Anda di halaman 1dari 9

TUGAS INDIVIDU

Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Dengan Perilaku Penggunaan


Alat Pelindung Diri Pada Tenaga Kesehatan Di Puskesmas Rawat Inap
Kandangserang Kabupaten Pekalongan

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Riset Keperawatan

Disusun Oleh :

1. Pradipta Nirhartman P1337420622149

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG

JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Covid-19 adalah suatu kelompok virus yang dapat menyebabkan


penyakit pada manusia. Beberapa jenis corona virus diketahui
menyebabkan infeksi saluran nafas pada manusia mulai dari batuk pilek
hingga yang lebih serius seperti Middle East Respiratory Syndrome
(MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Corona virus
jenis baru yang ditemukan menyebabkan penyakit COVID-19. Virus baru
dan penyakit yang disebabkannya ini tidak dikenal sebelum mulainya
wabah di Wuhan, Tiongkok, bulan Desember 2019. COVID-19 ini
sekarang menjadi sebuah pandemi yang terjadi di banyak negara di
seluruh dunia (WHO, 2020). Kejadian Covid-19 di dunia meningkat
setiap harinya pertanggal 16 Agustus 2020 kasus terjadinya Covid-19 di
temukan 21.294.845 kasus dengan kasus paling tinggi di temukan di
Amerika sebesar 11.420.860, diikuti Europa 1.723.673 kasus dan
SouthEast Asia sebesar 3.040.168 (WHO, 2020). Di indonesia
dikonfirmasi pertanggal 17 Agustus 2020 Pemerintah Republik Indonesia
telah melaporkan 141.370 orang dengan COVID-19 yang dikonfirmasi.
Ada 6.207 kematian terkait COVID-19 dan 94.458 pasien telah pulih dari
penyakit tersebut (WHO, 2020).
Rumah Sakit merupakan tatanan pelayanan medis yang sangat
komplek yakni tidak hanya dari segi jenis dan macam penyakit yang
harus memperoleh perhatian dari para petugas kesehatan untuk
menegakkan diagnosa dan menentukan terapinya. Dalam tatanan
pelayanan pasien ada tenaga Profesional Pemberi Asuhan (PPA) yang
selalu berinteraksi dengan pasien yaitu perawat, dokter, gizi dan apoteker.
Selama PPA memberikan pelayanan harus sesuai dengan standar oleh
komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) rumah sakit dimana
standar PPI terutama untuk penyakit infeksius. Hal lain yang merupakan
kompleksitas sebuah rumah sakit adalah adanya sejumlah orang yang
secara bersamaan secara serentak, berinteraksi langsung ataupun tidak
langsung mempunyai kepentingan dengan penderita yang dirawat di
rumah sakit (Putri, Widjanarko, & Shaluhiyah, 2018).
Perawat merupakan yang paling lama berinteraksi dengan pasien.
Melalui praktik pencegahan dan pengendalian infeksi perawat dapat
menghindarkan penyebaran penyakit terhadap klien. Petugas perawatan
kesehatan dapat melindungi diri mereka sendiri dari kontak dengan bahan
infeksius atau terpajan pada penyakit menular dengan memiliki
pengetahuan tentang proses dan perlindungan barrier yang tepat (Potter,
2010). Tenaga kesehatan sangat beresiko tertularnya penyakit Covid-19,
hal tersebut di ungkapkan oleh WHO bahwa di temukan lebih dari 10.000
tenaga kesehatan di 40 negara telah terinfeksi Covid-19 (WHO, 2020).
Diantara alasan tenaga kesehatan terkena Covid-19 ialah kurangnya
kesadaran perlindungan pribadi. Alat Pelindung Diri (APD) yang yang
kurang memadai dan kesiapan tempat (Wang, Zhou, & Liu,2020).
Menurut Song et al. (2019), melihat tenaga kesehatan terkena Covid-19
karena kurangnya perlindungan diri tenaga kesehatan tersebut. Kepatuhan
perawat dalam melaksanakan kewaspadaan universal berperan dalam
penurunan insiden infeksi nosokomial.
Katz dan Green (2009), menyebutkan beberapa faktor yang
berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan antara lain kemampuan, masa
kerja, latar belakang pendidikan, fasilitas atau peralatan, kejelasan
prosedur, serta motivasi dalam diri individu tersebut. Dari penelitian
Vinalisa Ditha dkk (2019), motivasi sangatlah penting dalam mendorong
perilaku kepatuhan terhadap perawat dalam menggunakan APD dan
perawat yang tidak patuh di pengaruhi oleh motivasi yang kurang,baik
instrinsik maupun ekstrinsik
Motivasi merupakan perasaan atau pikiran yang mendorong
seseorang melakukan pekerjaan atau menjalankan kekuasaan, terutama
dalam berperilaku (Nursalam,2015). Semakin tinggi motivasi perawat
maka semakin tinggi kepatuhan penggunaan APD (Menik
Kustriyani,Dkk.2018). Penelitian Kasim Yoan dkk (2017), tingginya
motivasi perawat di karenakan perawat tahu dampak dari tidak memakai
APD yakni bisa terjadinya infeksi dan penularan penyakit dari pasien.
Pemakaian APD dalam tindakan keperawatan yang dilakukan oleh
perawat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor tersebut
adalah sikap perawat terhadap penggunaan APD. Sikap merupakan
pernyataan evaluatif terhadap objek, orang atau peristiwa tertentu
(Notoatmodjo, 2012). Menurut Pertiwi & Lestari (2016), mengatakan
pada penelitiannya salah satu faktor yang mempengaruhi tenaga
kesehatan tidak patuh dalam penggunaan APD ialah kurangnya sikap
tenaga kesehtan tersebut, ketersedian APD di rumah sakit, dan
pengawasan penggunaan APD. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh
julianto menemukan bahwa yang tidak patuh dalam penggunaan APD
ialah kurangnya pengetahuan, sikap dan kurangnya ketersedian APD
(Julianto, Thiangchanya, & Boonyoung, 2018). Beberapa faktor yang
mempengaruhi seseorang terkena Covid-19 yakni menurut Sinuraya,
Abdulah, & Koyama (2020), faktor yang berhubungan dengan kepanikan
masa pandemi Covid19 ialah sikap dan pratik selama pandemi Covid-19.
Menurut Al-Hanawi et al. (2020), bahwa sikap dan praktik kesehatan
mayoritas masih rendah tentang Covid-19.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini.
Apakah ada hubungan motivasi dan sikap dengan kepatuhan
penggunaan alat pelindung diri (APD) di Puskesmas Rawat Inap
Kandangserang Kabupaten Pekalongan.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui hubungan motivasi


