3 minggu
SMRS. Perut membesar semakin hari semakin bertambah ukurannya, terasa
kencang dan sesekali nyeri. Pasien juga mengeluhkan kedua kakinya bengkak
sejak 5 hari SMRS. Pada pemeriksaan fisik abdomen perut cembung, lingkar
perut 87 cm, ascites (+) shifting dullness (+). Pada pemeriksaan fisik
ekstremitas bawah didapatkan edema pretibial dan pergelangan kaki. Pada
pemeriksaan laboraturium di dapatkan kadar albumin dalam darah 2,3 g/dL.
Pada pemeriksaan USG didapatkan penebalan dinding kantong empedu dan
ascites.
a. Rencana diagnostik :
 Check Albumin berkala
 Urinalisis
b. Rencana terapi :
 Non-farmakologi
o Diet protein 0,8 g/kgBB/hari.
 Farmakologi :
o Inj. Furosemide 1 x 1 amp IV
o Infus Albumin 20 %
4. Anemia
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 10.9 dr/dL.
a. Rencana diagnostik : Pemeriksaan MCV, MCH dan MCHC
b. Rencana terapi : Asam folat 2 x 400 mcg per-oral

H. DIAGNOSIS KERJA
1. CKD tahap V dengan Sindrom Uremikum
2. Hipertensi tahap II

14
I. DIAGNOSIS BANDING
1. Sirosis Hepar
2. CHF
3. HHD

J. CATATAN PERKEMBANGAN
Tabel 1 : Catatan Perkembangan Harian Pasien
No. Hari/Tanggal perawatan Follow up
1 Rabu, S: Lemas, tidak nafsu makan, perut terasa kencang,
10/01/2018 kembung dan nyeri pada perut kanan. Bengkak pada
kaki berkurang.
O:
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
BP : 130/90 mmHg
HR : 84x/menit
RR : 20x/menit
T : 36,8 ° C

Status Generalis
Kepala: Normocephali, hematom (-), CA (-/-), SI (-/-)
Leher Pemb.KGB dan tiroid (-) JVP 5 + 2 cmH2O
Thorax Cor: BJ I - II reguler normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: vesikuler (+/+) N, ronki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen Cembung, lingkar perut 88 cm, nyeri tekan (+) di
hipokondrium kanan dan epigastrium, Hepar/Lien tidak
teraba membesar, tehnik gelombang cairan (+) ascites

15
(+) shifting dullness (+), BU (+) normal 4x/mnt.
Ekstremitas Edema pretibial (-/-) edema pergelangan kaki (-/+),
Akral hangat, CRT < 2 detik

Laboraturium : HIV test (-) negative


A: CKD tahap V dengan sindrom uremikum
Hipertensi tahap II terkontrol.
P:  Pro Hemodialisis
 IVFD RL V tetes/mnt
 Inj. Furosemid 1 x 1 amp IV
 Inj. Ranitidine 1 x 1 amp IV
 Infus Albumin 20 % / 100 cc kolf ke-1
 Asam folat 2 x 1 tab per-oral
 CaCO3 3 x 1 tab oral per-oral
 Amlodipine 1 x 5 mg per-oral
 Sucrafat 3 x 1 c per-oral
 Neurodex 1 x 1 tab per-oral
 Curcuma 3 x 1 tab per-oral

Rencana :
 USG ginjal
 Inform konsen pemasangan CDL.
Lain-lain Pasien pulang atas permintaan sendiri.

16
BAB III
ANALISIS KASUS

A. CHRONIC KIDNEY DISEASE


1. DEFINISI
Chronic Kidney Disease atau Penyakit Ginjal Kronis didefinisikan
sebagai kelainan pada struktur atau fungsi ginjal yang berlangsung lebih dari
3 bulan dengan disertai implikasi kesehatan. Kerusakan ginjal mengacu pada
berbagai kelainan yang diamati selama penilaian klinis, yang mungkin tidak
sensitif dan tidak spesifik untuk menjadi penyebab timbulnya penyakit,
namun bisa didahului dengan penurunan fungsi ginjal. Fungsi ginjal sebagai
endrokrin, eksretori, dan metabolisme tubuh akan menurun secara bersamaan
pada gagal ginjal kronis. GFR (glomerular filtration rate) secara umum
diterima sebagai indeks terbaik untuk menilai fungsi ginjal.1
Kriteria CKD dimanefestasikan oleh satu atau beberapa gejala dari
abnormalitas komposisi darah dan urin, abnormalitas pemeriksaam pencitraan
dan abnormalitas biopsi ginjal.1 Abnormalitas fungsi ginjal pada CKD
menurut KDIGO 2012, ditandai dengan terdapat marker gagal ginjal satu atau
lebih pada pemeriksaan laboraturium dan penurunan laju GFR. Berikut tabel
untuk kriteria CKD.1

