Anda di halaman 1dari 60

MANAJEMEN KEPERAWATAN

DI POLIKLINIK RUMAH SAKIT

KELOMPOK 1

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MH. THAMRIN
JAKARTA
2020
MANAJEMEN KEPERAWATAN
DI POLIKLINIK RUMAH SAKIT

KELOMPOK 1

Aksa Santi Samangun Romy


Dea Yuniarti Samiatik
Devi Tri Amalia Santy Rahayu
Katarina Maria P.S.D Sulasih
Lidya Windi Lautra D. Sutiyana
Muhammad Arief R. Suyani
N. Holisoh Siti Aminah
Novy Uly Deviamond Wildan Alfinita Kirana
Nurdiana Sari Yulianti
Nurul Hidayah

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MH. THAMRIN
JAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Rumah sakit sebagai salah satu bentuk organisasi pelayanan kesehatan yang memebrikan
layanan kesehatan yang komprehensif mencakup aspek promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif bagi seluruh lapisan masyarakat. Seringkali mengalami permasalahan yang
menyangkut tentang ketidakpuasan masyarakat terhadap mutu pelayanan rumah sakit
yang dianggap kurang memadai atau memuaskan. Dalam rangka menjaga dan
meningkatkan mutu pelayanan, maka salah satu aspek yang perlu mendapat perhatian
adalah kualitas pelayanan keperawatan (Hidayah, 2014).

Dalam mendukung pelayanan yang optimal, maka diperlukan sumber daya manusia
(SDM) yang baik. Sumber daya manusia merupakan pilar utama sekaligus penggerak
roda organisasi khususnya organisasi rumah sakit dalam upaya mewujudkan visi, misi,
dan tujuan rumah sakit. Rumah sakit memberikan pelayanan kesehatan berupa pelayanan
medik, pelayanan penunjang, dan pelayanan keperawatan, baik pelayanan rawat inap dan
pelayanan rawat jalan wajib dilaksanakan sesuai standar minimal dalam
menyelenggarakan pelayanan manajemen rumah sakit (Mugianti, 2016). Suatu pelayanan
keperawatan sangat mungkin bermutu tinggi dengan adanya peran staf keperawatan yang
merupakan pemberi asuhan keperawatan secara langsung. Keterlibatan staf dalam
program peningkatan dan pengendalian mutu merupakan syarat standar akreditasi rumah
sakit yang mutlak harus dipenuhi (JCI, 2017; dalam Nurdiana, Rr. Tutik S.H, & Siti
Anisah, 2018).

Mutu pelayanan rumah sakit yang berkualitas selalu menjadi harapan bagi setiap
pengguna jasa pelayanan kesehatan. Mutu pelayanan di rumah sakit tentunya harus
didukung melalui tiga aspek, yakni a. Struktur / input yaitu segala sumber daya yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan (SDM, fisik, finansial). b. Proses yaitu segala
interaksi profesional antara pemberi layanan dengan penerima jasa. c. Output adalah hasil
dari pelayanan kesehatan yang akhirnya menghasilkan outcome berupa kepuasan pasien
(Kanang, Syahrul, & Abdul, 2020).

Meningkatkan kepuasan pasien dapat dilakukan dengan penerapan Metode Asuhan


Keperawatan Profesional (MAKP) dengan metode tim. Dalam penerapan MAKP, apabila
tanggung jawab atau peran perawat baik dalam hal dokumentasi, timbang terima,
supervisi, dan sentralisasi obat tidak dijalankan dengan baik, yang berarti menunjukkan
kinerja perawat juga menurun. Metode tim merupakan suatu metode pemberian asuhan
keperawatan dimana seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga
keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan kelompok klien melalui upaya
kooperatif dan kolaboratif. Model tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota
kelompok mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan
keperawatan sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung jawab perawat yang tinggi
sehingga diharapkan mutu asuhan meningkat (Hidayah, 2014).

Untuk dapat memberikan pelayanan prima kepada pasien, rumah sakit dituntut memiliki
kepemimpinan yang efektif. Kepemimpinan efektif ini ditentukan oleh sinergi yang
positif antara pemilik rumah sakit, direktur rumah sakit, para pimpinan di rumah sakit,
kepala unit kerja dan unit pelayanan. Direktur rumah sakit secara kolaboratif
mengoperasionalkan rumah sakit bersama dengan para pimpinan, kepala unit kerja, dan
unit pelayanan untuk mencapai visi misi yang ditetapkan serta memiliki tanggung jawab
dalam pengelolaan manajemen peningkatan mutu dan keselamatan pasien, menejemen
kontrak, serta manajemen sumber daya (KARS, 2017).

Rumah Sakit Bhayangkara Tk.I R. Said Sukanto (RS. Polri) merupakan rumah sakit tipe
A dengan status kepemilikan dibawah kepolisian RI dan status pengelolaannya masuk ke
dalam Badan Layanan Umum (BLU) sesuai keputusan Menkeu RI Nomor: 399/KMK-
05/2010 tanggal 27 September 2010 dan merupakan rumah sakit pendidikan berdasarkan
SK Kemkes RI Nomor: HK.03.01/IV/SK/591/2010 pada tanggal 21 Mei 2010. Pada
tahun 2016 RS. Polri telah lulus akreditasi PARIPURNA tanggal 26 September 2016
dengan Sertifikasi Akreditasi No: KARS-SERT/388/IX/2016.

Falsafah dari rumah sakit yaitu dengan Iman dan Taqwa kepada Tuhan YME,
berdasarkan Pancasila kita tingkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. RS. Polri
berorientasi pada kepuasan pelanggan dan berupaya menjadikan rumah sakit sebagai
institusi pemerintah yang ditangani secara efektif dan efisien. Dengan demikian rumah
sakit akan mampu memberikan pelayanan yang bermutu tetapi tetap terjangkau serta
tidak meninggalkan peran sosialnya.
Pelayanan rawat jalan di RS. Polri ada 28 jenis pelayanan poliklinik terdiri dari 23 jenis
spesialis dan 5 jenis sub-spesialis. Unit rawat jalan RS. Polri menggunakan MAKP
dengan Metode Tim dan dipimpin oleh 1 orang kepala ruangan yang membawahi seluruh
poliklinik. Masing-masing poliklinik dipimpin oleh 1 orang ketua tim dan dibantu oleh 3
– 4 orang perawat pelaksana. Poliklinik beroperasi mulai dari hari Senin s/d Jum’at dan
hanya terdiri dari satu shift. Waktu operasional mulai dari pukul 07.00 s/d 15.00 WIB.
Jumlah kunjungan pasien poliklinik pada tahun 2019 sebanyak 402.477 pasien. Pada
tahun 2020 jumlah kunjungan dari bulan Januari – Juni sebanyak 148.254 pasien. Pada
siatuasi pandemi COVID-19 saat ini layanan unggulan di rawat jalan RS. Polri yaitu poli
paru dikarenakan rumah sakit termasuk ke dalam RS rujukan COVID-19 untuk umum
dan seluruh kesatuan polri di Indonesia.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dalam makalah penulisan ini akan dibahas
mengenai penerapan MAKP metode tim di unit rawat jalan RS. Polri apakah sudah sesuai
penerapan di lapangan dan temuan-temuan yang dapat diangkat untuk bahan evaluasi.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mampu melakukan analisis manajemen keperawatan dan Metode Asuhan Keperawatan
Profesional (MAKP) yang digunakan di unit Rawat Jalan Rumah Sakit.

2. Tujuan Khusus
a. Menganalisis situasi ruangan unit rawat jalan rumah sakit.
b. Menganalisis MAKP yang digunakan di unit rawat jalan rumah sakit.
c. Melihat permasalahan yang ditemukan di unit rawat jalan rumah sakit.
d. Mendiskusikan cara penyelesaian masalah (inovasi) yang dikembangkan oleh
kelompok untuk mengatasi masalah.

C. MANFAAT PENULISAN
1. Mahasiswa
Makalah penulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi kepustakaan bagi
mahasiswa kesehatan, khususnya keperawatan dalam hal mengembangkan manajemen
pelayanan kesehatan di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit.
2. Institusi Pendidikan
Memberikan informasi tentang bagaimana bentuk penggunaan model asuhan keperawatan
profesional yang lebih efektif pada rumah sakit sehingga bisa menambah ilmu
pengetahuan keperawatan khususnya pada mata kuliah manajemen keperawatan.
Sehingga dalam pembelajaran bisa dijadikan bahan referensi oleh pihak institusi
pendidikan.

3. Rumah Sakit
Memberikan gambaran tentang model asuhan keperawatan profesional yang dapat
digunakan di rumah sakit serta sebagai bahan evaluasi bagi penyedia pelayanan kesehatan
(rumah sakit) guna meningkatkan pendokumentasian asuhan keperawatan secara optimal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN
1. Pilar I: Pendekatan Keperawatan Manajemen
a. Perencanaan

Perencanaan adalah usaha sadar dan pengambilan keputusan yang telah diperhitungkan
secara matang tentang hal-hal yang akan dikerjakan dimasa depan dalam dan oleh suatu
organisasi dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Kegiatan
perencanaan dalam praktik keperawatan profesional merupakan upaya untuk
meningkatkan profesionalisme dalam pelayanan keperawatan sehingga mutu pelayanan
bukan saja dapat dipertahankan tetapi juga dapat terus meningkat sampai tercapai derajat
tertinggi bagi penerima jasa pelayanan itu sendiri (Krisnawati, 2017).

Jenis perencanaan dalam model praktik keperawatan profesional terdiri dari perencanaan
jangka pendek, jangka menengah, dan jangka pendek. Rencana jangka panjang adalah
perencanaan strategis yang disusun untuk 5 hingga 10 tahun kedepan. Rencana jangka
menengah disusun untuk kurun waktu 1 hingga 5 tahun kedepan sedangkan rencana
jangka pendek disusun untuk kurun waktu 1 jam hingga 1 tahun. Kegiatan perencanaan
yang dilakukan dalam ruangan MPKP meliputi perumusan visi, misi, filosofi dan
kebijakan. Selain itu, untuk jenis perencanaan yang diterapkan adalah rencana jangka
pendek yang meliputi rencana kegiatan harian, bulanan dan tahunan (Krisnawati, 2017).

1) Rencana Jangka Pendek

Rencana jangka pendek yang diterapkan dalam ruangan MPKP meliputi rencana harian,
bulanan dan tahunan. Rencana harian adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat
(kepala ruangan, ketua tim dan perawat pelaksana) sesuai dengan perannya dan dibuat
untuk setiap jadwal dinas. Isi dari kegiatan tersebut disesuaikan dengan peran dan fungsi
perawat. Rencana harian dibuat sebelum operan jaga dilakukan dan dilengkapi lagi saat
dilakukan operan dan preconference (Krisnawati, 2017).

Rencana harian kepala ruangan meliputi asuhan keperawatan, supervisi ketua tim dan
perawat pelaksana serta melakukan supervisi terhadap tenaga selain perawat dan
melakukan kerjasama dengan unit lain yang terkait. Sedangkan rencana harian ketua tim
meliputi penyelenggaraan asuhan keperawatan pasien oleh tim yang menjadi tanggung
jawabnya, melakukan supervisi perawat pelaksana, berkolaborasi dengan dokter atau tim
kesehatan lain serta alokasi pasien sesuai dengan perawat yang berdinas. Rencana harian
perawat pelaksana berisi tindakan keperawatan untuk sejumlah pasien yang dirawat pada
jadwal dinasnya (Krisnawati, 2017).

2) Rencana Jangka Menengah

Rencana bulanan merupakan rencana tindak lanjut yang dibuat oleh kepala ruangan dan
ketua tim. Rencana bulanan yang dibuat oleh kepala ruangan adalah melakukan evaluasi
hasil keempat pilar MPKP pada akhir bulan dan berdasarkan evaluasi tersebut kepala
ruangan akan membuat rencana tindak lanjut untuk meningkatkan kualitas hasil. Kegiatan
yang mencakup rencana bulanan kepala ruangan adalah membuat jadwal dan memimpin
case conference, membuat jadwal dan memimpin pendidikan kesehatan untuk kelompok
keluarga, membuat jadwal dinas, membuat jadwal petugas untuk terapi aktivitas
kelompok (TAK), membuat jadwal dan memimpin rapat tim kesehatan, membuat jadwal
supervisi dan penilaian kinerja ketua tim serta perawat pelaksana, melakukan audit
dokumentasi dan membuat laporan bulanan. Sedangkan rencana bulanan yang dilakukan
ketua tim adalah melakukan evaluasi tentang keberhasilan kegiatan yang dilakukan oleh
timnya. Kegiatan rencana bulanan ketua tim meliputi mempresentasikan kasus dalam case
conference, memimpin pendidikan kesehatan kelompok keluarga serta melakukan
supervisi perawat pelaksana (Krisnawati, 2017).

3) Rencana Jangka Panjang

Rencana tahunan hanya dilakukan oleh kepala ruangan yaitu dengan melakukan evaluasi
kegiatan di dalam ruangan MPKP selama satu tahun dan menjadikannya acuan rencana
tindak lanjut dan penyusunan rencana tahunan berikutnya. Rencana kegiatan tahunan
yang dilakukan oleh kepala ruangan MPKP adalah membuat laporan tahunan yang berisi
tentang kinerja MPKP baik proses kegiatan empat pilar MPKP serta evaluasi mutu
pelayanan, melaksanakan rotasi tim, melakukan pembinaan terkait dengan materi MPKP
khusus kegiatan yang memiliki pencapaian rendah dan hal ini bertujuan untuk
mempertahankan kinerja yang telah dicapai MPKP bahkan meningkatkan dimasa
mendatang. Hal lain yang dilakukan adalah kepala ruangan melakukan pengembangan
sumber daya manusia dalam bentuk rekomendasi peningkatan jenjang karier perawat,
rekomendasi untuk melanjutkan pendidikan formal dan membuat jadwal perawat untuk
mengikuti pelatihan. Perencanaan jangka panjang juga membahas ketenagaan yang
dibutuhkan di ruang MPKP. Perencanaan yang baik mempertimbangkan klasifikasi
pasien berdasarkan tingkat ketergantungan, metode pemberian asuhan keperawatan,
jumlah dan kategori tenaga keperawatan serta perhitungan jumlah tenaga keperawatan.
Untuk itu diperlukan kontribusi dari manajer keperawatan dalam menganalisis dan
merencanakan.Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sudah menetapkan standar
praktik keperawatan yang dikembangkan berdasarkan standar praktik yang dikeluarkan
oleh American Nursing Association/ANA (PPNI, 2009). Standar praktik keperawatan
yang ditetapkan yaitu :

Standar I, perawat mengumpulkan data tentang kesehatan klien; Standar II, perawat
menetapkan diagnosa keperawatan; Standar III, perawat mengembangkan rencana asuhan
keperawatan; Standar IV, berisi rencana tindakan untuk mencapai hasil yang diharapkan
perawat mengimplementasikan tindakan yang sudah ditetapkan dalam rencana askep;
Standar V, perawat mengevaluasi perkembangan klien dalam mencapai hasil akhir yang
sudah ditetapkan.

b. Pengorganisasian

Pengorganisasian atau organizing didefinisikan sebagai pengelompokan aktivitas untuk


mencapai tujuan, penugasan suatu kelompok tenaga keperawatan, menentukan cara dari
pengkordinasian aktivitas yang tepat baik vertikal maupun horizontal serta bertanggung
jawab untuk mencapai tujuan. Bentuk pengorganisasian dalam ruangan MPKP meliputi
penyusunan struktur organsisasi, daftar dinas ruangan dan daftar pasien. Penyusunan
struktur organisasi dibuat untuk menunjukkan adanya pembagian kerja. Selain itu struktur
organisasi dibuat guna menunjukkan spesialisasi pekerjaan di dalam ruangan MPKP
(Krisnawati, 2017).
1) Metode Penugasan
a) Metode TIM
Metode tim merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan dimana seorang
perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan
asuhan keperawatan kelompok pasien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif (Douglas,
1984 dalam Sitorus, 2011). Metode ini digunakan bila perawat pelaksana terdiri dari
berbagai latar belakang pendidikan dan kemampuannya. Tujuan metode penugasan
keperawatan tim untuk memberikan keperawatan yang berpusat pada pasien. Metode ini
menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan
keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2–3 tim/group
yang terdiri dari tenaga professional, teknikal dan pembantu dalam satu grup kecil yang
saling membantu. Dalam pelaksanaannya model tim harus berdasarkan konsep, seperti a.
Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan teknik kepemimpinan.
b. Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas rencana keperawatan terjamin. c.
Anggota tim menghargai kepemimpinan ketua tim. d. Peran kepala ruangan penting
dalam model tim. model tim akan berhasil jika di dukung oleh kepala ruangan
(Krisnawati, 2017).

