Anda di halaman 1dari 36

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada saat kejadian luka tidak di tangani dengan benar maka sangat mudah

masuk mikroorganisme menginvasi kulit dan terjadinya infeksi (Kartika, 2015 :

Risma et al 2018).

Penatalaksaan luka yang tepat dibutuhkan pengetahuan dalam melakukan

perawatan sehingga mengurangi angka infeksi. Prevalensi kejadian luka bakar di

dunia mayoritasnya terjadi di Negara dengan penghasilan rendah sampai dengan

menengah, pada data menunjukan bahwa wilayah Afrika dan Asia Tenggara

mengalami angka terbanyak yaitu 60% kematian setiap tahunnya (WHO, 2018:

Siti, 2019).

Luka di Indonesia menurut hasil Rikesdas tahun 2018 adalah 9,2% dengan

prevalensi tertinggi terdapat di sulawesi selatan sebanyak 13.8% dan terendah di

daerah gorontalo sebanyak 6,9%. Jenis luka tertinggi yang di miliki oleh

masyarakat indonesia adalah luka lecet atau memar lalu luka sobek. Penyebab

luka terbanyak adalah jatuh sebanyak 20% dan kecelakaan motor sebanyak 70%

(Riskesdas, 2018).

Luka di Aceh menurut riskesdas adalah 14,8 % untuk cedera dan tempat

terjadinya luka paling sering di lingkungan rumah dan jalan raya. Kejadian luka
2

akibat kecelakaan lalu lintas persentase 0-4% Aceh menduduki posisi 1,9%

(Riskesdas, 2019).

Prevalensi kejadian luka di aceh tengah khususnya pada desa Kala Kemili

1,9% dari keseluruhan penduduk Kala Kemili, kemudian luka yang sering terjadi

adalah Vulnus Laceratum. Luka tersebut terjadi pada umur rata-rata pada remaja

(Puskesmas Bebesen,2019).

Kejadian paling tinggi terjadi luka pada anak-anak, aktivitas yang tiinggi

di usia anak-anak memang rentan terjadinya luka, baik itu luka lecet maupun

kecelakaan di rumah seperti tersiram air panas, tersentuh knalpot kendaraan,

ledakan gas dan lain-lainnya. Angka kejadian luka bakar paling banyak terjadi

pada laki-laki di bandingkan perempuan. Tingginya angka kejadian pada laki-laki

berhubungan dengan pekerjaan yang beresiko insiden kebakaran atau tersengat

aliran listrik. Usia yang rentan mengalami luka bakar adalah anak-anak yang aktif

di bawah umur 10 tahun. Keamanan rumah tangga sangat penting untuk

mengindari cedera pada anak oleh sebab itu penataan ruang yang aman dan

hindari barang yang dapat mencederai anak (Kaipuran, Monoarfa & Hatibie,

2015:Aditya,2018).

Pencegahan dan pertolongan pertama sangat penting perannya jika berada

dalam keadaan yang tidak diharapkan seperti kecelakaan. Masyarakat tidak

mengetahui pentingnya pertolongan pertama, Selain itu masyarakat beranggapan

bahawa pertolongan pertama berguna hanya pada saat situasi gawat darurat yang

mungkin tidak akan mereka alami. Perlu di pahami bahwa pertolongan pertama

yang diberikan ketika kecelakaan merupakan bantuan yang sangat mendesak dan
3

sangat dibutuhkan. Mendesak karna pada saat itu petugas medis tidak langsung

mendatangi korban. Meskipun demikian, tidak didasari dengan pengetahuan yang

benar tentang pertolongan pertama, masyarakat seringkali menjadi panik dan tidak

tahu harus berbuat apa ketika menghadapi kondisi darurat tersebut. Sehingga,

karena salah penanganan dari awal itulah justru memperparah situasi serta kondisi

korban (Cho,2015 : Asdiwinata, 2019).

Perawatan atau penanganan luka sangat membutuhkan sebuah

pengetahuan. Pengetahuan merupakan hasil pegindraan manusia atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indra yang dimiliki dan dalam melakukan

petolongan dan penanganan vulnus atau cedera harus memiliki pengetahuan untuk

mengetahui bagian yang terjadi perlukaan dan untuk melakukan penolongan

pertama kepada diri sendiri atau orang lain yang terjadi cedera atau luka ( Putri

wulandi et, al 2019).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr.

HardisiswoSoedjana dan kedua temannya (2018) menyatakan bahwa dapat dilihat

dari hasil pencarian, sebanyak 31% peserta telah mengalami luka bakar, 98%

peserta sudah memiliki dapur terpisah dari ruangan lain, 100% menggunakan gas

LPG 3 kg, hanya 2% peserta yang telah mempelajari penanganan darurat bencana

dan jalur mengatur evakuasi bencana, dan 100% peserta merasa mereka tidak

memiliki fasilitas penanganan kebakaran di daerah mereka. pengetahuan

memperoleh peningkatan yang nyata dari konseling pra dan pasca

(HardisiswoSoedjana : 2018).
4

Berdasarkan hasil studi di atas menambah minat peneliti untuk melakukan

penelitian yang berjudul pengetahuan masyarakat tentang penangan awal luka

yang sering terjadi pada masyarakat tersebut seperti kecelakaan lalu lintas, cedera

terkena benda tumpul atau tajam dan cedera akibat terjatuh saat melakukan

aktifitas.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada, penelitian ini di lakukan untuk

mengetahui Bagaimanakah pengetahuan masyarakat tentang penanganan luka

(vulnus) di desa Kala Kemili Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah ?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengetahuan

masyarakat tentang penanganan vulnus (Luka) di Desa Kala Kemili Kecamatan

Bebesen Kabupaten Aceh Tengah.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat penelitian ini bagi praktek keperawatan adalah untuk evidance

base (berdasarkan bukti) dalam melakukan praktik perawatan luka baik di

rumah sakit, klinik, dan perawatan di rumah.

