Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan perilaku impulsif, sulit


memusatkan perhatian dan hiperaktif yang biasanya terjadi pada anak-anak. Angka
prevalensi ADHD di dunia sebesar 2% sampai 9,5% dari semua anak usia sekolah. 1
Angka kejadiannya di Amerika Serikat pada anak di usia sekolah dasar berkisar
antara 2% hingga 20%, sedangkan pada anak sekolah dasar prapubertas berkisar
antara 3% sampai 7%.1,2 Penelitian yang dilakukan di Inggris angka kejadian ADHD
hanya sebanyak 0,5% hingga 1%. Di Taiwan angka kasus ADHD berkisar antara 5-
10% dari seluruh anak usia sekolah.1,2

Poli jiwa anak dan remaja di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo mencatat
pada tahun 2003, terdapat 51 anak yang didiagnosis ADHD dari 215 anak sekolah
dasar yang datang.1 Sedangkan menurut Saputro (2005) di Indonesia, populasi anak
Sekolah Dasar yang menderita ADHD adalah 16,3% dari total populasi yaitu 25,85
juta anak. Berdasarkan data tersebut diperkirakan tambahan kasus baru ADHD
sebanyak 9000 kasus. Sebagian besar orang tua ataupun guru masih menganggap
anak dengan gangguan tersebut sebagai anak nakal atau malas. Padahal anak dengan
gangguan tersebut apabila tidak mendapat pertolongan yang tepat, akan mengalami
kesulitan belajar, prestasi belajar buruk, gagal sekolah, tingkah lakunya menganggu,
sikapnya tampak sulit diterima oleh lingkungannya dan bahkan cenderung tidak
disukai oleh orang tua ataupun guru.3

Gejala ADHD biasanya telah terjadi sebelum usia anak 7 tahun. Namun, baru
terlihat setelah anak menempuh pendidikan formal. ADHD merupakan gangguan
yang memiliki manifestasi klinis beragam. Penting untuk mengetahui, mendiagnosis
dan mengatasi keadaan ini dengan segera, untuk menghindari stigmatisasi anak
sebagai anak yang nakal atau bodoh. Masalah – masalah yang dapat menimbulkan
masalah di sekolah dan tempat lain, biasanya diakibatkan tidak ada atensi,
hiperakivitas dan impulsitas, sehingga mengganggu fungsi secara sosial, akademik
dan aktivitas ekstrakulikuler yang seharusnya sesuai perkembangannya.1,2

1
Hingga saat ini, belum ada suatu jenis terapi yang diakui dapat mengatasi
ADHD secara total. Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan,
penatalaksanaan ADHD yang terbaik jika dilakukan secara komprehensif atau secara
keseluruhan. Tatalaksana pasien ADHD meliputi tatalaksana secara biologi seperti
terapi farmakologi, selain itu dilakukan juga terapi psikososial seperti modifikasi
perilaku, terapi pelatihan kognitif dan perilaku, daan dapat juga dilakukan pelatihan
keterampilan sosial.1,2,4

B. Batasan Masalah
Referat ini membahas tentang penatalaksanaan Attention Deficit Hyperactivity
Disorder (ADHD) baik secara terapi biologik maupun terapi psikososial.

C. Tujuan
1. Sebagai referensi untuk menambah sumber bacaan mengenai
penatalaksanaan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).

2. Sebagai pembelajaran untuk penatalaksanaan Attention Deficit


Hyperactivity Disorder (ADHD).

BAB II

2
TINJAUAN PUSTAKA
ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD)

A. Definisi

Anak dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan pola


perilaku anak yang impulsif, sulit memusatkan perhatian dan hiperaktif yang terjadi
lebih sering, lebih berat dan lebih persisten bila dibandingkan anak seusianya dengan
tingkat perkembangan yang serupa.1,2,3,4 Anak dengan ADHD memiliki ambang
toleransi frustasi yang rendah, disorganisasai dan perilaku agresif. Kondisi tersebut
menimbulkan penderitaan dalam aktivitas sehari- hari pasien, seperti berteman
dengan teman- temannya, berinteraksi dengan keluarga, sehingga dapat mengganggu
kesiapan anak untuk belajar dan mengganggu prestasi belajar anak yang akan
membuat penurunan kualitas hidup.1,2,4

Gejala ADHD timbul sebelum usia 7 tahun, biasanya gejala ini baru tampak
jika anak sudah masuk ke sekolah formal (5 - 15 tahun) yang mengharuskan anak
tersebut berinteraksi dengan teman sebayanya dan mampu mengontrol perilaku
mereka sehari- hari di sekolah. Biasanya guru memberikan stigma nakal dan bodoh
pada anak tersebut, tidak bisa diam, mengganggu teman, berbicara saat pelajaran
masih berlangsung. 1,2,3,4

