Anda di halaman 1dari 25

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT

TERHADAP KEJADIAN TERTUSUK JARUM


DI IRNA 2 BEDAH RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh:
ADI WIARTO
NIM : 2014314201042

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI
MALANG
Januari, 2020
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kejadian penyakit infeksi di rumah sakit dianggap sebagai suatu masalah

serius karena mengancam kesehatan dan keselamatan kerja dan petugas kesehatan

secara global. Selain itu, kejadian infeksi ini juga berdampak pada kualitas

pelayanan kesehatan dan peningkatan pembiayaan pelayanan kesehatan (Luo, et,

al., 2010). Petugas kesehatan berisiko terpajan penularan penyakit infeksi blood

borne seperti HIV, Hepatitis B, dan Hepatitis C, yang berasal dari sumber infeksi

yang diketahui atau tidak diketahui seperti benda terkontaminasi, jarum suntik

bekas pakai dan benda tajam lainnya.

Secara global, lebih dari 35 juta petugas kesehatan menghadapi risiko luka

perkutan akibat terkena benda tajam yang terkontaminasi. Insiden terpapar

mikroorganisme yang diobservasi diantara semua petugas kesehatan yang paling

tinggi terpajan adalah perawat (Efstathiou, et.al., 2011). Hal ini terjadi karena

perawat adalah petugas kesehatan yang paling sering kontak dengan pasien baik

secara langsung maupun tidak langsung dalam upaya memberikan asuhan

keperawatan kepada pasien. Kecelakaan yang paling umum terjadi di pelayanan

kesehatan adalah tertusuk jarum suntik, yaitu jarum suntik yang dipakai pada

pasien menusuk kulit seseorang petugas pelayanan kesehatan (Yayasan Spiritia,

2009). Penelitian menunjukan bahwa rata-rata risiko transmisi virus melalui

blood-borne pada kecelakaan tertusuk jarum yaitu 30% untuk virus Hepatitis B,

3% untuk virus hepatitis C, dan kurang lebih 0.3% untuk virus HIV (Weston,

2008).

2
3

Menurut WHO setiap tahun sebanyak 12 miliar suntikan dilakukan di

seluruh dunia, dan setiap tahun sebanyak 3 juta orang terkena luka tusuk jarum

suntik (Stoker, 2004). World Health Report 2002 melaporkan sebanyak 2 juta dari

35 juta petugas pelayanan kesehatan di dunia terpajan infeksi per tahun (WHO,

2002). Di Amerika Serikat petugas pelayanan kesehatan di rumah sakit menderita

luka tusus jarum suntik dan luka akibat alat medis tajam lainya sebanyak 385.000

kasus per tahun atau 1000 kasus per hari. Kejadian luka tusuk jarum suntik yang

sesungguhnya mungkin lebih tinggi dari perkiraan CDC karena banyak kasus

yang tidak di laporkan (underreporting), beberapa survei menyebutkan bahwa

lebih dari 50% petugas pelayanan kesehatan tidak melaporkan luka tusuk jarum

suntik yang terjadi pada diri mereka (CDC, 2008). Di Indonesia, tahun 2005-2007

mencatat bahwa proporsi luka tusuk jarum suntik mencapai 37-38 % dari total

petugas kesehatan (Rival, 2012).

Penyebab dari luka tusuk jarum adalah serupa, seperti pemberian injeksi,

menutup jarum suntik (spuit), pengambilan darah atau pada saat membuang

jarum. Cedera ini banyak terjadi di area bangsal ataupun ruang operasi. Alasan

utama untuk terjadinya luka tusuk jarum adalah kecerobohoan dan kurangnya

pengetahuan atau tidak mengikuti prosedur yang telah ditentukan (ICN, 2005).

Rosida (2010) dalam penelitiannya di Hospital Putrajaya Malaysia terhadap 345

tenaga kerja menunjukan bahwa tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang

kewaspadaan universal (96,5%) dan kejadian terkena luka tusuk jarum harus

dilaporkan (99.1%). Sedikit tenaga kerja yang tidak mengetahui bahwa Hepatitis

B (2.6%) and Hepatitis C (7%) dapat ditularkan melalui jarum suntik dan luka

tajam. Mayoritas (66.1%) petugas kesehatan melakukan recapping jarum setelah


4

digunakan dan mayoritas (98.3%) menyatakan bahwa mereka menggunakan

sarung tangan untuk melakukan pengambilan darah, setelah melakukan tindakan

pengambilan jarum dari pasien (97.4), dan memakai sarung tangan dalam

memanipulasi benda tajam (95.4%). Faktor-faktor yang melatar belakangi

terjadinya luka tusuk jarum suntik bervariasi di setiap tempat kerja. Faktor

predisposisi, faktor penguat (reinforcing factors), faktor pemungkin (enabling

factors) yang mempengaruhi prilaku seseorang pada model Green tentang prilaku

dan gaya hidup sehat, misalnya kepatuhan dan keamanan menyuntik, dapat

dipakai sebagai dasar untuk menjelaskan kejadian luka tusuk jarum suntik (Green,

2012). Paramedis yang bertugas di rumah sakit terpajan resiko luka tusuk jarum

suntik dengan dampak infeksi yang menjadi kendala keselamatan kerja dan

kesehatan bagi mereka sekaligus tanggung jawab rumah sakit untuk menjamin

keselamatan dan kesehatan kerja para medis.

Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

membentuk tim PPI yang bertujuan untuk melakukan pencegahan dan

pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan serta menyelenggarakan tata

kelola PPI yang baik supaya mutu pelayanan medis serta keselamatan pasien dan

pekerja di fasilitas pelayanan kesehatan terjamin dan terlindungi. Berdasarkan

laporan angka kejadian luka tusuk jarum dari PPI RSUD Dr. Saiful Anwar

Malang (2019), kejadian luka tusuk jarum sebesar 10 kasus dan pada tahun 2019.

Angka kejadian luka tusuk jarum di RSUD Dr. Saiful Anwar masih belum sesuai

dengan standar mutu pelayanan yakni sebesar 0 %.


5

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merasa tertarik untuk meneliti

“Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Terhadap Kejadian Tusuk Jarum Di

IRNA 2 Bedah RSUD Dr. Saiful Anwar Malang”.

(Catatan: silahkan bapak mencari Literatur terkait dengan topik/judul


penelitian 1. Kasus yang terjadi terkait dengan tenaga medis/perawat yang
tertusuk jarum pada saat bertugas (who/dunia, Indonesia, Jatim,
RSSA)
2. Rujukan 5 tahun

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah “Apakah ada Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Terhadap

Kejadian Tusuk Jarum Di IRNA 2 Bedah RSUD Dr. Saiful Anwar Malang?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui hubungan tingkat

pengetahuan perawat terhadap kejadian tusuk jarum di IRNA 2 Bedah RSUD Dr.

Saiful Anwar Malang.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan tatalaksana pencegahan tertusuk jarum

di IRNA 2 Bedah RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.

b. Mengidentifikasi kejadian tusuk jarum di IRNA 2 Bedah RSUD Dr. Saiful

Anwar Malang.

c. Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan terhadap kejadian tusuk jarum

di IRNA 2 Bedah RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.

1.4 Manfaat Penelitian


6

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini digunakan untuk menambah kepustakaan terutama di bidang

keperawatan khusunya tentang pentingnya pengetahuan tatalaksana pencegahan

tertusuk jarum di IRNA 2 Bedah RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.

1.4.2 Manfaat Praktis

Sebagai bahan pertimbangan dan masukan untuk melaksanakan pelayanan

asuhan keperawatan yang tepat utamanya dalam tatalaksana pencegahan tertusuk

jarum di IRNA 2 Bedah RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pengetahuan

2.1.1 Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah suatu hasil dari rasa keingintahuan melalui proses

sensoris, terutama pada mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan

merupakan domain yang penting dalam terbentuknya perilaku terbuka atau open

behavior (Donsu, 2017).Pengetahuan atau knowledge adalah hasil penginderaan

manusia atau hasil tahu seseorang terhadap suatu objekmelalui pancaindra yang

dimilikinya. Panca indra manusia guna penginderaan terhadap objek yakni

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan perabaan. Pada waktu

penginderaan untuk menghasilkan pengetahuan tersebut dipengaruhi oleh

intensitas perhatiandan persepsi terhadap objek. Pengetahuan seseorang sebagian

besar diperoleh melalui indra pendengaran dan indra penglihatan (Notoatmodjo,

2014).

Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal dan sangat erat

hubungannya. Diharapkan dengan pendidikan yang tinggi maka akan semakin

luas pengetahuannya. Tetapi orang yang berpendidikan rendah tidak mutlak

berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh

dari pendidikan formal saja, tetapi juga dapat diperoleh dari pendidikan non

formal. Pengetahuan akan suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif

dan aspek negatif.

Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang. Semakin banyak aspek

positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap semakin positif

terhadap objek tertentu (Notoatmojo, 2014).

7
8

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (dalam Wawan dan Dewi, 2010) pengetahuan

seseorang terhadap suatu objek mempunyai intensitas atau tingkatan yang

berbeda. Secara garis besar dibagi menjadi 6 tingkat pengetahuan, yaitu :

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai recall atau memanggil memori yang telah ada sebelumnya

setelah mengamati sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang telah dipelajari

atau rangsangan yang telah diterima. Tahu disisni merupakan tingkatan yang

paling rendah. Kata kerja yang digunakan untuk mengukur orang yang tahu

tentang apa yang dipelajari yaitu dapat menyebutkan, menguraikan,

mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya.