2. Manfaat penelitian ini bagi ilmu keperawatan adalah dapat di jadikan salah

satu referensi bagi pendidikan untuk di masukkan dalam program prosedur

praktik pelaksanaan perawatan luka dan dipraktekan dalam melakukan

perawatan luka.

3. Manfaat penelitian ini bagi penelitian keperawatan adalah sebagai bahan

untuk menambah wawasan dalam pengembangan perawatan luka dan


5

dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk melanjutkan penelitian

selanjutnya terkait perawatan luka.

4. Manfaat penelitian ini bagi masyarakat adalah hasil dari penelitian ini di

harapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang penanganan

luka.

5. Manfaat penelitian ini bagi peneliti adalah untuk menambah pengetahuan

dan sebagai pengalaman dan merealisasikan teori yang telah di dapat

dibangku kuliah, khususnya mengenai penanganan pertama pada vulnus

(luka).
6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengetahuan

2.1.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah suatu hasil dari rasa keingintahuan melalui proses

sensoris, terutama pada masa dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan

merupakan domain yang penting dalam terbentuknya perilaku terbuka (Donsu,

2017 : T. Afnis, 2018).

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang

terhadap suatu objek melalui panca indra yang di milikinya. Panca indra manusia

guna penginderaan terhadap objek yakni penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan perabaan. Pada waktu penginderaan untuk menghasilkan pengetahuan

tersebut di pengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.

Pengetahuan seseorang sebagaian besar diperoleh melalui indra pendengaran dan

indra penglihatan (Notoatmodjo, 2015 : T. Afnis,2018).

Pengetahuan di pengaruhi oleh faktor pendidikan formal dan sangat erat

hubungannya diharapkan dengan pendidikan yang tinggi maka akan semakin luas

pegetahuannya. Tetapi orang yang berpendidikan rendah tidak mutlak

berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak di peroleh

dari pendidikan formal saja, tetapi juga di peroleh dari pendidikan non formal.

Pengetahuan akan suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan

aspek negatif.
7

Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang. Semakin banyak aspek

positif dan objek yang di ketahui, maka akan menimbulkan sikap semakin positif

terhadap objek tertentu (Notoatmodjo,2015 : T. Afnis 2018).

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (dalam Wawan dan Dewi, 2016) pengetahuan

seseorang terhadap suatu objek mempunyai intensitas atau tingkatan yang

berbeda. Secara garis besar dibagi menjadi 6 tingkat pengtahuan, yaitu :

1. Tahu (Know)

Tahu di artikan sebagai recall atau memanggil memori yang telah ada

sebelumnya setelah mengamati sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang

telah di pelajari atau rangsangan yang telah di terima. Tahu disini merupakan

tingkatan yang paling rendah. Kata kerja yang digunakan untuk mengukur

orang yang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu dapat menyebutkan,

menguraikan, mengidentifikasikan, menyatakan dan sebagainya.

2. Memahami (Comprehention)

Memahami suatu objek bukan hanya sekedar tahu terhadap objek tersebut,

dan juga tidak sekedar menyebutkan, tetapi orang tersebut dapat

menginterprestasika secara benar tentang objek yang diketahuinya. Orang

yang telah memahami objek dan materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menarik kesimpulan, meramalkan terhadap suatu objek

yang di pelajari.
8

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud

dapat menggunakan ataupun mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut

pada situasi atau kondisi yang lain. Aplikasi juga diartikan aplikasi atau

penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip, rencana program dalam situasi

yang lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang dalam menjabarkan atau memisahkan,

lalu kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen dalam suatu

objek atau masalah yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang

telah sampai pada tingkatan ini adalah jika orang tersebut dapat membedakan,

memisahkan, mengelompokan, membuat bagan (diagram) terhadap

pengetahuan objek tersebut.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam merangkum atau

meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen pengetahuan

yang sudah dimilikinya. Dengan kata lain suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi yang sudah ada sebelumnya.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu objek tertentu. Penilaian berdasarkan suatu kriteria yang di

tentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.


9

2.1.3 Proses Perilaku Tahu

Menurut Rogers yang di kutip oleh Notoatmodjo (dalam Donsu,2017)

mengungkapan proses adopsi perilaku yakni sebelum seseorang mengadopsi

perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi bebereapa proses, diantaranya :

1. Kesadaran (Awareness) yakni pada tahap ini individu sudah menyadari

ada stimulus atau rangsangan yang datang padanya.

2. Merasa tertarik (Interest) yakni individu mulai tertarik pada stimulus

tersebut.

3. Menimbang-nimbang (Evaluation) dimana individu akan

mempertimbangkan baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

Inilah yang menyebabkan sikap individu menjadi lebih baik.

4. Percobaan (Trial) dimana individu mulai mencoba perilaku baru.

5. Pengangkatan (Adaption) yakni individu telah memiliki perilaku baru

sesuai dengan pengetahuan. Sikap dan kesadarannya terhadap stimulus.

2.1.4 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi

pengetahuan adalah sebagai berikut :

1. Faktor Internal

a. Pendidikan

Pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju impian atau cita-cita tertentu yang menentukan

manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan agar tercapai keselamatan dan

kebahagiaan. Pendidikan di perlukan untuk mendapatkan informasi berupa hal-hal


10

yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut

YB Mantra yang di kutip oleh Notoatmodjo, pendidikan dapat mempengaruhi

seseorang termasuk juga perilaku akan pola hidup terutama dalam memotivasi

untuk sikap berpesan serta dalam pembangunan pada umunya makin tinggi

pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima informasi.

b. Pekerjaan

Menurut Thomas yang di kutip oleh Nursalam, Pekerjaan adalah suatu

keburukan yang harus dilakukan demi menunjang kehidupannya dan kehidupan

keluargannya. Pekerjaan tidak diartikan sebagai sumber kesenangan. Akan tetapi

merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang, dan memiliki

banyak tantangan. Sedangkan bekerja merupakan kegiatan yang menyita waktu.

c. Umur

Menurut Elisabeth BH yang di kutip dari Nursalam. Usia adalah umur

individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun, sedangkan

menurut Huclock (1998) semakin cukup umur, tingkap kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berfikit dan bekerja. Dari segi kepercayaan

masyarakat seorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi

kedewasaannya.

d. Faktor Lingkungan

Lingkungan ialah seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan

pengaruhnya dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu atau

kelompok.
11

e. Sosial Budaya

Sistem sosial budaya pada masyarakat dapat memberikan pengaruh dan

sikap dalam menerima informasi.

