Anda di halaman 1dari 26

 

MAKALAH
PENDIDIKAN KESEHATAN TERKAIT CARA PENCEGAHAN DAN
PENANGGULANGAN BENCANA

 Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Bencana Yang Diampuh
Oleh Ns. Zulkifli B. Pomalango, S.Kep., M.Kep

Oleh
 Kelompok 2
 Kelas B
Lasri Kasim (841416011)
Dhea Nindita Labindjang (841416013)
Faradilah U. Hadji (841416016)
Fariyani Rivai (841416048)
Siti Amalia Pontoh (841416070)
Frangki Hilala (841416103)
Merlin Riyani Astuti Pakaya (841416106)
Siti Hardiyanti Purnama Maku (841416107)
 Novilina Daud (841416128)

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2019
 

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, maka kami
 bisa menyelesaikan makalah yang berjudul  Pendidikan Kesehatan Terkait Cara
“ 

 Pencegahan Dan Penanggulangan


P enanggulangan Bencana   makalah ini di buat untuk menganalisa

 berbagai bencana di Indonesia melalui metode tinjauan pustaka.


Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadikan referensi
 bagi kita sehingga lebih menanggulangi bencana. Dan apabila masih banyak lagi
kekurangan, demi kesempurnaan makalah ini kami mengharapkan masukan/kritikan
yang bersifat membangun.

Penyusun
 

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................... ....................i
DAFTAR ISI ........................................................................................
................................................ ........................................ ...................ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................... ...................1


1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................5
1.3 Tujuan................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pendidikan Kesehatan ......................... … .......................................6
2.2 Pengertian Bencana ..........................................................................................8
2.3 Pendidikan Kesehatan terkait Pencegahan dan Penanggulangan
Bencana.............................................................................................................8

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan.......................................................... … ........................................22
3.2 Saran........................................... … .................................................................22

DAFTAR PUSTAKA.................................................. … ......................................23


 

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kejadian bencana, baik bencana alam maupun bencana akibat ulah

manusia menjadi salah satu perhatian penting dalam dunia kemanusiaan karena
dapat terjadi di setiap tempat dan setiap saat. Dalam perspektif global, bencana
merupakan kejadian serius yang sering meninggalkan berbagai dampak
kerusakan fisik, mental maupun sosial. Oleh karena itu kesiapsiagaan menjadi
tuntutan utama dalam
dalam pengurangan resiko bencana. Menurut Kerangka Aksi
Hyogo (KAH), paradigma penanggulangan bencana diarahkan untuk mengurangi
resiko bencana melalui pengembangan kapasitas lokal dengan melibatkan
masyarakat, salah satunya adalah dengan upaya pembangunan kesiapsiagaan
masyarakat. Upaya tersebut akan memberikan pemahaman dan persiapan yang
 baik mengenai bencana pada level masyarakat di daerah rawan bencana. Dengan
Den gan
demikian, masyarakat diharapkan dapat menentukan langkah-langkah strategis
dalam meminimalisir kerentanan terhadap bencana.
Selama ini kesiapsiagaan bencana pada masyarakat dirasakan belum
 berjalan dengan baik. Menurut PMI, belum ada sistem yang membuat
masyarakat terlatih terhadap bencana, sementara sistem deteksi dini terhadap
 bencana yang telah ada belum mampu diakses dengan baik oleh masyarakat
(PMI, 2007). Dalam pandangan normatif, kondisi tersebut merupakan implikasi

dari upaya pembangunan kesiapsiagaan yang kurang optimal dan tidak tepat
sasaran, sehingga belum mampu menumbuhkan kemandirian dan keberdayaan
masyarakat dalam menanggulangi bencana. Masyarakat sebenarnya telah
memiliki mekanisme pertahanan sendiri terhadap bencana (coping mechanism).
Mekanisme ini yang menentukan tingkat resiliensi masyarakat terhadap bencana.
Menurut Holing (1973)
(1973) cit. Mayunga (2007), tingkat resiliensi masyarakat
merupakan ukuran kemampuan masyarakat untuk menyerap perubahan dan tetap
 bertahan pada suatu kondisi tertentu di lingkungannya.
 

