Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelengarakan pelaynan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (PerMenKes

RI No 3 Tahun 2020). Rumah sakit sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan

harus memperhatikan mutu pelayanan. Mutu pelayanan yang dapat di capai

melalui akreditasi rumah sakit secara berkala. Sejalan dengan itu, Komisi

Akreditasi Rumah Sakit (KARS) merumuskan suatu sistem akreditasi rumah

sakit yang berorientasi pada peningkatan mutu dan keselamatan pasien yang

mengacu pada JointCommisision International (JCI) (Komisi Akreditasi Rumah

Sakit, 2011).

Kamar operasi adalah bagian dari rumah sakit yang paling sering

memiliki masalah dalam keselamatan pasien. Laporan kesalahan medis di

seluruh rumah sakit Amerika Serikat tercatat sekitar 44.000 – 98.000 kejadian

per tahun. Data di Amerika pada tahun 2018 didapatkan tentang tindakan yang

berpotensi membahayakan keselamatan pasien di kamar operasi meliputi

komplikasi infeksi (26%), terbakar (11%), komunikasi atau teamwork (6%),

benda asing (3%), alur atau lalulintas ruang operasi (4%), salah pemberian obat (

2% ), kebisingan ruangan (2%), ceklist keselamatan operasi (1%) (Yuliati et al.,

2019). Kasus-kasus dengan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh

yang salah sebagaian besar adalah akibat dari miskomunikasi dan tidak adanya

informasi atau informasinya tidak benar. Kerusakan komunikasi adalah alasan

1
umum untuk kesalahan di ruang operasi, serta selama perawatan pra-dan pasca

operasi (Apriana et al., 2013).

Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem yang

memastikan asuhan pada pasien jauh lebih aman. Keselamatan pasien

merupakan acuan dalam menghasilkan pelayanan kesehatan yang optimal dan

mengurangi insiden bagi pasien (Depkes RI, 2017). Menurut (Bea et al, 2013

dalam Nursery dan Champaca, 2018) mengemukakan bahwa ketidakpatuhan

terhadap keselamatan pasien dapat menyebabkan dampak yang merugikan yaitu

waktu perawatan yang lama, biaya yang ditanggung pasien semakin besar,

terjadinya resistensi obat, cedera sampai kematian. Oleh karena itu, perlu adanya

pengelolaan yang baik agar tindakan operasi yang dilakukan dapat berjalan

dengan lancar untuk meningkatkan keselamatan pasien (Selano dkk, 2019).

Upaya untuk meningkatkan keselamatan dan kualitas pelayanan pasien

selama berada di ruang operasi adalah dengan melakukan pendokumentasian

menggunakan surgical safety checklist (SSC). SSC adalah penggambaran

tindakan keselamatan pasien yang harus diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan

di kamar operasi (World Health Organization [WHO], 2008 dalam

Rachmawaty dkk, 2020). SSC juga bertujuan untuk mencegah kesalahan yang

bisa terjadi seperti kesalahan identitas pasien, lokasi operasi, dan karakteristik

penting lainnya seperti kondisi komorbid atau komplikasi yang perlu diantisipasi

sebelum operasi, pada saat operasi dan setelah operasi (Gillespie dan Marshall,

2015).

SSC di kamar bedah meliputi 3 tahap. Masing-masing tahapan sesuai

dengan alur waktunya yaitu sign in dilakukan sebelum induksi anestesi, time out

dilakukan sebelum sayatan kulit dan sign out dilakukan sebelum pasien

2
meninggalkan ruang operasi. Penggunaan SSC sudah disetujui secara resmi oleh

WHO untuk memastikan keselamatan pasien dalam tahap preoperatif,

intraoperatif, dan postoperative (WHO, 2008 dalam Apriana dkk, 2018).

Pendokumentasian SSC dilakukan oleh semua tim yang berada di kamar operasi

baik itu oleh dokter operator, dokter anestesi, perawat bedah atau profesional

kesehatan lainnya yang terlibat dalam operasi salah satunya penata anestesi

(Risanti dkk, 2021). Sebagai salah satu tim yang berada dalam kamar operasi

penata anestesi sangat berperan penting dalam pendokumentasian SSC. Hal ini

dimaksudkan agar melancarkan proses pembedahan dan anestesi untuk

mempertahankan keselamatan dan mengurangi komplikasi terhadap pasiennya.

Salah satu hal penting dalam terlaksananya pendokumentasian dengan SSC

adalah kepatuhan. Kepatuhan merupakan suatu perilaku petugas yang tertuju

pada petunjuk atau instruksi yang telah diberikan dalam bentuk praktik apapun

yang telah ditentukan (KBBI, 2007 dalam Sitinjak dkk, 2015).

Menurut Ernawati dkk (2020) kepatuhan petugas kamar operasi dalam

pendokumentasian SSC masih tergolong rendah. Hal ini didukung oleh

penelitian (Karlina, 2018) tentang evaluasi kepatuhan tim bedah dalam

penerapan SSC pada operasi bedah mayor di instalasi bedah sentral PKU

Muhammadiyah Bantul yang mana menemukan hasil dalam kriteria kurang

patuh. Selano dkk (2019) juga mengatakan tim bedah tidak melakukan

kelengkapan pendokumentasian SSC sebesar 78,3% dan hanya sebesar 21,7%

yang terisi lengkap. Penelitian Juliana dkk (2013) juga mengatakan hal yang

sama bahwa kepatuhan pendokumentasian SSC oleh tim kamar operasi masih

rendah sebesar (55,9%) di RS Katolik St. Vincentius A Paulo (RKZ) Surabaya.

3
Sebagai tenaga kesehatan profesional yang bertugas di rumah sakit agar

semakin diakui eksistensinya dalam setiap tatanan pelayanan kesehatan, serta

dalam pemberian pelayanan secara interdependen tidak terlepas dari kepatuhan

tim, khususnya bagi seorang perawat. Kualitas pelayanan tim yang baik dapat

dinilai melalui beberapa indikator yang salah satunya adalah kepatuhan dalam

menerapkan Surgical Patient Safety. Menurut Notoatmodjo (2010)

mengemukakan faktor yang mempengaruhi kepatuhan adalah usia, pendidikan,

dan motivasi. Dari beberapa faktor tersebut motivasi memiliki pengaruh besar

dalam kepatuhan (Muslihin, 2016).

Kepatuhan membutuhkan motivasi, kepatuhan dan motivasi adalah hal

yang berbanding lurus artinya semakin tinggi motivasi yang ada pada diri

seseorang maka akan semakin tinggi pula tingkat kepatuhannya. Perubahan

sikap dan perilaku seseorang dimulai pada tahap kepatuhan, lalu identifikasi

kemudian menjadi internalisasi, maksudnya yaitu kepatuhan adalah tahap awal

perilaku, sehingga segala faktor yang mendukung ataupun mempengaruhi

perilaku juga akan mempengaruhi kepatuhan. Kepatuhan perawat dalam

penerapan Surgical Safety Checklist mencerminkan tindakan seorang perawat

yang profesional, yang dapat dipengaruhi dari faktor individu, organisasi, dan

psikologis (Kasim,2017).

Hasil penelitian oleh Octavia Nur Aini Wahyudi (2016) tentang

“Hubungan Motivasi Instrinsik Dengan Kepatuhan Perawat Dalam

Melaksanakan Program Patient Safety Di RSUD Ungaran” menjelaskan bahwa

ada hubungan yang bermakna antara motivasi instrinsik dengan kepatuhan

perawat dalam melaksanakan program Patient Safety di RSUD Ungaran.

4
Menurut Susanti (2013) menyatakan bahwa dalam meningkatkan mutu

pelayanan kesehatan, setiap perawat harus mempunyai motivasi yang tinggi agar

nantinya didapatkan kinerja yang baik. Semakin tinggi motivasi kerja seorang

perawat maka diharapkan semakin tinggi pula kinerja perawat dalam

memberikan pelayanan kesehatan pada klien. Motivasi dibedakan menjadi

dua macam, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik

(motivasi dari dalam) adalah motivasi yang datang dari dalam individu. Motivasi

ekstrinsik (motivasi dari luar) adalah motivasi yang datang dari luar individu.

Dirumah sakit pekanbaru memuliki unit kamar bedah dan memiliki

perawat yang bersertifikat dan berpengalaman. Di kamar bedah rumah sakit

pekanbaru sudah menerapkan surgical safety checklist sebelum memulai

tindakan pembedahan yang terdiri dari 3 tahap sign in, time out, sign out.

Perawat kamar bedah sebelumnya sudah dilakukan pembekalan atau pelatihan

pelaksanaan dan pendokumentasian surgical safety checklist. Berdasarkan hasil

wawancara acak dengan 5 orang perawat dikamar bedah rumah sakit pekanbaru

didapatkan bahwa 2 orang perawat mengetahui cara pendukumentasian surgical

safety checklist dengan tepat, dan 3 orang perawat masih belum sepenuhnya

tepat dalam melakukan pendukumentasian surgical safety checklist, mereka

menganggap hanya dilakukan pada saat tidak banyak pasien. Belum kuatnya

tanggung jawab dan tanggung gugat perawat dalam menerapkan surgical safety

checklist sehingga penulis menyimpulkan bahwa motivasi perawat yang kurang

dalam kepatuhan pendukumentasian surgical safety checklist.

Hasil studi pendahuluan tersebut menunjukan bahwa masih ada perawat

yang kurang mengetahui pentingnya menerapkan pendokumentasian surgical

safety checklist dikamar bedah untuk keselamatan pasien. Berdasarkan latar

5
belakang dan studi pendahuluan tersebut penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang ”Hubungan motiviasi perawat dengan kepatuhan

pendokumentasian surgical safety checklist dikamar bedah rumah sakit

pekanbaru”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan hasil studi pendahuluan tersebut, peneliti

ingin mengetahui “Apakah ada hubungan Hubungan motiviasi perawat dengan

kepatuhan pendokumentasian surgical safety checklist dikamar bedah rumah

sakit pekanbaru”?.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui Hubungan motiviasi perawat dengan kepatuhan

pendokumentasian surgical safety checklist dikamar bedah rumah sakit

pekanbaru.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik perawat dikamar bedah rumah sakit

pekanbaru.

b. Mengidentifikasi motivas perawat tentang surgical safety checklist

dikamar bedah rumah sakit pekanbaru

c. Mengidentifikasi kepatuhan pendokumentasian surgical safety checklist

dikamar bedah rumah sakit pekanbaru.

6
d. Mengidentifikasi Hubungan motiviasi perawat dengan kepatuhan

pendokumentasian surgical safety checklist dikamar bedah rumah sakit

pekanbaru.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengembangan ilmu

pengetahuan motiviasi perawat dengan kepatuhan pendokumentasian surgical

safety checklist dikamar bedah rumah sakit pekanbaru.

2. Bagi Pihak Rumah Sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi rumah sakit

terkait motiviasi perawat dengan kepatuhan pendokumentasian surgical

safety checklist dikamar bedah rumah sakit pekanbaru.

3. Bagi perawat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam mendukung program

keselamatan pasien di rumah sakit.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan rujukan untuk

dilakukan penelitian lanjutan motiviasi perawat dengan kepatuhan

pendokumentasian surgical safety checklist dikamar bedah rumah sakit

pekanbaru.

Anda mungkin juga menyukai