PELAYANAN KEFARMASIAN
UPT PUSKESMAS KEBONSARI
Disusun Oleh:
TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb.
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan Pedoman Pelayanan Kefarmasian UPT Puskesmas Kebonsari dengan
lancar. Dengan adanya pedoman ini penyusun berharap dapat digunakan sebagai acuan
dalam menjalankan kegiatan kefarmasian di UPT Puskesmas Kebonsari supaya dapat
berjalan lebih efektif dan sesuai standar.
Penyusun sadar bahwa buku pedoman ini masih banyak kekurangan dan masih jauh
dari sempurna. Untuk itu kami mohon masukan demi perbaikan buku pedoman ini. Atas
perhatian dan kesediannya kami ucapkan banyak terimakasih.
SAMPUL DEPAN
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
4.2 METODE
BAB V LOGISTIK
BAB IX PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
5 Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi,
untuk manusia.
6 Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk
penggunaan sekali pakai (single use) yang daftar produknya diatur
dalam peraturan perundang-undangan.
7 Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan
telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
8 Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker
dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi, dan Analis Farmasi.
9 Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada
apoteker baik dalam bentuk paper maupun elektronik untuk menyediakan
dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
KUALIFIKASI PERSONIL
Nama Jabatan Kualifikasi
Apoteker Apoteker, mempunyai STRA dan SIPA, status PNS
Tenaga Teknis D3 Farmasi, status PNS/kontrak BLUD, mempunyai STRTTK
Kefarmasian dan SIKTTK
BAB III
STANDAR FASILITAS
LEMARI OBAT
LEMARI
PSIKOTROPIK
GUDANG OBAT
3.3 PERALATAN
Fasilitas peralatan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan terutama untuk
perlengkapan peracikan sediaan farmasi dan perlengkapan dispensing. Fasilitas
peralatan harus dijamin sensitif pada pengukuran dan memenuhi persyaratan, peneraan
dan kalibrasi untuk peralatan tertentu setiap tahun. Peralatan minimal yang harus
tersedia:
Peralatan untuk peracikan dan dispensing sediaan farmasi (mortir, stamper, gelas
ukur, alat pembagi puyer, sealer puyer, meja peracikan).
Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip (komputer dan meja kerja)
Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan pelayanan informasi obat.
Lemari penyimpanan obat
Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika dan psikotropika berkunci ganda dengan
kunci yang selalu dibawa oleh apoteker/tenaga teknis kefarmasian.
Lemari pendingin untuk perbekalan farmasi yang termolabil.
Penerangan, sarana air, ventilasi dan system pembuangan limbah yang baik.
Lantai dilengkapi oleh pallet.
Macam-macam peralatan :
1. Peralatan kantor
Mebelair, komputer, alat tulis, telepon.
2. Peralatan sistem komputerisasi
Sistem informasi digis
3. Peralatan penyimpanan
a. Peralatan penyimpanan kondisi umum
- Lemari/rak yang rapi dan terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang
berlebihan.
- Lantai yang dilengkapi dengan pallet.
b. Peralatan penyimpanan kondisi khusus
- Lemari pendingin dan AC untuk obat yang termolabil.
- Fasilitas peralatan penyimpanan dingin harus divalidasi secara berkala.
- Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika dan psikotropika.
c. Peralatan konsultasi
- Buku kepustakaan, bahan-bahan leaflet dan brosur.
- Meja, kursi untuk apoteker dan pasien/keluarga pasien.
- Lemari arsip untuk menyimpan profil pengobatan pasien.
- Komputer.
- Telepon.
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
Rumus :
A= (B+C+D) - E
A = Rencana kebutuhan
B = Pemakaian rata-rata x 12 bulan C = Stok pengaman 10 % – 20 % D =
Waktu tunggu (3 – 4 minggu)
E = Sisa stok
b.Metode Morbiditas
Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah perkembangan pola penyakit, waktu
tunggu, dan stok pengaman.
Langkah-langkah perhitungan metode morbiditas adalah:
1) Menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan kelompok umur
2) Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan prevalensi penyakit.
3) Menyediakan formularium/standar/ pedoman sediaan farmasi.
4) Menghitung perkiraan kebutuhan sediaan farmasi.
5) Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia. Contoh perhitungan
perencanaan kebutuhan obat : Penggunaan oralit pada penyakit diare akut :
Anak-anak Diketahui,
- Satu siklus pengobatan diare diperlukan 10 bungkus oralit @ 200 ml.
- Jumlah kasus 10.000 kasus. Jadi,
Jumlah oralit yang diperlukan = 10.000 kasus x 10 bungkus
= 100.000 bungkus @ 200ml
Dewasa Diketahui,
- Satu siklus pengobatan diare diperlukan 20 bungkus oralit @ 200ml. Jumlah
kasus 5.000 kasus.
Jadi,
Jumlah oralit yang diperlukan = 5.000 kasus x 20 bungkus =
100.000 bungkus @ 200ml.
Dengan demikian jumlah kebutuhan garam oralit satu periode = 100.000 +
100.000 = 200.000 bungkus @ 200ml.
B. Pengadaan
Pengadaan obat di puskesmas, dilakukan dengan dua cara yaitu dengan melakukan
permintaan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan pengadaan mandiri (pembelian).
1.Permintaan
Sumber penyediaan obat di puskesmas berasal dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Obat yang disediakan di Puskesmas harus sesuai dengan
Formularium Nasional (FORNAS), Formularium Kabupaten/Kota dan Formularium
Puskesmas. Permintaan obat puskesmas diajukan oleh kepala puskesmas kepada
kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan format LPLPO (Form
lampiran 1). Permintaan obat dari sub unit ke kepala puskesmas dilakukan secara
periodik menggunakan LPLPO sub unit.
Permintaan terbagi atas dua yaitu :
a. Permintaan rutin
Dilakukan sesuai dengan jadwal yang disusun oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing – masing
puskesmas.
b. Permintaan khusus
Dilakukan diluar jadwal distribusi rutin. Proses permintaan khusus sama dengan
proses permintaan rutin.
Permintaan khusus dilakukan apabila :
1) Kebutuhan meningkat
2) Terjadi kekosongan obat
3) Ada Kejadian Luar Biasa (KLB/Bencana)
Dalam menentukan jumlah permintaan obat, perlu diperhatikan hal-hal berikut ini:
a. Data pemakaian obat periode sebelumnya.
b. Jumlah kunjungan resep.
c. Jadwal distribusi obat dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota.
d. Sisa Stok.
Cara menghitung kebutuhan obat (stok optimum) adalah: Jumlah untuk periode yang
akan datang diperkirakan sama dengan pemakaian pada periode sebelumnya.
SO = SK + SWK + SWT+ SP
Sedangkan untuk menghitung permintaan obat dapat dilakukan dengan rumus :
Permintaan = SO – SS
Keterangan:
SO = Stok optimum
SK = Stok Kerja (Pemakaian rata–rata per periode distribusi
SWK = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu kekosongan obat
SWT = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu tunggu ( Lead Time )
SP = Stok penyangga, SS= Sisa Stok
2.Pengadaan Mandiri
Pengadaan obat secara mandiri oleh Puskesmas dilaksanakan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. Puskesmas dapat melakukan pembelian obat ke
distributor.
C. Penerimaan
Penerimaan sediaan farmasi dan BMHP dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota
(IFK) dan sumber lainnya merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh apoteker
atau tenaga teknis kefarmasian (TTK) penanggungjawab ruang farmasi di puskesmas.