Upaya kesiapsiagaan merupakan salah satu bentuk resiliensi masyarakat


terhadap bencana. Kesiapsiagaan masyarakat tersebut tercipta dari pola pikir
yang berkembang secara alamiah di dalam masyarakat. Pola pikir tersebut
merupakan hasil representasi sosial terhadap pengalaman dan proses komunikasi

masyarakat dalam menyikapi kejadian bencana. Menurut Joffe (2003)


representasi sosial dapat menciptakan kebutuhan yang berbeda-beda dalam upaya
 pembangunan kesiapsiagaan masyarakat. Pada prinsipnya, pemenuhan kualitas
kesehatan selama bencana mutlak dibutuhkan oleh setiap orang yang terkena
dampak bencana. Pemenuhan tersebut merupakan hak asasi manusia yang telah
disepakati secara internasional dan merupakan standar global yang digunakan di
semua negara serta dilindungi oleh undang-undang.
The Sphere Project menyebutkan beberapa standar kesehatan yang harus
dipenuhi selama terjadi bencana, meliputi: standar minimum pasokan air bersih,
sanitasi dan penyuluhan lingkungan; standar minimum ketahanan pangan, gizi
dan bantuan pangan; standar minimum tempat hunian, penampungan dan barang
 bantuan non pangan; serta standar minimum pelayanan kesehatan (The Sphere
Project, 2006). Di Indonesia, menurut Undang- Undang No. 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana, terdapat beberapa kriteria pemenuhan
kebutuhan kesehatan bencana, meliputi penyediaan: (1) kebutuhan air bersih dan
sanitasi; (2) pangan; (3) sandang; (4) pelayanan kesehatan; (5) pelayanan
 psikososial; dan (6) penampungan dan tempat hunian. Pembangunan

kesiapsiagaan masyarakat pada aspek kesehatan yang komprehensif tidak hanya


 berupaya memenuhi kebutuhan normatif masyarakat, akan tetapi perlu
mensinergikan antara kebutuhan normatif masyarakat (normative need) dengan
kebutuhan yang direpresentasikan masyarakat (felt need). Program promosi
kesehatan dapat menyambungkan kesenjangan antara keduanya melalui kerangka
analisis komunitas (community analysis). Sebagai bagian fundamental dari
 pengembangan program promosi kesehatan, analisis komunitas dilakukan
melalui penilaian (assessment) dan penetapan (diagnosis) terhadap kebutuhan
 program promosi kesehatan (Carr, 1992).
 

Hasil dari penilaian kebutuhan masyarakat tersebut digunakan sebagai


dasar pemikiran untuk menetapkan strategi-strategi intervensi yang tepat sasaran
dalam upaya pembangunan kesiapsiagaan masyarakat pada aspek kesehatan
menghadapi bencana. Di Indonesia, banjir bandang, merupakan salah satu

 bencana yang dapat menimbulkan krisis kesehatan. Menurut data Pusat


Penanggulangan Krisis, Departemen Kesehatan, sepanjang tahun 2006 hingga
2007, wilayah Indonesia tercatat mengalami 162 sampai 250 kali kejadian
 bencana yang dapat
dap at mengakibatkan krisis kesehatan, salah satunya adalah banjir
 bandang (sebanyak 48% dari total kejadian bencana) (Depkes RI, 2007, 2008).
Salah satu bencana banjir bandang yang pernah terjadi adalah banjir bandang
yang melanda Kabupaten Jember pada tahun 2006. Kabupaten Jember
merupakan wilayah perbukitan dan pegunungan Argopuro.
Pada jaman penjajahan Belanda, sebagian besar wilayah Jember dijadikan
sebagai area perkebunan kopi, karet, pinus, kakao dan tembakau. Wilayah
 perkebunan ini dibagi menjadi beberapa area yang disebut
d isebut afdeling dan dikepalai
oleh seorang sinder perkebunan. Afdeling Gunung Pasang merupakan
 pemukiman yang terletak paling ujung di lereng selatan pegunungan Argopuro.
Pada tahun 2006, pemukiman ini adalah pemukiman yang pertama kali terkena
dampak banjir bandang akibat limpasan air dan longsoran dari puncak
Pegunungan Argopuro. Bencana banjir bandang di wilayah ini telah
menimbulkan dampak yang serius pada kehidupan masyarakat. Sekitar ratusan

