Anda di halaman 1dari 44

SKRIPSI

TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG STERILISASI TERHADAP

TERJADINYA INFEKSI SILANG PADA MAHASISWA

KEPERAWATAN GIGI

OLEH :

MEILANI DJAALI

NIM : PO.71.4.261.17.1.021

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
JURUSAN KEPERAWATAN GIGI
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV
TAHUN 2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi silang merupakan perpindahan mikroorganisme yang mengacu

pada pergerakan mikroba yang bisa terjadi dengan berbagai cara pada tempat

pelayanan perawatan kesehatan gigi dan mulut, termasuk perpindahan dari

pasien ke tenaga kesehatan gigi dan mulut, tempat pelayanan kesehatan gigi

ke masyarakat, pasien ke pasien, dan termasuk anggota keluarga penyedia

perawatan kesehatan gigi dan mulut. Infeksi silang dapat disebabkan dari

streilisasi alat.

Sterilisasi merupakan salah satu cara guna menyingkirkan suatu

(bahan,media,alat,dll) dari mikroorganisme yang sangat tidak diinginkan

keberadaanya baik yang patogen ataupun yang apatogen serta semua

mikroorganisme yang berbentuk vegetative ataupun berbentuk spora. Dalam

artian medis sterilisasi adalah salah satu proses dengan teknik tertentu bisa

membagikan hasil akhir yakni satu bentuk kondisi yang tidak bisa

diperlihatkan lagi adanya mikroorganisme yang masih hidup. (Banjarnahor

Januari Merry, 2019)


Tenaga kerja kesehatan gigi dan mulut di Indonesia memiliki peranan

guna senatiasa mewujudkan diantara kriteria standar pelayanan asuhan

kedokteran gigi di Indonesia, yakni melakukan Pengendalian dan Pencegahan

Infeksi (PPI). Metode perwujudan mengenai Pengendalian dan pencegahan

infeksi patut diselenggarakan diseluruh fasilitas kesehatan gigi dan mulut di

Indonesia. (Kemenkes, 2012)

Menurut Standar profesi, Perawat gigi, Keputusan Mentri Kesehatan

No. 378/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar profesi keperawatan gigi yaitu

bahwa Perawat gigi mampu membersihkan, memelihara fasilitas dan

instrument, mensterilkan dan menerapkan sterilisasi dengan aman serta sesuai

prosedur, dapat mendindingi diri akan penularan penyakit. Perihal ini

membuktikan bahwa tenaga keperawatan gigi sangat bisa melakukan

penerapan sterilisasi karna merupakan kopetensi yang patut dikuasai oleh

semua tenaga keperawatan gigi. (Wiradona Irmanita,dkk.2014)

Salah satu kopetensi tenaga kesehatan gigi dan mulut untuk

mengetahui sterilisasi demi mencegah terjadinya infeksi silang. Pengendalian

infeksi silang mempunyai tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi akibat

penularan baik berasal dari pasien ke tenaga kesehatan gigi ataupun

sebaliknya. Sebab sebagaimana yang semua ketahui, kesehatan gigi dan mulut

dalam hal ini mulut adalah sumber gerbang utama masuknya segala macam

mikroorganisme seperti kuman dan bakteri yang bisa saja mengganggu

kesehatan organ-organ dalam tubuh yang lainnya. (Roesnoer Masra,dkk.2014)


Tenaga kesehatan gigi dan mulut menjadi kelompok yang rawan atas

penularan infeksi dan kerap bersentuhan dengan darah dan saliva. Darah dan

saliva adalah medium penularan infeksi akibatnya tindakan saat praktek

perawatan gigi beresiko tinggi. Fasilitas pelayanan kesehatan patut

memberikan jaminan keamanan kesehatan baik untuk tenaga kesehatan

ataupun masyarakat yang mendapatkan pelayanan. Penularan penyakit

menular telah menaikkan kekhawatiran masyarakat ataupun tenaga kesehatan

dalam beberapa waktu terakhir sebab dari hadirnya infeksi mematikan

semacam HIV dan HBV. (Kemenkes, 2012)

Pada era yang semakin rentan terhadap penyakit ini, semakin besar

perhatian yang mengarah terhadap infeksi silang terutama pada kesehatan gigi

dan mulut pada penyakit menular, yang awalnya pada Hepatitis B, kemudian

pada penyakit HIV dimana mengarah kepada tenaga kesehatan dan pasien

bisa dengan mudah tertular penyakit lewat peralatan yang dipakai ketika

perawatan (cure) dan pengobatan (care).

Berdasarkan penjelasan diatas yang menjelaskan bahwa banyaknya

tingkat infeksi silang terhadap sterilisasi sehingga menjadi sangat pentingnya

pengetahuan tentang pencegahan infeksi silang maka saya tertarik untuk

mengambil judul tentang tingkat pengetahuan tentang sterilisasi terhadap

terjadinya infeksi silang pada mahasiswa keperawatan gigi


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah pada penelitian

ini adalah bagaimana tingkat pengetahuan tentang sterilisasi terhadap

terjadinya infeksi silang pada mahasiswa keperawatan gigi.

C. Tujuan Penelitian

Untuk menjelaskan tingkat pengetahuan tentang sterilisasi terhadap

terjadinya infeksi silang pada mahasiswa keperawatan gigi

D. Manfaat Penelitian

1. Untuk menambah wawasan dan manfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan kesehatan gigi dan mulut dibidang pengendalian infeksi

silang dan sterilisasi pada mahasiswa keperawatan gigi

2. Untuk memberikan informasi penting sehingga dapat merubah pola pikir

yang tepat dalam mensterilkan alat kesehatan gigi dan mulut demi

mencegah penularan penyakit pada mahasiswa kepewatan gigi

3. Sebagai sumber informasi bagi tenaga kesehatan ataupun calon tenaga

kesehatan khususnya mahasiswa keperawatan gigi yang dapat digunakan

sebagai bahan untuk penelitian berikutnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

1. Pengertian pengetahuan

Pengetahuan adalah informasi yang dijumpai dan didapatkan manusia

lewat pengenalan dan observasi rasional pada peristiwa ataupun objek

yang tidak pernah dirasakan ataupun dilihat. Biasanya pengetahuan

digunakan sebagai pedoman untuk menentukan tingkat intelektual

seseorang. Dalam buku “Notoadmodjo (2010), menjelaskan dalam

“Kamus Besar Bahasa Indonesia” yaitu pengetahuan merupakan hasil dari

persepsi manusia, atau hasil pemahaman seseorang terhadap objek melalui

persepsinya (mata, telinga, hidung, dan lain-lain) serta pengetahuan

merupakan segala sesuatu yang diketahui yang berhubungan dengan suatu

benda (subyek). (Yuliana Erlin, 2017)