Apoteker dan TTK penanggungjawab ruang farmasi bertanggungjawab untuk memeriksa
kesesuaian jenis, jumlah dan mutu obat pada dokumen penerimaan. Pemeriksaan mutu
meliputi pemeriksaan label, kemasan dan jika diperlukan bentuk fisik obat. Setiap obat
yang diterima harus dicatat jenis, jumlah dan tanggal kadaluarsanya dalam kartu stok
obat. Pemeriksaan fisik obat meliputi:
1. Tablet :
- kemasan dan label
- bentuk fisik tablet (warna, keutuhan tablet, basah, lengket)
2. Tablet salut :
- kemasan dan label
- bentuk fisik ( warna, keutuhan tablet salut, basah, lengket)
3. Cairan :
- kemasan dan label
- kejernihan, homogenitas
- warna, bau, bentuk
4. Salep :
- kemasan dan label
- homogenitas
- warna, konsistensi
5. Injeksi :
- kemasan dan label
- kejernihan untuk larutan injeksi
- homogenitas untuk serbuk injeksi
- warna
6. Sirup kering :
- kemasan dan label
- warna, bau, penggumpalan
7. Suppositoria :
- kemasan dan label
- konsistensi
- warna
Sediaan farmasi dan BMHP hasil permintaan dapat dilakukan penerimaan setelah
mendapatkan persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau pejabat
yang diberi wewenang. Petugas penerima obat wajib melakukan pengecekan terhadap
obat yang diserahterimakan sesuai dengan isi dokumen dan ditandatangani oleh
petugas penerima serta diketahui oleh Kepala Puskesmas. Petugas penerima dapat
menolak apabila terdapat kekurangan dan kerusakan obat. Setiap penambahan obat
dicatat dan dibukukan pada buku penerimaan obat dan kartu stok.
D. Penyimpanan
Tujuan penyimpanan adalah untuk memelihara mutu sediaan farmasi,
menghindari penggunaan yang tidak bertanggungjawab, menjaga ketersediaan, serta
memudahkan pencarian dan pengawasan.
Untuk obat high alert (obat dengan kewaspadaan tinggi) berupa elektrolit
konsentrasi tinggi dan obat risiko tinggi harus disimpan terpisah dan penandaan
yang jelas untuk menghindari kesalahan pengambilan dan penggunaan.
Penyimpanan dilakukan terpisah, mudah dijangkau dan tidak harus terkunci.
Disarankan pemberian label high alert diberikan pada gudang atau lemari obat untuk
menghindari kesalahan (penempelan stiker High Alert pada satuan terkecil).
E. Pendistribusian
Pendistribusian adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan sediaan farmasi dan
BMHP dari puskesmas induk untuk memenuhi kebutuhan pada jaringan pelayanan
puskesmas (Puskesmas pembantu, Puskesmas keliling, dan bidan desa).
Langkah-langkah distribusi obat :
1. Menentukan frekuensi distribusi dengan mempertimbangkan :
a. Jarak distribusi.
b. Biaya distribusi yang tersedia.
2. Menentukan jumlah dan jenis obat yang diberikan dengan mempertimbangkan:
a. Pemakaian rata-rata per peiode untuk setiap jenis obat
b. Sisa stok
c. Pola penyakit
d. Jumlah kunjungan di masing-masing jaringan pelayanan puskesmas
3. Melaksanakan penyerahan obat ke jaringan pelayanan puskesmas. Obat diserahkan
bersama-sama dengan form LPLPO jaringan pelayanan puskesmas yang
ditandatangani oleh penanggungjawab jaringan pelayanan puskesmas dan pengelola
obat puskesmas induk sebagai penanggungjawab pemberi obat
G. Pengendalian
2) Satu kartu stok hanya digunakan untuk mencatat mutasi satu jenis obat dari
satu sumber anggaran
3) Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan dan rencana
kebutuhan obat periode berikutnya
Hal yang harus diperhatikan:
1) Kartu stok obat harus diletakkan berdekatan dengan obat yang bersangkutan.
2) Pencatatan harus dilakukan setiap kali ada mutasi (keluar/masuk obat atau jika
ada obat hilang, rusak dan kadaluarsa)
3) Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan setiap akhir periode.
4) Pengeluaran satu jenis obat dari anggaran yang berbeda dijumlahkan dan
dianggap sebagai jumlah kebutuhan obat tersebut dalam satu periode.
3. Penanganan ketika terjadi kehilangan, kerusakan, obat ditarik dan kadaluwarsa.
a. Pemusnahan dan penarikan obat yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Untuk pemusnahan narkotika, psikotropika dan prekursor dilakukan oleh apoteker
penanggungjawab dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kab/Kota dan dibuat
berita acara pemusnahan.
c. Penarikan obat yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan perundang-
undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh
BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar
(voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
Penarikan BMHP dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh menteri
d. Pemusnahan dilakukan untuk obat bila:
1) Produk tidak memenuhi persyaratan mutu/rusak.
2) Telah kadaluwarsa.
3) Dicabut izin edarnya.
