2022
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu
Dengan menghanturkan puji dan syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
Tuhan Yang Maha Kuasa akhirnya kami dapat merampungkan Pedoman Pelayanan
Kefarmasian sebagai wujud pedoman kerja yang akan kami gunakan sebagi acuan dalam
menjalakan tugas di Rumah Sakit BaliMéd.
Kami berharap Pedoman ini dapat bermanfaat untuk pengembangan Rumah Sakit
BaliMéd. Pedoman Pelayanan Kefarmasian ini tidak terlepas dari peran semua Unit di
rumah sakit.
Kami menyadari dalam pembuatan Pedoman ini masih jauh dari ideal atau
sempurna, untuk itu segala kritik dan saran dari berbagai pihak yang berguna untuk
menyempunakan pedoman ini sangat kami harapkan.
Terima kasih yang sebesar besarnya kami sampaikan kepada semua pihak yang
telah berkontribusi sehingga Pedoman Pelayanan Kefarmasian ini bisa selesai dan tersusun
tepat waktu.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pelayanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan oleh suatu organisasi
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit
serta memulihkan kesehatan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat
Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat
memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-
rata penduduk, serta yang penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar
pelayanan profesi yang telah ditetapkan.
Pelayanan Kefarmasian dan penggunaan obat rumah sakit merupakan salah satu
kegiatan yang menunjang pelayanan kesehatan terhadap pasien di rumah sakit. Pelayanan
kefarmasian rumah sakit adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem pelayanan
kesehatan rumah sakit yang berorientasi pada pelayanan pasien dan penyediaan obat yang
bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi seluruh lapisan
masyarakat.
Mengingat besarnya kontribusi Unit Farmasi bagi pelayanan rumah sakit, maka
perlu adanya sebuah standar pelayanan kefarmasian dalam tata cara melakukan pekerjaan
kefarmasian bagi pasien pada umumnya di rumah sakit khususnya di Rumah Sakit
BaliMéd.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka dalam melakukan pelayanan
kefarmasian di Rumah Sakit BaliMéd harus berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian
RS BaliMéd.
B. TUJUAN PEDOMAN
Pedoman Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat dibuat untuk dapat
dijadikan pedoman dalam pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat bagi unit kerja di
lingkungan RS BaliMéd.
D. BATASAN OPERASIONAL
Pelayanan Pengelolaan perbekalan farmasi di Rumah Sakit BaliMéd
meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian,
Untuk proses produksi belum dilakukan mengingat sarana dan prasarana yang
belum memadai.
4. Depo OK
Depo OK melayani pemberian obat untuk pasien di kamar operasi dan di
ruang bersalin.
2
E. LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4431);
2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129/Menkes/
SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2406/Menkes/
Per/XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2015 tentang
Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika,
Dan Prekursor Farmasi;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2015 tentang
Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien;
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 54 tahun 2018 tentang
Penyusunan Dan Penerapan Formularium Nasional Dalam Penyelenggaraan
Program Jaminan Kesehatan;
12. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.01.07/Menkes/200/2020 Tentang Pedoman Penyusunan Formularium Rumah
Sakit;
13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2021 tentang
Pedoman Penggunaan Antibiotik;
14. Surat Keputusan Direktur RS BaliMéd No. 046/SK/RSBM/INT/XII/ 2021 tentang
Kebijakan Pelayanan di RS BaliMéd.
3
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
9 Tenaga Administrasi
Umum
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Pola pengaturan ketenagaan di Unit Farmasi dibagi menjadi 5 Sub Unit Kerja yaitu :
1. Gudang Farmasi
2. Depo Farmasi Lantai 1
3. Depo Farmasi Lantai 2
4. Depo OK
5. Ruang Pencampuran Kemoterapi
4
Kategori :
a. Dinas Pagi
1 orang Kepala Unit dan Apoteker Pengelolaan Perbekalan Farmasi
1 orang Apoteker Farmasi Klinik
1 orang Staff Pelaksana Pengadaan
1 orang Staff Pelaksana Pelayanan Kefarmasian Depo OK
2 orang Staff Pelaksana Pelayanan Kefarmasian Depo Farmasi Lantai 1
4 orang Staff Pelaksana Pelayanan Kefarmasian Depo Farmasi Lantai 2
1 orang Asisten Tenaga Kefarmasian Depo Farmasi Lantai 2
2 orang Pelaksana Administrasi
2 orang Pelaksana Pelayanan UDD
b. Dinas Siang
1 orang Apoteker Rawat Jalan
1 orang Asisten Tenaga Kefarmasian Depo OK
2 orang Staff Pelaksana Pelayanan Kefarmasian Depo Farmasi Lantai 1
3 orang Staff Pelaksana Pelayanan Kefarmasian Depo Farmasi Lantai 2
1 orang Asisten Tenaga Kefarmasian Depo Farmasi Lantai 2
c. Dinas Malam
1 orang Asisten Tenaga Kefarmasian Depo OK Depo OK
2 orang Staff Pelaksana Pelayanan Kefarmasian Depo Farmasi Lantai 1
C. PENGATURAN JAGA
5
Unit Farmasi. Permintaan akan disesuaikan dengan kebutuhan tenaga yang ada
(apa bila tenaga cukup dan berimbang serta tidak mengganggu pelayanan, maka
permintaan disetujui).
Jadwal dinas terbagi atas dinas pagi, dinas sore, dinas malam, lepas malam, libur
dan cuti. Selain jam dinas tersebut diadakan juga jam dinas middle sesuai dengan
kebutuhan tenaga pada saat pelayanan permintaan obat tinggi.
Apabila ada tenaga di Unit Farmasi, karena sesuatu hal sehingga tidak dapat
bertugas sesuai jadwal yang telah ditetapkan (terencana), maka Staf Unit Farmasi
yang bersangkutan harus memberitahu Ka.Unit Farmasi : 2 jam sebelum dinas
pagi, 4 jam sebelum dinas sore atau dinas malam. Sebelum memberitahu Ka.
