Anda di halaman 1dari 41

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan

kemampuan hidup bagi setiap orang untuk mewujudkan derajat kesehatan yang

optimal. Derajat kesehatan yang optimal bisa berpengaruh terhadap sumber daya

manusia yang dibutuhkan untuk pembangunan kesehatan. Upaya pembangunan di

bidang kesehatan gigi dan mulut bukan saja meliputi upaya kuratif, tetapi juga

meliputi upaya promotif dan preventif. Upaya yang dilakukan untuk

meningkatkan pelayanan kesehatan guna mencapai tujuan akhir pembangunan

kesehatan, yakni derajat kesehatan yang optimal (Suleh dkk, 2015).

Infeksi silang dalam kedokteran gigi merupakan perpindahan penyebab

penyakit di antara pasien, dokter gigi, dan petugan kesehatan dalam lingkungan

pelayanan kesehatan gigi ( Mulyanti dan Meganda, 2012). Tindakan perawatan di

bidang kedokteran gigi mempunyai risiko tinggi dalam penularan infeksi, salah

satunya adalah tindakan ekstraksi gigi. Infeksi sangat bahaya dalam lingkungan

kedokteran gigi. Infeksi dapat ditularkan ketika melakukan tindakan perawatan

gigi, seperti infeksi virus, bakteri, jamur dan sebagainya (Suleh dkk, 2015).

Tenaga kesehatan gigi adalah kelompok yang rentan terhadap penularan

infeksi karena dalam melakukan tindakan perawatan mereka berkontak dengan

saliva (air liur) dan darah (Ramadani dkk, 2015). Menjalankan profesinya, dokter

gigi maupun mahasiswa co-ass tidak terlepas dari kemungkinan berkontak secara

langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam saliva dan darah

penderita (Wibowo dkk, 2009). Resiko pekerjaan tertular penyakit menular,

1
2

seperti: HIV, Hepatitis B, tuberculosis dan lain-lain, kurangnya kesadaran tenaga

kesehatan dan rendahnya mutu pelaksanaan sterilisasi mengakibatkan tingginya

prevalensi penyebaran penyakit infeksi ( Lugito, 2013).

Berdasarkan World Health Organization (WHO), didapatkan kurang lebih

tiga juta petugas kesehatan tiap tahunnya terpapar oleh virus yang berdasarkan

dari darah, dua juta petugas kesehatan terpapar virus hepatitis B, sembilan ratus

ribu petugas kesehatan terpapar virus hepatitis C dan tiga ratus ribu petugas

kesehatan terpapar oleh virus HIV. Center of Disease Control and Prevention

(CDC) melaporkan hasil penelitian dari 360 orang tenaga kesehatan kejadian

terluka di tempat praktek yaitu 36% dokter gigi, 34% ahli bedah mulut, 22%

perawat gigi, dan 4% mahasiswa kedokteran gigi (Shara dkk, 2014).

Standar operasional merupakan teknis atau suatu yang baku termasuk tata

cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait

dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan,

lingkungan hidup ( PP 102 tahun 2000 sit Utami.W, 2017 pelayanan kesehatan

berdasarkan standar profesi, sesuai yang dibutuhkan di rumah sakit ). Standar

Prosedur Operasional memberikan langkah yang benar dan terbaik untuk

melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh sarana

(Setiawan, 2014). Dokter gigi maupun mahasiswa co-ass harus menerapkan

standar operasional terhadap pasien dan kontrol infeksi demi menjaga

keselamatan kerja, mencegah transmisi infeksi antara pasien, dokter gigi,

mahasiswa co-ass, para staf dan lingkungan (Lugito, 2013).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Suleh dkk, 2015) di RSGM PSPDG

FK Unsrat di bagian pencabutan gigi terhadap pencegahan dan pengendalian


3

infeksi silang pra tindakan ekstraksi gigi dilakukan 47,75% yaitu, memakai

sarung tangan, memakai masker, memakai pakaian pelindung/baju kerja. Selama

tindakan ekstraksi gigi dilakukan sebesar 60,26% yaitu, pemberian desinfektan

sebelum insersi jarum suntik, jarum suntik ditutup setelah tindakan anestesi,

penutupan jarum suntik dengan teknik satu tangan, menghindari tertusuk

instrument dan jarum yang tajam, tangang operator tidak menyentuh lingkungan

kerja/peralatan yang tidak steril. Paska tindakan ekstraksi gigi dilakukan sebesar

47,16% yaitu, pemindahan baki instrument dari daerah kerja ke daerah

dekontaminasi dalam keadaan tertutup, pembersihan instrument bekas pakai

dengan air, sikat dan deterjen, sterilisasi instrument bekas pakai, menempatkan

sampah infesksius pada kontainer yang tepat yaitu tahan bocor dan warna kuning,

menempatkan sampah non infeksius pada kontainer warna hitam. Secara umum

pencegahan dan pengendalian infeksi silang pada tindakan ekstraksi gigi di

RSGM PSPDG FK Unsrat hanya dilakukan sebesar 48%, dari penelitian tersebut

dapat disimpulkan bahwa pencegahan dan pengendalian infeksi silang masih

kurang. Begitupun dengan penelitian yang dilakukan oleh Ramadhani dkk, 2015

tentang Tindakan dan Pengendalian Infeksi Silang pada Perawatan Periodonsia di

RSGM PSPDG FK Unsrat masih kurang.

Berdasarkan uraian diatas peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian

yang berjudul “gambaran tindakan dan pengendalian infeksi silang oleh

mahasiswa co-ass di RSGM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah

Padang”.
4

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan masalah sebagai

berikut: “bagaimanakah gambaran tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi

silang oleh mahasiswa co-ass di RSGM Fakultas Kedokteran Gigi Unversitas

Baiturrahmah Padang?”.

1.3 Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Penelitin ini bertujuan untuk melihat gambaran tindakan

pencegahan dan pengendalian infeksi silang oleh mahasiswa co-ass di

RSGM Fakultas Kedokteran Gigi Unversitas Baiturrahmah Padang.

b. Tujuan Khusus

Melihat gambaran tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi

silang terhadap penerapan Standar Operasional Prosdur di RSGM

Universitas Baiturrahmah Padang.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Menambah wawasan dan bisa mengetahui gambaran bagaimana

mahasisswa co-ass melakukan pencegahan penyakit infeksi silang dengan

menerapkan Standar Operasional Prosedur.

2. Bagi Institusi

Memberikan wawasan pendidikan pencegahan terhadap penyakit

menular selama mahasiswa klinik maupun preklinik dalam menjalani

proses pendidikan.
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencegahan

Pencegahan adalah penolakan terhadap faktor yang menyebabkan

komplikasi (KBBI). Standard precaution atau disebut juga dengan pencegahan

berperan di rumah sakit dalam pengontrolan infeksi terhadap pasien, tenaga

professional, dan mahasiswa yang sedang praktik (Nagliate et al., 2013 Lantu

dkk). Prosedur pencegahan secara umum diantaranya menjaga kebersihan tangan,

penggunaan sarung tangan medis, pemakaian baju, pemakaian masker,

perlindungan terhadap mata, kepala dan injeksi yang aman (Harding et al., 2011

sit Lantu dkk ). Tujuan ditetapkan pencegahan ini adalah untuk mencegah

transmisi penyakit infeksi silang (Amonim, 2008 sit Lantu).