2. Memahami (Comprehention)

Memahami suatu objek bukan hanya sekedar tahu terhadap objek tersebut, dan

juga tidak sekedar menyebutkan, tetapi orang tersebut dapat menginterpretasikan

secara benar tentang objek yang diketahuinya. Orang yang telah memahami objek

dan materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menarik kesimpulan,

meramalkan terhadap suatu objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud

dapat menggunakan ataupun mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut

pada situasi atau kondisi yang lain. Aplikasi juga diartikan aplikasi atau

penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip, rencana program dalam situasi yang

lain.

4. Analisis (Analysis)
9

Analisis adalah kemampuan seseorang dalam menjabarkan atau memisahkan, lalu

kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen dalam suatu objek atau

masalah yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang telah sampai pada

tingkatan ini adalah jika orang tersebut dapat membedakan, memisahkan,

mengelompokkan, membuat bagan (diagram) terhadap pengetahuan objek

tersebut.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam merangkum atau meletakkan

dalam suatu hubungan yang logis dari komponen pengetahuan yang sudah

dimilikinya. Dengan kata lain suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru

dari formulasi yang sudah ada sebelumnya.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu objek tertentu. Penilaian berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan

sendiri atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat.

2.1.3 Proses Perilaku Tahu

Menurut Rogers yang dikutip oleh Notoatmodjo (dalam Donsu, 2017)

mengungkapkan proses adopsi perilaku yakni sebelum seseorang mengadopsi

perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi beberapa proses, diantaranya:

1. Awareness ataupun kesadaran yakni apda tahap ini individu sudah menyadari

ada stimulus atau rangsangan yang datang padanya.

2. Interest atau merasa tertarik yakni individu mulai tertarik pada stimulus

tersebut.
10

3. Evaluation atau menimbang-nimbang dimana individu akan

mempertimbangkan baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Inilah

yang menyebabkan sikap individu menjadi lebih baik.

4. Trial atau percobaanyaitu dimana individu mulai mencoba perilaku baru .

5. Adaption atau pengangkatan yaitu individu telah memiliki perilaku baru sesuai

dengan penegtahuan, sikap dan kesadarannya terhadap stimulus.

2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (dalam Wawan dan Dewi, 2010) faktor-faktor yang

mempengaruhi pengetahuan adalah sebagai berikut :

1. Faktor Internal

a. Pendidikan

Pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju impian atau cita-cita tertentu yang

menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan agar tercapai

keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan

informasi berupa hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat

meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB Mantra yang dikutip oleh

Notoatmodjo, pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga

perilaku akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berpesan

serta dalam pembangunan pada umumnya makin tinggi pendidikan

seseorang maka semakin mudah menerima informasi.

b. Pekerjaan

Menurut Thomas yang kutip oleh Nursalam, pekerjaan adalah suatu

keburukan yang harus dilakukan demi menunjang kehidupannya dan


11

kehidupan keluarganya. Pekerjaan tidak diartikan sebagai sumber

kesenangan, akan tetapi merupakan cara mencari nafkah yang

membosankan, berulang, dan memiliki banyak tantangan. Sedangkan

bekerja merupakan kagiatan yang menyita waktu.

c. Umur

Menurut Elisabeth BH yang dikutip dari Nursalam (2003), usia adalah

umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun.

Sedangkan menurut Huclok (1998) semakin cukup umur, tingkat

kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matangdalam berfikir dan

bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa

dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya.

d. Faktor Lingkungan

Lingkungan ialah seluruh kondisi yang ada sekitar manusia dan

pengaruhnya dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu

atau kelompok.

e. Sosial Budaya

Sistem sosial budaya pada masyarakat dapat memberikan pengaruh dari

sikap dalam menerima informasi

2.1.5 Kriteria Tingkat Pengetahuan

Menurut Nursalam (2016) pengetahuan seseorang dapat diinterpretasikan

dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :

1. Pengetahuan Baik : 76 % - 100 %

2. Pengetahuan Cukup : 56 % - 75 %

3. Pengetahuan Kurang : < 56 %


12

2.2 Konsep Luka Tertusuk Jarum

2.2.1 Kejadian Luka Tertusuk Jarum

Jenis kecelakaan kerja meliputi penyakit kulit sampai patah tulang,termasuk

di dalamnya adalah luka akibat cidera benda tajam atau jarum suntik. Jika dilihat

dari jenisnya terluka akibat jarum suntik atau benda tajam saat bekerja termasuk

kecelakaan industri dimana akan mendapatkan sejumlah kompensasi dari

perusahaan atau tempat kerja

Tertusuk jarum suntik dan benda tajam merupakan luka tembus pada kulit

karena benda tajam pada saat tenaga kesehatan melakukan aktifitas klinis di

lembaga kesehatan. Beberapa contoh benda tajam di tempat kerja yaitu jarum

suntik, pisau, skalpel, gunting, pecahan kaca seperti objek glass, tabung reaksi,

gunting, spuit, dan benda tajam lainya yang terkontaminasi dengan darah dan

cairan tubuh orang lain. akibat tusukan atau cidera benda tajam dapat

menimbulkan tetanus. Luka tusuk jarum ini berasal dari jarum suntik, jarum donor

darah, jarum infus steril, jarum hecthing dll. Adapun luka akibat benda tajam

berasal dari pecahan ampul, gunting, pisau bedah, tabung kaca, slide test dll

2.2.2 Infeksi Pathogen Darah Akibat Tertusuk Jarum

Insidensi luka tusuk jarum dan benda tajam terjadi karena suplai alat

pelindung diri yang tidak memadai, kurang tersedianya peralatan jarum dan benda

tajam yang aman, kurangnya informasi tentang risiko paparan, kurangnya

ketaatan penerapan standar pencegahan, peraturan pembuangan sampah medis

yang tidak tepat terutama sistem pembuangan jarum, dan yang paling penting

adalah perilaku tenaga kesehatan terhadap benda tajam atau jarum.


13

Tertusuk jarum atau cidrera benda tajam merupakan alur terjadinya

kontaminan berbagai penyakit misalnya HIV ataupun hepatitis B dan C diantara

paramedis, dari 39 kasus infeksi HIV, ada 32 yang ditularkan melalui luka akibat

tertusuk jarum suntik, 1 kasus akibat teriris pisau,1 kasus pecahan tabung kaca

yang berisi darah infeksi,1 kasus karena limbah infeksius, dan 4 kasus karena

membran mukosa terkena cipratan darah yang terinfeksi.

Petugas kesehatan merupakan kelompok berisiko tinggi terhadap kejadian

luka tusuk jarum dan benda tajam. Data salah satu rumah sakit di Pakistan luka

tusuk jarum mencapai 71,9%, di Arab perawat menyumbang peristiwa luka tusuk

jarum dan benda tajam sebesar 46,9%, sedangkan di Korea Selatan mencapai

70,4% dan penelitian di Indonesia pada salah satu rumah sakit ditemukan luka

akibat benda tajam sebanyak 74%.

Blood-Borne adalah penyakit infeksi yang ditularkan melalui darah

mengandung pengertian bahwa adanya mikroorganisme yang bersifat pathogen

yang ada di darah manusia dan dapat menyebabkan penyakit pada individu

tersebut.

Penularan infeksi ditularkan melalui darah atau cairan tubuh lainnya dengan

cara pajanan perkutan, melalui peralatan injeksi, kulit yang kompromis karena

terkontaminasi benda tajam seperti jarum suntik, pecahan kaca, tranfusi produk

darah yang terinfeksi, luka yang terbuka dan lesi kulit, serta gigitan manusia.

Dapat juga melalui Pajanan Mucocutaneous dengan sexual intercourse, persalinan

dan penyusuan oleh ibu yang terinfeksi dan kontaminasi membran mukosa (mata,

hidung, mulut.
14

Di pelayanan kesehatan penyakit infeksi ini termasuk yang paling berisiko

terpajan kepada petugas kesehatan melalui penanganan limbah klinis dan kontak

dengan darah dan cairan tubuh lainnya. Diperkirakan delapan juta petugas

kesehatan terpajan penyakit infeksi lewat darah dan potensial berakibat fatal.

Yang paling signifikan adalah HIV, Hepatitis B dan C, virus ini diketahui

menimbulkan risiko terbesar bagi pekerja kesehatan.

1. Human Imunodeficiency Virus (HIV) ; merupakan virus penyebab AIDS

(Acquired Immuodeficiency Syndrome), yaitu kumpulan gejala penyakit akibat

menurunnya sistem kekebalan tubuh. Beberapa sifat virus HIV yaitu besar

virus 1/10.000 mm, rusak pada suhu 60o C, tetap hidup dalam darah selama ±

2 minggu dalam suhu kamar, tidak mati dalam ronnga jarum yang vakum,

pada darah kering virus akan mati.

2. Hepatitis B; merupakan virus DNA yang sangat kecil, dengan diameter 42 mm

termasuk family virus Hepadnaviridae. Virus hepatitis terdiri dari bagian

dalam (inti) dan bagian luar (envelope), disusun oleh protein yang disebut

“surface antigen” atau HbsAg . Pada permukaan luar yang menyelubungi

bagian dalam protein menunjukan partikel core atau “HbcAg” terdiri dari

virus DNA dan enzyme yang digunakan untuk replikasi virus atau disebut

DNA polymerase.