Unit Farmasi, diharapkan tenaga yang bersangkutan sudah mencari tenaga
pengganti. Apabila tenaga yang bersangkutan tidak mendapatkan tenaga
pengganti, maka Ka. Unit Farmasi akan mencari tenaga pengganti yaitu tenaga
yang hari itu libur.
Apabila ada tenaga Unit Farmasi tiba – tiba tidak bisa bertugas sesuai jadwal
yang telah ditetapkan (tidak terencana), maka Ka.Unit Farmasi akan mencari
tenaga pengganti yang hari itu libur. Apabila tenaga pengganti tidak di dapatkan,
maka tenaga yang dinas pada shift sebelumnya wajib untuk menggantikan
6
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. DENAH RUANG
1. Gudang Farmasi
7
3. Depo Farmasi Lantai 2
4. Depo OK
8
5. Ruang Pencampuran Kemoterapi
9
4. Persyaratan ruang tentang suhu, pencahayaan, kelembaban, tekanan dan
keamanan baik dari pencuri maupun binatang pengerat. Fasilitas
peralatan memenuhi persyaratan yang ditetapkan terutama untuk
perlengkapan dispensing.
Pembagian ruangan
1. Ruang kantor terdiri dari ruang pimpinan dan staf; ruang kerja /
administrasi dan ruang pertemuan. Ruang kantor dilengkapi dengan
fasilitas komputer yang sistemnya terintegrasi dengan sistem rumah
sakit, buku-buku referensi, arsip data pegawai unit farmasi.
2. Ruang produksi dengan kondisi lingkungan kerja harus rapi, tertib,
efisien untuk meminimalkan terjadinya kontaminasi sediaan. Ruang
produksi harus dipisahkan antara ruang produksi sediaan non steril dan
sediaan steril.
3. Ruang distribusi / pelayanan, terdiri dari 2 bagian utama yaitu ruang
peracikan dan sekaligus ruang tempat obat dan ruang pelayanan. Di
ruang distribusi dan pelayanan, selain berisi peralatan seperti di gudang
juga dilengkapi dengan alat pembuat serbuk puyer serta alat pengemas,
timbangan, ruang konsultasi / pemberian informasi dan edukasi,
penyimpanan arsip resep, dan penyimpanan obat narkotika dan
psikotropika.
4. Ruang Informasi Obat, sebaiknya tersedia ruang sumber informasi dan
teknologi komunikasi dan penanganan informasi yang memadai untuk
mempermudah pelayanan informasi obat serta dilengkapi dengan buku
referensi yang memadai.
B. STANDAR FASILITAS
1.1 FASILITAS DAN SARANA
Unit Farmasi terletak menyatu dengan RS. BaliMéd. Unit Farmasi RS. BaliMéd
terdiri dari :
1. Gudang Farmasi
10
Terdapat di Lantai 1, sebelah selatan bangunan RS BaliMéd. Terdiri dari 2
ruangan yaitu ruang admin yang berisi komputer dan lemari arsip dan ruang
penyimpanan yang berguna untuk menyimpan perbekalan farmasi.
2. Depo OK
Terletak di dalam kamar operasi. Merupakan 1 ruangan yang terdiri dari rak
penyimpanan obat dan alat kesehatan, kulkas penyimpanan obat thermolabil yang
dilengkapi dengan thermometer, lemari narkotika dan komputer untuk menginput
administrasi obat pasien di kamar operasi dan ruang bersalin.
3. Depo Lantai 2
Terletak di poliklinik spesialis di lantai 2 RS. BaliMéd. Merupakan 1 ruangan
yang terdiri dari rak tempat penyimpanan obat, meja racik, kulkas untuk
penyimpanan obat thermolabil dan komputer untuk menginput administrasi obat
pasien di poliklinik spesialis.
4. Depo Lantai 1
Terletak di Lantai 1 RS. BaliMéd. Terdiri dari rak untuk penyimpanan obat,
kulkas untuk penyimpanan obat thermolabil, lemari narkotika dan psikotropika,
meja kerja, meja racik, lemari narkotika, lemari arsip serta komputer. AC
digunakan sebagai pengatur suhu ruangan. Selain itu ditambahkan CCTV
untuk memantau keamanan di Depo Lantai 1.
Selain itu ada ruang dokumen yang memadai dan aman untuk memelihara
dan menyimpan dokumen dalam rangka menjamin agar penyimpanan sesuai
11
hukum, aturan, persyaratan dan teknis manajemen yang baik yang terletak di
ruang arsip lantai R RS. BaliMéd.
1.2 PERALATAN
Fasilitas peralatan yang tersedia harus memenuhi syarat sesuai dengan
Permenkes 72 tahun 2016 yaitu :
a. Peralatan kantor yang terdiri dari :
1. Meja Kerja
2. Kursi
3. Komputer
4. Printer Epson LX-300
5. Lemari dokumen
6. Dispenser
7. Telpon
8. AC
9. Alat tulis kantor
c. Peralatan Produksi
Merupakan peralatan farmasi untuk persediaan, peracikan dan
pembuatan obat. Peralatan harus menunjang persyaratan keamanan cara
pembuatan obat yang baik. Terdiri dari :
1. Mortir + Stamper
2. Gelas ukur
3. Pengaduk
4. Pulverizer
5. Mesin sealing
12
6. Wastafel
7. Biological Safaety Cabinet
d. Peralatan Penyimpanan
1. Peralatan Penyimpanan Kondisi Umum yang terdiri dari :
Lemari/rak yang rapi dan terlindung dari debu, cahaya dan
kelembaban yang berlebihan.
Lantai yang dilengkapi dengan palet.