2.2 Pengendalian

Pengendalian infeksi di rumah sakit merupakan keharusan untuk

melindungi pasien dari kejangkitan infeksi, dalam bentuk upaya pencehagan

(Rhidani dkk. 2017). Mencegah atau mengendalikan infeksi tenaga kesehatan

dapat menggunakan konsep steril ataupun bersih, untuk lebih membantu proses

penyembuhan pasien dan lebih spesifik lagi untuk mengendalikan dan mencegah

terjadinya infeksi. Upaya untuk mengontrol pertumbuhan mikroorganisme di

rumah sakit adalah kegiatan desinfeksi dan sterilisasi (Sofiana L dan Wahyuni D,

2015).

5
6

2.3 Standar Prosedur Operasional

Standar operasional merupakan teknis atau suatu yang baku termasuk tata

cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait

dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan,

lingkungan hidup ( PP 102 tahun 2000 sit Astuti T, 2017) . Dokter gigi maupun

mahasiswa co-ass harus menerapkan standar operasional terhadap pasien dan

kontrol infeksi demi menjaga keselamatan kerja untuk mencegah transmisi infeksi

antara pasien, dokter gigi, mahasiswa co-ass, para staf dan lingkungan (Lugito,

2013).

2.4 Infeksi Silang

Infeksi silang dalam kedokteran gigi merupakan perpindahan penyebab

penyakit di antara pasien, dokter gigi, dan petugan kesehatan dalam lingkungan

pelayanan kesehatan gigi (Mulyanti dan Meganda, 2012). Infeksi silang

merupakan bahaya yang sangat nyata pada lingkungan kedokteran gigi. Bidang

kerja kedokteran gigi yang tidak lepas dari kemungkinan untuk berkontak

langsung atau tidak langsung dengan mikroorganisme dalam rongga mulut pasien,

menyebabkan pengendalian infeksi dibutuhkan dalan berbagai tindakan perawatan

di bidang kedokteran gigi (Kementrian Kesehatan RI, 2012).

2.4.1 Penyakit Infeksi Silang

Adapun penyakit menular dibidang kedokteran gigi yaitu:

1. Hepatitis B

Infeksi hepatitis B sampai saat ini masih menjadi masalah

kesehatan, diperkirakan lebih dari 2 milyar orang di seluruh dunia pernah

terinfeksi virus hepatitis B dan sekitar 360 juta terinfeksi kronis sehingga
7

menjadi kelompok risiko tinggi sakit berat sampai kematian. Prevalensi

hepatitis B di Indonesia saat ini adalah 9,4%, sehingga dikelompokkan

sebagai Negara yang mempunyai tingkat kejadian hepatitis B tinggi

(Fadlyana E dkk, 2013).

Hepatitis B adalah infeksi pada hati yang disebabkan oleh virus

hepatitis B (HBV), yang mengakibatkan peradangan dan pembengkakan

hati, dan kadang-kadang kerusakan hati yang nyata. Penderita sering sama

sekali tidak merasakan dan menyadari bahwa dirinya sedang terinfeksi

oleh virus hepatitis B, karena keluhan yang khas yaitu keluhan seperti flu

bahkan bisa tidak muncul gejala sama sekali (Lukman, 2008 sit Muntaqo,

2016 ).

Bidang kedokteran gigi yang paling berperan adalah penularan

VHB melalui darah dan saliva. Penularan VHB secara parenteral, yang

dapat terjadi anatara pasien dengan dokter gigi secara timbal balik, atau

antara pasien dengan pasien melalui alat-alat yang digunakan ( Lesmana

AR, 1998).

2. Hepatitis C

Infeksi virus hepatitis C (HCV) adalah masalah kesehatan utama

di dunia termasuk Indonesia. Data WHO menunjukkan sekitar 3%

populasi dunia yaitu 130-170 juta orang terinfeksi HCV (Permatasari R

dkk, 2015). Virus hepatitis C atau HCV adalah bom waktu bagi kesehatan

masyarakat, karena berpeluang besar menjadi kronis yang bisa membawa

kematian, jika berkembang menjadi sirosis atau kanker hati (Sievert dkk.

2002).
8

Penularan infeksi HCV adalah melalui transfusi darah, sehingga

diperlukan pemeriksaan yang cepat, aman dan teliti (Arifah Budi dkk.

2015). Diperkirakan 5-10% resipien transfuse darah menunjukkan

kenaikan kadar enzim transaminase yang dapat merupakan salah satu

gejala adanaya infeksi virus Hepatitis (Rini, dkk. 2015).

3. Hepatitis D

Hepatitis D (VHD) merupakan infeksi virus pada organ hati yang

hanya bisa diperoleh atau hanya bisa terjadi pada mereka yang telah

mengidap hepatitis B aktif (Sievert dkk. 2002). Hepatitis D dikenal

sebagai virus yang merusak karena virus tersebut membutuhkan virus

hepatitis B untuk dapat berkembang, oleh karena itu orang-orang yang

dapat tertular hepatitis D hanyalah mereka yang sudah tertular Hepatitis B.

(Widoyono, 2008).

4. HIV (Human Immunodeficiency Virus)

Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab

AIDS ( Acquired Immunodeficiency Syndrome). Penyakit ini ditandai oleh

infeksi oportunistik dan beberapa jenis keganasan tertentu yang

diakibatkan oleh keadaan brkurangnya fungsi imun penderita akibat

infeksi HIV (Agustriadi A dan Sutha BI. 2008).

Virus HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui kontak dengan

cairan tubuh terinfeksi virus, dapat melalui parenteral (transfuse darah atau

alat medis/ jarum terkontaminasi), transplasetantal, air susu ibu, dan

hubungan seksual (Ratridewi, 2009).

5. AIDS
9

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan

penyakit yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus

(HIV) (Suhaimi, dkk). Apabila seseorang dinyatakan AIDS kadar CD4

yang mencapai kurang dari 200/mm3 (Sulastri dkk, 2016). Penularan

AIDS dapat melalui:

a) Kontak Langsung

Penularan AIDS secara kontak langsung seperti melalui hubungan

seksual. Dari kasus AIDS yang dilaporkan ternyata penularan melalui

hubungan seksual itu sebesar 40,3% (Dewi R, 2017).

b) Kontak Tidak Langsung

 Bayi dan anak yang tertular dari ibunya saat kehamilan, persalinan

maupun ASI (Risna D, 2017).

 Penggunaan jarum suntik karena penyalahgunaan narkoba. Dari

kasus AIDS yang dilaporkan penularan terbanyak itu melalui jarum

suntik (Risna D, 2017).

 Melalui transfuse darah mempunyai resiko penularan AIDS sebesar

90% (Widoyono, 2008).

2.4.2 Penyebaran Penyakit Infeksi

Penularan penyakit infeksi dapat ditularkan melalui:

1. Penularan Langsung

Penularan langsung dikenal juga sebagai penularan dari orang ke

orang, adalah perpindahan patogen atau agen secara langsung dan segera

dari pejamu/ reservoir ke pejamu yang rentan. Penularan secara langsung

dapat terjadi melalui kontak fisik langsung atau kontak langsung orang per
10

orang, seperti bersentuhan dengan tangan yang terkontaminasi, sentuhan

kulit, berciuman, atau hubungan seksual (Timreck, 2002).

Penularan langsung dalam bidang kedokteran gigi seperti

menyentuh langsung jaringan lunak atau lesi infeksi, darah atau saliva

pasien yang terinfeksi dimana mikroorganisme langsung masuk atau

berpenetrasi ke dalam tubuh melalui luka kecil pada kulit atau sekitar jari-

jari tangan operator (Mulyanti dan Maganda, 2012).

