Anda di halaman 1dari 3

1.

Seorang bayi yang masih dalam kandungan ibunya dapat dianggap telah dilahirkan
bilamana kepentingan si anak menghendakinya, misalnya untuk menjadi ahli waris.
Sebaliknya, ia dianggap tidak pernah ada jika meninggal ketika dilahirkan (lahir mati). Jika
ditinjau berdasarkan persfektif subjek hukum :

a. Jelaskan pendapat Anda jika si Anak dilahirkan hidup dan kedudukannya dalam Hukum.

Jawab:

Pendapat saya adalah Keadaan anak dalam kandungan sebagaimana disebutkan dalam Pasal
2KUHPerdata menurut Pasal 836 sebagai keadaan telah dianggap sudah ada danmemiliki
hak untuk mewarisi pada saat warisan tersebut dibuka (dibagi). Sebagaikonsekuensi dari
istilah “sudah dianggap dilahirkan” yang berarti memenuhisyarat “harus sudah ada”, maka
anak dalam kandungan berhak menerima warisan yang sama dengan anggota keluarga yang
sah lainnya sebagaimana telahditentukan dalam KUHPerdata.

Jika anak terlahir hidup maka si Anak berhak mendapatkan bagian dai harta warisan dan
memiliki kedudukan kan juat dimata hukum, karena sudah di atur dalam undang undang
KUHPerdata.

b. Jelaskan pendapat Anda jika Anak telah berumur dewasa dan dipandang cakap bertindak
dalam hukum.

Jawaban :

Jika anak sudah dewasa dan sudah di anggap cakap untuk bertidak secara hukum, si Anak
tersebut bisa terlebih dahulu mempertimbangkan apa yang harus dia putuskan karena,
Kedudukan Ahli waris menurut Hukum Perdata, yakni: ahli waris diberi hak untuk berpikir
lebih dulu untuk dapat menyelidiki keadaan warisan. Cara untuk mempergunakan hak
berpikir, dengan memberi pernyataan kepada Pengadilan Negeri Setempat. Setelah itu
seorang ahli waris dapat menentukan sikapnya. Di dalam menentukan sikap, ada tiga
kemungkinan: menerima warisan secara murni, menerima secara benefisier, atau dengan hak
istimewa untuk mengadakan pencatatan harta warisan, dan menolak warisan.

2. Penerapan Asas konsensualisme jual beli tanah yang dilaksanakan tanpa akta jual beli
PPAT dilakukan di Kota Gorontalo, transaksi jual beli tersebut tetap dinyatakan sah karena
jual beli terjadi atas adanya kesepakatan antara kedua belah pihak dan para pihak telah cakap
menurut hukum dimana kesepakatan itu terkait perihal jual beli (hal tertentu) dan hak atas
tanah dan bangunan tersebut adalah benar milik pihak penjual. Hal ini telah sesuai dengan
ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian
diperlukan empat syarat : (a) sepakat mereka yang mengikatka diri; (b) kecakapan untuk
membuat suatu perjanjian; (c) suatu hal tertentu; (d) suatu sebab yang halal.

a. Coba Anda analisis tentang asas konsensualisme dalam kasus jual beli pada kasus
tersebut.
Jawaban :

Analisis saya adalah Bahwa Penerapan Asas konsensualisme jual beli tanah yang
dilakukan tanpa akta jual beli PPAT di Kota Gorontalo tetap adalah sah, karena jual
beli tersebut terjadi karena adanya kesepakatan antara kedua belah pihak, dan yang
paling penting adalah tanah yang diperjual belikan tersebut memang milik si penjual
dengan di buktikan oleh saksi-saksi yang ada. Dan sepwrti yang di bahas pada kasus
tersebut bahwa hal tersebut di anggap sah karena telah sesuai dengan ketentuan Pasal
1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian
diperlukan empat syarat :
a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri;
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
c. Suatu hal tertentu;
d. Suatu sebab yang halal.
Dan semua syarat tersebut sudah terpenuhi, maka Asas konsensualisme walaupun
dilakukan tanpa adanya akta jual beli.

b. Jelaskan faktor apa yang menjadi penghambat penerapan asas konsensualisme pada
kasus jual beli diatas.

Jawab:
Faktor yang mempengaruhi penerapan asas konsensualisme jual beli tanah yang
dilakukan tanpa akta jual beli PPAT Kota Gorontalo bisa jadi disebabkan oleh
kurangnya kesadaran hukum masyarakat dan dimana Masyarakat masih kurang
mendapatkan penyuluhan-penyuluhan tentang
fungsi dari akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan
memberikan informasi tentang biaya-biaya yang harus dikeluarkan dalam melakukan
pendaftaran tanah karena pemindahan hak atas tanah (jual-beli). Dan kurangnya
kesadaran sendiri dari seluruh masyarakat untuk melaksanakan pendaftaran tanahnya
yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran Tanah untuk mendapatkan kepastian hukum.

Anda mungkin juga menyukai