2. Peralatan Penyimpanan Kondisi Khusus yaitu :
Lemari pendingin untuk obat-obat thermolabil
AC untuk obat yang membutuhkan suhu sejuk
Lemari narkotika dan psikotropika
Lemari untuk penyimpanan bahan berbahaya (B3)
e. Peralatan Pendistribusian
Yaitu Pelayanan rawat jalan, rawat inap dan kebutuhan di ruang perawatan
atau unit lain. Untuk pendistribusian dari gudang farmasi dan depo lantai 1
dilengkapi dengan troli.
f. Peralatan Konsultasi
Terdiri dari buku kepustakaan seperti MIMS, ISO dan alat tulis lainnya.
13
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
1. Pengorganisasian
Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat merupakan bagian penting
dalam pelayanan pasien sehingga organisasinya harus efektif dan efisien, serta bukan
hanya tanggung jawab apoteker, tetapi juga profesional pemberi asuhan dan staf klinis
pemberi asuhan lainnya. Pengaturan pembagian tanggung jawab bergantung pada
struktur organisasi dan staffing. Struktur organisasi dan operasional sistem pelayanan
kefarmasian serta penggunaan obat di rumah sakit mengacu pada peraturan perundang-
undangan.
Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat melibatkan pihak
manajemen yaitu Wadir Medik dan SDM dan jajarannya sebagai atasan dari
Unit Farmasi Rumah Sakit (UFRS), dan TFT yang merupakan perwakilan dari
Unit Farmasi Rumah Sakit dan praktisi asuhan klinis. TFT juga ikut menjaga
dan memonitor formularium serta penggunaan obat di rumah sakit yang
meliputi proses pemesanan, penyaluran, pemberian dan monitoring obat.
Pelayanan kefarmasian dilakukan oleh apoteker yang melakukan pengawasan
dan supervisi semua aktivitas pelayanan kefarmasian serta penggunaan obat di rumah
sakit. Apoteker ini memiliki Surat Ijin Praktek Apoteker (SIPA), sertifikat dan
terlatih. Supervisi meliputi Seleksi, pengadaan, penyimpanan, peresepan dan
pencatatan serta persiapan dan penyaluran /dispensing.
Untuk memastikan keefektifannya maka rumah sakit melakukan kajian
sekurang-kurangnya sekali setahun. Kajian tahunan mengumpulkan semua informasi
14
dan pengalaman yang berhubungan dengan pelayanan kefarmasian dan penggunaan
obat, termasuk antara lain :
1. Seberapa baik sistem telah bekerja terkait dengan
• seleksi dan pengadaan obat;
• penyimpanan;
• peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan;
• penyiapan dan penyerahan; dan
• pemberian obat.
2. Pendokumentasian dan pemantauan efek obat;
3. Monitor seluruh angka kesalahan penggunaan obat (medication error) meliputi
kejadian tidak diharapkan, kejadian sentinel, kejadian nyaris cedera, kejadian
tidak cedera. dan upaya mencegah dan menurunkannya;
4. Kebutuhan pendidikan dan pelatihan;
5. Pertimbangan melakukan kegiatan baru berbasis bukti (evidence based).
Kajian bertujuan membuat rumah sakit memahami kebutuhan dan prioritas
perbaikan sistem berkelanjutan dalam hal mutu, keamanan, manfaat, serta khasiat obat
dan alat kesehatan. Dengan kajian ini rumah sakit dapat memahami kebutuhan dan
prioritas peningkatan mutu serta keamanan penggunaan obat. Sumber informasi obat
yang tepat harus tersedia di semua unit pelayanan.
15
Kriteria seleksi kebutuhan obat yang baik yaitu meliputi :
a. Mengutamakan penggunaan obat generik.
b. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari
kesamaan jenis, dengan ketentuan :
Original : tidak harus ada
Generik : 1
Merk dagang : 3
c. Memiliki rasio manfaat risiko dan biaya yang paling menguntungkan
pasien.
d. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas
e. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan.
f. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan.
g. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien
h. Obat lain yang terbukti paling efektit secara ilmiah dan aman
(Evidence Based medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan.
Seleksi obat di rumah sakit juga merujuk kepada DOEN, Formularium
Nasional, dan formularium lain yang berlaku.
Sedangkan pemilihan alat kesehatan di rumah sakit didasarkan data
pemakaian alat oleh pemakai, daftar harga alat, daftar alat kesehatan yang
dikeluarkan oleh Ditjen Binfar dan Alkes.
Kompilasi penggunaan perbekalan farmasi berfungsi untuk mengetahui
penggunaan bulanan masing-masing jenis perbekalan farmasi di unit
pelayanan selama setahun. Informasi yang didapat dari kompilasi penggunaan
perbekalan farmasi adalah:
a. Jumlah penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi pada unit pelayanan.
b. Penggunaan rata-rata untuk setiap jenis perbekalan farmasi.
Ada beberapa pendekatan perencanaan kebutuhan dapat dilakukan
melalui beberapa metode yaitu:
a. Metode konsumsi
Perhitungan kebutuhan dengan metode konsumsi didasarkan pada data
real konsumsi perbekalan farmasi periode yang lalu, dengan berbagai
penyesuaian dan koreksi. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
rangka menghitung jumlah perbekalan farmasi yang dibutuhkan adalah:
1. Pengumpulan dan pengolahan data
16
2. Analisa data untuk informasi dan evaluasi
3. Perhitungan perkiraan kebutuhan perbekalan farmasi
4. Penyesuaian jumlah kebutuhan perbekalan farmasi dengan alokasi
dana.
b. Metode morbiditas / Epidemiologi
Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan perbekalan farmasi
berdasarkan pola penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan dan waktu
tunggu.
Langkah-langkah dalam metode ini adalah :
1. Menentukan jumlah pasien yang akan dilayani
2. Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan prevalensi
penyakit
3. Menyediakan formularium / Standar / pedoman perbekalan farmasi
4. Menghitung perkiraan kebutuhan perbekalan farmasi
5. Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia.
c. Kombinasi metode konsumsi dan metode morbiditas
Acuan yang digunakan yaitu:
1. DOEN, formularium rumah sakit, PPK / pedoman Standar terapi
rumah sakit dan kebijakan setempat yang berlaku.
2. Data rekam medik
3. Anggaran yang tersedia
4. Penetapan prioritas
5. Pola penyakit
6. Sisa persediaan
7. Data penggunaan periode lalu
8. Rencana pengembangan
Evaluasi perencanaan
Setelah dilakukan perhitungan kebutuhan perbekalan farmasi untuk
tahun yang akan datang, biasanya akan diperoleh jumlah kebutuhan, dan
idealnya diikuti dengan evaluasi.
Teknik evaluasi yang dapat dilakukan :
Analisa ABC, untuk evaluasi aspek ekonomi
17
Pertimbangan / kriteria VEN , untuk evaluasi aspek medik / terapi
Kombinasi ABC dan VEN
Revisi daftar perbekalan farmasi.
Metode yang digunakan di Unit farmasi RS BaliMéd menggunakan
metode konsumsi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Pedoman
perencanaan berdasarkan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN),
formularium rumah sakit, Panduan Praktek klinis (PPK) / Standar terapi
rumah sakit dan ketentuan setempat yang berlaku: sisa stok; data pemakaian
periode lalu.
Dalam seleksi pengadaan obat juga didasarkan pada stok obat di rumah
sakit. Hal ini dapat dilihat melalui penjualan obat di billing sistem. Apabila
barang habis di pelayanan maka dari apotek pelayanan akan mengamprah
barang yang habis ke gudang farmasi. Dari amprahan ini dapat dilihat jumlah
atau pergerakan obat yang habis di apotek pelayanan. Hal ini juga dapat
dijadikan dasar untuk seleksi obat.
2.2. Pengadaan
Rumah Sakit menetapkan proses pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, serta berkhasiat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sistem pengadaan yang diterapkan
di RS BaliMéd adalah sistem pengadaan langsung yang mana pembelian
langsung dilakukan ke distributor berdasarkan formularium yang digunakan,
yaitu Formularium Nasional, Formularium RS, Formularium Obat Inhealth
dan pedoman lain yang berlaku.
Pengadaan obat, alat kesehatan, dan reagensia untuk seluruh kebutuhan
RS BaliMéd melibatkan Apoteker untuk memastikan seluruh proses
pengadaan sesuai dengan ketentuan peundang-undangan. Dalam proses
pengadaan obat dilakukan monitoring daftar obat di rumah sakit.
Ada kalanya sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
tidak ada dalam stok atau tidak tersedia saat dibutuhkan. Apabila terjadi kehabisan
obat karena keterlambatan pengiriman, stok nasional kurang, atau sebab lain yang
tidak diantisipasi sebelumnya maka tenaga kefarmasian harus menginformasikan
kepada profesional pemberi asuhan dan staf klinis pemberi asuhan lainnya tentang
18
kekosongan obat tersebut serta saran substitusinya atau mengadakan perjanjian
kerjasama dengan pihak luar.
3. Penyimpanan
Obat-obat atau persediaan farmasi yang datang dari distributor diterima
oleh staf penerima barang. Staf penerima barang mengecek kesesuaian barang
yang datang dengan yang dipesan meliputi : Kondisi fisik obat, Jumlah obat,
Dosis obat, No Batch dan Waktu kadaluwarsa. Setelah diterima barang
kemudian disimpan sesuai dengan stabilitas penyimpanan yang baik. Adapun
sistem penyimpanan obat adalah sebagai berikut :
1. Area penyimpanan perbekalan farmasi tidak boleh dimasuki oleh petugas
selain petugas farmasi, kecuali petugas yang berkepentingan.
2. Penyimpanan obat dan alat kesehatan harus dilakukan sesuai persyaratan
dan standar kefarmasian untuk menjamin stabilitas dan keamanannya serta
memudahkan dalam pencariannya untuk mempercepat pelayanan.
3. Disesuaikan dengan bentuk sediaan dan jenisnya, suhu penyimpanan dan
stabilitas, sifat bahan dan ketahanan terhadap cahaya.
4. Penyimpanan obat dilakukan secara alfabetis.
5. Penyimpanan dilakukan secara FIFO (First in first out) dan FEFO (First
Expired First Out)
6. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk menyiapkan obat diberi label
secara akurat untuk isi, tanggal kadaluarsa dan peringatan.
7. Dilakukan inspeksi di tempat-tempat penyimpanan obat untuk memastikan
obat disimpan dengan benar dan untuk meminimalisasi kehilangan obat.
8. Untuk sediaan NORUM /LASA dipisahkan dengan pembatas dan dilabel
dengan stiker “LASA”.
9. Penetapan obat-obat yang termasuk dalam High Alert berpedoman pada
ketetapan yang dikeluarkan oleh Institute for Safety Medication Practices
2007.
10. Untuk sediaan yang termasuk High Alert diletakkan secara terpisah dan
dilabeli dengan stiker High Alert sesuai dengan SPO Penyimpanan Obat
High Alert.
11. Obat-obat High Alert yang termasuk dalam golongan narkotika tidak boleh
disimpan di ruang perawatan.
19
12. Dilakukan pemantauan suhu untuk menjaga stabilitas sediaan farmasi
termasuk film, reagen - reagen tertentu yang memerlukan kondisi
penyimpanan khusus.
13. Elektrolit pekat yang termasuk obat High Alert, contoh : Kalium klorida
7,46% tidak boleh berada di ruang rawat, kecuali di unit-unit tertentu atas
penimbangan live saving. Obat High Alert disimpan secara tersendiri,
terpisah dari obat lainnya dengan akses terbatas dan harus diberi penandaan
atau label yang jelas untuk menghindari penggunaan yang tidak
dikehendaki. Elektrolit pekat ini harus diencerkan sebelum digunakan.
14. Obat emergensi seperti troli emergensi, obat untuk anafilaktik shock dan obat
untuk pemulihan anastesi di kamar operasi, diletakkan di tempat khusus sehingga
akses cepat ke tempat obat yang diperlukan menjadi sangat penting dan obat harus
siap pakai bila sewaktu-waktu diperlukan.
15. Untuk sediaan emergensi diletakkan di tempat khusus yang disimpan di
“trolley emergency” dikunci dengan segel atau kunci yang mudah dibuka.
Sistem pengendalian isi trolley emergency harus dibuat sedemikian rupa
sehingga jenis, jumlah dan kualitas obat dan perbekalan farmasi yang ada
di dalamnya sesuai standar yang ditetapkan serta semua aspek yang
berkaitan dengan pembukaan trolley emergency dapat
dipertanggungjawabkan (mudah ditelusur).
16. Obat emergensi yang telah dipakai harus segera diisi kembali dan
dilakukan pengawasan untuk mencegah obat-obat rusak ataupun kadaluarsa
di dalamnya.
17. Obat dan alat kesehatan yang ada di trolley emergency berbeda-beda antar
unit satu dengan lainnya yaitu UGD, ICU/ICCU, Cathlab, OK,
Hemodialisa, NICU dan Rawat Inap.
18. Untuk cairan atau sediaan yang diletakkan dilantai dilapisi dengan
menggunakan pallet sehingga sediaan farmasi tidak langsung bersentuhan
dengan lantai.
19. Khusus bahan berbahaya dan beracun (B3) harus disimpan terpisah dan
disertai tanda bahan berbahaya dan beracun.
20. Produk nutrisi parenteral dikelola sesuai dengan stabilitas produk
21. Obat/BMHP dari program/donasi dikelola sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan pedoman terkait.
20
22. Penyimpanan gas medis dilakukan terpisah diruangan khusus, tertutup dan
diberi penandaan dilarang merokok. Pengaturan lebih lanjut dituangkan
dalam Standar Prosedur Operasional.
22. Obat-obat narkotika dan psikotropika disimpan terpisah dilemari khusus
yang sesuai dengan standar. Pelaporan dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Pengaturan lebih lanjut dituangkan dalam Standar
Prosedur Operasional.
23. Obat –obat kemoterapi digolongkan ke dalam obat high alert, disimpan
terpisah dengan obat lainnya.
23. Penyimpanan obat pasien rawat inap dilakukan secara sentralisasi di ruang
penyimpanan obat pasien yang ada di setiap unit keperawatan.
21.Obat dan perbekalan farmasi lainnya yang dibawa masuk oleh pasien harus
diperiksa mutunya secara visual dan dilakukan pencatatan pada formulir
Rekonsiliasi. Obat diberi label yang jelas. Untuk obat yang dilanjutkan
penggunaannya disimpan di loker obat pasien.
24. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai tidak layak
digunakan karena rusak, mutu substandar atau kadaluarsa harus
dikembalikan ke Unit Farmasi. Pengaturan lebih lanjut dituangkan dalam
Standar Prosedur Operasional.
25. Perbekalan farmasi yang tidak digunakan, rusak dan kadaluwarsa Obat
yang ditarik dari peredaran oleh pemerintah, pabrik atau pemasok harus
segera dikembalikan ke Unit Farmasi dan diatur lebih lanjut dalam
Standar Prosedur Operasional.
26. Obat yang sudah kadaluwarsa, rusak atau terkontaminasi harus disimpan
terpisah sambil menunggu pemusnahan. Tata Cara Penghapusan dilakukan
sesuai Standar Prosedur Operasional.
23
Penggunaan obat off-label (penggunaan obat yang indikasinya di
luar indikasi yang disetujui oleh BPOM RI) harus berdasarkan
panduan pelayanan medik yang ditetapkan oleh Departemen.
Untuk aturan pakai jika perlu atau p.r.n atau “pro re nata”, harus
dituliskan dosis maksimal dalam sehari dan indikasinya.
14. Setiap resep yang masuk harus dilakukan telaah resep oleh petugas yang
berwenang dan sudah lulus uji kompetensi telaah resep
15. Pasien diberi penjelasan tentang efek tidak diharapkan yang mungkin
terjadi akibat penggunaan obat.
16. Perubahan terhadap resep/instruksi pengobatan yang telah diterima oleh
Apoteker/Staff Pelaksana Pelayanan Kefarmasian harus diganti dengan
resep/instruksi pengobatan yang baru.
17. Resep/instruksi pengobatan yang tidak memenuhi kelengkapan yang
ditetapkan, tidak akan dilayani oleh farmasi.
18. Jika resep/instruksi pengobatan tidak dapat dibaca atau tidak jelas, maka
Perawat/ Apoteker/Staff Pelaksana Pelayanan Kefarmasian yang
menerima resep/instruksi pengobatan tersebut harus menghubungi dokter
penulis resep sesuai dengan SPO.
19. Instruksi lisan (Verbal Order) harus diminimalkan. Instruksi lisan untuk
obat High Alert tidak dibolehkan kecuali dalam situasi emergensi.
Instruksi lisan tidak dibolehkan saat dokter berada diruang rawat.
Pelaksanaan instruksi lisan mengikuti SPO.
20. Setiap obat yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam
rekam medik.
21. Kelanjutan terapi obat yang sempat dihentikan karena operasi atau sebab
lain harus dituliskan kembali dalam bentuk resep/instruksi pengobatan
baru.
Semua obat yang diresepkan atau dipesan dicatat untuk setiap pasien di
catatan penggunaan obat, dan dicatat untuk setiap dosis.
24
obat diterima oleh perawat di ruang rawat untuk diberikan kepada pasien rawat
inap, atau sampai dengan obat diterima oleh pasien/keluarga pasien rawat jalan
dengan jaminan bahwa obat yang diberikan tepat dan bermutu baik.