2. Penularan Tidak Langsung

Penularan tidak langsung ini terjadi ketika kuman patogen atau

agens berpindah atau terbawa melalui beberapa item, organisme, benda,

atau proses perantara perantara menuju pejamu yang rentan sehingga

menimbulkan penyakit. Fomite, vector, udara yang beredar, partikel debu,

droplet air, air, makanan, dan mekanisme laiinnya (Timreck, 2002).

Mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh melalui media atau

objek perantara yang terkontaminasi membawa berbagai macam

mikroorganisme patogen yang berasal dari darah dan saliva pasien,

contohnya peralatan gigi yang tidak disterilkan (Mulyanti dan Megananda,

2012)

3. Percikan

Percikan darah, saliva atau sekresi nasofaringeal dalam bentuk

spatter dan aerosol yang dihasilakn pada waktu menggunakan henpis,

skeler ultrasonic, semprotan air. Percikan tersebut dapat mengenai luka

yang terdapat pada kulit atau mukosa, mata, dan mulut dari tim dental atau

terhirup melalui pernapasan disterilkan (Mulyanti dan Megananda, 2012).


11

2.4.3 Metode Pengendalian Infeksi Silang

Dokter gigi dalam menjalankan profesinya tidak lepas dari kemungkinan

untuk berkontak secara langsung atau tidak langsung dengan mikroorganisme

dalam rongga mulut (termasuk saliva dan darah) pasien. Sebagai hasil pemajanan

yang berulang kali terhadap mikroorganisme yang ada dalam rongga mulut,

insidensi terjangkit penyakit infeksi lebih tinggi dalam praktek kedokteran gigi

(Kementrian Kesehatan RI, 2012)

Melakukan program kontrol infeksi dibuat untuk mencegah atau paling

tidak untuk mengurangi penyebaran penyakit, adapun jalur penyebaran infeksi

silang (Pratiwi, 2016):

1. Pasien ke tim kesehatan gigi


Penyebaran mikroorganisme dari pasien ke tenaga kesehatan gigi,

jalur ini paling sulit dikontrol di banding 3 jalur lainnya. Kontak

langsung (bersentuhan) dengan saliva atau darah pasien bisa menjadi

jalan masuk mikroba melalui kulit yang tidak utuh, misalnya adanya

luka potong, abrasi kulit atau dermatitis. Percikan saliva maupun

aerosol dari mulut pasien bisa menjadi droplet infection melalui kulit

yang tidak utuh, mukosa mata, hidung dan mulut atau terinhalasi.
Kontak tidak langsung terjadi transfer mikroorganisme dari sumber

(misalnya mulut pasien) pada permukaan dan terjadinya kontak dengan

permukaan tersebut. Misalnya, terlukanya jaringan kulit atau

tertusuknya jaringan dengan alat-alat tajam yang terkontaminasi

(instrumen gigi manual, jarum suntik, bor, alat penghalus tulang, pisau

bedah, kawat dan lain-lain).


12

2. Tim kesehatan gigi ke pasien


Tim kesehatan gigi ke pasien ini relatif jarang, tapi mungkin terjadi

bila melakukan perawatan dengan prosedur yang tidak tepat. Keadaan

ini, di dalam tubuh operator terkandung mikroorganisme lain.

Selanjutnya operator mengalami perdarahan yang mengenai instrumen

atau alat-alat lain yang kemudian digunakan di mulut pasien.

Penularan juga dapat terjadi melalui droplet infeksi dari operator

kepada pasien, yang sebenarnya dapat terjadi dalam kehidupan sehari-

hari, jadi tidak khusus di ruang perawatan gigi.


3. Pasien satu ke pasien lain
Mikroorganisme patogen dapat berpindah dari satu pasien ke

pasien lainnya melalui kontak tidak langsung yaitu melalui alat-alat

yang dipakai tanpa disterilkan dengan baik. Alat-alat tersebut dapat

berupa instrumen genggam, hand piece, permukaan–permukaan di

ruang perawat dan tangan dokter gigi yang berkontak ke mulut

beberapa pasien lain.


4. Untuk ruangan perawatan gigi ke lingkungan sekitar
Ini dapat terjadi bila mikroorganisme dari pasien mengkontaminasi

alat atau bahan yang kemudian dikirim atau ditransportasikan ke luar

lingkungan ruang perawatan.

Metode pengendalian infeksi silang yang wajib dilaksanakan oleh dokter

gigi meliputi penerapan kewaspadaan isolasi:

1. Kewaspadaan standar

a. Kebersihan tangan.

b. Penggunaan alat pelindung diri (APD).

c. Manajemen limbah dan benda tajam.


13

d. Manajemen lingkungan.

e. Penanganan linen (kain alas instrument, kain sarung dental unit).

f. Peralatan perawatan pasien.

g. Perlindungan kesehatan karyawan.

h. Penyuntikan yang aman.

i. Etika batuk.

2. Kewaspadaan berdasarkan transmisi

a. Transmisi airborne/udara.

b. Transmisi droplet/percikan

c. Transmisi kontak

2.5 Strategi Pencegahan Infeksi Silang

Melakukan perawatan dengan dokter gigi maupun mahasiswa co-ass dapat

menimbulkan trauma jaringan lunak yang memungkinkan darah bercampur

dengan saliva, dan berbagai infeksi dapat ditularkan melalui tindakan selama

perawatan gigi (Suleh dkk, 2012).

Menurut (Lugito, 2013) strategi pencegahan penyakit infeksi dapat

dilakukan dengan dua cara yaitu:

1. Tindakan Pencegahan

Tindakan pencegahan disini seperti yang diaplikasikan terhadap

semua pasien dirancang untuk mereduksi resiko transmisi mikroorganisme

dari sumber infeksi yang diketahui dan tidak diketahui seperti darah,

cairan tubuh, ekskresi dan sekresi. Pencegahan ini di terapkan terhadap


14

semua pasien tanpa memperdulikan diagnosis atau status infeksi yang

pasti (Lugito,2013). Dasar-dasar tindakan pencegahan seperti berikut:

a. Pemakaian Alat Pelindung Diri

Dokter gigi maupun mahasiswa co-ass harus menggunakan

APD (Alat Pelindung Diri) untuk melindungi diri dari benda asing,

percikan dan aerosol yang berasal dari tindakan perawatan

terutama saat scalling (manual dan ultrasonic) penggunaan

instrument berputar, syringe, pemotongan atau penyesuaian kawat

ortodonsi dan pembersihan alat dan perlengkapannya. Alat

pelindung diri (APD) terdiri dari pakaian pelindung, sarung tangan,

masker bedah, kacamata pelindung (Lugito, 2013).

b. Manajemen healt care waste

Manajemen healt care waste adalah penanganan dan

pembuangan secara tepat jarum dan benda tajam. Bahan yang 1

kali pakai seperti harus dibuang setelah 1 kali pakai dan jangan

pakai ulang. Contoh sampah medis yang beresiko yaitu jaringan

tubuh, bahan 1 kali pakai (scalpel, aspirator, dan saliva ejector),

dan materi yang digunakan pada pasien dan bahan yang dpaat

terkontaminasi dengan cairan tubuh (pakaian, swabs, wipes¸sarung

tagan dan tissue) (Lugito, 2013).

c. Sterilisasi Alat

Selain itu tenaga medis juga harus melakukan pembersihan,

dekontaminasi dan sterilisasi yang efektif, dari alat, perlengkapan

dan lingkungan (termasuk ceceran darah) dan penggunaan serta


15

waktu penggunaan desinfektan yang tepat terhadap permukaan

kontak dan instrument serta perlengkapan yang tidak dapat

disterilkan (Lugito, 2013).