Tugas Dan Tanggung Jawab Anggota Tim:

1) Menyiapkan fasilitas dan lingkungan poliklinik untuk kelancaran pelayanan serta


memudahkan pasien dalam menerima pelayanan.
2) Mengkaji kebutuhan pasien.
3) Melakukan tindakan darurat sesuai kebutuhan pasien, khususnya pada kasus darurat
(panas tinggi, koleps, pendarahan, keracunan, henti napas dan henti jantung).
4) Membantu pasien pemeriksaan dokter.
5) Melaksanakan tindakan pengobatan sesuai program pengobatan yang ditentukan oleh
dokter.
6) Memberikan penyuluhan kesehatan secara perorangan/ kelompok sesuai kebutuhan.
7) Merujuk pasien kepada anggota tim kesehatan lain sesuai dengan kebutuhan untuk
pemeriksaan diagnostik, tindakan pengobatan dan perawatan lanjutan.
8) Melaksanakan sistem pencatatan dan pelaporan sesuai kebutuhan yang berlaku di
poliklinik.
9) Memelihara peralatan medis keperawatan dalam keadaan siap pakai.
10) Bekerja secara kooperatif dengan anggota tim kesehatan dalam memberikan pelayanan
kepada pasien di poliklinik dengan cara menciptakan dan memelihara hubungan kerja
yang baik antara anggota tim.
11) Menyarankan kunjungan ulang, terutama pasien yang pertama kali berkunjung sesuai
program pengobatan.
12) Melaporkan adanya temuan penyakit infeksi atau menulair kepada dokter/ atasannya
untuk tindakan lanjutan.
13) Mengikuti pertemuan berkala yang diadakan oleh penanggung jawab perawatan unit
rawat jalan/ poliklinik.
14) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dibidang keperawatan, seperti melalui
pertemuan ilmiah (seminar/ workshop keperawatan).
15) Melaksanakan sistem pencatatan dan pelaporan asuhan keperawatan yang tepat dan
benar sesuai standar asuhan keperawatan.

Tugas Dan Tanggung Jawab Ketua Tim:

1) Menerima serah terima asuhan keperawatan.


2) Membagi tugas bersama Karu sesuai tingkat ketergantungan.
3) Mempersiapkan keperluan asuhan keperawatan.
4) Menyusun renpra.
5) Memimpin ronde.
6) Mengorientasikan pasien baru.
7) Menjelaskan tujuan pengorganisasian.
8) Membuat rincian tugas anggota tim.
9) Melakukan kolaborasi bersama tim kesehatan dan profesi lain.
10) Mengatur waktu istirahat anggota tim.
11) Mendelegasikan pelaksanaan askep kepada anggota tim.
12) Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.
13) Memberikan pengarahan pada anggota tim.
14) Memberikan bimbingan.
15) Memberikan informasi.
16) Mengawasi proses pemberian asuhan keperawatan.
17) Melibatkan anggota tim sejak awal kegiatan.
18) Memberikan pujian, motivasi kepada anggota tim.
19) Mengevaluasi asuhan keperawatan.
20) Memberikan umpan balik pada anggota tim atas pelasanaan renpra.
21) Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.

Tugas Dan Tanggung Jawab Kepala Ruangan (Melaksanakan fungsi Perencanaan/P1,


Penggerakan dan Pelaksanaan/P2, dan Pengawasan, Pengendalian serta Penilaian/P3):

1) Menyusun rencana kerja kepala ruangan.


2) Berperan serta menyusun falsafah dan tujuan pelayanan keperawatan di ruang rawat
yang bersangkutan.
3) Menyusun rencana kebutuhan tenaga keperawatan dari segi jumlah maupun kualifikasi di
ruang rawat, koordinasi dengan Kepala Perawat Instalasi/ Ka Instalasi.
4) Mengatur dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan pelayanan di ruang rawat melalui
kerja sama dngan petugas lain yang bertugas di ruang rawatnya.
5) Menyusun jadwal/ daftar dinas tenaga keperawatan dan tenaga lain sesuai kebutuhan
pelayanan dan peraturan yang berlaku di rumah sakit.
6) Melaksanakan orientasi kepada tenaga keperawatan baru/ tenaga lain yang akan bekerja
di ruang rawat.
7) Memberikan orientasi kepada siswa/ mahasiswa keperawatan yang menggunakan ruang
rawatnya sebagai lahan praktek.
8) Memberikan orientasi kepada pasien./ keluaraga meliputi: penjelasan tentang peraturan
rumah sakit, tata tertib ruang rawat, fasilitas yang ada dan cara penggunaannya serta
kegiatan rutin sehari-hari.
9) Membimbing tenaga keperawatan untuk melaksanakan pelayanan/ asuhan keperawatan
sesuai standar.
10) Mengadakan pertemuan berkala dengan staf keperawatan dan petugas lain yang bertugas
di ruang rawatnya.
11) Memberi kesempatan atau izin kepada staf keperawatan untuk mengikuti kegiatan ilmiah
penataran dengan koordinasi Ka Instalasi/ Kabid Keperawatan.
12) Mengupayakan pengadaan peralatan dan obat-obatan sesuai kebutuhan berdasarkan
ketentuan/ kebijakan rumah sakit.
13) Mengatur dan mengkoordinasikan pemeliharaan alat agar selalu dalam keadaan siap
pakai.
14) Mendampingi visit dokter dari mencatat, khususnya bila ada perubahan program
pengobatan pasien.
15) Mengelompokkan pasien dari mengatur penempatannya di ruang rawat menurut tingkat
kegawatan, infeksi/ non infeksi, untuk kelancaran pemberian asuhan keperawatan.
16) Mengendalikan kualitas sistem pencatatan dan pelaporan asuhan keperawatan dan
kegiatan lain secara tepat dan benar. Hal ini penting untuk tindakan keperawatan.
17) Memberi motivasi kepada petugas dalam memelihara kebersihan lingkungan ruang
rawat.
18) Meneliti pengisian formulir sensus harian pasien di ruang rawat.
19) Memeriksa pengisian daftar permintaan makanan pasien berdasarkan macam dan jenis
makan pasien.
20) Memeriksa ulang pada saat penyajian makanan pasien sesuai dengan program dietnya.
21) Menyimpan berkas catatan medik pasien dalam masa perawatan di ruang rawatnya dan
selanjutnya mengembalikan berkas tersebut ke bagian Medical Record bila pasien keluar
atau pulang dari ruang rawat tersebut.
22) Membuat laporan harian mengenai pelaksanaan asuhan keperawatan serta kegiatan
lainnya di ruang rawat, disampaikan kepada atasannya.
23) Memberi kesempatan kepada mahasiswa keperawatan yang menggunakan ruang
rawatnya sebagai lahan praktek.
24) Memberikan penyuluhan kesehatan kepada pasien/ keluarga sesuai kebutuhan dasar
dalam batas wewenangnya.
25) Melakukan serah terima pasien dan lain-lain pada saat pergantian dinas.
26) Mengendalikan dan menilai pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah ditentukan.
27) Mengawasi dan menilai mahasiswa keperawatan untuk memperoleh pengalaman belajar
sesuai tujuan program bimbingan yang telah ditentukan.
28) Melakukan penilaian kinerja tenaga keperawatan yang berada dibawah tanggung
jawabnya.
29) Mengawasi, mengendalikan, dan menilai pendayagunaan tenaga keperawatan, peralatan,
dan obat-obatan.
30) Mengawasi dan menilai mutu asuhan keperawatan sesuai standar yang berlaku secara
mandiri atau koordinasi dengan Tim Pengendalian Mutu Asuhan Keperawatan.
(Sumber: Depkes. (1999). Pedoman Uraian Tugas Tenaga Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta: Depkes
RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik.; RS. Polri. Uraian Tugas Jabatan dalam Struktur Organisasi
Keperawatan. Jakarta: Pelayanan Medik RS. Bhayangkara Tk.1 R. Said Sukanto).
b) Metode Primer

Metode primer adalah suatu metode pemberian asuhan keperawatan dimana perawat
professional bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap asuhan keperawatan
pasien selama 24 jam. Menurut Nursalam (2015), metode penugasan dimana satu orang
perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien
mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Tanggung jawab meliputi pengkajian
pasien, perencanaan, implementasi, dan evaluasi askep dari sejak pasien masuk rumah
sakit hingga pasien dinyatakan pulang ini merupakan tugas utama perawat primer yang
dibantu oleh perawat asosiet. Perawat yang menggunakan metode keperawatan primer
dalam pemberian asuhan keperawatan disebut perawat primer (primary nurse).

Pada metode keperawatan primer terdapat kontinuitas keperawatan dan bersifat


komprehensif serta dapat dipertanggung jawabkan. Setiap perawat primer biasanya
mempunyai 4–6 pasien dan bertanggung jawab selama 24 jam selama pasien dirawat di
rumah sakit. Perawat primer bertanggung jawab untuk mengadakan komunikasi dan
koordinasi dalam merencanakan asuhan keperawatan dan juga akan membuat rencana
pulang pasien jika diperlukan. Jika perawat primer sedang tidak bertugas, kelanjutan
asuhan akan didelegasikan kepada perawat lain (associate nurse).

c) Metode Primer Modifikasi (Primer-Tim)

Metode Primer Modifikasi (Primer-Tim) disebut juga metode keperawatan medular.


Metode ini adalah suatu variasi dari metode keperawatan primer dan metode Tim. Di
Indonesia pengembangan metode MPKP modifikasi ini dikembangkan oleh Sitorus
(2011) di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo. Metode ini sama dengan metode
keperawatan tim karena baik perawat professional maupun nonprofessional bekerja
bersama dalam memberikan askep di bawah kepemimpinan seorang perawat profesinal
disamping itu dikatakan memiliki kesamaaan dengan metode keperawatan primer karena
dua atau tiga orang perawat bertanggung jawab atas sekelompok kecil pasien sejak masuk
dalam perawatan hingga pulang, bahkan sampai dengan waktu follow up care.

Dalam memberikan askep dengan menggunakan metode keperawatan primer modifikasi,


satu tim yang terdiri dua hingga tiga perawat memiliki tanggung jawab penuh pada
sekelompok pasien. Hal ini tentu saja dengan suatu persyaratan peralatan yang dibutuh
perawatan cukup memadai. Sekalipun dalam memberikan askep dengan menggunakan
metode ini di lakukan oleh dua hingga tiga perawat, tanggung jawab yang paling besar
tetap ada pada perawat professional. Perawat professional juga memiliki kewajiban untuk
membimbing dan melatih nonprofessional. Apabila perawat professional sebagai ketua
tim tidak masuk tugas dan tanggung jawab dapat digantikan oleh perawat professional
lainnya. Peran perawat kepala ruang diarahkan dalam hal membuat jadwal dinas dengan
mempertimbangkan kecocokan anggota untuk bekerja sama, dan berperan sebagai
fasilitator, pembimbing serta motivator (Krisnawati, 2017).

2) Membuat Jadwal Dinas dan Daftar Pasien

Daftar dinas ruangan mencakup jadwal dinas, nama perawat yang bertugas dan nama
perawat yang bertanggung jawab dalam jadwal dinas tersebut. Daftar dinas disusun
berdasarkan tim dan dibuat untuk kurun waktu 1 minggu. Hal ini mempermudah perawat
untuk mempersiapkan dan mengetahui tugas yang akan dilakukannya. Setiap tim
memiliki anggota yang berdinas pagi, sore dan malam serta yang lepas dinas atau libur.
Daftar pasien berisi informasi tentang nama pasien, nama dokter yang merawatnya, nama
perawat ketua tim, nama perawat pelaksana yang bertanggung jawab terhadap pasien
yang bersangkutan serta alokasi perawat saat menjalankan dinas pada setiap jadwal jaga.
Daftar pasien adalah daftar nama sejumlah pasien yang menjadi tanggung jawab tiap tim
selama 24 jam. Setiap pasien dalam ruangan MPKP memiliki perawat pada setiap jadwal
dinas yang bertanggung jawab terhadap pasien tersebut selama dirawat, sehingga
terwujud perawatan pasien yang holistik. Daftar pasien juga memberikan informasi
kepada kolega kesehatan lain dan keluarga agar dapat berkolaborasi tentang
perkembangan dan perawatan pasien. Daftar pasien diruangan diisi oleh ketua tim yang
bersangkutan sebelum operan dinas pagi ke dinas sore. Alokasi pasien terhadap perawat
yang berdinas pagi, sore atau malam dilakukan oleh ketua tim berdasarkan jadwal dinas
(Krisnawati, 2017).

c. Pengarahan

Pengarahan atau directing dalah suatu usaha untuk penerapan perencanaan dalam bentuk
tindakan untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Ada
beberapa hal yang perlu dilakukan dalam pengarahan dalam ruangan MPKP yaitu
menciptakan budaya motivasi, melakukan komunikasi efektif pada operan antar jadwal
dinas, preconference dan postconference, manajemen konflik, supervisi serta
pendelegasian (Krisnawati, 2017).