dan sikap perawat dengan kepatuhan penggunaan alat pelindung diri
(APD) di di Puskesmas Rawat Inap Kandangserang Kabupaten
Pekalongan.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui gambaran kepatuhan perawat penggunaan alat pelindung


diri (APD) di Puskesmas Rawat Inap Kandangserang Kabupaten
Pekalongan.

b. Diketahui gambaran motivasi perawat penggunaan alat pelindung diri


(APD) di Puskesmas Rawat Inap Kandangserang Kabupaten
Pekalongan.

c. Diketahui gambaran sikap perawat penggunaan alat pelindung diri


(APD) di Puskesmas Rawat Inap Kandangserang Kabupaten
Pekalongan.

d. Diketahui hubungan motivasi dengan kepatuhan perawat penggunaan


alat pelindung diri (APD) di Puskesmas Rawat Inap Kandangserang
Kabupaten Pekalongan.
e. Diketahui hubungan sikap dengan kepatuhan perawat
penggunaan alat pelindung diri (APD) di Puskesmas Rawat Inap
Kandangserang Kabupaten Pekalongan.

1.2 Perilaku

Perilaku merupakan suatu respon individu akibat adanya pengaruh


sebelumnya. Perilaku individu dapat terbentuk akibat adanya penyebab yang
melatar belakanginya. Perilaku dalam KBBI (2007) didefinisikan sebagai suatu
reaksi individu terhadap rangsangan. Teori perilaku dalam keperawatan jiwa
menjelaskan bahwa inti dari perilaku adalah hubungan antara stimulus dan
respon yang akan dihasilkan (Katherine, 2006).

Perilaku individu terbentuk dengan melibatkan serangkaian proses yang


ada pada dirinya. Pada teori perilaku dalam keperawatan komunitas,
pembentukan perilaku dapat dilakukan dengan memanipulasi stimulus.
Stimulus tersebut dapat dimanipulasi dengan cara memberikan positif
reinforcment atau punishment kepada individu sehingga stimulus tersebut akan
diinternalisasi dan menghasilkan perilaku yang diharapkan (Allender, 2001).

Perilaku individu tentang penggunaan Alat pelindung Diri (APD) pada


dasarnya adalah hasil dari interaksi sekelompok stimulus. Terdapat beberapa
kelompok stimulus yang dikelompokkan dalam beberapa faktor
yang mempengaruhi perilaku penggunaan APD. Bloom dalam
Notoatmodjo (2003) mengungkapkan perilaku dipengaruhi oleh faktor
predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong. Faktor predisposisi
yang berupa pengetahuan dan sikap tentang APD. Sedangkan faktor
pendukung mengacu pada daya dukung lingkungan secara fisik meliputi
ketersediaan alat APD untuk menunjang perilaku penggunaan APD. Faktor
yang terakhir, faktor pendorong yaitu daya dukung sumber daya manusia
disekitar individu yang selalu melakukan pengawasan pengggunaan APD
saat praktik.