2.1.5 Kriteria Tingkat Pengetahuan

Menurut Nursalam (2016) penegtahuan seseorang dapat diinterprestasikan

dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :

1. Pengetahuan Baik : 76% - 100%

2. Pengetahuan Cukup : 56% - 75%

3. Pengetahuan Kurang : <56%

2.2 Konsep Luka (Vulnus)

2.2.1 Pengertian Luka

Luka adalah terputusnya kontinuitas jaringan karena cedara atau

pembedahan. Luka bisa di klasifikasikan berdasarkan astruktur anatomis, sifat,

proses penyembuhan, dan lama penyembuhan ( Kartika,2015).

Selain itu juga luka didefinisikan sebagai rusaknya kesatuan atau

komponen jaringan, dimana secara spesifik tedapat subtansi jaringan yang rusak

atau hilang (Maryunani,2015).

2.2.2 Jenis Luka

Luka di bedakan menjadi dua berdasarkan waktu penyembuhannya yaitu

luka akut dan luka kronis. Luka akut yaitu yang baru dan penyembuhannya

berlangsung kurang dari beberapa hari. Sedangkan luka kronis dapat di

definisikan sebagai luka yang karena beberapa alasan sehingga proses


12

pernyembuhannya terhambat. Luka kronis dapat berlangsung selama beberapa

minggu atau berbulan-bulan bahkan tahunan tergantung penanganan dari luka

tersebut (Semer,2013).

Bedasarkan kedalaman dan luasnya di bagi menjadi stadium I s/d stadium

IV (Maryunani,2015)

1. Stadium 1 : luka suferfisial “Non-Blanching Erithema” yaitu luka yang

terjadi pada lapisan epidermis kulit.

2. Stadium II : luka “Partial Thickness” yaitu hilangnya lapisan kulit pada

lapisan epidermis atau bagian atas dari dermis tetapi tidak melintasinya.

Tanda klinis dari luka stadium II antara lain abrasi, blister atau lubang

yang dangkal, lembab dan nyeri.

3. Stadium III : luka “Full Thickness” yaitu hilangnya kulit keseluruhan

meliputi kerusakan epidermis, dermis dan subkutan tetapi belum

melewatinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia

tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis, sebagai suatu lubang

yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya. Bisa meliputi

jaringan nekrotik atau infeksi.

4. Stadium IV : luka “Full thickness” yaitu luka yang mencapai lapisn otot,

tendon dan tulang dengan adanya destruksi atau kerusakan yang luas.

2.2.3 Etiologi Luka

Beberapa etiologi dari luka menurut (Maryunani, 2015) di antaranya :


1. Vulnus Contussum/memar, terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
di karasteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, pendarahan dan
bengkak.
13

2. Vulnus Excoriasi/lecet, terjadi akibat kulit bergeseran dengan benda lain

yang biasanya dengan benda yang tidak tajam. Biasa terjadi pada kulit dan

tidak sampai jaringan subkutis.

3. Vulnus Laceratum/robek, biasanya terjadi akibat benda tajam atau benda

tumpul. Sering kali meliputi kerusakan jaringan yang berat, sering

menyebabkan pendarahan yang serius dan berakibatkan syok hipovolemik.

4. Vulnus Punctum/tusuk, terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau

pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil. Walaupun

pendarahan nyata seringkali sedikit, kerusakan jaringan internal dapat

sangat luas. Luka bisa mempunyai resiko tinggi terhadap infeksi sehingga

dengan adanya benda asing pada tubuh.

5. Vulnus Schlopetorum (luka tembak) , yaitu luka yang menembus organ

tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada

bagian ujung biasanya lukanya akan melebar. Luka ini biasaya di sebabkan

oleh peluru.

6. Vulnus Morsum (luka gigitan), biasanya di sebabkan oleh gigitan binatang

maupun gigitan manusia. Biasanya kecil namun dalam dan dapat

menimbulkan komplikasi infeksi berat.

7. Vulnus Amputatum, biasanya terjadi akibat amputasi sehingga terputusnya

salah satu bagian tubuh.

8. Vulnus Combustion/bakar, biasanya akibat thermis, radiasi, elektrik

ataupun kimia sehingga merusaknya jaringan kulit.


14

2.2.4 Fisiologi Penyembuhan luka

Proses penyembuhan luka merupakan proses yang secara normal akan

terjadi kepada setiap individu yang mngalami luka. Artinya secara alami tubuh

yang sehat mempunyai kemampuan untuk melindungi dan memulihkan dirinya.

Setiap terjadi luka, secara alami mekanisme tubuh akan mengupayakan

pengembalian komponen jaringan yang rusak dengan membentuk struktur baru

dan fungsional yang sama dengan keadaan sebelumnya ( Maryunani,2015).

Penyembuhan luka secara umum akan melalui tiga proses penyembuhan

luka yaitu fase inflamasi, fase proliferasi, dan fase maturasi / remodeling

(Maryunani, 2015).