Di dalam ruangan MPKP penciptaan iklim motivasi diterapkan dengan beberapa cara,
diantaranya adalah: 1. Pemberian reinforcement positif yaitu menguatkan perilaku positif
dengan memberikan reward. Reward yang dimaksud adalah membudayakan dalam tim
untuk membudayakan pemberian pujian yang tulus antar karyawan. 2. Melakukan doa
bersama sebelum memulai kegiatan yang dilakukan setiap pergantian dinas. Hal ini
bertujuan agar timbul kesadaran diri dan dorongan spiritual. 3. Membantu
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah setiap personil dengan cara kepala ruangan
mampu untuk berkomunikasi intensif dengan semua staf baik ketua tim maupun perawat
pelaksana untuk mempererat hubungan. 4. Melakukan pengembangan jenjang karier dan
kompetensi para staf. 5. Melakukan sistem reward yang adil sesuai dengan kinerja yang
telah dilakukan staf (Krisnawati, 2017).

Seperti dalam semua organisasi, maka komunikasi juga berperan penting dalam
penerapan MPKP di dalam ruangan perawatan. Komunikasi yang tidak akan akan
membawa dampak yang tidak baik pula untuk kelangsungan organisasi dalam mencapai
tujuan. Komunikasi adalah tukar menukar pikiran, perasaan, pendapat dan saran yang
terjadi antar dua manusia atau lebih yang bekerja sama. Terdapat beberapa bentuk
komunikasi di dalam ruangan MPKP yaitu operan, preconference dan postconference.

1) Timbang Terima

Timbang terima pasien (operan) merupakan teknik atau cara untuk menyampaikan dan
menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan keadaan pasien. Timbang terima
pasien harus dilakukan seefektif mungkin dengan menjelaskan secara singkat, jelas dan
lengkap tentang tindakan mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudah dilakukan
atau belum dan perkembangan pasien saat itu. Informasi yang disampaikan harus akurat
sehingga berkesinambungan dan asuhan keperawatan dapat berjalan dengan sempurna.
Timbang terima dilakukan oleh ketua tim keperawatan kepada ketua tim (penanggung
jawab) dinas sore atau dinas malam secara tertulis dan lisan (Krisnawati, 2017).
2) Komunikasi SBAR

Komunikasi SBAR adalah suatu cara atau standar untuk berkomunikasi yang bertujuan
untuk meningkatkan keselamatan pasien karena membantu individu berkomunikasi satu
sama lain untuk mencapai satu tujuan atau harapan (OHIO’s Medicare, 2009).
Komunikasi SBAR adalah suatu strategi komunikasi yang dipakai oleh tim pelayanan
kesehatan dalam melaporkan maupun menyampaikan keadaan pasien kepada teman
sejawat agar pesan yang diberikan dapat diterima dengan baik (Yasminah, 2000; dalam
Krisnawati, 2017). Komunikasi SBAR dilakukan pada saat timbang terima (handover),
pindah ruang rawat maupun melaporkan kondisi pasien ke dokter atau tim kesehatan lain
seperti tim gizi, radiologi, laboratorium dan lain sebagainya.

Pembagian komunikasi SBAR adalah memuat informasi pasien tentang


Situation,Background, Assessment dan Recommendation. Adapun penjelasan dari
masing–masing bagian tersebut adalah: a. Situation, situasi yang menggambarkan kondisi
pasien sehingga perlu dilaporkan dan disini juga mengandung informasi tentang identitas
pasien, masalah yang terjadi saat ini dan diagnosa medis. Misalnya: nama lengkap, umur,
jenis kelamin, alamat, keluhan sesak dan gelisah, diagnosa asma berat dan lain lain. b.
Background, gambaran riwayat/hal berhubungan dengan kondisi atau masalah pasien saat
ini. c. Assesment, gambaran dari analisa terhadap gambaran situasi seperti gambaran
masalah yang terjadi saat ini apakah sudah membaik atau memburuk. d. Reccomendation,
usulan tentang alternatif tindakan apa yang akan dilakukan, kapan dilakukan dan dimana
dilakukan (Krisnawati, 2017).

3) Supervisi

Supervisi merupakan upaya untuk membantu pembinaan dan peningkatan kemampuan


pihak yang disupervisi agar mereka dapat melaksanakan kegiatan yang telah ditetapkan
secara efisien dan efektif (Sudjana D, 2004 dalam Nursalam, 2015). Menurut Depkes
(2009), supervisi keperawatan adalah kegiatan pengawasan dan pembinaan yang
dilakukan secara berkesinambungan oleh supervisi mencakup masalah pelayanan
keperawatan, masalah ketenagaan dan peralatan agar pasien mendapat pelayanan yang
bermutu setiap saat.
Unsur-unsur pokok dalam supervisi: a. Pelaksana Adalah atasan yang memiliki kelebihan
dalam pengetahuan dan keterampilan. b. Sasaran atau objek dari supervisi adalah
pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan yang melakukan pekerjaan. c. Frekuensi
Supervisi harus dilakukan dengan frekuensi yang berbeda. Supervisi yang dilakukan
hanya sekali, bukanlah supervisi yang baik. Tidak ada pedoman yang pasti tentang
seberapa sering supervisi dilakukan, tergantung derajat kesulitan pekerjaan. d. Tujuan
supervisi adalah memberikan bantuan kepada bawahan secara langsung sehingga
bawahan memiliki bekal yang cukup untuk dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan
dengan hasil baik. e. Teknik Kegiatan pokok pada supervisi pada dasarnya mencakup
empat hal pokok yaitu menetapkan masalah dan prioritas, menetapkan penyebab masalah
atau prioritas/jalan keluar, melaksanakan jalan keluar, menilai hasil yang dicapai untuk
tindak lanjut berikutnya.

4) Preconference

Preconfrence adalah komunikasi yang dilakukan antara ketua tim dan perawat pelaksana
yang dilakukan setelah perawat-perawat dalam ruangan MPKP melakukan operan.
Preconference membahas tentang rencana kegiatan perawat dalam jadwaldinas tersebut
termasuk didalamnya adalah rencana masing-masing perawat (rencana harian) dan
rencana tambahan dari ketua tim (Krisnawati, 2017).

5) Postconference

Postcoference adalah komunikasi antara ketua tim dan perawat pelaksana yang membahas
hasil-hasil kegiatan sepanjang jadwal dinas dan dilakukan sebelum dilakukannya operan
kepada jadwal dinas berikutnya. Dalam postconference dibicarakan juga hasil dari asuhan
keperawatan dari masing-masing perawat pelaksana dan hal-hal penting apa yang akan
disampaikan pada saat operan sebagai tindak lanjut asuhan keperawatan (Krisnawati,
2017).

6) Manajemen Konflik

Dalam sebuah organisasi, konflik sangat mungkin terjadi antar individu yang bekerja di
suatu tempat yang sama. Konflik ini terjadi karena sekumpulan orang memiliki latar
belakang, sifat, karakter dan cara pandang yang berbeda. Ruangan MPKP pun tidak
terbebas dari konflik karena alasan-alasan tersebut. Penangananan konflik dapat berupa
melakukan kompetisi atau bersaing, berkolaborasi, menghindar, akomodasi atau
berkompromi. Tetapi penyelesaian konflik yang dianjurkan adalah dengan melakukan
kolaborasi, karena cara ini dapat untuk memuaskan kedua belah pihak yang sedang
mengalami konflik. Pihak yang sedang mengalami konflik didorong untuk menyelesaikan
masalah yang mereka hadapi dengan jalan mencari atau menemukan persamaan
kepentingan sehingga tidak ada salah satu pihakpun yang merasa dirugikan (Julianti, _).

7) Pendelegasian

Pendelegasian adalah melakukan pekerjaan melalui orang lain. Pendelegasian sangat


diperlukan agar aktivitas organisasi tetap berjalan untuk mencapai tujuan organisasi.
Pendelegasian dalam ruangan MPKP dilaksanakan dalam bentuk pendelegasian kepala
ruangan kepada perawat primer atau ketua tim, dan perawat primer atau ketua tim kepada
perawat pelaksana atau perawat asosiet. Mekanisme pendelegasian ini adalah pelimpahan
tugas dan wewenang, dan dilakukan secara berjenjang. Dalam penerapannya,
pendelegasian terbagi atas pendelegasian terencana dan pendelegasian insidental
(sewaktu-waktu). Pendelegasian terencana adalah pendelegasian yang secara otomatis
terjadi sebagai konsekuensi sistem penugasan yang diterapkan di ruang MPKP.
Sedangkan pendelegasian insidental terjadi jika salah satu personel dalam ruangan MPKP
berhalangan hadir. Beberapa prinsip yang dilakukan di dalam ruangan MPKP untuk
pendelegasian adalah sebagai berikut : Pada pendelegasian tugas yang terencana harus
menggunakan format pendelegasian tugas dan uraian tugas harus jelas dan terinci baik
secara verbal maupun tulisan (Krisnawati, 2017).

d. Pengendalian

Pengendalian adalah proses pengamatan dari seluruh kegiatan organisasi guna lebih
menjamin bahwa semua pekerjaan yang sedang dilakukan sesuai dengan rencana yang
telah ditentukan sebelumnya. Fayol (1998) mendefinisikan pengendalian sebagai
pemeriksaan mengenai apakah segala sesuatunya berjalan sesuai dengan rencana yang
telah disepakati, instruksi yang dikeluarkan, dan prinsip yang telah ditentukan yang
bertujuan menunjukkan kekurangan dan kesalahan agar dapat diperbaiki dan tidak terjadi
lagi. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengendalian meliputi penetapan standar
dan metode pengukuran prestasi kerja, melakukan pengukuran prestasi kerja, menetapkan
apakah prestasi kerja sesuai dengan standar serta mengambil tindakan korektif.
Pengendalian atau controlling meliputi pengendalian dalam indikator mutu umum,
kondisi pasien dan kondisi sumber daya manusia (SDM). Dalam indikator mutu umum
maka harus diperhatikan angka untuk Bed Occupancy Ratio (BOR), Average Lenght of
Stay (ALOS), turn over interval (TOI) dan angka terjadinya infeksi nosocomial
(Krisnawati, 2017).

1) BOR (Bed Occupation Rate)

Bed Occupancy Rate (BOR) adalah presentase pemakaian tempat tidur pada waktu
tertentu yang didefinisikan sebagai jumlah tempat tidur yang terpakai untuk perawatan
pasien di dalam ruangan terhadap jumlah tempat tidur yang tersedia. Standar nilai BOR
menurut Barber Johnson adalah 75%-85% (Standar Internasional), sedangkan standar
nilai Depkes RI adalah 60%-85%. Adapun perhitungan BOR adalah sebagai berikut.

Jumlah tempat tidur yang terisi


BOR X 100 Kapasitas
tempat tidur yang tersedia

2) Mutu Pelayanan

Keperawatan Penerapan upaya penjamin mutu keperawatan pasien dapat dilihat dari
beberapa aspek penilaian penting yang terdapat didalamnya. Indicator peningkatan mutu
pelayanan dapat dilihat terpenuhinya enam sasaran patient safety yaitu: a. Ketepatan
identifikasi pasien. b. Peningkatan komunikasi yang efektif. c. Peningkatan keamanan
obat yang perlu diwaspadai (high alert). d. Kepastian tempat lokasi dan tempat prosedur.
e. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan. f. Pengurangan risiko pasien
jatuh.

2. Pilar II: Sistem Penghargaan

Proses ini meliputi rekrutmen, seleksi, orientasi, penilaian kinerja dan pengembangan
staf. Dalam proses rekrutmen hal yang harus diperhatikan adalah menyepakati level
MPKP yang akan didirikan dan prioritas ruangannya. Dalam hal penyeleksian maka
dilakukan telaah dokumentasi, tes tertulis untuk semua pilar MPKP, tes wawancara
kepada perawat dan dilakukan presentasi visi, misi, dan kegiatan oleh calon kepala
ruangan.

a. Proses Rekrutmen Tenaga Perawat di Ruang MPKP

Dalam menentukan perawat di ruang MPKP, perlu diketahui kategori ruang MPKP yang
akan dikembangkan. Ruang MPKP dikategorikan menjadi 3 tingkat, yaitu: tingkat
Profesional I, II, III, Pemula, dan Transisi. Sebelum menetapkan proses perekrutan,
jumlah perawat yang dibutuhkan harus ditetapkan. Jenis tenaga perawat terdiri dari
Kepala Ruangan (Karu), perawat primer sebagai ketua tim, dan perawat pelaksana
(Krisnawati, 2017).

b. Proses Selekasi Tenaga Perawat di Ruang MPKP

Tenaga perawat yang akan bekerja di ruang MPKP dituntut untuk mengikuti proses
seleksi. Berikut ini adalah proses seleksi: 1. Proses seleksi dimulai dari peninjauan
dokumen untuk menetapkan perawat yang memenuhi syarat menjadi Kepala Ruangan
maupun Perawat Primer/Ketua Tim dan Perawat Pelaksana. 2. Semua perawat yang
memenuhi kriteria, dipanggil untuk tes tulis. Hasil tes tulis menetapkan perawat
pelaksana yang memenuhi kriteria dan calon ketua tim dan kepala ruangan. 3. Perawat
yang lulus tes tulis mengikuti tes wawancara. 4. Tahap selanjutnya adalah presentasi yang
diikuti oleh perawat yang memenuhi kriteria Karu dan Katim untuk memilih kepala
ruangan dan ketua tim (Krisnawati, 2017).

Tes tulis dilakukan oleh orang yang independen. Materi yang diujikan adalah
pengetahuan perawat terkait konsep MPKP, yang bertujuan untuk mengetahui sejauh
mana pengetahuan perawat tentang konsep MPKP. Wawancara dilakukan oleh Tim
Rumah Sakit yang terdiri dari: bagian administrasi dan bidang keperawatan dengan
menggunakan pedoman wawancara. Tujuan wawancara calon Karu dan Katim adalah
mengetahui sejauh mana pengetahuan mereka terhadap konsep manajemen, asuhan
keperawatan, kemampuan menyelesaikan konflik, motivasi, dan disiplin. Wawancara
dengan calon Perawat Pelaksana bertujuan mengetahui pengetahuannya terhadap
pengelolaan asuhan keperawatan, motivasi dan disiplin (Krisnawati, 2017).

Presentasi berisi visi, misi dan program kerja serta sesuai standar MPKP yang akan
dijalankan jika terpilih jadi Karu. Kemudian semua nilai direkapitulasi dan hasilnya
dikonsulkan kepada Pimpinan Rumah Sakit untuk menetapkan Kepala Ruangan. Jika
nama dan jumlah perawat telah ditetapkan sesuai dengan hasil tes, Pimpinan Rumah Sakit
membuat Surat Keputusan (SK) penempatan Perawat yang bekerja di ruang MPKP.
Sebelum perawat bekerja di ruang MPKP, mereka diminta untuk membuat pernyataan
akan kesediaannya bekerja dan mengembangkan ruang MPKP serta menandatanganinya.
Perawat diberi kejelasan tentang lingkup kerja dan pengembangan karier.