Virus ini memiliki sejumlah antigen inti dan permukaan yang telah diketahui

secara rinci yang dapat diidentifikasi di laboratorium dari sampel darah.

Antigen yang biasanya dihasilkan pertama kali oleh hepatosit yang terinfeksi

adalah antigen permukaan di selubung virus yang disebut HBsAg. Identifikasi


15

antigen ini, bersifat diagnostik untuk infeksi tertusuk jarum dan benda tajam

aktif.

Virus hepatitis B merupakan penyebab utama dari hepatitis akut dan kronis,

sirosis dan karsinoma hepatoseluler di seluruh dunia. Penyakit ini bersifat

serius dan biasanya menular melalui kontak dengan darah yang mengandung

virus. hepatitis dapat ditularkan melalui kontak seksual, transfusi darah, jarum

suntik yang terkontaminasi, dari ibu terinfeksi ke anak, dan dapat juga melalui

pisau cukur, sikat gigi, tindik, cabut gigi, tatto dan akupuntur yang terinfeksi

virus hepatitis. Yang berisiko khusus mengidap HBV adalah pemakai obat-

obat terlarang intravena, para pekerja kesehatan, dan heteroseks atau

homoseks yang aktif secara seksual.

3. Hepatitis C; ditemukan pada tahun 1989, ukuran virus RNA sangat kecil

dengan selaput luar (amplop) yang mengandung single stranded RNA, sampai

saat ini materi genetiknya belum dapat dikultur. Jenis RNA virus biasanya

tidak stabil, mudah mutase, sehingga apabila virus hepatitis C mengadakan

reproduksi susunan genetiknya akan berubah, menjadi bentuk baru dan sulit

dikenali, diobati atau dieradikasi. Virus RNA saat ini merupakan penyebab

terbanyak infeksi hepatitis yang ditularkan melalui suplai darah komersial.

HCV ditularkan dengan cara yang sama seperti HBV, terutama melalui

transfusi darah. Virus ini juga dapat menimbulkan keadaan kronik. Individu

yang terinfeksi HCV berisiko mengalami serosis atau kanker hati.


16

2.2.3 Faktor Risiko Tertusuk Jarum

1. Karakteristik Individu

Karakteristik individu secara umum yang melekat adalah umur dan jenis

kelamin. Umur dan jenis kelamin akan mempengaruhi kecelakaan kerja jika

dibarengi dengan kondisi lain misalnya pengetahuan. Riset yang dilakukan di

Lander University Greenwood, menyatakan mahasiswa semester pertama lebih

banyak yang terkena luka tusuk jarum dibandingkan dengan mahasiswa

seniornya. Hal ini bukan menunjukan bertambahnya usia semakin menurunkan

kecelakaan kerja, tetapi dengan meningkatnya pengetahuan tentang bahaya

penyakit nosokomial dari jarum, maka semakin hati-hati dalam penggunaannya.

2. Masa Kerja

Masa kerja merupakan lama waktu seseorang untuk melakukan aktifitas

dalam instansi tertentu dalam mencapai target. Penelitian yang dilakukan di kota

Surakarta menyatakan ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan

Needlestick Injury (NSI) atau risiko tertusuk jarum.

3. Pengalaman kerja

Pengalaman kerja berhubungan erat dengan masa kerja, semakin terampil

seorang petugas biasanya sudah lama bekerja pada bidang tugasnya. Lama kerja

seseorang dapat menambah pengalaman dan ssemakin mudah memahami tugas

yang menjadi tanggung jawabnya, sehingga dapat meningkatkan prestasi dan

mudah beradaptasi terhadap lingkungan dimana ia bekerja. Semakin lama masa

kerja seorang pekerja dipandang lebih mampu melaksanakan dan memahami

pekerjaannya.
17

4. Pendidikan

Hasil penelitian dengan sistem A mini-systematic review menyatakan

pekerja dengan profesi sebagai perawat sebagian besar (44,3%-64,1%)

mengalami luka akibat benda tajam, setelah itu disusul oleh profesi dokter (45%)

dan para pemagang (26%). Sebagian besar riview penelitian adalah di RS

sehingga dapat dijelaskan mengapa profesi perawat adalah sebagian besar yang

terkena luka akibat benda tajam. Hal ini dapat dijelaskan oleh fakta bahwa

perawat mengelola sebagian besar jarum suntik, infus dan benda tajam lainnya.

Tidak menutup kenyataan bahwasannya profesi perawat merupakan petugas

kesehatan terbanyak dibandingkan dengan petugas yang lain jika di Rumah Sakit.

5. Tempat Kerja

Tempat kerja adalah ruangan yang telah disediakan oleh instansi untuk

melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan jenis pekerjaanya. Tempat kerja

yang berisiko adalah tempat kerja yang tidak sesuai dengan standar pelayanan

kesehatan misalnya sempit, penerangan kurang, lantai licin peralatan kerja tidak

ergonomis, sarana dan prasarana kurang mendukung dll. Pekerja di tempat kerja

yang kurang baik mempunyai Faktor risiko 38,5 kali cidera akibat benda tajam

dari pada pekerja di tempat kerja yang baik.

6. Pelatihan Ketrampilan Teknis Pada Paramedis

Pelatihan ketrampilan merupakan salah satu faktor risiko terhadap kejadian

cidera akibat benda tajam pada tempat kerja. Pelatihan berperan sebagai

keterjangkauan informasi yang diterima oleh pekerja supaya berbanding lurus

dengan penurunan kecelakaan kerja. Ketrampilan dan informasi dapat diperoleh

melalui media atau pelatihan yang didapat pekerja. Pelatihan yang dapat diberikan
18

berupa pengendalian insfeksi dan hygene lingkungan kerja, kewaspadaan

universal ataupun pentingnya alat pelindung diri.

Kewaspadaan universal (universal precaution) merupakan konsep di mana

semua darah dan cairan tubuh diperlakukan sebagai bahan infeksius dan dalam

bekerja pemakaian jarum suntik dan benda tajam lainnya di sarana kesehatan

harus mematuhi prosedur baku sebagai panduan untuk mencegah pajanan luka

perkutaneus dan membran mukosa terhadap patogen darah..

Pelatihan memberikan dampak yang positif terhadap penurunan cidera

akibat benda tajam. Penelitian yang dilakukan pada mahasiswa keperawatan

menunjukan setelah pelatihan yang dilakukan selama 16 minggu menurunkan

kejadian tertusuk jarum yang semula 57% menjadi 33% dari keseluruh sampel.

7. Kepatuhan Terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP)

Prosedur SOP adalah suatu protap yang merupakan tata atau tahapan yang

harus dilalui dalam suatu proses kerja tertentu, yang dapat diterima oleh seorang

yang berwenang atau yang bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat

penampilan atau kondisi tertentu sehingga sesuatu kegiatan dapat diselesaikan

secara efektif dan efisien. Prinsip dari penggunaan SOP harus ada disetiap

kegiatan, bisa berubah sesuai dengan perkembangan, memuat indikasi dan syarat

yang harus dipenuhi dan terdokumentasi.

a. Standar operasional prosedur memuat pedoman pelaksanaan kesehatan dan

keselamatan kerja demi terciptanya kondisi yang sehat dan aman bagi

petugas dan lingkungan kerjanya.

b. Mencuci tangan sebelum melakukan pemeriksaan.


19

c. Menggunakan APD berupa baju pelindung, sarung tangan, masker, kaca

mata, sepatu tertutup.

d. Menganggap semua spesimen infeksius dan semua bahan kimia

berbahaya.

e. Tidakmakan dan minum diruang laboratorium.

f. Tidak menyentuh mulut saat bekerja.

g. Membersihkan peralatan bekas pakai dengan larutan klorin 0,5 %.

h. Melakukan desinfektan permukaan meja kerja dengan larutan klorin 0,5%.

i. Menggunakan tempat yang kuat dan aman (anti tembus dan bocor) untuk

benda tajam.

j. Memasukan sampah medis pada plastik yang tertutup rapat.

k. Mencuci tangan dengan cairan antiseptik setelah selesai bekerja

8. Pengetahuan

Pengetahuan yang baik akan membentuk sikap yang sesuai, mengarahkan

pekerja dalam bertindak yang baik pula. Penelitian yang dilakukan di RS. Dr.

Karyadi Semarang menunjukan pengetahuan yang baik mempengaruhi kepatuhan

perawat terhadap penerapan kewaspadaan universal, pengetahuan yang rendah

mempunyai risiko 7 kali tidak patuh terhadap kewaspadaan universal.

9. Sikap

Tingkatan sikap dibagi menjadi empat: menerima (receiving) dimana subjek

mulai memperhatikan stimulasi yang diberikan oleh objek, merespon

(responding) subjek memberikan feedback dari stimulasi yang diberikan oleh

objek, menghargai (valuing)subjek mulai membahas atau mendiskusikan stimulus

yang diberikan objek. Dan yang terakhir bertanggung jawab (responsible)


20

mempertanggung jawabkan atas sesuatu yang telah dipilih oleh subjek.

Komponen sikap sendiri ada tiga keyakinan terhadap suatu objek, evaluasi

terhadap objek dan kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen tersebut

akan bersamasama membentuk sikap yang utuh (total attitude).

10. Unsafe Action

Kecelakaan kerja yang terjadi secara umum 80-85% disebabkan unsafe

action. Beberapa penyebab dasar tindakan unsafe action antara lain kurangnya

pengetahuan, tidak memakai alat pelindung diri dengan benar, stress kerja dan

hubungan sosial.
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Perawat melakukan tindakan


yang melibatkan penggunaan
jarum suntik

Risiko tertusuk jarum Faktor Risiko Tertusuk Jarum

1. Karakteristik Individu
Kejadian Tertusuk Jarum
2. Masa kerja
3. Pengalaman kerja
Infeksi Pathogen Darah 4. Pendidikan
5. Tempat kerja
6. Pelatihan keterampilan
teknis pada paramedis
7. Kepatuhan terhadap SOP
Tingkat Pengetahuan 8. Pengetahuan
9. Sikap
10.Unsafe Action

Baik 76%-100% Cukup 56%-75% Kurang < 56%

: Diteliti

: Tidak diteliti

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat


Terhadap Kejadian Tertusuk Jarum di IRNA 2 Bedah RSUD Dr. Saiful
Anwar Malang

21
22

3.2 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep penelitian dapat ditarik hipotesis :

H1 : Ada hubungan tingkat pengetahuan perawat terhadap kejadian tertusuk

jarum di IRNA 2 Bedah RSUD Dr. Saiful Anwar Malang


23

DAFTAR PUSTAKA
Chalupa S, Gallian C, Quinn M. Needles stick and sharp injury prevention : are
we reaching out goals? AACN view point retrieved. 2008.
Waqar S, Ulsiraj M, Razzaq Z, Malik Z, Zahid M. Knowledge, attitude and
practices about needle stick injuries in health care workers Paskitan.
Journal of Medical Research. 2011;50(2).
Reda, A A, Fisseha S, Mengistie B, Vandeweerd JM. Standard Precautions:
Occupational Exposure and Behavior of Healthcare Workers in
Ethiopia. PLoS ONE. 2015;5 (12).
Dr. Erna Tresnaningsih MOH P, SpOK. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
Laboratorium Kesehatan.Pusat Kesehatan Kerja.Setjen Depkes R.I.;
2015. 6. Hermana. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Terjadinya Luka Tusuk Jarum di RSUD Cianjur. Vol Tesis. Depok:
Universitas Indonesia; 2006.
Khushdil A, Farrukh, H., Sabir, D., Awan, T., & Qureshi,. JPMI : Journal o
Postgraduate Medical Institute, 27(4) 2013. 2013.
Ehsani SR, Mohammadnejad E, Hadizadeh MR, et al. Epidemiology of Needle
Sticks and Sharp Injuries Among Nurses in an Iranian Teaching
Hospital. Arch Clin Infect Dis. 2013;8(1):27-30.
Subratty A, Moussa A. Incidence of needlestick and sharp injuries among health
care workers in Mauritius. Asan Journal Of Biochemistry. 2007;2(5).
Nilamsari. Manajemen Risiko. Surabaya: Universitas Airlangga; 2016.
Kusman Ibrahim WM, Ayu Prawesti Priambodo. Pengetahuan, Sikap, dan Praktik
Kewaspadaan Universal Perawat terhadap penularan HIV/AIDS.
Jurnal Ners Vol9 1 April 2014: 11-18. 2014.
Dwi HA. Tesis. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Luka Tusuk
Jarum atau Benda Tajam Lainnya pada Perawat di Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Cianjur. Universitas Indonesia: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 2014.
Kemenkes. Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal. Jakarta: Kemenkes
RI; 2013.
CDC. Puncture: Exposure for Bloodborne Pathogen Exposure. 2011. USA; 2016.
CDC. Sharp Injuries – Bloodborne Pathogens. Washington: CDC; 2013.
Bhardwaj A, Sivapathasundaram N, Yusof M, Minghat A, Swe K, Sinha N. The
Prevalence of Accidental Needle Stick Injury and their Reporting
among Healthcare Workers in Orthopaedic Wards in General Hospital
Melaka, Malaysia. Malaysia Orthopaedic 2014;8(2).
24