1. Fase inflamasi

Fase inflamasi hanya berlangsung selama 5-10 menit dan setelah itu akan

terjadi vasodilatasi. Fase ini merupakan respon vaskuler dan seluler yang terjadi

akibat perlukaan yang menyebabkan rusaknya jaringan lunak. Dalam fase ini

pendarahan akan di hentikan dan area luka akan di bersihkan dari benda asing,

sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan proses penyembuhan. Pada fase ini

akan berperan pletelet yang berfungsi hemostasis, dan lekosit serta makrofag yang

mengambil fungsi fagositosis. Tercapainya fase inflamasi dapat di tandai dengan

adanya eritema, hangat pada kulit, edema dan rasa sakit yang berlangsung sampai

hari ke-3 atau hari ke-4.


15

2. Fase Proliferasi atau epitelisasi

Fase ini merupakan lanjutan dari fase inflamasi. Dalam fase profelasi

terjadi perbaikan dan penyembuhan luka yang ditandai dnegan proliferasi sel.

Yang berperan penting dalam fase ini adalah fibrolas yag bertanggung jawab pada

persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan di gunakan selama

proses rekontruksi jaringan. Selama proses ini berlangsung, terjadi proses

granulasi dimana sejumlah sel dan pembuluh darah baru tertanam di dalam

jaringan baru. Selanjutnya dalam fase ini juga terjadi proses epitelisasi, dimana

fibroblas mengeluarkan keratinocyte growth factor (KGF) yang berperan dalam

stimulasi mitosis sel epidermal.

3. Fase Maturasi atau remodeling

Fase ini dimulai pada minggu ketiga setelah terjadi luka dan berakhir

sampai kurang lebih 12 bulan. Dalam fase ini terjadi penyempurnaan terbentuknya

jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang lebih kuat dan bermutu.

Sintesa kolagen yang telah di mulai pada fase proliferasi akan dilanjutkan pada

fase maturasi. Kecuali pembentukan kolagen juga akan terjadi pemecahan kolagen

oeleh enzim kolagenasi. Penyembuhan akan tercapai secara optimal jika terjadi

keseimbangan antara kolagen yang di produksi dengan kolagen yang dipecahkan

kelebihan kolagen pada fase ini akan menyebabkan terjadinya penebalan jaringan

parut atau hypertropoic scar. Sedangkan produksi kolagen yang terlalu sedikit

juga dapat mengakitbatkan turunnya kekuatan jaringan parut sehingga luka akan

selalu terbuka.
16

2.2.5 Jenis penyembuhan luka

Luka dapat di jelaskan proses penyembuhannya sesuai dengan jenis atau

metode penutupan pada penyembuhan luka (Maryunani,2015). Jenis penutup pada

luka tersebut antara lain :

1. Primary intention

Biasanya terjadi pada luka dengan kedalaman full tickness yang di tutup

dengan tindakan menjahit, stapless, atau perekat. Umumnya penyembuhan luka

jenis ini dapat sembuh dengan cepat. Infeksi pada penyembuhan luka jenis ini

juga tergolong jarang bahkan tidak ada. Jaringan granulasi dan jaringan parut pada

jenis penyembuhan ini juga tergolong sangat sedikit. Contoh jenis penyembuhan

primary intention adalah luka insisi bedah.

2. Secondary intention

Biasanya tejadi pada luka dengan kedalaman partial atau full tickness yang

secara sengaja dibiarkan terbuka agara terjadi penyembuhan luka melalui deposisi

jaringan granulasi. Umumnya penyembuhan luka jenis ini dapat sembuh dengan

sangat lambat. Infeksi juga sering kali ditemukan pada penyembuhan luka jenis

ini. Jaringan granulasi dan jaringan parut pada jenis penyembuhan ini juga

tergolong sangat banyak. Contoh jenis penyembuhan secondary intetion adalah

ulkus kaki.

3. Tertiary intention

Biasanya terjadi pada luka dengan kedalaman full tickness biasanya secara

sengaja dibiarkan terbuka untuk mengupayakan debridement atau penurunan

edema sampai kondisi optimal terpenuhi untuk penutupan luka aktif. Umunya
17

penyembuhan luka jenis ini dapat sembuh dengan lambat. Infeksi juga sering kali

ditemukan pada penyembuhan luka jenis ini. Jaringan granulasi dan jaringan parut

pada jenis penyembuhan ini juga tergolong banyak. Contoh jenis penyembuhan

ini adalah luka insisi terbuka.

2.2.6 Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka

Menurut Astuti (2015), stress merupakan satu faktor yang dapat

mempengaruhi penyembuhan luka. Dari hasil penelitian, penelitian

menyimpulkan bahwa tingkat strees yang dialami oleh para penderita luka

diabetes melitus sangat berpengaruh terhadap penyembuha luka diabetesnya. Stres

dapat menimbulkan reaksi terhadap fisik, kognitif, emosi, dan tingkah laku. Yang

tertera dalam penelitiannya tahun 2015 menyembutkan bahwa dari hasil penelitian

yang dilakukan pada 22 orang respondes dengan tingkat stres berat sebanyak 7

orang (31,8%), sedang sebanyak 9 orang (40,9%), stres ringan sejumlah 4 orang

(18,2%), dan stres normal sebanyak 2 orang (9,1%). Dari 7 orang yang mengalami

stres berat keseluruhan dari mereka mengalami penyembuhan luka yang kurang

baik. Sementara dari 9 orang yang mengalami stres sedang terdapat 8 diantaranya

yang mengalami penyembuhan luka yaang tidak baik. Untuk tingkat stres ringan

dari 4 orang yang mengalami stres, satu diantaranya mengalami penyembuhan

luka yang kurang baik. Sementara untuk orang yang tingkat stresnya normal

tedapat 2 orang dan keduanya mengalami penyembuhan luka dengan baik.