Gambar 1 : Kriteria CKD berdasarkan penampakan non-klinis > 3 bulan.2

17
2. KLASIFIKASI
CKD diklasifikasikan berdasarkan penyebab yang mendasari, kategori
GFR, dan kategori albuminuria. Berikut klasifikasi stadium CKD berdasarkan
katagori GFR dan katagori albuminuria menurut KDIGO 2012.2

Gambar 8 : Klasifikasi CKD berdasarkan Albuminuria.5


Gambar 2 : Klasifikasi CKD berdasarkan GFR.2

3. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis pasien dengan CKD meliputi :1,2
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasar seperti diabetes melitus, infeksi
traktus urinarius, batu traktus urinarius hipertensi, hiperukemi, Lupus
Eritomatosus Sistemik dan sebagainya.
b. Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah,
nokturia, volume overload, neuropati perifer, prutitus, uresemic frost,
perikarditis, kejang-kejang sampai dengan koma.

18
c. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,
payah jantung, asidosis metabolik, ganguan keseimbangan elektrolit
berupa sodium, lakium dan khlorida.

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK


1) Gambaran Laboratorium1,2
Gambaran laboraturium CKD meliputi :
a) Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b) Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan
kreatinin serum, dan penurunan GFR. Namun kadar kreatinin saja
tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.
c) Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia,
hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis
metabolik.
d) Kelainan urinalisis meliputi: proteniuria, hematuria, leukouria dan
isostenuria.
2) Gambaran Radiologis 1,2
Pemeriksaan radiologis pada CKD meliputi :
a) Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak.
b) Pielografi intravena
c) Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan indikasi.
d) USG ginjal untuk memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista,
massa, dan kalsifikasi.
e) Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada
indikasi.

19
3) Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal 1,2
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan
ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara
noninvasif tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi bertujuan
untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis, dan
mengevaluasi hasil terapi yang diberikan. Kontra-indikasi biopsi jika
ukuran ginjal yang sudah mengecil (contacted kidney), ginjal polikistik,
hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan
darah, gagal nafas, dan obesitas.

5. TATALAKSANA
Penatalaksaan CKD meliputi terapi spesifik terhadap penyakit yang
mendasarinya, pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid,
memperlambat perburukan fungsi ginjal, pencegahan dan terapi terhadap
penyakit kardiovaskular, pencegahan dan terapi terhadap komplikasi, dan
terapi penganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal. 1,2
Tabel 2 : Rencana Tatalaksana CKD Sesuai dengan Stadiumnya1
Derajat GFR Rencana Tatalaksana
(ml/mnt/1,73m2)
1 ≥ 90  terapi penyakit dasar, kondisi
komorbid, evaluasi pemburukan
(progression) fungsi ginjal,
memperkecil risiko kardiovaskular
2 60 – 89  menghambat pemburukan
(progression) fungsi ginjal
3 30 – 59  evaluasi dan terapi komplikasi
4 15 – 29  persiapan untuk terapi pengganti
ginjal