B. Etiopatofisiologi

Penyebab ADHD telah banyak diteliti dan dipelajari, namun belum ada penyebab
pasti yang dapat dijadikan penyebab ADHD.1,2,5 Berbagai teori seperti, faktor
genetika, faktor kerusakan otak, faktor neurokimiawi dan faktor psikososial.
Terdapat beberapa hal yang diduga menjadi penyebab terjadinya ADHD, secara
umum karena ketidakseimbangan kimiawi atau kekurangan zat kimia tertentu di otak
yang berfungsi untuk mengatur perhatian dan aktivitas. Beberapa penelitian
menunjukan adanya kecenderungan faktor keturunan (herediter) tetapi banyak pula
penelitian yang menyebutkan bahwa faktor-faktor sosial dan lingkunganlah yang
lebih berperan.2,5

1. Faktor Genetik

3
Gangguan ini seringkali ditemukan bersamaan dengan beberapa anggota
keluarga yang sama. Saudara kandung dari anak ADHD mempunyai resiko 5
sampai 7 kali kemungkinan menderita ADHD juga. Sedangkan orangtua yang
menderita ADHD memiliki kemungkinan 50% menurunkan kepada
anaknya.1,2,5

2. Faktor Kerusakan Otak

Disebutkan bahwa beberapa anak yang menderita ADHD memiliki kerusakan


ringan pada sistem saraf pusat dan perkembangan otak selama masa periode
janin dan perinatal. Kerusakan ini diduga disebabkan oleh gangguan
sirkulasi, toksik, metabolik, mekanik atau fisik pada otak.2 Rapoport dkk
dalam penelitiannya menyebutkan bahwa anak dengan ADHD mengalami
pengecilan lobus prefrontal kanan, nukleus kaudatus kanan, globus palidus
kanan serta pada vermis.1

Lobus prefrontal terlibat dalam proses editing perilaku, mengurangi


distraktibilitas, membantu kesadaran diri dan waktu seseorang. Nukleus
kaudatus dan globs palidus menghambat respon otomatis yang datang pada
bagian otak, sehingga koordinasi rangsangan tersebut tetap optimal.2

Gambar 1. Dopamin di Otak

3. Faktor Neurokimia

4
Pada pasien ADHD diperkirakan terjadi mutasi gen, sehingga terjadi
peningkatan ambilan kembali dopamin ke dalam sel neuron di sitem limbik
dan lobus prefrontal akibat perubahan aktivitas Dopamine Transporter
Gene.1,2

4. Faktor Psikososial

ADHD dipengaruhi kemunculan dan keterlanjutannya bisa karena peristiwa


siklik yang memberikan stress, gangguan keseimbangan keluarga.1,2

C. Manifestasi Klinis

Akibat adanya perubahan dalam Dopamine Transporter Gene, maka anak dengan
ADHD akan mengalami beberapa kondisi berikut :

1. Gangguan dalam nonverbal working memory, dapat berupa

a. Kehilangan rasa kesadaran tentang waktu,

b. Ketidakmampuan untuk menympan informasi di dalam otaknya,

c. Persepsi yang tidak sesuai terhadap suatu objek atau kejadian,

d. Perencanaan dan pertimbangan yang buruk.

2. Gangguan dalm internalisation of self directed speech, berupa:

a. Kesulitan mengikuti peraturan yang berlaku,

b. Tidak disiplin,

c. Self guidance dan self questioning yang buruk.

Gangguan dalam regulasi, motivasi dan tingkat ambang kesadaran diri yang
buruk, berupa :

a. Kesulitan dalam mensensor semua bentuk reaksi emosi, ambang


toleransi terhadap frustasi yang rendah,

b. Hilangnya regulasi diri dalam bidang motivasi dan dorongan


kehendak.

3. Gangguan dalam kemampuan merekonstruksi berbagai perilaku yang sudah


diobservasi dalam usaha untuk membangun suatu bentuk perilaku baru untuk
mencapai tujuan dari suatu kegiatan yang sudah ditargetkan, yang ditunjukan
dalam bentuk:

5
a. Keterbatasan untuk menganalisa perilaku – perilaku dan
mengsisntesanya ke dalam bentuk yang baru,

b. Ketidakmampuan untuk menyelesaikan persoalan sesuai dengan taraf


usianya.1,2

D. Diagnosis

Diagnosis ADHD dapat dilakukan berdasarkan pedoman yang di keluarkan oleh


American Psychiatric Association, yang menerapkan kriteria untuk menentukan
gangguan pemusatan perhatian dengan mengacu kepada DSM IV (Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders.2,5