B. Hygiene Kesehatan Gigi dan Mulut

1. Personal Hygiene

Hygiene personal atau kebersihan diri berasal dari bahasa Yunani,

personal artinya perorangan atau individu dan Hygiene artinya

kesehatan. Hygiene personal merupakan tindakan menjaga kebersihan

dan kesehatan diri untuk mencapai kesehatan fifsik dan mental (Tarwoto

& Wartonah,2010). Berdasarkan Potter dan Perry (2005), Hygiene

Personal merupakan suatu kegiatan untuk menjaga kebersihan diri dan


kesehatan fisik serta mental, serta kurangnya perawatan diri merupakan

suatu keadan yang mana seseorang tidak dapat memberikan perawatan

hygiene untuk dirinya sendiri. Hygiene personal merupakan kegiatan

memelihara dan menjaga tubuh, sehingga tubuh dapat senantiasa bersih

dan sehat juga dapat meningkatkan kualitas kesehatan tubuh, yang

kemudian dapat dengan tepat mengatasi gangguan kesehatan dan

dampak negative dari masyarakat dan fisik. (Irnawati, Christina, 2018)

2. Persiapan Hygiene Personal

a. Mencuci Tangan

Mencuci tangan diduga sebagai satu diantara tindakan sangat

ampuh memotong penyebaran mikroorganisme serta pencegahan

terjadinya infeksi. Gunakan sabun pencuci tangan yang tepat ketika

menggosok pergelangan tangan anda dengan kuat pada saat yang

bersamaan dan dibilas dibawah air mengalir untuk menghilangkan

mikroorganisme dan mencegah terjadinya infeksi.


b. Metode Mencuci Tangan dengan Air Mengalir

Gambar 1. Metode mencuci tangan yang tepat dengan air mengalir

c. Metode Mencuci Tangan dengan Cairan Berbasis Alkohol

Gambar 2. Metode mencuci tangan dengan zat berbasis alcohol


Perihal yang perlu diperhatikan terkait kebersihan tangan yaitu:

1) Sebelum mencuci tangan, semua perhiasan seperti cincin, gelang

dan jam tangan yang terdapat dipergelengan tangan terlebih dahulu

harus dilepaskan.

2) Kuku tangan wajib tetap bersih dan pendek

3) Tidak boleh memakai kuku palsu ataupun cat kuku (kuteks) karna

bisa saja menyulitkan tampaknya kotoran dalam kuku serta

menjadi sarang terjebaknya bakteri

4) Senantiasa menggunakan air yang mengalir, jika tidak ada, maka

dapat memakai:

a) Wadah berisi air yang tertutup

b) Gayung dan wadah berisi air, dengan cara dimana seseorang

menuangkan air dan yang lainnya membasuh tanganya.

5) Kedua tangan dapat dikeringkan dengan tisu, handuk bersih atau

membiarkan kedua tangan kering dengan sendirinya sebelum

menggunakan handscoon.

Petunjuk kebersihan tangan yaitu:

a) Apabila tangan nampak kotor

b) Selepas bersentuhan dengan objek atau bahan yang terkena

cairan tubuh, ekskresi dan sekresi serta terkontaminasi darah.

c) Sebelum menggunakan handscoon


d) Lekas sesudah memakai handscoon

e) Sebelum bersentuhan dengan pasien

f) Sebelum mengerjakan metode asepsis

g) Sesudah bersentuhan dengan permukaan didalam ruangan

praktik misalnya cetakan gips, semua peralatan, dan gigi palsu.

(Departemen Kesehatan, 2011)

d. Alat Pelindung Diri (APD)

Petugas kesehatan gigi dan mulut tidak terlepas dari kontak

baik secara tidak langsung maupun langsung dengan mikroorganisme

di rongga mulut (air liur & darah). Untuk menceggah tingkat infeksi

yang lebih tinggi terhadap petugas kesehatan gigi dan mulut yang

berkerja di unit pelayanan gigi, para pekerja ini harus dilengkapi

dengan alat pelindung diri (APD).

Adapun alat pelindung diri yaitu:

1) Handscoon

Petugas kesehatan gigi harus menggunakan handscoon saat

menjalankan kegiatan perawatan yang dimana memungkinkan

berkontak langsung dengan darah ataupun cairan tubuh lainnya.

Handscoon juga harus diganti untuk setiap pasien, handsccon harus

dilepas dengan benar apabila telah selesai dipakai dan kebersihan

tangan harus lekas dilaksanakan dan diperhatikan sehingga dapat


menghindari perpindahan mikroorganisme ke permukaan lain atau

pasien lain. Apabila handscoon bocor taupun robek, harap segera

lepaskan dan bersihkan tangan terlebih dahulu sebelum

menggunakan handscoon kembali. Hindari atau jangan lakukan

kegiatan mendisinfeksi, mencuci kembali, mensterilkan ulang

handscoon bekas pakai. (Kemenkes RI, 2012)

Gambar 3. Handscoon

2) Masker

Petugas kesehatan gigi dan mulut wajib memakai masker saat

mengambil tindakan tujuannya agar dapat mencegah kemungkinan

terjadinya infeksi akibat kontaminasi air liur dan darah, aerosol,

ataupun sebaliknya. Masker harus pas melekat dengan tepat

diwajah agar dapat menutupi dengan benar pada hidung dan

mulut. Jika masker telah dalam keadaan basah ketika melakukan


tindakan ke pasien, sifat perlindungannya akan hilang. Setelah

tindakan selesai, lepaskan masker.(Kemenkes RI, 2012)

Gambar 4. Masker

3) Kacamata Pelindung

Petugas kesehatan gigi dan mulut harus memakai kacamata

pelindung demi menghindari resiko terinfeksi sebab

berkontaminasi dengan darah, saliva dan aerosol akibat dari

pecikan tak disengaja kea rah wajah ketika melakukan tindakan.

(Departemen Kesehatan, 2011)

Gambar 5. Kacamata Pelindung


4) Baju pelindung

Petugas kesehatan gigi harus mengenakan baju pakaian

pelindung demi mencegah terjadinya kontaminasi pada pakaian

dan menjaga kulit dari kontaminasi cairan tubuh dan darah pasien.