20
5 < 15  terapi penganti ginjal

a. Menghambat Perburukan Fungsi Ginjal


Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya
hiperfiltrasi glomerulus. Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi
glomerulus adalah :
1) Pembatasan Asupan Protein 2
 KDIGO menyarankan untuk membatasi asupan protein 0.8
g/kg/hari pada pasien CKD diabetes/non-diabetes dengan GFR
< 30 ml/mnt/1.73 mm2.
 Menghindari asupan protein tinggi (< 1,3 g/kg/day) pada
pasien dewasa dengan CKD yang berisiko terjadi perburukan.
2) Glycemic Control 2
 Diperlukan tatalaksana farmakologi pasien dengan HbA1c
~7% (53 mmol/mol) untuk menghindari dan menunda
komplikasi mikrovaskular diabetes dan penyakit ginjal
diabetes.
 Tidak disaran tatalaksana farmakologi pada pasien dengan
HbA1c < 7% (53 mmol/mol) untuk menghindari resiko
terjadinya hipoglikemik.
 Disarankan tatalaksana farmakologi pasien dengan HbA1c >
7% (53 mmol/mol) pada individu dengan komorbiditas atau
harapan hidup terbatas dan risiko hipoglikemia
 Orang dengan CKD dan diabetes, kontrol glikemik harus
menjadi bagian dari strategi intervensi multifaktorial dalam
menangani kontrol tekanan darah dan risiko kardiovaskular,
disarankan penggunaan ACE Inhibitor dan ARBs, statin, dan
terapi antiplatelet yang sesuai dengan indikasi klinis.

21
3) Asupan Garam 2
Menurunkan asupan garam sampai < 90 mmol (< 2 g) per hari.5
4) Hiperurisemia 2
Terdapat bukti yang cukup untuk mendukung atau menolak
penggunaan farmakologi guna menurunkan konsentrasi uric acid pada
penderita CKD.
5) Perubahan gaya hidup 2
KDIGO rekomendasikan orang dengan CKD didorong untuk
melakukan aktivitas fisik yang kompatibel terkait dengan kesehatan
jantung dan toleransi aktivitas fisik. Yaitu latihan fisik setidaknya 30
menit 5 kali per minggu, guna mencapai berat badan yang sehat (BMI
20 - 25 sesuai dengan demografi negara tertentu) dan berhenti
merokok.5
6) Diet terarah 2
Individu dengan CKD harus menerima saran diet yang dianjurkan ahli.
Program anjuran diet, disesuaikan dengan tingkat keparahan CKD dan
kebutuhan, mengenai intervensi pada garam, fosfat, kalium, dan
asupan protein sehari-hari.
b. Pencegahan dan Terapi Terhadap Penyakit Kardiovaskular
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan
hal yang penting, karena 40 – 45 % kamatian pada penyakit ginjal kronik
disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Pencegahan dan terapi penyakit
kardivaskular melipui pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia, anemia,
hiperfosfatemia, dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan
keseimbangan elektrolit.1,2
c. Pencegahan dan Terapi terhadap Komplikasi 3
1) Anemia : terjadi pada 80 – 90% pasien CKD. Anemia pada CKD terutama
disebabkan oleh defisiensi eritropoitin.

22
2) Osteodistrofi renal : mengatasi hiperfosfatemia dengan pembatasan asupan
fosfat dan pemberian hormol kalsitrol.
d. Terapi Pengganti Ginjal 1,3
Dilakukan pada pasien CKD stage 5, yaitu pada GFR > 15 ml/mnt/1.73mm2.
Terapi Pengganti dapat berupa hemodialisis, periotenal dialisis atau
transplantasi ginjal.

B. HIPERTENSI
1. DEFINISI
Hipertensi adalah salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas di
Indonesia, sehingga tatalaksana penyakit ini merupakan intervensi yang
sangat umum dilakukan diberbagai tingkat fasilitas kesehatan. Hampir semua
consensus atau-pun pedoman utama baik dari dalam walaupun luar negeri,
menyatakan bahwa seseorang akan dikatakan hipertensi bila memiliki
tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90
mmHg, pada pemeriksaan yang berulang. Tekanan darah sistolik merupakan
pengukuran utama yang menjadi dasar penentuan diagnosis hipertensi.4
.
2. KLASIFIKASI HIPERTENSI
Ada beberapa klasifikasi dari hipertensi, diantaranya menurut menurut AHA
(American Heart Association) 2017 sebagai berikut.5

23
Tabel 3. Klasifikasi Hipertensi menurut AHA 2017 5

3. MANIFESTASI KLINIS HIPERTENSI


Menurut Elizabeth J. Corwin, sebagian besar tanpa disertai gejala yang
mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi
bertahun-tahun berupa :1,3
a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
tekanan darah intrakranium.
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
c. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.
d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.