1.3 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari pengamatan dan pengalaman
individu terhadap suatu hal baru yang dapat berguna bagi individu tersebut.
Pengetahuan juga dapat dikatakan sebagai proses tahu dari suatu hal baru yang
dapat bermanfaat bagi dirinya. Talbot dalam Potter & Perry (2005)
menjelaskan pengetahuan sebagai suatu informasi. Setiap individu memiliki
kemampuan yang berbeda dalam pengetahuan.
Bloom dalam Notoatmodjo (2003) membagi pengetahuan menjadi
beberapa tingkatan yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan
evaluasi. Tahu sebagai individu sebatas memperoleh informasi yang nantinya
diingat kembali (Notoatmodjo, 2003). Tingkat memahami sebagai tingkatan
individu mampu menginterpretasikan informasi yang didapat (Potter & Perry,
2005). Tingkat aplikasi pengetahuan yaitu individu mampu menerapkan
pengetahuan pada kondisi yang nyata. Tingkat analisis pengetahuan yaitu
individu mampu mengintegrasikan satu ide dengan ide yang lain untuk
menghasilkan suatu solusi (Notoatmodjo, 2003).

Tingkat sintesis pengetahuan ditandai dengan individu mampu


menghubungkan bagian-bagian dari pengetahuan menjadi suatu pemahaman
yang baru (Potter & Perry, 2005). Terakhir tingkat evaluasi, individu mampu
melakukan penilaian dari pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh (Brunner &
Suddarth, 2002). Tingkat pengetahuan individu terhadap suatu materi
pengetahuan dapat dilakukan pengukuran pengetahuan. Pengukuran
pengetahuan individu dapat dilakukan dengan menggunakan angket yang berisi
pertanyaan telah disesuaikan dengan kebutuhan.
Sikap individu merupakan bagian dari reaksi individu terhadap
rangsangan yang tidak dapat diamati secara langsung oleh individu. Sikap
sebagai bagian dari perilaku individu berupa reaksi tertutup terhadap stimulus
yang ada (Notoatmodjo, 2003). Sehingga sikap lebih sering disebut sebagai
respon tertutup individu. Dalam teori psikologi, sikap merupakan suatu
keadaan (respon tertutup individu) yang memungkinkan untuk timbulnya
suatu perbuatan atau tingkah laku

1.4 Precaution (Kewaspadaan)

Precaution sebagai prosedur yang diciptakan dan dikembangkan untuk


memberikan perlindungan bagi tenaga kesehatan dan pencegahan infeksi.
Penciptaan precation bermula dari tingginya kejadian infeksi penyakit
HIV, Hepatitis B, dan infeksi yang ditransmisikan melalui darah di negara
Amerika (Kathryn, 2004). Kejadian ini memicu diciptakannya universal
precaution. Universal precaution memberikan kontrol terhadap tata cara
kewaspadaan terhadap infeksi yang ditransmisikan melalui darah. Prosedur
mencuci tangan, menggunakan sarung tangan, dan penggunaan peralatan telah
dianjurkan pada prosedur ini (Kathryn, 2004; Hegner, 2010).

Seiring dengan kejadian infeksi yang terjadi, pada tahun 1990


dikembangkan Body Substance Isolation (BSI). BSI merupakan prosedur isolasi
terhadap klien dan lebih fokus pada pencegahan transmisi infeksi melalui darah
dan semua jenis cairan tubuh (sekresi maupun ekskresi). BSI juga mengenalkan
prosedur penggunaan alat pelindung diri, akan tetapi tidak mewajibkan mencuci
tangan ketika melepas sarung tangan. Hal ini bertentangan dengan prosedur
universal precaution yang menganjurkan cuci tangan setelah menggunakan
alat. Dari kedua jenis precaution tersebut akhirnya dikembangkan
standard precaution sebagai transformasi dari keduanya (Kathryn, 2004;
Hegner, 2010; Depkes RI, 2003).
1.5 Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri merupakan peralatan yang digunakan tenaga


kesehatan untuk melindungi diri dan mencegah infeksi nosokomial. Tujuan
penggunaan APD untuk melindungi kulit dan selaput lendir tenaga kesehatan
dari pajanan semua cairan tubuh dari kontak langsung dengan pasien
(Depkes, 2002). APD perawat ketika praktik terdiri dari sarung tangan, alat
pelindung wajah, penutup kepala, gaun pelindung atau apron, dan alas kaki
atau sepatu. (Depkes RI,2003; Potter & Perry, 2005; Rosdahl & Marry,
2008; WHO,2004).
Manfaat

a. Untuk responden
Setelah mengetahui tentang pentingnya perilaku penggunaan alat pelindung
diri yang benar, maka resiko tertular penyakit dan terjadinya infeksi
menjadi rendah.
b. Untuk institusi pendidikan
Kesadaran tentang pentingnya penggunaan alat pelindung diri dengan baik
dan benar di lingkungan institusi pendidikan akan berdampak meningkatnya
kualitas dan kompetensi mahasiswa keperawatan yang dihasilkan. Hal ini
juga berdampak pada menurunnya bahaya yang mengancam mahasiswa
selama proses pendidikan.
c. Untuk institusi pelayanan kesehatan
Kepatuhan sebagai pelayanan kesehatan terhadap penggunaan alat
pelindung diri akan berdampak pada menurunnya kejadian infeksi
nosocomial dan meningkatkan keselamatan tenaga kesehatan maupun
pasien. Sehingga hal ini akan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pada
institusi layanan kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai