Anda di halaman 1dari 34

MATA KULIAH : PROFESIONALISME KEBIDANAN

DOSEN : MERAN DEWINA,S.ST.,M.Keb


TOPIK : PERAN DAN TANGGUNG JAWAB BIDAN PADA BERBAGAI
TATANAN PELAYANAN KESEHATAN DAN PROMOSI
KESEHATAN
SUB TOPIK :
1. Peran Bidan
2. Fungsi bidan
3. Tanggungjawab Bidan
4. Peran Bidan menurut Permenkes Nomor 53 tahun2014
5. Tanggung Jawab Bidan Dalam Menangani Pasien Non Kebidanan Di
Kaitkan Dengan MTBS Dan MTBM

_________________________________MATERI____________________________________
Bidan merupakan sahabat wanita dimana bidan mempunyai banyak peranan penting
dalam melaksanakan tugasnya didalam masyarakat. Bidan mempunyai berbagai peran dalam
memberikan asuhan kepada masyarakat diantaranya peran bidan sebagai pelaksana, peran bidan
sebagai pengelola, peran bidan sebagai pendidik dan peran bidan sebagai peneliti. Selain itu,
bidan juga mempunyai fungsi dalam menjalankan tugasnya yang meliputi fungsi bidan sebagai
pelaksana, fungsi bidan sebagai pengelola, fungsi bidan sebagai pendidik dan fungsi bidan
sebagai peneliti. Bidan juga mempertanggung jawabkan banyak hal dalam memberikan asuhan
dan bertindak sesuai dengan wewenangnya.

PERAN BIDAN
Dalam melaksanakan profesinya bidan memiliki peran sebagai pelaksana, pengelola, pendidik
dan Peneliti

A. Peran Sebagai Pelaksana


Sebagai pelaksana, bidan memiliki tiga kategori tugas yaitu tugas mandiri, tugas kolaborasi dan
tugas rujukan.
 Tugas Mandiri
Tugas-tugas mandiri bidan yaitu
1. Menetapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang diberikan,
mencakup :
a. Mengkaji status kesehatan untuk memenuhi kebutuhan asuhan klien
b. Menentukan diagnosis
c. Menyusun rencana tindakan sesuai dengan masalah yang dihadapi
d. Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana yang telah disusun
e. Mengevaluasi tindakan yang telah diberikan
f. Membuat rencana tindak lanjut kegiatan/tindakan
g. Membuat pencatatan dan pelaporan kegiatan/tindakan.
2. Memberi pelayanan dasar pranikah pada anak remaja dan wanita dengan melibatkan
mereka sebagai klien, mencakup :
a. Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan anak remaja dan wanita dalam masa
pranikah
b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan pelayanan dasar
c. Menyusun rencana tindakan/layanan sebagai prioritas mendasar bersama klien
d. Melaksanakan tindakan/layanan sesuai dengan rencana
e. Mengevaluasi hasil tindakan/layanan yang telah diberikan bersama klien
f. Membuat rencana tindak lanjut tindakan/layanan bersama klien
g. Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan
3. Memberi asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan normal, mencakup :
a. Mengkaji status kesehatan klien yang dalam keadaan hamil
b. Menentukan diagnosis kebidanan dan kebutuhan kesehatan klien
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengan prioritas masalah
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun
e. Mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan bersama klien
f. Membuat rencana tindak lanjut asuhan yang telah diberikan bersama klien
g. Membuat rencana tindak lanjut asuhan kebidanan bersama klien
h. Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan yang telah diberikan
4. Memberi asuhan kebidanan kepada klien dalam masa persalinan dengan melibatkan
klien/keluarga, mencakup :
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada klien dalam masa persalinan
b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan dalam masa persalinan
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengan prioritas masalah
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun
e. Mengevaluasi asuhan yang telah diberikan bersama klien
f. Membuat rencana tindakan pada ibu selama masa persalinan sesuai dengan prioritas
g. Membuat asuhan kebidanan
5. Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir, mencakup :
a. Mengkaji status kesehatan bayi baru lahir dengan melibatkan keluarga
b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan sesuai prioritas
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah dibuat
e. Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan
f. Membuat rencana tindak lanjut
g. Membuat rencana pencatatan dan pelaporan asuhan yang telah diberikan.
6. Memberi asuhan kebidanan pada klien dalam masa nifas dengan melibatkan
klien/keluarga, mencakup :
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas
b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan pada masa nifas
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan berdasarkan prioritas masalah
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana
e. Mengevaluasi bersama klien asuhan kebidanan yang telah diberikan
f. Membuat rencana tindak lanjut asuhan kebidanan bersama klien
7. Memberi asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang membutuhkan pelayanan
keluarga berencana, mencakup :
a. Mengkaji kebutuhan pelayanan keluarga berencana pada PUS (pasangan usia subur)
b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan pelayanan
c. Menyusun rencana pelayanan KB sesuai prioritas masalah bersama klien
d. Melaksanakan asuhan sesuai dengan rencana yang telah dibuat
e. Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan
f. Membuat rencana tindak lanjut pelayanan bersama klien
g. Membuat pencatatan dan pelaporan
8. Memberi asuhan kebidanan pada wanita dengan gangguan sistem reproduksi dan wanita
dalam masa klimakterium serta menopause, mencakup :
a. Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan asuhan klien
b. Menentukan diagnosis, prognosis, prioritas, dan kebutuhan asuhan
c. Menyusun rencana asuhan sesuai prioritas masalah bersama klien
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana
e. Mengevaluasi bersama klien hasil asuhan kebidanan yang telah diberikan
f. Membuat rencana tindak lanjut bersama klien
g. Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan.
9. Memberi asuhan kebidanan pada bayi dan balita dengan melibatkan keluarga, mencakup :
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan sesuai dengan tumbuh kembang bayi/balita
b. Menentukan diagnosis dan prioritas masalah
c. Menyusun rencana asuhan sesuai dengan rencana
d. Melaksanakan asuhan sesuai dengan prioritas masalah
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan yang telah diberikan
f. Membuat rencana tindak lanjut
g. Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan.
 Tugas Kolaborasi
Tugas-tugas kolaborasi (kerja sama) bidan, yaitu :
1. Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai fungsi
kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga, mencakup :
a. Mengkaji masalah yang berkaitan dengan komplikasi dan kondisi kegawatdaruratan
yang memerlukan tindakan kolaborasi
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas kegawatdaruratan yang memerlukan
tindakan kolaborasi
c. Merencanakan tindakan sesuai dengan prioritas kegawatdaruratan dan hasil kolaborasi
serta bekerja sama dengan klien
d. Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana dan dengan melibatkan klien
e. Mengevaluasi hasil tindakan yang telah diberikan
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien
g. Membuat pencatatan dan pelaporan
2. Memberi asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan resiko tinggi dan pertolongan pertama
pada kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi, mencakup :
a. Mengkaji kebutuhan asuhan pada kasus resiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan
yang memerlukan tindakan kolaborasi
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan factor resiko serta
keadaan kegawatdaruratan pada kasus resiko tinggi
c. Menyusun rencana asuhan dan tindakan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada kasus ibu hamil dengan resiko tinggi dan
memberi pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien
g. Membuat pencatatan dan pelaporan
3. Memberi asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan resiko tinggi serta
keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan
kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga, mencakup :
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan
resiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan factor resiko dan
keadaan kegawatdaruratan
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan resiko
tinggi dan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan resiko
tinggi dan memberi pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama pada ibu hamil
dengan resiko tinggi
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien
g. Membuat pencatatan dan pelaporan
4. Memberi asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan resiko tinggi serta
pertolongan pertama dalam keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan
kolaborasi bersama klien dan keluarga, mencakup :
a. Mengkaji kebutuhan asuhan pada ibu dalam masa nifas dengan resiko tinggi dan
keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan factor resiko serta
keadaan kegawatdaruratan
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan resiko tinggi
dan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan dengan resiko tinggi dan memberi pertolongan
pertama sesuai dengan rencana.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien
g. Membuat pencatatan dan pelaporan
5. Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan pertolongan
pertama dalam keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi bersama
klien dan keluarga, mencakup :
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan
keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan factor resiko serta
keadaan kegawatdaruratan
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan
memerlukan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan
pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien
g. Membuat pencatatan dan pelaporan
6. Memberi asuhan kebidanan pada balita dengan resiko tinggi serta pertolongan pertama
dalam keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi bersama klien
dan keluarga, mencakup :
a. Mengkaji kebutuhan asuhan pada balita dengan resiko tinggi dan keadaan
kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan factor resiko serta
keadaan kegawatdaruratan
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada balita dengan resiko tinggi dan
memerlukan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada balita dengan resiko tinggi dan pertolongan
pertama sesuai dengan prioritas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien
g. Membuat pencatatan dan pelaporan
 Tugas Rujukan
Tugas-tugas ketergantungan (merujuk) bidan, yaitu :
1. Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai dengan fungsi
keterlibatan klien dan keluarga, mencakup :
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan yang memerlukan tindakan diluar lingkup
kewenangan bidan dan memerlukan rujukan
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas serta sumber-sumber dan fasilitas
untuk kebutuhan intervensi lebih lanjut bersama klien/keluarga
c. Merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut kepada petugas/institusi
pelayanan kesehatan yang berwenang dengan dokumentasi yang lengkap
d. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan
intervensi
2. Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada kasus kehamilan dengan
resiko tinggi serta kegawatdaruratan, mencakup :
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas
c. Memberi pertologan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan
d. Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan
e. Mengirim klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi
pelayanan kesehatan yang berwenang
f. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan
intervensi
3. Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi serta rujukan pada masa persalinan dengan
penyulit tertentu dengan melibatkan klien dan keluarga, mencakup :
a. Mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan pada ibu dalam persalinan
yang memerlukan konsultasi dan rujukan
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas
c. Memberi pertologan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan
d. Merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut kepada petugas/institusi
pelayanan kesehatan yang berwenang
e. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan
intervensi
4. Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu dalam masa nifas
yang disertai penyulit tertentu dan kegawatdaruratan dengan melibatkan klien dan
keluarga, mencakup :
a. Mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan pada ibu dalam nifas yang
memerlukan konsultasi dan rujukan
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas
c. Memberi pertologan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan
d. Mengirim klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut kepada petugas/institusi
pelayanan kesehatan yang berwenang
e. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan
intervensi
5. Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan kelainan tertentu dan
kegawatdaruratan yang memerlukan konsultasi serta rujukan dengan melibatkan
keluarga, mencakup :
a. Mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan pada bayi baru lahir yang
memerlukan konsultasi serta rujukan
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas
c. Memberi pertologan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan
d. Merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut kepada petugas/institusi
pelayanan kesehatan yang berwenang
e. Membuat pencatatan dan pelaporan serta dokumentasi
6. Memberi asuhan kebidanan kepada anak balita dengan kelainan tertentu dan
kegawatdaruratan yang memerlukan konsultasi serta rujukan dengan melibatkan
klien/keluarga, mencakup :
a. Mengkaji adanya penyulit dan kegawatdaruratan pada balita yang memerlukan
konsultasi serta rujukan
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas
c. Memberi pertologan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan
d. Merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut kepada petugas/institusi
pelayanan kesehatan yang berwenang
e. Membuat pencatatan dan pelaporan serta dokumentasi

B. Peran Sebagai Pengelola


Sebagai pengelola bidan memiliki 2 tugas, yaitu tugas pengembangan pelayanan dasar
kesehatan dan tugas partisipasi dalam tim.