2. Transmission based precaution

Transmission based precaution adalah ditunjukkan bagi grup

pasien yang beresiko, baik yang telah diketahui atau suspect terinfeksi atau

terkolonisasi dengan transmisi penularan yang tinggi, sehingga

membutuhkan tambahan tindakan pencegahan atas tindakan pencegahan

standar atau ketika pemberantasan agen infeksi denga sterilisasai tidak

memungkinkan (Lugito, 2013). Transmission based precaution terdiri dari

4 tipe yaitu:

a. Tindakan pencegahan pertama melalui udara: TB aktif, influenza,

varicella dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah diimunisasi di

dalam ruangan tekanan negatif.

b. Tindakan pencegahan kedua melalui percikan saliva: penyakit

meningococcal atau batuk rejan. Tindakan pencegahan ini harus

membutuhkan masker bedah dan kacamata pelindung yang dipakai

oleh tenaga kesehatan.

c. Tindakan pencegahan ketiga melalui kontak untuk impetigo (Infeksi

kulit), shingles(Herpes zoster), MRSA(methicillin –resistant

staphylococcus aureus) . Tindakan ini membutuhkan sarung tangan

dan apron plastic yang dipakai tenaga kesehatan ketika melakukan

prosedur klinis.
16

d. Tindakan keempat dengan sterilisasi untuk encephalopathies

(kelainan otak).

2.6 Kerangka Teori

Jenis Hepatitis B
Penyakit
Hepatitis C
Infeksi
Hepatitis D

HIV

AIDS
17

Metode Pasien Ke Tim Kesehatan


Infeksi
Pengendalian Gigi
Silang
Infeksi Silang
Tim Kesehatan Gigi Ke
Pasien

Pasien Satu Ke Pasien Lain

Ruangan Perawatan Gigi ke


Lingkungan Sekitar

Strategi Tindakan Pencegahan

Pencegahan
Infeksi Silang
Transmission Based
Precaution

Diagram 1: Kerangka Teori

Sumber: (Lukman, 2008 sit Muntaqo, 2016), (Severt dkk. 2002), (Widoyono,2008), (Agustriadi A

dan Sutha BI. 2008), (Suhaimi dkk. 2009), (Permatasari, 2015), (Suleh dkk.2012), (Lugito, 2013)

2.7 Kerangka Konsep


SOP:

 Pakaian pelindung

 Sterilisasi alat Mencegah infeksi


Mahasiwa co-ass
 Cuci tangan silang

 Masker

 Sarung tangan

 Kacamata
18

: Variabel yang di teliti

Diagram 2: Kerangka Konsep

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah survei deskriptif dengan desain

penelitian cross-sectional.

3.2 Populasi Penelitian

Menurut Wiratna (2015), populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri

atas objek atau subyek yang mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti dan kemudian ditarik kesimpulannya.


19

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa co-ass di RSGM Universitas

Baiturrahmah Padang yang berjumlah 302 orang.

3.3 Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari sejumlah karakteristik yang dimiliki oleh

populasi yang digunakan untuk penelitian (Wiratna, 2015). Dalam penelitian ini

yang menjadi sampel diperoleh metode Random Sampling, dengan rumus sebagai

berikut :

n = N

1 + N (d) 2

n = 302

1 + 302 (0,05)2

n = 302

1 + 302x 0,0025

n = 302

1 + 0,75

n = 173
19
Keterangan:

n = Besar sampel

N = Besar populasi

d = Derajat kepercayaan yang diinginkan (95% = 0,05)

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh besar sampel minimal sampel.

Penelitian ini dilakukan pada 7 departemen, sehingga sampel per departemen

adalah 25 sampel.

3.4 Kriteria Sampel


20

3.4.1 Kriteria inklusi


1. Mahasiswa co-ass yang besedia menjadi responden.
2. Mahasiswa co-ass yang bekerja pada saat penelitian.
3.4.2 Kriteria ekslusi
Mahasiswa co-ass tidak bersedia menjadi responden

3.5 Variabel Penelitian

Variabel sampel penelitian dikategorikan sebagai berikut:


1. Variabel Bebas (Independent Variable) : pencegahan dan pengendalian

infeksi silang.
2. Variabel terikat (dependent): mahasiswa co-ass baiturrahmah

3.6 Defenisi Operasional Variabel

Tabel 1. Definisi Operasional Variabel.

Variabel Definisi Alat ukur Hasil Ukur Skala


Operasional
Pencegahan dan Segala upaya Observasi 1. Baik jika Ordinal
pengendalian infeksi yang dilakukan 76%-100%
silang. untuk mencegah 2. Sedang jika
dan 56%-75%
mengendalikan 3. Kurang baik
infeksi silang. jika >56%.

(Arikunto, 2006
sit Pratiwi, 2016)

3.7 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2017 s/d April 2018 di

RSGM FKG Universitas Baiturrahmah, Padang.


21

3.8 Alat dan Bahan

1. Lembaran daftar penilaian ( check list)

2. Alat tulis

3.9 Cara Kerja

1. Melakukan survey untuk mengetahui dan mendata jumlah mahasiswa

coass yang masih menjalani pendidikan dan aturan yang berlaku di

RSGM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah Padang.

2. Melihat gambaran upaya yang dilakukan oleh mahasiswa coass untuk

mencegah dan mengendalikan infeksi silang.

3. Pengolahan dan analisa data.

3.10 Alur Penelitian

Penentuan lokasi penelitian

Mahasiswa Coass RSGM


Unbrah

Pengumpulan data

Analisa data

Hasil

kesimpulan
22

Diagram 2: Alur Penelitian

3.11 Analisis Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer. Pengumpulan data tingkat

pengetahuan dalam mengendalikan infeksi silang dan dilakukan terhadap

mahasiswa co-ass RSGM Universitas Baiturrahmah yang langsung dari objek

yang diteliti. Data diolah menggunakan SPSS statistik 16.0 dengan uji univariat.

Tujuannya adalah untuk menjelaskan karakteristik masing-masing variabel yang

diteliti.
23

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Telah dilakukan penelitian tentang gambaran tindakan dan pengendalian

infeksi silang oleh mahasiswa co-ass di RSGM Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Baiturrahmah, didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.1 Rekapitulasi Rerata Distribusi Frekuensi Pencegahan dan


Pengendalian Infeksi Silang Oleh Mahasiswa co-ass di RSGM
Fakultas Kedokteran Gigi Unversitas Baiturrahmah Padang

No Tindakan Dan Tidak Ya, Tidak Ya, Sempurna


Pengendalian Infeksi Melakukan Sempurna
Silang
f % f % f %

1 Bagian Konservasi 3.63 14.54 10.90 43.63 15 41,81

2 Bagian Oral Medicine 4.54 18.18 10.90 43.63 14.09 38,18


24

3 Bagian Oral surgery 5.06 20.26 6.2 24.8 13.73 54, 93

4 Bagian Ortodonsia 7.09 28.36 7.36 29.45 15.09 42,18

5 Bagian Paedodonsia 4.18 16.72 11.27 45.09 14.09 38,18

6 Bagian Periodonsia 6.46 25.86 10.2 40.8 9.66 38.66

7 Bagian Prostodonsia 5.18 20.72 8.63 34.54 11.18 44.72

Rerata 5.16 20.66 9.35 37.42 13.26 42,66

Berdasarkan tabel 4.1 diatas didapatkan hasil bahwa tindakan pencegahan

dan pengendalian infeksi silang di RSGM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Baiturrahmah adalah pada bagian Konservasi sebesar (41.81%), pada bagian Oral