Proses penyembuhan luka dapat dihambat atau di pengaruhi secara negatif

oleh banyak faktor yang di bagi menjadi faktor sistemik dan lokal. Faktor sistemik

antara lain trauma, defisiensi imun, penyakit autoimun, penyakit metabolik,


18

diabetes, malnutrisi dan kekurangan nutris, stres psikososial dan usia. Faktor ini

sering mengakibatkan perkembangan luka kronis. Sedangkan faktor lokal antara

lain fisik, tekanan lokal, perfusi pembulih darah, dan cacat neurologi (Wild,

Rahbarnia, Kellner, Sobotka & Eberlein, 2011).

Selain itu juga terdapat beberapa faktor yang dapat mengahambat

penyembuhan luka antara lain perawatan yang kurang baik, Osteomylitis kronis,

konsumsi tembakau, kanker, diabetes, malnutrisi, obat-obatan, radiasi dan

sirkulasi yang buruk (Semer,2013).

1. Perawatan yang kurang baik

Banyak luka yang tidak dapat segera sembuh karena kurang perawatan.

Semua jaringan nekrotik harus dibuang, infeksi di jaringan sekitar di tangani

dengan antibiotik dan penanganan luka yang memadai pun di lakukan.

2. Osteomylitis kronis

Pertimbangan infeksi di tulang (Osteomylitis kronis), terlebih jika ada

kejadian trauma atau patah tulang. Osteomylitis kronis adalah masalah yang

sering di negara berkembang. Karena infeksi di tulang mencegah jaringan lunak

dan tulang untuk menyembuh, hal tersebut adalah penyebab utama morbiditas

pasien yang menderita pada tulang terbuka. Pasien biasanya memerlukan 6

minggu pengobatan antibiotik dan tulang harus di debridemen supaya

penyembuhan dapat berjalan.

3. Konsumsi Tembakau

Beberapa orang tidak memerhatikan efek tembakau terhadap

penyembuhan luka. Nikotin menurunkan aliran darah dengan menyumbat


19

pembukuh darah kecil. Kapasitas penghantaran oksigen juga mengalami

penurunan karena karbomonoksida. Hal tersebut dapat mempengaruhi kerusakan

jaringan yang rusak dan jaringan yang relatif hipoksia seperti tulang.

4. Kanker

Luka yang berlangsung lama (beberapa bulan hingga tahun) yang tampak

mengkilap dan tidak kunjung sembuh bisa saja ternyata sebuah kanker. Biasanya

luka ini terlihat sedikit berbeda di banding luka terbuka pada umumnya. Tepi

meninggi dan tidak beraturan merupakan indikasi adanya kanker. Luka bakar

dapat juga berubah menjadi kanker kulit. Jika ragu, ambil biopsi dari jaringan

dana kirimkan ke ahli patologi antomi. Kanker harus dieksisi semuanya untuk

penyembuhan luka dan mencegah kambuh.

5. Malnutrisi

Malnutrisi adalah masalah yang pelik di daerah tertinggal. Protein dan

kalori yang cukup di perlukan dalam proses penyembuhan luka. Vitamin C, A, zat

besi dan zink juga merupakan nutrisi penting untuk penyembuhan luka. Jika

tersedia, suplemen nutrisi untuk pasien yang kekurangan nutrisi sangat di

perlukan.

6. Diabetes

Pasien dengan diabetes memiliki penyembuhan yang lambat. Menjaga

kadar gula darah dapat mempercepat penyembuhan luka.

7. Obat-obatan
Perhatikan daftar obat yang dikonsumsi pasien. Steroid dan NSAID dapat
mempengaruhi penyembuhan. Vitamin A 25.000 IU/hari oral atau 200.000 IU/8
jam topikal selama 12 minggu dapay mengurangi efek steroid.
20

8. Radiasi

Luka yang terletak di daerah yang pernah mendapat radiasi adan

memerlukan waktu yang sangat panjang untuk sembuh jika terjadi luka pemberian

suplemen vitamin E selama 1-2 minggu (100-400 UI/hari) dapat berguna.

9. Sirkulasi yang buruk

Untuk luka di ekstremitas bawah, rasakan pulsasi di sekitar tumit dan kaki.

Jika tidak dijumpai pulsasi, pasien tersebut memiliki penurunan aliran darah ke

ekstremitas dan luka tidak akan sembuh.

2.3 Perawatan/Penanganan Luka

a. Penanganan luka Akut

Adanya cedera pada kulit dan jaringan dibawahnya karena cedera tiba-tiba

seperti trauma atau luka bakar atau direncanakan seperti pembedahan, akan

menginisiasi rangkaian biokimia untuk perbaikan sel dan vascular. Proses

penyembuhan luka tersebut sangat rentan terganggu oleh beberapa faktor seperti

keseimbangan cairan, oksigen, suhu, penggunaan tembakau dan kontrol gula

darah (Bryant dan Nix, 2007 : I Made, 2018). Oleh karena itu, perlu dilakukan

managemen perawatan luka akut yang tepat untuk mencegah komplikasi lebih

lanjut. Menurut Carville (2017), prinsip managemen luka akut pascatrauma dan

pascabedah sebagai berikut :

1. Managemen luka akut akibat traumatik

1) Resusitasi dan stabilisasi untuk menjaga homeostatis.

2) Kaji derajat tipe jaringan yang trauma.


21

3) Lakukan pencucian luka dan debridement serta cegah infeksi.

4) Gunakan teknik aseptik jika diindikasikan adanya usia rentan ( bayi atau

lanjut usia), gangguan sistem imun atau mendapatkan obat-obatan yang

menurunkan sistem imunitas.

5) Hindari komplikasi pasca trauma seperti pendarahan dan adanya benda

asing.

6) Kembalikan fungsi bagian tubuh yang mengalami trauma.

7) Dukung proses pemulihan dan rehabilitasi kembali ke aktifitas sehari-hari

sesuai kemampuan.

2. Managemen luka akut pascabedah dengan tipe penyembuhan primer

1) Cegah infeksi.