 Mengembangkan Pelayanan Dasar Kesehatan


Bidan bertugas mengembangkan pelayanan dasar kesehatan, terutama pelayanan kebidanan
untuk individu, keluarga, kelompok khusus, dan masyarakat diwilayah kerja dengan melibatkan
masyarakat/klien, mencakup :
1. Mengkaji kebutuhan terutama yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak untuk
meningkatkan serta mengembangkan program pelayanan kesehatan diwilayah kerjanya
bersama tim kesehatan dan pemuka masyarakat.
2. Menyusun rencana kerja sesuai dengan hasil pengkajian bersama masyarakat
3. Mengelola kegiatan-kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan ibu
dan anak serta keluaga berencana (KB) sesuai dengan rencana.
4. Mengoordinir, mengawasi, dan membimbing kader, dukun atau petugas kesehatan lain
dalam melaksanakan program/kegiatan pelayanan kesehatan ibu dan anak serta KB
5. Mengembangkan strategi untuk meningkatkan kesehatan masyarakat khususnya kesehatan
ibu dan anak serta KB, termasuk pemanfaatan sumber-sumber yang ada pada program dan
sektor terkait
6. Menggerakkan dan mengembangkan kemampuan masyarakat serta memelihara
kesehatannya dengan memanfaatkan potensi-potensi yang ada.
7. Mempertahankan, meningkatkan mutu dan keamanan praktik professional melalui
pendidikan, pelatihan, magang, serta kegiatan-kegiatan dalam kelompok profesi
8. Mendokumentasikan seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan

 Berpartisipasi Dalam Tim


Bidan berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan sektor lain
diwilayah kerjanya melalui peningkatan kemampuan dukun bayi, kader kesehatan, serta tenaga
kesehatan lain yang berada di bawah bimbingan dalam wilayah kerjanya, mencakup :
1. Bekerja sama dengan puskesmas, institusi lain sebagai anggota tim dalam memberi asuhan
kepada klien dalam bentuk konsultasi rujukan dan tindak lanjut
2. Membina hubungan baik dengan dukun bayi dan kader kesehatan atau petugas lapangan
keluarga berencana (PLKB) dan masyarakat
3. Melaksanakan pelatihan serta membimbing dukun bayi, kader dan petugas kesehatan lain
4. Memberi asuhan kepada klien rujukan dari dukun bayi
5. Membina kegiatan-kegiatan yang ada dimasyarakat, yang berkaitan dengan kesehatan

C. Peran Sebagai Pendidik


Sebagai pendidik bidan memiliki 2 tugas yaitu sebagai pendidik dan penyuluh kesehatan
bagi klien serta pelatih dan pembimbing kader

 Memberi Pendidikan dan Penyuluhan Kesehatan Pada Klien


Bidan memberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada klien (individu, keluarga,
kelompok, serta masyarakat) tentang penanggulangan masalah kesehatan khususnya yang
berhubungan dengan kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana, mencakup :
1. Mengkaji kebutuhan pendidikan dan penyuluhan kesehatan khususnya dalam bidang
kesehatan ibu, anak, keluarga berencana bersama klien
2. Menyusun rencana penyuluhan kesehatan sesuai dengan kebutuhan yang telah dikaji baik
untuk jangka pendek maupun jangka panjang bersama klien
3. Menyiapkan alat serta materi pendidikan dan penyuluhan sesuai dengan rencana yang telah
disusun
4. Melaksanakan program/rencana pendidikan dan penyuluhan kesehatan sesuai dengan
rencana jangka pendek serta jangka panjang dengan melibatkan unsur-unsur terkait
termasuk klien
5. Mengevaluasi hasil pendidikan/penyuluhan kesehatan bersama klien dan menggunakannya
untuk memperbaiki serta meningkatkan program dimasa yang akan dating
6. Mendokumentasikan semua kegiatan dan hasil pendidikan/penyuluhan kesehatan secara
lengkap secara sistematis
 Melatih dan Membimbing Kader
Bidan melatih dan membimbing kader, peserta didik kebidanan dan keperawatan serta
membina dukun diwilayah atau tempat kerjanya, mencakup:
1. Mengkaji kebutuhan pelatihan dan bimbingan bagi kader, dukun bayi serta peserta didik
2. Menyusun rencana pelatihan dan bimbingan sesuai dengan hasil pengkajian
3. Menyiapkan alat bantu mengajar (audio visual dll) dan bahan untuk keperluan pelatihan
dan bimbingan sesuai dengan rencana yang telah disusun
4. Melaksanakan pelatihan untuk dukun bayi dan kader sesuai dengan rencana yang telah
disusun dengan melibatkan unsur-unsur terkait
5. Membimbing peserta didik kebidanan dan keperawatan dalam lingkup kerjanya
6. Menilai hasil pelatihan dan bimbingan yang telah diberikan
7. Menggunakan hasil evaluasi untuk meningkatkan program bimbingan
8. Mendokumentasikan semua kegiatan termasuk hasil evaluasi pelatihan serta bimbingan
secara sistematis dan lengkap.

D. Peran Sebagai Peneliti/Investigator


Bidan melakukan investigasi atau penelitian terapan dalam bidang kesehatan baik secara
mandiri maupun berkelompok, mencakup :
1. Mengidentifikasi kebutuhan investigasi yang akan dilakukan
2. Menyusun rencana kerja pelatihan
3. Melaksanakan investigasi sesuai dengan rencana
4. Mengolah dan menginterpretasikan data hasil investigasi
5. Menyusun laporan hasil investigasi dan tindak lanjut
6. Memanfaatkan hasil investigasi untuk meningkatkan dan mengembangkan program kerja
atau pelayanan kesehatan.

FUNGSI BIDAN
Berdasarkan peran bidan seperti yang dikemukakan diatas, maka fungsi bidan adalah sebagai
berikut :

A. Fungsi Pelaksana
Fungsi bidan sebagai pelaksana, mencakup :
1. Melakukan bimbingan dan penyuluhan kepada individu, keluarga serta masyarakat
(khususnya kaum remaja) pada masa praperkawinan.
2. Melakukan asuhan kebidanan untuk proses kehamilan normal, kehamilan dengan kasus
patologis tertentu dan kehamilan dengan resiko tinggi
3. Menolong persalinan normal dan kasus persalinan patologis tertentu
4. Merawat bayi segera setelah lahir normal dan bayi dengan resiko tinggi
5. Melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas
6. Memelihara kesehatan ibu dalam masa menyusui
7. Melakukan pelayanan kesehatan pada anak balita dan prasekolah
8. Memberi pelayanan keluarga berencana sesuai dengan wewenangnya
9. Memberi bimbingan dan pelayanan kesehatan untuk kasus gangguan system reproduksi,
termasuk wanita pada masa klimakterium internal dan menopause sesuai dengan
wewenangnya.

B. Fungsi Pengelola
Fungsi bidan sebagai pengelola mencakup :
1. Mengembangkan konsep kegiatan pelayanan kebidanan bagi individu, keluarga,
kelompok masyarakat sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat yang
didukung oleh partisipasi masyarakat
2. Menyusun rencana pelaksanaan pelayanan kebidanan dilingkungan unit kerjanya
3. Memimpin koordinasi kegiatan pelayanan kebidanan
4. Melakukan kerja sama serta komunikasi inter dan antar sector yang terkait dengan
pelayanan kebidanan
5. Memimpin evaluasi hasil kegiatan tim atau unit pelayanan kebidanan
C. Fungsi Pendidik
Fungsi bidan sebagai pendidik mencakup :
1. Memberi penyuluhan kepada individu, keluarga dan kelompok masyarakat terkait dengan
pelayanan kebidanan dalam lingkup kesehatan serta keluarga berencana
2. Membimbing dan melatih dukun bayi serta kader kesehatan sesuai dengan bidang
tanggung jawab bidan
3. Memberi bimbingan kepada para peserta didik bidan dalam kegiatan praktik di klinik dan
di masyarakat
4. Mendidik peserta didik bidan atau tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan bidang
keahliannya

D. Fungsi Peneliti
Fungsi bidan sebagai peneliti mencakup :
1. Melakukan evaluasi, pengkajian, survey, dan penelitian yang dilakukan sendiri atau
berkelompok dalam lingkup pelayanan kebidanan
2. Melakukan penelitian kesehatan keluarga dan keluarga berencana

TANGGUNG JAWAB BIDAN


Sebagai tenaga professional, bidan memikul tanggung jawab dalam melaksanakan
tugasnya. Seorang bidan harus dapat mempertahankan tanggung jawabnya bila terjadi gugatan
terhadap tindakan yang dilakukannya.

A. Tanggung Jawab Terhadap Peraturan Perundang-Undangan


Bidan adalah salah satu tenaga kesehatan. Pengaturan tenaga kesehatan ditetapkan di
dalam undang-undang dan peraturan pemerintah. Tugas dan kewenangan bidan serta ketentuan
yang berkaitan dengan kegiatan praktik bidan diatur didalam peraturan atau kepuasan menteri
kesehatan.
Kegiatan praktik bidan dikontrak oleh peraturan tersebut. Bidan harus dapat
mempertanggungjawabkan tugas dan kegiatan yang dilakukannya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

B. Tanggung jawab terhadap pengembangan kompetensi


Setiap bidan memiliki tanggung jawab memelihara kemempuan profesionalnya. Oleh
karena itu bidan harus selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dengan mengikuti
pelatihan, pendidikan berkelanjutan, seminar, serta pertemuan ilmiah lainnya.

C. Tanggung jawab terhadap penyimpanan catatan kebidanan


Setiap bidan diharuskan mendokumentasikan kegiatan dalam bentuk catatan tertulis.
Catatan bidan mengenai pasien yang dilayaninya dapat dipertanggungjawabkan bila terjadi
gugatan.catatan yang dilakukan bidan dapat digunakan sebagai bahan lporan untuk disampaikan
kepada atasannya.

D. Tanggung jawab terhadap keluarga yang dilayani


Bidan memiliki kewajiban memberi asuhan kepada ibu dan anak yang meminta
pertolongan kepadanya. Ibu dan anak merupakan bagian dari keluarga. Oleh karena itu, kegiatan
bidan sangat erat kegiatannya dengan keluarga.tanggung jawab bidan tidak hanya pada kesehatan
ibu dan anak, tetapi juga menyangkut kesehatan keluarga.

PERAN BIDAN DALAM PELAKSANAAN PERMENKES NOMOR 53 TAHUN 2014


TENTANG PELAYANAN KESEHATAN NEONATAL PADA BAYI BARU LAHIR.