3. Pilar III: Hubungan Profesional

Profesional relationsip didefinisikan sebagai hubungan antara tim pemberi layanan


kesehatan (Gillies,1994 dalam Krisnawati, 2017). Hubungan ini meliputi komunikasi
profesional, bekerja sama secara tim dan kemampuan dalam memimpin. Didalam ruangan
MPKP hubungan profesional tersebut diwujudkan dalam rapat tim keperawatan yang
dilakukan minimal 1 (satu) bulan sekali dengan durasi waktu minimal 1 (satu) jam dan
dilakukan saat pertukaran dinas perawat pagi dengan sore. Hal lain yang dilakukan untuk
hubungan profesional ini adalah case conference (konferensi kasus) yaitu tim kesehatan
membahas salah satu kasus pasien yang terjadi di dalam ruangan MPKP. Rapat tim
kesehatan yang dilakukan antara dokter ruangan, kepala ruangan serta ketua tim adalah
sebagai salah satu alat terjalinnya hubungan profesional yang lebih baik.

a. Ronde Keperawatan

Metode keperawatan primer merupakan salah satu metode pemberian pelayanan


keperawatan dimana salah satu kegiatannya adalah ronde keperawatan, yaitu suatu
metode untuk menggali dan membahas dan secara mendalam masalah keperawatan yang
terjadi kepada pasien dan kebutuhan pasien akan keperawatan yang dilakukan oleh
PN/AN, konselor, kepala ruangan dan seluruh tim keperawatan dengan melibatkan secara
langsung sebagai fokus kegiatan. Ronde keperawatan akan memberikan media bagi
perawat untuk membahas lebih dalam masalah dan kebutuhan pasien serta merupakan
suatu proses belajar bagi perawat dengan harapan dalam meningkatkan kemampuan
kognitif, afektif, dan psikomotor. Kepekaan dan cara berfikir kritis perawat akan tumbuh
dan berlatih melalui suatu transfer pengetahuan dan mengaplikasikan konsep teori ke
dalam praktik perawatan.
Gambar 2.1 Langkah-langkah Kegiatan Ronde Keperawatan

Tahap Pra Ketua Tim

Penetapan Pasien

Tahap Pelaksanaan
di Nurse Station Persiapan Pasien:
- Informend consent
- Hasil pengkajian validasi data

Tahap Pelaksanaan
- Apa diagnosis
Penyajian Masalah
keperawatan?
- Apa data yang
mendukung?
- Bagaimana intervensi
yang sudah dilakukan?
- Apa hambatan yang
dilakukan?

Pasca Ronde
Validasi Data

Di kamar pasien

4. Pilar IV: Manajemen Asuhan Keperawatan


Manajemen asuhan keperawatan terbagi atas asuhan keperawatan dan continuity care.
Asuhan keperawatan dilakukan saat pasien masih berada dalam ruangan keperawatan,
sedangkan continuity care dilakukan saat pasien sudah tidak berada di ruangan
keperawatan, seperti di rumah atau di rumah sakit rujukan.

a. Dokumentasi Keperawatan

Dokumentasi keperawatan adalah suatu catatan yang dapat dibuktikan atau dijadikan
bukti dari segala macam tuntutan, yang berisi data lengkap, nyata, dan tercatat bukan
hanya tentang tingkat kesakitan dari pasien, tetapi juga jenis/tipe, kualitas dan kuantitas
pelayanan kesehatan dalam memenuhi kebutuhan pasien (Olfah & Abdul, 2016).

Proses dokumentasi keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,


perencanaan / intervensi, pelaksanaan / implementasi, dan evaluasi. Sistem
pendokumentasian yang berlaku saat ini adalah SOR (source oriented record) yaitu
sistem pendokumentasian yang berorientasi kepada lima komponen (lembar penilaian
berisi biodata, lembar order dokter, lembar riwayat medis / penyakit, catatan perawat,
catatan dan laporan khusus) (Olfah & Abdul, 2016).

b. Pengelolaan Sentralisasi Obat

Sentralisasi obat adalah pengolahan obat dimana seluruh obat yang akan diberikan kepada
pasien diserahkan pengelolaan sepenuhnya oleh perawat (Nursalam, 2014). Dalam teknik
pengelolaan obat akan dilakukan sepenuhnya oleh perawat dengan acuan sebagai berikut:
1. Penanggung jawab pengelola obat adalah kepala ruangan yang secara operasional dapat
mendelegasikan kepada staf yang ditunjukkan. 2. Keluarga wajib mengetahui dan ikut
serta mengontrol penggunaan obat serta menandatangani surat persetujuan sentralisasi
obat. 3. Penerimaan obat. 4. Pembagian obat dan penyimpangan persediaan obat. 5.
Penambahan obat baru (Krisnawati, 2017).

Gambar 2.2 Alur Pengelolaan Sentralisasi Obat


Dokter
Pendekatan oleh
perawat
Pasien/keluarga

Farmasi/apotek

Pasien/keluarga

- Surat persetujuan
sentralisasi obat dari
PN/ perawat yang menerima perawat
- Lembar serah
terima obat
- Buku serah
Pengaturan dan pengelolaan
terima/masuk obat
oleh perawat

Pasien/keluarga

c. Discharge Planning

Discharge planning adalah suatu proses dimana pasien mulai mendapatkan pelayanan
kesehatan yang diikuti dengan kesinambungan perawatan baik dalam proses
penyembuhan maupun dalam mempertahankan derajat kesehatannya sampai pasien
merasa siap untuk kembali ke lingkungannya. Discharge planning menunjukkan beberapa
proses formal yang melibatkan tim atau memiliki tanggung jawab untuk mengatur
perpindahan sekelompok orang ke kelompok lainnya (RCP, 2001 dalam Krisnawati,
2017).

Tujuan dilakukannya discharge planning adalah untuk mempersiapkan pasien dan


keluarga secara fisik dan psikologis untuk di transfer ke rumah atau ke suatu lingkungan
yang dapat disetujui, menyediakan informasi tertulis dan verbal kepada pasien dan
pelayanan kesehatan untuk mempertemukan kebutuhan mereka dalam proses
pemulangan, memfasilitasi proses perpindahan yang nyaman dengan memastikan semua
fasilitas pelayanan kesehatan yang diperlukan telah dipersiapkan untuk menerima pasien,
mempromosikan tahap kemandirian yang tertinggi kepada pasien, teman-teman dan
keluarga dengan menyediakan, memandirikan aktivitas perawatan diri (Krisnawati,
2017).

d. Metode/ Standar/ Pedoman/ Protap

Standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai yang diinginkan dan mampu
dicapai berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan. Berdasarkan Clinical Practice
Guidline (1990), standar merupakan keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan
sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal. Tujuan standar
keperawatan menurut Gillies (1989) dalam Krisnawati (2017) adalah untuk meningkatkan
kualitas asuhan keperawatan, mengurangi biaya asuhan keperawatan, dan melindungi
perawat dari kelalaian dalam melaksanakan tugas dan melindungi pasien dari tindakan
yang tidak terapeutik. Standar Pelayanan Keperawatan merupakan standar dalam
pemberian asuhan keperawatan pada pasien sesuai dengan penyakit pasien. Standar
Asuhan Keperawatan (SAK) berdasarkan kelompok penyakit: SAK bedah, SAK interna,
SAK Anak, SAK kegawatan dan lain-lain. Masing-masing kelompok SAK akan
dijabarkan sesuai dengan jenis kasus yang ada di suatu ruangan. Standar administrasi
merupakan standar yang berisikan kebijakan-kebijakan dari suatu rumah sakit.

B. MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN PROFESIONAL

Manajemen adalah diartikan sebagai proses untuk melaksanakan pekerjaan melalui upaya
orang lain. Manajemen keperawatan berarti proses pelaksanaan pelayanan keperawatan
melalui staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan, pengobatan, dan rasa
aman kepada pasien/keluarga/masyarakat. Agar manajemen yang dilakukan mengarah
pada kegiatan keperawatan secara efisien dan efektif, manajemen perlu dilaksanakan
berdasarkan fungsi-fungsi manajemen yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian,
pengimplementasian,serta pengendalian, dan pengawasan (Simamora, 2013). Model
Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) adalah sebuah sistem yang meliputi struktur,
proses, dan nilai professional yang memungkinkan perawat professional mengatur
pemberian asuhan keperawatan dan mengatur lingkungan untuk menunjang asuhan
keperawatan sebagai suatu model sebuah ruang rawat dapat menjadi contoh dalam praktik
keperawatan professional di Rumah Sakit.

Tujuan pengembangan MAKP yaitu untuk meningkatkan mutu askep melalui penataan
system pemberian asuhan keperawatan, memberikan kesempatan kepada perawat untuk
belajar melaksanakan MAKP dan menyediakan kesempatan kepada perawat untuk
mengembangkan penelitian keperawatan. Dan dasar pertimbangan pemilihan Model
Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) menurut Mc. Laughin, Thomas dean Barterm
(1995) dalam Krisnawati (2017) mengidentifikasikan 8 model pemberian asuhan
keperawatan, tetapi model yang umum dilakukan di rumah sakit adalah Keperawatan Tim
dan Keperawatan Primer. Karena setiap perubahan akan berdampak terhadap suatu stress,
maka perlu mempertimbangkan 6 unsur utama dalam penentuan pemilihan metode
pemberian asuhan keperawatan yaitu: a. Sesuai dengan visi misi institusi. b. Dapat
diterapkan proses keperawatan dalam asuhan keperawatan. c. Efisien dan efektif
penggunaan biaya. d. Terpenuhinya kepuasan klien, keluarga dan masyarakat. e.
Kepuasan kinerja perawat. f. Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan
tim kesehatan lainnya.

Sebelum mendemostrasikan tentang pengelolaan/manajemen praktek keperawatan


profesional di tatanan laboratorium keperawatan, anda perlu mengingat kembali tentang
beberapa model praktek untuk melandasi pemikiran Anda untuk membantu memberikan
masukan dalam pemilihan model yang tepat.

1. Model Asuhan Keperawatan Fungsional

Model Asuhan Keperawatan Fungsional adalah pengorganisasian tugas keperawatan yang


didasarkan kepada pembagian tugas menurut jenis pekerjaan yang dilakukan. Seorang
perawat dapat melakukan dua jenis atau lebih untuk semua klien yang ada di unit
tersebut. Metode ini berkembang ketika perang dunia II, akibat kurangnya perawat
profesional, maka banyak direkrut tenaga pembantu perawat. Mereka dilatih minimal cara
merawat, diajarkan tugas yang sederhana dan berulang seperti menyuntik, ukur tekanan
darah, mengukur suhu, merawat luka dan sebagainya. Awalnya hal tersebut bersifat
sementara, karena keterbatasan tenaga perawat yang ada, namun dalam kenyataannya hal
tersebut tetap bertahan sampai saat ini, khususnya di Indonesia. Contoh: Perawat A
tugasnya menyuntik, dan perawat B melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital serta
penyuapi pasien dan Perawat C bertugas untuk merawat luka dan sebagainya (Krisnawati,
2017).

2. Model Asuhan Keperawatan Tim

Model Asuhan Keperawatan Tim yaitu pengorganisasian pelayanan keperawatan oleh


sekelompok perawat dan sekelompok klien. Kelompok ini dipimpin oleh perawat
berijazah dan berpengalaman serta memiliki pengetahuan dalam bidangnya. Pembagian
tugas dalam kelompok dilakukan oleh pimpinan kelompok/Ketua Tim. Selain itu Ketua
Tim bertanggungjawab dalam mengarahkan anggotanya sebelum tugas dan menerima
laporan kemajuan pelayanan keperawatan klien serta membantu anggota tim dalam
menyelesaikan tugas apabila mengalami kesulitan. Selanjutnya ketua tim yang
melaporkan kepada kepala ruangan tentang kemajuan pelayanan atau asuhan keperawatan
klien (Hidayah, 2014).

3. Model Asuhan Keperawatan Alokasi Klien

Yaitu pengorganisasian pelayanan/asuhan keperawatan untuk satu atau beberapa klien


oleh satu perawat pada saat tugas/jaga selama periode waktu tertentu sampai klien pulang.
Kepala ruangan bertanggung jawab dalam pembagian tugas dan menerima laporan
tentang pelayanan keperawatan klien (Krisnawati, 2017).

4. Model Asuhan Keperawatan Primer

Keperawatan primer adalah suatu metode pemberian asuhan keperawatan dimana perawat
profesional bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap asuhan keperawatan
pasien selama 24 jam/hari. Metode ini dikembangkan sejak tahun 1970'an. Tanggung
jawab meliputi pengkajian pasien, perencanaan, Implementasi dan evaluasi asuhan
keperawatan dari sejak pasien masuk rumah sakit hingga pasien dinyatakan pulang, ini
merupakan tugas utama perawat primer yang dibantuolehperawatasosiet. Keperawatan
primer iniakan menciptakan kesempatan untuk memberikan asuhan keperawatan yang
komprehensif, dimana asuhan keperawatan berorientasi kepada pasien. Pengkajian dan
menyusun rencana asuhan keperawatan pasien dibawah tanggung jawab perawat primer,
danperawatassosiet yang akan melaksanakan rencana asuhan keperawatan dalam tindakan
keperawatan. Pada Model Asuhan Keperawatan Primer membutuhkan kualifikasi tertentu
karena perawat primer harus tenaga perawat profesional (Register Nurse) yang mengasuh
pasien mulai pengkajian, penentuan diagnosa, membuat rencana, melakukan
implementasi dan evaluasi. Dalam kegiatan implementasiperawat primer dibantu oleh
perawat assosiete. Jadi peran perawat associate adalah membantu saat pelaksanaan
tindakan. Perawat primer akan mengasuh 4 – 6 klien/pasien selama 24 jam (Krisnawati,
2017).

5. Model Asuhan Keperawatan Moduler (Primary dan Tim)

Yaitu pengorganisasian pelayanan atau asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat
profesionaldan non profesional (perawattrampil) untuk sekelompok klien dari mulai
masuk rumah sakit sampai pulang, disebut tanggung jawab total atau keseluruhan. Untuk
metode ini diperlukan perawat yang berpengetahuan, trampil dan memiliki kemampuan
memimpin. Idealnya 2 - 3 perawat untuk 8 - 12 klien (Krisnawati, 2017).

C. ANALISA SWOT

Analisis SWOT adalah identifikasi sebagi faktor untuk merumuskan strategi perusahaan.
Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan
peluang (opportunity), namun secara kebersamaan dapat meminimalkan kelemahan
(weakness) dan ancaman (threats). Keputusan strategis perusahaan perlu pertimbangan
faktor internal yang mencakup kekuatan dan kelemahan maupun faktor eksternal yang
mencakup peluang dan ancaman. Oleh karena itu perlu adanya pertimbangan-
pertimbangan penting untuk analisis SWOT. Dalam mengidentifikasi sebagai masalah
yang timbul dalam perusahaan, maka sangat diperlukan penelitian yang sangat cermat
sehingga mampu menentukan strategi yang sangat cepat dan tepat dalam mengatasi
masalah yang timbul dalam perusahaan. Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan
dalam mengambil keputusan antara lain (RSUD Dr. H. Soewondo, __):

1. Strength (Kekuatan)
Kekuatan yang dimaksud adalah suatu keunggulan dalam sumber daya, ketrampilan dan
kemampuan lainnya yang relative terhadap pesaing dan kebutuhan pasar yang dilayani
oleh perusahaan. Misalnya dalam hal teknologi yang dimiliki dan fasilitas yang dimiliki.

