Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bencana merupakan serangkaian peristiwa yang mengancam kehidupan

manusia yang timbul karena faktor alam dan faktor non-alam yang menimbulkan

jatuhnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dapat

berdampak pada psikologis seseorang (Anies, 2017). Bencana yang disebabkan

karena faktor non-alam antara lain: tanah longsor, banjir, abrasi, dan kebakaran

hutan. Sedangkan bencana yang disebabkan karena fenomena alam, seperti:

gempa bumi, gunung meletus, puting beliung, dan tsunami (Ulum, 2014). Untuk

meminimalisir kerusakan dan jatuhnya korban, maka perlu adanya upaya

persiapan untuk meminimalisir kerusakan jika terjadi bencana. Peraturan Kepala

BNPB No. 17 tahun 2011, kesiapsiagaan bencana adalah serangkaian kegiatan

yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui langkah-langkah yang

tepat untuk menjamin adanya respons yang cepat dan efektif apabila terjadi

bencana (BNPB, 2014).

Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana tahun 2018, sebanyak

2.572 kejadian bencana alam terjadi di Indonesia. Jumlah kejadian bencana banjir

sepanjang tahun 2018 sebanyak 679 kejadian, bencana tanah longsor terjadi 473

kejadian, bencana puting beliung 804 kejadian, 370 kejadian bencana kebakaran

hutan dan lahan, bencana gempa bumi 23 kejadian, bencana gelombang

pasang/abrasi 34 kejadian, 58 kejadian letusan gunung berapi, bencana

kekeringan 129 kejadian, bencana gempa bumi disertai tsunami 1 kejadian, dan

bencana tsunami 1 kejadian. BNPB juga menyebutkan terjadi 2 kejadian bencana

non-alam, yaitu kecelakaan transportasi 1 kejadian dan kebakaran 1 kejadian.

1
2

Data dari BNPB juga menunjukkan intensitas kejadian bencana di Provinsi Jawa

Timur menempati urutan kedua setelah Jawa Tengah, yaitu 450 kejadian. Dengan

angka kejadian bencana banjir 84, tanah longsor 89 kejadian, gelombang pasang/

abrasi 6 kejadian, puting beliung 143 kejadian, kekeringan 20 kejadian, kebakaran

hutan dan lahan 106 kejadian, serta bencana gempa bumi 2 kejadian (BNPB,

2018).

Banyaknya peristiwa bencana yang terjadi dan menimbulkan banyak korban

jiwa serta kerugian harta benda yang besar menunjukkan bahwa manajemen

bencana di Indonesia masih sangat jauh dari yang diharapkan (Anies, 2017).

Wijaya (2007) dalam Ulum (2014) mengungkapkan bahwa kemampuan antisipasi

bencana di Indonesia masih minim dan yang menjadi masalah tidak hanya

bencana dan beberapa penyebabnya, melainkan antisipasi bencana juga menjadi

masalah tersendiri.

Prioritas dari respon terhadap bencana dan keadaan darurat adalah

membantu, mendukung, dan memperlakukan para korban untuk

menyelamatkan nyawa. Relawan bencana sangat diperlukan untuk memberikan

bantuan. Oleh karena itu, relawan bencana harus memiliki pengetahuan dalam

manajemen bencana sehingga mampu merespons secara efektif terhadap setiap

bencana dan krisis darurat (Naser & Saleem, 2018). Pengetahuan dapat

mempengaruhi sikap dan kepedulian seseorang agar siap menghadapi bencana

(Kurniawati & Suwito, 2017). Kurangnya pengetahuan kebencanaan dapat

menyebabkan rendahnya kesiapsiaagaan terhadap bencana (Fauzi, Hidayati,

Subagyo, & Latif, 2017).

Penelitian yang dilakukan oleh Purwoko (2015), terdapat pengaruh yang

signifikan antara pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan bencana.


3

Respon dalam menghadapi resiko bencana >50% dipengaruhi oleh pengetahuan

dan sikap dari masing-masing individu. Selain itu dalam penelitian yang

dilakukan oleh Kurniawati & Suwito (2017), terdapat pengaruh positif dari

pengetahuan kebencanaan terhadap sikap kesiapsiagaan dalam menghadapi

bencana. Hal ini dapat diartikan, semakin tinggi pengetahuan kebencanaan maka

akan semakin tinggi sikap kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.