Pemusnahan obat dapat dilakukan dengan cara :
1) Pengembalian obat yang rusak atau kadaluarsa ke Dinas Kesehatan Kab/Kota
untuk dilakukan pemusnahan.
2) Pemusnahan sendiri dengan persetujuan Dinas Kesehatan Kab/Kota.
Tahapan pemusnahan terdiri dari:
1) Membuat daftar obat yang akan dimusnahkan.
2) Mengajukan usulan pemusnahan dan penghapusan barang persediaan
sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.
3) Mengkoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak
terkait (Dinas Kesehatan).
4) Menyiapkan tempat pemusnahan.
5) Pelaksanaan pemusnahan.
6) Membuat berita acara pemusnahan.
H. Administrasi
Kegiatan administrasi terdiri dari pencatatan dan pelaporan semua kegiatan pelayanan
kefarmasian di Puskesmas.
1. Pencatatan (dokumentasi)
Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor keluar dan
masuknya obat di Puskesmas. Pencatatan dapat dilakukan dengan menggunakan
bentuk digital maupun manual. Pada umumnya pemasukan dan pengeluaran obat
dicatat dalam buku catatan pemasukan dan pengeluaran obat dan kartu stok.
Petugas kefarmasian harus mencatat setiap penerimaan dan pengeluaran obat di
puskesmas.
a. Di gudang obat harus tersedia kartu stok, buku penerimaan dan pengeluaran obat.
b. Di ruang obat tersedia kartu stok, rekapan harian penggunaan obat dan buku
catatan pemakaian narkotik dan psikotropik.
c. Catatan pemakaian narkotik, psikotropik dan prekusor harus dilengkapi nama,
umur, jenis kelamin, alamat, nomor telepon dan jumlah obat yang diterima setiap
pasien.
Fungsi kartu stok:
1) Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi sediaan farmasi (penerimaan,
pengeluaran, hilang, rusak atau kadaluwarsa).
2) Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data mutasi 1 (satu) jenis
sediaan farmasi yang berasal dari 1 (satu) sumber anggaran.
3) Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan, perencanaan,
pengadaan, distribusi dan sebagai pembanding terhadap keadaan fisik sediaan
farmasi dalam tempat penyimpanannya.
Hal-hal yang harus diperhatikan:
1) Kartu stok diletakkan bersamaan/ berdekatan dengan sediaan farmasi
bersangkutan.
2) Pencatatan dilakukan secara rutin setiap kali mutasi sediaan farmasi (penerimaan,
pengeluaran, hilang, rusak/ kadaluwarsa).
3) Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap akhir bulan.
Informasi yang didapat:
1) Jumlah sediaan farmasi yang tersedia (sisa stok).
2) Jumlah sediaan farmasi yang diterima.
3) Jumlah sediaan farmasi yang keluar.
4) Jumlah sediaan farmasi yang hilang/ rusak/ kadaluwarsa.
5) Jangka waktu kekosongan sediaan farmasi.
Manfaat informasi yang didapat:
1) Mengetahui dengan cepat jumlah persediaan sediaan farmasi.
2) Sebagai dasar dalam penyusunan laporan dan perencanaan kebutuhan.
3) Pengendalian persediaan.
4) Untuk pertanggungjawaban bagi petugas penyimpanan dan pendistribusian.
Petunjuk pengisian:
a) Bagian judul pada kartu stok diisi dengan :
- Nama sediaan farmasi
- Kemasan
- Isi kemasan
- Nama sumber dana atau dari mana asalnya sediaan farmasi
b) Kolom-kolom pada kartu stok diisi sebagai berikut :
- Tanggal penerimaan atau pengeluaran
- Nomor dokumen penerimaan atau pengeluaran
- Sumber asal sediaan farmasi atau kepada siapa sediaan farmasi dikirim
- No. Batch/No. Lot.
- Tanggal kadaluwarsa
- Jumlah penerimaan
- Jumlah pengeluaran
- Sisa stok
- Paraf petugas yang mengerjakan
2. Pelaporan
Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi sediaan
farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada pihak yang
berkepentingan. Jenis laporan yang dibuat oleh tenaga kefarmasian puskesmas
meliputi
No Jenis Laporan Kegunaan Ket.