 jiwa penduduk yang tinggal di kawasan Gunung Pasang dan sekitarnya tewas
akibat terjangan bencana banjir bandang. Ratusan rumah hanyut dan hancur
akibat terjangan lumpur dan batubatu besar. Banjir bandang mengalir dari atas
 pegunungan Argopuro melewati sungai Dinoyo yang berbatasan langsung
dengan pemukiman di afdeling Gunung Pasang. Namun, kondisi ini belum
mengubah pandangan masyarakat untuk tinggal di daerah yang lebih aman dari
resiko bencana. Berdasarkan pengamatan awal, tujuh tahun pasca bencana
terjadi, kehidupan masyarakat telah berjalan dengan baik. Sebagian besar
masyarakat yang bermata pencaharian sebagai buruh kebun (pemetik kopi, kakao
 

dan penderes karet) tetap melakukan aktivitasnya seperti biasa. Terdapat posko
 penanggulangan bencana yang dibentuk oleh PDP (Perusahaan Daerah
Perkebunan) yang mengelola wilayah afdeling Gunung Pasang.
Menurut tokoh masyarakat setempat, upaya pembangunan kesiapsiagaan

dengan melibatkan masyarakat belum pernah dilakukan hingga saat ini,


 pemerintah daerah lebih memprioritaskan pembangunan fisik seperti pemukiman
 penduduk, jembatan dan tanggul sungai. Pemerintah kerap mengasumsikan
 bahwa masalah bencana merupakan masalah jangka pendek yang hanya perlu
ditangani pada satu waktu tertentu. Padahal jika dicermati lebih jauh, masalah
 pasca bencana menjadi hal utama dalam isu kemanusiaan. Berbagai macam
 permasalahan seperti masalah kesehatan, dampak lingkungan, dan dampak sosial
ekonomi telah mempengaruhi kondisi kehidupan masyarakat korban bencana.
Kualitas hidup yang menurun, merebaknya penyakit menular, disparitas,
kecemburuan sosial, dan kemiskinan,mudah muncul ketika penanganan bencana
tidak terintegrasi dengan baik (PAHO, 2006). Oleh karena itu, perlu upaya untuk
mengembangkan kesiapsiagaan bencana di masyarakat dalam menghadapi
ancaman banjir bandang di wilayah afdeling Gunung Pasang. Untuk tahapan
awal, yang dilakukan adalah analisis komunitas melalui pengkajian kebutuhan
dari beberapa dimensi dengan mempergunakan model Precede- Proceed.
Dimensi tersebut meliputi dimensi sosial, perilaku dan lingkungan, pendidikan
dan ekologikal serta administratif dan kebijakan. Dengan demikian, dari hasil

analisis komunitas diharapkan dapat menjadi bahan rujukan yang tepat dalam
 penentuan konsep kesiapsiagaan bencana banjir bandang
b andang pada aspek kesehatan di
masyarakat afdeling Gunung Pasang.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam
makalah ini diuraikan sebagai berikut.
1.  Apa yang di maksud dengan pendidikan kesehatan ?
2.  Apa yang di maksud dengan bencana?
 

3.  Bagaimanakah keterkaitan antara pendidikan kesehatan dan cara


 penanggulangan dan pencegahan bencana
ben cana ?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dalam makalah ini
diuraikan sebagai berikut
1.  Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan pendidikan kesehatan
2.  Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan bencana
3.  Untuk mengetahui keterkaitan antara pendidikan kesehatan dan cara
 penanggulangan dan pencegahan bencana
ben cana
 

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pendidikan Kesehatan
1)  Pengertian 

Pendidikan kesehatan adalah aplikasi atau penerapan pendidikan


dalam bidang kesehatan. Secara operasional pendidikan kesehatan adalah
semua kegiatan untuk memberikan dan meningkatkan pengetahuan, sikap,
 praktek baik
b aik individu, kelompok atau masyarakat
mas yarakat dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2012)
2)  Tujuan Pendidikan Kesehatan 
Menurut Susilo (2011) tujuan pendidikan kesehatan terdiri dari :
a.  Tujuan kaitannya dengan batasan sehat  
Menurut WHO (1954) pendidikan kesehatan adalah untuk
mengubah perilaku orang atau masyarakat dari perilaku tidak sehat
menjadi perilaku sehat. Seperti kita ketahui bila perilaku tidak sesuai
dengan prinsip kesehatan maka dapat menyebabkan terjadinya
gangguan terhadap kesehatan. Masalah ini harus benar-benar dikuasai
oleh semua kader kesehatan di semua tingkat dan jajaran, sebab istilah
sehat, bukan sekedar apa yang terlihat oleh mata yakni tampak
 badannya besar dan kekar.
Mungkin saja
saja sebenarnya ia menderita batin atau menderita