2) Gunakan teknik aseptik untuk 48 jam pertama sampai epitalisasi primer

muncul.

3) Lindungi luka dari trauma dan dukungan tipe penyembuhan primer dengan

penggunaan dressing yang tepat.

4) Hindari komplikasi pembedahan seperti infeksi hematoma dan dehisense.

5) Dukung proses pemulihan dan rehabilitasi kembali ke aktifitas sehari-hari

sesuai kemampuan.

Cara penanganannya jika terjadi di rumah yaitu :

1) Bersihkan luka dengan air mengalir atau NaCl 0,9% (jika ada)

2) Bersihkan sekitar luka dengan kain bersih yang lembut atau kassa

3) Oleskan salep yang memang khusus untuk luka jika lukanya ringan
22

4) Jika luka parah langsung bawa ke puskesmas terdekat agar mendapat

perawatan yang benar.

b. Penanganan luka bakar

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang

disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik

dan radiasi. Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh

dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api secara langsung atau tidak

langsun), akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.

Cara penangananya yaitu :

1) Segera menghindari sumber penyebab luka bakar

2) Hilangkan sumber panas dengan mengalirkan air pada luka bakar

sekurang-kurangnya lima menit.

3) Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti penanganan pada luka

akibat trauma lain, dengan ABC (Airway, Breathing, Circulation).

c. Penanganan luka trauma

Trauma adalah luka atau cedera pada jaringan. Trauma atau yang disebut

injury atau wound, dapat juga diartikan sebagai kerusakan atau luka yang

disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal

suatu struktur. Trauma juga diartikan sebagai kejadian yang tidak terduga karena

kontak yang keras dengan suatu benda. Trauma secara etiologi di bagi menjadi

dua yaitu trauma yang disengaja dan trauma yang tidak di sengaja.

Cara penanganannya yaitu :

1) Pembersihan luka merupakan pertolongan pertama


23

2) Pemberian antiseptik untuk mengurangi jumlah nakteri pada kulit atau

mukosa daerah luka.

3) Pemberian antibiotik dengan petunjuk yang benar

Perawatan luka di kenal dua teknik dasar yang sering di terapkan untuk

merawat luka yaitu teknik steril dan teknik bersih. Teknik steril merupakan teknik

dimana tenaga kesehatan memakai peralatan dan bahan yang telah disterilkan

sehingga tidak ada bakteri atau partikel virus yang menempel di permukaannya.

Beberapa contoh peralatan steril antara lain peralatan yang telah di sterilkan

dengan Autoklaf untuk digunakan di ruang operasi serta beberapa peralatan medis

yang telah di sterilkan dan di bungkus dengan baik dari pabrik sehingga tidak

terkontaminasi dengan lingkungan luar yang tidak steril. Sedangkan teknik bersih

adalah teknik dimana tenaga kesehatan memakai peralatan dan bahan yang tidak

memerlukan perlakuan yang seksama seperti memperlakukan instrumen steril.

Cukup dengan peralatan yang telah di bersihan dengan alkohol tanpa harus

dimasukan ke Autoklaf terlebih dahulu (Semer,2013).

Seiring dengan perkembangan zaman, di kenal teknik perawatan

konvensional dan teknik perawatan modern. Teknik rawat luka modern lebi

efektif daripada konvensional yang di buktikan dengan penelitian tentang Teknik

Perawatan Luka Modern Dan Konvensional Terhadap Kadar Interleukin 1 Dan

Inteleukin 6 Pada Pasien Luka Diabetik. Dalam penelitian ini diamati peningkatan

perubahan faktor pertumbuhan dan sitokin, terutama interleukin. Proses

penyembuhan luka dipengaruhi faktor pertumbuhan dan sitokin. Hal ini akan di

rangsang oleh pembalutan luka. Teknik pembalutan luka modern ( Kalsium


24

alginat) dapat menyerap luka drainase, non-Oklusive, non-Adhesif dan

debridement autolitik (Nontji, Hariati, & Arafat,2015).

Kartika (2015) menjelaskan dalam tulisannya tentang pengkajian luka :

1. Status nutrisi pasien : BMI (body mass index), kadar albumin.

2. Status vaskuler : Hb, TcO2

3. Status imunitas : terapi kortikosteroid atau obat-obatan imunosupresan

yang lain.

4. Penyakit yang mendasari : diabetes atau kelainan vaskulerisasi lainnya.

5. Kondisi luka :

a. Lokasi, ukuran, dan kedalaman luka.

b. Eksudat dan Bau

c. Warna dasar luka : dasar pengkajian berdasarkan warna : slough (yellow),

necrotic tissue (black), infected tissue (green), granulating tissue (red),

epithelialising (pink).

1) Luka dasar merah

Tujuan perawatan luka dengan warna dasar merah adalah

mempertahankan lingkungan luka dalam keadaan lembap, mencegah

trauma/pendarahan serta mencegah eksudat.

2) Luka dasar hitam

Tujuan perawatan adalah meningkatkan sistem autolisis debridement agar

luka berwarna merah, kontrol eksudat, menghilangkan bau tidak sedap dan

mengurangi/menghindari kejadian infeksi.


25

3) Luka dasar kuning

Tujuan perawatan adalah pembersihan jaringan mati dengan debridement,

baik dengan autolysis debridement maupun dengan pembedahan.

2.4 Kerangka Teoritis

Tingkat Pengetahuan
1. Tahu
2. Memahami
3. Aplikasi
4. Analisis
5. Sintesis
6. evaluasi

Kriteria Tingkat
Pengetahuan :
Pengetahuan Baik
Penanganan luka
masyarakat Cukup
Kurang

Faktor yang Teori tentang konsep


mempengaruhi luka dan penanganan
pengetahuan : pertama terhadap
1. Pendidikan luka
2. Pekerjaan
3. Umur
4. Faktor lingkungan
5. Sosial budaya
26

BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu

terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang di teliti (Notoatmodjo,2010).