 Pendahuluan:
Kesehatan merupakan bagian dari hak asasi manusia (HAM) dan salah satu unsur
kesejahteran yang harus diwujudkan, hal ini sesuai dengan cita‐cita bangsa Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam pancasila serta Pembukaan Undang‐Undang Dasar 1945
menyebutkan bahwa : “Setiap orang berhak hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat tinggal,
dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat dan berhak memperoleh pelayanan
kesehatan”.
Tenaga kesehatan dapat memperbaiki pelayanan kesehatan ibu dan anak dengan
memperhatikan aspek pelayanan yang berkualitas sehingga dapat memberikan kontribusi dalam
menurunkan kesakitan dan kematian neonatal. Pelaksanaan kunjungan neonatal yang optimal
dengan memberikan asuhan bayi baru lahir melalui pemberian pelayanan yaitu deteksi dini tanda
bahaya, menjaga kehangatan, pemberian ASI, pencegahan infeksi, pencegahan pendarahan
dengan memberikan vitamin K injeksi untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian pada
masa neonatal.2
Menurut ICM (International Confederation Of Midwives), Bidan adalah seseorang yang
telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan
tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki ijin yang sah
(lisensi) untuk melakukan praktik kebidanan. Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang
memiliki posisi penting terutama dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB).3
Berdasarkan Kepmenkes No. 369/Menkes SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan.
Bidan memberikan pelayanan kebidanan yang berkesinambungan dan paripurna, berfokus pada
aspek pencegahan, promosi dengan berlandaskan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat
bersama‐sama dengan tenaga kesehatan lainnya untuk senantiasa siap melayani siapa saja yang
membutuhkannya, kapan dan dimanapun dia berada. Untuk menjamin kualitas tersebut
diperlukan suatu standar profesi sebagai acuan untuk melakukan segala tindakan dan asuhan
yang diberikan dalam seluruh aspek pengabdian profesinya kepada individu, keluarga dan
masyarakat, baik dari aspek input, proses dan output. Pelayanan kebidanan adalah penerapan
ilmu kebidanan melalui asuhan kebidanan kepada klien yang menjadi tanggung jawab bidan,
mulai dari kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, keluarga berencana, termasuk kesehatan
reproduksi wanita dan pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan Kebidanan merupakan bagian
integral dari sistem pelayanan kesehatan yg diberikan oleh bidan yg telah terdaftar (teregister) yg
dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau rujukan.4
Sesuai dengan keputusan menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 53 tahun 2014
tentang Pelayanan Kesehatan Neonatal pada Bayi Baru Lahir, dalam pelaksanaan pelayanan
kesehatan neonatal kepada bayi baru lahir tertuang dalam Pasal 2, 3, 4, 5, dan 6 dengan adanya
pelayanan kesehatan neonatal kepada bayi baru lahir tersebut, maka diharapkan bidan dapat
memberikan pelayanan kesehatan neonatal secara merata kepada bayi baru lahir.5
Neonatal atau Bayi Baru Lahir (BBL) merupakan lanjutan fase kehidupan janin
intrauterine yang harus dapat bertahan dan beradaptasi untuk hidup di luar rahim. Hidup di luar
rahim bukan hal yang mudah, rentan menimbulkan komplikasi neonatal. Komplikasi tersebut
yang sering terjadi adalah asfiksia, tetanus, sepsis, trauma lahir, Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) dan sindroma gangguan pernapasan.6
Menurut data Word Health Organization (WHO) tahun 2014 mengungkapkan bahwa
mayoritas dari semua kematian neonatal (73%) terjadi pada minggu pertama kehidupan dan
sekitar 36% terjadi dalam 24 jam pertama. Di indonesia sendiri, penurunan angka kematian bayi
sangat sedikit, yaitu dalam 1000 kelahiran setiap tahunnya didapatkan 15 kematian bayi tahun
2011, 15 kematian bayi tahun 2012, dan 14 kematian bayi tahun tahun 2013. Berdasarkan
Millennium Development Goals (MDGs) 2015, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
menargetkan mengurangi 2/3 angka kematian balita dalam kurun waktu 1990 dan 2015. Angka
Kematian Bayi (AKB) per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1991 sebanyak 68 AKB, tahun 2007
sebanyak 34 AKB dan 2015 sebanyak 23 AKB. Target selanjutnyan yakni menurunkan Angka
Kematian Ibu (AKI) hingga 3/4 dalam kurun waktu 1990‐2015. Angka kematian ibu per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 1991 sebanyak 390 AKI, tahun 2007 sebanyak 228 AKI dan target
pada tahun 2015 diperkirakan menurun sebanyak 102 AKI. Hasil penurunan AKI yang
signifikan dari 390 pada tahun 1991 menjadi 228 per 100. 000 kelahiran hidup pada tahun 2007,
tetapi perlu upaya keras untuk mencapai target pada tahun 2015.7
Berdasarkan survei demografi dan kesehatan indonesia (SDKI) tahun 2014, angka
kematian neonatus (AKN) pada tahun 2014 sebesar 2,23 per 1000 kelahiran hidup menurun dari
2,41 per 1000 kelahiran hidup di tahun 2013 dan pada tahun 2012 sebesar 2,71 per 1000
kelahiran hidup berdasarkan survei demografi dan kesehatan Indonesia.8
Penurunan Angka Kematian Bayi memerlukan upaya bersama tenaga kesehatan dengan
melibatkan dukun bayi, keluarga dan masyarakat dalam memberikan pelayanan kesehatan yang
berkualitas bagi ibu dan bayi baru lahir. Untuk mengukur keberhasilan penerapan intervensi
yang efektif dan efisien, dapat dimonitor melalui indikator cakupan pelayanan yang
mencerminkan jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan bayi baru lahir.
Penyebab utama meningkatnya angka kematian neonatal yaitu infeksi dan aksfiksia.
Kejadian kematian neonatus berkaitan dengan kualitas pelayanan kesehatan yang tidak baik
berkaitan dengan sumber daya manusia, yang dipengaruhi antara lain karena banyaknya
persalinan di rumah, status gizi ibu selama kehamilan kurang baik, rendahnya pengetahuan
keluarga dalam perawatan bayi baru lahir. Untuk itu diperlukan perhatian khusus dalam
memberikan pelayanan kesehatan neonatus terutama pada hari‐hari pertama kehidupannya yang
sangat rentan karena banyak perubahan yang terjadi pada bayi dalam menyesuaikan diri dari
kehidupan di dalam rahim ke kehidupan di luar rahim.
Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang berperan penting dalam pelayan
kesehatan yang dituntut memiliki kompetensi profesional dalam menyikapi tuntutan
masyarakat di dalam pelayanan neonatal. Kompetensi profesional bidan terkait dengan asuhan
bayi baru lahir karenanya, pengetahuan, keahlian dan kecakapan seorang bidan menjadi bagian
yang menentukan dalam menekan angka kematian neonatal. Bidan diharapkan mampu
mendukung usaha peningkatan derajat kesehatan bayi baru lahir, yakni melalui peningkatan
kualitas pelayanan neonatal.
Peran bidan dalam pelayanan neonatal yaitu memberikan asuhan sesuai dengan
kompetensi yang harus dikuasai seorang bidan berkaitan dengan kesehatan bayi baru lahir,
terutama berkenaan dengan kompetensi ke enam, yaitu bidan memberikan asuhan bermutu tinggi
dan komprehensif pada bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan.

 Metode pengumpulan Data dan Analisa Data :


Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang dilakukan adalah Studi lapangan
Studi lapangan dan Studi kepustakaan. Metode analisis data pada penelitian ini adalah metode
kualitatif.
 Pengaturan Peran Bidan Dalam Memberikan Pelayanan Kesehatan
Beberapa produk hukum yang berkaitan dengan peran bidan dalam pelaksanaan
Permenkes No 53 tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Neonatal pada Bayi Baru Lahir
yaitu:
1. UUD 1945 Pasal 28 H ayat (1),
2. Undang‐undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 62 Ayat(1),
3. Undang‐undangNo 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 2 ayat (1),
4. Kepmenkes No.369/Menkes SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Bidan,
5. Kepmenkes No. 938/Menkes SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan,
6. Permenkes No 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat Pasal 17 ayat (1),
7. Permenkes No 43 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Minimal Pasal 11 ayat (2) .

 Undang‐undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


Profesi kebidanan dalam dimensi Undang‐Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
merupakan salah satu tenaga kesehatan di Indonesia. Menurut Undang‐Undang Kesehatan.
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk
jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Profesi kebidanan sebagai tenaga kesehatan di Indonesia tentunya mempunyai kewajiban
untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang bersifat promotif, preventif,
dan kuratif.
Undang‐Undang Kesehatan mengartikan bahwa :
1. Pelayanan kesehatan promotif sebagai suatu kegiatan atau serangkaian kegiatan pelayanan
kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan.
2. Pelayanan kesehatan preventif diartikan sebagai suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu
masalah kesehatan/penyakit
3. Pelayanan kesehatan kuratif diartikan sebagai suatu kegiatan atau serangkaian kegiatan
pengobatan yang ditunjukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderita
akibatpenyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita
dapat terjaga seoptimal mungkin.

Pengaturan tentang tenaga kesehatan antara lain bidan diatur dalam UU Kesehatan yang
tercantum di beberapa Pasal 22 ayat (1) dan (2) yaitu :
a. Tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum
b. Ketentuan mengenai kualifikasi minimum sebagimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri Pasal 23 ayat (1), (2) dan (3).

Dalam UU Kesehatan dinyatakan bahwa tenaga kesehatan mempunyai kewenangan


untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan pertimbangan syarat tertentu yaitu:
a. Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
b. Kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan sesuai bidang keahlian yang dimiliki.

Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari
pemerintah. Pasal 62 Ayat (1) UU Kesehatan disebutkan bahwa:
 Peningkatan kesehatan adalah segala bentuk upaya yang dilakukan oleh pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat guna mengoptimalkan kesehatan melalui suatu
kegiatan penyuluhan, serta penyebarluasan informasi, dan kegiatan lain agar dapat
menunjang tercapainya hidup sehat .
 Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa
yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang untuk mencapai peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi‐
tingginya.

Pemerintah melalui Sistem Kesehatan Nasional, berupaya menyelenggarakan kesehatan


yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dan dapat diterima serta terjangkau oleh seluruh
lapisan masyarakat. Upaya tersebut diselenggarakan dengan menitik beratkan pada pelayanan
kesehatan untuk masyarakat luas, guna mencapai derajat kesehatan yang optimal. Salah satu
upaya kesehatan adalah pemberian pelayanan kesehatan yang dilakukan bidan. Masyarakat
sangat memerlukan pelayanan kesehatan untuk menunjang tercapainya hidup sehat.

 Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian semua bidan yang bekerja di wilayah kerja Puskesmas
Kaleroang adalah lulusan D III (Diploma) kebidanan dan sudah memiliki STR (surat tanda
registrasi), sebagaimana diatur dalam permenkes nomor 28 tahun 2017 pada Pasal 3 ayat (1)
dijelaskan”Setiap bidan harus memiliki STRB untuk dapat melakukan praktik keprofesiannya”.
Bidan dalam melakukan praktik keprofesiannya, memiliki kewenangan atributif dan mandat.
Kewenangan bidan secara atributif terdapat pada Pasal 18 huruf b bahwa dalam
penyelenggaraan praktik kebidanan, bidan memiliki kewenangan untuk memberikan pelayanan
kesehatan pada bayi sedangkan kewenangan bidan secara mandat terdapat pada Pasal 20 ayat
(2) dijelaskan bahwa dalam memberikan pelayanan kesehatan bayi, bidan berwenang
melakukan pelayanan neonatal esensial; penanganan kegawatdaruratan dilanjutkan
dengan rujukan, pemantauan tumbuh kembang bayi, serta memberikan konseling dan
penyuluhan.
Sesuai dengan Pasal 23 ayat (2) dalam UU Kesehatan dinyatakan bahwa tenaga
kesehatan mempunyai kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai bidang keahlian yang dimiliki. Dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah.
Tenaga kesehatan seperti bidan, perawat, apoteker, sanitarian, ahli gizi, petugas kesehatan
masyarakat (Kesmas), dan analis laboratorium diharuskan memiliki STR (surat tanda registrasi) .
Tenaga kesehatan yang belum memiliki STR (surat tanda registrasi) tidak boleh bekerja di
pelayanan kesehatan serta diragukan kualitasnya.
Peneliti menyimpulkan semua bidan yang bekerja di wilayah kerja Puskesmas Kaleroang
dalam memberikan pelayanan kesehatan sudah memiliki izin dari pemerintah, dalam hal ini
tenaga kesehatan baik itu bidan atau tenaga medis lainnya sudah memiliki surat tanda
registrasi bidan (STRB).
Undang‐undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan Bidan sebagai tenaga
kesehatan dalam melaksanakan kewenangannya diatur dalam undang‐undang tenaga kesehatan
yang dijelaskan bahwa tenaga kesehatan harus memiliki izin dari pemerintah termasuk
pelaksanaan kewenangan dalam pelayanan kesehatan bayi baru lahir. Pasal 2 ayat (1) pada
undang‐undang tenaga kesehatan disebutkan bahwa tenaga kesehatan hanya meliputi 7 kelompok
antara lain: Tenaga Medis; Tenaga Kesehatan; Tenaga Kefarmasian; Tenaga Kesehatan
Masyarakat; Tenaga gizi Tenaga Keterapian fisik dan Tenaga Keteknisian medik Dalam Pasal 2
ayat (3) disebutkan bahwa Tenaga Keperawatan meliputi Perawat dan Bidan.
Pengaturan pengelompokan tenaga kesehatan menurut UU Tenaga Kesehatan dalam
Pasal 11 ayat (1) disebutkan bahwa tenaga kesehatan dikelompokan menjadi 13. Dalam Pasal 11
ayat (5) UU Tenaga Kesehatan disebutkan juga bahwa: “Jenis tenaga kesehatan yang termasuk
dalam kelompok tenaga kebidanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d adalah bidan”.
Berdasarkan UU Tenaga Kesehatan disebutkan bahwa bidan adalah salah satu kelompok tenaga
kesehatan kebidanan. Posisi bidan yang dahulu dimasukan sebagai tenaga keperawatan bersama
dengan perawat dalam PP Tenaga Kesehatan, maka dalam UU tenaga kesehatan bidan
dimasukan dalam kategori tenaga kebidanan. Semua tenaga kesehatan dalam menjalankan
praktik harus sesuai kewenangan masing‐ masing tenaga kesehatan seperti yang dijelaskan pada
pasal 62 ayat (1) bahwa ”Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik harus dilakukan
sesuai dengan kewenangan yang didasarkan pada kompetensi yang dimilikinya”.
Kewenangan berdasarkan kompetensi adalah kewenangan dalam melakukan pelayanan
kesehatan secara mandiri berdasarkan ruang lingkup dan tingkat kompetensinya sedangkan pada
bidan artinya bidan memiliki kewenangan untuk melakukan pelayanan kesehatan termasuk
pelayanan kesehatan terhadap bayi baru lahir sesuai Permenkes Nomor 53 tahun 2014.
Kepmenkes Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan Standar
merupakan pedoman yang harus dipergunakan sebagai acuan dalam menjalankan profesi yang
meliputi “Standar pelayanan, Standar Profesi, dan Standar Prosedur Opersional (SOP). Bidan
merupakan profesi yang mempunyai ukuran atau standar profesi. Standar profesi bidan sebagai
acuan untuk melaksanakan segala tindakan dan asuhan yang diberikan kepada individu, keluarga
atau masyarakat. Standar profesi bidan diatur dalam Kepmenkes Nomor
369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan. Praktik bidan didasarkan pada hukum
dan peraturan Perundang‐Undangan yang mengatur dan berkaitan dengan praktik bidan dan
hukum kesehatan.
Bidan dalam memberikan pelayanan sesuai dengan kompetensi yang mereka miliki.
Kewenangan tersebut diatur dalam Kepmenkes Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 Tentang
Standar Profesi Bidan. Kewenangan Bidan terkait kompetensi untuk melakukan pelayanan
kesehatan pada bayi baru lahir Berdasarkan Kepmenkes tersebut tercantum pada
a. Kompetensi ke‐1 Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan serta keterampilan dari ilmu‐
ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan etik yang membentuk dasar dari suatu asuhan yang
bermutu tinggi dengan budaya, untuk wanita, bayi baru lahir dan keluarganya.
b. Kompetensi ke‐6 (Asuhan Pada Bayi Baru Lahir) Bidan memberikan asuhan yang bermutu
tinggi, komprehensif pada bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan.

Berdasarkan hasil penelitian dari 10 orang bidan yang berada di wilayah puskesmas
kaleroang terdapat 4 orang bidan yang sudah melakukan tugas dan wewenangnya dengan baik
sesuai kompetensi dan standar operasional prosedur bidan sedangkan 6 orang bidan belum
melakukan tugasnya secara menyeluruh, hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan bidan
mengenai standar kompetensi profesi bidan yaitu pada kompetensi ke‐6 bidan memberikan
asuhan pada bayi baru lahir dan wewenang bidan pada permenkes nomor 53 tahun 2014 pada
Pasal 2 (ayat 2) dijelaskan bidan memberikan pelayanan kesehatan pada anak, salah satunya
dengan memberikan pelayanan neonatal esensial. 4.
Kepmenkes Nomor 938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan
Kebidanan Standar Asuhan Kebidanan merupakan suatu acuan dalam proses pengambilan
keputusan dan tindakan yang akan dilakukan oleh bidan harus sesuai dengan wewenang dan
ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu kebidanan. Standar asuhan kebidanan meliputi
pengkajian, perumusan diagnosa dan atau masalah kebidanan, perencanaan, implementasi,
evaluasi dan melakukan pencatatan asuhan kebidanan.
Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki peran paling penting dalam
upaya penurunan jumlah kematian bayi baru lahir. Salah satu penyebab kematian terhadap bayi
baru lahir diakibatkan oleh adanya infeksi dan asfiksia. Untuk itu, bidan sebagai tenaga
kesehatan hendaknya terus berupaya dalam meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan
kemauannya untuk menanggulangi berbagai masalah dalam pelayanan kebidanan terutama pada
pelayanan kesehatan bayi baru lahir, seperti memberikan pelayanan promotif dan preventif.
Untuk mewujudkan pelayanan kebidanan yang berkualitas diperlukan adanya suatu
standar sebagai acuan bagi bidan dalam melakukan asuhan kepada masyarakat disetiap tingkat
fasilitas pelayanan kesehatan. Adapun ruang lingkup pelayanan kesehatan pada bayi dan balita
berdasarkan standar asuhan kebidanan antara lain ruang lingkup IV(empat) yaitu asuhan pada
bayi.
Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas Kaleroang dalam memberikan standar
asuhan kebidanan mulai dari pengkajian, perumusan masalah diagnosa atau masalah
kebidanan, perencanaan, implementasi, evaluasi dan pencatatan asuhan kebidanan. “Masih
banyak terdapat beberapa bidan yang belum menggunakan pedoman asuhan kebidanan
dalam memberikan asuhan kepada bayi baru lahir.”
Standar asuhan kebidanan berguna bagi para bidan dalam penerapan norma dan tingkat
kinerja yang diperlukan untuk mencapai hasil yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan
pelayanan pasien. Standar yang jelas akan melindungi masyarakat karena hasil dari asuhan yang
diberikan sesuai dengan acuan yang telah ditetapkan sekaligus melindungi bidan terhadap
tuntutan mal praktik. Keberhasilan dalam penerapan standar asuhan kebidanan sangat
tergantung kepada individu bidan, organisasi profesi, sistem monitoring dan evaluasi yang
diterapkan dalam pelayanan kebidanan.
Pada pelaksanakan asuhan kebidanan tiap individu bidan diharapkan memahami filosofi,
kerangka kerja, manfaat penggunaan standar asuhan kebidanan serta evaluasi penerapan standar
pelayanan. Dengan adanya perbaikan yang berkelanjutan bagi standar asuhan kebidahan yang
disesuaikan dengan perkembangan pelayanan saat ini diharapkan akan meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap pelaksanaan pelayanan kebidanan.5
Permenkes Nomor 43 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan Standar pelayanan minimal adalah suatu ketentuan mengenai jenis dan mutu
pelayanan dasar yang merupakan urusan pemerintahan wajib yang berhak diperoleh setiap warga
Negara secara minimal.
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melaksanakan pelayanan dasar kesehatan sesuai
SPM bidang kesehatan. Salah satunya SPM bidang kesehatan yaitu: Setiap bayi baru lahir harus
mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar. Sesuai undang‐undang pemerintahan daerah
nomor 23 tahun 2014 pada Pasal 12 ayat (1) dijelaskan bahwa ”urusan pemerintahan wajib yang
berkaitan dengan pelayanan dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi:
pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan penataan ruang, perumahan rakyat dan kawasan
permukiman, ketenteraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat dan
sosial. Pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk menjamin setiap warga Negara agar
memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan termasuk pelayanan
kesehatan terhadap bayi baru lahir.
Berdasarkan hasil penelitian di puskesmas kaleroang terdapat 4 bidan yang sudah
memberikan pelayanan sesuai standar pelayanan minimal dan 6 bidan yang belum
memberikan pelayanan secara menyeluruh berdasarkan standar pelayanan minimal.
Seperti pelayanan diberikan pada bayi usia 0‐28 hari. 6. Permenkes Nomor 75 Tahun 2014
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Puskesmas adalah suatu fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk
mencapai suatu derajat kesehatan masyarakat yang setinggi‐tingginya di wilayah kerjanya.
Pelayanan kesehatan merupakan upaya yang diberikan oleh puskesmas pada masyarakat,
mencakup suatu perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pencatatan, pelaporan, dan dituangkan
dalam suatu sistem pembangunan kesehatan.
Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan di Puskesmas bertujuan untuk mewujudkan
masyarakat yang :
a. Memiliki perilaku sehat yang meliputi suatu kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat;
b. Mampu untuk menjangkau pelayanan kesehatan bermutu,
c. Hidup dalam lingkungan sehat;
d. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik di individu, keluarga, kelompok dan di
masyarakat.
Berdasarkan pada Pasal 17 ayat (1) adalah Tenaga kesehatan di Puskesmas harus
bekerja sesuai dengan standar profesi mereka, standar pelayanan, standar prosedur
operasional, etika profesi, menghormati hak pasien, serta harus mengutamakan
kepentingan dan keselamatan pasien dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan
dirinya dalam bekerja.
Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kaleroang upaya yang
diberikan oleh Puskesmas kepada masyarakat belum optimal. Hal ini terdapat masih
kurangnya tenaga kesehatan sehingga belum bisa memberikan pelayanan yang maksimal dan
penyebaran bidan yang belum merata pada setiap desa sehingga masih ada bidan yang bertugas
di dua desa sekaligus serta kurangnya sarana transportasi untuk menjangkau tiap desa di wilayah
Kecamatan Bungku Selatan sedangkan pada Puskesmas Kaleroang belum terakreditasi. Dimana
tujuan dari akreditasi puskesmas yaitu untuk menjamin bahwa perbaikan mutu, peningkatan
kinerja dan penerapan manajemen risiko dilaksanakan secara berkesinambungan di Puskesmas.