A I . Kurang Perhatian

Pada kriteria ini, anak ADHD paling sedikit mengalami enam atau lebih dari gejala-
gejala berikutnya, dan berlangsung selama paling sedikit 6 bulan sampai suatu tingkatan
yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan.

a) Seringkali gagal memerhatikan baik-baik terhadap sesuatu yang detail atau


membuat kesalahan yang sembrono dalam pekerjaan sekolah clan kegiatan -
kegiatan lainnya,

b) Seringkali mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian terhadap tugas-


tugas atau kegiatan bermain,

c) Seringkali tidak mendengarkan jika diajak bicara secara langsung,

d) Seringkali tidak mengikuti baik-baik instruksi dan gagal dalam menyelesaikan


pekerjaan sekolah, pekerjaan,atau tugas di tempat kerja (bukan disebabkan
karena perilaku melawan atau kegagalan untuk mengerti instruksi),

e) Seringkali mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas dan kegiatan,

f) Seringkali kehilangan barang benda penting untuk tugas-tugas clan kegiatan,


misalnya kehilangan permainan;kehilangan tugas sekolah;kehilangan pensil,
buku, dan alat tulis lain,

g) Seringkali menghindari, tidak menyukai atau enggan untuk melaksanakan


tugas-tugas yang membutuhkan usaha mental yang didukung, seperti
menyelesaikan pekerjaan sekolah atau pekerjaan rumah,

h) Seringkali bingung/terganggu oleh rangsangan dari luar, dan

i) Seringkali cepat lupa dalam menyelesaikan kegiatan sehari-hari.

6
A2. Hiperaktivitas Impulsifitas

Paling sedikit enam atau lebih dari gejala-gejala hiperaktivitas impulsifitas berikutnya
bertahan selama paling sedikit 6 bulan sampai dengan tingkatan yang maladaptif dan
tidak dengan tingkat perkembangan.

Hiperaktivitas

a) Seringkali gelisah dengan tangan atau kaki mereka, dan sering menggeliat di
kursi,

b) Sering meninggalkan tempat duduk di dalam kelas atau dalam situasi lainnya di
mana diharapkan agar anak tetap duduk,

c) Sering berlarian atau naik-naik secara berlebihan dalam situasi di mana hal ini
tidak tepat. (Pada masa remaja atau dewasa terbatas pada perasaan gelisah yang
subjektif),

d) Sering mengalami kesulitan dalam bermain atau terlibat dalam kegiatan


senggang secara tenang,

e) Sering 'bergerak' atau bertindak seolah-olah 'dikendalikan oleh motor', dan


sering berbicara berlebihan.

Impulsivitas

a) Mereka sering memberi jawaban sebelum pertanyaan selesai.

b) Mereka sering mengalami kesulitan menanti giliran.

c) Mereka sering menginterupsi atau mengganggu orang lain, misalnya rnemotong


pembicaraan atau permainan.

B. Beberapa gejala hiperaktivitas impulsifitas atau kurang perhatian yang menyebabkan


gangguan muncul sebelum anak berusia 7 tahun.

C. Ada suatu gangguan di dua atau lebih seting/situasi.

D. Harus ada gangguan yang secara klinis, signifikan di dalam fungsi sosia!, akademik,
atau pekerjaan.

E. Gejala-gejala tidak terjadi selama berlakunya PDD, skizofrenia, atau gangguan


psikotik lainnya, dan tidak dijelaskan dengan lebih baik oleh gangguan mental
lainnya.2,5

7
Kesulitan diagnosis biasanya dialami pada pasien dengan gejala yang muncul
sebelum usia 3 tahun. Sulit membedakan ADHD dengan gangguan perkembangan
pervasif seperti autis. Kita dapat membedakannya dengan mengetahui gejala yang
diamali pasien. Berikut adalah pedoman diagnosis autisme pada anak menurut PPDGJ
III.1,2,4

1. Gangguan perkembangan pervasif yang ditandai oleh adanya kelainan dan atau
hendaya perkembangan yang muncul sebelum usia 3 tahun, dan dengan ciri
kelainan fungsi dalam 3 bidang, yaitu interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku
yang terbatas dan berulang.

2. Biasanya tidak jelas ada periode perkembangan yang normal sebelumnya, tetapi
bila ada, kelainan perkembangan sudah menjadi jelas sebelum usia 3 tahun,
sehingga diagnosis sudah dapat ditegakkan. Tetapi gejala – gejalanya dapat
didiagnosis pada semua kelompok umur.

3. Selalu ada hendaya kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Berbentuk
apresiasi yang tidak adekuat terhadap isyarat sosio-emosional, yang tampak
sebagai kurangnya respon terhadap emosi orang lain atau kurangnya modulasi
perilaku dalam konteks sosial, yaitu buruk dalam menggunakan isyarat sosial
dan integrasi yang lemah dalam perilaku sosial, emosional dan komunikatif dan
khususnya kurangnya respon timbal balik sosio-emosional.