Pengetahuan relawan tentang penanggulangan bencana dapat diperoleh

pada saat turun ke lapangan langsung, membaca, dan berbagi pengalaman

dengan sesama relawan (Sujanto, 2014). Pendidikan dan pelatihan juga

diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan

keterampilan sehingga relawan memiliki respons yang efektif terhadap bencana

dan keadaan darurat (Naser & Saleem, 2018). Pekerjaan yang dilaksanakan sesuai

dengan pengetahuan yang dimiliki akan memberikan hasil yang lebih baik

daripada tidak memiliki pengetahuan yang cukup memadai akan tugasnya. Begitu

juga dengan pendidikan, pelatihan, dan pengalaman dapat memberikan

kontribusi yang cukup efektif untuk mencapai hasil yang lebih baik (Wandita,

Yuniarta, & Nyoman, 2017). Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang,

maka akan berpengaruh terhadap kualitas kemampuan yang dihasilkan dalam

bertugas sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai (Sujanto, 2014).

Kurangnya program pelatihan dalam kesiapsiagaan bencana adalah salah satu

masalah utama yang memberi dampak negatif mengenai kesiapsiagaan bencana

(Naser & Saleem, 2018).

Penelitian yang dilakukan oleh Habte et al. (2018), sekitar 50,8% petugas

kesehatan memiliki pengetahuan yang baik sedangkan 49,2% memiliki

pengetahuan rendah tentang rencana dan kesiapan bencana di rumah sakit.


4

Secara umum, 64,8% responden memiliki sikap positif. Namun, praktek

terhadap kesiapsiagaan bencana tergolong rendah, yaitu 8,3%. Hal ini dapat

diartikan jika tingkat pengetahuan dan sikap yang relatif baik tidak dapat

menjamin adanya praktek yang baik.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti kepada Ketua dari

Muhammadiyah Disaster and Management Centre Kota Malang dan Kabupaten

Malang yaitu, terdapat ±60 orang relawan MDMC Kota Malang dan ±30 orang

relawan MDMC Kabupaten Malang yang terdiri dari siswa/siswi SMA

Muhammadiyah dan Panti Muhammadiyah, Organisasi Otonom, mahasiswa

Universitas Muhammadiyah Malang, serta mahasiswa STIKES Kepanjen.

Kegiatan yang biasa dilakukan lembaga untuk meningkatkan pengetahuan dan

kemampuan relawan adalah dengan mengadakan diklat dasar dan diklat madya

serta pelatihan bersama dengan BNPB dan BPBD. Selain itu, MDMC kabupaten

Malang juga biasa mengadakan kajian dari rumah ke rumah antar relawan guna

mempererat tali silaturahmi sekaligus menambah wawasan terkait dengan

manajemen bencana. Jika terjadi kejadian luar biasa atau bencana besar, relawan

dari organisasi ini diturunkan ke lapangan minimal selama 2 minggu dan

maksimal 2 bulan, tergantung keputusan dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Hasil dari wawancara peneliti kepada kepala Lembaga dan beberapa relawan

yang pernah turun ke daerah bencana, pengetahuan dari relawan bencana

MDMC ada yang baik dan kurang sesuai dengan kluster masing-masing,

pendidikan terakhir yang ditempuh, dan usia. Sebelumnya, belum pernah

dilakukan pengukuran pengetahuan dan sikap kesiapsiagaan bencana pada

relawan MDMC. Sedangkan untuk sikap relawan, dalam beberapa kegiatan yang

diadakan terdapat relawan yang antusias dan enggan mengikuti kegiatan. Hal ini
5

disebabkan karena ada beberapa anggota yang jadwalnya berbenturan dengan

acara lain. Selain itu, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan relawan pasif

dalam kegiatan kerelawanan, diantaranya yaitu tidak adanya imbalan atau

bayaran, ketika di lokasi bencana tugas yang dilakukan relawan setiap harinya itu-

itu saja, ketika bertugas relawan tidak mendapatkan bantuan makanan padahal

relawan juga sangat membutuhkan makanan untuk menambah energi dalam

bertugas. Sehingga dari faktor-faktor ini relawan menjadi stress, jenuh, dan

enggan untuk melanjutkan tugasnya sebagai relawan.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka peneliti tertarik untuk

meneliti tentang “Identifikasi Pengetahuan dan Sikap tentang Kesiapsiagaan

Bencana pada Relawan Bencana”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:.