 Pelaksanaan Peran Bidan Dalam Memberikan Pelayanan Kesehatan Neonatal Pada


Bayi Baru Lahir
Peran utama bidan dalam pelayanan kesehatan neonatus pada bayi baru lahir yaitu
berdasarkan kewajiban yang diatur dalam Perundang‐Undangan dan berkaitan dengan sasaran
dalam memberikan pelayanan kesehatan. Peran seorang bidan menurut Hendersen Cristine dan
Jones Kathleen dalam bukunya ”Essential Midwifery” diterjemahkan oleh Ria Anjarwati dkk,
adalah orang yang berada pada posisi yang istimewa, bertugas memberi asuhan masa‐masa
penting dalam kehidupan seorang wanita.15 Peran bidan sebagai tenaga professional adalah
sebagai pelaksana, pengelola, pendidik, dan peneliti. Bidan wajib melaksanakan peraturan ini
sesuai dengan standar kompetensi dan kewenangan bidan. Peran bidan dalam memberikan
pelayanan kesehatan neonatal pada bayi baru diatur dalam Permenkes No 53 Tahun 2014
Tentang pelayanan kesehatan neonatal pada bayi baru lahir dalam Pasal 2, 3, 4, 5, dan 6.
Masalah kesehatan melingkupi semua segi kehidupan, sepanjang waktu hidup manusia.
Orientasi pemikiran terkait dengan pemecahan masalah kesehatan telah berubah dengan
berkembangannya teknologi dan sosial budaya. Kebijakan pembangunan dibidang kesehatan
yang dulunya mengutamakan penyembuhan penderita berangsur‐angsur berkembang
kearah kesatuan upaya pembangunan kesehatan untuk seluruh masyarakat. Serta peran
serta masyarakat yang bersifat menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan mencakup suatu
upaya promotif (peningkatan), preventif (pencegahan), kuratif (penyembuhan), dan rehabilitatif
(pemulihan).
Bidan memiliki tugas penting dalam upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
yaitu dengan memberikan pelayanan kesehatan neonatal kepada bayi baru lahir. pelayanan
kesehatan merupakan upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama‐sama dalam suatu
organisasi guna memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan
penyakit, serta memulihkan perseorangan, keluarga, ataupun kelompok dan masyarakat.16
Kewenangan bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan neonatal pada bayi baru
lahir, yaitu :
a. melakukan asuhan bayi baru lahir
b. menjaga bayi tetap hangat,
c. inisiasi menyusu dini,
d. pemotongan dan perawatan tali pusat,
e. pemberian suntikan vitamin K,
f. pemberian salep mata antibiotik,
g. pemberian imunisasi hepatitis B0,
h. pemeriksaan fisik bayi baru lahir,
i. pemantauan tanda bahaya,
j. penanganan asfiksia bayi baru lahir,
k. pemberian tanda identitas diri
l. merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dalam kondisi stabil, tepat waktu ke fasilitas
pelayanan kesehatan yang lebih mampu.
Hubungan yang melandasi bidan dan pasien merupakan perjanjian teraupetik yang
membentuk hubungan medis dalam wujud tindakan medis sehingga mengakibatkan terbentuknya
hubungan hukum. Pelaksanaan perjanjian teraupetik yang penting ada informasi dari kedua belah
pihak yang merupakan hak dan kewajiban sebagai landasan untuk pelaksanaan tindakan medis.
Subjek dalam hubungan hukum penelitian ini adalah bidan. Objek hukumnya adalah
peran bidan dalam pelayanan kesehatan.
Causa dalam hubungan hukum adalah peran bidan dalam memberikan pelayanan
kesehatan neonatal pada bayi baru lahir yang optimal melalui upaya promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif. Kesesuaian pelayanan kesehatan dengan kewenangan yang dimiliki bidan
merupakan aspek yuridis dari tindakan bidan. Bidan dalam menjalankan kewenangannya tentu
harus memenuhi syarat sebagai tenaga kesehatan yaitu telah teruji kompetensinya dengan
memiliki STR dan bagi bidan yang bekerja di instansi kesehatan harus memiliki SIKB. Sesuai
dengan ketentuan undang‐undang nomor 36 Tahun 2014 tentang tenaga kesehatan pasal 44 ayat
(1) yaitu: Bidan yang memberikan pelayanan kesehatan haruslah memiliki surat tanda registrasi
(STR) yang merupakan bukti tertulis bahwa bidan sudah teregistrasi dan memiliki sertifikat
kompetensi sesuai dengan ketentuan.
“Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kaleroang yaitu di Kecamatan
Bungku Selatan Kabupaten Morowali yang dimana memiliki jumlah kematian bayi yang tinggi
disebabkan karena masih kurangnya pelayanan yang diberikan oleh bidan. Berdasarkan uraian di
atas bahwa peran bidan dalam pelayanan kesehatan terhadap bayi baru lahir yang dilakukan oleh
bidan di Wilayah Kerja Puskesmas Kaleroang belum sesuai antara teori yang ada dengan
pelaksanaan dilapangan.”

Berdasarkan hasil penelitian peran bidan dalam melakukan pelayanan kesehatan neonatal
terhadap bayi baru lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Kaleroang ada 4 Bidan yang sudah
melakukan tugasnya sesuai Permenkes No. 53 Tahun 2014 tentang pelayanan kesehatan
neonatal pada bayi lahir adalah bidan A ( bidan koordinasi), bidan B (Bidan PTT Puskesmas),
Bidan E (bidan desa Paku) dan bidan F (Bidan Desa bungikela). Bidan tersebut sudah melakukan
pelayanan Kesehatan sesuai dengan tugasnya secara menyeluruh yaitu : melakukan asuhan bayi
baru lahir Menjaga bayi tetap hangat, inisiasi menyusu dini, pemotongan dan perawatan tali
pusat, pemberian suntikan vitamin K, pemberian salep mata antibiotik, pemberian imunisasi
hepatitis B0, pemeriksaan fisik bayi baru lahir, pemantauan tanda bahaya, penanganan asfiksia
bayi baru lahir, pemberian tanda identitas diri dan merujuk kasus yang tidak dapat ditangani
dalam kondisi stabil, tepat waktu ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu.
Terdapat 6 bidan belum melakukan tugasnya secara menyeluruh yaitu 3 orang bidan
bertugas di puskesmas yaitu Bidan C (bidan Puskesmas), pelayanan yang belum dilakukan
adalah
Menjaga bayi tetap hangat,
Inisiasi menyusu dini,
perawatan tali pusat,
Pemberian imunisasi hepatitis B0,
Pemantauan tanda bahaya.
Pemberian salep mata antibiotik,
penaganan asfiksia bayi baru lahir.
Alasan 6 orang bidan tidak melakukan imunisasi hepatitis B0 < 24 jam setelah lahir yaitu
ibu bayi baru lahir tidak memperbolehkan bayinya diimunisasi hepatitis B0 karena berpendapat
bahwa bayi akan sehat tanpa imunisasi, masih merasa kasihan kepada bayi untuk diimunisasi
dini dan belum tahu manfaat hepatitis B0. Hal ini disebabkan kurangnya komunikasi oleh bidan
kepada masyarakat dalam bentuk sosialisasi tentang imunisasi hepatitis B0, segi disposisi sikap
bidan terhadap tugas pokok dalam pelaksanaan program imunisasi hepatitis B0 masih kurang
komitmen yaitu pada saat melakukan kunjungan neonatal belum semua bidan memberikan
imunisasi hepatitis B0.
Bidan yang tidak memberikan pelayanan asuhan kesehatan pada bayi baru lahir akan
mengakibatkan bayi tersebut mengalami kegawatdaruratan seperti mengalami asfiksia dan
berbagai infeksi nenoantal ( infeksi pada tali pusat) bahkan dapat menyebabkan nyawa bayi tidak
tertolong. Untuk itu bidan sebagai tenaga kesehatan wajib melakukan pelayanan asuhan neonatal
secara optimal. Sehingga angka kematian bayi baru lahir dapat teratasi.
Berdasarkan Permenkes No. 53 Tahun 2014 Tentang pelayanan kesehatan neonatal pada
bayi baru lahir dimana pada tercantum pada Pasal 2 yaitu: pelayanan kesehatan nenonatal
bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin kelainan pada bayi, terutama dalam 24 jam pertama
kehidupan dan pada Pasal 3 yaitu pelayanan kesehatan neonatal meliputi pada saat lahir 0 sampai
6 jam, setelah 6 jam sampai 28 hari dan pada Pasal 4 yaitu pelayanan kesehatan neonatal 0
sampai 6 jam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilaksanakan dalam ruangan yang sama
dengan ibunya atau rawat gabung. Pada Pasal 5 yaitu pelayanan neonatal esensial yang dilakukan
setelah lahir 6 (enam) jam sampai 28 (dua puluh delapan) hari sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 meliputi: menjaga bayi tetap hangat, pemeriksaan bayi baru lahir, perawatan tali pusat,
perawatan dengan metode kanguru pada bayi berat lahir rendah, pemeriksaan status vitamin K1,
penanganan bayi baru lahir sakit, merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dalam kondisi stabil
tepat waktu ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu.
Pada Pasal 6 pemberian vitamin K1 dan imunisasi sebagaimana dimaksud dapat
dilaksanakan pada saat kunjungan neonatal pertama (KN1) apabila persalinan ditolong oleh
bukan tenaga kesehatan. Apabila ditinjau dari mana kewenangan itu diperoleh, maka
kewenangan bidan dalam pelayanan kesehatan pada bayi baru lahir dikategorikan sebagai
kewenangan atributif dan kewenangan mandat.
Kewenangan atributif adalah kewenangan asli atau kewenangan yang tidak dibagi‐
bagikan kepada siapapun sedangkan kewenangan mandat merupakan kewenangan yang
bersumber dari proses atau prosedur pelimpahan dari pejabat atau badan yang lebih
tinggi ke badan yang lebih rendah.
kewenangan atributif Bidan dalam melakukan pelayanan kesehatan bayi baru
lahir tercantum pada Pasal 3 dan 4 yaitu:
a. melakukan menjaga bayi tetap hangat,
b. inisiasi menyusu dini,
c. pemotongan dan perawatan tali pusat,
d. pemberian suntikan vitamin K,
e. pemberian salep mata antibiotik,
f. pemberian imunisasi hepatitis B0,
g. pemeriksaan fisik bayi baru lahir,
h. pemantauan tanda bahaya,
i. penanganan asfiksia bayi baru lahir,
j. pemberian tanda identitas diri
k. merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dalam kondisi stabil, tepat waktu ke fasilitas
pelayanan kesehatan yang lebih mampu
Bidan yang menjalankan program Pemerintah berwewenang melakukan pelayanan
kesehatan antara lain Pasal 7 ayat (2) tercantum pada huruf a, b, dan c yaitu pencatatan dan
pelaporan meliputi instrument pencatatan, instrument pelaporan dan pemantauan wilayah
setempat kesehatan ibu dan anak.
Peran bidan yang belum dilakukan sebagai seorang pelaksana antara lain perawatan bayi
baru lahir pada masa neonatal(0‐28 hari), dan perawatan tali pusat, penanganan hipotermi pada
bayi baru lahir, pemberian imunisasi rutin sedangkan peran bidan yang belum dilakukan sebagai
seorang pendidik yaitu pemberian konseling dan penyuluhan (ASI ekslusif) dan melakukan
pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan anak dan penyehatan lingkungan.