gangguan jiwa yang menyebabkan ia tidak stabil, tingkah laku dan


sikapnya. Untuk menapai sehat seperti definisi diatas, maka orang
harus mengikuti berbagai latihan atau mengetahui apa saja yang harus
dilakukan agar orang benar-benar menjadi sehat.
 b.  Mengubah perilaku kaitannya dengan budaya
Sikap dan perilaku adalah bagian dari budaya. Kebiasaan, adat
istiadat, tata nilai atau norma, adalah kebudayaan. Mengubah
kebiasaan, apalagi adat kepercayaan yang telah menjadi norma atau
nilai di suatu kelompok masyarakat, tidak segampang itu untuk
 

mengubahnya. Hal itu melalui proses yang sangat panjang karena


kebudayaan adalah suatu sikap dan perilaku serta cara berpikir orang
yang terjadinya melalui proses belajar. Meskipun secara garis besar
tujuan dari pendidikan kesehatan mengubah perilaku belum sehat

menjadi perilaku sehat, namun perilaku tersebut ternyata mencakup


hal yang luas, sehingga perlu perilaku tersebut dikategorikan secara
mendasar. Susilo membagi perilaku kesehatan sebagai tujuan
 pendidikan kesehatan menjadi 3 macam yaitu :
a)  Perilaku yang menjadikan kesehatan sebagai suatu yang bernilai di
masyarakat. Dengan demikian kader kesehatan mempunyai
tanggungjawab di dalam penyuluhannya mengarahkan pada
keadaan bahwa cara-cara hidup sehat menjadi kebiasaan hidup
masyarakat sehari-hari.
 b)  Secara mandiri mampu menciptakan perilaku sehat bagi dirinya
sendiri maupun menciptakan perilaku sehat di dalam kelompok.
Itulah sebabnya dalam hal ini Pelayanan Kesehatan Dasar (PHC =
Primary Health Care) diarahkan agar dikelola sendiri oleh
masyarakat, dalam hal bentuk yang nyata adalah PKMD. Contoh
PKMD adalah Posyandu. Seterusnya dalam kegiatan ini
diharapkan adanya langkah-langkah mencegah timbulnya
 penyakit.

c)  Mendorong berkembangnya dan penggunaan sarana pelayanan


kesehatan yang ada secara tepat. Ada kalanya masyarakat
memanfaatkan sarana kesehatan yang ada secara berlebihan.
Sebaliknya sudah sakit belum pula menggunakan sarana kesehatan
yang ada sebagaimana mestinya.
c.  Sasaran Pendidikan Kesehatan
Menurut Susilo (2011) sasaran pendidikan kesehatan di
Indonesia, berdasarkan kepada program pembangunan di Indonesia
adalah :
 

a)  Masyarakat umum dengan berorientasi pada masyarakat pedesaan.


 b)  Masyarakat dalam kelompok tertentu, seperti wanita, pemuda,
remaja.
c)  Termasuk dalam kelompok khusus ini adalah kelompok

 pendidikan mulai dari TK sampai perguruan tinggi, sekolah agama


swasta maupun negeri.
d)  Sasaran individu dengan teknik pendidikan kesehatan individu.
2.2 Pengertian Bencana
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyrakat yang disebabkan, baik oleh
factor alam dan/atau faktor non alam maupun factor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak
 psikologis (UU No. 24/2007).
Bencana dapat merusakkan kehidupan keluarga dan melumpuhkan
tatanan sosial. Terlebih lagi jika terjadi pada masyarakat dengan social ekonomi
rendah, potensial terjadi diskriminasi, kejahatan dan tindak kekerasan lainnya.
Selain hal tersebut bencana juga akan menyebabkan masalah kesehatan seperti
diare, influensa, tifus dan penyakit yang lainnya.
Aplikasi bencana yang secara sederhana dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari meliputi melakukan simulasi bencana dikeluarga,

menolong korban bencana, memiliki perlengkapan darurat, mengetahui tempat


 berlindung saat bencana dan mengetahui fasilitas tanggap darurat yang tersedia
di instansi terkait (Kapuccu, 2013).

