Anda di halaman 1dari 38

INSIDEN KESELAMATAN PASIEN DAN SISTEM PELAPORANNYA

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


MANAJEMEN PATIENT SAFETY

Dosen Pengampu :
MUGI HARTOYO, MN.

Oleh :
Kelompok 1 :
1. Arifiana Dwi K. NPM. P1337420622147
2. Dien Ariyandani NPM. P1337420622148
3. Pradipta Nirhartman NPM. P1337420622149

KELAS ALIH JENJANG


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
JURUSAN DIV KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG


TAHUN 2022 / 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa
ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Mugi Hartoyo, MN.
sebagai dosen pengampu mata kuliah MPS ( Manajemen Pasien Safety ) yang telah
membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan
kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Semarang, 4 Agustus 2022

Kelompok 1

DAFTAR ISI

2
Hlm
COVER…………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR……………………………………………………. ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………… iii
DAFTAR TABEL (Jika Ada)...................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR (Jika Ada)………………………………………… v
DAFTAR LAMPIRAN (Jika Ada)……………………………………… Vi
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………
1.4 Tujuan Penulisan …………………………………………………..........
BAB II: PEMBAHASAN
2.1 Materi Pertama…………………..............................................................
2.1.1 Sub-Materi Pertama…………………………………………………
2.1.2 Sub-Materi Kedua…………………………………………………...
2.2 Materi Kedua……………………………..………………………….......
2.3 Materi Ketiga……………………………………………………………
BAB III: PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………...
3.2 Saran…………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………
LAMPIRAN (Jika Ada)……………………………………………………

DAFTAR TABEL (JIKA ADA)

3
Hlm
Tabel 1……….…….………………………………………………………
Tabel 2………….………………………………………………………….
Tabel 3……………..………………………………………………………
Dst.

DAFTAR GAMBAR (JIKA ADA)

4
Hlm
Gambar 1………….………………………………………………………
Gambar 2………………………………………………………………….
Gambar 3………….………………………………………………………
Dst.

DAFTAR LAMPIRAN (JIKA ADA)

5
Hlm
Gambar 1………….………………………………………………………
Gambar 2………………………………………………………………….
Gambar 3………….………………………………………………………
Dst.

BAB I
PENDAHULUAN

6
1.1 Latar Belakang
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil. (PERMENKES RI No.1691/MENKES/PER/VIII/2011,Tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit).
Ruang lingkup system patient safety meliputi : asesment resiko,
identifikasi, dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, implementasi solusi untuk mencegah
meminimalkan tindakan risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah
terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (DEPKES-
RI,2008)
Memasuki era globalisasi dan persaingan bebas, diperlukan
peningkatan mutu dalam segala bidang, salah satunya melalui akreditasi
Rumah Sakit menuju kualitas pelayanan Internasional. Dalam hal ini
Kementerian Kesehatan RI khususnya Direktorat Jenderal Bina Upaya
Kesehatan memilih dan menetapkan system akreditasi yang mengacu pada
standar Joint Commission International (JCI) yang setelah diidentifikasi,
diperoleh standar yang paling relevanterkaitdengan mutu pelayanan rumah
sakit yaitu Internasional Patient Safety Goals (sasaran internasional
keselamatan pasien) rumah sakit yang meliputi 6 indikator,salah satunya adalah
identify patient correctly (Kemenkes RI, 2011).

7
Sejak tahun 2012, akreditasi RS mulai beralih dan berorientasi pada
paradigma baru dimana penilaian akreditasi didasarkan pada pelayanan
berfokuspada pasien.Keselamatan pasien menjadi indikator standar utama
penilaian akreditasi baru yang dikenal dengan Akreditasi RS versi 2012 (Dirjen
Bina Upaya Kesehatan, 2012).
Keselamatan pasien merupakan suatu sistem yang difokuskan
untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Fokus tentang keselamatan
pasienini didorong oleh masih tingginya angka Kejadian Tidak Diharapkan
(KTD) atau Adverse Event dirumah sakit baik secara global maupun nasional
(KKP-RS 2006)
World Health Organization (WHO) pada tahun 2004 mengumpulkan
angka–angka penelitian rumah sakit di berbagai Negara : Amerika, Inggris,
Denmark, dan Australia, ditemukan KTD dengan rentang 3.2 – 16,6%. Dengan
data-data tersebut, berbagai negara segera melakukan penelitian dan
mengembangkan Sistem Keselamatan (Depkes RI, 2006).
Insiden keselamatan pasien merupakan suatu kejadian dan kondisi
yang tidak disengaja yang dapat berpotensi atau mengakibatkan cedera pada
pasien yang seharusnya dapat dicegah. Insiden keselamatan pasien memiliki
lima jenis insiden,yaitu kejadian tidak diharapkan (KTD), kejadian tidak cedera
(KTC), kejadian nyaris cedera (KNC), kejadian potensial cedera (KPC) dan
kejadian sentinel. Tetapi diantara 5 jenis insiden keselamatan pasien tersebut,
kejadian tidak diharapkan (KTD) merupakan jenis insiden yang paling sering
dijumpai. KTD merupakan suatu kejadian yang tidak diharapakan yang dapat
terjadi di semua tahapan dalam perawatan, mulai dari penentuan diagnosis,
pengobatan dan pencegahan yang mengakibatkan cedera pada pasien akibat
dari suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan,
dan bukan karna kondisi atau penyakit dasar pasien.(Permenkes No. 1691,
2011 dalam Hadi, 2017, hlm. 32).