4. Terdapat hendaya kualitatif dalam komunikasi. Kurangnya penggunaan


keterampilan bahasa yang dimiliki dalam hubungan sosial, hendaya dalam
permainan imaginatif dan imitasi sosial, keserasian buruk dan kurangnya timbal
balik dalam percakapan, buruknya keluwesan dalam berbahasa, ekspresif dan
kreativitas dan fantasi dalam proses pikir yang relatif kurang, kurangnya respon
emosional terhadap ungkapan verbal dan nonverbal orang lain, hendaya dalam
menggunakan variasi irama atau penekanan sebagai modulasi komunikatif,
kurangnya isyarat tubuh untuk menekankan atau memberi arti tambahan dalam
komunikasi lisan.

5. Pola perilaku minat yang terbatas, berulang dan streotipik. Kecenderungan untuk
bersikap kaku dan rutin dalam berbagai aspek kehidupan sehari – hari. Ini
biasanya berlaku untuk kegiatan baru dan kebiasaan sehari – hari serta pola
bermain. Terutama pada masa kanak – kanak dini, dapat terjadi kelekatan yang
khas terhadap benda – benda yang aneh, khususnya benda yang tidak lunak.

8
Anak dapat memaksakan suatu kegiatan rutin dalam ritual yang sebetulnyya
tidak perlu, dapat terjadi preokupasi yang streotipik pada suatu minat seperti
tanggal atau jadwal, sering terdapat streotipi motorik, sering menunjukan minat
khusus terhadap segi – segi nonfungsional dar benda – benda ( misal bau dan
rasanya), terdapat penolakan terhadap perubahan rutinitas atau dalam detail dari
lingkungan hidup pribadi ( misal perpindahan lemari ).

6. Semua tingkatan IQ dapat ditemukan dalam hubungannya dengan autisme,


terdapat tiga perempat kasus yang terdapat retardasi mental. 6

BAB III
PEMBAHASAN
TATALAKSANA ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD)

9
A. Tatalaksanaa
Sampai saat ini belum ada satu penatalaksanaan yang dapat mengatasi masalah
gangguan ADHD ini secara tuntas. Beberapa referensi menyebutkan bahwa
penatalaksanaannya bersifat komprehensif atau menyeluruh. Pendekatan tatalaksana
ADHD yang digunakan bersifat Multimodal Treatmen Approach (MTA), yaitu anak
ADHD tidak hanya mendapatkan terapi obat, namun juga terapi psikososial seperti
terapi perilaku, terapi kognitif perilaku, dan latihan keterampilan sosial. Selain itu
dilakukan juga psikoedukasi kepada orangtua dan guru maupun pengasuh yang
sehari – hari banyak bertemu dengan anak yang menderita ADHD.1,4,7

Tujuan terapi ADHD meliputi perbaikan pola perilaku dan sikap anak dalam
menjalankan fungsinya sehari – hari dengan memperbaiki fungsi kontrol diri
sehingga anak mampu memenuhi tugas dan tanggung jawab seoptimal mungkin
sebagaimana anak seusianya. Selain itu, juga untuk memperbaiki pola adaptasi dan
penyesuaian sosial anak sehingga terbentuk suatu kemampuan adaptasi yang lebih
baik, matur sesuai tingkat perkembangan anak.1

1. Terapi Farmakologis

a. Golongan Psikostimultan

Terapi farmakologis yang menjadi pilihan utama pada pasien ADHD


adalah golongan psikostimultan. Ada tiga golongan obat yang dapat
digunakan yaitu metilfenidat, Deksamfetamin, Pamolin. Paling
banyak digunakan di Indonesia, golongan Metilfenidat yang
efektivitasnya dalam mengurangi gejala ADHD sebesar 60% sampai
70%. 1,2,4,8 Psikostimulan menstimuli area yang mengalami penurunan
aktivasi hingga dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi. Ternyata
efek methylphenidate sangat baik terhadap anak ADHD dimana anak
ADHD terjadi hipofungsi dopamin dan adrenalin di sinaps,14
sedangkan methylphenidate bekerja untuk menghambat reuptake
dopamin dan noradrenalin kembali ke sel syaraf. Efek
methylphenidate menstimulasi korteks serebral dan struktur sub
kortikal.1,8