Manzoor, Daud I, Hashmi, Babar R, Rahman MS, Malik A. Needle Stick Injuries
In Nurses At A Tertiary Health Care Facility. Journal ncbi nlm.
2010;2(23).
Pinem S. Tesis. Penerapan Kewaspadaan Universal oleh Bidan dan Faktor- Faktor
yang berhubungan di Puskesmas Kecamatan Wilayah DKI Tahun
2013. Universitas Indonesia: Fakultas Kesehatan Masyarakat. 2013.
Notoatmodjo. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta; 2012.
Jauhari B. Faktor yang berhubungan dengan luka tusuk jarum suntik pada
kelompok bidan desa di kabupaten Mojokerjo. 2014.
Ernawati B. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Pencegahan
Terjadinya Needle Stick Injury Di Ruangan Rawat Inap Rumah Sakit
X Jakarta 2015. Jakarta: Keperawatan, STIK SINT CAROLUS; 2016.
Aderaw Z. Assessment on Magnitude of Needle Stick and Sharp Injuries and
Associated Factors among Health Care Workers in East Gojjam Zone
Health Institutions, Amahara Regional State, Ethiopia. Global
Journals Inc (USA). 2013;Volume 13 (Issue 3 Version 1.0):40-50.
Lee J-J KS-H, Cheng S-J. N. Needlestick and sharps injuries among dental
healthcare workers at a university hospital. Journal of the Formosan
Medical Association. 2014:113:227-233.
Sudiantara PH, Somia IKA. Karakteristik Pajanan Jarum Suntik pada Tenaga
Kesehatan di Rumah Sakit Sanglah Denpasar. 2013.
Ahmad. Needle Stick Injury and Associated Faktors Among Medical Students.
Pakistan Journal of Surgery. 2008;24(3).145-148.
Ratnawati A, Rufina D, Ghofur A. Determinan risiko cedera benda tajam pada
perawat di instalasi bedah sentral rsup dr. Soeradji Tirtonegoro
Klaten. Journal Keperawatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta. 2015.
Nurkhasanah, Sujianto U. Kepatuhan perawat dalam penerapan kewaspadaan
universal di Rumah sakit dokter kariadi semarang 2013.
Prastya IW. Hubungan Pengetahuan Tentang Tindakan Pencegahan Luka Tusuk
Jarum Dengan Insidensi Luka Tusuk Jarum Pada Mahasiswa Profesi
Ners Stikes Aisyiyah Yogyakarta. Journal Keperawatan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah. 2015.
Aderaw Z. Assessment on Magnitude of Needle Stick and Sharp Injuries and
Associated Factors among Health Care Workers in East Gojjam Zone
Health Institution. . Global Journal of Medical research Diseases.
2013;Volume 13 (Issue 3 Version 1.0).
Poter, Perry. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. 4 ed: EGC; 2006.
25

Tambayong J. Patofisiologi untuk Keperawatan. In: Ester M, ed. Jakarta: EGC;


2000.
Sjamsuhidayat R, Jong Wd. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2 ed. Jakarta: EGC; 2004.
WHO. Kader kesehatan masyarakat. Jakarta;EGC. Book. 2005.
Djatmiko RD. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta: Deepublish; 2016.
S Chalupa PM, CJ Gallian, MM Quinn. Needles stick and sharp injury
prevention : are we reaching out goals? AACN view point retrieved.
2008.
Waqar SH, ulsiraj, M., Razzaq, Z., Malik, Z. I., & Zahid, M. A. Knowledge,
attitude and practices about needle stick injuries in health care workers
Paskitan Journal of Medical Research,50(3).111. 2011.
Sabiston DC. Buku Ajar Bedah. In: Oswari J, ed. Jakarta: EGC; 2007.
WHO. Penerapan Kewaspadaan Standar Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 2008.
Cullioch JM. Science, Management and Practice. USA: Wiley; 2000. 46. Bernard
J. Healey KTW. Introduction to Occupational Health in Public Health
Practice. USA: John Willey & Sons; 2009.
Andeanto O, Semesta PI. Penyakit Menular di Sekitar Anda: mengetahui macam-
macam penyakit yang dapat menular serta cara pencehagannya. In:
Aryanti RD, ed. Jakarta: Lembaga Langit Indonesia; 2015.
Nursalam K. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi. Jakarta: Salemba
Medika; 2011. 49. Elizabeth J, Corwin. Buku Saku Patofisiologi (Terj.
dari Handbooks of Pathophysiology). Jakarta: EKG:; 2000.
Adams D. Needlestick and sharps injuries: practice update (Needlestick and
sharps injuries: implications for practice). Becton Dickinson. 2012.
Setyati J, Soemantri A. Transfusi Darah Yang Rasional. Palang Merah Indonesia;
2010.
Wardanang C. Hubungan Masa Kerja dan Usia dengan Needlestick Injury (NSI)
pada Perawat Bangsal Dewasa RSUD Kota Surakarta. Surakarta:
Kedokteran, Universitas Sebelas Maret; 2015.
Soedirman S. Kesehatan Kerja dalam Prospektif Hiperkes dan Keselamatan Kerja.
Jakarta: Erlangga; 2014

Anda mungkin juga menyukai