8
Berdasarkan data WHO National Patient Safety angka kejadian
keselamatan pasien di negara Inggris di tahun 2016 tercatat sebanyak
1.879.822 kejadian.
Sedangkan berdasarkan data dari Ministry of Health Malaysia di tahun 2013
tercatat
sebanyak 2.769 kejadian selama satu tahun (WHO, 2017). Di Indonesia insiden
keselamatan pasien pada tahun 2015 hingga tahun 2019 mengalami
peningkatan,
yaitu dari 289 kasus menjadi 7465 kasus atau secara presentase terdapat
peningkatan dari 1% menjadi 12%. Angka presentase berdasarkan jenis insiden
keselamatan pasien (KNC dan KTC) mengalami peningkatan, untuk KNC dari
33%
meningkat menjadi 38%, KTC dari 26% meningkat menjadi 31%, tetapi untuk
jenis
KTD terdapat penurunan dari tahun 2015 sampai 2019, dengan angka
presentase
dari 41% menjadi 31% (KNKP, 2020).
Insiden keselamatan pasien dipengerahui oleh berbagai faktor,
dimana
diantaranya berhubungan dengan tugas dan keterampilan individu, lingkungan
kerja dan komunikasi. Dilihat dari angka KTD yang masih tinggi ini
menunjukkan
bahwa adanya tenaga kesehatan yang masih kurang update ilmu
pengetahuannya,
baik dalam hal pengetahuan maupun keterampilan. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Darliana (2016) di ruang rawat inap didapatkan hasil bahwa
terdapat
hubungan pengetahuan perawat dengan upaya penerapan patient safety. Di
dalam

9
penelitiannya didapatkan hasil bahwa pengetahuan perawat tentang patient
safety
adalah sebesar 43,3% yang artinya masuk kedalam kategori cukup, sedangkan
dengan kategori kurang dengan presentasi (64,2%). Dalam penelitian Bawelle,
dkk
(2013) mengenai “hubungan antara pengetahuan perawat dengan pelaksanaan
keselamatan pasien (patient safety) di ruang rawat inap RSUD Liun Kendage”
dengan 65 responden perawat didapatkan hasil bahwa terdapatnya hubungan
pengetahuan perawat sebesar 95% (Listianawati, 2018).
Laporan Insiden Keselamatan Pasien di Indonesia berdasarkan
jenisnya
dari 145 insiden yang dilaporkan didapatkan KNC sebanyak 69 kasus (47,6%),
KTD sebanyak 67 kasus (46,2%), dan lain-lain sebanyak 9 kasus (6,2%).
Walaupun telah ada laporan insiden yang diperoleh, perhitungan kejadian yang
berhubungan dengan keselamatan pasien masih sangat terbatas (Lumenta,
2008)
Patient safety merupakan salah satu isu utama dalam pelayanan
kesehatan. Keselamatan pasien sebagai suatu sistem diharapkan dapat
mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.
Tujuan dilaksanakannya program keselamatan pasien (patient safety)
adalah untuk menciptakan budaya keselamatan pasien di rumah sakit,
meningkatkan akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat,
menurunkan kejadian tidak diharapkan dan kejadian nyaris cedera di rumah
sakit serta terlaksananya program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan (Depkes, 2008). Masalah keselamatan
pasien merupakan masalah yang penting sehingga diperlukan suatu standar
dalam pelaksanaan kegiatannya. Standar keselamatan pasien yang saat ini

10
digunakan mengacu pada “Hospital Patient Safety Standards” yang dikeluarkan
oleh Joint Commission on Accreditation of Health Organizations, Illinois,
USA, tahun 2002, yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi perumahsakitan
di Indonesia.
Pelaporan insiden keselamatan pasien merupakan bagian dari
program keselamatan pasien. Pada tingkat rumah sakit, pelaporan tersebut
untuk mengetahui penyebab insiden keselamatan pasien sampai pada akar
masalah juga untuk mengantisipasi supaya insiden tersebut tidak terulang
kembali. Ketidakpatuhan dalam melakukan pelaporan merupakan kegagalan
terkait insiden yang terjadi. Hal ini akan berakibat proses pembelajaran untuk
perbaikan asuhan kepada pasien menjadi terhambat. Berikutnya adalah
kegagalan dalam mengatasi insiden yang terjadi. Kegagalan mengatasi
penyebab insiden keselamatan pasien juga harus diidentifikasi sebelum insiden
tersebut terjadi.
keselamatan pasien. Pelaporan ini bertujuan secara umum
menurunkan insiden keselamatan pasien dan meningkatnya mutu pelayanan
kesehatan dan keselamatan pasien. Pada tingkat rumah sakit untuk mengetahui
penyebab insiden keselamatan pasien sampai pada akar masalah. Sehingga
didapatkan pembelajaran untuk perbaikan asuhan kepada pasien agar dapat
mencegah kejadian yang sama.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan keselamatan pasien ?
2. Apa tujuan keselamatan pasien ?
3. Apa saja yang menjadi sasaran keselamatan pasien ?
4. Apa yang dimaksud Insiden Keselamatan Pasien ?
5. Apa saja jenis-jenis Insiden keselamatan Pasien ?

11
6. Mengapa pelaporan insiden penting ?
7. Apa yang harus di laporkan dan bagaimana alur pelaporan jika terjadi
insiden keselamatan pasien ?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Tujuan Umum
Menurunnya Insiden Keselamatan Pasien ( KTD dan KNC ) dan
Meningkatnya Mutu Pelayanan dan Keselamatan Pasien.
b. Tujuan Khusus
1. Terlaksananya system pelaporan dan pencatatan insiden keselamatan
pasien di RS
2. Diketahui penyebab insiden keselamatan pasien sampai pada akar
masalah
3. Didapatkan pembelajaran untuk perbaikan asuhan pada pasien agar
dapat mencegah kejadian yang sama di kemudian hari
4. Diperolahnya data / peta nasional angka insiden keselamatan pasien
(KTD dan KNC)
5. Ditetapkannya langkag-langkah praktis Keselamatan Pasien untuk
Fasilitas Kesehatan di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Keselamatan Pasien

2.1.1 Definisi Keselamatan Pasien

Keselamatan pasien merupakan suatu upaya dalam mencegah

12
terjadinya kesalahan dan kejadian yang tidak diharapkan terhadap pasien

yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan (Panesar, Carson-Stevens,

Salvilla, & Sheikh, 2017). Menurut (WHO, 2011) keselamatan pasien

merupakan pengurangan risiko bahaya yang tidak perlu terkait dengan

perawatan kesehatan seminimal mungkin.

International of Medicine (IOM) mengartikan konsep keselamatan

pasien (patient safety) sebagai freedom from accidental injury. Accidental injury

disebabkan karena error yang terdiri dari kegagalan dalam suatu perencanaan

ketika ingin mencapai tujuan, melakukan tindakan yang salah (commission)

dan/atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission) (Hadi,

2017). Sejalan dengan pernyataan tersebut, Komite Keselamatan Pasien

Rumah Sakit (KPRS) menjelaskan tentang keselamatan pasien yang bebas dari

cedera yang seharusnya tidak terjadi atau potensial cedera akibat dari pelayanan

kesehatan yang disebabkan oleh error (Wardhani, 2017).