1. Bagaimana tingkat pengetahuan relawan terhadap kesiapsiagaan

bencana?

2. Bagaimana sikap relawan terhadap kesiapsiagaan bencana?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengidentifikasi pengetahuan dan sikap relawan bencana terhadap

kesiapsiagaan bencana.

1.3.2 Tujuan Khusus

Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan khusus dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:
6

1. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan relawan terhadap kesiapsiagaan

bencana.

2. Mengidentifikasi sikap relawan terhadap kesiapsiagaan bencana.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan tentang tingkat

pengetahuan dan sikap relawan bencana terhadap kesiapsiagaan bencana.

1.4.2 Manfaat Teoritis

Sebagai referensi dan pengetahuan bagi Ilmu Kesehatan serta menambah

kajian Ilmu Kesehatan khususnya bagi Keperawatan untuk mengetahui tingkat

pengetahuan dan sikap relawan terhadap kesiapsiagaan bencana.

1.5 Keaslian Penelitian

1. Penelitian yang dilakukan oleh Habte et al. (2018) dengan judul Assessment of

Knowledge, Attitude and Practice of Disaster Preparedness among Tikur Anbessa

Specialized Hospital Health Care Workers, Addis Ababa, Ethiopia. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk menilai kesadaran, sikap, dan praktik terkini dari

petugas kesehatan terkait dengan kesiapsiagaan bencana dan untuk

mengetahui pengaturan yang dilakukan jika terjadi bencana di rumah sakit.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah sekitar 50,8% petugas

kesehatan memiliki pengetahuan yang baik sedangkan 49,2% memiliki

pengetahuan rendah tentang rencana dan kesiapan bencana di rumah sakit.

Secara umum, 64,8% responden memiliki sikap positif. Namun, praktek

terhadap kesiapsiagaan bencana tergolong rendah, yaitu 8,3%. Selain itu,

rumah sakit tidak memiliki rencana kesiapsiagaan bencana maupun bentuk

pengaturan dan persiapan lainnya untuk mempersiapkan jika terjadi


7

bencana. Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini yaitu: tidak semua

kuesioner dikembalikan oleh responden; beberapa spesialis dan staf

pendukung tidak mengembalikan kuesioner yang menurunkan tingkat

respons menjadi 80,4%; terdapat beberapa kuesioner yang tidak lengkap

sehingga dibuang yang kemudian mengurangi tingkat respons yang

diharapkan; dan beberapa informan kunci merasa tidak nyaman untuk

membagikan pandangan mereka.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan peneiti

terletak pada tujuan. Yang mana tujuan dari penelitian yang akan dilakukan

adalah untuk menilai pengetahuan dan sikap relawan bencana terhadap

kesiapsiagaan bencana.

2. Penelitian ini dilakukan oleh Naser & Saleem (2018), Emergency and disaster

management training; knowledge and attitude of Yemeni health professionals- a cross-

sectional study. Tujuan dari penelitian Naser dan Saleem adalah untuk menilai

pengetahuan, sikap, dan pelatihan dalam keadaan darurat dan kesiapan

bencana di kalangan profesional kesehatan Yaman. Hasil dari penelitian

adalah sebanyak 32% profesional kesehatan berpengetahuan baik, 54%

berpengetahuan sedang, dan 14% berpengetahuan buruk. Pengetahuan

dokter dinilai lebih baik dari tenaga kesehatan yang lain. Dan sikap subyek

terhadap manajemen bencana dan gawat darurat dinilai baik. Selain itu,

terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian Naser dan Saleem, yaitu

minat masyarakat terhadap penelitian; ukuran dan teknik pengambilan

sampel yang digunakan karena tidak ada data yang tersedia untuk

mendapatkan angka proporsional sebanding dengan para profesional


8

kesehatan; waktu yang terbatas; pendanaan; dan akses yang tidak aman ke

kota-kota akibat perang yang sedang berlangsung.

Perbedaan terletak pada tujuan, tujuan penelitian yang akan dilakukan

peneiti adalah untuk menilai pengetahuan dan sikap relawan bencana

terhadap kesiapsiagaan bencana.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Purwoko (2015) dengan judul “Pengaruh

Pengetahuan Dan Sikap Tentang Resiko Bencana Banjir Terhadap

Kesiapsiagaan Remaja Usia 15-18 Tahun Dalam Menghadapi Bencana

Banjir Di Kelurahan Pedurungan Kidul Kota Semarang”. Tujuan dari

penelitian Purwoko adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja

usia 15-18 tahun tentang bencana banjir dan mengetahui pengaruh

pengetahuan terhadap kesiapsiagaan remaja usia 15-18 tahun dalam

menghadapi bencana banjir. Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 39,8%

remaja usia 15-18 tahun memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi mengenai

kesiapsiagaan bencana, sedangkan 12,1% memiliki pengetahuan yang

rendah. Selain itu, terdapat pengaruh yang signifikan antara pengetahuan

dan sikap terhadap kesiapsiagaan remaja. Perubahan kesiapsiagaan remaja

usia 15-18 tahun di Kelurahan Pedurungan Kidul dalam menghadapi resiko

bencana banjir sebesar 63,6% dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap

remaja.

Perbedaan terletak pada tujuan, tujuan penelitian yang akan dilakukan

peneiti adalah untuk menilai pengetahuan dan sikap relawan bencana

terhadap kesiapsiagaan bencana.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Fauzi et al. (2017) dengan judul “Hubungan

Tingkat Pengetahuan Bencana dengan Kesiapsiagaan Masyarakat di


9

Kecamatan Wonogiri Dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi”. Tujuan

dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan

bencana dan kesiapsiagaan masyarakat di Kecamatan Wonogiri terhadap

bencana gempa bumi. Hasil dari penelitian ini menunjukan tingkat

pengetahuan masyarakat termasuk kategori “sedang” dengan nilai indeks

rata-rata 70,74. Sedangkan tingkat kesiapsiagaan masyarakat termasuk

kategori “rendah” dengan nilai indeks rata-rata 53,56. Hubungan tingkat

pengetahuan bencana dan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana

gempa bumi mendapatkan angka korelasi product moment sebesar r=0,589

termasuk kategori “sedang”.

Perbedaan terletak pada tujuan, tujuan penelitian yang akan dilakukan

peneiti adalah untuk menilai pengetahuan dan sikap relawan bencana

terhadap kesiapsiagaan bencana.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati & Suwito (2017) yang berjudul

“Pengaruh Pengetahuan Kebencanaan Terhadap Sikap Kesiapsiagaan

Dalam Menghadapi Bencana pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan

Geografi Universitas Kanjuruhan Malang”. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui tingkat pengetahuan kebencanaan dan sikap

kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana pada mahasiswa program studi

pendidikan geografi Universitas Kanjuruhan Malang serta mengetahui

pengaruh pengetahuan kebencanaan terhadap sikap kesiapsiagaan dalam

menghadapi bencana pada mahasiswa program studi pendidikan geografi

Universitas Kanjuruhan Malang. Hasil dari penelitian ini menunjukkan

bahwa tingkat pengetahuan kebencanaan dan sikap kesiapsiagaan

mahasiswa berada pada kategori tinggi. Hasil pengujian hipotesis dengan uji
10

t dan uji koefisien determinasi, maka ada pengaruh positif pengetahuan

kebencanaan terhadap sikap kesiapsiagaan mahasiswa dalam menghadapi

bencana. Hal ini berarti semakin tinggi pengetahuan kebencanaan maka

akan semakin tinggi pula sikap kesiapsiagaan mahasiswa dalam menghadapi

bencana.

Perbedaan terletak pada tujuan, tujuan penelitian yang akan dilakukan

peneiti adalah untuk menilai pengetahuan dan sikap relawan bencana

terhadap kesiapsiagaan bencana.

Anda mungkin juga menyukai