10
Banyak laporan dari orangtua yang mengeluhkan efek samping
dari obat ini. Efek samping yang dapat ditimbulkan adalah penarikan
diri dari lingkungan sosial, overfokus, letargi, agitasi, iritabel, mudah
menangis, cemas, sulit tidur, penurunan nafsu makan, sakit kepala
yang tidak ada sebelumnya. Biasanya efek samping akan timbul pada
penggunaan obat pertama kali atau dosis yang terlalu besar. Maka
efek samping dapat menjadi indikator penggunaan dosis yang terlalu
besar.1

b. Golongan Non-Psikostimultan

Golongan obat nonstimultan yang biasa digunakan adalah golongan


Atomoxetine. Atomoxetine merupakan golongan selektive
norephinephrine reuptake inhibitor. Obat ini mampu mengurangi
gejala ADHD dengan mengurangi perilaku oposisional dan defiansi
serta membantu menurunkan level ansietas. Atomoxetine memiliki
efek panjang seperti obat stimultan, sehingga efek terapeutiknya sama
saja. Efek terapeutik maksimalnya baru akan tampak setelah 6
minggu digunakan. Setelah efek maksimal dicapai, dosis dapat
diturunkan sedikit demi sedikit.Efek samping yang dapat ditimbulkan
oleh Atomoxetine berupa sakit perut, berat badan turun karena nafsu
makan yang turun, nausea, mual, muntah, pusing, mulut kering,
agitasi, dan iritabilitas.8

Selain itu anak dengan ADHD juga dapat diberikan obat


golongan antidepresan. Obat ini bekerja sebagai inhibitor
metabolisme dopamin dan norepinefrin dandapat juga golongan
serotonin specific reuptake inhibitor misalnya fluxetine. Obat ini
mampu membantu mengurangi gejala ADHD, walaupun tidak
seefektif psikostimultan.1,2,8

Antipsikotik atipikal seperti risperidone juga dapat digunakan


untuk mengurangi gejala hiperaktivitas dan agresivitas anak dengan
ADHD. Walaupun belum banyak penelitian yang menunjukkan
buktinya. 1

Tabel 1. Tatalaksana Farmakologis ADHD8

11
2. Terapi Psikososial

a. Pelatihan keterampilan sosial bagi anak ADHD

Anak dengan ADHD memiliki ggejala agresivitas dan impulsitas


sehingga tidak dapat menjalin relasi yang optimal dengan teman
sebayanya. Dampaknya, anak ini sering dikucilkan oleh teman
sebayanya dan kesulitan mencari teman baru. Tanpa sadar lingkungan
telah memberikan label negatif terhadap anak tersebut seperti nakal
atau bodoh. Oleh karena itu, diperlukan pelatihan keterampilan bagi
anak ini, dengan harapan ia akan mengerti norma – norma sosial yang
berlaku dan berperilaku serta bereaksi sesuai norma.1

b. Edukasi bagi orangtua dan guru

12
Banyak orangtua yang belum mengerti tentang gangguan ADHD,
sehingga membuat mereka ragu untuk mendiagnosis dan menterapi
anaknya. Untuk itu, perlu dilakukan modifikasi perilaku pada
orangtua anak dengan ADHD ini.1

c. Modifikasi perilaku

Menggunakan prinsip Antecedents Behaviour and Consequences


(ABC) . Antecedents yaitu semua bentuk sikap, perilaku dan kondisi
sebelum anak melakukan perilaku tertentu, misalnya cara orangtua
menginstruksikan pada anak. Behaviour adalah perilaku yang
ditampilkan anak. Consequences adalah reaksi orangtua setelah anak
melakukan sesuatu.1

Modifikasi perilaku anak dapat dilakukan sesegera mungkin


setelah anak didiagnosis menderita ADHD, untuk mengurami masalah
anak. Contoh terapi perilaku yang dapat digunakan seperti :
-
Ciptakan rutinitas, berusaha untuk mengikuti jadwal yang sama
setiap hari dari bangun tidur hingga tidur lagi,
-
Menata Rumah, letakkan perlengkapan sekolah, sepatu, baju
dan mainan di tempat yang sama setiap hari, sehingga ia tidak
pernah merasa kehilangan.
-
Jauhkan gangguan, matikan tv, radio, komputer ketika anak
sedang belajar.
-
Mempersempit pilihan, misalnya hanya memberi pilihan antara
dua benda saja, sehingga anak tidak teroverstimulasi.
-
Menerapkan tujuan perilaku dan penghargaan, gunakan sebuah
papan tulis tentang list goal yang akan dilakukan oleh anak dan
berikan penghargaan jika ia sudah melaksanakannya.
-
Disiplin, tidak dengan membentak, tetapi dengan memberikan
hukuman yang baik jika anak melakukan perilaku yang tidak
baik.