24
e. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.
4. DIAGNOSIS HIPERTENSI
Alur diagnosis, managemen dan follow-up hipertensi menurut PERKI
2015 sebagai berikut.4

Gambar 2 : Alur Diagnosis Hipertensi 3


5. TATALAKSANA
a. Penatalaksanaan Non Farmakologis
Pendekatan nonfarmakologis merupakan penanganan awal sebelum
penambahan obat-obatan hipertensi, disamping perlu diperhatikan oleh seorang
yang sedang dalam terapi obat. Sedangkan pasien hipertensi yang terkontrol,
pendekatan nonfarmakologis ini dapat membantu pengurangan dosis obat pada

25
sebagian penderita. Oleh karena itu, modifikasi gaya hidup merupakan hal yang
penting diperhatikan, karena berperan dalam keberhasilan penanganan
hipertensi. Pendekatan nonfarmakologis dibedakan menjadi beberapa hal : 4,6,7
1) Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan aterosklerosis.
2) Olahraga dan aktifitas fisik
a) Penderita hipertensi sebaiknya dikontrol atau dikendalikan tanpa atau
dengan obat terlebih dahulu tekanan darahnya, sehingga tekanan darah
sistolik tidak melebihi 160 mmHg dan tekanan darah diastolik tidak
melebihi 100 mmHg.
b) Alangkah tepat jika sebelum berolahraga terlebih dahulu mendapat
informasi mengenai penyebab hipertensi yang sedang diderita.
c) Sebelum melakukan latihan sebaiknya telah dilakukan uji latih jantung
dengan beban (treadmill/ergometer) agar dapat dinilai reaksi tekanan
darah serta perubahan aktifitas listrik jantung (EKG), sekaligus menilai
tingkat kapasitas fisik.
d) Pada saat uji latih sebaiknya obat yang sedang diminum tetap
diteruskan sehingga dapat diketahui efektifitas obat terhadap kenaikan
beban.
e) Latihan yang diberikan ditujukan untuk meningkatkan daya tahan
tubuh dan tidak menambah peningkatan darah.
f) Olahraga yang bersifat kompetisi tidak diperbolehkan.
g) Olahraga peningkatan kekuatan tidak diperbolehkan.
h) Secara teratur memeriksakan tekanan darah sebelum dan sesudah
latihan.
i) Salah satu dari olahraga hipertensi adalah timbulnya penurunan
tekanan darah sehingga olahraga dapat menjadi salah satu obat
hipertensi.
j) Umumnya penderita hipertensi mempunyai kecenderungan ada
kaitannya dengan beban emosi (stres). Oleh karena itu disamping

26
olahraga yang bersifat fisik dilakukan pula olahraga pengendalian
emosi, artinya berusaha mengatasi ketegangan emosional yang ada.
k) Jika hasil latihan menunjukkan penurunan tekanan darah, maka
dosis/takaran obat yang sedang digunakan sebaiknya dilakukan
penyesuaian (pengurangan).
3) Perubahan pola makan
a) Mengurangi asupan garam
b) Diet rendah lemak jenuh
c) Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan dan susu rendah
lemak.
d) Menghilangkan stress
Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir atau
bahkan sudah melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya. Cara
untuk menghilangkan stres yaitu perubahan pola hidup dengan
membuat perubahan dalam kehidupan rutin sehari-hari dapat
meringankan beban stres. Perubahan-perubahan itu adalah :
i. Rencanakan semua dengan baik. Buatlah jadwal tertulis untuk
kegiatan setiap hari sehingga tidak akan terjadi bentrokan acara
atau kita terpaksa harus terburu-buru untuk tepat waktu
memenuhi suatu janji atau aktifitas.
ii. Sederhanakan jadwal. Cobalah bekerja dengan lebih santai.
iii. Bebaskan diri dari stres yang berhubungan dengan pekerjaan.
iv. Siapkan cadangan untuk keuangan
v. Berolahraga.
vi. Makanlah yang benar.
vii. Tidur yang cukup.
viii. Ubahlah gaya. Amati sikap tubuh dan perilaku saat sedang
dilanda stres.
ix. Sediakan waktu untuk keluar dari kegiatan rutin.