Medicine sebesar (38.18%), pada bagian Oral Surgery sebesar (54.93%), pada

bagian Ortodonsia (42.18%), pada bagian Paedodonsia (38.18%), pada bagian

Periodonsia sebesar (38.66%), sedangkan pada bagian Prostodonsia sebesar

(44.72%). 24

Berikut ini akan disajikan hasil penelitian tentang gambaran tindakan dan

pengendalian infeksi silang oleh mahasiswa co-ass di RSGM Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Baiturrahmah Padang dengan hasil uraian sebagai berikut :

Tabel 4.2. Distribusi frekuensi tindakan pencegahan dan pengendalian


infeksi silang terhadap penerapan Standar Operasional
Prosedur di RSGM Universitas Baiturrahmah Padang

Tindakan Pencegahan Dan Frekuensi Persentase


Pengendalian Infeksi Silang f %
1 Baik 0 0
2 Sedang 25 92
3 Kurang 0 0
Total 25 100

Berdasarkan tabel 4.3 diatas didapatkan hasil tindakan pencegahan dan

pengendalian infeksi silang semua responden berada pada kategori baik 0 (0%) ,

kategori sedang yaitu 25 orang (100% ), dan kategori kurang 0 (0%). Adapun
25

uraian dari masing-masing tindakan dan pengendalian infeksi silang pada bagian

departemen adalah sebagai berikut :

Tabel 4.3. Distribusi frekuensi tindakan pencegahan dan pengendalian


infeksi silang terhadap penerapan Standar Operasional
Prosedur pada bagian konservasi di RSGM Universitas
Baiturrahmah Padang

No Tindakan Pencegahan Dan Frekuensi Persentase


Pengendalian Infeksi Silang f %
1 Baik 0 0
2 Sedang 23 92
3 Kurang baik 2 8
Total 25 100

Berdasarkan tabel 4.3 diatas didapatkan hasil tindakan pencegahan dan

pengendalian infeksi silang pada bagian konservasi paling banyak pada kategori

baik 0 (0%), sedang yaitu 23 orang (92% ), dan kurang 2 (8%). Adapun uraian

dari masing-masing tindakan dan pengendalian infeksi silang adalah sebagai

berikut :

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Tindakan Dan Pengendalian Infeksi Silang


Pada Bagian Konservasi oleh mahasiswa co-ass di RSGM
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah Padang

No Tindakan Dan Tidak Ya, Tidak Ya,


Pengendalian Infeksi Silang Melakukan Sempurna Sempurna
F % F % F %
1 Vaksinasi Hepatitis B 25 100 0 0 0 0
2 Sterilisasi alat 0 0 0 0 25 100
(Autoclave/Alkohol)
3 Pakaian pelindung (Safety 0 0 25 100 0 0
garmen)
4 Cuci tangan sebelum memkai 9 36 16 64 0 0
sarung tangan (WHO)
5 Memakai masker 0 0 0 0 25 100
6 Memakai sarung tangan 0 0 0 0 25 100
`7 Tangan operator tidak 0 0 25 100 0 0
menyentuh lingkungan kerja
yang tidak steril
8 Pemindahan baki instrumen 0 0 20 80 5 20
9 Pembersihan instrumen bekas 0 0 15 60 10 40
26

pakai dengan menggunakan


detergen
10 Strelisasi instrumen bekas 0 0 0 0 25 100
pakai (Autoclave/Alkohol)
11 Mencuci tangan setelah 6 24 19 76 0 0
sarung tangan dibuka (WHO)
Rerata 3.63 14.54 10.90 43.63 15 41.81

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh tentang pencegahan dan

pengendalian infeksi silang oleh mahasiswa co-ass di RSGM Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Baiturrahmah pada bagian konservasi didapatkan rerata paling

tinggi sudah sempurna yaitu (41.81%) dalam melakukan semua tindakan dan

pengendalian infeksi silang. Tindakan yang sudah sempurna dilakukan antara lain

(100%) responden sudah sempurna dalam sterilisasi alat, cuci tangan sebelum

memakai sarung tangan, memakai sarung tangan dan strelisasi instrumen bekas

pakai (Autoclave/Alkohol). Akan tetapi masih ada tidak sempurna yaitu (100%)

responden tidak melakukan vaksinasi hepatitis B, dan (100%) responden

melakukan tapi tidak sempurna yaitu menggunakan pakaian pelindung (Safety

garmen), tangan operator tidak menyentuh lingkungan kerja yang tidak steril,

(80%) responden melakukan tapi tidak sempurna dalam hal pemindahan baki

instrumen serta (60%) responden melakuakn tapi tidak sempurna dalam

pembersihan instrumen bekas pakai dengan menggunakan detergen serta (76%)

responden juga melakukan tapi tidak sempurna dalam mencuci tangan setelah

sarung tangan dibuka.

Tabel 4.5. Distribusi frekuensi tindakan pencegahan dan pengendalian


infeksi silang terhadap penerapan Standar Operasional
Prosedur pada bagian Oral Medicine

No Tindakan Pencegahan Dan Frekuensi Persentase


Pengendalian Infeksi Silang F %
27

1 Baik 0 0
2 Sedang 21 84
3 Kurang 4 16
Total 25 100

Berdasarkan tabel 4.5 diatas didapatkan hasil tindakan pencegahan dan

pengendalian infeksi silang pada bagian oral medicine paling banyak berada pada

kategori baik yaitu 0 (0%), sedang yaitu 21 orang (84%), dan kurang yaitu 4

orang (16%). Adapun uraian dari masing-masing tindakan dan pengendalian

infeksi silang adalah sebagai berikut :

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Tindakan Dan Pengendalian Infeksi Silang


Pada Bagian Oral Medicine oleh mahasiswa co-ass di RSGM
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah Padang

Tindakan Dan Tidak Ya, Tidak


Ya, Sempurna
No Pengendalian Infeksi Silang Melakukan Sempurna
F % F % f %
1 Vaksinasi Hepatitis B 25 100 0 0 0 0
2 Sterilisasi alat 0 0 0 0 25 100
(Autoclave/Alkohol)
3 Pakaian pelindung (Safety 0 0 25 100 0 0
garmen)
4 Cuci tangan sebelum memkai 15 60 10 40 0 0
sarung tangan (WHO)
5 Memakai masker 0 0 0 0 25 100
6 Memakai sarung tangan 0 0 0 0 25 100
7 Tangan operator tidak 0 0 25 100 0 0
menyentuh lingkungan kerja
yang tidak steril
8 Pemindahan baki instrumen 0 0 20 80 5 20
9 Pembersihan instrumen bekas 0 0 25 100 0 0
pakai dengan menggunakan
detergen
10 Strelisasi instrumen bekas 0 0 0 0 25 100
pakai (Autoclave/Alkohol)
11 Mencuci tangan setelah 10 40 15 60 0 0
sarung tangan dibuka (WHO)
Rerata 4.54 18.18 10.90 43.63 14.09 56.36
28

Pada bagian oral medicine secara keseluruhan diperoleh rerata paling

banyak juga sudah sempurna melakukan tindakan dan pengendalian infeksi silang

yaitu (56,36%). Seperti (100%) responden sudah sempurna dalam hal sterilisasi

alat (Autoclave/Alkohol), memakai masker, memakai sarung tangan dan strelisasi

instrumen bekas pakai (Autoclave/Alkohol). Akan tetapi (100%) responden tidak

melakukan vaksinasi hepatitis B dan (60%) responden tidak cuci tangan sebelum

memkai sarung tangan. Adapun responden yang sudah melakukan tindakan

infeksi silang tapi tidak sempurna seperti (100%) responden melakukan

pemakaian pelindung (Safety garmen), tangan operator tidak menyentuh

lingkungan kerja yang tidak steril, pembersihan instrumen bekas pakai dengan

menggunakan detergen, (80%) responden melakukan tindakan tapi tidak

sempurna dalam pemindahan baki instrument serta (60%) mencuci tangan setelah

sarung tangan dibuka.