Penulis menyimpulkan bahwa keselamatan pasien merupakan bagian

yang penting dari sistem pelayanan kesehatan, jika tidak diterapkan

keselamatan yang baik maka pelayanan tersebut dianggap kurang bermutu.

Maka dari itu untuk mendapatkan pelayanan bermutu perlu diterapkan

sistem keselamatan pasien yang mampu mengurangi hasil dari kejadian

tidak diharapkan dalam proses pelayanan kesehatan.

2.1.2 Tujuan Keselamatan Pasien

Keselamatan pasien bertujuan dalam terciptanya budaya keselamatan

13
pasien, meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan

masyarakat, menurunnya angka insiden keselamatan pasien di rumah sakit,

dan terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi

pengulangan kejadian tidak diharapkan (Kementerian Kesehatan RI, 2015).

Menurut Institute of Medicine (2008), tujuan keselamatan pasien terdiri

dari meningkatnya keamanan pasien dari cedera, meningkatnya pelayanan

yang efektif yang disesuaikan dengan kebutuhan terapi pasien, mengurangi

waktu tunggu pasien dalam menerima pelayanan dan meningkatnya

efisiensi dalam penggunaan sumber-sumber yang ada (Hadi, 2017).

Penulis menyimpulkan keselamatan pasien bertujuan untuk mencegah dan

mengurangi resiko pada kesalahan dan bahaya yang terjadi pada pasien selama

pemberian pelayanan kesehatan.

2.1.3 Sasaran Keselamatan Pasien


International Patient Safety Goals 6th (IPSGs) (JCI, 2017) menjelaskan

sasaran keselamatan pasien meliputi:

1. Identifikasi Pasien dengan Benar

Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan proses untuk

meningkatkan akurasi identifikasi pasien. Identifikasi dilakukan dengan

14
menggunakan dua tanda pengenal pasien.

2. Meningkatkan Komunikasi yang Efektif

a. Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan proses untuk

meningkatkan efektivitas komunikasi verbal dan/atau telepon di antara

para perawat.

b. Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan proses untuk melaporkan

hasil kritis dari tes diagnostik.

c. Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan proses komunikasi serah

terima.

3. Meningkatkan Keamanan Pengobatan dengan Waspada Tinggi

Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan proses untuk

meningkatkan keamanan pengobatan dengan kewaspadaan tinggi.

4. Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan proses untuk mengelola


penggunaan elektrolit pekat yang aman.
5. Pastikan Operasi Aman

a. Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan proses untuk verifikasi pra


operasi dan penandaan lokasi prosedur bedah/invasif.

b. Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan proses untuk waktu


istirahat yang dilakukan segera sebelum dimulainya prosedur
pembedahan/invasif dan penandatanganan yang dilakukan setelah
prosedur.
6. Mengurangi Risiko Infeksi Terkait Perawatan Kesehatan

Rumah sakit mengadopsi dan menerapkan pedoman kebersihan tangan

berbasis bukti untuk mengurangi risiko infeksi terkait perawatan

15
kesehatan.

7. Mengurangi Risiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh

Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan proses untuk mengurangi

risiko cedera pasien akibat jatuh pada populasi pasien rawat inap.

2.1.4. Insiden Keselamatan Pasien

Menurut PMK No. 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan


Pasien, Insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian yang
tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari
kejadian tidak diharapkan, kejadian nyaris cedera, kejadian tidak
cedera, dan kejadian potensial cedera. Adapun jenis-jenis insiden
yang ditetapkan dalam PMK No. 11 Tahun 2017 adalah sebagai
berikut.
a. Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah kondisi yang sangat
berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi
insiden. Contohnya obat-obatan LASA (look a like sound a like)
disimpan berdekatan.
b. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah suatu kejadian insiden
yang belum sampai terpapar ke pasien. Contohnya suatu obat
dengan overdosis lethal akan diberikan kepada pasien, tetapi staf
lain megetahui dan membatalkannya sebelum obat tersebut
diberikan kepada pasien.
c. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah suatu kejadian akibat
melaksanakan suatu tindakan (comission) atau tidak mengambil
tindakan yang seluruhnya diambil (omission) yang dapat
mencederai pasien tetapi cedera tidak terjadi karena:
a. “keberuntungan” (misalnya pasien yang menerima suatu obat

16
kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat); dan

b. “peringatan” (misalnya pasien secara tidak sengaja telah


diberikan suatu obat dengan dosis lethal, segera dietahui
secara di lalu diberikan antidotumnya sehingga tidak
menimbulkan cedera berat).
d. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) adalah kejadian yang
mengakibatkan cedera pada pasien akibat melaksanakan suatu
tindakan (comission) atau tidak mengambil tindakan (omission)
dan bukan karena penyakit dasarnya (underlying disease) atau
kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis
atau bukan kesalahan medis. Contoh KTD yaitu pasien yang
diberikan obat A dengan dosis lebih kareba kesalahan saat
membaca dosis obat pada resep sehingga pasien mengeluhkan
efek samping dari obat tersebut.
e. Kejadian Sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan
kematian, cedera permanen, atau cedera berat yang temporer dan
membutuhkan intervensi untuk memperthankan kehidupan, baik
fisik maupun psikis, yang tidak terkait dengan perjalanan
penyakit atau keadaan pasien. Kejadian sentinel biasanya dipakai
untuk kejadian tidak diharapkan atau tidak dapat diterima seperti
operasi pada bagian tubuh yang salah. Pemilihan kata sentinel
terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi misalnya amputasi
pada lokasi yang salah, dll, sehingga pencarian fakta-fakta
terhadap kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang
serius pada kebijakan dan prosedur yang berlaku.
Berdasarkan uraian pengertian tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa IKP adalah prinsip atau metode pelaporan
untuk mencegah terulangnya kejadian yang sama di kemudian

17
hari, pelaporan yang terlaksana dengan baik akan meningkatkan
mutu pelayanan di rumah sakit. Mutu pelayanan merupakan
gambaran total sifat dari suatu jasa pelayanan yang berhubungan
dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasan.
Menurut Wijono (1999) mengemukakan bahwa mutu dalam
pelayanan di rumah sakit sangat berguna untuk mengurangi
tingkat kecacatan atau kesalahan dalam suatu pelayanan
kesehatan.