Menurut Notoatmodjo pengetahuan seseorang terhadap penangan luka

mempunyai intensitas atau tingkatan yang berbeda meliputi tahu (Know),

memahami (Comprehention), aplikasi (Aplication), Analisis (Analysis), sintesis

(Synthesis), evaluasi (Evaluation). Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

adalah pendidikan, umur, pekerjaan, sosial budaya dan faktor lingkungan

(Notoatmodjo 2010 : Wawan &Dewi, 2016).

Pengetahuan:
Tingkat pengetahuan
Baik
masyarakat tentang
Kurang
penanganan luka
Cukup

Skema 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2 Pertanyaan penelitian

Bagaimanakah pengetahuan masyarakat tentang penanganan luka di desa

Kala Kemili Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah.


27

3.3 Defenisi operasional dan kriteria Objektif

No Variabel Defenisi Cara ukur Alat ukur Skala ukur Hasil ukur
operasional
1 Pengetahuan Segala Pembagian kuesione Ordinal Pengetahu
tentang informasi kuesioner r an baik
penanganan yang di jika
luka ketahui oleh mendapat
masyarakat kan skor
tentang 76-100%
penanganan Pengetahu
luka an cukup
jika
mendapat
kan skor
56-75%
Pengetaha
uan
kurang
jika
mendapat
kan skor
<56%
28

BAB IV

METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian Deskriptif Eksploratif yang

bertujuan memperdalam pengetahuan dan mencari ide-ide baru mengenai suatu

gejala tertentu, menggambarkan fenomena sosial dan menjelaskan bagaimana

terjadinya suatu fenomena sosial untuk merumuskan masalah secara lebih

terperinci atau mengembangkan hipotesis bukan menguji hipotesis (Bambang :

2018).

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat

yang berada di Desa Kala Kemili Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah

yang berjumlah 2061 orang.

4.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap

mewakili seluruh populasi yang ditentukan melalui sampling. Sampling adalah

suatu proses dalam menyeleksi porsi untuk menjadi sampel dari populasi untuk

dapat mewakili populasi (Nursalam,2011). Pengambilan sampel dalam penelitian

ini menggunakan Simple Random Sampling yang artinya pengambilan sampel

dari anggota populasi yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata
29

yang ada dalam populasi itu sehingga mempermudah penyebaran kuesioner.

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 95 orang.

rumus Slovin :

N
n=
1+ N (e)2

Keterangan :

n : jumlah sampel

N : jumlah populasi

e : batas toleransi kesalahan ( error tolerance)

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian

4.3.1 Tempat Penelitian

Penelitian direncanakan di Desa kala Kemili Kecamatan Bebesan

Kabupaten Aceh Tengah.

4.3.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini direncanakan pada bulan Juni sampai Dengan Juli tahun 2020.

4.4 Alat Pengukuran Data

Alat Pengukuran data dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner yang

terdiri dari beberapa bagian yaitu :

a. Bagian I berupa Kuesioner tentang inisial responden, umur, pendidikan,

pekerjaan dan jenis kelamin.

b. Bagian II merupakan Kuesioner mengenai pengetahuan masyarakat

tentang penanganan vulnus (luka). Kuesioner tingkat pengetahuan ini

untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat pengetahuan pada

penanganan luka pada masyarakat. Terdapat 17 pertanyaan untuk


30

mengetahui tingkat pengetahuan terhadap penanganan luka dengan

menggunakan skala Guttman. Skala dalam penelitian ini, akan di dapat

jawaban yang tegas yaitu benar dan salah. Instrumen penelitian ini

menggunakan daftar pertanyaan yang berbentuk kuesioner, responden

hanya diminta untuk memberikan tanda centang (√ ) pada jawaban yang

dianggap sesuai dengan responden. Penilaian pada kuesioner ini yaitu

benar dan salah. Rumus yang digunakan untuk mengukur persentase dari

jawaban yang di dapat dari kuesioner menurut Arikunto (2013), yaitu

jumlah nilai yang benar


persentase= x 100 %
jumlah soal

4.5 Etika Penelitian

Penelitian ini hanya melibatkan responden yang mau terlibat dan tanpa

adanya paksaan. Peneliti menerapkan prinsip-prinsip etik dalam melakukan

penelitian ini, yang berguna untuk melindungi responden dari berbagai

kekhawatiran dan dampak yang mungkin timbul selama kegiatan penelitian.

Prinsip-prinsip etik tersebut meliputi :

a. Otonomi (Autonomy)

Sebelum memulai penelitian terlebih dahulu peneliti memberikan informasi

secara lengkap tentang tujuan dan prosedur penelitian (Informed consent) kepada

responden, juga jelaskan jika ketidaknyamanan dalam penelitian, serta tidak ada

resiko apapun yang akan terjadi pada responden menunjukan perasaan sedih yang

mendalam, maka peneliti akan memberi kesempatan pada responden untuk


31

mengekspresikan perasaanya dan berusaha melakukan caring dengan memberikan

sentuhan yang terapeutik.