Tabel 4.7. Distribusi frekuensi tindakan pencegahan dan pengendalian


infeksi silang terhadap penerapan Standar Operasional
Prosedur pada bagian Oral Surgery di RSGM Universitas
Baiturrahmah Padang

NO Tindakan Pencegahan Dan Frekuensi Persentase


Pengendalian Infeksi Silang F %
1 Baik 0 0
2 Sedang 25 100
3 Kurang 0 0
Total 25 100

Berdasarkan tabel 4.7 diatas didapatkan hasil tindakan pencegahan dan

pengendalian infeksi silang pada bagian oral surgery semuanya berada pada

kategori baik yaitu 0 (0%), sedang yaitu 25 orang (100%), dan kurang yaitu 0
29

(0%). Adapun uraian dari masing-masing tindakan dan pengendalian infeksi

silang adalah sebagai berikut :

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Tindakan Dan Pengendalian Infeksi Silang


Pada Bagian Oral Surgery oleh mahasiswa co-ass di RSGM
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah Padang

Tindakan Dan Tidak Ya, Tidak


Ya, Sempurna
No Pengendalian Infeksi Melakukan Sempurna
Silang F % f % F %
1 Vaksinasi hepatitis B 23 92 0 0 2 8
2 Sterilisasi Alat bekas 0 0 0 0 25 100
pakai
(Autoclave/Alakohol)

3 Pakaian pelindung 0 0 25 100 0 0


(Safety garmen)

4 Cuci tangan sebelum 25 100 0 0 0 0


memakai sarung tangan
(WHO)

5 Memakai masker 0 0 0 0 25 100

6 Memakai sarung tangan 0 0 0 0 25 100

7 Tangan operator tindak 0 0 25 100 0 0


menyentuh lingkungan
yang tidak steril

8 Pemberian desinfektan 0 0 0 0 25 100


sebelum tindakan

9 Menghindari tertusuk 0 0 0 0 25 100


instrumen dan jarum
suntik

10 Jarum suntik ditutup 0 0 0 0 25 100


setelah tindakan anestesi

11 Penutupan jarum suntik 24 96 0 0 1 4


dengan teknik satu tangan

12 Pemindahan baki 0 0 8 32 17 68
instrument

13 Pemberihan instrumen 1 4 13 52 11 44
bekas pakai dengan
detergen
30

14 Mencuci tangan setelah 3 12 22 88 0 0


sarung tangan dilepas
(WHO)

15 Sterilisasi Alat bekas 0 0 0 0 25 100


pakai
(Autoclave/Alakohol)

Rerata 20.2
5.06 6.2 24.8 13.73 54.93
6

Pada bagian oral surgery diperoleh rerata keseluruhan sudah sempurna

dalam hal melakukan tindakan dan pengendalian infeksi silang yaitu (54,93%).

Hal tersebut terlihat dari (100%) respondne sudah sterilisasi Alat bekas pakai

(Autoclave/Alakohol), sudah sempurna memakai masker, memakai sarung tangan,

pemberian desinfektan sebelum tindakan, menghindari tertusuk instrumen dan

jarum suntik, jarum suntik ditutup setelah tindakan anestesi dan sterilisasi Alat

bekas pakai (Autoclave/Alakohol). Akan tetapi masih ada responden tidak

melakukan tindakan dan pengendalian infeksi silang seperti (92%) responden

tidak melakukan vaksinasi hepatitis B, (100%) tidak cuci tangan sebelum

memakai sarung tangan dan (96%) responden tidak melakukan penutupan jarum

suntik dengan teknik satu tangan. Hasil penelitian juga diperoleh responden sudah

melakukan tindakan dan pengendalian infeksi silang akan tetapi tidak sempurna

seperti sebanyak (100%) responden belum sempurna dalam sterilisasi Alat bekas

pakai (Autoclave/Alakohol), tangan operator tindak menyentuh lingkungan yang

tidak steril, (52%) belum sempurna dalam pemberihan instrumen bekas pakai

dengan detergen dan (88%) responden belum sempurna dalam hal Mencuci

tangan setelah sarung tangan dilepas.

Tabel 4.9. Distribusi frekuensi tindakan pencegahan dan pengendalian


infeksi silang terhadap penerapan Standar Operasional
31

Prosedur pada bagian Ortodonsia di RSGM Universitas


Baiturrahmah Padang

No Tindakan Pencegahan Dan Frekuensi Persentase


Pengendalian Infeksi Silang f %
1 Baik 0 0
2 Sedang 20 80
3 Kurang 5 20
Total 25 100

Berdasarkan tabel 4.9 diatas didapatkan hasil tindakan pencegahan dan

pengendalian infeksi silang pada bagian orthodonti paling banyak kategori baik

yaitu 0 (0%), sedang yaitu 20 orang (80%), dan kurang yaitu 5 orang (20%).

Adapun uraian dari masing-masing tindakan dan pengendalian infeksi silang

adalah sebagai berikut :

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Tindakan Dan Pengendalian Infeksi Silang


Pada Bagian Ortodonsia oleh mahasiswa co-ass di RSGM
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah Padang

No Tindakan Dan Tidak Ya, Tidak Ya, Sempurna


Pengendalian Infeksi Silang Melakukan Sempurna
F % f % F %
1 Vaksinasi Hepatitis B 25 100 0 0 0 0
2 Sterilisasi alat 0 0 0 0 25 100
(Autoclave/Alkohol)
3 Pakaian pelindung (Safety 25 100 0 0 0 0
garmen)
4 Cuci tangan sebelum memkai 18 72 7 28 0 0
sarung tangan (WHO)
5 Memakai masker 0 0 0 0 25 100
6 Memakai sarung tangan 0 0 0 0 25 100
7 Tangan operator tidak 0 0 25 100 0 0
menyentuh lingkungan kerja
yang tidak steril
8 Pemindahan baki instrumen 0 0 17 68 8 32
9 Pembersihan instrumen bekas 0 0 17 68 8 32
pakai dengan menggunakan
detergen
10 Strelisasi instrumen bekas 0 0 0 0 25 100
pakai (Autoclave/Alkohol)
11 Mencuci tangan setelah 10 40 15 60 0 0
sarung tangan dibuka (WHO)
32

Rerata 7.09 28.36 7.36 29.45 15.09 42.18

Pada bagian ortodonsia diperoleh rerata keseluruhan paling banyak sudah

sempurna dalam melakukan tindakan dan pengendalian infeksi silang yaitu

sebanyak (42.18%) seperti sudah (100%) sempurna Sterilisasi alat

(Autoclave/Alkohol), memakai masker, memakai sarung tangan dan strelisasi

instrumen bekas pakai (Autoclave/Alkohol). Akan tetapi masih ada responden

tidak melakuakn tindakan dan pengendalian infeksi silang seperti (100%)

responden tidak melakukan infeksi hepatitis B, tidak menggunakan pakaian

pelindung (Safety garmen), (72%) responden tidak Cuci tangan sebelum memkai

sarung tangan. Hasil penelitian juga diperoleh responden sudah melakukan

tindakan teetapi belum sempurna seperti (100%) tangan operator tidak menyentuh

lingkungan kerja yang tidak steril, (68%) responden sudah melakukan tetapi

belum sempurna dalam pemindahan baki instrumen dan Pembersihan instrumen

bekas pakai dengan menggunakan detergen serta (60%) responden belum

sempurna dalam mencuci tangan setelah sarung tangan dibuka.