27
x. Binalah hubungan sosial yang baik.
xi. Ubalah pola pikir. Perhatikan pola pikir agar dapat menekan
perasaan kritis atau negatif terhadap diri sendiri.
xii. Sediakan waktu untuk hal-hal yang memerlukan perhatian
khusus.
xiii. Carilah humor.
xiv. Berserah diri pada Yang Maha Kuasa.
b. Penatalaksanaan Farmakologis
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang
dianjurkan oleh JNC 7 : 3
1) Diuretic, terutama jenis Thiazide (Thiaz) Aldosteron Antagonist (Ald
Ant)
2) Beta Blocker (BB)
3) Calcium channel blocker atau Calcium antagonist (CCB)
4) Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
5) Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 Receptor angiotensint/
blocker (ARB).2
Tabel 4. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas utama Obat
Antihipertensi Menurut ESH.

Kelas obat Indikasi Kontraindikasi


Mutlak Tidak mutlak
Diuretika Gagal jantung Gout kehamilan
(Thiazide) kongestif, usia
lanjut, isolated
systolic
hypertension,
ras afrika

28
Diuretika (loop) Insufisiensi
ginjal, gagal
jantung
kongestif
Diuretika (anti Gagal jantung Gagal ginjal,
aldosteron) kongestif, pasca hiperkalemia
penyekat β infark
miokardium
Angina pectoris, Asma, Penyakit
pasca infark penyakit paru pembuluh darah
myocardium obstruktif perifer,
gagal jantung menahun, A-V intoleransi
kongestif, block glukosa, atlit atau
kehamilan, pasien yang aktif
takiaritmia secara fisik
Calcium Usia lanjut, Takiaritmia,
Antagonist isolated systolic gagal jantung
(dihydropiridine) hypertension, kongestif
angina pectoris,
penyakit
pembuluh darah
perifer,
aterosklerosis
karotis,
kehamilan
Calcium Angina pectoris, A-V block,
Antagonist aterosklerosis gagal jantung
(verapamil, karotis, kongestif

29
diltiazem) takikardia
supraventrikuler
Penghmbat ACE Gagal jantung Kehamilan,
kongestif, hiperkalimea,
disfungsi stenosis arteri
ventrikel kiri, renalis bilateral
pasca infark
myocardium,
non-diabetik
nefropati,
nefropati DM
tipe 1,
proteinuria
Angiotensi II Nefropati DM Kehamilan,
reseptor tipe 2, hiperkalemia,
antagonist (AT1- mikroalbumiuria stenosis arteri
blocker) diabetic, renalis bilateral
proteinuria,
hipertrofi
ventrikel kiri,
batuk karena
ACEI
α-Blocker Hyperplasia Hipotensi Gagal jantung
prostat (BPH), ortostatis kongestif
hiperlipidemia
Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas utama Obat Antihipertensi.2
Adapun Tatalaksana hipertensi menurut menurut JNC7 dapat dilihat
pada tabel 5 dibawah ini :

30
Tabel 5. Tatalaksana hipertensi menurut menurut JNC7 3
Klasifikasi TDS TDD Perbaika Tanpa Dengan
Tekanan (mmH (mmH n Pola indikasi indikasi
Darah g) g) Hidup yang yang
memaksa memaksa
Normal < 120 Dan Dianjurka
<80 n
Prehiperten 120- atau ya Tidak Obat-obatan
si 139 80-89 indikasi obat untuk
indikasi
yang
memaksa
Hipertensi 140- Atau ya Diuretic Obat-obatan
derajat 1 159 90-99 jenis untuk
Thiazide indikasi
untuk yang
sebagian memaksa
besar kasus, Obat
dapat antihiperten
dipertimban si lain
gkan ACEI, (diuretika,
ARB, BB, ACEI,
CCB, atau ARB, BB,
kombinasi CCB)
sesuai
kebutuhan
Hipertensi ≥160 Atau Ya Kombinasi 2
derajat 2 ≥100 obat untuk

31
sebagian
besar kasus
umumnya
diuretika
jenis
Thiazide dan
ACEI atau
ARB atau
BB atau
CCB

Masing-masing obat antihipertensi memiliki efektivitas dan keamanan


dalam pengobatan hipertensi, tetapi pemilihan obat antihipertensi juga
dipengaruhi beberapa faktor, yaitu :
a. Faktor sosio ekonomi
b. Profil factor resiko kardiovaskular
c. Ada tidaknya kerusakan organ target
d. Ada tidaknya penyakit penyerta
e. Variasi individu dari respon pasien terhadap obat antihipertensi
f. Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk
penyakit lain
g. Bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalam
menurunkan resiko kardiovasskular.
Berdasarkan uji klinis, hampir seluruh pedoman penanganan hipertensi
menyatakan bahwa keuntungan pengobatan antihipertensi adalah penurunan
tekanan darah itu sendiri, terlepas dari jenis atau kelas obat antihipertensi yang
digunakan. Tetapi terdapat pula bukti-bukti yang menyatakan bahwa kelas obat
antihipertensi tertentu memiliki kelebihan untuk kelompok pasien tertentu.

32
Untuk keperluan pengobatan, ada pengelompokan pasien berdasar yang
memerlukan pertimbangan khusus (special considerations), yaitu kelompok
indikasi yang memaksa (compelling indication) dan keadaan khusus lainnya
(special situations).3
Indikasi yang memaksa meliputi:3,7
a. Gagal jantung
b. Pasca infark miokardium
c. Resiko penyakit pembuluh darah koroner tinggi
d. Diabetes
e. Penyakit ginjal kronis
f. Pencegahan strok berulang.
Keadaan khusus lainnya meliputi : 3,7
a. Populasi minoritas
b. Obesitas dan sindrom metabolic
c. Hipertrofi ventrikel kanan
d. Penyakit arteri perifer
e. Hipertensi pada usia lanjut
f. Hipotensi postural
g. Demensia
h. Hipertensi pada perempuan
i. Hipertensi pada anak dan dewasa muda
j. Hipertensi urgensi dan emergensi.
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap,
dan target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu.
Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang
atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan
apakah memulai terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau dengan
kombinasi tergantung pada tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi.
Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan

33
kemudian darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah
meningkatnya dosis obat tertentu, atau berpindah ke antihipertensi lain dengan
rendah. Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis
rendah, baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan
kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi
kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan
pasien karena jumlah obat yang harus diminum bertambah.3,8
Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien
adalah : 3,7,8
a. dan ACEI atau ARB
b. CCB dan BB
c. CCB dan ACEI atau ARB
d. CCB dan diuretik
e. AB dan BB
f. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat.

Diuretika

β Bloker ARB

α Bloker CCB

ACEI

Gambar 3 : Kemungkinan kombinasi obat antihipertensi.3

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Setiati S, Alwi I, W. Aru Sudoyo, Simandibrata MK, Setiyohadi B, Fahrial AS,


et..all.2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI Jilid I, II. Jakarta Puat :
InternaPublishing.
2. Internasional Society of Nephrology. 2013. Kidney Disease Improving Global
Outcomes 2012 Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management
of Chronic Kidney Disease. Nasional Kidney Foundtion : Kidney International
Supplements.
3. Harrison T.R, Kasper DL, Hauser SL, Jamosen JL, Fauci S, Longo DL,
Loscaiso J, et..all. 2015. Harrison’s Principles of Internal Medicine 19th Edition.
San Fransisco : McGraw-Hill Companies
4. PERKI. 2015. Pedoman Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular.
Indonesia : Perhimpunan Spesialis Kardiovaskular Indonesia.
5. Paul K. Whelton ,Aronow Wilbert S, Casey Donald E, Jr, Collins Karen J,
Himmelfarb Cheryl Dennison, Sondra M. DePalma, Samuel Gidding, et..all.
2017. 2017 Guideline for the Prevention, Detection, Evaluation, and
Management of High Blood Pressure in Adults. J Am Coll Cardiol. : 23976.
6. Canadian Hypertension Education Program. The Canadian Recommendation
for The Management of Hypertension 2014
7. Weber MA, Schiffrin EL, White WB, Mann S, Lindholm LH, Kenerson JG, et
al. Clinical Practice Guidelines for the Maganement of Hypertension in the
Community. A Statement by the American Society of Hypertension and the
International Society of Hypertension. ASH paper. The Journal of Clinical
Hypertension, 2013.
8. The Task Force for the management of arterial hypertension of the European
Society of Hypertension (ESH) and of the European Society of Cardiology
(ESC). 2013 ESH/ESC Guidelines for the management of arterial hypertension.
Jour of Hypertension 2013, 31:1281-1357.

35

Anda mungkin juga menyukai