13
-
Membantu anak menemukan bakat atau talenta mereka,
temukan minat dan bakat anak – anak, misalnya musik, olahraga
dan lain – lain.9

d. Edukasi dan pelatihan pada guru

Peran guru sangat penting, karena biasanya masalah terbesar anak


dengan ADHD adalah pada bidang akademis. Kita harus mengedukasi
guru untuk menghindari pandangan negatif terhadap anak ADHD.
Harus perlu diingat untuk menghindari stigmatisasi anak ADHD
seperyi anak nakal, anak bodoh atau anak malas.1

e. Dukungan kelompok dan keluarga

Penelitian menyebutkan bahwa dukungan orangtua dan kelompok


yang lebih nyaman akan membuat anak secara terbuka
mengemukakan masalah mereka serta lebih mudah mengekspresikan
apa yang mereka rasakan. Dengan cara seperti ini mereka akan
mendapatkan dukungan emosional untuk menjadi lebih baik.1

3. Diet atau Nutrisi

Diet yang baik sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan


kesehatan anak. Nutrisi yang tepat, termasuk berbagai vitamin, mineral, asam
amino, dan asam lemak esensial (EFA), terutama sangat diperlukan pada
tahun – tahun pertama kehidupan demi mendukung perkembangan otak dan
mencegah gangguan neurologis. Pada anak – anak, kurangya komponen
makanan seperti protein dan kurangnya kalori dapat mempengaruhi
kemampuan belajar dan kemampuan anak dalam berperilaku. Kekurangan
vitamin dan mineral juga dapat mengganggu kemampuan belajar anak selama
satu tahun.10

Sampai saat ini, belum ada bukti yang menyebutkan bahwa pola makan
dapat menyebabkan ADHD, ataupun terapi nutrisi dapat mengatasi ADHD.
Namun, makanan sehat dalam keluarga seperti asupan protein yang baik
setiap harinya, jumlah kalori yang mencukupi kebutuhan anak dengan ADHD
merupakan pola gaya hidup yang umumnya disetujui oleh American
Academy of Pediatric (AAP).10,11

14
a. Terapi Megavitamin

Pada tahun 1970, dr. Allan Cott mengatakan bahwa hiperaktivitas dan
gangguan belajar merupakan salah satu hasil dari defisiensi vitamin
dan dapat diatasi dengan pemberian megavitamin dan mineral dengan
dosis besar. Terapi gejala ADHD pada anak dapat dilakukan dengan
suplemen yang setidaknya mengandung 10 kali lipat dosis harian
yang direkomendasikan, misalnya vitamin, mineral dan lain-lain.10

b. Vitamin lain dan suplemen minerals

Yang termasuk dalam kelompok ini adalah besi, seng, magnesium dan
piridoksin. Semua zat ini telah diketahui dibutuhkan untuk
perkembangan fungsi otak yang optimal. Namun, dari berbagai
penelitian, baik pada anak ADHD maupun yang tidak ADHD,
didapatkan tidak ada perbedaan kadar seng, besi, magnesium dan B6.
Tidak ditemukan penurunan gejala yang signfikan antara gangguan
perilaku pasien ADHD dengan ketersediaan suplemen – suplemen di
atas. Sama dengan semua anak yang lainnya, jika terjadi kekurangan
gizi, maka harus diperbaiki dengan suplemen standar atau diet sehari
– hari. Tetapi suplemen tetap tetap tidak boleh melebihi dosis yang
telah direkomendasikan, karena dosis yang lebih tinggi dapat
menyebabkan toksisitas.10

c. Suplemen tambahan untuk meningkatkan kinerja

Beberapa suplemen diet telah diusulkan untuk menggantikan terapi


stimultan pada ADHD, diantaranya Nootropics, antioksidan dan
herbal. Contoh Nootropics yaitu piracetam yang telah dianjurkan
sebagai terapi untuk meningkatkan kognisi pada pasien Sindrom
Down, disleksia dan ADHD. Piracetam dapat menurunkan gejala
perilaku pada ADHD berdasarkan hipotesis bahwa piracetam diyakini
dapat meningkatkan transmisi kimia otak yang kerjanya sama dengan
kerja obat stimultan (dopamin dan noradrenalin). Namun, belum
terdapat studi yang jelas mengenai terapi ini, sehingga belum dapat
direkomendasikan.10

15
Anak – anak dengan ADHD mungkin memiliki tingkat EFA
yang rendah (termasuk EPA dan DHA). Dalam sebuah penelitian pada
hampir 100 anak laki – laki, anak yang memiliki tingkat omega – 3
yang rendah menunjukkan masalah belajar dan masalah perilaku yang
lebih banyak dibandingkan anak dengan kadar omega – 3 yang
normal. Asam lemak omega – 3 membantu memperbaiki gejala
perilaku. Walaupun penelitian lebih lanjut belum dilakukan, namun
asam lemak omega – 3 dapat digunakan.10

Antioksidan dan herbal digunakan sebagai obat tradisional


selama bertahun – tahun. Beberapa zat yang telah dipasarkan dan
dikenal untuk terapi ADHD adalah termasuk pycnogenol, yaitu
antioksidan yang berasal dari kulit kayu pinus. Selain itu ada juga
melatoin, yaitu antioksidan yang telah berhasil mengatasi gangguan
tidur pada anak – anak. Gingko biloba ekstrak, sering digunakan di
Eropa sebagai obat ganggan peredaran darah dan memori otak, serta
obat – obatan herbal seperti chamomile, valerian, lemon balm, kava,
hop, dan gairah bunga dapat digunakan untuk gangguan tidur ringan.10

Teori lain tentang penyebab dan untuk pengobatan ADHD telah


dikemukakan bahwa beberapa zat dapat menyebabkan dan memperburuk
gejala ADHD. Zat berbahaya yang diduga berkaitan adalah zat – zat pewarna
buatan, pengawet, gula atau unsur lain yang dapat menyebabkan alergi.
Menurut teori, menghilangkan unsur – unsur tersebut dapat mengurangi
gejala ADHD.10,11

a. Pemberian Karbohidrat yang tepat

Karbohidrat merupakan asupan nutrisi utama. Karbohidrat sangat


mempengaruhi hiperaktifitas anak. Jenis karbohidrat yang dianjurkan
untuk anak dengan ADHD adalah jenis karbohidrat kompleks, seperti
gandum utuh, kacang – kacangan, nasi dan lain-lain. Jenis karbohidrat
lain yang harus dihindari adalah karbohidrat sederhana seperti roti,
makanan cepat saji, dan lain – lain.

Karbohidrat komples tidak dapat langsung dicerna, memerlukan


waktu yang lebih lama, sehingga tidak dapat cepat menjadi gula. Hal

16
tersebut baik, karenagula dapat menyebabkan anak lebih aktif.
Takaran karbohidrat untuk anak sarapan misalnya, 30 - 40%
karbohidrat, sdangkan sisanya protein, atau dapat juga karbohidrat
sebanding dengan protein yaitu sama-sama 50%.10

b. Diet tinggi Protein

Diet untuk anak ADHD harus kaya protein. Diet semacam ini baik
untuk otak dan menjadi pilihan yang baik untuk anak ADHD. Sumber
protein yang dapat diberikan seperti telur, daging, keju dan kacang –
kacangan.10

c. Diet Feingold

Pada tahun 1970, telah dikemukakan mengenai efek dari zat – zat
pewarna buatan, perasa buatan, dan pengawet makanan. Makanan
tambahan ini, serta zat yang disebut salisilat dapat menyebabkan
hiperaktifdan ketidakmampuan belajar pada anak.10

d. Diet bebas aspartat

Aspartam, pemanis buatan, terdiri dari asam amino yang melintasi


aliran darah menuju otak untuk mempengaruhi fungsi otak. Aspartam
dapat menyebabkan kejang dan gangguan perilaku pada ADHD.
Pengapusan aspartat untuk anak dengan ADHD tidak dianggap
sebagai pengobatan yang efektif untuk ADHD, kecuali untuk anak –
anak dengan fenilketonuria, gangguan kimia untuk memetabolisme
aspartat.10

e. Mengurangi diet gula

Gula merupakan sumber energi yang tinggi, sehingga dapat memicu


anak sangat aktif. Oleh karena itu, jauhkan anak-anak dari makanan
yang mengandung gula, biasanya merupakan camilan seperti ice
cream, donat, coklat, dan lain-lain. Minuman yang banyak mgandung
gula juga dikurangi, seperti soda, jus, bahkan susu juga harus
dikurangi.10

f. Diet tanpa gluten dan Kasein

17
Gluten merupakan protein tepung terigu dan kasein merupakan
protein susu. Anak dengan autisme atau hiperaktif sering mengalami
gangguan dalam mencerna gluten dan kasein. Anak dengan hiperaktif
dan autis banyak mengalami kebocoran usus (leaky guts). Secara
normal sebenarnya sejumlah kecil peptida memang dapat merembes
ke aliran darah, namun dapat langsung diatasi oleh sistem imun.
Peptida yang berasal dari gluten (glutemorphin) dan peptida kasein
(caseomorphin) yang tidak tercerna sempurna masuk ke aliran darah
sampai ke otak, lalu ke reseptor opiod. Akibatnya mengganggu
susunan distem saraf pusat yang berpengaruh terhadap persepsi,
emosi, perilaku dan sensitivitas. Opioid adalah zat yang bekerja mirip
morphin yang secara alami dikenal sebagai beta endorphin yang
bertanggung jawab dalam penekanan rasa sakit yang secara alami
diproduksi tubuh. Jika berlebihan maka akan menyebabkan ketahanan
terhadap rasa sakit yang berlebihan.10

Tabel 2. Komposisi makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan

Dianjurkan untuk anak ADHD


Karbohidrat Komples Gandum utuh, kacang – kacangan, nasi
Vitamin dan mineral Suplemen vitamin dan mineral
Omega 3 Ikan tuna, salmon, kacang kenari dan

18
minyak zaitun
Protein telur, daging dan kacang – kacangan

Yang tidak dianjurkan untuk anak ADHD


Karbohidrat Simplek Roti- rotian , makanan cepat saji,
permen, sirup jagung, tepung putih,
kentang, gula
Makanan banyak gula Ice cream, donat, coklat, sirup
Pengawet makanan (natrium benzoat, Snack, mie instan, minuman instan,
natrium nitrat, asam sitrat, dan asam makanan kalengan
sorbat)
Pemanis buatan (sakarin, siklamat, Snack, minuman instan
dulsin, sorbitol dan aspartam)
Pewarna makanan Snack, kue - kuean
Penyedap masakan MSG, micin, snack, vetsin, asam cuka
Gluten Nasi ketan dan semua jenis makanan
yang mengandung tepung terigu seperti
roti, kue-kue, snack, mie.
Kasein Produk dari susu sapi seperti es krim,
yogurt, yakult, snack

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

19
1. Tatalaksana ADHD bersifat Multimodal Treatmen Approach (MTA), tidak
hanya mendapatkan terapi obat, namun juga terapi psikososial seperti terapi
perilaku, terapi kognitif perilaku, dan latihan keterampilan sosial.
2. Pilihan utama terapi farmakologis adalah golongan psikostimultan, yaitu
metilfenidat. Selain itu, dapat pula diberikan golongan obat nonstimultan,
seperti Atomoxetine.
3. Terapi psikososial yang dapat dilakukan berupa :
a. Pelatihan keterampilan sosial bagi anak ADHD

b. Edukasi bagi orangtua dan guru

c. Modifikasi perilaku

d. Edukasi dan pelatihan pada guru

e. Dukungan kelompok dan keluarga

4. Meskipun belum banyak penelitian yang menunjukkan bukti bahwa nutisi


dapat menyebabkan atau mengatasi gejala ADHD, namun nutrisi tetap penting
dipikirkan sebagai kebutuhan untuk pertumbhan dan perkembangan anak.

B. Saran
Perlu adanya integrasi antara terapi biologis, terapi psikososial, terapi nutrisi secara
cermat demi perbaikan, penurunan gejala dan peningkatan kualitas hidup pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Utama H. 2010. Buku Ajar Psikiatri Edisi 2. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
2. Kaplan & Sadock. 2010. Buku Ajar Psikiatri klinis Edisi 2. Jakarta: EGC.

20
3. Rusmawati D, Dewi EK. 2011. Pengaruh Terapi Musik dan Gerak terhadap
Penurunan Kesulitan Perilaku Siswa Sekolah Dasar dengan Gangguan ADHD.
Semarang: Universitas Diponegoro
4. Mohammadi MR, et al.2014. A Comparison of Effectiveness of Regulation of Working
Memory Fuction and Methylphenidate in Remediation of Attention Deficit
Hyperactivity Disorder (ADHD). Iran : Irania Juornal Psychiatry
5. Sugiarmin M. 2007. Bahan Ajar Anak dengan ADHD. Bandung: UPI
6. Maslim R. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ – III. Jakarta:
FK Unika Atma Jaya
7. Cruz LF, et al. 2015. Treatment of children with Attention Deficit/ Hyperactivity
Disorder (ADHD) and Irritability: Result from the Multimodal Treatment Study of
Children with ADHD (MTA). Journal of the American Academy of Child and
Adolencest Phychiatry
8. Maria FR, Javier CL. 2014. Treatment Guidelines for Attention Deficit and
Hyperactivity Disorder: A Critical Review. Actas Esp Psiquiatr
9. Akses internet pada tanggal 20 Februari 2015, dapat diakses di :
http://www.cdc.gov/ncbddd/adhd/treatment.html
10. Akses internet pada tanggal 20 Februari 2015, dapat diakses di :
http://www.healthychildren.org/English/health-issues/conditions/adhd/pages/Your-
Childs-Diet-A-Cause-and-a-Cure-of-ADHD.aspx
11. Akses internet pada tanggal 20 Februari 2015, dapat diakses di :
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/adhd/expert-answers/adhd/FAQ-
20058203?p=1

21

Anda mungkin juga menyukai