2.3 Pendidikan Kesehatan terkait cara pencegahan dan penanggulangan


bencana
Pendidikan bencana adalah merupakan proses pembelajaran melalui
hpenyediaan informasi, pengetahuan, dan kewaspadaan terhadap peserta didik
guna membentuk kesiapan bencana di level individu dan komunitas. Melalui
 

 pendidikan bencana, peserta didik didorong untuk mengetahui resiko bencana,


mengumpulkan informasi terkait mitigasi bencana, dan menerapkannya pada
situasi bencana (Shiwaku et al., 2007).
Pembriati (2013) menerangkan bahwa pengertian pengetahuan

kebencanaan adalah kemampuan dalam mengingat peristiwa atau rangkaian


 peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam
maupun faktor manusia yang dapat mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Jenis  jenis bencana dibagi menjadi tiga yaitu :
 – 

1)  Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa
 bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah
longsor.
2)  Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
3)  Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik
sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
Saat darurat bencana dan peristiwa krisis secara alami kacau dan

sangat dinamis, menciptakan fisik, emosional, dan kekacauan sosial. Peristiwa


krisis tersebut dan keadaan darurat, komunikasi sangat penting pada semua
fase penanggulangan bencana. Komunikasi selama darurat menggabungkan
 berbagai langkah-langkah untuk mengelola risiko bagi masyarakat dan
lingkungan, menggambar dari berbagai sumber yang mencakup satelit
telekomunikasi, radar, telemetri, meteorologi dan remote sensing, peringatan
dini dibuat mungkin. Sebelum terjadi bencana, telekomunikasi dapat
digunakan sebagai saluran untuk menyebarkan informasi tentang bahaya yang
 

akan datang, sehingga memungkinkan bagi orang untuk mengambil tindakan


yang diperlukan untuk mengurangi dampak bahaya ini.
Aplikasi telekomunikasi lainnya, termasuk penginderaan jauh dan
Global Positioning System (GPS), memiliki peran penting dalam pelacakan

mendekati bahaya, peringatan pihak berwenang, peringatan yang terpengaruh


 populasi, operasi bantuan koordinasi, menilai kerusakan dan memobilisasi
dukungan untuk rekonstruksi.
Pembekalan dalam mitigasi bencana setidaknya memiliki empat hal penting
yaitu :
a.  Tersedia informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk tiap jenis
 bencana,
 b.  Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran
masyarakat dalam menghadapi bencana, karena bermukim di daerah
rawan bencana,
c.  Mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta mengetahui
cara penyelamatan diri jika bencana timbul, dan
d.  Pengaturan dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi
ancaman bencana
1)  P enanggulangan
nangg ulangan B enca
ncana
na
Undang-undang No. 24 Tahun 2007 menyebutkan bahwa
 penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang

meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya


 bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Kegiatan penanggulangan bencana dilaksanakan secara terus-menerus
sebelum terjadi bencana, pada saat bencana dan setelah terjadi bencana.
Pelaksanaan siklus penanggulangan bencana menjamin kegiatan
 pengurangan risiko bencana berjalan secara efektif.
Dalam siklus penanggulangan bencana antara lain menjelaskan
tahap-tahap penanggulangan bencana, objek yang harus
dikerahkan/dimaksimalkan dalam tahapan tersebut, dan para pelaku setiap
 

tahapan yang wajib dan diharapkan terlibat dalam proses tersebut.Siklus


 penanggulanganbencana penting untuk dipahami karena akan d
dapat
apat memberi
arahan pada keutamaan aksi yang berbeda di setiap tahap, menjelaskan peran
setiap pelaku penanggulangan bencana, efisiensi dan efektifitas upaya

 penanggulangan bencana, dan menyeimbangkan proses pra bencana, saat


 bencana dan pasca bencana.
Meskipun demikian, ketiga tahap siklus tersebut saling tumpang-
tindih, tidak ada Batasan yang jelas dari satu tahapan siklus ke tahapan
 berikutnya. Siklus penanggulangan
penang gulangan bencana yang diadopsi Indonesia saat ini
sangat dipengaruhi oleh perubahan paradigma bencana dimana
 penanggulangan bencana tidak hanya berfokus pada saat terjadi bencana,
tetapi juga pada tahap pra bencana dan pasca bencana.
a)  Pra bencana
Kegiatan manajemen bencana pada saat prabencana
dilaksanakan baik pada situasi tidak terjadi bencana maupun dalam
situasi terdapat potensi bencana. Pada tahap prabencana dalam situasi
tidak terjadi bencana, dilakukan penyusunan Rencana Penanggulangan
Bencana (Disaster Management Plan), yang merupakan rencana umum
dan menyeluruh yang meliputi seluruh tahapan/bidang kerja
kebencanaan. Sedangkan pada tahap prabencana dalam situasi terdapat
 potensi bencana dilakukan penyusunan Rencana Kesiapsiagaan untuk

menghadapi keadaan darurat yang didasarkan atas skenario menghadapi


 bencana tertentu (single hazard) maka disusun satu rencana yang disebut
Rencana Kontinjensi (Contingency Plan).
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui
langkah yang tepat gunadan berdaya guna. Dalam fase ini juga terdapat
 peringatan dini, yaitu serangkaian kegiatan pemberian peringatan
sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya
 bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.  
 

