DISUSUN OLEH
M. Safei
N. Gledys
N. Nadila
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tatakelola Rumah Sakit dan Tatakelola Klinis
4. Sumber daya,
2. Clinical governance
d. Risiko malpraktek
Bentuk risiko governance yang saat ini tengah menjadi salah satu
fokus para praktisi rumah sakit seluruh dunia adalah clinical
governance yakni yang terkait dengan keselamatan pasien.
2.2 Keselamatan Pasien Rumah Sakit
2.2.1 Latar Belakang
Sejak awal tahun 1990, institusi rumah sakit selalu
meningkatkanmutu pada 3 (tiga) elemen yaitu struktur, proses dan
outcome dengan bermacam-macam konsep dasar. Program regulasi
yang diterapkan terutama pada rumah sakit pemerintah seperti
Penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit, Quality Improvement,
Perizinan, Akreditasi Rumah Sakit, Crendentialing, Audit Medis,
Indikator Klinis, Clinical Governance, dan ISO. Meskipun program-
program tersebut telah dapat meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit
baik pada aspek struktur, proses maupun outcome, namun masih saja
terjadi adverse event yang tidak jarang berakhir dengan tuntutan
hukum. Oleh sebab itu, perlu penerapan program lain yang lebih
mengena langsung pada hubungan dokter-pasien untuk lebih
memperbaiki proses pelayanan (Kertadikara, 2008).
Keberhasilan patient safety juga sangat tergantung pada individu
staf medis yang terkait dengan pelayanan pasien. Akibatnya banyak
muncul hambatan internal dalam pelaksanaannya. Ada lima
karakteristik hambatan personal yang sering muncul dalam penerapan
patient safety ini, yaitu (1) visi institusi mengenai keselamatan pasien
tidak jelas, (2) takut dihukum, (3) sistem untuk menganalisis kesalahan
tidak memadai,(4) tugas masing-masing staf yang terlalu kompleks,
dan
(5) teamwork yang tidak adekuat (Kalisch BJ., Aebersold M. 2006
dalam Lestari, 2006).
Sasaran IV : Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi
Salah lokasi, salah prosedur dan salah pasien operasi adalah sesuatu yang
mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini
adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara
anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien dalam penandaan lokasi
(site marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi.
Selain itu, assesment pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan
medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka
antar anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan tulisan
tangan yang tidak terbaca ( illegible handwriting) dan pemakaian singkatan
adalah faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi.
BAB 3
TEORI KEJU SWISS (SWISS CHEESE THEORY)
BAB IV
KESIMPULA
N