2. Weakness (Kelemahan)

Kelemahan yang dimaksud juga bisa berupa sumber daya,ketrampilan dan kemampuan
yang secara serius menghalangi kinerja efektifsuatu perusahaan. Contohnya, tingkat
ketrampilan karyawan dan kecilnya biaya promosi.

3. Opportunity (Peluang)

Peluang merupakan situasi utama yang menguntungkan dalam lingkungan perusahaan,


misalnya kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang
relatif tinggi.

4. Threats (Ancaman)

Ancaman adalah situasi utama yang tidak menguntungkan dalam lingkungan suatu
perusahaan. Sebagai contoh yaitu pesatnya persaingan penyedia jasa layanan kesehatan.

Faktor kekuatan dan kelemahan terdapat dalam suatu perusahaan, sedang peluang dan
ancaman merupakan faktor-faktor lingkungan yang dihadapi perusahaan yang
bersangkutan. Jika dapat dikatakan bahwa analisis SWOT merupakan instrumen yang
ampuh dalam merupakan analisis strategi, keampuhan tersebut terletak pada kemampuan
para penentu strategi perusahaan untuk memaksimalkan peranan faktor kekuatan dan
pemanfaatan peluang sebagai peluang sehingga berpern sebagai alat untuk
meminimalisasi kelemahan yang terdapat dalam tubuh perusahaan dan menekan dampak
ancaman yang timbul dan harus dihadapi. Matrik SWOT dapat menggambarkan secara
jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat
disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matrik SWOT sebagai
alat pencocokan yang mengembangkan empat tipe strategi yaitu SO, WO, ST dan WT.
Perencanaan usaha yang baik dengan metode SWOT dirangkum dalam matrik SWOT
yang dikembangkan oleh Kesrns sebagai berikut (Krisnawati, 2017):

Tabel 2.1 Metode SWOT


Internal Strengths (S) Weakness (W)
Tentukan 5 – 10 Tentukan 5 – 10
Eksternal faktor kekuatan faktor kelemahan
internal eksternal
Opportunities (O) STRATEGI SO SRATEGI WO
(O) Ciptakan strategi yang Ciptakan Strategi yang
Tentukan 5 – 10 menggunakan meminimalkan
faktor peluang kekuatan untuk kelemahan untuk
eksternal memanfaatkan memanfaatkan
peluang peluang
Treats (T) Strategi ST Strategi WT
Tentukan 5 – 10 Ciptakan strategi Ciptakan strategi
faktor ancaman yang menggunakan yang meminimalkan
eksternal kekuatan untuk kelemahan untuk
mengatasi menghindari
ancaman ancaman

Setelah melihat dari tabel tersebut, maka terdapat empatalternatif bagi perusahaan untuk
melakukan strategi pemasaran produknya. Alternatif-alternatif strategi pemasaran
tersebut antara lain:

1. Strategi SO

Strategi ini menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk memanfaatkan peluang


eksternal. Strategi SO berusaha dicapai dengan menerapkan strategi ST, WO, dan WT.
Apabila perusahaan mempunyai kelemahan utama pasti perusahaan akan berusaha
menjadikan kelemahan tersebut menjadi kekuatan. Jika perusahaan menghadapi ancaman
utama, perusahaan akan berusaha menghindari ancaman jika berkonsentrasi pada peluang
yang ada.

2. Strategi WO

Strategi ini bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal perusahaan dengan


memanfaatkan peluang eksternal yang ada. Salah satu alternative strategi WO adalah
dengan perusahaan melakukan perekrutan dan pelatihan staf dengan kemampuan dan
kualifikasi yang dibutuhkan.

3. Strategi ST
Strategi ini dilakukan dengan menggunakan kekuatan perusahaan untuk menghindari
ancaman jika keadaan memungkinkan atau meminimumkan ancaman eksternal yang
dihadapi. Ancaman eksternal ini tidak selalu harus dihadapi sendiri oleh perusahaan
tersebut, bergantung pada masalah ancaman yang dihadapi, seperti halnya faktor
perekonomian, peraturan pemerintah, gejala alam, dan lain sebagainya.

4. Strategi WT

Posisi ini sangat menyulitkan perusahaan , akan tetapi tidak menutup kemungkinan bagi
perusahaan untuk mengatasi posisi yang menyulitkan ini. Perusahaan harus memperkecil
kelemahan atau jika memungkinkan perusahaan akan menghilangkan kelemahan internal
serta menghindari ancaman eksternal yang ada guna pencapaian tujuan perusahaan.

Interpretasi Hasil Analisis SWOT untuk Pengembangan:

a. Jika faktor kekuatan dan peluang lebih dominan atau lebih besar dari kelemahan dan
ancaman maka Rumah Sakit sudah mampu bersaing dengan pesaing-pesaing yang
ada.
b. Jika faktor kekuatan dan peluang lebih kecil bila dibandingkan dengan faktor
kelemahan dan ancaman maka Rumah Sakit harus melakukan konsolidasi kedalam
untuk memperkuat dirinya sebelum bersaing dengan yang lain.

BAB III
ANALISA SITUASI

A. ANALISA SITUASI RUANGAN

Rumah Sakit Bhayangkara Tk.I R. Said Sukanto (RS. Polri) merupakan rumah sakit tipe
A dengan status kepemilikan dibawah kepolisian RI dan status pengelolaannya masuk ke
dalam Badan Layanan Umum (BLU) sesuai keputusan Menkeu RI Nomor: 399/KMK-
05/2010 tanggal 27 September 2010. Akreditasi RS. Polri sudah tercatat dalam KARS
Kemkes dengan status akreditasi penuh tingkat lengkap untuk 16 bidang pelayanan pada
tahun 2010 dengan nomor Sertifikasi Akreditasi No. YM.01.10/III/7956/10 dan
merupakan rumah sakit pendidikan berdasarkan SK Kemkes RI Nomor:
HK.03.01/IV/SK/591/2010 pada tanggal 21 Mei 2010. Pada tahun 2016 RS. Polri telah
lulus akreditasi PARIPURNA tanggal 26 September 2016 dengan Sertifikasi Akreditasi
No: KARS-SERT/388/IX/2016.

Secara geografis RS. Polri beralamat di Jl. Raya Bogor, Kramat Jati Jakarta Timur 13510,
luas tanah 4,2ha dan luas bangunan 27.063m2 yang terdiri dari gedung rawat inap, gedung
rawat jalan, dan gedung promoter (gedung rawat inap kepresidenan) dengan jumlah
tempat tidur 1118 TT. Di sekitar rumah sakit terdapat beberapa fasilitas umum antara lain
asrama polisi, depkes dan pasar induk kramat jati, tempat perbelanjaan, tempat makan
dan resto. Populasi penduduk di lingkungan rumah sakit adalah 28.129 jiwa dengan laju
pertumbuhan (fertility rate) 1,5%. Batas wilayah rumah sakit bagian utara: Jalan RS Polri,
barat: Komplek perumahan Depkes, timur: jalan tol Cawang – Bogor, dan selatan:
pemukiman penduduk.

Dengan pengelolaan keuangan BLU RS. Polri berusaha meningkatkan pelayanan dengan
menyelenggarakan kegiatan seperti: 1. pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam
bentuk promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. 2. Pengembangan pelayanan dengan
melengkapi fasilitas rumah sakit. 3. Pelayanan kesehatan lainnya. 4. Pendidikan,
penelitian, dan usaha lain dalam bidang kesehatan.

Pelayanan yang terdapat di RS Bhayangkara Tk. I R.Said Sukanto, terdapat pelayanan


rawat jalan sebanyak 30 poli rawat jalan medical check up, klinik matahari (melayani
VCT pasien HIV/AIDS), klinik kosmetik medik), pelayanan penunjang medis
(laboratorium 24 jam (pemeriksaan hematologi, pemeriksaan kimia, pemeriksaan
serologi, pemeriksaan mikrobiologi, pemeriksaan imunologi), radiodiagnostik (USG, ST
SCAN, MRI, MSCT), bank darah 24 jam, patologi anatomi, rehabilitasi medis (pelayanan
fisioterapi, pelayanan terapi wicara, pelayanan ortotik prostotik, pelayanan akupuntur),
medical check up, hemodialisa, pelayanan intervensi kardiovaskuler (cath lab), pelayanan
kedokteran kepolisian (intalansi kedokteran forensik, pusat pelayanan terpadu (PTT) yang
memberikan pelayana kepada perempuan dan anak korban kekerasan serta trafficking,
pelayanan sentra visum dan medikolegal, instalasi narkoba, instalasi psikiatrik forensik,
medical check up, hemodialisa, pelayanan intervensi kardiovaskuler (cath lab)),
pelayanan penunjang lainnya (instalasi gizi,instalasi laundry, instalasi CSSD, rumah
transit jenazah, pelayanan ambulance, helipad, pengolahan limbah padat dan cair,
pelayanan laboratorium 24 jam, pelayanan radiologi 24 jam, pelayanan pathologi klinik,
pemeriksaan DNA, apotik, ambulance emergency dan transportasi, ambulance jenazah),
fasilitas penunjang (produk pelayanan kesehatan yang tersedia (pelayanan IGD 24 jam,
ECU, pelayanan rawat jalan senin s.d jumat, pelayanan rawat inap, ICU/ICCU,
intermediate care, medical check up (MCU) polri dan umum, kamar bedah, kamar
bersalin, hemodialisa, endoskopi, rehabilitasi medic, hiperbarik, forensic klinik, visum Et-
Reprtum.

Fasilitas kesehatan dalam upaya pengembangan pelayanan rumah sakit berupa: a.


Pengembangan kapasitas R. ICU (Intensive Care Unit). b. Membangun instalasi
Kedokteran Forensik. c. Membangun fasilitas kardiovaskular intervensional (Cathlab). d.
Membangun fasilitas ESWL. d. Membangun gedung promoter (gedung rawat inap
kepresidenan). Semua fasilitas diatas sekarang sudah tersedia di RS.Polri dan sudah
berjalan.RS.Polri berorientasi pada kepuasan pelanggan dan berupaya menjadikan rumah
sakit sebagai institusi pemerintah yang ditangani secara efektif dan efisien. Dengan
demikian rumah sakit akan mampu memberikan pelayanan yang bermutu tetapi tetap
terjangkau serta tidak meninggalkan peran sosialnya.

Visi dari RS.Polri yaitu menjadi rumah sakit unggulan bidang pelayanan kesehatan dan
kedokteran kepolisian tingkat nasional.Dan misi dari rumah sakit yaitu a. Memberikan
pelayanan kesehatan secara prima dan paripurna yang terstandarisasi. b. Memberikan
dukungan kedokteran kepolisian sesuai kebutuhan operasional polri secara optimal dan
paripurna. c. Menjadi tempat pendidikan dan penelitian tenaga kesehatan yang
terpandang. d. Melaksanakan keselamatan pasien yang terstandarisasi. e. Menyiapkan
sarana dan prasarana serta alat-alat kesehatan yang terkini. f. Memiliki SDM yang
profesional, etis, kompetitif, unggul dan bermoral. Falsafah dari rumah sakit yaitu dengan
Iman dan Taqwa kepada Tuhan YME, berdasarkan Pancasila kita tingkatkan derajat
kesehatan masyarakat Indonesia.Nilai-nilai yang dianut yaitu penolong, pelayan, peduli,
dan paripurna.Motto rumah sakit “Kesembuhan Pasien Harapan Kami”.

Pelayanan rawat jalan di RS.Polri ada 30 jenis pelayanan poliklinik terdiri dari 23 jenis
spesialis dan 5 jenis sub-spesialis.Jumlah tenaga dokter spesialis ada 61 dokter, dan sub-
spesialis ada 6 dokter. Jumlah tenaga kesehatan lainnya yang bertugas di poliklinik ada 81
perawat dengan latar belakang pendidikan Ners sebanyak 10 orang dan D3 keperawatan
sebanyak 69 orang, SPK 2 orang, D3 Kebidanan sebanyak 9 orang, D3 Gizi 1 orang, dan
D3 ARO 3 orang.

Unit rawat jalan RS.Polri menggunakan MAKP dengan Metode Tim dan dipimpin oleh 1
orang kepala ruangan yang membawahi seluruh poliklinik. Masing-masing poliklinik
dipimpin oleh 1 orang ketua tim dan dibantu oleh 3 – 4 orang perawat pelaksana.
Poliklinik beroperasi mulai dari hari Senin s/d Jum’at dan hanya terdiri dari satu
shift.Waktu operasional mulai dari pukul 07.00 s/d 15.00 WIB.Kepala ruangan
didampingi oleh wakil kepala ruangan I dan wakil kepala ruangan II mempunyai tugas
masing-masing yang berbeda (terlampir), dan tugas perawat pelaksana menjalankan tugas
sesuai fungsinya (terlampir).Katim mempunyai uraian tugas sendiri / individu (terlampir).

Poliklinik spesialis terdiri poli urologi, poli mata, poli kulit dan kelamin, poli THT, poli
paru, poli gigi dan mulut, poli anak, poli psikologi, poli jiwa, poli anestesi, poli penyakit
dalam, poli saraf, poli endokrin, poli obgyn, poli jantung, poli gigi, poli bedah: poli bedah
umum, poli bedah saraf, poli bedah onkologi, poli bedah anak, poli bedah plastik, poli
bedah orthopedi. Poliklinik sub-spesialis terdiri dari poli sub-spesialis ginekologi
onkologi, poli sub-spesialis bedah thorax, poli sub-spesialis bedah digestif, poli sub-
spesialis bedah vaskuler, poli sub-spesialis spain. Jumlah kunjungan pasien poliklinik
pada tahun 2019 sebanyak 402.477 pasien.Pada tahun 2020 jumlah kunjungan dari bulan
Januari – Juni sebanyak 148.254 pasien.

Data sertifikasi perawat yang di dapat dari 5 layanan poliklinik yaitu perawat poli paru
berjunmlah 5 orang dan 3 diantaranya sudah mengikuti pelatihan DOTS
tersertifikasi.Perawat poli anak berjumlah 5 orang dan 1 diantaranya sudah mengikuti
pelatihan imunisasi tersertifikasi.Perawat poli bedah berjumlah 12 orang dan 1
diantaranya sudah mengikuti pelatihan bedah tersertifikasi.Perawat poli penyakit dalam
berjumlah 5 orang dan belum ada yang mengikuti pelatihan.Perawat poli jantung
berjumlah 4 orang dan belum ada yang mengikuti pelatihan.