2.1.5. Dasar hukum IKP


1. Undang-undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit meliputi :
a) Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan.
b) Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien,
masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya
manusia di rumah sakit.
c) Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar
pelayanan rumah sakit.
d) Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat,
sumber daya manusia rumah sakit, dan rumah sakit.
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 11 Tahun
2017 Pasal 4 meliputi:
a) Penyusunan standar dan pedoman keselamatan pasien.
b) Penyusunan dan pelaksanaan program keselamatan pasien.
c) Pengembangan dan pengelolaan sistem pelaporan angka
insiden, analisis, dan penyusunan rekomendasi terkait
keselamatan pasien.
d) Monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program
keselamatan pasien

2.1.6. Tujuan pelaporan IKP


Berdasarkan Pedoman Pelaporan IKP tahun 2015 antara lain:

18
b. Menurunkan jumlah insiden dan mengoreksi sistem.

c. Meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien.


d. Menciptakan budaya keselamatan pasien.
e. Terlaksananya program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan terhadap insiden.
f. Upaya perbaikan dan tidak untuk menyalahkan orang (non
blaming).
2.1.7. Pelaporan IKP di Rumah Sakit
Salah satu strategi dalam merancang sistem keselamatan
pasien adalah bagaimana mengenali kesalahan sehingga dapat
dilihat dan segera diambil tindakan guna memperbaiki efek
yang terjadi. Upaya untuk mengenali dan melaporkan
kesalahan ini dilakukan melalui sistem pelaporan. Kegagalan
aktif (petugas yang melakukan kesalahan) atau yang
berkombinasi dengan kondisi laten akan menyebabkan
terjadinya suatu kesalahan berupa KNC, KTD, atau bahkan
kejadian yang menyebabkan kematian atau cedera serius
(sentinel).

Menurut Iskandar (2014) menyatakan bahwa berhenti


sampai tahap melaporkan saja tentu tidak akan meningkatkan
mutu dan keselamatan pasien, yang lebih penting adalah
bagaimana melakukan suatu pembelajaran dari kesalahan
tersebut sehingga dapat diambil solusi agar kejadian yang sama
tidak terulang kembali.

Pelaporan IKP adalah jantung dari mutu layanan, yang


merupakan bagian penting dalam proses belajar dan
pembenahan dari kebijakan, termasuk standar prosedur
operasional (SPO) dan panduan yang ada. Rumah sakit wajib

19
untuk melakukan pencatatan dan pelaporan insiden yang
meliputi KTD, KNC dan kejadian sentinel. Pelaporan insiden
dilakukan secara internal dan eksternal. Pelaporan internal
dilakukan dengan mekanisme atau alur pelaporan keselamatan
pasien rumah sakit di lingkungan internal rumah sakit.
Pelaporan eksternal dilakukan dengan pelaporan dari rumah
sakit ke KKP-RS nasional. Dalam lingkup rumah sakit, unit
kerja keselamatan pasien rumah sakit melakukan pencatatan
kegiatan yang telah dilakukan dan membuat laporan kegiatan
kepada Direktur rumah sakit Depkes (2008).
2.1.8. Metode pelaporan IKP
Rumah Sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan
insiden yang meliputi KTD, KNC dan kejadian sentinel,
berdasarkan Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah
Sakit (2008). Pelaporan insiden dapat dilakukan dengan dua
cara seperti secara internal dan eksternal. Pelaporan internal
dilakukan dengan mekanisme atau alur pelaporan keselamatan
pasien rumah sakit di lingkungan internal rumah sakit.
Pelaporan eksternal dilakukan dengan pelaporan dari rumah
sakit ke KKP-RS nasional. Dalam lingkup rumah sakit, unit
kerja keselamatan pasien rumah sakit melakukan pencatatan
kegiatan yang telah dilakukan dan membuat laporan kegiatan
kepada Direktur rumah sakit. Banyak metode yang digunakan
mengidentifikasi risiko, salah satu caranya adalah dengan
mengembangkan sistem pelaporan dan sistem analisa insiden
keselamatan pasien. Sehingga, dapat dipastikan bahwa sistem
pelaporan akan mengajak semua orang dalam organisasi untuk
peduli akan bahaya atau potensi bahaya yang dapat terjadi
kepada pasien.

20
Adapun ketentuan terkait pelaporan insiden sesuai dengan
Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (2008)
adalah sebagai berikut:
1. Insiden sangat penting dilaporkan karena akan
menjadi awal proses pembelajaran untuk mencegah
kejadian yang sama terulang kembali.
2. Memulai pelaporan insiden dilakukan dengan
membuat suatu sistem pelaporan insiden di rumah
sakit meliputi kebijakan, alur pelaporan, formulir
pelaporan dan prosedur pelaporan yang harus
disosialisasikan pada seluruh karyawan.
3. Insiden yang dilaporkan adalah kejadian yang sudah
Laporan

Tangani terjadi,
Kejadian
(2 x 24 jam)
potensial terjadi ataupun yang nyaris terjadi.
segera
4. Pelapor adalah siapa saja atau semua staf rumah sakit
yang pertama menemukan kejadian atau yang terlibat
Atasan
dalam
langsung kejadian.
5. Karyawan diberikan pelatihan mengenai sistem
pelaporan insiden mulai dari maksud, tujuan dan
Grading
manfaat laporan, alur pelaporan, bagaimana cara
mengisi formulir laporan insiden, kapan harus
Biru / melaporkan
Kuning / dan menganalisanya.
Hijau Merah

Investigasi
2.1.9. Alur
sederhana pelaporan IKP

Laporan Kejadian
Rekomendasi
KPRS DIREKSI
Hasil Investigasi KKP
UNIT
PERS
Atasan Langsung Analisa / I
Unit Regrading

Insiden
(KTD /
KNC)
21
RC
A
Pembelajaran / Laporan
Feed back Laporan
ke Unit (Rekomendasi)

Gambar 1 Alur pelaporan Insiden


Keselamatan Pasien sumber versi komite
keselamatan pasien (KPP-RS) tahun 2015

22
Alur sistem pelaporan IKP digunakan untuk
mengajak semua orang dalam organisasi untuk
peduli akan bahaya atau potensi bahaya yang dapat
terjadi kepada pasien. Pelaporan juga penting
digunakan untuk memonitor upaya pencegahan
terjadinya kesalahan sehingga diharapkan dapat
mendorong dilakukannya investigasi selanjutnya.