Penelitian ini juga tidak akan memaksa responden ketika responden

memutuskan keterlibatannya dalam kegiatan penelitian termasuk apabila

responden ingin mengundurkan diri ketika penelitian sedang berlangsung (self

determination). Kesediaan responden dibuktikan dengan penandatanganan surat

persetujuan untuk menjadi responden.

b. Berbuat Baik (Beneficience)

Responden akan di berikan kuesioner dan diminta untuk mengisinya, jika

responden tidak memungkinkan mengisi kuesioner maka peneliti akan langsung

mengambil alih pengisian dengan menanyakan langsung dengan responden dan

mengisi sesuai dengan jawaban yang diberikan responden.

c. Keadilan (justice)

Peneliti memperlakukan adil setiap responden baik sebelum, selama, dan

setelah berpartisipasi dalam penelitian, serta tidak melakukan deskriminasi

terhadap responden.

d. Tidak Merugikan (Non-Malaficience)

Pada saat penelitian berlangsung peneliti meminimalisasi dampak yang

merugikan bagi responden dan berupaya agar peneliti tidak akan mengakibatkan

penderitaan pada responden, baik secara fisik maupun psikis seperti berusaha
32

sebisa mungkin untuk tidak menanyakan hal-hal yang membuat responden

menjadi sedih dan murung.

e. Kejujuran (Veracity)

Peneliti memberikan semua informasi secara jujur kepada responden

tentang penelitian yang peneliti lakukan.

f. Menepati janji (Fidelity)

Peneliti melaksanakan komitmen untuk menepati janji kepada responden

dan menyimpan rahasia yang diberikan responden.

g. Kerahasiaan (Confidentialty)

Peneliti menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan

mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data yang diisi

responden, tetapi lembaran tersebut hanya diberikan kode tertentu (anonymity).

Kerahasiaan informasi yang diberikan responden, peneliti jamin dan data yang di

peroleh hanya digunakan untuk penelitian ini.

h. Akuntability (Accountability)

Penelitian ini dibuat sesuai standar penelitian dan dapat dipertanggung

jawabkan.

4.6 Uji instrumen


33

Uji coba instrument dilakukan untuk mendapatkan instrumen yang memenuhi

kriteria validitas maka peneliti melakukan validitas instrument dengan cara

menguji cobakan instrument kuesioner kepada sekelompok masyarakat di dalam

kelompok sampel yang sama. Dalam penelitian ini instrument yang digunakan

adalah adopsi dari skripsi Vinda Kuswana Murti (2019), sehingga tidak di uji

validitas dan reliabilitasnya.

4.7 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan cara mendapatkan data

primer yaitu melalui angket dengan menggunakan kuesioner yang telah dirancang

oleh peneliti sesuai dengan objek penelitiannya. Tujuannya adalah untuk

mengetahui gambaran pengetahuan masyarakat tentang penanganan luka (vulnus)

di Desa Kala Kemili Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah.

Adapun tahapan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

a. Prosedur pengumpulan data

Persiapan pengumpulan data dilakukan melalui proses administrasi dengan

cara melakukan izin dari ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes

Muhammadiyah. Setelah itu peneliti akan memilih tempat penelitian dan populasi

target, kemudian mengajukan surat permohonan izin kepada diklat untuk

mengadakan penelitian yang ditujukan kepada ketua Desa Kala Kemili.

b. Tahap melakukan pengumpulan data


34

Setelah mendapatkan izin, peneliti mendatangi respoden, memperkenalkan

diri, menjelaskan tujuan dari penelitian, dan meminta kepada calon responden

untuk mendatangani lembar persetujuan untuk menjadi responden apabila mereka

setuju. Setelah itu kuesioner diedarkan kepa responden yang telah

menandatangani lembar persetujuan, kemudia lembar yang telah diisi oelh

responden dikumpulkan kembali. Setelah semua terkumpulkan peneliti

memeriksa kembali lembar kuesioner agar terhindar dari ketidak lengkapan

jawaban. Kemudian peneliti meminta pamit secara lisan kepada responden dengan

mengucapkan terimakasih atas kesediaan menjadi responden dalam penelitian ini.

4.8 Pengelolaan Data

Menurut Notoatmodjo, (2010) pengelolaan data merupakan proses yang

sangat penting dalam penelitian. Oleh karena itu, harus dilakukan dengan baik dan

benar. Pengelolaan data dilakukan secara manual yaitu melalui tahap :

a. Editing

Kegiatan editing bertujuan agar data yang di peroleh dapat diolah dengan

baik dan menghadirkan informasi yang benar. Kegiatan yang dilakukan adalah

melihat dan memeriksa apalah semua pertanyaan terjawab atau terisi, dapat dibaca

serta melihat apakah ada kekeliruan yang dapat mengganggu dalam mengolah

data selanjutnya.

b. Coding
35

Setelah selesai editing, peneliti melakukan pengkodean data yakni

mengklasifikasikan jawaban responden menurut jenis dengan memberikan kode.

Pada tahap ini yang diperoleh diberikan kode numerik (angka) untuk

memudahkan pengenalan dengan pengkodean untuk umur, 13 tahun diberikan

kode I, umur 14 tahun di berikan kode 2, dan umur 15 tahun di berikan kode 3.

Untuk jenis kelamin diberikan kode 1 pada laki-laki dan 2 untuk perempuan.

c. Tabulating

Data yang telah di periksa dan diberikan kode maka data dihitung dengan

memasukkan jawaban responden ke dalam table.

d. Cleaning Data (Pembersihan Data)

Melakukan pengecekan ulang terhadap data untuk mengecek kesalahan-

kesalahan yang mungkin terjadi.

4.9 Analisa Data

4.9.1 Analisa Univariat

Teknik analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisa

univarat yaitu analisa yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteritik setiap variabel penelitian seperti penelitian ini gambaran pengetahuan

masyarakat tentang penanganan luka (vulnus). Bentuk analisa univariat tegantung

dari jenis datanya. Pada umumnya dalam analisa ini hanya menghasilkan

distribusi frekuensi dari persentase dari tiap variabel (Suman,2014).


36

37−
∑x
n

Keterangan :

x : nilai rata-rata

∑ x : jumlah keseluruhan nilai responden


n : jumlah sampel

Kemudian ditentukan presentasi perolehan untuk tiap-tiap kategori dengan

menggunakan rumus :

fi
P− x 100 %
N

Keterangan :

P : proporsi

fi :frekuensi teramati

n : jumlah responden yang menjadi sampel

Anda mungkin juga menyukai