Adapun langkah-langkah dalam melakukan penyiapan resep adalah
sebagai berikut :
1. Sebelum obat disiapkan, Apoteker/Staff Pelaksana Pelayanan Kefarmasian
harus melakukan kajian (review) terhadap resep/instruksi pengobatan yang
meliputi:
a. Ketepatan obat, dosis, frekuensi, rute pemberian.
b. Duplikasi terapeutik
c. Alergi
d. Interaksi obat
e. Kontraindikasi
f. Kesesuaian dengan pedoman pelayanan/peraturan yang berlaku, dan
menghubungi dokter penulis resep jika ditemukan ketidakjelasan atau
ketidaksesuaian.
2. Apoteker/staff pelaksana pelayanan kefarmasian diberi akses ke data
pasien yang diperlukan untuk melakukan kajian resep.
3. Substitusi terapetik adalah penggantian obat yang sama kelas terapinya
tetapi berbeda zat kimianya, dalam dosis yang ekivalen, dapat dilakukan
oleh petugas farmasi dengan terlebih dahulu meminta persetujuan dokter
penulis resep/konsulen. Persetujuan dokter atas substitusi terapetik dapat
dilakukan secara lisan/melalui telepon. Petugas farmasi menuliskan obat
pengganti, tanggal, jam komunikasi, dan nama dokter yang memberikan.
4. Penyiapan obat harus dilakukan di tempat yang bersih dan aman sesuai
aturan dan standar praktik kefarmasian.
5. Area penyiapan obat tidak boleh dimasuki oleh petugas lain selain petugas
farmasi. Petugas yang menyiapkan obat steril harus mendapatkan pelatihan
teknik aseptis.
6. Pencampuran obat kemoterapi dilakukan di Biological Safety Cabinet di
ruangan khusus pencampuran obat kemoterapi.
7. Pencampuran kemoterapi dilakukan oleh tenaga farmasi yang sudah
mempunyai sertifikat pelatihan pencampuran obat kemoterapi.
25
8. Sistem distribusi dan penyiapan obat untuk pasien rawat inap diberlakukan
sistem gabungan dosis unit, One daily doses dan dosis individual.
Sedangkan untuk pasien rawat jalan diberlakukan sistem resep individual.
Sistem dosis unit adalah penyiapan obat yang dikemas untuk satu kali
pemakaian. Sistem resep individual adalah penyiapan obat yang dikemas
sesuai permintaan jumlah yang tercantum di resep.
9. Penyiapan produk steril dilakukan di area khusus dan tidak di kamar pasien
oleh perawat dengan pelimpahan kewenangan dari Apoteker dan sudah
memenuhi kriteria dan sudah mendapatkan pelatihan teknik aseptis.
10. Setiap obat yang telah disiapkan harus diberi label.
11. Batas waktu obat dapat digunakan (Beyond use date) tercantum pada label
obat.
12. Label obat rawat jalan memuat identitas pasien, nama obat, aturan minum
obat dan tanggal expired date sedangkan rawat inap memuat nama obat dan
identitas pasien.
13. Obat harus disiapkan dengan benar.
Setelah dilakukan skrining maka dilanjutkan dengan melakukan
penyiapan obat yang dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian. Setelah
dilakukan penyiapan maka obat yang sudah disiapkan akan dicek kembali
oleh Apoteker/Staff Pelaksana Pelayanan Kefarmasian meliputi (8B, 1W) :
benar pasien, benar obat, benar dosis, benar waktu pemberian, benar rute pemberian,
benar kadaluwarsa, benar informasi, benar dokumentasi dan Waspada Efek Samping.
6. Pemberian (Administration)
1. Pemberian obat untuk pasien rawat jalan diberikan oleh Apoteker/Staff
Pelaksana Pelayanan Kefarmasian yang memiliki kompetensi dan
mempunyai surat ijin praktek atau surat ijin kerja di RS. BaliMéd.
2. Pemberian obat untuk pasien rawat inap diberikan oleh perawat yang
mendapat pelimpahan kewenangan untuk memberikan obat dan memiliki
kompetensi serta mempunyai Surat ijin kerja di RS BaliMéd.
3. Pemberian obat ke pasien dicatat dalam lembar Catatan Pemberian Obat
(CPO) dan harus diatur dalam suatu pedoman dan atau Standar Prosedur
Operasional agar pemberian obat dapat dilakukan dengan benar.
26
4. Pada pemberian obat secara infus, label nama obat ditempelkan pada botol
infus atau syringe pump. Apabila obat yang diberikan lebih dari satu, maka
label nama obat ditempelkan pada setiap syringe pump dan di setiap ujung
jalur selang.
5. Perawat peserta didik dapat memberikan obat dengan di supervisi
instruktur klinik, kecuali obat-obat khusus dan high alert.
6. Obat yang akan diberikan kepada pasien harus diverifikasi oleh perawat
mengenai kesesuaiannya dengan resep/instruksi pengobatan meliputi:
benar pasien, benar obat, benar dosis, benar waktu pemberian, benar rute
pemberian, benar informasi, dan benar dokumentasi.
7. Untuk obat high alert dilakukan double check oleh petugas yang berbeda
sebelum pemberian ke pasien.
8. Mutu obat yang akan diberikan kepada pasien harus dipastikan dengan
baik dengan diperiksa secara visual.
9. Pasien dipastikan tidak memiliki alergi dan kontraindikasi dengan obat
yang diberikan.
10. Obat yang tergolong obat High Alert harus diperiksa kembali oleh perawat
kedua sebelum diberikan kepada pasien.
11. Pemberian obat harus dicatat.
12. Penggunaan obat secara mandiri oleh pasien harus mendapatkan edukasi
terlebih dahulu dan dipantau oleh perawat.
7. Pemantauan (Monitoring)
A. Efek Samping Obat
1. Pemantauan efek terapi dan efek yang tidak diharapkan dari obat harus
dilakukan pada setiap pasien.
2. Semua petugas kesehatan dapat melakukan pemantauan dan
melaporkannya ke Tim Farmasi dan Terapi.
3. Obat yang diprioritaskan untuk dipantau efek sampingnya adalah obat
baru yang masuk Formularium RS BaliMéd dan obat yang terbukti dalam
literatur menimbulkan efek samping serius.
4. Pemantauan efek samping obat perlu didokumentasikan dalam Formulir
Pelaporan Efek Samping Obat.
27
5. Efek samping yang dilaporkan ke Tim Farmasi dan Terapi adalah yang
berat, fatal, meninggalkan gejala sisa.
6. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat dikoordinasikan oleh Tim
Farmasi dan Terapi RS BaliMéd.
7. Petugas pelaksana pemantauan dan pelaporan efek samping obat adalah
dokter, perawat, apoteker di ruang rawat inap atau poliklinik.
8. Panitia Farmasi dan Terapi RS BaliMéd melaporkan hasil evaluasi
pemantauan ESO kepada Wadir Medik dan SDM dan
menyebarluaskannya ke seluruh unit pelayanan di RS BaliMéd sebagai
umpan balik/edukasi.
C. Kesalahan Obat
1. Kesalahan obat adalah kesalahan yang terjadi pada tahap penulisan resep,
penyiapan/peracikan atau pemberian obat baik yang menimbulkan efek
merugikan ataupun tidak.
2. Setiap kesalahan obat yang terjadi, wajib dilaporkan oleh petugas yang
menemukan/terlibat langsung dengan kejadian tersebut atau atasan
langsungnya.
3. Pelaporan dilakukan secara tertulis menggunakan Formulir Laporan
Insiden ke Tim Keselamatan Pasien RS BaliMéd.
4. Kesalahan obat harus dilaporkan maksimal 2 x 24 jam setelah
ditemukannya insiden.
5. Tipe kesalahan yang dilaporkan :
28
a. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) : terjadinya insiden yang belum
terpapar ke pasien.
b. Kejadian Tidak Cedera (KTC): suatu kejadian insiden yang sudah
terpapar ke pasien tetapi tidak menimbulkan cedera.
c. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) : suatu kejadian insiden yang
mengakibatkan cedera pada pasien, atau kriteria yang ditetapkan oleh
Tim Keselamatan Pasien RS BaliMéd.
d. Kejadian Potensial Cedera (KPC) : suatu kejadian atau keadaan yang
berpotensi menimbulkan cedera. Pelaporan menggunakan formulir
Kejadian Potensial Cedera (KPC)
Pelaporan kesalahan obat dan tidak lanjutnya diatur dalam Pedoman dan/atau
Standar Prosedur Operasional.
9. Pelaporan
Manajemen obat yang efektif mencakup semua bagian dalam rumah
sakit, unit rawat jalan, unit rawat inap maupun unit khusus. Untuk
memastikan manajemen dan penggunaan obat yang efektit, rumah sakit.
Adapun jenis laporan yang dikerjakan terdiri dari :
1. Laporan Harian
Laporan yang dibuat oleh Koordinator Pelayanan Kefarmasian dan
Koordinator Pengelolaan Perbekalan Farmasi dalam bentuk tertulis setiap hari.
Adapun hal – hal yang dilaporkan adalah :
a. Laporan jumlah resep
29
b. Laporan SDM Farmasi
c. Laporan keadaan sarana dan fasilitas farmasi
d. Laporan mutu pelayanan
e. Laporan Stock Opname harian
2. Laporan Bulanan
Laporan yang dibuat oleh Kepala Unit Farmasi dalam bentuk tertulis setiap
bulannya dan diserahkan kepada Kapala Sub Divisi Penunjang Medis setiap
tanggal 10. Adapun hal-hal yang dilaporkan adalah :
a. Laporan Stock Opname yang meliputi :
1. Pembelian, Penjualan dan Sisa Stock.
2. Selisih stock, obat-obat yang expired atau mendekati expired.
3. Laporan Pembelian Obat di luar.
4. Laporan Pemakaian Bahan Habis Pakai di Ruangan
b. Laporan SDM Farmasi yang meliputi :
1. Kuantitas SDM (Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian)
2. Kualitas SDM (Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian)
c. Laporan keadaan fasilitas dan sarana Farmasi yang meliputi :
1. Kelengkapan Alat dan Fasilitas.
2. Kondisi alat dan Fasilitas.
3. Inspeksi Berkala Penyimpanan Obat
d. Laporan Mutu Pelayanan Farmasi meliputi :
1. Waktu tunggu pelayanan resep obat jadi
2. Waktu tunggu pelayanan resep obat racikan.
3. Ketersediaan obat formularium
4. Prosentase penulisan resep formularium
5. Kejadian KNC atau IKP.
6. Kepuasan Pelanggan.
7. Kesalahan penulisan resep
8. Ketersediaan obat ponek
9. Kepatuhan Peresepan Fornas
e. Laporan Narkotika dan Psikotropika melalui SIPNAP dan BPOM
f. Laporan Insiden Keselamatan Pasien
g. Laporan Monitoring Efek Samping Obat
30
3. Laporan Triwulan
Laporan yang dibuat oleh Kepala Unit Farmasi dalam bentuk tertulis setiap
tiga bulan dan diserahkan kepada Kepala Sub Divisi Penunjang Medis. Adapun
hal-hal yang dilaporkan adalah :
1. Rekap Laporan Bulanan
2. Laporan SDM Farmasi dan evaluasi dalam 3 bulan
3. Laporan keadaan fasilitas dan sarana Farmasi dan Evaluasi dalam 3 bulan.
4. Laporan pencapaian rencana kerja tri wulan Unit Farmasi.
4. Laporan Tahunan
1. Rekap laporan tahunan
2. Laporan pencapaian rencana kerja tahunan Unit Farmasi.
3. Review tahunan Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat
4. Evaluasi Formularium
31
BAB V
LOGISTIK
Pengadaan bahan –bahan yang dipakai untuk menunjang kegiatan Unit Farmasi
seperti alat tulis, klip obat, etiket putih, etiket biru, kertas puyer, blangko – blangko
pemakaian obat, form copy resep, Surat Pesanan, Nomor Resep, Tas Obat dan sebagainya
diperoleh dari Gudang Logistik RS. BaliMéd.
Pemesanan dilakukan dengan menggunakan billing system. Apoteker akan
melakukan permintaan barang yang diorder ke Gudang Logistik melalui billing system.
Pemesanan bisa dilakukan setiap hari Senin, Rabu dan Jumat. Petugas Gudang Logistik
akan memprint dan menyiapkan barang yang diminta. Petugas Gudang Logistik akan
memutasikan barang tersebut melalui billing system. Petugas Farmasi mengambil barang
yang dipesan ke Gudang Logistik, memeriksa dan menandatangani formulir pengeluaran
barang dari Gudang Logistik tersebut.
32
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. PENGERTIAN
Keselamatan Pasien (Patient Safety) Adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman.
Sistem tersebut meliputi :
Asesmen resiko
Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien
Pelaporan dan analisis insiden
Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
B. TUJUAN
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD ) di rumah sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD )
33
Sasaran Keselamatan Pasien Meliputi :
1. Ketepatan Identifikasi Pasien
2. Peningkatan komunikasi yang efektif
3. Peningkatan Keamanan obat yang perlu diwaspadai
4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi
5. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
6. Pengurangan resiko pasien jatuh.
KESALAHAN MEDIS
Medical Errors:
Adalah kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien
34
KEJADIAN SENTINEL
Sentinel Event :
Adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius; biasanya
dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima, seperti :
operasi pada bagian tubuh yang salah, salah dalam pemebrian diet untuk pasien post
operasi.
Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi ( seperti,
amputasi pada kaki yang salah ) sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini
mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur yang berlaku.
36
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
I. PENDAHULUAN
Keselamatan kerja adalah segala hal yang berhubungan dengan alat kerja,
bahan dan proses pengolahan, landasan kerja dan lingkungan kerja Serta tata cara
melakukan pekerjaan dan proses penyiapan perbekalan farmasi keselaMatan kerja
merupakan sarana utama untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang dapat
menimbulkan kerugian yang berupa cedera, cacad, kematian kerugian harta benda
dan kerusakan peralatan / mesin dan lingkungan secara luas.
II. TUJUAN
1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan akibat kerja
2. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik
maupun mental.
3. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
4. Menerapkan ergonomik di tempat kerja
5. Mencegah dan mengurangi dan memadamkan kebakaran.
37
- Dilakukan pelatihan / sosialisasi penggunaan alat pelindung diri saat
melakukan tugas selama di rumah sakit.
- Dilakukan pelatihan terkait penggunaan alat pemadam api ringan dan
kewaspadaan bencana.
38
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
I. PENGERTIAN
II. TUJUAN
Tujuan Umum
Menjamin Pelayanan Kefarmasin yang sudah dilaksanakan sesuai dengan rencana
dan upaya perbaikan kegiatan yang akan datang.
Tujuan Khusus
1. Menghilangkan kinerja pelayanan yang substandar
2. Terciptanya pelayanan farmasi yang menjamin efektifitas obat dan keamanan pasien
3. Meningkatkan efesiensi pelayanan
4. Meningkatkan mutu obat yang diproduksi di rumah sakit sesuai CPOB (Cara
Pembuatan Obat yang Baik)
5. Meningkatkan kepuasan pelanggan
6. Menurunkan keluhan pelanggan atau unit kerja terkait
39
Standar yang digunakan adalah standar pelayanan farmasi minimal yang
ditetapkan oleh lembaga yang berwenang dan standar lain yang relevan dan
dikeluarkan oleh lembaga yang dapat dipertanggungjawabkan .
40
c. Survei untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan angket atau
wawancara langsung
d. Observasi terhadap kecepatan pelayanan antrian. ketepatan penyerahan obat.
Kapsul
- Perubahan warna isi kapsul
- Kapsul terbuka, kosong rusak / melekat satu dengan lainnya.
Tablet salut
- Pecah-pecah terjadi perubahan warna
- Basah dan lengket satu dengan yang lainnya
- Botol rusak sehingga menimbulkan kelainan fisik.
41
Cairan
- Menjadi keruh atau timbul endapan
- Konsistensi berubah
- Warna / rasa berubah
- Botol rusak / bocor.
Salep
- Warna berubah
- Konsistensi berubah
- Pot/tube rusak / bocor
- Bau berubah.
Injeksi
- Kebocoran wadah (vial, ampul)
- Terdapat partikel asing pada serbuk injeksi
- Larutan yang seharusnya jernih tampak keruh atau ada endapan
- Warna larutan berubah.
42
- Penampilan fisik, kondisi penampilan fisik yang nampak masih sama
dengan produk alkes yang baru ini dapat dijadikan pertimbangan
apakah produk alkes tersebut masih dapat di gunakan atau tidak,
- Selain itu juga melakukan konsultasi dengan user.
43
3. Memonitor tentang pengelolaan perbekalan farmasi sehingga mencegah
terjadinya kehilangan obat, kadaluwarsa, penarikan dari peredaran.
4. Memonitor kinerja staf farmasi agar sesuai dengan prosedur sehingga
menjamin keselamatan kerja dan lingkungan.
5. Memonitor prosedur peracikan atau penyiapan obat pasien agar sesuai
dengan prosedur (SPO) untuk mendukung kerja tim dari Pengendalian
Infeksi di RS. BaliMéd
6. Melaksanakan SPM (Standar Pelayanan Minimal) dengan menggunakan
kriteria waktu tunggu pasien.
7. Mengukur tingkat kepuasan pasien dengan menyebarkan angket atau
kuesioner yang diisi langsung oleh keluarga pasien atau pasien sendiri.
8. Mengawasi dan memonitor terjadinya kesalahan dalam peresepan
ataupun penyiapan resep untuk meningkatkan keselamatan pasien
(Panitia patient safety).
44
BAB IX
PENUTUP
45
DAFTAR PUSTAKA
46