 Faktor Pendukung Dan Faktor Penghambat Yang Mempengaruhi Peran Bidan Dalam
Memberikan Pelayanan Neonatal Pada Bayi Baru Lahir

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Puskesmas, Kader Desa, Pengurus IBI, bidan
dan Orang Tua bayi mengenai faktor pendukung dan faktor penghambat yang mempengaruhi
program pemenuhan pelayanan kesehatan neonatus terhadap bayi baru lahir di Wilayah Kerja
Puskesmas Kaleroang adalah :
1. Faktor Pendukung Ketersediaan fasilitas kesehatan merupakan faktor pendukung yang
mempengaruhi pelayanan kesehatan.
Pasal 34 Undang‐Undang Dasar 1945 menerangkan bahwa :“Negara bertanggung
jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan serta fasilitas pelayanan umum yang
layak”. Pengertian fasilitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah segala sesuatu
yang dapat memudahkan dan melancarkan pelaksanaan suatu usaha.
Berdasarkan hasil penelitian, fasilitas pelayanan kesehatan yang ada adalah
Puskesmas, Pustu (puskesmas pembantu), dan Posyandu. Adanya sarana prasarana tersebut
dalam hal ini puskesmas, pustu (puskesmas pembatu), serta pelaksanaan posyadu tersebut
menjadi suatu kemudahan bagi masyarakat untuk memeriksakan kesehatannya terutama
pelayanan kesehatan neonatal bayi baru lahir. Puskesmas mempunyai tanggung jawab
menyelenggarakan upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang
keduanya apabila dilihat dari sistem Kesehatan Nasional merupakan pelayanan kesehatan
tingkat pertama, sesuai dengan pasal 7 huruf c Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75
Tahun 2004 tentang pusat kesehatan masyarakat bahwa dalam menyelenggarakan fungsinya
puskesmas berwewenang untuk menyelenggarakan kesehatan yang berorientasi pada
individu keluarga, kelompok dan masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas bahwa ketersediaan fasilitas yang ada di Puskesmas
Kaleroang sudah sesuai antara data yang ada dengan penyediaan fasilitas di lapangan.
2. Faktor Penghambat
Faktor penghambat adalah Ketersediaan Sumber Daya Kesehatan. Sebagaimana
dimaksud pada pasal 1 ayat (2) UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yaitu : Sumber
daya di bidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan,
kesediaan farmasi dan alat‐alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi
yang dimanfaatkan untuk meyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau Masyarakat. Berdasarkan World Health
Organization (WHO), sumber daya manusia kesehatan adalah semua orang yang kegiatan
pokoknya ditujukan untuk meningkatkan suatu kesehatan. Mereka terdiri atas orang‐orang
yang memberikan pelayanan kesehatan diantaranya dokter, bidan, perawat, apoteker serta
tenaga dukungan seperti bagian keuangan, dan sopir ambulans. Sumber daya manusia
merupakan modal serta kekayaan terpenting dalam setiap aktivitas ataupun suatu kegiatan
manusia. Untuk bisa mencapai tujuan yang telah ditetapkan, perlu dikembangkan dengan
cara yang sesuai dan memperhatikan unsur‐unsur berupa waktu, kemampuan, dan tenaga
yang dimiliki oleh setiap individu sumber daya manusia.18
Berdasarkan hasil penelitian, ketersediaan sumber daya kesehatan dan fasilitas
kesehatan sudah ada namun belum lengkap. Diantaranya adalah :
a. kurangnya tenaga kesehatan bidan dimana penyebaran bidan belum merata pada
setiap desa, karena masih ada bidan yang bertugas di dua desa sekaligus sehingga
bayi baru lahir tidak mendapatkan pelayanan kesehatan dengan optimal.
b. Kurangnya tingkat pengetahuan bidan, karena bidan yang bertugas masih
kurang berpengalaman sehingga keterampilan/skill yang dimiliki masih rendah
serta masih kurangnya komitmen dalam menjalankan tugas di sebabkan bidan
sering meninggalkan tempat tugas.
c. kurangnya sarana transportasi mengakibatkan bidan sulit untuk menjangkau
desa‐desa di wilayah Kepulauan, adanya kondisi tersebut berpengaruh kepada bidan
untuk melakukan kunjungan pada bayi baru lahir. Hal ini juga berpengaruh pada
masyarakat di daerah kepulauan yang sulit menjangkau dan mendapatkan
pelayanan kesehatan di puskesmas.
d. Alat kesehatan dan kesediaan farmasi (obat) di beberapa desa yang belum
lengkap, tentu saja sangat menghambat dalam upaya pemenuhan dan peningkatan
pelayanan kesehatan khususnya pelayanan dimasyarakat. Berdasarkan uraian diatas
bahwa ketersediaan sumber daya kesehatan yang ada di Puskesmas Kaleroang
belum sesuai antara data yang ada dengan ketersediaan kebutuhan sumber daya di
lapangan.

 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan tentang peran bidan dalam memberikan pelayanan
kesehatan neonatal kepada bayi baru lahir berdasarkan Permenkes Nomor 53 Tahun 2014
tentang Pelayanan Kesehatan Neoanatal pada Bayi Baru Lahir Di wilayah Kerja Puskesmas
Kaleroang dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengaturan Peran Bidan Dalam Memberikan Pelayanan Kesehatan Neonatal Kepada Bayi
Baru Lahir Kewenangan bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan neonatal pada bayi
baru lahir diatur dalam beberapa dasar hukum antara lain Undang‐Undang nomor 36 tahun
2009 tentang Kesehatan, Undang‐undang Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan,
Kepmenkes Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan, Kepmenkes
Nomor 938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan, Permenkes Nomor
43 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan, Permenkes Nomor 75
tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Beberapa peraturan perundang‐undangan di atas memberikan kedudukan hukum bagi
bidan sebagai tenaga kesehatan dan dikelompokkan sebagai tenaga kebidanan, bidan
mendapat kewenangan berdasar ketentuan perundang‐undangan untuk melaksanakan
tugasnya yakni memberikan pelayanan kesehatan neonatal terhadap bayi baru lahir dan
melaksanakan program pemerintah dalam menurunkan angka kematian bayi. Ruang lingkup
kewenangan bidan meliputi pelayanan kesehatan ibu, pelayanan kesehatan anak, dan
pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana. Pelaksanaan tugas yang
dilakukan bidan berdasarkan standar profesi bidan, asuhan kebidanan dan kewenangannya.
2. Pelaksanaan Peran Bidan dalam Memberikan Pelayanan Kesehatan Kepada Bayi Baru Lahir
Pelaksanaan peran bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan neonatal kepada
bayi baru lahir belum dilakukan secara menyeluruh. Terdapat 4 orang bidan yang sudah
melakukan tugasnya secara menyeluruh dan 6 orang bidan belum melakukan tugasnya serta
belum terlaksana tugasnya sebagai seorang pelaksana dan pendidik. Peran bidan yang belum
dilakukan sebagai seorang pelaksana antara lain perawatan bayi baru lahir pada masa
neonatal (0‐28 hari), dan perawatan tali pusat, penanganan hipotermi pada bayi baru lahir,
pemberian imunisasi rutin Sedangkan peran bidan yang belum dilakukan sebagai seorang
pendidik yaitu pemberian konseling dan penyuluhan (ASI ekslusif) dan melakukan
pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan anak dan penyehatan
lingkungan. Bidan yang tidak memberikan pelayanan asuhan kesehatan pada bayi baru lahir
akan mengakibatkan bayi tersebut mengalami kegawatdaruratan seperti mengalami asfiksia
dan berbagai infeksi nenoantal(infeksi pada tali pusat) bahkan dapat menyebabkan nyawa
bayi tidak tertolong. Untuk itu bidan sebagai tenaga kesehatan wajib melakukan pelayanan
asuhan neonatal secara optimal. Sehingga angka kematian bayi baru lahir dapat teratasi.
3. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat yang Mempengaruhi Peran Bidan dalam
Memberikan Pelayanan Kesehatan Kepada Bayi Baru Lahir
Faktor pendukung dalam memberikan pelayanan kesehatan neonatal kepada bayi
baru lahir adalah adanya fasilitas pelayanan kesehatan yaitu puskesmas, puskesmas
pembantu, dan posyandu. Adanya fasilitas tersebut menjadi suatu kemudahan bagi
masyarakat untuk memeriksakan kesehatannya. Faktor penghambat adalah kurangnya
tenaga kesehatan bidan dimana penyebaran bidan belum merata pada setiap desa, karena
masih ada bidan yang bertugas di dua desa sekaligus sehingga masyarakat tidak
mendapatkan pelayanan kesehatan dengan optimal, selain itu kurangnya sarana transportasi
mengakibatkan bidan sulit untuk menjangkau desa‐desa di wilayah Kepulauan, adanya
kondisitersebut berpengaruh kepada bidan untuk melakukan kunjungan pada bayi baru lahir.
Hal ini juga berpengaruh pada masyarakat di daerah kepulauan yang sulit menjangkau dan
mendapatkan pelayanan kesehatan di puskesmas. Alat kesehatan dan kesediaan farmasi
(obat) di beberapa desa yang belum lengkap, tentu saja sangat menghambat dalam upaya
pemenuhan dan peningkatan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan dimasyarakat

TANGGUNG JAWAB BIDAN DALAM MENANGANI PASIEN NON KEBIDANAN DI


KAITKAN DENGAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DAN MANAJEMEN
TERPADU BAYI MUDA.
WHO (World Health Organization) tahun 2005 telah mengakui bahwa pendekatan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (yang selanjutnya disingkat dengan MTBS) dan Manajemen
Terpadu Bayi Muda (yang selanjutnya disingkat dengan MTBM) sangat cocok diterapkan di
Negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan angka kematian, kesakitan dan kecacatan
pada bayi dan balita bila dilaksanakan dengan lengkap dan baik. Progam pemerintah dalam
Permenkes No. 28 tahun 2017 tentang penyelenggaraan praktik kebidanan memang
memperbolehkan bidan dalam menangani bayi dan balita sakit sesuai dengan pedoman
MTBM dan MTBS, tetapi dalam hal pemberian obat terhadap bayi dan balita sakit bidan
tidak memiliki wewenang dan tidak memiliki kompetensi sehingga disini dapat terjadi
konflik.
Dalam penelitian ini penulis mengkaji beberapa masalah yaitu;
1. Tanggungjawab bidan dalam pemberian obat kepada pasien non kebidanan dikaitkan
dengan MTBS dan MTBM.
2. Peran dan tanggung jawab Bidan jika melakukan penanganan yang salah yang
menyebabkan meninggal dunia.
Dalam penelitian ini di kategorikan sebagai penelitian hukum normatif, Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan perundangundangan yaitu bukan hanya bersifat
norma tapi juga melihat bagaimana hukum dapat di terapkan di masyarakat. Dalam penelitian ini
tenaga kesehatan yang melawan hukum juga dapat dikenakan sanksi sesuai dengan hukum yang
berlaku bagi masyarakat umum. Disamping itu, dalam penelitian ini juga mencantumkan
mengenai kompetensi dan kewenangan bidan dalam memberikan tindakan MTBS dan MTBM.