Laporan IKP dilaporkan secara tertulis setiap


kondisi potensial cedera dan insiden yang menimpa
pasien, keluarga pengunjung, maupun karyawan
yang terjadi di rumah sakit. Pelaporan insiden
bertujuan untuk menurunkan insiden dan
mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan
keselamatan pasien dan tidak untuk menyalahkan
orang (non blaming) dalam waktu paling lambat
2×24 jam dengan menggunakan format laporan
internal maupun eksternal yang akan diverifikasi
oleh KPPRS untuk melakukan investigasi dalam
bentuk wawancara ada pemeriksaan dokumen,
berdasarkan hasil investigasi tim keselamatan
pasien akan menentukan derajat insiden atau
analisis matriks grading risiko dan melakukan RCA
dengan menentukan akar masalah. Tim keselamatan
pasien harus memberikan rekomendasi keselamatan
pasien kepada pimpinan fasilitas pelayanan
kesehatan.

23
2.1.10. Analisa matriks grading risiko
Penilaian matriks risiko adalah metode analisa
kualitatif untuk menentukan derajat risiko suatu
insiden berdasarkan seberapa seringnya insiden
tersebut terjadi. Hasil grading akan menentukan
bentuk investigasi dan analisa yang akan dilakukan
oleh atasan langsung yaitu yang memeriksa laporan
insiden dan melakukan grading risiko terhadap
insiden yang dilaporkan atau insiden yang terjadi.

Tabel 2.1 Matriks grading risiko

Probabilitas Tdk Minor Moderat Mayor Katastro


signifikan pik
1 2 3 4 5
Sangat sering Moderat Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
terjadi (tiap
minggu/bln)
5
Sering terjadi Moderat Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
(beberapa
x/th)
4
Mungkin Rendah Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
terjadi (1-2
thn/x)
3
Jarang terjadi Rendah Rendah Moderat Tinggi Ekstrim
(2-5 thn/x)
2

24
Sangat Rendah Rendah Moderat Tinggi Ekstrim
jarang sekali
(>5 thn/x)
1
Sumber: pedoman pelaporan IKP

PERSI tahun 2015 Tabel 2.2

Tindakan sesuai tingkat dan bands

risiko

Level/Bands Tindakan
Ekstrim (sangat Resiko ekstrim, dilakukan RCA paling lama 45 hari
tinggi) membutuhkan tindakan segera, perhatian sampai ke
Direktur
High (tinggi) Resiko tinggi, dilakukan RCA paling lama 45 hari kaji
dengan detail dan perlu tindakan segera serta membutuhkan
perhatian top manajemen
Moderat (sedang) Resiko sedang, dilakukan investigasi sederhana paling lama
2 minggu. Manajemr atau pimpinan klinis sebaiknya
menilai dampak terhadap biaya dan kelola resiko
Low (rendah) Resiko rendah, dilakukan investigasi sederhana paling lama
satu minggu diselesaikan dengan prosedur rutin
Sumber: pedoman pelaporan IKP PERSI tahun 2015

Setelah selesai menentukan sesuai dengan tingkat


dan bands risiko, maka laporan insiden dan tingkat
risiko akan dilaporkan ke SUB KP di rumah sakit.
SUB KP di rumah sakit akan menganalisa kembali
hasilSUB
tingkat risiko dengan menggunakan alur
KP, risiko
& mutu
investigasi insiden atau investigasi lanjutan RCA.
Menerima laporan insiden yang
lengkap diisi
Menganalisa grading atauAlur investigasi insiden yang dilakukan PMKP
2.1.11.
regrading
1. Lengkapi laporan kejadian

Laporan
2. kepala unit memeriksa laporan insiden dan membuat grading awal
triwulan ke
Direktur 6. Membuat Feed back bulanan
4A. Investigasi 4B. Investigasi 4C. unit terkait insiden
Investigasi
materi25
sederhana
3A. Rendah 1 sederhana 2
3B. Sedang untuk 3C. yang sudah diupdate
komprehensif/AAM
Tinggi 3D. Ekstrim
minggu minggu (RCA)
pembelajaran untuk
maksimalmembuat
45 hari trend
( 1,5 bulan )
analisis
SEMUA UNIT PELAYANAN

Gambar 2 Alur
Investigasi Insiden Sumber
pedoman pelaporan IKP
tahun 2015

Berdasarkan alur investigasi di atas menjelaskan


bahwa setelah dilakukan investigasi lanjutan setelah
laporan kejadian lengkap. Apabila insiden berada
pada grade atau warna kuning dan merah SUB KP
di rumah sakit akan membuat laporan investigasi
komprehensif RCA dengan waktu maksimal 45 hari
atau sekitar 1,5 bulan serta rekomendasi untuk
berupa petunjuk peringatan keselamatan pasien.
Hasil RCA, rekomendasi dan rencana kerja di

26
laporkan kepada Direktur, sedangkan rekomendasi
untuk perbaikan dan pembelajaran untuk grade atau
warna biru dan hijau diberikan umpan balik kepada
unit kerja terkait. Unit kerja akan membuat analisa
dan trend kejadian dipihak kerjanya masing-masing,
serta memonitoring dan evaluasi perbaikan oleh
SUB KP di rumah sakit.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan uraian bab sebelumnya, maka dapat


disimpulkan bahwa beragam pengalaman ditemukan saat melaksanakan pelaporan
dan analisa insiden keselamatan pasien (IKP), hal ini dapat disimpulkan
berdasarkan identifikasi tema sebagai berikut:
Tema 1: pentingnya sistem pelaporan dan analisa IKP untuk tujuan pelaporan
dan analisa IKP, tuntutan pemenuhan persyaratan akreditasi SNARS, dan
kebutuhan pelaksanaan pelaporan dan analisa IKP. Pentingnya sistem
pelaporan dan analisa dalam setiap kejadian insiden sudah dijalankan oleh
kepala ruangan. Kepala ruangan memahami bahwa program peningkatan
mutu dan keselamatan pasien termasuk sistem pelaporan dan analisa IKP