Terkait keselamatan pasien pada unit rawat jalan RS.Polri sudah menetapkan beberapa
standard yang harus dilaksanakan dalam keselamatan pasien, yaitu 1.Mengidentifikasi
pasien dengan benar. Ketepatan identitas, dalam hal ini target yang harus dipenuhi adalah
100%. Label identitas tidak tepat apabila tidak terpasang, salah pasang, salah penulisan
nama, gelar, jenis kelamin, dan alamat. 2. Meningkatkan komunikasi yang efektif.
Ketepatan penyampaian hasil penunjang harus 100%, yang dimaksud tidak tepat apabila
salah ketik, salah memasukkan di berkas pasien / tertukar.Meningkatkan keamanan obat
yang perlu diwaspadai (High Alert Medication).Ketepatan pemberian obat dengan enam
benar. 3. Terlaksananya proses tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien yang menjalani
tindakan dan prosedur. Terpasang gelang identitas bagi pasien yang di rawat inap, dalam
hal ini target yang harus terpenuhi adalah 100%. 4. Dikuranginya risiko infeksi terkait
pelayanan kesehatan. Upaya mengurangi risiko infeksi salah satunya mencuci tangan
enam langkah dan tepat lima momen. 5. Mengurangi risiko cedera karena pasien jatuh.
Dengan menempelkan stiker atau memasang label pada pasien yang memiliki risiko jatuh
tinggi diketahui melalui beberapa penilaian.

Untuk permohonan pelaporan perbaikan alat yang rusak di unit rawat jalan biasanya
kepala ruangan mencatat terlebih dahulu dan melakukan pengecekan alat, lalu ditulis di
dalam lembar permohonan perbaikan alat dan diserahkan ke bagian TAUD/
WATSAR.Untuk linen di unit rawat jalan prosedurnya melalui sistem linen centralisasi,
lalu masing-masing ruangan mengajukan jumlah linen sesuai jumlah pasien setiap
ruangan, pergantian linen dilakukan setiap hari dan bila ada kondisi linen yang tidak
memadai langsung diganti.Di masa pandemi COVID-19 menggunakan gown untuk APD
level 2 dan setiap hari sudah tersedia.

Pada siatuasi pandemi COVID-19 saat ini layanan unggulan di rawat jalan RS.Polri yaitu
poli paru dikarenakan rumah sakit termasuk ke dalam RS rujukan COVID-19 untuk
umum dan seluruh kesatuan polri di Indonesia. Terkait dengan SOP saat pandemi
CPVID-19 rumah sakit sudah mempunyai dan menjalankan SOP nya dengan baik seperti
SOP pysical distancing di rawat jalan, SOP transfer pasien COVID-19 dari rawat jalan ke
rawat inap, SOP skreening pasien yang di duga suspek dan atau terkonfirmasi COVID-19
di rawat jalan. Untuk perawat yang bertugas di unit rawat jalan menggunakan APD level
2, cara penggunaan dan pelepasan APD rumah sakit sudah mempunyai SOP nya
tersendiri.

Data terkait sepuluh besar penyakit di instalasi rawat jalan periode bulan Juli 2020, yaitu
chronic renal failure unspecified sebanyak 605 kasus, malignan neoplasm breast
unspecified sebanyak 576 kasus, desease of pulp and periapical tissues sebanyak 551
kasus, non insulin dependent DM sebanyak 496 kasus, CKD sebanyak 477 kasus,
atherosklerotic heart desease sebanyak 379 kasus, pregnancy (not yet confirmed covid-
19) sebanyak 341 kasus, urinary calculus unspecified sebanyak 286 kasus, arthrosis
unspecified sebanyak 275 kasus, dan LBP sebanyak 266 kasus, dengan total keseluruhan
4.252 kasus.

Alur Pasien Rawat Jalan Suspek / Terkonfirmasi PNEUMONIA COVID-19 di RS. Polri:

Pasien dengan gejala:


Demam / riwayat demam; batuk/ pilek/
sakit tenggorokan; sesak/ kesulitan
bernapas; riwayat bepergian ke LN/
daerah terdampak Covid-19

Gambaran pneumonia pada foto thoraks; Kontak erat


dengan kasus terkonfirmasi COVID-19; bekerja
mengunjungi fasilitas kesehatan yang merawat kasus Orang dalam pemantauan
konfirmasi COVID-19; riwayat kontak hewan penular (ODP) rawat jalan.
(jika sudah terkonfirmasi).
B. ANALISA SWOT
1. Pilar I

Strength (Kekuatan) Weekness (Kelemahan) Opportunity (Kesempatan) Threats (Ancaman)


Perencanaan (Planning)
a. Unit rawat jalan sudah memiliki a. Masih ada perawat lulusan a. Rumah sakit berorientasi pada a. Persaingan antar rumah sakit
visi dan misi dalam bidang SPK. kepuasan pelanggan dan terkait pelayanan kesehatan
keperawatan. b. Jenjang pendidikan S1+Ners berupaya menjadikan sebagai yang diberikan.
b. Rencana kegiatan sudah masih terbatas. institusi pemerintah yang b. Jarak antar rumkit berdekatan
tersusun dibuat oleh karu dan c. Perawat yang memiliki ditangani secara efektif dan dan bersaing dengan RS milik
katim. sertifikasi pelatihan masih efisien. pemda.
c. Ruangan sudah memiliki SOP terbatas. b. Adanya akreditasi RS yang bisa c. Pengetahuan masyarakat
tersendiri terkait transfer pasien mendorong penerapan MAKP semakin baik tentang pelayanan
yang diduga/ terkonfirmasi di masing-masing unit. kesehatan, maka masyarakat
COVID-19. c. Adanya kesempatan menjadi mudah untuk protes terkait
d. Pembagian tugas sudah sesuai percontohan bagi unit lain pelayanan yang didapatkan.
dan perhitungan kebutuhan maupun RS lain sebagai rumkit
tenaga unit rawat jalan sudah percontohan dan pendidikan.
sesuai. d. Menjadi rumkit rujukan di
daerah jakarta dan pusat rujukan
nasional kepolisian RI.
Pengorganisasian (Organizing)
a. Memiliki struktur organisasi a. Masih ada perawat lulusan a. Memberikan kesempatan a. Tuntutan agar pelayanan
ruangan. SPK. kepada perawat untuk keperawatan profesional.
b. Kepala ruangan menetapkan b. Banyak perawat lulusan D3 mengikuti kegiatan seminar b. Protes dari masyarakat dan
katim di masing-masing unit Kep. keperawatan. percontohan rumkit lain yang
poliklinik. b. Memberikan kesempatan akan melakukan akreditasi
c. Katim dibantu oleh 3-4 perawat kepada perawat untuk karena RS. Polri sudah
pelaksana. melanjutkan pendidikan. akreditasi Paripurna.
d. Jadwal dinas sudah dibuat
sebelum waktu dinas.
Pengarahan (Actuating)
a. Shift rawat jalan hanya terdapat a. Saat preconference masih ada b. Mahasiswa UMHT yang a. Perawat yang lulusan SPK
1 shift saja dan beroperasi dari petugas yang terlambat praktek stase Manajemen belum dapat memberikan
hari Senin s/d Jumat. Keperawatan dapat memberikan pelayanan yang diharapkan.
b. MAKP di unit rawat jalan masukan kepada unit rawat b. Rumkit harus mendukung setiap
menggunakan Metode Tim. jalan terkait hal yang perlu tenaga kesehatan untuk
c. Perawat sudah melakukan pre diperbaiki/ ditingkatkan. melanjutkan pendidikan.
conference yang dipimpin oleh c. Visi dan misi rumkit sudah c. Risiko terjadinya komunikasi
kepala ruangan. tergambar dalam pelayanan, yang tidak efektif karena
d. Petugas kesehatan yang berorientasi pada kepuasan ketidakpahaman antara perawat
melayani Covid-19 pasien dan sudah mendapatkan S1+Ners dengan lulusan D3
menggunakan APD level 3dan akreditasi paripurna dari KARS. atau SPK.
petugas kesehatan yang tidak
melayani Covid-19
menggunakan APD level 2 di
masa pandemi COVID-19 dan
sudah memiliki SOP nya
tersendiri.
e. Pasien dilakukan triase sebelum
memasuki unit rawat jalan, dan
bila diduga/ terindikasi COVID-
19 maka diarahkan sesuai
protokol yang ditetapkan RS.
f. Sebelum masuk ke unit rawat
jalan, pasien dilakukan triase
(cek suhu, dan kondisi
kesehatan) oleh petugas yang
terlatih.
Pengendalian (Controlling)
a. Terdapat format penilaian a. Dokumentasi asuhan a. Adanya pelatihan PPI dari Tim a. Karena dokumentasi belum
dokumentasi asuhan keperawatan belum secara PPI rumkit bagi tenaga terkomputerisasi dikhawatirkan
keperawatan. komputerisasi. kesehatan baru atau mahasiswa data pasien ada yang hilang/
b. Terdapat SOP yang b. Beberapa pelayanan masih praktek. tertukar.
terstandarisasi terkait dicatat secara manual. b. Komunikasi terarah dan b. Pendokumentasian asuhan
keselamatan pasien di rawat berjenjang sesuai kedudukan. keperawatan tidak sesuai
jalan. standar karena jenjang
c. Perhitungan kebutuhan tenaga pendidikan perawat di unit
kerja di unit rawat jalan sudah rawat jalan.
sesuai.

2. Pilar II
a. Sistem Kompensasi dan Penghargaan
Strength (Kekuatan) Weekness (Kelemahan) Opportunity (Kesempatan) Threats (Ancaman)
a. Penilaian kinerja perawat a. Sebagian besar perawat lulusan a. Rumkit memberikan a. Promosi dan pemberian intensif
dilakukan oleh kepala ruangan. D3 dan masih ada yang kesempatan bagi perawat untuk khusus bagi oerawat jika tidak
b. Ada orientasi ruangan bagi berpendidikan SPK 2 orang, mengikuti pelatihan ataupun dilakukan secara periodik
tenaga kesehatan yang baru sehingga belum memenuhi melanjutkan pendidikan. berpotensi menurunkan
mendaftar. kriteria level MPKP. motivasu kerja.
c. Dari lima poli yang digunakan b. Penilaian harus dilakukan
sudah ada 3 poli yang secara berkesinambungan dan
melaporkan perawat yang evaluasi perbaikan pelayanan
memiliki sertifikasi. unit rawat jalan.

3. Pilar III
a. Hubungan Profesional

Strength (Kekuatan) Weekness (Kelemahan) Opportunity (Kesempatan) Threats (Ancaman)


a. Kolaborasi dengan tenaga a. Jam dokter terkadang suka a. Rumkit banyak menjalin kerja a. Hubungan profesional antar
kesehatan lain (dokter) sudah mundur karena kesibukan sama dengan institusi kesehatan disiplin ilmu (dokter, perawat,
terjalin dengan baik. dengan pasien di ruang maupun pendidkan. fisioterapi, psikiater) rentan
b. Pre conference rawat jalan perawatan lain dan ada kegiatan b. Menjadi rumah sakit pendidikan terjadi kesalahan.
sudah berjalan baik dan kedinasan polri dan dapat menjadi rumkit b. Terdapat rumah sakit
pembagian tugas sudah sesuai b. Beban kerja yang tinggi rentan percontohan untuk kelas pendidikan lain milik pemda
dan diterima. membuat tenaga kesehatan dibawah nya. dengan pelayanan yang
c. Pelaporan pasien dilakukan stress apalagi dalam situasi c. Saat ini menjadi rumah sakit mungkin lebih baik dan
melalui telp ataupun sosial pandemi COVID-19. rujukan COVID-19 baik untuk memuaskan.
media whatssapp. c. APD untuk petugas kesehatan umum maupun kepolisian
d. SOP serah terima dan transfer belum terpenuhi terutama untuk tingkat nasional.
pasien antar ruangan sudah ada APD level 2.
SOP tersendiri.

4. Pilar IV
a. Manajemen Asuhan Keperawatan

Strength (Kekuatan) Weekness (Kelemahan) Opportunity (Kesempatan) Threats (Ancaman)


a. Proses asuhan keperawatan a. Pendokumentasian belum c. Perawat dengan jenjang a. Berpotensi menimbulkan
sudah terstruktur (pengkajian, dilakukan secara optimal. pendidikan S1+Ners dapat komplain dan ketidakpuasan
diagnosa, perencanaan, b. Training yang diberikan kepada memberikan contoh terhadap pasien karena asuhan yang
implementasi, dan evaluasi). perawat belum tersertifikasi. yang lain. diberikan belum sesuai standar.
b. Komunikasi terapeutik b. Bersaing dengan rumkit
dipertahankan dengan sejawat pendidikan lain.
ataupun pasien dan keluarga.
c. Memberikan penkes/ discharge
planning sesaat setelah pasien
selesai diperiksa.
d. Training untuk perawat poli di
masing-masing bidang
C. PERUMUSAN MASALAH

Analisis Faktor Strategis Internal (IFAS) Skor (1 – 10) Bobot Nilai x Bobot

Pilar I S:
1. Unit rawat jalan sudah memiliki visi dan misi dalam bidang keperawatan.
2. Rencana kegiatan sudah tersusun dibuat oleh karu dan katim. 8 0,47 3,76
3. Ruangan sudah memiliki SOP tersendiri terkait transfer pasien yang diduga/ 8 0,47 3,76
terkonfirmasi COVID-19. 9 0,52 4,68
4. Pembagian tugas sudah sesuai dan perhitungan kebutuhan tenaga unit rawat
jalan sudah sesuai. 7 0,41 2,87
5. Memiliki struktur organisasi ruangan.
6. Kepala ruangan menetapkan katim di masing-masing unit poliklinik. 8 0,47 3,76
7. Katim dibantu oleh 3-4 perawat pelaksana. 9 0,52 4,68
8. Jadwal dinas sudah dibuat sebelum waktu dinas. 7 0,41 2,87
9. Shift rawat jalan hanya terdapat 1 shift saja dan beroperasi dari hari Senin 6 0,35 2,1
s/d Jumat. 5 0,29 1,45
10. MAKP di unit rawat jalan menggunakan Metode Tim.
11. Perawat sudah melakukan pre conference yang dipimpin oleh kepala 5 0,29 1,45
ruangan. 6 0,35 2,1
12. Petugas kesehatan yang melayani Covid-19 menggunakan APD level 3dan
petugas kesehatan yang tidak melayani Covid-19 menggunakan APD level 2 10 0,58 5,8
di masa pandemi COVID-19 dan sudah memiliki SOP nya tersendiri.
13. Pasien dilakukan triase sebelum memasuki unit rawat jalan, dan bila diduga/
terindikasi COVID-19 maka diarahkan sesuai protokol yang ditetapkan RS. 8 0,47 3,76
14. Sebelum masuk ke unit rawat jalan, pasien dilakukan triase (cek suhu, dan
kondisi kesehatan) oleh petugas yang terlatih. 8 0,47 3,76
15. Terdapat format penilaian dokumentasi asuhan keperawatan.
16. Terdapat SOP yang terstandarisasi terkait keselamatan pasien di rawat jalan. 7 0,41 2,87
17. Perhitungan kebutuhan tenaga kerja di unit rawat jalan sudah sesuai. 10 0,58 5,8
Total: 5 0,29 1,45
W: 7,35 56,92
1. Masih ada perawat lulusan SPK.
2. Jenjang pendidikan S1+Ners masih terbatas.
3. Perawat yang memiliki sertifikasi pelatihan masih terbatas. 4 0,5 2
4. Masih ada perawat lulusan SPK. 5 0,62 3,1
5. Banyak perawat lulusan D3 Kep. 5 0,62 3,1
6. Saat preconference masih ada petugas yang terlambat. 4 0,5 2
7. Dokumentasi asuhan keperawatan belum secara komputerisasi. 6 0,75 4,5
8. Beberapa pelayanan masih dicatat secara manual. 5 0,62 3,1
Total: 6 0,75 4,5
6 0,75 4,5
5,11 26,8
S:
1. Penilaian kinerja perawat dilakukan oleh kepala ruangan.
2. Ada orientasi ruangan bagi tenaga kesehatan yang baru mendaftar. 6 2 12
3. Dari lima poli yang digunakan sudah ada 3 poli yang melaporkan perawat 7 2,3 16,1
yang memiliki sertifikasi. 8 2,6 20,8
Total:
Pilar II
W: 6,9 48,9
1. Sebagian besar perawat lulusan D3 dan masih ada yang berpendidikan SPK
2 orang, sehingga belum memenuhi kriteria level MPKP.
Total: 5 5 25