PEMBAHASAN
Tanggung Jawab Bidan Dalam Pemberian Obat Kepada Pasien Non Kebidanan Dikaitkan
Dengan MTBS Dan MTBM Dalam Undang-Undang Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
(UU Tenaga Kesehatan) terbaru, tenaga kebidanan adalah salah satu jenis tenaga kesehatan.
Sebagai salah satu tenaga kesehatan, bidan dalam menjalankan praktik harus sesuai dengan
kewenangan yang didasarkan pada kompetensi yang dimilikinya (lihat Pasal 62 ayat (1) UU
Tenaga Kesehatan).
Menurut penjelasan Pasal 62 ayat (1) huruf c UU Tenaga Kesehatan, yang dimaksud
dengan "kewenangan berdasarkan kompetensi" adalah kewenangan untuk melakukan pelayanan
kesehatan secara mandiri sesuai dengan lingkup dan tingkat kompetensinya, antara lain untuk
bidan adalah ia memiliki kewenangan untuk melakukan pelayanan kesehatan ibu, pelayanan
kesehatan anak, dan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana. Jika
bidan tidak melaksanakan ketentuan dalam Pasal 62 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan, ia dikenai
sanksi administratif.
Ketentuan sanksi ini diatur dalam Pasal 82 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan . Sanksi yang
dikenal dalam UU Tenaga Kesehatan adalah sanksi administratif, yakni sanksi ini dijatuhkan jika
bidan yang bersangkutan dalam menjalankan praktiknya tidak sesuai dengan kompetensi yang
dimilikinya. Dengan kata lain, jika memang memberikan obat atau suntikan bukanlah
kompetensi yang dimilikinya, maka sanksi yang berlaku padanya adalah sanksi
administratif bukan sanksi pidana. Akan tetapi, apabila ternyata pertolongan persalinan itu
merupakan suatu kelalaian berat yang menyebabkan penerima pelayanan kesehatan
menderita luka berat, maka bidan yang bersangkutan dapat dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun. Sedangkan jika kelalaian berat itu mengakibatkan
kematian, bidan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun (lihat
Pasal 84 UU Tenaga Kesehatan).
Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh bidan atau perawat dilakukan di luar
kewenangannya karena mendapat pelimpahan wewenang. Hal ini disebut dalam Pasal 65 ayat (1)
UU Tenaga Kesehatan yang berbunyi bahwa dalam melakukan pelayanan kesehatan, Tenaga
Kesehatan dapat menerima pelimpahan tindakan medis dari tenaga medis. Adapun yang
dimaksud dengan tenaga medis dalam Pasal 11 ayat (2) UU Tenaga Kesehatan adalah dokter,
dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis. Kemudian yang dimaksud tenaga
kesehatan yang disebut dalam penjelasan pasal di atas antara lain adalah bidan dan perawat. .
Selain itu, bidan yang menjalankan program pemerintah berwenang melakukan
pelayanan kesehatan meliputi pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim,
dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit (Pasal 13 ayat (1) huruf a Permenkes
1464/2010). Melihat pada ketentuan di atas, sehubungan dengan pertolongan persalinan dengan
vakum ekstraksi oleh bidan, dapat dilihat bahwa sanksi pidana akan diberikan kepada bidan jika
tindakan yang dilakukannya kepada pasien merupakan suatu kelalaian berat yang mengakibatkan
luka berat atau kematian kepada pasien.
Kode etik diharapkan mampu menjadi sebuah pedoman yang nyata bagi para bidan dalam
menjalankan tugasnya. Tapi pada kenyataannya para bidan masih banyak yang melakukan
pelanggaran terhadap kode etiknya sendiri dalam pemberian pelayanan terhadap masyarakat.
Bidan yang menolong persalinan banyak melakukan penyimpangan pelayanan kebidanan yang
tidak seharusnya dilakukan oleh bidan seperti teknik kristeller, episiotomy yang terlalu lebar,
bayi meninggal, perdarahan karena robekan uterus dan akhirnya dirujuk dan dilakukan tindakan
histerektomi. Mestinya bidan sudah mempunyai ketrampilan dalam pertolongan persalinan
sehingga penyimpangan-penyimpangan ini tidak terjadi sebelum melakukan pertolongan bidan
juga harus melihat penapisan awal terlebih dahulu apakah pasien ini beresiko, bila menemukan
pasien ini beresiko mestinya bidan tersebut melakukan rujukan terencana.
Bentuk dari pelanggaran ini bermacam-macam. Seperti pemberian pelayanan yang tidak
sesuai dengan kewenangan bidan yang telah diatur dalam Permenkes Nomor
1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. Sanksi yang
diberikan kepada bidan bisa berupa pencabutan ijin praktek bidan, pencabutan SIPB sementara,
atau bisa juga berupa denda.Selain itu bidan juga bisa mendapat sanksi hukuman penjara jika
melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan. Apabila seorang bidan
melakukan pelanggaran kode etik maka penyelesaian atas hal tersebut dilakukan oleh wadah
profesi bidan yaitu IBI. Sedangkan apabila seorang bidan melakukan pelanggaran yuridis dan
dihadapkan ke muka pengadilan. Maka IBI melalui MPA dan MPEB wajib melakukan penilaian
apakah bidan tersebut telah benar-benar melakukan kesalahan.
Apabila menurut penilaian MPA dan MPEB kesalahan atau kelalaian tersebut terjadi
bukan karena kesalahan atau kelalaian bidan, dan bidan tersebut telah melakukan tugasnya sesuai
dengan standar profesi, maka IBI melalui MPA wajib memberikan bantuan hukum kepada bidan
tersebut dalam menghadapi tuntutan atau gugatan di pengadilan.
Menganalisa Kewenangan Bidan Dalam Pemberian Obat Pada Bayi
Progam pemerintah dalam Permenkes No. 28 tahun 2017 tentang penyelenggaraan
praktik kebidanan memang memperbolehkan bidan dalam menangani bayi dan balita sakit sesuai
dengan pedoman MTBM dan MTBS karena hal tersebut dapat sangat membantu dalam
mengurangi angka kematian bayi dan balita.
Tetapi dalam hal pemberian obat terhadap bayi dan balita sakit bidan tidak memiliki
wewenang dan tidak memiliki kompetensi sehingga disini dapat terjadi konflik jika terjadi
kesalahan dalam pemberian obat, terutama dalam pedoman MTBS dan MTBM obat yang sering
di gunakan adalah antibiotik. Antibiotik sendiri jika di berikan tidak sesuai usia dan sesuai dosis
maka akan berakibat sebaliknya yaitu dapat melemahkan system kekebalan tubuh manusia yang
akan mengakibatkan lebih mudah penyakit masuk kedalam tubuh bayi dan balita tersebut.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang pekerjaan
kefarmasian bahwa yang berkompetensi dibidang obat adalah profesi farmasi. Tetapi dalam
keadaan tertentu seperti kegawatdaruratan dan tidak adanya tenaga kesehatan lain didaerah
tempat bidan tersebut praktek (tidak adanya tenaga kesehatan lain didaerah tersebut dinyatakan
dengan keterangan dari Dinas Kesehatan setempat).
Bidan boleh melakukan penanganan atau pemberian obat terhadap bayi dan balita
tetapi sesuai dengan panduan MTBS dan MTBM dan sesuai dengan batasan-batasan
penyakit yang sudah ditentukan. Penyakit yang dapat ditangani oleh bidan sesuai dengan
MTBS dan MTBM adalah diare, demam, masalah telinga, status gizi, dan anemia, dengan
catatan masih dalam klasifikasi rendah dan sedang, jika sudah pada tahap klasifikasi yang
berat maka pasien tersebut harus segera dirujuk.
Hierarki Peraturan Perundangundangan saat ini, Undang-Undang No. 12 tahun 2011
pasal 7 yang saat ini diberlakukan:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah pengganti UndangUndang;
4. Peraturan Pemerintah;
5. Peraturan Presiden; Peraturan Daerah Provinsi;
6. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Peraturan Menteri dalam UndangUndang No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan


Peraturan Undang-Undang, pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No. 12/2011 yang menegaskan :
“Jenis Peraturan Perundang-undangan selai sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1)
mencakup Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung,
Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri,
Bdan Lembaga, atau komisi yang dibentuk setingkat dengan Undangundang, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupat/Walikota, Kepala Desa, atau setingkat pasal diatas
mencerminkan bahwa keberadaan peaturan Menteri sebagai salah satu jenis peraturan
Perundang-Undangan.
Dengan demikian Peraturan Menteri setelah berlakunya Undang-Undang No. 12/2011
tetap diakui keberadaannya”. Peraturan Menteri yang dibentuk atas dasar perintah Undang-
Undang tersebut di kategorikan sebagai peraturan Peraturan Perundang-Undangan atas dasar
delegasi. Dengan demikian, secara umum peraturan perundang-undangan delegasi adalah
peraturan perundang-undangan yang dibentuk atas dasar perintah peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi.
Jadi, Permenkes No. 28 tahun 2017 tentang penyelenggaraan praktik kebidanan
kedudukannya berada lebih tinggi dari Peraturan Pemerintah No. 51 Nomor Tahun 2009
tentang pekerjaan kefarmasian, hal ini dapat menjadi suatu payung hukum bagi seorang
bidan dalam menangani pasien yaitu balita dan bayi dalam pemberian obat sesuai dengan buku
panduan MTBS dan MTBM dan sesuai dengan batasan kompetensi pengetahuan bidan tentang
obat.
Tanggung Jawab Bidan Dalam Menangani Balita Yang Menyebabkan Kematian
Maraknya kasus dugaan malpraktik belakangan ini, khususnya di bidang perawatan ibu dan
anak, menjadi peringatan dan sekaligus sebagai dorongan untuk lebih memperbaiki kualitas
pelayanan. Melaksanakan tugas dengan berpegangan pada janji profesi dan tekad untuk selalu
meningkatkan kualitas diri perlu dipelihara. Kerja sama yang melibatkan segenap tim pelayanan
kesehatan perlu dieratkan dengan kejelasan dalam wewenang dan fungsinya. Khusus berkenaan
dengan wewenang bidan diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
363/Men.Kes/Per/IX/1980 tentang Wewenang Bidan. Dari sudut hokum
profesi tenaga kesehatan dapat di minta pertangungjawaban berdasarkan hukum perdata,
hukum pidana, maupun hukum administrasi. Tanggung jawab dari segi hukum perdata
didasarkan pada ketentuan Pasal 1365 BW, atau kitab Undang-Undang Hukum Perdata15.
Apabila tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya melakukan tindakan yang
mengakibatkan kerugian pada pasien, maka tenaga kesehatan tersebut dapat digugat oleh pasien
atau keluarga yang merasa dirugikan itu berdasarkan pasal 1365 BW, yang berbunyi sebagai
berikut : 21 karena kesalahannya menerbitkan kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang
hatihati. Dari segi hukum pidana juga seorang tenaga kesehatan dapat dikenai ancaman Pasal 351
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ancaman pidana tersebut dikenakan kepada seseorang
(termasuk tenaga kesehatan) yang karena kelalaian atau kurang hati-hati menyebabkan orang lain
(pasien) cacat atau bahkan sampai meninggal dunia.
Bidan diberikan kewenangan melakukan pelayanan kesehatan sesuai kompetensinya.
Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
bidan yang telah terdaftar (teregister) yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau
rujukan. Pelayanan Kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, yang
diarahkan untuk mewujudkan kesehatan keluarga, sesuai dengan kewenangan dalam rangka
tercapainya keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Sasaran pelayanan kebidanan adalah individu,
keluarga, dan masyarakat yang meliputi upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan dan
pemulihan. Selain kewenangan tersebut, kewenagan bidan lainnya didapat dari pelimpahan
kewenangan, pelimpahan kewenangan bagi bidan menurut Pasal 22 Permenkes Ijin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan menyatakan bahwa selain kewenangan sebagaimana yang telah
dijelaskan sebelumnya, bidan memiliki kewenangan memberikan pelayanan berdasarkan
penugasan dari pemerintah sesuai kebutuhan; dan/atau pelimpahan wewenang melakukan
tindakan pelayanan kesehatan secara mandat dari dokter. Pelayanan kesehatan anak diberikan
pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak prasekolah. Dalam memberikan pelayanan
kesehatan anak
Bidan berwenang melakukan pelayanan neonatal esensial meliputi inisiasi menyusui dini,
pemotongan dan perawatan tali pusat, pemberian suntikan vitamin K1, pemberian imunisasi B0,
pemeriksaan fisik bayi baru lahir, pemantauan tanda bahaya, pemberian tanda identitas diri, dan
merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dalam kondisi stabil dan tepat waktu ke Fasilitas
Pelayanan Kesehatan yang lebih mampu.; Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan
perujukan meliputi penanganan awal asfiksia bayi baru lahir melalui pembersihan jalan nafas,
ventilasi tekanan positif, dan/atau kompresi jantung; penanganan awal hipotermia pada bayi baru
lahir dengan BBLR melalui penggunaan selimut atau fasilitasi dengan cara menghangatkan
tubuh bayi dengan metode kangguru; penanganan awal infeksi tali pusat dengan mengoleskan
alkohol atau povidon iodine serta menjaga luka tali pusat tetap bersih dan kering; dan
membersihkan dan pemberian salep mata pada bayi baru lahir dengan infeksi gonore (GO). Dan
pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, dan anak prasekolah meliputi kegiatan
penimbangan berat badan, pengukuran lingkar kepala, pengukuran tinggi badan, stimulasi
deteksi dini, dan intervensi dini peyimpangan tumbuh kembang balita dengan menggunakan
Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP).serta konseling dan penyuluhan meliputi
pemberian komunikasi, informasi, edukasi (KIE) kepada ibu dan keluarga tentang perawatan
bayi baru lahir, ASI eksklusif, tanda bahaya pada bayi baru lahir, pelayanan kesehatan,
imunisasi, gizi seimbang, PHBS, dan tumbuh kembang.
Menganalisa Perlindungan Hukum Bagi Bidan Tenaga kesehatan merupakan komponen
utama pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam rangka tercapainya tujuan
pembangunan kesehatan yang sesuai dengan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan oleh
konstitusi. Selaku komponen utama pemberi pelayanan kesehatan tentunya keberadaan, peran
dan tanggung jawab tenaga kesehatan sangatlah penting dalam kegiatan pembangunan kesehatan
serta terlindungi baik bagi tenaga kesehatan itu sendiri maupun bagi masyarakat yang menerima
pelayanan kesehatan tersebut tentu perlu pengaturan yang dituangkan dalam bentuk peraturan
perundangundangan. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 terdiri dari 22 bab dan 205 pasal,
dalam pasal 23 ayat (3) yang berbunyi17 : “Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan,
tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah”. Dalam pasal 23 diatas menjelaskan
tenaga kesehatan dalam melakukan pelayanan kesehatan serta tugasnya, tenaga kesehatan harus
memiliki izin baik berupa SIK (Surat Ijin Kerja) atau SIP (Surat Ijin Praktek) dari pemerintah.
Pasal 27 :
(1) Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
(2) Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban mengembangkan dan
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.