1. Laporan Penerimaan Mengetahui jumlah LPLPO
dan Pengeluaran penerimaan dan
Obat pengeluaran obat
satu periode
2. Laporan Obat Melaporkan obat yang
Rusak/Kadaluarsa rusak/kadaluarsa
a. Pengkajian resep
Setiap resep yang akan dilayani wajib diperiksa kelengkapannya sesuai prosedur
yang ditetapkan, meliputi:
a. Pelaksanaan
1) Sumber informasi obat utama yang digunakan di ruang farmasi adalah MIMS
2) Jenis kegiatan :
- Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara pro
aktif atau pasif.
- Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui
telepon, surat atau tatap muka.
- Membuat buletin, leaflet, label obat, poster.
- Memberikan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan masyarakat.
3) Tahapan pelaksanaan PIO meliputi:
- Apoteker menerima dan mencatat pertanyaan lewat telepon, pesan tertulis
atau tatap muka.
- Mengidentifikasi penanya: nama, status (dokter, perawat, apoteker, asisten
apoteker, pasien/keluarga pasien, masyarakat umum), dan asal unit kerja
penanya.
- Mengidentifikasi pertanyaan apakah diterima, ditolak atau dirujuk ke unit
kerja terkait.
- Menanyakan secara rinci data/informasi terkait pertanyaan.
- Menanyakan tujuan permintaan informasi (perawatan pasien, pendidikan,
penelitian, umum).
- Menetapkan urgensi pertanyaan.
- Memformulasikan jawaban.
- Menyampaikan jawaban kepada penanya secara verbal atau tertulis.
b. Evaluasi
Dilakukan evaluasi setiap akhir bulan dengan merekapitulasi jumlah pertanyaan,
penanya, jenis pertanyaan, unit pelayanan, dan tujuan permintaan informasi.
3. Konseling
Konseling obat merupakan salah satu metode edukasi pengobatan secara tatap muka
atau wawancara dengan pasien dan/atau keluarganya yang bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pasien yang membuat terjadi perubahan
perilaku dalam penggunaan obat.
a. Pelaksanaan
1) Pelayanan konseling obat dilakukan oleh apoteker.
b. Evaluasi
Dilakukan evaluasi setiap akhir bulan dengan merekapitulasi jumlah pasien yang
diberikan konseling. Hasil evaluasi dikirimkan dalam bentuk laporan pelayanan
kefarmasian kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tembusan kepada Dinas
Kesehatan Provinsi dan Kementerian Kesehatan.
a. Pelaksanaan
1) Seleksi Pasien berdasarkan:
a) Kondisi Pasien:
- Pasien dengan multi diagnosa.
- Pasien dengan resep polifarmasi.
- Pasien yang menerima obat dengan indeks terapi sempit.
- Pasien dengan gangguan fungsi organ terutama hati dan ginjal.
- Pasien geriatri dan pediatri.
- Pasien hamil dan menyusui.
b) Obat
Jenis Obat dengan risiko tinggi seperti:
- Obat dengan indeks terapi sempit (contoh: digoksin, fenitoin)
- Obat yang bersifat nefrotoksik (contoh: antiretroviral) dan hepatotoksik
(contoh: Obat Anti Tuberkolosis/OAT)
- Obat yang sering menimbulkan ROTD (contoh: metoklopramid, AINS)
c) Kompleksitas regimen :
- Polifarmasi
- Variasi rute pemberian
- Variasi aturan pakai
- Cara pemberian khusus (contoh: inhalasi)
2) Memastikan kebenaran identitas pasien dengan meminta pasien
menyebutkan nama dan identitas lain dan disesuaikan dengan yang
ditetapkan puskesmas.
3) Pengumpulan data pasien
Data dasar pasien merupakan komponen penting dalam proses PTO. Data
tersebut dapat diperoleh dari:
- Profil pengobatan pasien/pencatatan penggunaan obat
- Wawancara dengan pasien, anggota keluarga, dan tenaga kesehatan lain.
- Semua data yang sudah diterima, dikumpulkan dan kemudian dikaji. Data
yang berhubungan dengan PTO diringkas dan diorganisasikan ke dalam
suatu format yang sesuai (contoh pada lampiran 11). Sering kali data yang
diperoleh dari profil pengobatan pasien belum cukup untuk melakukan
PTO, oleh karena itu perlu dilengkapi dengan data yang diperoleh dari
wawancara pasien, anggota keluarga, dan tenaga kesehatan lain
4) Identifikasi masalah terkait Obat
Setelah data terkumpul, perlu dilakukan analisis untuk identifikasi adanya
masalah terkait obat. Masalah terkait obat dapat dikategorikan sebagai
berikut:
a) Ada indikasi tetapi tidak diterapi
b) Pemberian obat tanpa indikasi
c) Pasien mendapatkan obat yang tidak diperlukan.
d) Pemilihan obat yang tidak tepat.
e) Pasien mendapatkan obat yang bukan pilihan terbaik untuk kondisinya
(bukan merupakan pilihan pertama, obat yang tidak cost effective dan
kontra indikasi).
f) Dosis terlalu tinggi
g) Dosis terlalu rendah
h) Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)
i) Interaksi obat
j) Pasien tidak menggunakan obat karena suatu sebab (tidak mampu
membeli obat, obat tidak tersedia, ketidakpatuhan pasien atau karena
kelalaian petugas)
k) Apoteker perlu membuat prioritas masalah yang perlu penyelesaian segera
sesuai dengan kondisi pasien, dan menentukan masalah tersebut sudah
terjadi atau berpotensi akan terjadi.
5) Rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat Rekomendasi dapat
dilakukan dengan:
- Memulai terapi obat
- Obat dihentikan
- Meningkatkan dosis
- Menurunkan dosis
- Konseling pasien secara individu
- Merujuk pasien
6) Pemantauan
Setelah ditetapkan pilihan terapi maka selanjutnya perlu dilakukan
perencanaan pemantauan, dengan tujuan memastikan pencapaian efek
terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki. Apoteker dalam
membuat rencana pemantauan perlu menetapkan langkah-langkah:
a) Menetapkan parameter farmakoterapi
Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih parameter
pemantauan, antara lain:
- Efikasi terapi dan efek merugikan dari regimen
- Perubahan fisiologik pasien
- Efisiensi pemeriksaan laboratorium
b) Menetapkan sasaran terapi (end point)
Penetapan sasaran akhir didasarkan pada nilai/gambaran normal atau
yang disesuaikan dengan pedoman terapi. Beberapa hal sebagai
pertimbangan antara lain:
- Karakteristik obat sesuai bentuk sediaan, rute pemberian, dan cara
pemberian akan mempengaruhi sasaran terapi yang diinginkan
(contoh: perbedaan penurunan kadar gula darah pada pemberian
insulin dan obat anti diabetes oral).
- Efikasi dan toksisitas obat
7) Tindak lanjut
Sebagai langkah lanjutan adalah dilakukan evaluasi dan pemantauan secara
keseluruhan apakah farmakoterapi sesuai dengan yang diharapkan.
Frekuensi pemantauan tergantung pada tingkat keparahan penyakit dan
risiko yang berkaitan dengan terapi obat.
b. Evaluasi
1)Jumlah masalah terkait obat yang teridentifikasi
2)Jumlah masalah terkait obat yang diselesaikan
5. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan obat untuk menjamin obat
yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau (rasional).
a.Pelaksanaan
b.Evaluasi
Pelaksanaan DUE minimal sekali dalam setahun.
b.Manfaat
Untuk Pasien :
1) Terjaminnya keamanan, efektifitas dan keterjangkauan biaya pengobatan
2) Meningkatnya pemahaman dalam pengelolaan dan penggunaan obat
dan/atau alat kesehatan
3) Terhindarnya reaksi obat yang tidak diinginkan
4) Terselesaikannya masalah penggunaan obat dan/atau alat kesehatan dalam
situasi tertentu.
Untuk apoteker :
1) Pengembangan kompetensi apoteker dalam pelayanan kefarmasian di rumah
2) Pengakuan profesi apoteker oleh masyarakat kesehatan, masyarakat umum
dan pemerintah
3) Terwujudnya kerjasama antar profesi kesehatan.
c. Pelaksanaan
1) Kriteria
Kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah tidak dapat diberikan pada semua
pasien mengingat waktu pelayanan yang cukup lama dan berkesinambungan.
Maka diperlukan prioritas pasien yang dianggap perlu mendapatkan
pelayanan kefarmasian di rumah
Kriteria pasien:
(a) Pasien yang menderita penyakit kronis dan memerlukan perhatian khusus
tentang penggunaan obat, interaksi obat dan efek samping
(b) Pasien dengan terapi jangka panjang misal TB paru, DM, HIV-AIDS dan
lain-lain.
(c) Pasien dengan resiko misal usia >65 th atau lebih dengan salah satu
kriteria atau lebih rejimen obat misal :
- Pasien dengan 6 macam diagnosis atau lebih
- Pasien minum obat 6 macam atau lebih setiap hari
- Pasien minum obat 12 dosis atau lebih setiap hari
- Pasien minum salah satu dari 20 macam obat dalam tabel berikut yang
telah diidentifikasi tidak sesuai dengan pasien geriatrik :
Diazepam Indometasin
Flurazepam Cyclandelate
Pentobarbital Methocarbamol
Amitriptilin Trimethobenzamide
Isoxuprine Phenylbutazon
Cyclobenzaprine Chlorpropamide
Orpenadrine Propoxyphene
Chlordiapoxide Pentazosine
Meprobamate Dipyridamole
Secobarbital Carisoprodol
b.Manfaat
1)Tercipta data based ESO Puskesmas sebagai dasar
penatalaksanaan ESO
2)Mendukung pola insidensi ESO nasional
c.Pelaksana
1)Apoteker
2)TTK dan tenaga kesehatan lain di puskesmas
3)Kolaborasi Apoteker, TTK dengan perawat dan dokter
d.Persiapan
1)Data ESO puskesmas
2)Referensi ESO
3)Resep, rekam medis
4) Obat pasien
5) Kertas kerja atau formulir MESO (lampiran 13)
e.Pelaksanaan
1) Menganalisis laporan efek samping obat (ESO)
a) secara pasif dengan menerima keluhan pasien sehubungan dengan
ketidaknyamanan setelah minum obat dan
menanyakan berapa lama setelah minum obat, adakah obat lain yang
digunakan, adakah makanan yang tidak biasa dikonsumsi
b) secara aktif melakukan asesmen setiap resep, hasil laboratorium pasien
rawat jalan maupun rawat inap yang menunjukkan perbedaan dari
seharusnya atau sesuai harapan
c) secara aktif melakukan asesmen pasien terhadap keluhan sehubungan obat
yang digunakan, menanyakan riwayat munculnya alergi atau keluhan lain
sehubungan dengan obat yang digunakan, memastikan waktu munculnya
keluhan setelah menggunakan obat, adakah obat lain yang digunakan,
adakah makanan yang tidak biasa dikonsumsi.
2) mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai risiko tinggi
mengalami ESO
a) melakukan identifikasi obat-obat yang paling umum menyebabkan ESO
dihubungkan dengan manifestasi klinis yang muncul, misalnya NSAID
menyebabkan angioederma dan nyeri lambung. Jika kesulitan menetapkan
apakah keluhan berhubungan dengan obat, diperlukan referensi dari
monograph obat sampai penelitian case report dan dikombinasi dengan
informasi dari keluarga, perawat maupun dokter yang merawat.
b) melakukan identifikasi terhadap kelompok pasien yang berisiko tinggi
munculnya ESO, misalnya kelompok geriatri potensial mengalami gangguan
tidur karena Ciprofloxacin, kelompok perempuan produktif berisiko extra
pyramidal syndrom karena Metoclopramide.
3)melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional Setiap kejadian
ESO dilaporkan dalam form MESO maupun secara elektronik ke BPOM.
f. Evaluasi
Konsistensi laporan MESO ke Badan POM
BAB V
LOGISTIK
Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis
pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Puskesmas yang cukup banyak
merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut
institute of medicine (1999), medical error didefinisikan sebagai suatu kegagalan tindakan
medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan/tidak seperti yang diharapkan (yaitu,
kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu,
kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan
mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adeverse Event (Kejadian
Tidak Diharapkan/KTD).
Near miss atau Nyaris cedera merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan suatu
tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission),
yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi karena keberuntungan
(misalnya pasien menerima suatu obat kontraindikasi tetapi tidak timbul reaksi obat),
pencegahan (suatu obat dengan overdosis letal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui
dan membatalkannya sebelum obat diberikan) dan peringanan (suatu obat dengan overdosis
lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotnya).
Adverse event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian
yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan
(commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission) dan bukan
karena “underlying disease” atau kondisi pasien.
A. Pengertian
Patient safety atau keselamatan pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan
pasien di puskesmas menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
B. Tujuan
4. Terjadinya budaya keselamatan pasien di puskesmas
5. Meningkatnya akuntabilitas puskesmas terhadap pasien dan masyarakat
6. Menurunnya KTD di puskesmas
7. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
KTD
C. Tata Laksana
1. Pada saat penerimaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai dari Unit Perbekalan Farmasi Kota Pasuruan, petugas farmasi harus
memperhatikan waktu kadaluarsa dan MSDS untuk bahan berbahaya.
2. Untuk meminimalkan kesalahan pengambilan obat, obat LASA disimpan tidak
berdekatan dan diberi label LASA.
3. Obat high alert, disimpan terlokalisasi dan diberi label high alert.
4. Elektrolit pekat tidak disimpan di ruang perawatan.
5. Resep yang masuk ke farmasi dilakukan telaah resep dan telaah obat.
6. Memberikan informasi obat pada saat penyerahan obat kepada pasien, meliputi
nama obat, indikasi, cara pemakaian, efek samping, cara penyimpanan obat.
7. Obat dan alat kesehatan yang rusak, kadaluarsa atau ditarik ijin edarnya harus
ditarik oleh farmasi untuk kemudian dimusnahkan sesuai prosedur.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
A. Pengertian
Kesehatan dan keselamatan kerja adalah bagian dari kesehatan masyarakat atau
aplikasi kesehatan masyarakat di dalam suatu masyarakat pekerja dan masyarakat
lingkungannya (Notoadmojo, 2012). Keselamatan kesehatan kerja adalah merupakan
multidisiplin ilmu yang terfokus pada penerapan prinsip alamiah dalam memahami adanya
risiko yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan manusia dalam lingkungan industri
ataupun lingkungan di luar industri. Selain itu keselamatan dan kesehatan kerja merupakan
profesionalisme dari berbagai disiplin ilmu yaitu fisika, kimia, biologi dan ilmu perilaku yang
diaplikasikan dalam manufaktur, transportasi, penyimpanan dan penanganan bahan
berbahaya (OHSAH, 2003).
B. Tujuan
1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di semua
lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun kesejahteraan sosialnya.
2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang
diakibatkan oleh keadaan/kondisi lingkungan kerjanya.
3. Memberi pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaannya dan
kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan
kesehatan.
4. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang sesuai
dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.
C. Tata Laksana
1. Bahan kimia yang mudah terbakar dan meledak disimpan terpisah dan diberi tanda.
2. Dalam penyimpanan obat alkes, tumpukan kardus tidak boleh melebihi standar yang
diperbolehkan.
3. Setiap ruang pelayanan, penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan
medis habis pakai dilengkapi dengan APAR (Alat Pemadam Api Ringan)
4. Dibuat jalur evakuasi untuk kejadian kebakaran dan gempa
5. Limbah kemasan obat (vial, fles, bag, botol di ruang perawatan, dimasukkan dalam
plastik limbah medis berwarna kuning.
6. Limbah ampul dan disp spuit (termasuk jarum) di ruang perawatan, dimasukkan
dalam tempat khusus yang anti bocor dan tidak tembus air (safety box).
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
1. Pedoman ini dibuat untuk menjadi acuan oleh seluruh petugas yang terkait dalam
pelayanan farmasi di UPT Puskesmas Kebonsari.
2. Diharapkan petugas yang terkait memenuhi ketentuan-ketentuan dalam pedoman ini,
sehingga terwujud tertib pelayanan farmasi.
3. Semua tata cara pelaksanaan kegiatan pelayanan farmasi dibuatkan standar prosedur
operasional.
4. Pelayanan farmasi sebagai pelayanan penunjang di UPT Puskesmas Kebonsari tidak
mungkin dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya tanpa dukungan semua pihak
terkait dan tidak mungkin dilaksanakan secara terpisah, tapi wajib dilaksanakan
secara bersama sebagai satu kesatuan.
DAFTAR PUSTAKA