27
merupakan standar yang harus dilakukan sesuai dengan Standar Nasional
Akreditasi Rumah Sakit (SNARS). Program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien termasuk sistem pelaporan dan analisa IKP dan sasaran
keselamatan pasien sudah dijalankan apabila ada kejadian insiden, serta
memahami apabila ada insiden langsung melaporkan kejadian tersebut.
Tema 2: prosedur sistem pelaporan dan analisa IKP yaitu tahapan dalam
pelaporan insiden. Prosedur dalam tema yang ditemukan merupakan tahapan
dalam membuat sebuah pelaporan yang baik, yang mana tahapan ini
merupakan pola-pola yang saling berkaitan, sehingga akan membentuk sebuah
pelaporan. Tahapan pertama yaitu kepala ruangan memahami jika ada insiden
mereka melakukan croscheck terlebih dahulu untuk memastikan kebenaran
kronologis 137 kejadian, kemudian menulis dan mengisi format formulir yang
sesuai dengan ketetapan yang ditentukan, selanjutnya melakukan grading,
setelah itu tahap terakhir melanjutkan laporan kejadian ke PMKP, dengan
batasan waktu 2x24 jam sesuai dengan Komite Keselamatan Pasien (KPPRS)
Tahun 2015 dan juga sudah menjadi kebijakan peraturan Direktur RSUD
Hadji Boejasin Pelaihari.
Tema 3: kendala sistem pelaporan dan analisa IKP merupakan kendala yang
ada di dalam sistem pelaporan dan analisa IKP tergambar bahwa hal ini akan
membuat pelaporan dan analisa tidak berjalan optimal dan seharusnya.
Kurangnya monitoring dan evaluasi PMKP ke ruangan dalam pelaksanaan
sasaran keselamatan pasien akan memberikan pelaporan dan analisa tidak
berjalan semestinya. Kurangnya pelatihan dalam pelaksanaan sasaran
keselamatan pasien dan pelaporan IKP, Kurangnya koordinasi tim unit dalam
memberi penjelasan dan pembinaan sehingga terjadi perbedaan persepsi
dalam pelaporan kejadian. Insiden keselamatan pasien yang terjadi belum
dibahas secara tuntas untuk mencari akar masalah, sehingga hal ini merupakan
kendala dalam pelaporan. Pelaporan dan analisa jika dilaporkan akan
menjawab semua permasalahan yang terjadi untuk mendapat solusi dari tim

28
PMKP. Tim PMKP yang jarang mengadakan pertemuan yang membahas
masalah yang ada atau evaluasi terhadap pelaporan dan analisa IKP, sehingga
hal ini berakibat pada tidak maksimalnya kinerja tim di lapangan dalam
pelaksanaan pelaporan dan analisa IKP. Pelatihan yang kurang dan desiminasi
yang tidak tercover dengan optimal maka akan memberikan pemahaman yang
tidak maksimal serta kurangnya keterampilan grading, sehingga perawat
pelaksana tidak akan menerima bagaimana arahan yang baik, dan berdampak
pada perawat tidak ada inisiatif dalam melaporkan kejadian insiden yang
terjadi bahkan perawat akan menutupi kejadian tersebut seolah 138 tidak ada
yang terjadi, sehingga berdampak pada psikologis perawat dan perawat akan
takut melaporkan kejadian insiden dan ini merupakan kendala dalam
pelaporan dan analisa IKP. Pelatihan akan menjadi ujung tombak dalam
sebuah pelaporan dan analisa agar maksimal dan tentunya akan menjadikan
rumah sakit berkualitas dan bermutu.
Tema 4: Harapan terhadap pelaporan dan analisa IKP perlunya setiap ada
kejadian insiden yang melakukan tindaklanjut yaitu PMKP feed back ke
ruangan guna mengetahui kejelasan adanya insiden yang terjadi. Harapan
dalam pelaporan dan analisa IKP yaitu pelaporan insiden, diadakan pelatihan
lebih sering dan framework terhadap pelaporan. Pelaporan insiden tersebut
artinya pelaporan kejadian yang terjadi pada perawat juga lebih diperhatikan.
Feedback pelaporan apabila ada kejadian merupakan harapan yang muncul
dari pernyataan partisipan sehingga hal ini akan mengcover banyaknya
kendala yang ada dalam membangun budaya keselamatan pasien yaitu
membangun pelaporan dan analisa setiap kejadian insiden.

2. Saran
Bagi manejerial keperawatan Saran dan masukan bagi manejerial
pelayanan dengan membuat perencanaan kapasitas peningkatan jumlah anggota
PMKP dapat diperbaharui mengingat kendala yang banyak adalah tidak adanya

29
feedback dari PMKP yang mana secara langsung PMKP hanya berjumlah 5 orang
dengan perbandingan keseluruhan jumlah perawat 538 orang. Rumah sakit
hendaknya membuat perencanaan mengenai pelatihan yang berkelanjutan
sehingga hal ini akan memberikan dampak secara langsung mengurangi kendala
bahwa pelatihan yang sering akan memberikan pemahaman yang baik dalam
membangun pelaporan dan analisa IKP. 139 Saran untuk pengambil keputusan
manejerial keperawatan bagian Direktur, dan Diklat serta Pokja PMKP, untuk
mengadakan pelatihan yang bukan hanya untuk kepala ruangan yang melakukan
analisa grading akan tetapi kepada seluruh lapisan atau aspek dan bidang
keperawatan, staf perawat untuk sekiranya memberikan pelatihan dan skill
terhadap mengetahui cara, alur, prosedur dan tahapan dalam melakukan pelaporan
sampai ketahap analisa. Dengan adanya pelatihan dan sosialisasi yang
berkesinambungan maka akan menciptakan budaya keselamatan pasien yang
optimal, tidak adanya lagi perawat takut dalam melaporkan kejadian, tidak akan
adanya lagi desiminasi yang kurang dan tidak akan adanya lagi pemahaman yang
kurang, dalam hal ini juga akan optimal jika pengawasan juga diterapkan
(supervisi) dalam membangun pelaporan dan analisa IKP. Pelaporan akan optimal
jika adanya pengawasan rutin sehingga para karyawan akan lebih memerhatikan
dan menerapkan keselamatan pasien. Pengambil keputusan harus memberikan
dukungan berupa penghargaan bahwa pelaporan dan analisa layak dilaksanakan,
layak dijadikan prioritas bahwa ini hal yang penting dan harus dijalankan.
bagaimana pelaporan tersebut dihargai sehingga akan memberikan motivasi
kepada yang penemu insiden, dan kepada yang melakukan analisa (kepala
ruangan).
Bagi pengelola pelayanan kesehatan Saran dan masukan bagi pelayanan
kesehatan dalam rumah sakit hendaknya meningkatan kesadaran akan
pentingnya hal pelaporan dan analisa untuk keselamatan pasien, menerapkan
budaya keselamatan pasien dan segera menindaklanjuti jika terjadi insiden.
Pelaporan IKP sebagai langkah penting dalam keberhasilan program

30
peningkatan mutu dan keselamatan pasien serta meningkatkan kinerja perawat
dalam 140 pelaksanaan sasaran keselamatan pasien yang sebagai indikator
utama dalam pelayanan keperawatan. Saran dan masukan bagi pelayanan
kesehatan diharapkan dapat melakukan pelaksanaan pelaporan dan analisa
IKP dengan melalui pelatihan yang berkelanjutan, kerjasama antar tim dalam
melakukan pelaporan dan analisa, meningkatkan framework terhadap
pelaporan dengan tidak menutupi adanya insiden, sehingga kedepannya akan
memberikan penerapan yang optimal terhadap pelayanan dan mutu dalam
rumah sakit dengan memerhatikan keselamatan pasien. Penerapan pelaporan
dan analisa IKP diharapkan menjadi dasar sebagai landasan kebijakan dalam
rumah sakit sehingga dapat memenuhi kebutuhan mendapatkan sosialisasi,
pelatihan, fasilitas, sarana dan prasarana yang dibutuhkan rumah sakit dalam
pelaksanaan sistem pelaporan dan analisa IKP. Mensosialisasikan kembali
sasaran keselamatan pasien terutama pelaksanaan peningkatan keselamatan
pasien, mengidentifikasi kebutuhan sarana dan prasarana dalam upaya
peningkatan sasaran keselamatan pasien diruangan. Meningkatkan
kemampuan dalam menjalankan fungsi manajemen melalui pelatihan dan
proses belajar. Selalu memiliki komitmen yang tinggi mengenai pentingnya
budaya keselamatan pasien sehingga dapat menjadi kebiasaan yang wajib
dilaksanakan bukan hanya karena penilaian saja sehingga dapat memberikan
pelayanan keperawatan yang terbaik bagi pasien. Meningkatan sosialisasi
yang didapatkan dalam pelatihan pelaksanaan keselamatan pasien kepada
perawat pelaksana secara rutin melalui pre conference atau briefing pagi. 141
Bagi institusi pendidikan Institusi pendidikan diharapkan menjadi bahan
pembelajaran, informasi dan pengembangan bagi institusi pendidikan maupun
referensi terhadap upaya tentang pelaksanaan sistem pelaporan dan analisa
IKP. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai referensi ilmiah untuk digunakan
dalam bidang keperawatan khususnya yang berkaitan dengan budaya
keselamatan pasien.

31
Bagi peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan
dan data awal untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan melakukan
metode observasi yang mendalam sehingga akan tergali faktor yang
berhubungan, karena keselamatan pasien merupakan hal yang kompleks. Bagi
penelitian selanjutnya perlu penelitian lebih lanjut untuk menilai budaya
keselamatan pasien dalam metode mix methode serta perlu melakukan
penelitian terkait dengan penerapan strategi dan program pelatihan baru dalam
budaya keselamatan pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, (2008). National Patient Safety Agency (NPSA). Jakarta

Depkes RI. (2008). Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.


(Edisi 2). Jakarta. Bhakti Husada

Depkes RI. (2008). Pedoman Indikator Mutu Pelayanan Keperawatan Klinik


di Sarana Kesehatan. Jakarta. Bhakti Husada Depkes RI. (2008).

Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP). (Edisi2). Jakarta.


Bhakti Husada Depkes RI. (2011).

Peraturan Menetri Kesehatan Republik Indonesia. No. 1691


/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Jakarta
KARS. (2012).

Penilaian Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta Keles, K & Tilaar. ( 2012).


Implementation Analysis of Standards Patient Safety Goals in Emergency

Department Dr. Sam Ratulangi Tondano Hospital Accordance with Version


2012 Hospital Accreditation. JIKMU. (5)2. 23-35

32
Kemenkes RI. (2011). Standar Akreditasi Rumah Sakit, Kerjasama Direktorat
Jenderal Bina Upaya Kesehatan

Kementrian Kesehatan Repoblik Indonesia dengan Komisi Akreditasi Rumah


Sakit (KARS). Jakarta

Kemenkes RI. (2012). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta

Kemenkes RI. (2013). Bantuan Operasional Kesehatan. Jakarta

Kemenkes RI. (2013). Panduan Keselamatan Pasien. Jakarta

3.1 Kesimpulan
Bagian ini berisi ringkasan dan simpulan dari seluruh pembahasan yang telah
dipaparkan di BAB II. Dalam kesimpulan tidak perlu memasukkan kutipan apapun.
Panjang kesimpulan dibatasi maksimal sebanyak 2 lembar. Kesimpulan dan seluruh
isi BAB III Penutup diketik dengan format margin 4 cm (kiri), 4 cm (atas), 3 cm
(kanan), dan 3 cm (bawah). font yang digunakan adalah Times New Roman ukuran 12
pt. dengan spasi ukuran 1.5. Judul BAB dan setiap sub-judul yang ada dalam BAB III
Penutup wajib diketik cetak tebal (bold).

3.2 Saran
Bagian ini berisi saran-saran yang dikemukakan oleh mahasiswa bagi
Mahasiswa sebagai konsekuensi dari membaca isi pembahasan makalah yang telah
dipaparkan sebelumnya. Saran dibuat dalam bentuk poin-poin sebagai berikut:
3.2.1 Bagi Masyarakat
a. Saran pertama

33
b. Saran kedua
c. Dst.
3.2.2 Bagi Mahasiswa
a. Saran pertama
b. Saran kedua
c. Dst.

DAFTAR PUSTAKA

Semua rujukan-rujukan yang diacu di dalam isi makalah harus didaftarkan di bagian
Daftar Pustaka. Isi daftar pustaka minimal harus memuat pustaka-pustaka acuan yang
berasal dari sumber yang direkomendassikan oleh dosen pengampu mata kuliah.
Sangat dianjurkan untuk menggunakan sumber acuan atau literatur yang diterbitkan
selama 10 tahun terakhir.
Penulisan Daftar Pustaka sebaiknya menggunakan aplikasi manajemen referensi
seperti Mendeley atau References Ms. Word. Bentuk font yang digunakan adalah
Times New Roman ukuran 12 pt. Spasi untuk daftar referensi adalah 1 spasi. Daftar
pustaka ditulis dengan model paragraf Hanging. Format penulisan yang digunakan
adalah sesuai dengan format APA 6th Edition (American Psychological Association).
Berikut adalah contoh penggunaan beberapa referensi.
Catatan: Penjelasan ini tidak perlu dimasukkan dalam penulisan daftar pustaka yang
sebenarnya. Demikin juga dengan tulisan bertanda *) tidak perlu dimasukkan pada
daftar pustaka sebenarnya.

34
Buku 1 Penulis*)
Sunarto, K. (2004). Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.

Buku 2 Penulis*)
Tubagus, A, & Wijonarko. (2009). Langkah-Langkah Memasak. Jakarta: PT
Gramedia.

Buku 3 Penulis*)
Leen, B., Bell, M., & McQuillan, P. (2014). Evidence-Based Practice: a Practice
Manual. USA: Health Service Executive.

Buku Lebih Dari Satu Edisi*)


Prayitno, & Amti, E. (2012). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling (Edisi ke-10).
Jakarta: PT Rineka Cipta.

Penulis Dengan Beberapa Buku*)


Soeseno, S. (1980). Teknik Penulisan Ilmiah-Populer. Jakarta: PT Gramedia.
Soeseno, S. (1993). Teknik Penulisan Ilmiah-Populer: Kiat Menulis Nonfiksi untuk
Majalah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Nama Penulis Tidak Diketahui / Lembaga*)


Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. (2003). Panduan Teknis Penyusunan
Skripsi Sarjana Ekonomi. Jakarta: UI Press.

Buku Terjemahan*)
Gladding, S. T. (2012). Konseling: Profesi yang Menyeluruh (6th ed.). (Terj. P.
Winarno, & L. Yuwono). Jakarta: PT. Indeks.

35
Buku Kumpulan Artikel/Memiliki Editor*)
Ginicola, M. M., Filmore, J. M., Smith, C., & Abdullah, J. (2017). Physical and
Mental Health Challenges Found in the LGBTQI+ Population. In M. M.
Ginicola, C. Smith, & J. M. Filmore (Eds.), Affirmative Counseling with
LGBTQI+ People (pp. 75 - 85). Alexandria, VA: American Counseling
Association.

Artikel Jurnal / Ensiklopedi*)


Ruini, C., Masoni, L., Otolini, F., & Ferrari, S. (2014). Positive Narrative Group
Psychotherapy: The Use of Traditional Fairy Tales to Enhance Psychological
Well-Being and Growth. Journal Psychology of Well-Being, 4 (13), 1-9.

Artikel Jurnal dengan Lebih dari 7 Penulis*)


Gilbert, D. G., Mcclernon, J. F., Rabinovich, N. F., Sugai, C., Plath, L. C.,Asgaard,
G., … Botros, N. (2004). Effects of quitting smoking on EEG activation and
attention last for more than 31 days and are more severe with stress,
dependence, DRD2 Al allele, and depressive traits. Nicotine and Tobacco
Research, 6, 249—267

Artikel Jurnal dengan DOI*)


Herbst-Damm, K. L., & Kuhk, J. A. (2005). Volunteer support marital status, and the
survival times of terminally ill patients. Health Psychology, 24, 225-229. doi:
10.1037/0278-6133.24.2.225

Artikel dalam Prosiding Online*)


Herculano-Houzel, S., Collins, C. E., Wong, R, Kaas, J. H., & Lent R. (2008). The
basic nonuniformity of the cerebral cortex. Proceedings of the National
Academy of Sciences, 105, 12593—12598. doi:1 0. 1 073/pnas.Q80541 7105

36
Artikel dalam Prosiding Cetak*)
Katz, I., Gabayan, K., & Aghajan, H. (2007). A multi-touch surface using multiple
cameras. In J. Blanc-Talon, W. Philips, D. Popescu, & P. Scheunders (Eds.),
Lecture Notes in Computer Science: Vol. 4678. Advanced Concepts for
intelligent Vision Systems (pp. 97—108). Berlin, Germany: Springer-Verlag.

Majalah*)
Susanta, R. (Juni 2010). “Ambush Marketing”. Marketing, 140 (2), 15-17.

Majalah Online*)
Susanta, R. (Juni 2010). “Ambush Marketing”. Marketing, 140 (2), 15-17. Diakses
dari: http//majalahmarketing.com//

Surat Kabar*)
Irawan, A. (24 September 2010). “Impor Beras dan Manajemen Logistik Baru”.
Koran Tempo, A11.

Skripsi/Tesis/Disertasi Tidak Terpublikasi*)


Nurgiri, M. (2010). Antropologi Indonesia (Skripsi Tidak Terpublikasi). Sarjana
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Jakarta.

Skripsi/Tesis/Disertasi dari Sumber Online*)


Haryadi, R. (2017). Pengembangan Model Evidence-Based Community Counseling
untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis pada Subyek Eks-Pecandu
NAPZA di Kota Semarang (Tesis, Pascasarjana Universitas Negeri
Semarang). Diakses dari: http//pps.unnes.ac.id//tesis/rudiharyadi/

37
Video*)
American Psychological Association. (Produser). (2000). Responding therapeutically
to patient expressions of sexual attraction [DVD]. Tersedia di
http://www.apa.org/videos/

Serial Televisi
Egan, D. (Penulis), & Alexander, J. (Pengarah). (2005). Failure to communicate
[Episode Seri Televisi]. In D. Shore (Produser Pelaksana), House. New York,
NY: Fox Broadcasting.

Musik Rekaman*)
Lang, K.D. (2008). Shadow and the frame. On Watershed [CD]. New York, NY:
Nonesuch Records.

38

Anda mungkin juga menyukai