5 25
S:
1. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain (dokter) sudah terjalin dengan
baik. 8 2 16
2. Pre conference rawat jalan sudah berjalan baik dan pembagian tugas sudah
sesuai dan diterima. 6 1,5 9
3. Pelaporan pasien dilakukan melalui telp ataupun sosial media whatssapp.
4. SOP serah terima dan transfer pasien antar ruangan sudah ada SOP 6 1,5 9
tersendiri. 8 2 16
Total:
Pilar III
W: 7 50
1. Jam dokter terkadang suka mundur karena kesibukan dengan pasien di
ruang perawatan lain dan ada kegiatan kedinasan polri
2. Beban kerja yang tinggi rentan membuat tenaga kesehatan stress apalagi
dalam situasi pandemi COVID-19. 5 1,6 8
3. APD untuk petugas kesehatan belum terpenuhi terutama untuk APD level 2.
Total: 7 2,3 16,1
7 2,3 16,1
6,2 40,2
Pilar IV S:
1. Proses asuhan keperawatan sudah terstruktur (pengkajian, diagnosa,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi). 5 1,25 6,25
2. Komunikasi terapeutik dipertahankan dengan sejawat ataupun pasien dan
keluarga. 7 1,75 12,25
3. Memberikan penkes/ discharge planning sesaat setelah pasien selesai
diperiksa. 7 1,75 12,25
4. Training untuk perawat poli di masing-masing bidang
Total: 7 1,75 12,25
W: 6,5 43
1. Pendokumentasian belum dilakukan secara optimal.
2. Training yang diberikan kepada perawat belum tersertifikasi.
Total: 7 3,5 24,5
6 3 18
6,5 42,5
TOTAL = x ∑S – ∑W = 198,82 – 134,5 = 64,32

Analisis Faktor Strategis Eksternal (EFAS) Skor (1 – 10) Bobot Nilai x Bobot

Pilar I O:
1. Rumah sakit berorientasi pada kepuasan pelanggan dan berupaya
menjadikan sebagai institusi pemerintah yang ditangani secara efektif dan 7 0,7 4,9
efisien.
2. Adanya akreditasi RS yang bisa mendorong penerapan MAKP di masing-
masing unit. 6 0,6 3,6
3. Adanya kesempatan menjadi percontohan bagi unit lain maupun RS lain
sebagai rumkit percontohan dan pendidikan. 7 0,7 4,9
4. Menjadi rumkit rujukan di daerah jakarta dan pusat rujukan nasional
kepolisian RI. 8 0,8 6,4
5. Memberikan kesempatan kepada perawat untuk mengikuti kegiatan seminar
keperawatan. 7 0,7 4,9
6. Memberikan kesempatan kepada perawat untuk melanjutkan pendidikan.
7. Mahasiswa UMHT yang praktek stase Manajemen Keperawatan dapat 8 0,8 6,4
memberikan masukan kepada unit rawat jalan terkait hal yang perlu 8 0,8 6,4
diperbaiki/ ditingkatkan.
8. Visi dan misi rumkit sudah tergambar dalam pelayanan, berorientasi pada
kepuasan pasien dan sudah mendapatkan akreditasi paripurna dari KARS. 8 0,8 6,4
9. Adanya pelatihan PPI dari Tim PPI rumkit bagi tenaga kesehatan baru atau
mahasiswa praktek. 7 0,7 4,9
10. Komunikasi terarah dan berjenjang sesuai kedudukan.
Total: 7 0,7 4,9
T: 7,3 53,7
1. Persaingan antar rumah sakit terkait pelayanan kesehatan yang diberikan.
2. Jarak antar rumkit berdekatan dan bersaing dengan RS milik pemda.
3. Pengetahuan masyarakat semakin baik tentang pelayanan kesehatan, maka
masyarakat mudah untuk protes terkait pelayanan yang didapatkan. 8 0,8 6,4
4. Tuntutan agar pelayanan keperawatan profesional. 8 0,8 6,4
5. Protes dari masyarakat dan percontohan rumkit lain yang akan melakukan 8 0,8 6,4
akreditasi karena RS. Polri sudah akreditasi Paripurna.
6. Perawat yang lulusan SPK belum dapat memberikan pelayanan yang 7 0,7 4,9
diharapkan. 6 0,6 3,6
7. Rumkit harus mendukung setiap tenaga kesehatan untuk melanjutkan
pendidikan. 7 0,7 4,9
8. Risiko terjadinya komunikasi yang tidak efektif karena ketidakpahaman
antara perawat S1+Ners dengan lulusan D3 atau SPK. 7 0,7 4,9
9. Karena dokumentasi belum terkomputerisasi dikhawatirkan data pasien ada
yang hilang/ tertukar. 7 0,7 4,9
10. Pendokumentasian asuhan keperawatan tidak sesuai standar karena jenjang
pendidikan perawat di unit rawat jalan. 5 0,5 2,5
Total:
5 0,5 2,5
47,4
O:
1. Rumkit memberikan kesempatan bagi perawat untuk mengikuti pelatihan
ataupun melanjutkan pendidikan. 7 7 49
Total:
T: 7 49
1. Promosi dan pemberian intensif khusus bagi oerawat jika tidak dilakukan
Pilar II secara periodik berpotensi menurunkan motivasu kerja.
2. Penilaian harus dilakukan secara berkesinambungan dan evaluasi perbaikan
pelayanan unit rawat jalan. 5 2,5 12,5
Total:
5 2,5 12,5

5 25
O:
1. Rumkit banyak menjalin kerja sama dengan institusi kesehatan maupun
pendidkan. 7 2,3 16,1
2. Menjadi rumah sakit pendidikan dan dapat menjadi rumkit percontohan
untuk kelas dibawah nya. 7 2,3 16,1
3. Saat ini menjadi rumah sakit rujukan COVID-19 baik untuk umum maupun
kepolisian tingkat nasional. 8 2,6 20,8
Total:
Pilar III T: 7,2 53
1. Hubungan profesional antar disiplin ilmu (dokter, perawat, fisioterapi,
psikiater) rentan terjadi kesalahan.
2. Terdapat rumah sakit pendidikan lain milik pemda dengan pelayanan yang
mungkin lebih baik dan memuaskan. 7 3,5 24,5
Total:
8 4 32

7,5 56,5
Pilar IV O:
1. Perawat dengan jenjang pendidikan S1+Ners dapat memberikan contoh
terhadap yang lain. 8 8 64
Total:
T: 8 64
1. Berpotensi menimbulkan komplain dan ketidakpuasan pasien karena asuhan
yang diberikan belum sesuai standar. 2,3 16,1
2. Bersaing dengan rumkit pendidikan lain.
Total: 7 3,5 24,5
7 3,5 24,5
7 49

TOTAL = y ∑O – ∑T = 219,7 – 177,9 = 41,8

Opportunity y

Ubah
Progresif
Strategi
(+,+)
(-,+)

Kuadran III Kuadran I


xWeakness Strength x
Kuadran IV Kuadran II

Strategi Diversifikasi
Bertahan Strategi
(-,-) (+,-)
yThreath

Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa RS.Polri terletak di kuadran I artinya strategi pertumbuhan cepat / agresif. Kuadran I
merupakan situasi yang menguntungkan karena rumah sakit memiliki peluang dan kekuatan yang baik dan bisa dioptimalkan dengan cara
meminimalisir segala kelemahan dan ancaman.
Strategi yang digunakan adalah mendukung strategi agresif yang bertujuan untuk memajukan program serta meminimalisir kelemahan yang
berasal dari sumber daya manusia (SDM). Cara yang dapat digunakan antara lain:

1. Meningkatkan mutu pelayanan dengan memperbaiki dan mengembangkan sarana dan prasarana yang ada.
2. Mengadakan pelatihan yang dikhususkan untuk para tenaga kesehatan dan tenaga kerja lainnya untuk memperbaiki kualitas SDM.
3. Meningkatkan keamanan.
4. Menetapkan kebijakan baru yang mendukung perkembangan rumah sakit.
D. POA

PERENCANAAN
MASALAH TUJUAN Kegiatan METODE WAKTU EVALUASI PJ
Langkah
Operasional
Pendokumentasia Jangka Panjang: Mengoptimalkan a. Mensosialisasika Diskusi dan 17 – 20 Agustus, a. Evaluasi Mahasiswa
n asuhan Pelaksanaan pelaksanaan n tentang praktek via 2020 dilakukan profesi Ners yang
keperawatan dokumentasi dokumentasi pendokumentasia daring. secara berperan menjadi
belum dilakukan askep sesuai asuhan n asuhan kelompok Karu, Katim,
secara optimal dengan standar. keperawatan dan keperawatan. oleh Perawat
Jangka Pendek: melakukan b. Menerapkan mahasiswa Pelaksana.
Dalam waktu evaluasi tindakan cara-cara profesi ners
dekat: pendokumentasian pendokumentasia UMHT dan
a. Tersedianya keperawatan. n asuhan melalui
standar keperawatan. bimbingan
asuhan c. Melibatkan peran Preceptor di
keperawatan aktif perawat dan unit rawat
10 penyakit mahasiswa jalan.
terbanyak. praktek dalam
b. Tersedianya mengisi b. Evaluasi
lembar dokumentasi pelaksanaan
pengkajian keperawatan. metode TIM
dan rencana di unit rawat
keperawatan. jalan.
c. Mengisi
lembar
pengkajian
dan rencana
keperawatan..
E. PENYELESAIAN MASALAH

Berdasarkan PoA (Planning of Action) didapatkan masalah pendokumentasian asuhan


keperawatan belum dilakukan secara optimal di unit rawat jalan RS. Polri.
Tujuan: Mengoptimalkan pendokumentasian asuhan keperawatan.
Alternatif peemecahan masalah:

1. Peninjauan form pendokumentasian asuhan keperawatan.


2. Refreshing mengenai konsep dan pendokumentasian asuhan keperawatan, melakukan
bedside teaching dokumentasi, evaluasi proses dokumentasi di unit rawat jalan.
3. Penyegaran metode supervisi, role play supervisi di unit rawat jalan, evaluasi
pelaksanaan supervisi yang dilakukan di unit rawat jalan.

BAB IV
PEMBAHASAN

A. KESENJANGAN TEORI & PENYELESAIAN

Dokumentasi proses keperawatan akan menggambarkan kondisi perkembangan status


kesehatan saat ini. Pendokumentasian asuhan keperawatan terdiri dari pengkajian,
penentuan diagnosa, rencana keperawatan dan implementasi, serta evaluasi. Pada setiap
tahapan proses perawatan dokumentasi dibuat berdasarkan standar yang telah disepakati
bersama. Dokumentasi asuhan keperawatan memberikan dampak pada kualitas dan
kesinambungan asuhan keperawatan, sehingga perubahan yang terjadi dapat tercermin
dari hasil pendokumentasian yang ada (Ghofur, 2013). Pendokumentasian proses
keperawatan sangatlah penting dalam menjaga kualitas dan kontinuitas pelayanan
keperawatan. Untuk itu dokumentasi dalam setiap tahapan proses keperawatan perlu
dipelajari dengan baik, agar pencatatan asuhan keperawatan dapat terjamin.
Ketika akan menuliskan dokumentasi yang efektif perawat harus mengikuti kaidah-
kaidah sebagai berikut, yaitu a. Simplicity, menggunakan kata-kata dasar, sederhana dan
mudah dipahami. b. Conservatism, pendokumentasian kesimpulan diagnosa keperawatan
harus akurat, didasarkan informasi yang terkumpul. c. Ptience, pergunakan waktu yang
cukup untuk mengetahui apa yang terjadi pada pasien dan apa yang dilakukan pasien. d.
Irrefutability, pendokumentasian yang jelas dan obyektif. Standar dokumentasi yang
lengkap menunjukkan tiga komponen dimana setiap komponen disertai indikator.
Komponen standar dokumentasi terdiri dari komunikasi, akuntabilitas dan kewajiban,
serta keamanan (Olfah & Abdul, 2016).
Pendokumentasian keperawatan secara benar memiliki beberapa tujuan yang diharapkan,
yaitu 1. Menghindari kesalahan, tumpang tindih dan ketidaklengkapan informasi dalam
asuhan keperawatan. 2. Terbinanya koordinasi yang baik dan dinamis antara sesama atau
dengan pihak lain melalui dokumentasi keperawatan yang efektif. 3. Meningkatkan
efisiensi dan efektivitas tenaga keperawatan. 4. Terjaminnya kualitas asuhan
keperawatan. 5. Tersedianya perawat dari suatu keadaan yang memerlukan penanganan
secara hukum. 6. Tersedianya data-data dalam penyelenggaraan penelitian karya ilmiah,
pendidikan, dan penyusun/penyempurnaan standar asuhan keperawatan. 7. Melindungi
klien dari tindakan malpraktek (Sitepu,_).
Dokumentasi keperawatan juga mempunyai makna yang penting terutama aspek legal
terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan. Perawat sebagai salah satu tenaga
kesehatan dapat dituntut ke pengadilan karena tidak memberikan layanan kesehatan yang
sesuai dengan standar dan mutu layanan keperawatan. Mutu layanan keperawatan salah
satunya dapat dilihat dari pendokumentasian asuhan keperawatan. Perawat yang
profesional harus mendokumentasikan semua proses asuhan keperawatan yang dilakukan
terhadap pasien (Pringgayuda, 2011).
Pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan rupanya masih menjadi masalah
klasik yang sepertinya sulit diatasi di pelayanan keperawatan khususnya RS. Polri
Jakarta. Berdasarkan hasil observasi dan informasi yang didapat dari perawat-perawat
yang bekerja disana khususnya di unit rawat jalan, masih ada beberapa perawat yang
melakukan implementasi keperawatan tapi tidak mendokumentasikannya di status pasien.
Beberapa kesalahan yang umumnya ditemukan seperti, tidak melakukan anamnesa
kepada pasien, tidak menuliskan diagnosa keperawatan dan rencana yang akan dilakukan,
lupa menuliskan identitas pasien di form pengkajian awal, tindakan keperawatan yang
dilakukan tidak dituliskan, dan discharge planning masih belum optimal.
Pendokumentasian asuhan keperawatan di RS. Polri Jakarta sebenarnya telah
dilaksanakan, hanya saja belum optimal, masih ada form yang belum terisi, kalaupun
terisi belum memenuhi kaidah dan teknik pendokumentasian asuhan keperawatan.
Kurangnya pengawasan dari manajer keperawatan mengakibatkan motivasi untuk
melakukan pendokumentasian terhadap asuhan keperawatan menurun. Selain itu,
kurangnya pemahaman dan kesadaran akan pentingnya pendokumentasian asuhan
keperawatan di ruangan yang merupakan faktor pendukung utama motivasi perawat
dalam melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan.
Tidak tergambarnya reward dan punishment yang diberikan kepada perawat juga
merupakan salah satu aspek yang belum terlaksana. Kegiatan supervisi pun belum
berjalan di unit rawat jalan RS. Polri, seperti kepala ruangan melakukan supervisi kepada
kepala tim, dan kepala tim melakukan supervisi kepada perawat pelaksana. Supervisi
berjalan hanya pada saat rumah sakit akan melakukan akreditasi sebagai persiapan, dan
itupun dilakukan oleh manajer keperawatan beserta rekam medis dengan mengambil
beberapa status pasien dan dilihat masih adakah yang belum terisi, jika ditemukan belum
lengkap maka kepala ruangan akan dipanggil untuk memberikan penjelasan.

B. ANALISA

Pendokumentasian yang optimal dapat memberikan kepercayaan kepada pasien dan


keamaan secara legal kepada perawat. Untuk meningkatkan pendokumentasian tersebut
perlu ada upaya tindak lanjut dari bidang keperawatan, kepala ruangan, dan jajaran
keperawatan untuk terus memotivasi perawat dalam melakukan pendokumentasian
asuhan keperawatan. Peningkatan kesadaran perawat merupakan kebutuhan, sehingga jika
kebutuhan pendokumentasian asuhan keperawatan terpenuhi akan berdampak terhadap
kepuasan pasien sebagai pengguna jasa layanan kesehatan khususnya layanan
keperawatan.
Supervisi pendokumentasian asuhan keperawatan sangat dipengaruhi oleh kemampuan
kepala ruangan dalam menerapkan kepemimpinan di ruangan. Untuk menentukan
keberhasilan kegiatan supervisi, maka seorang atasan harus mampu menentukan pilihan
gaya kepemimpinan dan metode yang digunakan. Kebijaksanaan dan praktek manajemen
yang diterapkan oleh pemimpin dapat mempengaruhi pencapaian hasil atau dapat juga
merintangi pencapaian tujuan. Artinya pemimpin merupakan kunci utama dalam
mewujudkan tujuan organisasi yang dipimpinnya. Khususnya dalam menjalankan fungsi
pengawasan melalui teknik supervisi untuk mengendalikan mutu pelayanan
(Pringgayuda, 2011).
Kepala ruangan dalam menjalankan peran sebagai pengawasan harus memperhatikan
metode asuhan keperawatan profesional yang digunakan (MAKP). Unit rawat jalan RS.
Polri menggunakan MAKP dengan metode tim. Dalam pelaksanaannya model tim harus
berdasarkan konsep, seperti a. Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu
menggunakan teknik kepemimpinan. b. Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas
rencana keperawatan terjamin. c. Anggota tim menghargai kepemimpinan ketua tim. d.
Peran kepala ruangan penting dalam model tim. model tim akan berhasil jika di dukung
oleh kepala ruangan (Krisnawati, 2017).
Supervisi dalam model tim dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pertama melalui
komunikasi seperti mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua tim maupun
pelaksana mengenai asuhan keperawatan yang diberikan. Dan kedua melalui supervisi,
seperti 1. Pengawasan langsung dilakukan melalui inspeksi, mengamati sendiri, atau
melalui laporan langsung secara lisan, dan memperbaiki / mengawasi kelemahan-
kelemahan yang ada saat itu juga. 2. Pengawasan tidak langsung, yaitu mengecek daftar
hadir ketua tim, membaca dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat
selama atau sesudah proses keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan), mendengar
laporan ketua tim tentang pelaksanaan tugas. 3. Evaluasi, mengevaluasi upaya
pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana keperawatan yang telah disusun
bersama ketua tim. 4. Audit keperawatan (Krisnawati, 2017).
Hasil pengkajian tentang kegiatan supervisi yang dilaksanakan oleh perawat di RS. Polri
didapatkan bahwa di unit rawat jalan kegiatan supervisi belum berjalan, tidak ada jadwal
tetap kegiatan supervisi dilaksanakan, tidak dilakukan secara kontinyu, tidak terencana
dan tidak tertulis. Perawat pelaksana juga juga memahami betul teknik supervisi
keperawatan. Dokumentasi pencatatan hasil supervisi, format-format supervisi di
ruangan, format penilaian kinerja belum ditemukan khususnya di unit rawat jalan.
Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pelaksanaan supervisi kepala ruangan dan
perawat pelaksana dofokuskan kepada pendokumentasian asuhan keperawatan dan
meningkatkan peran dan dungsi kepala ruangan dalam menjalankan fungsi-fungsi
manajemen dengan cara membuat uraian tugas dan job design. Job design (desain kerja)
menjelaskan rincian apa saja isi sebuah jabatan atau pekerjaan, dalam arti tugas-tugas,
tanggung jawab, dan wewenang yang spesifik terkait dengan sebuah pekerjaan atau
jabatan.
Rancangan jabatan atau pekerjaan berkaitan erat dengan aspek pendayagunaan sumber
daya manusia (SDM) (Krisnawati, 2017). Dengan cara membagi tugas tanggung jawab
kepada staf perawat pelaksana, maka beban tanggung jawab kepala ruangan bisa
berkurang sehingga bisa menjalankan supervisi keperawatan dengan baik.
Bentuk rencana kegiatan yang akan dilaksanakan adalah dengan meningkatkan sumber
daya dengan cara melakukan role play supervisi manajemen yang dilakukan oleh
Mahasiswa Program Pendidikan Profesi Ners Universitas MH. Thamrin, pendampingan
dan uji coba dilakukan via dalam jaringan (zoom meeting) oleh preceptor akademik.
Rencana kegiatan role play dilakukan mulai dari tanggal 17 – 20 Agustus 2020 oleh
Mahasiswa Program Pendidikan Profesi Ners Universitas MH. Thamrin dan dilihat oleh
preceptor atau pendampingan oleh preceptor dilakukan tanggal 21 Agustus 2020.
Teknik supervisi bisa dilakukan secara langsung terhadap kegiatan yang sedang
berlangsung misalnya supervisi terhadap perawat pelaksana yang sedang memberikan
pelayanan kepada pasien baru. Agar kegiatan role play berjalan dan sesuai dengan
harapan, maka preceptor melakukan pendampingan dan ikut memberikan masukan-
masukan guna menutupi kekurangan selama proses supervisi berjalan. Setelah selesai,
mahasiswa dan preceptor melakukan diskusi yang bertujuan untuk menguatkan tindakan
yang telah sesuai dan memperbaiki yang masih kurang. Untuk mengetahui pencapaian
pendokumentasian, maka mahasiswa yang bekerja di RS. Polri khususnya di unit rawat
jalan diharapkan agar bisa menerapkan dan membawa penerapan supervisi yang sudah
dilakukan melalui zoom meeting ke lapangan atau lahan kerja.
Hal ini sesuai dengan pendapat Arwani & Heri (2006) dalam Pringgayuda (2011) bahwa
teknik supervisi juga dapat secara tidak langsung melalui laporan tertulis, catatan
pendokumentasian asuhan keperawatan dengan maksud untuk mengetahui sejauh mana
perawat melakukan pencatatan dan pendokumentasian sesuai pedoman atau standar di
rumah sakit, atau untuk mengetahui apakah ada kesenjangan antara data-data yang ditulis
dengan fakta-fakta yang didapat melalui observasi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan
mutu asuhan keperawatan.
Kegiatan implementasi pendokumentasian asuhan keperawatan belum dilakukan secara
langsung di lapangan dikarenakan pada situasi pandemi COVID-19 mahasiswa tidak
diperbolehkan terjun langsung sesuai instruksi dari pihak kampus, maka mahasiswa
memodifikasi kegiatan tersebut melalui kegiatan dalam jaringan. Mahasiswa ekstensi
(sudah bekerja) berkomitmen meskipun kegiatan stase manajemen keperawatan telah
selesai, tetap akan dilaksanakan kegiatan supervisi seperti yang sudah di role play kan
oleh kelompok dan dilakukan pendampingan oleh preceptor.

BAB V

A. KESIMPULAN

Rumah sakit sebagai salah satu bentuk organisasi pelayanan kesehatan yang
memberikan layanan kesehatan yang komprehensif mencakup aspek promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif bagi seluruh lapisan masyarakat.

Seorang manajer keperawatan perlu melakukan fung-fungsi manajemen dalam


memberikan perawatan kesehatan pada klien. Perawat manajer bekerja pada semua
tingkat untuk melaksanakan konsep, prinsip serta teori-teori manajemen keperawatan
dan mereka mengatur lingkungan organisasi untuk menciptakan suasana optimal bagi
persyaratan pengawasan oleh perawat-perawat klinis.

Komunikasi sangat berperan penting dalam penerapan MPKP di dalam ruangan


perawatan, dengan adanya komunikasi yang baik dapat melangsungkan kelangsungan
organisasi dalam mencapai tujuan. Tujuan melakukan komunikasi yang baik agar
semua tenaga medis dapat bertukar pikiran, perasaan, pendapat dan saran atau lebih
untuk bekerja sama. Komunikasi yang terjadi dalam ruangan MPKP yaitu pada saat
operan, preconference dan postconfrence dengan membicarakan keadaan pasien dan
apa saja yang akan dilakukan untuk kesembuhan pasien.

Dokumentasi keperawatan sangat penting dalam menggambarkan kondisi


perkembangan status kesehatan klien saat ini, dengan adanya pendokumentasian bisa
menjadi bukti pelayanan apa saja yang telah kita lakukan terhadap pasien tersebut.
Dokumentasi asuhan keperawatan terdiri dari pengkajian, penentuan diagnosa,
rencana keperawatan dan implementasi, serta evaluasi. Dengan melakukan
pendokumentasian yang baik dan benar dapat memudahkan pekerjaan perawat dalam
melakukan pelayanan kesehatan pada pasien sehingga tidak terjadi kesalahan dalam
melakukan pelayanan kesehatan.

B. SARAN
Berdasarkan hasil analisis rumah sakit khususnya di poliklinik, kelompok
memberikan saran untuk rumah sakit.
a. Rumah sakit perlu meningkatkan fasilitas tenaga kesehatan untuk melakukan
pelatihan – pelatihan kesehatan khususnya di poliklinik agar mutu pelayanan
sesuai dengan akreditasi yang berada di rumah sakit dan menjadi pelayanan
rumah sakit menjadi meningkat.
b. Manajemen dan organisasi perlu mempersiapkan tenaga terampil yang bisa
segera diberikan pelatihan yang sesuai dengan standart operasional prosedur.
c. Perlunya evaluasi pada SDM, sehingga tidak terjadi turn over karyawan
khususnya operawat yang tinggi, dan perlunya evaluasi dalam penerapan
reward dan punishment bagi seluruh karyawan rumah sakit agar dapat memicu
kinerja yang lebih baik
DAFTAR PUSTAKA

Arwani & Heri. (2006). MANAJEMEN BANGSAL KEPERAWATAN. Jakarta: EGC

Depkes. (1999). Pedoman Uraian Tugas Tenaga Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta:
Depkes RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik.

Ghofur Abdul. (2013). DOKUMENTASI KEPERAWATAN Modul 2: Standar dan Model


Dokumentasi Keperawatan. Pusdiklatnakes: BPPSDM Kesehatan Kemkes RI.
Didapat dari https://www.slideshare.net/pjj_kemenkes/modul-2-dokumen-
keperawatan-kb4-43683413
Hidayah Nur. (2014). Manajemen Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Tim
Dalam Peningkatan Kepuasan Pasien di Rumah Sakit. Jurnal Kesehatan: Vol. VII
No.2

Joint Commission International (JCI). (2017). Joint Commission International Accreditation


Standarts for Hospitals. (6th.ed). Oak Book: Department of Publications Joint
Commission Resources.

Julianto, Mito. __. Peran dan Fungsi Manajemen Keperawatan: Instalasi Rawat Inap (IRNA)
Gedung Prof. Dr. Soelarto, RSUP Fatmawati. Fatmawati Hospital Journal. Jakarta:
Indonesia.

Kanang, Sri Wahyuni Y., Syahrul S., & Abdul M. (2020). Penerapan Model Asuhan
Keperawatan Profesional (MAKP). Media Karya Kesehatan: Volume 3 No 1 Mei
2020.
Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). (2017). Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit.
Edisi I.
Krisnawati, Komang Menik Sri. (2017). EMPAT PILAR METODE KEPERAWATAN
PROFESIONAL. Literature Review. PSIK: Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana.

Mugianti, Sri. (2016). MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN DALAM PRAKTEK


KEPERAWATAN. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan Kemenkes RI.

Nurdiana., Rr. Tutik S. Hariyati., & Siti Anisah. (2018). Penerapan Fungsi Manajemen
Kepala Ruangan Dalam Pengendalian Mutu Keperawatan. JPPNI
Vol.02/No.03/Desember2017-Maret2018

Nursalam. (2015). MANAJEMEN KEPERAWATAN: Aplikasi dalam Keperawatan


Profesional, Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika.

Ohio’s Medicare Quality. (2009). SBAR Comunication, (online), (http://www. ohiokepro.


com, diakses 2812 2011)

Olfah, Yustiana & Abdul Ghofur. (2016). DOKUMENTASI KEPERAWATAN. Jakarta:


BPPSDM Kesehatan Kemkes RI. Diakses dari
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/08/Dokumentasi-Keperawatan.pdf
PPNI. (2009). STANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN INDONESIA. SK PP PPNI
Nomor:025/PP.PPNI//SK/K/XII/2009. Diakses dari https://ppni-
inna.org/index.php/public/information/announce-detail/18

Pringgayuda, Fitra. (2011). Laporan Residensi Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan


di Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu Lampung 17 Oktober – 12 Desember
2011. Depok: Universitas Indonesia

RS. Polri. Uraian Tugas Jabatan dalam Struktur Organisasi Keperawatan. Jakarta:
Pelayanan Medik RS. Bhayangkara Tk.1 R. Said Sukanto

RSUD Dr. H. Soewondo. __. Analisa Lingkungan Internal – Eksternal (SWOT) dan
Perencanaan Strategi Pengembangan, Strategi Fungsional serta Pemantapan
Program. Kendal: RSUD Dr. H. Soewondo, http://rsudkendal.com

Simamora, Henry. (2013). PADUAN PERILAKU KONSUMEN. Jakarta: Gramedia.

Sitepu, Theresia I.Y. ___. Standar Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Stroke. Diakses dari file:///C:/Users/USER/Downloads/Tugas%20KDK%208.pdf

Sitorus, R & Panjaitan, R. (2011). Manajemen Keperawatan: Manajemen Keperawatan di


Ruang Rawat. Jakarta: Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai