Anda di halaman 1dari 18

PEDOMAN PELAYANAN PENCEGAHAN PENGENDALIAN INFEKSI HAIs RUMAH

SAKIT SARI ASIH CIPUTAT

PEDOMAN PELAYANAN PENCEGAHAN PENGENDALIAN INFEKSI HAIs


RUMAH SAKIT SARI ASIH CIPUTAT
TANGERANG SELATAN
2018
PERATURAN DIREKTUR RS SARI ASIH CIPUTAT
NOMOR 033/PER/DIR/RSSA_CPT/I/2018

TENTANG

PEDOMAN PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI HAIs


RUMAH SAKIT SARI ASIH CIPUTAT TANGERANG SELATAN

DIREKTUR RUMAH SAKIT SARI ASIH CIPUTAT


Menimbang: a. Bahwa mengingat pentingnya pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah Sakit
b. Bahwa pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan bagian dalam pelayanan dari
Rumah Sakit serta pencegahan infeksi HAIs;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a dan huruf
b, perlu ditetapkan dengan keputusan Direktur Rumah Sakit Sari Asih Ciputat tentang
pedoman pelayanan pencegahan dan Pengendalian infeksi Rumah Sakit Sari Asih
Ciputat.
Mengingat: 3. Keputusan Menteri Kesehatan RI Menkes RI 1333/MENKES/SK/XII/1999 tentang
Standar Pelayanan Rumah Sakit.
4. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1024/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
5.
Keputusan Menteri Kesehatan 875/Menkes/SK/VIII/2001 tentang Penyusunan Upaya
6. Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.
Keputusan Menteri Kesehatan 876/Menkes/SK/VIII/2001 tentang Pedoman Teknis
7. Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan.
Peraturan Menteri Kesehatan nomor 1691/Menkes/SK/VIII/2011 tentang Keselamatan
8. Pasien Rumah Sakit.
Keputusan Meteri Kesehatan nomor 382/MEKES/SK/III/2007 tetang Pedoman Pelayanan
9. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan Lainnya.
Keputusan Meteri Kesehatan nomor 27 Tahun 2017 tentang Pedoman Pelayanan
Pencegahan Pengendalian Infeksi di Falitas Pelayanan Kesehatan Lainnya
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESATU : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SARI ASIH CIPUTAT TENTANG
PENETAPAN PEDOMAN PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
RUMAH SAKIT SARI ASIH CIPUTAT
KEDUA : Lampiran keputusan ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan
surat keputusan penetapan pedoman pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi di
rumah sakit sari asih ciputat.
KETIGA : Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
KEEMPAT : Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam keputusan ini, akan diadakan
perubahan dan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di :Tangerang Selatan


Tanggal : 08 Januari 2018
Direktur

(Dr. Hj. Anitya Irna RD. MKes)


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di Rumah Sakit, perlu dilakukan
pengendalian infeksi, diantaranya adalah pengendalian infeksi HAis. Infeksi HAis masih banyak
dijumpai di rumah sakit dan biasanya merupakan indikator bagi pengukuran tentang seberapa
jauh rumah sakit tersebut telah berupaya mengendalikan infeksi HAis. Pengendalian infeksi HAis
dipelopori oleh Nightingale, Simmelweis, Lister dan Holmes melalui praktek-praktek hygiene dan
penggunaan antiseptik, Tantangan dalam pengendalian infeksi HAis semakin kompleks dan sering
disebut disiplin epidemiologi rumah sakit.

Kerugian ekonomi akibat HAis mencapai jumlah yang besar, khususnya untuk biaya tambahan
lama perawatan, penggunaan antibiotika dan obat-obat lain serta peralatan medis dan kerugian
tak langsung yaitu waktu produktif berkurang, kebjiakan penggunaan antibiotika, kebijakan
penggunaan desinfektan serta sentralisasi sterilisasi perlu dipatuhi dengan ketat. Tekanan-
tekanan dari perubahan pola penyakit infeksi HAis dan pergeseran resiko ekonomik yang harus
ditanggung rumah sakit mengharuskan upaya yang sistematik dalam penanggulangan HAis,
dengan adanya Tim Pengendalian Infeksi dan profesi yang terlatih untuk dapat menjalankan
program pengumpulan data, pendidikan, konsultasi dan langkah - langkah pengendalian infeksi
yang terpadu.

Keberhasilan program pengendalian infeksi HAis dipengaruhi oleh efektivitas proses komunikasi
untuk menyampaikan tujuan dan kebijakan pengendalian infeksi tersebut kepada seluruh
karyawan rumah sakit baik tenaga medis maupun non medis, para penderita yang dirawat
maupun berobat jalan serta para pengunjung Rumah Sakit Sari Asih Ciputat. Upaya pengendalian
infeksi HAis di Rumah Sakit Sari Asih Ciputat bersifat multidisiplin, hal-hal yang perlu diperhatikan
seperti, Discipline: perilaku semua karyawan harus didasari disiplin yang tinggi untuk mematuhi
prosedur aseptik, teknik invasif, upaya pencegahan dan lain-lain, Defence mechanisme:
melindungi penderita dengan mekanisme pertahanan yang rendah supaya tidak terpapar oleh
sumber infeksi.

Drug: pemakaian obat antiseptik, antibiotika dan lain-lain yang dapat mempengaruhi kejadian
infeksi supaya lebih bijaksana, Design: rancang bangun ruang bedah serta unit-unit lain
berpengaruh terhadap resiko penularan penyakit infeksi, khususnya melalui udara atau kontak fisik
yang dimungkinkan bila luas ruangan tidak cukup memadai, Device: peralatan protektif diperlukan
sebagai penghalang penularan, misalnya pakaian pelindung, masker, topi bedah dan lain-lain.

B. Tujuan
1. Tujuan umum .
Meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Sari Asih Ciputat melalui pencegahan dan
pengendalian infeksiR yang dilaksanakan oleh semua departemen/ unit dengan meliputi
kualitas pelayanan, management resiko, serta kesehatan dan keselamatan kerja.
2. Tujuan Khusus
a) Sebagai pedoman pelayanan bagi staf PPIRS dalam melaksanakan tugas, wewenang
dan tanggung jawab secara jelas.
b) Menetapkan kejadian infeksi rumah Sakit dengan cepat
c) Mengenali gejala, kriteria dan melakukan tatalaksana dan pecegaha infeksi terkait
layanan rumah sakit sari asih ciputat.
d) Ketepatan pernyataan infeksi yang seragam diseluruh bagian unit terkait pelayanan
rumah sakit
e) Ketepata dan keakuratan data mutu yang di analisa.

C. Ruang Lingkup
Pedoman ini memberi panduan bagi petugas Rumah Sakit dalam menjalankan pencegahan dan
pengendalian infeksi HAIs pada pasien meliputi :
a) Konsep dasar infeksi
b) Kamus kategori infeksi
c) Infeksi terkait layanan kesehatan
d) Metode surveilans rumah sakit
BAB II
Konsep Dasar Infeksi Rumah Sakit

A. Definisi Infeksi Layanan Kesehatan


Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia, termasuk
Indonesia. Ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi dapat berasal dari komunitas (Community
acquired infection) atau berasal dari lingkungan rumah sakit (Hospital acquired infection) yang
sebelumnya dikenal dengan istilah infeksi nosokomial. Dengan berkembangnya sistem pelayanan
kesehatan khususnya dalam bidang perawatan pasien, sekarang perawatan tidak hanya di rumah
sakit saja, melainkan juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, bahkan perawatan di rumah
(home care). Tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang dimaksudkan untuk
tujuan perawatan atau penyembuhan pasien, bila dilakukan tidak sesuai prosedur berpotensi untuk
menularkan penyakit infeksi, baik bagi pasien (yang lain) atau bahkan pada petugas kesehatan itu
sendiri.

Healthcare-associated infections (HAIs) dengan pengertian yang lebih luas tidak hanya di rumah
sakit tetapi juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Juga tidak terbatas infeksi pada pasien
saja, tetapi juga infeksi pada petugas kesehatan sebagai resiko pekekrjaan. Hais adalah infeksi
yang terjadi setelah 2 x 24 jam pasien dirawat di rumah sakit dan tidak sedang dalam masa
inkubasi saat dirawat, infeksi juga dapat terjadi setelah pasien pulang 30 hari tanpa pemasangan
prosedur implan dan pada kasus ortopedi dengan terpasang implan, infeksi dapat terjadi pada
petugas kesehatan sebagai resiko kerja.

Infeksi Hais yang umum terjadi di pelayanan kesehatan terjadi akibat berbagai hal diantaranya
adalah infeksi akibat jamur, virus, bakteri dan virulen. Infeksi terjadi sebagai akibat dari paparan
sumber infeksius, kontaminasi sumber infeksius dan sebagai dari faktor resiko prosedur tindakan
pelayanan kesehatan

B. Konsep PPI Rumah Sakit


Depkes (2017) menentukan upaya melakukan pencegahan beber hal yang dapat dilakukan, yaitu
meliputi:
1. Pencegahan Kolonisasi
Merupakan suatu pecegahan keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi, dimana
organisme tersebut hidup, tumbuh dan berkembang biak, namun tanpa disertai adanya respon
imun atau gejala klinis. Pada kolonisasi tubuh pejamu tidak dalam keadaan suspectibel pasien
dan petugas dapat mengalami kolonisasi dengan dengan kuman patogen tanpa mengalami
rasa sakit tetapi menularkan kuman tersebut ke orang lainsebagai carrier.
2. Seurveilas penyakit menular atau infeksius
Melakukan surveilans secara aktif sebagai upaya terhadap penyakit infeksi dan meular, yaitu
penyakit infeksi tertentu yang dapat berpindah dari satu orang ke orang lain secara langsung
maupun tidak langsung.
3. PPI Healthcare-associated infections (HAIs)
Infeksi terjadi pada pasien selama proses perawatan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan
lainnya, dimana sebelum masa perawatan pasien tidak megalami infeksi suatu
microorganisme tersebut namun muncul sedang dalam masa perawatan di rumah sakit atau
setelah selesai masa perawatan. Hais tidak hanya terjadi pada pasien yang dirawat tetapi
juga dapat terjadi pada staf atau petugas kesehatan (HCW)

C. Rantai penularan Infeksi


Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mengetahui rantai
penularan, apabila salah satu rantai dihilangkan atau dirusak maka infeksi dapat dicegah atau
dihentikan.
a. Agen Infeksi adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia ,dapat
berupa bakteri, virus, riketsia, jamur, dan parasit. ada 3 faktor yang mempengaruhi terjadinya
infeksi yaitu : virulensi, patogenesis, jumlah dosis obat.
b. Reservoir atau tempat hidup dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak dan
siap ditularkan pada orang lain, reservoir yang paling umum adalah manusia, binatang,
tumbuhan, tanah, air dan bahan bahan organik. pada manusia sehat permukaan kulit, selaput
lendir saluran napas, pencernaan dan vagina merupakan reservoir yang umum.
c. Pintu keluar adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan reservoir, pintu keluar meliputi
saluran napas, pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit, membran mukosa, trasplacenta
dan darah serta cairan tubuh lainnya.
d. Transmisi adalah bagaiman mekanisme penularan meliputi kontak; langsung dan tidak
langsung, droplet, airborne, Vehicle ;makan, minuman, darah, vektor biasanya bnatang
pengerat dan serangga.
e. Pintu masuk adalah tempat dimana agen infeksi memasuki tubuh pejamu (yang supectibel)
dapat melalui saluran pernapsan, pencernaan. perkemihan atau luka.
f. Pejamu (host) yang suspectibel adalah orang yang tidak tidak memiliki daya tahan tubuh
yang cukup untuk melawan agen infeksi ,faktor yang mempengaruhi umur, usia, status gisi,
ekonomi, pekerjaan, gaya hidup, terpasang barrier (kateter, implantasi) dilakukan tindakan
operasi.

Agen

Host/ penjamu Reservoar


retan
INFEKSI
Tempat masuk Tempat keluar

Metoda
penularan

Gambar 1. Skema Rantai Penularan

D. Faktor Risiko “healthcare-associated infections” (HAIs)


1. Umur
Neonates dan lansia lebih rentan
2. Status imun yang rendah/ terganggu
Penderita dengan penyakit kronik, penderita keganasan dan obat – obat imunosupresan
3. Implantasi benda asing
a) Indwelling catheter
b) Surgical suture material
c) Cerebrospinal fluid shunts
d) Valvular / vascular prostheses
4. Perubahan mikroflora normal
Pemakaian antibiotika yang tidak bijaksana menyebabkan timbulnya kuman yang resisten
terhadap berbagai antimikroba.
5. Interupsi barrier anatomis terkait prosedur invasif
a) Kateter urine: Resiko kejadian infeksi saluran kemih (ISK).
Diagnosis Infeksi Saluran Kemih dapat ditetapkan bila kriteria dibawah ini terpeuhi:
1) Urin Kateter terpasang ≥ 48 jam.
2) Gejala klinis: demam, sakit pada suprapubik dan nyeri pada sudut costovertebra.
3) Kultur urin positif ≥ 105 Coloni Forming Unit (CFU) dengan 1 atau 2 jenis
mikroorganisme dan Nitrit dan/atau leukosit esterase positif dengan carik celup
(dipstick).
Faktor risiko Infeksi Saluran Kemih (ISK):
Diagnosis ISK akan sulit dilakukan pada pasien dengan pemasangan kateter
jangka panjang, karena bakteri tersebut sudah berkolonisasi, oleh karena itu penegakan
diagnosa infeksi dilakukan dengan melihat tanda klinis pasien sebagai acuan selain hasil
biakan kuman dengan jumlah>102 – 103 cfu/ml dianggap sebagai indikasi infeksi.
Faktor risiko tersebut antara lain:
1) Lama pemasangan kateter > 6 – 30 hari berisiko terjadi infeksi.
2) Gender wanita
3) Diabetes, malnutrisi, renal insufficiency
4) Monitoring urine out put
5) Posisi drainage kateter lebih rendah dari urine bag
6) Kontaminasi selama pemasangan kateter urin
7) Inkontinensia fekal (kontaminasi E.coli pada wanita)
8) Komponen kateter urin
 Materi kateter: Latex, Silicone, Silicone-elastomer, Hydrogel-coated,
Antimicrobial-coated, Plastic
 Ukuran kateter : 14 – 18 French (French adalah skala kateter yang digunakan
dengan mengukur lingkar luar kateter).
 Balon kateter: diisi cairan 30 cc.
 Kantong urin dengan ukuran 350 – 750 cc
9) Indikasi Pemasangan Kateter Urin Menetap:
 Retensi urin akut atau obstruksi
 Tindakan operasi tertentu
 Membantu penyembuhan perinium dan luka sakral pada pasien
inkontinensiaPasien bedrest dengan perawatan paliatif
 Pasien immobilisasi dengan trauma atau operasi
 Pengukuran urine out put pada pasien kritis
 Prosedur Pemasangan Kateter UrinMenetap
10) Prosedur pemasangan urin kateter menetapdilakukan dengan tehnik aseptik,
sebelum dimulai periksa semua peralatan kesehatan yang dibutuhkan yang terdiri
dari :
 Sarung tangan steril
 Antiseptik yang non toxic
 Swab atau cotton wool
 Handuk kertas steril (dok steril)
 Gel lubrikasi anastesi
 Katater urin sesuai ukuran
Bundles Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Kemih:
1) Pemasangan urine kateter digunakan hanya sesuai indikasi Pemasangan kateter
urine digunakan hanya sesuai indikasi yang sangat diperlukan seperti adanya retensi
urine, obstruksi kandung kemih, tindakan operasi tertentu, pasien bedrest, monitoring
urine out put. jika masih dapat dilakukan tindakan lain maka pertimbangkan untuk
pemakaian kondom atau pemasangan intermitten. Lepaskan kateter urine sesegera
mungkin jika sudah tidak sesuai indikasi lagi.
2) Lakukan kebersihan tangan
Kebersihan tangan dilakukan dengan mematuhi 6 (enam) langkah melakukan
kebersihan tangan, untuk mencegah terjadi kontaminasi silang dari tangan petugas
saat melakukan pemasangan urine kateter.
3) Teknik insersi
Teknik aseptik perlu dilakukan untuk mencegah kontaminasi bakteri pada saat
pemasangan kateter dan gunakan peralatan steril dan sekali pakai pada peralatan
kesehatan sesuai ketentuan. Sebaiknya pemasangan urine kateter dilakukan oleh
orang yang ahli atau terampil.
4) Pengambilan spesimen
Gunakan sarung tangan steril dengan tehnik aseptik. Permukaan selang kateter swab
alkohol kemudian tusuk kateter dengan jarum suntik untuk pengambilan sample urine
(jangan membuka kateter untuk mengambil sample urine), jangan mengambilsample
urine dari urine bag. Pengambilan sample urine dengan indwelling kateter diambil
hanya bila ada indikasi klinis
5) Pemeliharaan kateter urine
Pasien dengan menggunakan kateter urine seharus dilakukan perawatan kateter
dengan mempertahankan kesterilan sistim drainase tertutup, lakukan kebersihan
tangan sebelum dan sesudah memanipulasi kateter, hindari sedikit mungkin
melakukan buka tutup urine kateter karena akan menyebabkan masuknya bakteri,
hindari meletakannya di lantai, kosongkan urine bag secara teratur dan hindari
kontaminasi bakteri. Menjaga posisi urine bag lebih rendah dari pada kandung kemih,
hindari irigasi rutin, lakukan perawatan meatus dan jika terjadi kerusakan atau
kebocoran pada kateter lakukan perbaikan dengan tehnik aseptik.
6) Melepaskan kateter
Sebelum membuka kateter urine keluarkan cairan dari balon terlebih dahulu, pastikan
balon sudah mengempes sebelum ditarik untuk mencegah trauma, tunggu selama 30
detik dan biarkan cairan mengalir mengikuti gaya gravitasi sebelum menarik kateter
untuk dilepaskan.

b) Prosedur Operasi; Dapat menyebabkan resiko Infeksi Daerah Operasi (IDO) atau
surgical Site Infeksi (SSI).
Pengendalian Infeksi Daerah Operasi (IDO) atau Surgical Site Infections (SSI) adalah
suatu cara yang dilakukan untuk mencegah dan mengendalikan kejadian infeksi setelah
tindakan operasi, misalnyaoperasi mata. Paling banyak infeksi daerah operasi bersumber
dari patogen flora endogenous kulit pasien, membrane mukosa. Bila membrane mukosa
atau kulit di insisi, jaringan tereksposur risiko dengan flora endogenous. Selain itu terdapat
sumber exogenous dari infeksi daerah operasi. Sumber exogenous tersebut adalah:
1) Tim bedah
2) Lingkungan ruang operasi
3) Peralatan, instrumen dan alat kesehatan
4) Kolonisasi mikroorganisme
5) Daya tahan tubuh lemah
6) Lama rawat inap pra bedah
Kriteria Infeksi Daerah Operasi :
1) Infeksi Daerah Operasi Superfisial
Infeksi daerah operasi superfisial harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut
ini:
a) Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari pasca bedah dan
hanya meliputi kulit, subkutan atau jaringan lain diatas fascia
b) Terdapat paling sedikit satu keadaan berikut:
 Pus keluar dari luka operasi atau drain yang dipasang diatas fascia
 Biakan positif dari cairan yang keluar dari luka atau jaringan yang diambil
secara aseptik
 Terdapat tanda – tanda peradangan (paling sedikit terdapat satu dari
tanda-tanda infeksi berikut: nyeri, bengkak lokal, kemerahan dan hangat
lokal), kecuali jika hasil biakan negatif.
 Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi.
2) Infeksi Daerah Operasi Profunda/Deep Incisional
Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari pasca bedah atau
sampai satu tahun pasca bedah (bila ada implant berupa non human derived implant
yang dipasang permanan) dan meliputi jaringan lunak yang dalam (misal lapisan
fascia dan otot) dari insisi.
Terdapat paling sedikit satu keadaan berikut:
 Pus keluar dari luka insisi dalam tetapi bukan berasal dari komponen
organ/rongga dari daerah pembedahan.
 Insisi dalam secara spontan mengalami dehisens atau dengan sengaja dibuka
oleh ahli bedah bila pasien mempunyai paling sedikit satu dari tanda-tanda atau
gejala-gejala berikut: demam (> 38ºC) atau nyeri lokal, terkecuali biakan insisi
negatif.
 Ditemukan abses atau bukti lain adanya infeksi yang mengenai insisi dalam
pada pemeriksaan langsung, waktu pembedahan ulang, atau dengan
pemeriksaan histopatologis atau radiologis.
 Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi.
3) Infeksi Daerah Operasi Organ/Rongga
Infeksi daerah operasi organ/rongga memiliki kriteria sebagai berikut:
a) Infeksi timbul dalam waktu 30 hari setelah prosedur pembedahan, bila tidak
dipasang implant atau dalam waktu satu tahun bila dipasang implant dan infeksi
tampaknya ada hubungannya dengan prosedur pembedahan.
b) Infeksi tidak mengenai bagian tubuh manapun, kecuali insisi kulit, fascia atau
lapisan lapisan otot yang dibuka atau dimanipulasi selama prosedur
pembedahan.
Pasien paling sedikit menunjukkan satu gejala berikut:
 Drainase purulen dari drain yang dipasang melalui luka tusuk ke dalam
organ/rongga.
 Diisolasi kuman dari biakan yang diambil secara aseptik dari cairan atau
jaringan dari dalam organ atau rongga Abses atau bukti lain adanya infeksi
yang mengenai organ/rongga yang ditemukan pada pemeriksaan
langsung waktu pembedahan ulang atau dengan pemeriksaan
histopatologis atau radiologis.
 Dokter menyatakan sebagai IDO organ/rongga.
Pencegahan infeksi daerah operasi terdiri dari pencegahan infeksi sebelum operasi
(pra bedah), pencegahan infeksi selama operasi dan pencegahan infeksi setelah
operasi. Pencegahan Infeksi Sebelum Operasi (Pra Bedah) :
a) Persiapan pasien sebelum operasi
 Jika ditemukan ada tanda-tanda infeksi, sembuhkan terlebih dahulu infeksi
nya sebelum hari operasi elektif, dan jika perlu tunda hari operasi sampai
infeksi tersebut sembuh.
 Jangan mencukur rambut, kecuali bila rambut terdapat pada sekitar
daerah operasi dan atau akan menggangu jalannya operasi.
 Bila diperlukan mencukur rambut, lakukan di kamar bedah beberapa saat
sebelum operasi dan sebaiknya menggunakan pencukur listrik (Bila tidak
ada pencukur listrik gunakan silet baru).
 Kendalikan kadar gula darah pada pasien diabetes dan hindari kadar gula
darah yang terlalu rendah sebelum operasi.
 Sarankan pasien untuk berhenti merokok, minimun 30 hari sebelum hari
elektif operasi.
 Mandikan pasien dengan zat antiseptik malam hari sebelum hari operasi.
 Cuci dan bersihkan lokasi pembedahan dan sekitarnya untuk
menghilangkan kontaminasi sebelum mengadakan persiapan kulit dengan
anti septik.
 Gunakan antiseptik kulit yang sesuai untuk persiapan kulit.
 Oleskan antiseptik pada kulit dengan gerakan melingkar mulai dari bagian
tengah menuju ke arah luar. Daerah yang dipersiapkan haruslah cukup
luas untuk memperbesar insisi, jika diperlukan membuat insisi baru atau
memasang drain bila diperlukan.
 Masa rawat inap sebelum operasi diusahakan sesingkat mungkin dan
cukup waktu untuk persiapan operasi yang memadai.
b) Antiseptik tangan dan lengan untuk tim bedah

a) Intubasi pernapasan: Meningkatkan Resiko “Hospital Acquired Pneumonia


(HAP/VAP)”
Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan infeksi pneumonia yang terjadi setelah
48 jam pemakaian ventilasi mekanik baik pipa endotracheal maupun tracheostomi.
Beberapa tanda infeksi berdasarkan penilaian klinis pada pasien VAP yaitu demam,
takikardi, batuk, perubahan warna sputum. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
peningkatan jumlah leukosit dalam darah dan pada rontgent didapatkan gambaran infiltrat
baru atau persisten. Adapun diagnosis VAP ditentukan berdasarkan tiga komponen tanda
infeksi sistemik yaitu demam, takikardi dan leukositosis yang disertai dengan gambaran
infiltrat baru ataupun perburukan di foto toraks dan penemuan bakteri penyebab infeksi
paru.
Bundles pada pencegahan dan Pengendalian VAP sebagai berikut:
1) Membersikan tangan setiap akan melakukan kegiatan terhadap pasien yaitu dengan
menggunakan lima momen kebersihan tangan.
2) Posisikan tempat tidur antara 30-45O bila tidak ada kontra indikasi misalnya trauma
kepala ataupun cedera tulang belakang.
3) Menjaga kebersihan mulut atau oral hygiene setiap 2-4 jam dengan menggunakan
bahan dasar anti septik clorhexidine 0,02% dan dilakukan gosok gigi setiap 12 jam
untuk mencegah timbulnya flaque pada gigi karena flaque merupakan media tumbuh
kembang bakteri patogen yang pada akhirnya akan masuk ke dalam paru pasien.
4) Manajemen sekresi oroparingeal dan trakeal yaitu:
 Suctioning bila dibutuhkan saja dengan memperhatikan teknik aseptik bila harus
melakukan tindakan tersebut.
 Petugas yang melakukan suctioning pada pasien yang terpasang ventilator
menggunakan alat pelindung diri (APD).
 Gunakan kateter suction sekali pakai.
 Tidak sering membuka selang/tubing ventilator.
 Perhatikan kelembaban pada humidifire ventilator.
 Tubing ventilator diganti bila kotor.
5) Melakukan pengkajian setiap hari ‘sedasi dan extubasi”:
 Melakukan pengkajian penggunaan obat sedasi dan dosis obat tersebut.
 Melakukan pengkajian secara rutin akan respon pasien terhadap penggunaan
obat sedasi tersebut. Bangunkan pasien setiap hari dan menilai responnya untuk
melihat apakah sudah dapat dilakukan penyapihan modus pemberian ventilasi.
6) Peptic ulcer disease Prophylaxis diberikan pada pasien-pasien dengan risiko tinggi.
7) Berikan Deep Vein Trombosis (DVT) Prophylaxis.

b) Kanula vena dan arteri: Menimbulkan infeksi luka infus (ILI), “ Blood Stream Infection (BSI)”
Infeksi Aliran Darah (Blood Stream Infection/BSI) dapat terjadi pada pasien yang
menggunakan alat sentral intra vaskuler (CVC Line) setelah 48 jam dan ditemukan tanda
atau gejala infeksi yang dibuktikan dengan hasil kultur positif bakteri patogen yang tidak
berhubungan dengan infeksi pada organ tubuh yang lain dan bukan infeksi sekunder, dan
disebut sebagai Central Line Associated Blood Stream Infection (CLABSI).
Bundles mencegah Infeksi Aliran Darah (IAD), sebagai berikut:
1) Melakukan prosedur kebersihan tangan dengan menggunakan sabun dan air atau
cairan antiseptik berbasis alkohol, pada saat antara lain:
a) Sebelum dan setelah meraba area insersi kateter.
b) Sebelum dan setelah melakukan persiapan pemasangan intra vena.
c) Sebelum dan setelah melakukan palpasi area insersi.
d) Sebelum dan setelah memasukan, mengganti, mengakses, memperbaiki atau
dressing kateter.
e) Ketika tangan diduga terkontaminasi atau kotor.
f) Sebelum dan sesudah melaksanakan tindakan invasif.
g) Sebelum menggunakan dan setelah melepas sarung tangan.
2) Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Penggunaan APD pada tindakan invasif
(tindakan membuka kulit dan pembuluh darah) direkomendasikan pada saat:
a) Pada tindakan pemasangan alat intra vena sentral maka APD yang harus
digunakan adalah topi, masker, gaun steril dan sarung tangan steril. APD ini
harus dikenakan oleh petugas yang terkait memasang atau membantu dalam
proses pemasangan central line.
b) Penutup area pasien dari kepala sampai kaki dengan kain steril dengan lubang
kecil yang digunakan untuk area insersi. Kenakan sarung tangan bersih, bukan
steril untuk pemasanagan kateter intra vena perifer.
c) Gunakan sarung tangan baru jika terjadi pergantian kateter yang diduga
terkontaminasi.
d) Gunakan sarung tangan bersih atau steril jika melakukan perbaikan (dressing)
kateter intra vena.

E. Kamus indikator Infeksi HAIs


HAIs dinyatakan bila satu dari tanda sesuai dengan kamus indikator yang di sepakati oleh rumah
sakit unit rumah sakit diantaranya yaitu:
1) Kamus indikator VAP
KAMUS INDIKATOR VAP
1 Definisi VAP adalah: Infeksi Saluran nafas bawah yang megenai parenkim
paru setelah pemakaian vetilator mekanik > 48 jam, dan sebelumnya
tidak ditemukan tanda dan gejala infeksi saluran nafas
2 Kriteria Inklusi Inklusi: Ditemukan minimal sebagai berikut:
1. Demam > 38 0C (tanpa penyebab lain)
2. Lekopenia < 4000 atau leukositosisi > 12000 SDP/ mm3
3. Timbulnya sputum atau purulen dan perubahan sifat furulen
4. Peningkatan frekuensi ≥ O2 dari FiO2 sebelumnya
5. Peningkatan PEEP setiap hari sebesar ≥ 3cmH2O dari PEEP
sebelumnya selama 2 hari berturut - turut
3 Kriteria Ekslusi Pasien dengan pneumonia sebelum terpasang ventilasi
4 Sumber data 1. Formulir Surveilans
2. Hasil biakan kultur
3. Hasil evaluasi rotgen\
4. Mesin ventilator
5 Hasil Biakan
6 Pernyataan

2) Kamus HAIs ISK


KAMUS INDIKATOR ISK
1 Definisi Hais ISK adalah merupakan infeksi yang terjadi pada saluran kemih
murni (uretra dan permukaan kandung kemih) atau melibatkan
bagian yang lebih dalam organ – organ lainnya yang disebabka
menggunakan kateter urine > 48 jam da sebelumnya tidak dalam
masa inkubasi.
2 Kriteria Inklusi Inklusi: Ditemukan minimal sebagai berikut:
1. Demam > 38 0C (tanpa penyebab lain)
2. Urgensi
3. Frekuensi
4. Disuria
5. Nyeri suprapubik
Gejala ISK Jika pasien anak ≤ 1 tahun:
1. Demam < 37 oC Rektal
2. Hipotermia < 37 o C
3. Apnea
4. Bradikardi
5. Letargi
6. Muntah – muntah
TES Diagnostik:
1. Test carik Positif leukosit esterase dan nitrit
2. Piuri terdapat ± 10 leukosit per ml atau terdapat 3 per LBP
3. Ditemukan kuman dengan pewarnaan gram dari uri yang tidak
disetrifigurasi.
4. Paling sedikit 2 kultur urine ulang didapat uropatogen yag sama (
bakteri gram negatif dengan jumlah lebih dari 102 koloni
7. Peningkatan PEEP setiap hari sebesar ≥ 3 cmH2O dari PEEP
sebelumnya selama 2 hari berturut – turut
8. Hasil kultur ditemukan lebih dari 105 koloni kuman patogen
tunggal (bakteri gram negatif).
9. Dokter meyatakan diagnosa ISK
3 Kriteria Ekslusi Pasien dengan pneumonia sebelum terpasang ventilasi
4 Sumber data 1. Formulir Surveilans
2. Hasil biakan kultur
5 Hasil Biakan
6 Pernyataan

3) Kamus HAIs IDO


KAMUS INDIKATOR HAIs IDO
1 Definisi HAIs IDO adalah infeksi yang terjadi pada luka operasi dan organ
atau ruang yang terjadi dalam waktu 30 hari sampai 90 hari.
2 Kriteria Inklusi Inklusi: Ditemukan minimal sebagai berikut:
1. Luka operasi superfisialis:
Infeksi pada luka operasi yang terjadi 30 hari pasca operasi dan
hanya mengenai kulit dan jaringan subkutan, aliran pus purulen,
bengkak, kemerahan, nyeri, panas.
2. Luka operasi profunda:
Terjadi infeksi 30 sampai 90 hari pasca operasi: terdapat
drainase purule pada area insisi dalam, biakan positif pada pada
pemeriksaa kultur cairan area insisi yang diambil dengan teknik
aseptik, bila tidak dilakuka kultur minimal mempunyai gejala
seperti: bengkak, kemerahan, nyeri, demam suhu 38 oC
dinyatakan infeksi oleh dokter yang merawat
3. Luka infeksi rongga
Adalah terjadi ifeksi setelah 30 sampai 90 hari pasca
pembedahan terdapar caira purulen pada rongga, biakan positif
dari spesimen yang di ambil
3 Kriteria Ekslusi Pasien dengan pneumonia sebelum terpasang ventilasi
4 Sumber data 1. Formulir Surveilans
2. Hasil biakan kultur
3. Pemeriksaa radiologi
5 Hasil Biakan
6 Pernyataan

4) IAD
KAMUS INDIKATOR IAD

1 Definisi Infeksi aliran darah terkait pemasangan kateter intravaskular, adalah


infeksi aliran darah terkait pemasangan central venous catheter
hemodialisis, arterial line

2 Kriteria inklusi Kriteria salah satu sebagai berikut


1. Ditemukan patogen dari biakan spesimen darah dari kateter
intravaskular dan dari darah perifer tidak berkaitan dengan infeksi
ditempat lainasien dengan minimal satu atau gejala tanda sebagai
berikut:
2. demam > 38°C, menggigil atau hipotensi tanpa penyebab lainya
dan diperoleh hasil laboratorium hasil yang positif yang tidak
berhubungan dengan infeksi ditempat lain.
3. dugaan infeksi aliran darah terkait pemasangan kateter
intravaskular pada ank <1 tahun : memiliki minimal satu dari
tanda-tanda berikut : Demam ( suhu tubuh > 38°C per rektal),
Hipotermia (<37°Cper rektal), apnea, atau bradikardia, Tidak
ditemukan sumber infeksi selain pemasangan kateter vaskular,
Terdapat bakteri patogen dalam biakan kuman.
Kriteria eksklusi Pasien dengan IAD sebelum pemasangan CVL
3 Target sampel Semua pasien yang terpasang CVL
4 Wilayah ICU, NiCU
pengamatan
5 Pengumpul data IPCN dan IPCLN
6 Frekuensi perbulan
penilaian
7 Frekuensi Perbulan
pelaporan
8 Nama alat atau Formulir surveilans
file audit
9 Target capaian 3,5%

5) PLEBITIS

Anda mungkin juga menyukai