Tabel 4.11. Distribusi frekuensi tindakan pencegahan dan pengendalian


infeksi silang terhadap penerapan Standar Operasional
Prosedur pada bagian Paedodonsia

No Tindakan Pencegahan Dan Frekuensi Persentase


Pengendalian Infeksi Silang f %
1 Baik 0 0
2 Sedang 24 96
3 Kurang 1 4
Total 25 100
33

Berdasarkan tabel 4.11 diatas didapatkan hasil tindakan pencegahan dan

pengendalian infeksi silang pada bagian oral medicine paling banyak berada pada

kategori baik yaitu 0 (0%), sedang yaitu 24 orang (96%), dan kurang 1 orang

(4%). Adapun uraian dari masing-masing tindakan dan pengendalian infeksi

silang adalah sebagai berikut :

Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Tindakan Dan Pengendalian Infeksi Silang


Pada Bagian Paedodonsia oleh mahasiswa co-ass di RSGM
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah Padang

No Tindakan Dan Tidak Ya, Tidak Ya, Sempurna


Pengendalian Infeksi Silang Melakukan Sempurna
F % f % F %
1 Vaksinasi Hepatitis B 25 100 0 0 0 0
2 Sterilisasi alat 0 0 0 0 25 100
(Autoclave/Alkohol)
3 Pakaian pelindung (Safety 0 0 25 100 0 0
garmen)
4 Cuci tangan sebelum memkai 15 60 10 40 0 0
sarung tangan (WHO)
5 Memakai masker 0 0 0 0 25 100
6 Memakai sarung tangan 0 0 0 0 25 100
7 Tangan operator tidak 0 0 25 100 0 0
menyentuh lingkungan kerja
yang tidak steril
8 Pemindahan baki instrumen 0 0 20 80 5 20
9 Pembersihan instrumen bekas 0 0 25 100 0 0
pakai dengan menggunakan
detergen
10 Strelisasi instrumen bekas 0 0 0 0 25 100
pakai (Autoclave/Alkohol)
11 Mencuci tangan setelah 6 24 19 76 0 0
sarung tangan dibuka (WHO)
Rerata 4.18 16.72 11.27 45.09 14.09 38.18

Pada bagian paedodonsia diperoleh rerata keseluruhan tindakan dan

pengendalian infeksi silang sudah sempurna dilakukan seperti sudah (100%)


34

sempurna dalam sterilisasi alat (Autoclave/alkohol), memakai masker, memakai

sarung tangan dan strelisasi instrumen bekas pakai (Autoclave/Alkohol). Akan

tetapi masih ada responden tidak melakukan tindakan dan pengendalian infeksi

silang seperti (100%) responden tidak melakukan vaksinasi hepatitis B dan (60%)

respondne tidak cuci tangan sebelum memkai sarung tangan. Hasil penelitian juga

menunjukan responden sudah melakukan tindakan tetapi belum sempurna seperti

(100%) responden belum sempurna menggunakan pakaian pelindung (Safety

garmen), tangan operator tidak menyentuh lingkungan kerja yang tidak steril,

(80%) responden belum sempurna dalam pemindahan baki instrumen serta (76%)

responden belum sempurna mencuci tangan setelah sarung tangan dibuka.

Tabel 4.13. Distribusi frekuensi tindakan pencegahan dan pengendalian


infeksi silang terhadap penerapan Standar Operasional
Prosedur pada bagian Periodonsia

No Tindakan Pencegahan Dan Frekuensi Persentase


Pengendalian Infeksi Silang f %
1 Baik 0 0
1 Sedang 7 28
2 Kurang 18 72
Total 25 100

Berdasarkan tabel 4.13 diatas didapatkan hasil tindakan pencegahan dan

pengendalian infeksi silang pada bagian periodonsia paling banyak berada pada

kategori baik 0 (0%), sedang yaitu 7 orang (28%), dan kurang yaitu 18 orang

(72%). Adapun uraian dari masing-masing tindakan dan pengendalian infeksi

silang adalah sebagai berikut :

Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Tindakan Dan Pengendalian Infeksi Silang


Pada Bagian Periodonsia oleh mahasiswa co-ass di RSGM
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah Padang
35

Tindakan Dan Tidak Ya, Tidak Ya, Sempurna


No Pengendalian Infeksi Silang Melakukan Sempurna
F % F % F %
1 Vaksin hepatitis B 25 100 0 0 0 0
2 Sterilisasi alat (Autoclave/ 0 0 0 0 25 100
Alkohol)

3 Pasien menggunakan celemek 9 36 9 36 7 28


kedap air

4 Memakai pakaian pelindung 0 0 25 100 0 0


(Safetygargarmen)

5 Mencuci sebelum memakai 13 52 12 48 0 0


sarung tangan (WHO

6 Memakai masker 0 0 0 0 25 100

7 Memakai sarung tangan 0 0 0 0 25 100

8 Menginstruksikan psien 0 0 25 100 0 0


berkumur antiseptik sebelum
dirawat

9 Melakukan pemberian 25 100 0 0 0 0


antiseptik pada daerah operasi
untuk tindakan invasive

10 menggunakan suction sekali 25 100 0 0 0 0


pakai

11 Tangan operator tidak 0 0 25 100 0 0


menyentuh lingkungan kerja
yang tidak steril

12 Pemindahan baki instrument 0 0 20 80 5 20

13 Pembersihan Instrumen bekas 0 0 19 76 6 24


pakai menggunakan detergen

14 Strelisasi alat bekas pakai 0 0 0 0 25 100


(Autoclave/ Alkohol)

15 Mencuci tangan setelah 5 20 18 72 2 8


sarung tangan dibuka (WHO

Rerata 6.8 27.2 10.2 40.8 9.66 38.66


36

Pada bagian periodonsia diperoleh rerata keseluruhan tindakan dan

pengendalian infeksi silang sudah dilakuakn tetapi tidak sempurna yaitu (38.66%)

seperti (100%) responden belum sempurna Memakai pakaian pelindung (Safety

garmen), belum sempurna menginstruksikan pasien berkumur antiseptik sebelum

dirawat, tangan operator tidak menyentuh lingkungan kerja yang tidak steril,

(80%) pasien belum sempurna dalam pemindahan baki instrument, (76%)

responden belum sempurna pembersihan instrumen bekas pakai menggunakan

detergen dan (72%) responden belum sempurna mencuci tangan setelah sarung

tangan dibuka. Hasil peneleitian juga diperoleh responden sudah (100%)

sempurna melakukan sterilisasi alat (Autoclave/ alkohol), memakai masker,

memakai sarung tangan dan strelisasi alat bekas pakai (Autoclave/ Alkohol). Akan

tetapi hasil penelitian juga menemukan responden tidak melakukan tindakan dan

infeksi pengendalian silang seperti (100%) responden tidak melakukan vaksin

hepatitis B, tidak melakukan pemberian antiseptik pada daerah operasi untuk

tindakan invasif, tidak menggunakan suction sekali pakai dan (52%) tidak

mencuci sebelum memakai sarung tangan.

Tabel 4.15. Distribusi frekuensi tindakan pencegahan dan pengendalian


infeksi silang terhadap penerapan Standar Operasional
Prosedur pada bagian Prostodonsia

No Tindakan Pencegahan Dan Frekuensi Persentase


Pengendalian Infeksi Silang F %
1 Baik 0 0
2 Sedang 22 88
3 Kurang 3 12
Total 25 100

Berdasarkan tabel 4.15 diatas didapatkan hasil tindakan pencegahan dan

pengendalian infeksi silang pada bagian prostodonsi paling banyak berada pada
37

kategori baik 0 (0%), sedang yaitu 22 orang (88%), dan 3 orang (12%). Adapun

uraian dari masing-masing tindakan dan pengendalian infeksi silang adalah

sebagai berikut :

Tabel 4.16 Distribusi Frekuensi Tindakan Dan Pengendalian Infeksi Silang


Pada Bagian Prostodonsia oleh mahasiswa co-ass di RSGM
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah Padang

Tindakan Dan Tidak Ya, Tidak


Ya, Sempurna
No Pengendalian Infeksi Silang Melakukan Sempurna
F % f % F %
1 Vaksinasi Hepatitis B 25 100 0 0 0 0
2 Sterilisasi alat 0 0 0 0 25 100
(Autoclave/Alkohol)
3 Pakaian pelindung (Safety 0 0 25 100 0 0
garmen)
4 Cuci tangan sebelum 21 84 4 16 0 0
memakai sarung tangan
(WHO)
5 Memakai masker 0 0 0 0 25 100
6 Memakai sarung tangan 0 0 0 0 25 100
7 Tangan operator tidak 0 0 25 100 0 0
menyentuh lingkungan kerja
yang tidak steril
8 Pemindahan baki instrumen 0 0 17 68 8 32
9 Pembersihan instrumen bekas 0 0 11 44 14 56
pakai dengan menggunakan
detergen
10 Strelisasi instrumen bekas 0 0 0 0 25 100
pakai (Autoclave/Alkohol)
11 Mencuci tangan setelah 11 44 13 52 1 4
sarung tangan dibuka (WHO)
Rerata 5.18 20.72 8.63 34.54 11.18 44.72

Pada bagian prostodonsia diperoleh rerata keseluruhan tindakan dan

infeksi pengendalian silang sudah dilakukan yaitu (44,72%) seperti (100%) sudah

sempurna sterilisasi alat (Autoclave/alkohol), memakai masker, memakai sarung

tangan, strelisasi instrumen bekas pakai (Autoclave/alkohol) dan (56%) respondne


38

sudah sempurna pembersihan instrumen bekas pakai dengan menggunakan

detergen. Akan tetapi masih ada respondne tidak melakukan tindakan dan infeksi

pengendalian silang seperti (100%) responden tidak melakukan vaksinasi hepatitis

B, (84%) responden tidak cuci tangan sebelum memkai sarung tangan. Hasil

penelitian juga menunjukan responden sudah melakukan tindakan tetapi tidak

sempurna seperti (100%) pasien belum sempurna menggunakan pakaian

pelindung (safety garmen), tangan operator tidak menyentuh lingkungan kerja

yang tidak steri, (68%) responden belum sempurna melakukan pemindahan baki

dan (52%) pasien belum sempurna mencuci tangan setelah sarung tangan dibuka.

4.2 Pembahasan
Berdasarkan uraian dari hasil penelitian maka diperoleh bahwa semua

responden melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi silang pada aktegori

sedang di di RSGM FKG Universitas Baiturrahmah, Padang.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian Suleh tahun 2015 menyatakan

bahwa pencegahan dan pengendalian infeksi silang pada tindakan ekstraksi gigi di

RSGM PSPDG FK Unsrat dilakukan sebesar 48.23%. Hasil penelitian ini juga

perkuat oleh penelitian Setiawan tahun 2014 menyatakan bahwa tingkat

kepatuhan mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap SOP (Standar Operasional

Prosedur) umum sebesar 80,5% telah mematuhi SOP dan sebesar 19,5% tidak

mematuhi SOP, begitupun dengan penelitian Siampa di kota Makassar tahun 2012

tentang penerapan proteksi dokter gigi sebagai upaya pencegahan terhadap infeksi

silang dokter gigi di kota Makassar, pencapaian penerapan prinsip proteksi dokter

gigi yaitu 51-75%.


39

Berdasarkan pernyataan dari beberapa item yang telah diobsevasi oleh

peneliti, sebanyak (100%) vaksinasi hepatitis B paling banyak tidak dilakukan

oleh responden hampir pada tiap masing-masing departemen di RSGM Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahamah Padang. Hal ini sejalan dengan

penelitian sebeumnya yang dilakukan oleh Ramadhani, (2015) tentang tindakan

pencegahan dan penegndalian infeksi pada perawatan periodonsia di RSGM

PSPDG FK Unsrat diperoleh hasil sebanyak 33,3% operator belum divaksin

hepatitis B mereka menganggap bahwa vaksin hepatitis B tidak perlu dilakukan.

Banyaknya terdapat mahasiswa yang belum menerapkan pengendalian

infeksi silang, hal ini harus menjadi perhatian bagi pihak RSGM Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah Padang karena Mahasiswa coass

sebagai salah satu tenaga pelayanan kesehatan gigi, tidak terlepas dari resiko

berkontak secara langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam

saliva dan darah pasien (Wibowo,dkk., 2009). Penyebaran infeksi dapat terjadi

secara inhalasi yaitu melalui proses pernafasan atau melalui transmisi

mikroorganisme dari serum dan berbagai substansi lain yang telah terinfeksi

(Sunoto, 2011).

Kontaminasi dari rongga mulut dan luka terbuka dapat disebarkan oleh

udara, air, debu, aerosol, percikan atau droplet, sekresi saluran pernafasan, plak,

kalkulus, bahan tumpatan gigi dan debris (Nisengrad RJ dan Newman MG: 1994).

Flora mulut yang patogen dari pasien dapat ditransmisikan pada jaringan atau

organ (autogenous infection) seperti katup jantung, sendi artificial dan jaringan

lunak sekitarnya (Sunoto, 2011)


40

Tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi seharusnya dilakukan

secara menyeluruh baik oleh penyedia pelayanan kesehatan maupun oleh tenaga

pelayanan kesehatan gigi. Kedua pihak ini harus sama kuat untuk melakukan

tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi karena jika penyedia pelayanan

telah menyediakan fasilitas, namun kurangnya kesadaran dan pengetahuan dari

tenaga pelayanan kesehatan gigi maka infeksi tidak dapat dicegah serta

dikendalikan secara maksimal dan begitupun sebaliknya.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang gambaran tindakan pencegahan dan

pengendalian infeksi silang oleh mahasiswa co-ass di RSGM Fakultas

Kedokteran Gigi Unversitas Baiturrahmah Padang diperoleh kesimpulan :


1. Tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi silang pada bagian

konservasi paling banyak pada kategori sedang yaitu 23 orang (92%).


2. Tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi silang pada bagian oral

medicine paling banyak berada pada kategori sedang yaitu 21 orang

(84%).
3. Tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi silang pada bagian oral

surgery semuanya berada pada kategori sedang yaitu 25 orang (100%).


41

4. Tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi silang pada bagian

ortodonsia paling banyak kategori sedang yaitu 20 orang (80%).


5. Tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi silang pada bagian oral

medicine paling banyak berada pada kategori sedang yaitu 24 orang

(96%).
6. Tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi silang pada bagian

periodonsia paling banyak berada pada kategori kurang yaitu 18 orang

(72%).
7. Tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi silang pada bagian

prosthodonti paling banyak berada pada kategori sedang yaitu 22 orang

(88%).

5.2 Saran 41

1. Bagi RSGM Universitas Baiturrahmah, diharapkan semua mahasiswa co-

ass yang merupakan calon dokter gigi dapat melakukan pencegahan dan

pengen-dalian infeksi silang dengan maksimal.

2. Diharapkan penelitian lanjut yang sejenis dengan populasi yang lebih

besar sehingga dapat diperoleh hasil yang akurat dan bisa dimanfaatkan.

Anda mungkin juga menyukai