Baju pelindung terbuat dari bahan kain yang bisa dicuci dan

digunakan kembali, serta adapula yang terbuat dari bahas kertas

tahan air sekali pakai. Setelah menyelesaikan kegiatan, lepas

pakaian pelindung. (Kemenkes RI, 2012)

Gambar 6. APD

C. Sterilisasi

1. Pengertian Sterilisasi

Sterilisasi merupakan prosedur menghilangkan segala macam organisme

hidup (mikroorganisme) seperti fungi, bakteri, virus, mikroplasma, dan

protozoa) dari suatu benda atau sebuah prosedur fisika atau kimia dalam
memusnakan segala bentuk kehidupan mikroorganisme. (Purwanto,

2016)

Adapun sterilisasi bertujuan untuk menyiapkan semua peralatan

medis (kesehatan gigi dan mulut) pada kondisi siap pakai demi

mencegah kerusakan peralatan,bmemastikan kebersihan peralatan dan

memastikan bahwa produk akhir dinyatakan steril dan aman untuk

digunakan pasien, serta mencegah infeksi silang.

2. Macam-macam Sterilisasi

a) Dry Heat Sterlization/ Sterilisasi Kering

Proses membunuh segala bentuk kehidupan mikroorganisme

dengan cara mengeringkan suhu tinggi dalam oven. Jenis alat yang

disterilkan meliputi alat semi kritis, alat kritis, dan tidak kritis.

1) Peralatan semi kritis meliputi tongue holder, finger protector,

stopper, plastic filling instrument, cement, amalgam carver,

burshiner, amalgam stopper, dan lain-lain.

2) Peralatan kritis meliputi nier bekken

3) Alat kritis meliputi mata bur, scaller, tang cabut gigi, crier,bein,

sonde, jarum, cito ject, dan periondotal probe

4) Bahan yang juga perlu disterilisasikan yaitu meliputi kain bubuk

dan minyak serta jenis kapas.

a. Keuntungan dry heat sterilization


1. Dapat dipakai untuk sterilisasi seperti kapan dan kain lap

2. Tidak mengakibatkan karatan

b. Kerugian dry heat sterilization

1. Suhu kuat sehinnga bisa merusak sebagian sambungan pada

peralatan

2. Membutuhkan waktu lama ketika mensterilkan alat

3. Plastic, karet, kaca serta peralatan yang tidak tahan panas

tidak dapat digunakan dalam sterilisasi kering

c. Teknik kerja dry heat sterilization

1. Mencuci kedua tangan

2. Semua peralatan direndam terlebih dahulu kedalam larutan

klorin sekitar 5-10 menit kemudian korentang diambil lalu

dicuci menggunakan sabun dan disikat hingga bersih, lalu

bilas pada air mengalir,

3. Kemudian keringkan alat-alat menggunakan handuk bersih

dan simpan dibak bersih

4. Semua peralatan dibungkus menggunakan aluminium foil,

kemudian beri tanggal serta nama pada alat tersebut

5. Letakan dan atur semua peralatan kedalam oven, lalu panaskan

dalam suhu 160C dalam waktu steril selama 2 jam, 180C

dalam waktu 1 jam, dan 125C dalam waktu 4 jam


6. Setelah selesai tindakan sterilisasi turn off oven, lalu ambil

peralatan menggunakan korentang steril kemudian simpan

dalam bak instrument steril dan diberi tablet formalin yang

terbungkus kain kasa. (Banjarhanor, 2019)

b) Steam atau Sterilisasi basah

1. Memakai panci presto dimana dalam sebuah alat yang bernama

presto pot (alternative untuk autoclave), proses membunuh semua

bentuk kehidupan mikroorganisme dengan teknik direbus dengan

temperatur tinggi pada air mendidih. Peralatan yang disterilkan

meliputi kritis dan semi kritis.

2. Alat kritis meliputi scaller, sonde, tang cabut gigi, bein, periodontal

probr, dan crier

3. Alat semi kritis meliputi amalgam stopper, burshiner, plastic filling

instrument, amalgam carver dan cement stopper

a. Keuntungan menggunakan presto pot yaitu:

1) Bisa dipakai pada alat yang terbuat dari logam

2) Dapat membasmi 100% mikroorganisme

3) Hanya sedikit alat yang rusak

b. Kerugian meliputi:

1) Bahan bubuk ataupun minyak tidak dapat disterilkan

menggunakan panic presto

2) Harganya mahal
3) Bisa mengakibatkan karatan pada peralatan logam.

c. Cara kerja panci presto meliputi:

1) Mencuci kedua tangan

2) Semua peralatan direndam terlebih dahulu kedalam larutan

klorin sekitar 5-10 menit kemudian korentang diambil lalu

dicuci menggunakan sabun dan disikat hingga bersih, lalu

bilas pada air mengalir,

3) Kemudian keringkan alat-alat menggunakan handuk bersih

dan simpan dibak bersih

4) Masukkan peralatan kedalam presto pot kenudian nyalakan

kompor

5) Sesudah air mendidih kurang lebih selama 30 menit turn

off kompor dan keluarkan uap pada presto dengan buka

katub uap, sampai uap air pada presto telah jenuh lalu buka

penutup panci presto.

6) Angkat peralatan menggunakan korentang steril dan

letakkan kedalam bak steril, gunakan handuk steril untuk

mengeringkan peralatan

7) Simpan peralatan kedalam bak instrument steril.

(Banjarhanor, 2019)

4. Sterilisasi basah menggunakan auto clave merupakan suatu proses

penggunaan uap air bertekanan untuk membunuh mikroorganisme


dalam segala bentuk kehidupannya, proses ini dilakukan dengan

suatu alat yang disebut autoclave. Peralatan yang disterilkan

meliputi kritis dan semi kritis

a. Keuntungan menguunakan autoclave yaitu:

1) Bisa dipakai pada alat yang terbuat dari logam, gelas, karet

dan kain

2) Peralatan kritis bisa dibungkus

3) Dapat membasmi 100% mikroorganisme

4) Hanya sedikit alat yang rusak

b. Kerugian menggunakan autoclave yaitu:

1) Pada pembungkus terkadang tersisa uap air pada kain

2) Bahan bubuk ataupun minyak tidak dapat disterilkan

menggunakan autoclave

3) Mahal harganya

c. Prosedur kerja autoclave yaitu:

1) Semua peralatan direndam terlebih dahulu kedalam larutan

klorin 0,5% selama 5 menit lalu dicuci menggunakan sabun

dan disikat hingga bersih kemudian dibilas pada air

mengalir dan keringkan menggunakan handuk steril/bersih

2) Bungkus peralatan dengan polythelenne atau tinfoil dan

kain linen
3) Simpan dan atur alat kedalam auto clave kemudian

panaskan. Ketika air telah mendidih keluarkan udara yang

ada dalam autoclave dengan buka katup udara sampai uap

air pada autoclave telah jenuh dengan cara letakkan glass

preparat di katup, jika terdapat embun artinya tekanan uap

air telah jenuh, lalu segera tutup katup udara.

4) Lakukan terus menerus pemanasan sampai mencapai

kondisi yang diinginkan

5) Jika telah selesai turnoff autoclave, lalu ambil peralatan

menggunakan korentang steril kemudian keringkan

didalam oven pada suhu 7,7C selama kurung waktu

kurang lebih 15 menit. (Kemenkes RI, 2012)

c) Cold Sterilization/ sterilisasi dingin

Sterilisasi dingin merupakan prosedur sterilisasi dengan tidak

menggunakan pemanasan yang bertujuan mematikan segala jenis

mikroorganisme dengan menggunakan glutaraldehid 2,45%. Peralatan

yang dipakai merupakan sterilisator Kimia.

1) Peralatan yang mau disterilkan terbuat dari plastic, kaca, fiber

optic, karet seperti mixing slab, agate spatel dan kaca mulut

2) Keuntungan menggunakan sterilisasi dingin yaitu:

i. Alat yang sensitive terhadap panas dapat dipergunakan


ii. Tingginya daya bunuh spora dan mikroba

3) Kerugian menggunakan sterilisasi dingin yaitu:

i. Mencuci kedua tangan

ii. Semua peralatan direndam terlebih dahulu kedalam larutan

klorin sekitar 5-10 menit lalu dicuci menggunakan sabun

dan disikat hingga bersih lalu dibilas pada air mengalir

iii. Rendam peralatan selama 20-30 menit kedalam larutan

glutaraldehid 2,45%

iv. Ambil alat menggunakan korentang setelah selesai dan

kemudian bilas dengan aquades

v. Simpan alat kedalam bak steril yang sudah dilapisi handuk

steril dan keringkan dengan lap sampai kering lalu dimpan

kedalam bak instrument steril.(Purwanto, 2016)

D. Penyebaran Penyakit dalam Kesehatan Gigi dan Mulut

1. Siklus Penularan

a. Dalam pelayanan kesehatan gigi dan mulut infeksi ditularkan

oleh seseorang ke yang lainnya dengan tiga cara yaitu:

1) Ditularkan dengan persentuhan:

a) Kontak tidak langsung pada benda mati, seperti alat,

permukaan terkontaminasi, dan instrument

b) Kontak langsung dengan mikroorganisme pada

sumber infeksi seperti mulut pasien


c) Percikan saliva yang menyimpan mikroorganisme

dapat menjadi sumber penularan melalui droplet

d) Aerosol menjadi sumber penularan dengan udara

yang telah tercemar mikroorganisme

b. Di unit kesehatan gigi dan mulut kemungkinan dapat

terjadi kontaminasi silang dari mikroorganisme seperti:

1) Petugas tenaga kesehatan gigi dan mulut

Petugas pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang tidak

menggunakan Apd/ alat pelindung diri bisa menjadi

awal mula terjadinya infeksi

2) Pasien ke petugas kesehatan gigi dan mulut

Infeksi tersebut bisa bermula pada kontak tidak

langsung atau secara langsung, dari udara yang

terinfeksi mikroorganisme, dan pada penyebaran

droplet

3) Pasien ke pasien

Kontak secara tak langsung pada alat kesehatan gigi

dan mulut dimana tidak dilakukan sterilisasi dengan

baik bisa menjadi asal mula infeksi serta yang sering

disentuh oleh tenaga kesehatan gigi seperti dental unit.

4) Komunitas pelayanan kesehatan gigi ke pasien


Sumber air yang dipergunakan di unit kesehatan gigi

dan mulut dapat menjadi awal mula infeksi berasal.

Gambar 7. Aliran penularan penyakit

5) Unit penyedia kesehatan gigi dan mulut ke kelompok

masyarakat yang dimana meliputi didalamnya keluarga

dari tenaga kesehatan gigi dan mulut.

a) Kontak secara tidak langsung sebab tidak memakai

APD dapat menjadi sumber awal dari infeksi

contohnya melalui handphone, baju dan lain-lain

yang telah terinfeksi

b) Perlu mempunyai unit pengelolaan limbah medis

sebab limbah medis baik berupa cair atau padat

yang tidak dikelola berdasarkan aturan dapat

menjadi sumber awal infeksi. (Kemenkes RI, 2012)


2. Macam- macam Penyakit menular melalui alat kesehatan gigi

dan mulut.

a. Hepatitis

Penularan yang disebabkan oleh hepatitis oral atau

tertelan melalui saluran pencernaan lewat minuman dan

makanan, lewat cairan tubuh seperti air liur, melalui kulit

seperti penggunaan kembali jarum suntik bekas pakai, alat

tindik jari, ataupun alat tato dan penggunaan barang-barang

pribadi secara bersama contohnya peralatan makan dan

pakaian.

b. Human Immunodeficiency Virus/HIV

Penyebaran penyakit melalui jarum bekas suntik dan

jarum yang tidak steril, pertukaran cairan seperti darah dan

pertukaran obat-obatan terlarang.

c. Tuberculosis/TBC

TBC juga dikenal sebagai tuberculosis yaitu penyakit

paru-paru yang diakibatkan oleh bakteri mycobacterium

tuberculosis. Tuberkulosis dapat menimbulkan gejala berupa

batuk yang telah berjalan lebih dari 3 minggu yang biasanya

disertai dahak dan bahkan berdarah. Bakteri tuberculosis tidak

pula menyerang paru-paru akan tetapi bisa juga pada usus,

kelenjar ataupun tulang. Disaat berbicara, bersin ataupun


batuk, penyakit ini dapat menyebar dari air liur penderita

tuberculosis. seseorang dengan system kekebalan yang lemah

rentan terinfeksi penyakit ini. (Kristiani et al., 2010)

E. Pencegahan dan Pengendalian infeksi

1. Pencegahan pengendalian infeksi terhadap pasien

Tenaga kesehatan gigi dan mulut tidak boleh terlepas dari

kemungkinan kontak tidak langsung maupun langsung dengan

mikroorganisme didalam mulut pasien (darah dan air liur) ketika

tenaga kesehatan gigi melaksanakan profesinya. Akibat paparan

berulang kali dengan mikroorganisme yang ada pada mulut pasien,

kasus penyakit menular lebih rentan terjadi dalam praktik

kesehatan gigi. Mengabaikan prosedur pencegahan dan

pengendalian infeksi yang efektif bisa menempatkan orang lain

termaksud keluarga petugas kesehatan gigi dan mulut atuapun

pasien lain pada resiko terinfeksi penyakit menular.

2. Tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi silang yang harus

dilaksanakan oleh pelayanan kesehatan gigi dan mulut Indonesia

mencakup:

a. Penerapan kesiapan isolasi

1) Kesiapan standar

2) Kesiapan menurut transmisi

b. Pengamatan terus-menerus/ Surveilans


c. Pelatihan serta pendidikan

3. Pencegahan dan pengendalian infeksi pada pasien

Metode pelaksanaan penanganannya meliputi :

a. Membersihkan tangan

b. Gunakan APD atau alat pelindung diri

c. Pasien disuruh berkumur dengan antiseptik sebelum

pemeriksaan

d. Daerah operasi pada tindakan invasive diberikan antiseptic

e. Pada suction yang berdaya hisap tinggi digunakan sekali pakai

f. Gelas kumur disposable digunakan sekali pakai

g. Jumlah set alat diagnostic yang tersedia setidaknya setengah

dari jumlah rata-rata kunjungan pasien per hari

h. Menentukan zona khusus peralatan dan bahan yang sudah steril

dan peralatan dan alat yang belum disterilkan

i. Bikin standar operating prosedur penanganan instrument

seperti mulai dengan menerima instrument yang telah

terkontaminasi, desinfeksi, pembersihan, sterilisasi serta

penyimpanan

j. Sebelum memulai tindakan terlebih dahulu menyiapkan alat

dan bahan yang dibutuhkan


k. Tempatkan pasien dengan posisi yang tepat agar dapat

memudahkan kinerja operator serta mencegah terjadinya

kecelakaan kerja

l. Disarankan untuk menggunakan isolator karet/karet gelang

(rubberdam) demi mencegah tumpahan dari mulut pasien serta

mengurangi kontak yang tidak perlu antara tangan dan selaput

lendir pasien

4. Terhadap tenaga pelayanan kesehatan gigi

Sebab status terinfeksinya pasien tak diketahui, demi menahan

infeksi silang pada pasien maupun petugas kesehatan gigi, penting

jika mengasumsikan yakni cairan tubuh dan darah pasien

mempunyai potensi infeksi dan menular sehingga penting untuk

mengambil tindakan pencegahan sebagai berikut

a. Tindakan pencegahan standar termaksud kebersihan kedua

tangan

b. Gunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan, masker,

pakaian pelindung dan kacamata

c. Memaruhi aturan pembuangan limbah lokal yang berlaku

d. Pengelolaan lingkungan

e. Penanganan kain linen seperti gunakan kain sarung dental unit

serta kain alat instrument sesuai prosedur

f. Peralatan perawatan pasien ditangani dengan tepat sesuai SOP


g. Melindungi kesehatan tenaga pelayanan seperti pencegahan

kecelakaan kerja, pencegahan daran dan sumber infeksi lainnya

dan immunisasi

F. Penatalaksanaan Dental Unit dan Pembatasan Kontaminasi

dalam Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut

1. Penatalaksanaan Dental Unit

Dental chair dan dental unit merupakan hal utama yang

menjadi perhatian bagi pasien yketika memasuki ruang pelayanan

gigi. Oleh karena itu, peralatan tersebut harus selalu bersih dan

siap digunakan.

Pada dental unit poin-poin yang perlu diperhatikan yaitu:

a) Meja instrument diulas menggunakan alcohol 70% dan harus

bersih

b) Handpiece wajib bersih serta setelah dipakai jangan lupa

dikasih pelumas

c) Jarum suntik tiga arah/ three way syringe

d) Penghisap air liur (saliva)

e) Vacuum Tip atau penghisap darah

f) Spiloon Bowl diberi lisol kemudian siram menggunakan air

bersih lalu beri detergen dan disikat kemudian dibilas kembali

menggunakan air bersih


g) Gagang lampu diulas menggunakan alcohol 70% dan harus

bersih

Di dental chair yaitu:

1) Head rest harus bersih

2) Arm rest harus bersih

3) Tempat duduk harus bersih

4) Foot rest harus bersih

Jika akan melaksanakan tindakan, yang harus diperhatikan

pada dental unit yaitu:

1) Lapisi wrapping

2) Pada engsel-engsel dental unit

3) Gagang kursi

4) Meja

5) Dan sandaran kepala(Karmawati, 2014)

2. Pembatasan Kontaminasi

a. Peralatan kritis

Peralatan kritis merupakan jenis alat yang masuk ke

pembuluh darah atau jaringan mulut. Semua peralatan kritis

harus disterilkan dengan pemasanasan. Contoh peralatan kritis


mencakup semua instrument bedah, bor gigi, pisau bedah, bor

tulang, dan lain-lain.

b. Peralatan non kritis

Merupakan jenis alat yang tidak masuk ke rongga

mulut serta bisa dikerjakan menggunakan desinfektan dalam

jumlah sedikit. Contoh peralatan yang termasuk dalam kategori

tidak kritis yaitu occipital calipers, tensimeter, glass plate,

semen patel, radiograph, dan lain-lain.

c. Peralatan semi kritis

Merupakan jenis alat yang masuk ke dalam rongga

mulut tetapi tidak masuk ke jaringan mulut. Semua jenis alat

semi kritis harus mendapat minimal advanced disinfection atau

DTT, sebaliknya jika ada peralatan yang tahan panas maka bisa

dilaksanakan sterilisasi panas. Contoh peralatan semi kritis

yaitu kondensor, handpiece, sendok cetak, instrument

diagnose, dan lai-lain. (Kemenkes RI, 2012)


G. Kerangka Teori

Personal Hyegiene
Hygiene kesehatan gigi dan
mulut
Persiapan Personal Hyegiene

Defenisi, sterilisasi

P e n g e ta h u a n Sterilisasi

Macam Sterilisasi

Siklus Penularan
Penyebaran penyakit tentang
kesehatan gigi dan mulut
Macam Penyakit menular pada
kesehatan gigi dan mulut

Upaya pencegahan dan


pengendalian infeksi

Pencegahan dan pengendalian pencegahan dan pengendalian


infeksi silang terhadap pasien

Pencegahan dan pengendalian


terhadap Pelayan kesehatan

Dental Unit
Penatalaksanaan dental unit
dan pembatasan kontaminasi
dalam pelayanan kesehatan gigi
Pembatasan Kontaminasi
BAB III

METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Studi kepustakaan atau metode penelitian kajian pustaka yakni

berisikan teori yang ada kaitannya (relevan) dengan masalah-masalah

penelitian. Adapun tujuan masalah dari penelitan ini yakni untuk

menjelaskan “Tingkat Pengetahuan Tentang Sterilisasi Terhadap

Infeksi Silang pada Mahasiswa Keperawatan Gigi”.

B. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini bersumber dari jurnal, text

book, artikel ilmiah dan juga yang berhubungan dengan penelitian yang

dilakukan.

C. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan bahan-bahan pustaka

objek yang pembahasannya berasal dari jurnal, artikel ilmiah, dan

literatur. Data tersebut diperoleh dengan cara editing, peroganisasian, dan

penemuan hasil penelitian.

D. Analisis Data

Analis data yang dilakukan dalam kajian pustaka yang dilakukan yaitu

analis isi penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap suatu

isi informasi tertulis atau dicetak pada media jurrnal, KTI, Skripsi,

maupun literature.
BAB IV
PEMBAHASAN

Pencegahan dan pengendalian infeksi silang pada tindakan kesehatan gigi dan

mulut merupakan salah satu metode dalam mengurangi perpindahan masalah

penyakit antara tenaga pelayanan kesehatan gigi dan mulut dengan penerima pelayan

kesehatan gigi dan mulut atau pasien. Pengendalian yang baik pada sterilisasi alat

kesehatan gigi dan mulut yang sudah terkontaminasi bisa mencegah terjadinya infeksi

silang antara pasien ke tenaga kesehatan gigi dan mulut.

Tenaga kesehatan gigi dan mulut memiliki peranan penting guna senantiasa

mewujudkan kriteria standar pelayanan asuhan kesehatan gigi yakni melakukan

pengendalian dan pencegahan infeksi silang. Pengetahuan tentang pelayanan asuhan

gigi dan mulut yang baik dapat meningkatkan derajat kesehatan gigi yang lebih baik

sehingga dapat menciptakan lingkungan pada kesehatan gigi yang bebas akan infeksi

.
Penulis dan Desain Studi, Outcame Analisis Kesimpulan
Tahun Sampel, Variabel, Factor
Instrumen,
Analisis
Jean Henry Raule Jenis penelitian hasil penelitian pada Penanganan yang
(2018) yang digunakan 16 orang perawat benar terhadap
yaitu: dengan cross gigi di puskesmas kebersihan alat-alat
sectional study manado diperoleh kesehatan gigi
hasil 11 responden dapat menghindari
Sampel: 14 (68,75%) dengan terjadinya infeksi
perempuan dan dua tingkat pengetahuan silang serta
orang laki-laki tentang metode kurangnya
sterilisasi yang baik. pengetahuan dan
Variable: variable Sedangkan 5 kurangnya
bebas: pengetahuan responden (31,25%) prasarana dapat
memiliki meningkatkan
variable terikat : pengetahuan yang terjadinya infeksi
sterilisasi infeksi kurang baik. silang.
silang Sedangkan hasil
penelitian tentang
variable bebas: tindakan pencegahan
perawat gigi infeksi silang
didapatkan bahwa 7
Instrumen: cheklist responden (43,75%)
memiliki tindakan
Analisis:
yang baik, hal ini
Correlation
dikarenakan
Spearman dan
responden sudah
dengan bantuan
memiliki
program SPSS
pengetahuan yang
(Statistical
baik tentang
Program For Social
sterilisasi, 6
Science)
responden (37,5%)
memiliki tindakan
yang cukup baik,
sedangkan 3
reponden memiliki
tindakan yang
kurang baik.
Penanganan yang
benar terhadap
kebersihan alat-alat
kesehatan gigi dapat
menghindari
terjadinya infeksi
silang serta
kurangnya
pengetahuan serta
kurangnya prasarana
dapat meningkatkan
terjadinya infeksi
silang.
Intan Puspita Sari, Jenis penelitian pada 154 orang Pengetahuan
Dhona Afriza, yang digunakan sampel menunjukan berpengaruh pada
Mesra Roesnoer yaitu: uji cross bahwa sebanyak 69 proses pengambilan
(2014) sectional (86,3%) mereka keputusan dan
yang aplikasi langsung
Sampel: simple berpengetahuan pada tindakan. Pada
random sampling tinggi melakukan suatu keadaan
penatalaksanaan seseorang sudah
Variable: pencegahan infeksi memiliki
variable bebas: dengan baik. pengetahuan, tapi
pengetahuan Sedangkan 18 belum sampai pada
(24,3%) yang tingkat memahami
Variable terikat: melakukan dan pengaplikasian
infeksi silang penatalaksanaan sehingga tidak
pencegahan infeksi pencegahan infeksi timbul perilaku
tidak baik pencegahan infeksi
Instrument: silang yang baik.
kousioner

Analisis: uji chi-


square
Applonia Leo Obi Jenis penelitian pencegahan dan Dalam penelitian
(2019) yang digunakan pengendalian infeksi ini menunjukan
yaitu: cross- terhadap operator tindakan
sectional study termaksud kategori pencegahan dan
cukup sebesar pengendalian
Sampel: (51,1%) seluruh infeksi pada
mahasiswa operator (100%) perawatan scalingdi
semester III dan IV menggunakan alat klinik jurusan
jurusan kesehatan steril, satu gelas kesehatan gigi
gigi kupang kumur untuk pasien kupang telah
sebanyak 32 orang. (87,5%) dan dilakukan namun
mengguanakan belum optimal.
Variable: suction hanya 12,5% Karena kurangnya
variable terikat: dan 75% intruksi kepatuhan dalam
pencegahan infeksi pasien berkumur melakukan
Variable bebas : antiseptic sebelum desinfeksi secara
perawatan scaling dirawat, pengelolaan keseluruhan pada
alat kedokteran bagian-bagian dari
Instrument: (100%) pembersihan dental unit setelah
checklist alat menggunakan melakukan tindakan
sabun dan air perawatan scaling
Analisis: - mengalir serta dan kurangnya
membawa peralatan kesadaran akan cuci
bersih ke ruangan tangan sehingga
sterilisasi, serta menimbulkan
menggunakan kelalaian karena
celemek, masker dan tergesah-gesah
sarung tangan tebal dalam mengejar
(78,1%) serta target pasien
(81,2%) tidak sehingga terabaikan
mengguanakan
kacamata pelindung
Mariam Khan Jenis penelitian bahwa Selama Pengetahuan
Qamar, Babar yang digunakan bekerja di bedah tentang
Tasneem Syaikh, yaitu: study cross- gigi, penggunaan pengendalian
dan Aamir sectional masker wajah dan infeksi dikalangan
Afzalis (2020) sarung tangan mahasiswa
Sampel: 188 sebagai tindakan kedokteran gigi
mahasiswa pengendalian infeksi meskipun lemah,
kedokteran gigi dilakukan oleh 38% praktik tidak sesuai
senior sementara 32% akan standar tetapi sikap
memakai pelindung positif dan
Variable: mata, dan hanya mendorong untuk
variable terikat: sepertiga dari mengambil langkah
pengendalian mereka (29%) akan dan mematuhi
infeksi memakai semuanya. tindakan
variable bebas: Setelah pengendalian
mahasiswa menggunakan infeksi
kedokteran gigi sepasang sarung
tangan pada pasien,
Instrument: 57% akan
kuesioner
membuangnya tetapi
Analisis: statistik 43% berpikir bahwa
deskriptif mereka dapat
menggunakannya
kembali setelah
dicuci. Hanya 37%
yang melaporkan
bahwa sterilisasi
efektif selama
praktek klinis dapat
menularkan infeksi
dari satu pasien ke
pasien lain,
meskipun sebagian
besar (98%) percaya
kursi, klinik, dan
dokter diperlukan.

Dr.MP Santhosh Jenis penelitian : 46,9% siswa Pendidikan yang


Kumar (2016) sterilisasi dan mendisinfeksi kursi memadai dan
desinfeksi mereka hanya pada protokol standar
hari-hari alternatif. mengenai pelatihan
Sampel :130 siswa 70% mahasiswa serta mengadaptasi
kedokteran gigi kedokteran gigi tindakan
menggunakan pencegahan harus
Variable : sarung tangan dirumuskan di
variable bebas: pemeriksaan untuk semua institusi
pengetahuan prosedur bedah intra kedokteran gigi.
variable terikat: oral. Hanya 16,1% Penerapan
infeksi silang mahasiswa Kewaspadaan
variable bebas: kedokteran gigi Universal, metode
mahasiswa yang mengganti desinfeksi dan
kedokteran gigi masker setelah sterilisasi yang
basah. Hanya 48,4% tepat, metode
Instrument : mahasiswa pembuangan
kuesioner kedokteran gigi limbah yang benar
yang menjawab akan membantu
Analisis : dianalisi bahwa hepatitis B dalam mencegah
secara statistik adalah infeksi paling dan mengendalikan
umum yang silang infeksi di
ditularkan di klinik klinik gigi.
gigi.Penelitian ini
mengungkapkan
bahwa pengetahuan
dan praktik
mahasiswa
kedokteran gigi
terhadap
pengendalian infeksi
silang belum
memadai dan tidak
mengikuti tindakan
pencegahan yang
tepat.

Berdasarkan hasil penelitian Raule J. H. diperoleh hasil beberapa responden

dengan tingkat pengetahuan lebih besar yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi

dibandingkan dengan memiliki pengetahuan rendah. Sedangkan pada hasil penelitian

tentang tindakan pencegahan infeksi silang didapatkan bahwa lebih besar responden

yang memiliki tindakan yang baik dibandingkan sebagian responden yang memiliki

tindakan yang cukup baik, dan hanya sebagian kecil reponden memiliki tindakan

yang kurang baik. Penanganan yang benar terhadap kebersihan alat-alat kesehatan

gigi dapat menghindari terjadinya infeksi silang serta kurangnya pengetahuan dan

kurangnya prasarana dapat meningkatkan terjadinya infeksi silang.

Menurut Sari I. P., Afriza, dan Roesnoer M. melakukan pengamatan tentang

hubungan antara pengetahuan tentang infeksi silang dengan penatalaksanaan infeksi

menunjukan bahwa mereka0sampel yang melakukan penatalaksanaan pencegahan

infeksi dengan baik. Sedangkan mereka yang memiliki pengetahuan rendah

melakukan penatalaksanaan infeksi dengan tidak baik. Hal ini menunjukan bahwa
pengetahuan berpengaruh pada proses pengambilan keputusan dan aplikasi langsung

pada tindakan.

Berdasarkan penelitian Ismau, A. I., Ngadilah C., dan Obi A. L menyatakan

bahwa pencegahan dan pengendalian infeksi terhadap operator dengan kategori

sedang, keseluruhan menggunakan alat steril, celemek, melakukan pengelolaan,

pembersihan alat bersih ke ruangan steril. Hanya sebagian besar yang memberikan

instruksi pada pasien untuk berkumur anti septik, menggunakan kacamata,

menggunakan masker dan sarung tangan tebal, bahkan sebagian besar juga melakkan

tindakan tidak mengenakan kacamata pelindung dan cuci tangan, serta yang

menggunakan suction hanya sebagian kecil.

Berdasarkan penelitian Mariam Khan Qamar, Babar Tasneem Syaikh, dan

Aamiir Afzalis menunjukan bahwa hamper setengah dari siswa tidak akan

menggunakan anti septik apapun untuk mensterilkan tangan mereka, hanya dua

pertiga yang akan meminta pasien mereka untuk menggunakan obat kumur sebelum

memulai perawatan. Banyak siswa yang tidak mencapai suhu autoclave yng optimal

untuk sterilisasi instrument. Hanya sepertiga yang akan memakai alat pelindung diri

selama prosedur. Sekita sepertiga dari peserta penelitian melaporkan bahwa tidak ada

sterilisasi efektif selama praktek klinis dapat menularkan infeksi dari satu pasien ke

pasien lain. Kesimpulannya pengetahuan tentang pengendalian infeksi dikalangan

mahasiswa kedokteran gigi meskipun lemah, praktik tidak sesuai standar tetapi sikap
positif dan mendorong untuk mengambil langkah, dan mematuhi pengendalian

infeksi.

Berdasarkan penelitian MP Santhosh Kumar, dkk menyebutkan bahwa hanya

sedikit siswa mendisinfeksi kursi mereka, yaitu hanya pada hari-hari alternative dan

sedikit yang menjawab bahwa hepatitis B adalah infeksi yang paling umum yang

ditularkan pada gigi. Dan sangat sedikit siswa yang mau mengganti maskernya

setelah basah. Pendidikan yang memadai dan protokol standar mengenai pelatihan

serta mengadaptasi tindakan pencegahan harus dirumuskan di semua institusi

kedokteran gigi. Penerapan Kewaspadaan Universal, metode desinfeksi dan sterilisasi

yang tepat, metode pembuangan limbah yang benar akan membantu dalam mencegah

dan mengendalikan silang infeksi di klinik gigi.

Sedangkan berdasarkan penelitian Silvia Sulistiani dan Eka Fitriana tentang

sterilisasi alat kedokteran gigi dengan sterilisator dry heat dan teknik boiling

menunjukkan bahwa terdapat perubahan rata-rata diameter bakteri sebelum dan

sesudah disterilkan dengan dry heat sterilisator dan teknik boiling. Dry heat lebih

efektif dalam mengurangi bakteri dibandingkan teknik boiling. Setiap metode

sterilisasi memiliki keunggulan dan kelemahan yang berbeda beda, oleh sebab itu

setiap pemilihan metode sterilisasi selalu mempertimbangkan faktor-faktor seperti

biaya yang dikeluarkan, waktu yang dibutuhkan, suhu dan sebagainnya.


Pengetahuan erat kaitannya dengan perilaku dimana berpengaruh pada proses

pengambilan keputusan. Semakin baik pengetahuan maka semakin baik pula sikap

dan tindakan seseorang. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seorang maka

penatalaksanaan pencegahan infeksi dilakukan dengan baik begitu pun sebaliknya

semakin rendah tingkat pengetahuan seseorang, maka penatalaksanaan pencegahan

infeksi dilakukan tidak baik sebab pengetahuan merupakan salah satu penentu

didalam membentuk suatu sikap dan tindakan. (Notoatmodjo, 2003)

Secara keseluruhan dari hasil setiap penelitian dapat dinyatakan bahwa tingkat

pengetahuan mahasiswa yang baik tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan

pencegahan infeksi silang dan penerapan sterilisasi pada setiap tindakan perawatan

lebih dominan dibandingkan tingkat pengetahuan mahasiswa yang kurang baik.

Adapun penyebabnya pengetahuan mahasiswa kurang baik yaitu kurangnya

kesadaran sehingga timbul kelalaian dalam tindakan mencegah infeksi silang,

kurangnya kesadaran pentingnya pengetahuan tentang metode sterilisasi yang baik,

kurangnya sarana dan prasarana penunjang sterilisasi yang baik, serta kurangnya

kepatuhan dan pengawasan pada setiap tindakan perawatan.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari pencarian berbagai sumber literature atau jurnal

hasil sebelumnya dapat disimpulkan bahwa yakni tingkat pengetahuan mahasiswa

yang baik tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan pencegahan infeksi silang

dan penerapan sterilisasi pada setiap tindakan perawatan lebih tinggi

dibandingkan tingkat pengetahuan mahasiswa yang kurang baik.

B. Saran

Diharapkan mahasiswa kesehatan gigi dan mulut agar dapat meningkatkan

pengetahuan tentang sterilisasi dan bahaya infeksi silang, meningkatkan fasilitas

pendidkan sehingga tercapai pengetahun yang lebih baik, melengkapi sarana

penunjang sterilisasi yang belum lengkap, dan melakukan sterilisasi alat yang

baik dan benar sesuai prosedur disetiap kegiatan perawatan.


DAFTAR PUSTAKA

Agung, J. T. (2014). Factors Affecting Implementation Practice Dental Nurse


Sterilization Equipment In Dentistry Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Praktik Perawat Gigi Pada Pelaksanaan Sterilisasi Alat Kedokteran Gigi
Sadimin Sariyem Irmanita Wiradona Jurusan Keperawatan Gigi P. 443–452.
Banjarhanor, M. J. (2019). Gambaran tingkat pengetahuan mahasiswa tentang
pensterilisasian alat esehatan gigi dan mulut terhadap penularan penyakit di
tingkat Ii-B jurusan keperawatan gigi Poltekkes Kemenkes Ri Medan.
http://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/840/1/
KTI_MERRY JANUARI.pdf
Departemen Kesehatan. (2011). Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Rumah Sakit dan fasilitas
pelayanan Kesehatan Lainnya. In 26 Desember 2014.
Irnawati, C., Widyana, R., & Sriningsih. (2018). Hipnoterapi Untuk Peningkatan
Perilaku Personal Hygiene Anak Jalanan Di Ppap Seroja Kodya Surakarta.
Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1–74.
Ismau, A. I., Ngadilah, C., Obi, A. L., & Fankari, F. (2019). Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi pada Tindakan Perawatan Scaling. Dental Therapist
Journal, 1(1), 80–86
Juniadi, j., Kurniati, R., & Razi, P. (2018). Penerapan Metode Infection Control Risk
Asssesment (Icra) Untuk Mencegah Infeksi Silang Di Klinik Jurusan
Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Jambi, Jurnal Kesehatan Gigi, 5(2),
32-37.
Karmawati, I. A. (2014). Konsep Dasar Pelayanan Asuhan Keperawatan Gigi dan
Mulut. Deepublish. http://portal-lib.poltekkesjakarta1.ac.id/etd/index.php?
p=show_detail&id=276
Kemenkes RI. (2012). Standar Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Pelayanan
Kesehatan Gigi dan Mulut di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
http://rskgm.ui.ac.id
Kristiani, A., Koswara, N., K, H. A., Wijaya, I., Nafarin, M., Nurhayati, Suwarsono,
Salamah, S., Dahlan, Z., Nasri, Budiarti, R., Vione, V., Mappahia, N.,
Ningrum, N., Ambarwati, S. U., Krisyudhanti, E., Elina, L., & Arnetty.
(2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut. Politeknik Kesehatan
Tasikmalaya, 10–20.
Kumar, S. (2016). Pengetahuan dan Praktik Mengenai Pengendalian Infeksi Silang
Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi. Journal Of Pharmaceutinal Science and
Research, 8(5), 2016.
Lumunon, N. P., Wowor, V. N. S., & C.Pengemanan, D. H. (2019). Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Silang pada Tindakan Ekstraksi Gigi di Poli Gigi
Puskesmas Kakaskasen Tomohon. E-GIGI, 7(1), 34–43.
https://doi.org/10.35790/eg.7.1.2019.23311
Purwanto. (2016). Modul Guru Pembelajar Paket Keahlian Dental Asisten Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK). 368.
Qamar, M. K., Syaikh, B. T., & Afzali, A. (2020). Apa yang nahasiswa kedokteran
gigi ketahui tentang pengemdalian infeksi? Sebuah studi cross-sectional di
Rumah Sakit Pendidikan Rawalpindi Pakistan. 2020
Raule, J. H. (2018). Pengetahuan Perawat Gigi Tentang Metode Sterilisasi Dengan
Pencegahan Infeksi Silang Di Poli Gigi Puskesmas Ranotana Weru Di Kota
Manado. JIGIM (Jurnal Ilmiah Gigi dan Mulut), 1(1), 44-51
Sari, I. P., Afriza, D., & Roesnoer, M. (2014). Hubungan Antara Pengetahuan
Tentang Infeksi Silang Dengan Penatalaksanaan Pencegahan Infeksi. B-Dent,
Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah, 1(1), 30–37.
https://doi.org/10.33854/jbd.v1i1.49
Suharto, R, Suminar, (2016). Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Perawat Dengan
Tindakan Pencegahan Infeksi Di Ruangan Icu Rumah Sakit, Jurnal Riset
Hesti Medan, 1,(1).
Wibowo, T., Parisihni, K., & Haryanto, D. (2009). Proteksi Dokter Gigi Sebagai
Pemutus Rantai Infeksi Silang. Jurnal PDGI, 58(2), 6-9

Anda mungkin juga menyukai