Keberadaan bidan di Indonesia sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan


kesejahteraan ibu dan janinnya, salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah
mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang membutuhkannya. Pada tahun 1993
WHO merekomendasikan agar bidan di bekali pengetahuan dan keterampilan penanganan
kegawatdaruratan kebidanan yang relevan. Untuk itu pada tahun 1996 Depkes telah menerbitkan
Permenkes No. 572/PER/Menkes/VI/96 yang memberikan 17 Undang-Undang No 36 tentang
Sumber Daya Bidang Kesehatan tahun 2009. wewenang dan perlindugan bagi bidan dalam
melaksanakan tindakan penyelamatan jiwa ibu dan bayi baru lahir. Kegawatan suatu yang
menimpa seseorang yang dapat menimbulkan proses mengancam jiwa, dalam arti pertolongan
tepat, cermat dan cepat bila tidak dapat menyebabkan seseorang meninggal atau cacat (seri
PPGD/GELS, Materi Teknis Medis Standar Depkes 2003).
Sejak tahun 2000 Kementerian Kesehatan RI telah mengembangkan konsep Sistem
Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) memadukan penanganan gawat darurat mulai
dari tingkat pra rumah sakit sampai tingkat rumah sakit dan rujukan antara rumah sakit dengan
pendekatan lintas progam dan multisektoral. Penanggulangan gawat darurat menekan respon
cepat dan tepat dengan prinsip Time Saving is Life and Limb Saving. Public Safety Care (PSC)
sebagai ujung tombak safe community adalah sarana public/masyarakat yang merupakan
perpaduan dari dari unsur pengamanan (kepolisian) dan unsur penyelamatan. PSC merupakan
penanganan pertama kegawatdaruratan yang membantu memperbaiki pelayanan pra RS untuk
menjamin respons cepat dan tepat untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan.
Undang-undang penanggulangan bencana Nomor 24 tahun 2007 dalam Bab I Tentang
ketentuan umum pasal 1 ayat (10), 18 ”Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang
ditimbulkan yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
kebutuhan dasar, perlindungan pengurusan pengungsi, serta pemulihan sarana dan pra sarana”.
Undang-undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 Pasal 32 :
(1) Dalam keadaan darurat fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta
wajib memberikan pelyanaan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan
kecacatan terlebih dahulu.
(2) Dalam keadaan darurat fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta
dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka.
Profesi kesehatan (tenaga kesehatan) seperti perawat, bidan dan dokter dan profesi
lainnya mempunyai tanggung jawab moral untuk memberikan pertolongan pada kasus kasus
kegawat daruratan dan bencana, yang disebut Tenaga Kesehatan dalam Undang-undang
Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Bab I 18 Undang-Undang Nomor 24 tentang Penanggulangan
Bencana Tahun 2007. Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (6)19 : “Setiap orang yang mengabdikan
diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan”. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 36
Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan bidan adalah termasuk sebagai tenaga keperawatan.
Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001 Tentang Registrasi dan Praktik
Keperawatan, pasal 20 ayat (1)20: “Dalam darurat yang mengancam jiwa seseorang/pasien,
perawat berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangannya sebagaimana
yang dimaksud dalam pasal 15”. Pelayanan dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) ditujukan untuk penyelamatan jiwa. Dalam perkembangan hukum kesehatan saat ini
muncul juga wacara mediasi penal sebagai bentuk perlindungan terhadap tenaga kesehatan. 21

 Kesimpulan
1. Permenkes No. 28 tahun 2017 tentang penyelenggaraan praktik kebidanan kedudukannya
berada lebih tinggi dari Peraturan Pemerintah No. 51 Nomor Tahun 2009 tentang pekerjaan
kefarmasian, hal ini dapat menjadi suatu payung hukum bagi seorang bidan dalam
menangani pasien yaitu balita dan bayi dalam pemberian obat sesuai dengan buku panduan
MTBS dan MTBM dan sesuai dengan batasan kompetensi pengetahuan bidan tentang obat.
2. Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (6)
Pasal ini mempertegas bahwa petugas kesehatan wajib melakukan upaya kesehatan termasuk
dalam pelayanan gawat darurat yang terjadi baik dalam pelayanan sehari-hari maupun dalam
keadaan bencana. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 terdiri dari 22 bab dan 205 pasal
27, tenaga kesehatan berhak mendapatkan perlindungan hukum apabila pasien sebagai

LATIHAN SOAL :
1. Jelaskan peran bidan didalam masyarakat berdasarkan peran bidan sebagai :
a. Pelaksana
b. Pengelola
c. Pendidik
d. Peneliti
2. Jelaskan fungsi bidan sesuai dengan peran dan fungsinya sebagai :
a. Pelaksana
b. Pengelola
c. Pendidik
d. Peneliti
3. Jelaskan hal-hal apa saja yang menjadi tanggung jawab seorang bidan dalam melayani
masyarakat !
4. Bagaimana Peran Bidan menurut Permenkes Nomor 53 tahun2014 ?
5. Bagaimana Tanggung Jawab Bidan Dalam Menangani Pasien Non Kebidanan Di Kaitkan
Dengan MTBS Dan MTBM?

REFERENSI
1. Asrinah, Shinta Siswoyo, Dewie, Irna Syamrotul, Dian Nirmala. Konsep kebidanan.
Yogyakarta : Graha Ilmu. 2010. P. 31-42.
2. Sari, Rury Narulita. Konsep kebidanan. Yogyakarta : Graha Ilmu. 2012. P. 115-21.
3. Hidayat, Asri. Catatan kuliah konsep kebidanan plus materi bidan delima. Yogyakarta :
Mitra Cendekia Press. 2009. P. 71-81.
4. Sri Lestari Ningsih; A. Widanti S dan Suwandi Sawandi.2018. Peran Bidan Dalam
Pelaksanaan Permenkes Nomor 53 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Neonatal
Pada Bayi Baru Lahir Di Puskesmas Kaleroang Sulawesi Tengah. SOEPRA Jurnal
Hukum Kesehatan ISSN: 2548‐818X (media online) Vol. 4 No. 1.
http://journal.unika.ac.id/index.php/shk
5. Iqbal Mubarak, dkk, 2008,Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan Apikasi, Gresik:
Salema Medika, Hal. 10
6. Purwoastuti, 2015, Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana, Yogyakarta: Pustaka
Baru, Hal. 4-5
7. Muchtar, 2016, Etika Profesi dan Hukum Kesehatan, Yogyakarta: Pustaka Baru Press,
2016, Hal. 14
8. Rita Yulifah, dkk, 2014, Konsep Kebidanan, Jakarta: penerbit salemba medika,
2014, Hal.11
9. Marni, 2010, Etika Profesi Bidan, Yogyakarta: Pustaka Pustaka Pelajar, Hal. 14
10. Marni, 2014, Asuhan Neonatus Bayi Balita dan Anak Prasekolah, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, Hal. 2 7
11. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011, Buku Saku Mellennium Development
Goals (MDG’s) di Bidang Kesehatan 2011‐2015, Biro Perencanaan dan Angggaran
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
12. Ahmadi Rulam, 2014, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Ar‐Ruzz Media.
13. Bambang Sunggono, 2007, Metode Penelitian Hukum, Jakarta Rajagrafindo Persada.
14. Hendersen Cristine dan Jones Kathleen, 2006, Essential Midwifery diterjemahkan oleh
Ria Anjarwati et ael, EGC, Jakarta
15. Mukti Fajar, 2010,Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Cetakan 1,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
16. Muchsan, 1992, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan
Peradilan Tata Usaha Negara, Yogyakarta: Liberti.
17. Purwoastuti, 2015, Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana, Yogyakarta: Pustaka
Baru.
18. Rita Yulifah,dkk, 2014, Konsep Kebidanan, Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
19. Ridwan,2008,Metode dan Tehnik Menyusun Tesis, Bandung: Alfabeta. Ronny Hanitijo
20. Soemitro, 1994, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta: Ghalia Indonesia.
21. Sanusi Hamid, 2014, Manajemen Sumber Daya Manusia Lanjutan, Yogyakarta:
Deepublish.
22. Anggraeni .2018. Tanggung jawab bidan dalam menangani pasien non kebidanan di
kaitkan dengan manajemen terpadu balita sakit dan manajemen terpadu bayi muda. Vol
10. No 2 ISSN 1979-4940/issn-e 2477-0124 https://ojs.uniska-
bjm.ac.id/index.php/aldli/article/view/1365/1150
23. Putri Andanawarih, Ida Baroroh Peran Bidan Sebagai Fasilitator Pelaksanaan Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4k) Di Wilayah Puskesmas
Kabupaten Pekalongan Jurnal Siklus Volume 7 Nomor 1 Januari 2018 p-ISSN:2089-6778
e-ISSN:2549-5054
http://www.ejournal.poltektegal.ac.id/index.php/siklus/article/view/743/613
24. Lestari Handayani, N.A. Ma’ruf , Evie. Peran Tenaga Kesehatan Sebagai Pelaksana
Pelayanan Pelayanan Kesehatan Puskesmas Sopacua.Pusat Penelitian dan Pengembangan
Sistem dan Kebijakan Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan –
Departemen Kesehatan RI. https://www.neliti.com/publications/21298/peran-tenaga-
kesehatan-sebagai-pelaksana-pelayanan-kesehatan-puskesmas
25. Lestari Puji Astuti, Dita Wasthu Prasida, Putri Kusuma Wardhani. Peran Dan Fungsi
Bidan Dalam Pelaksanaan Informed Consent Pada Kegawat Daruratan Obstetri Di
Puskesmas.http://ejurnal.stikeseub.ac.id/index.php/jkeb/article/view/313

Anda mungkin juga menyukai