b)  Saat Bencana


Terdapat dua tahap kegiatan penanggulangan pada saat terjadi
 bencana yaitu masa tanggap darurat dan pemulihan. Manajemen
kedaruratan adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan

 penekanan pada faktor-faktor pengurangan


pen gurangan jumlah kerugian dan korban
serta penanganan pengungsi secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan
menyeluruh pada saat terjadinya bencana. Tanggap darurat bencana
merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada
saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk
yangditimbulkan.
Dalam masa tanggap darurat terdapat kegiatan penyelamatan dan
evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
 perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan
 prasarana dan sarana.Pada saat tanggap darurat dilakukan Rencana
Operasi (Operational Plan) yang merupakan operasionalisasi/aktivasi
dari Rencana Kedaruratan atau Rencana Kontinjensi yang telah disusun
sebelumnya. Sedangkan Pada tahap pemulihan dilakukan Penyusunan
Rencana Pemulihan (Recovery Plan) yang meliputi rencana rehabilitasi
dan rekonstruksi yang dilakukan pada pasca bencana. Sedangkan jika
 bencana belum terjadi, maka untuk mengantisipasi kejadian bencana
dimasa mendatang dilakukan penyusunan petunjuk/pedoman

mekanisme penanggulangan pascabencana.

c)  Pasca bencana


Kegiatan pemulihan dapat berlanjut sampai pada masa
 pascabencana. Manajemen pemulihan dilaksanakan pengaturan upaya
 penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-faktor yang
dapat mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang
terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan,
 

 prasarana, dan sarana secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan


menyeluruh setelah terjadinya bencana.
Pada tahap pemulihan terdapat dua fase yaitu rehabilitasi dan
rekontruksi. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek

 pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada


wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau
 berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat pada wilayah pascabencana. Sedangkan rekonstruksi adalah
 pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada
wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun
masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
 perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hokum dan ketertiban, dan
 bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan
 bermasyarakat pada wilayah pascabencana.
 Namun demikian, upaya-upaya mitigasi lebih banyak dilakukan
 pada masa pascabencana guna untuk mengurangi
me ngurangi risiko secara terencana,
terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh. Mitigasi dapat dilakukan baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana. Mitigasi bencana yang
efektif harus memiliki empat unsur utama yaitu penilaian bahaya,
 peringatan dini dan kesiapsiagaan dan adaptasi. Dalam kegiatan mitigasi

 juga perlu dilibatkan kegiatan pemantauan, penyebaran informasi,


sosialisasi dan penyuluhan, serta pelatihan/pendidikan.
Langkah mitigasi pasca bencana dapat dilaksanakan melalui
inventarisasi data-data kerusakan akibat bencana dan kekuatan bencana
yang terjadi, identifikasi wilayah-wilayah yang terkena dampak bencana
 berdasarkan tingkat kerusakan, penyusunan rekomendasi dan saran
untuk penanggulangan bencana pada masa depan, pembuatan rencana
 penataan ulang wilayah, termasuk rencana tata ruang dan penggunaan
 

lahan, perbaikan fasilitas pemantauan bencana yang rusak, serta aktivitas


 pemantauan rutin dan simulasi tanggap bencana.

 2)  P er encana
ncanaan
an da
dalam
lam P enye
nyelengg
lenggaraan
araan P
Peenangg
nanggulang
ulangan
an B
Beencana
Secara umum perencanaan dalam penanggulangan bencana
dilakukan pada setiap tahapan dalam penyelenggaran penanggulangan
 bencana Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, agar setiap
kegiatan dalam setiap tahapan dapat berjalan dengan terarah, maka disusun
suatu rencana yang spesifik pada setiap tahapan penyelenggaraan
 penanggulangan bencana.
a)  Pada tahap Pra bencana dalam situasi tidak terjadi bencana, dilakukan
 penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (Disaster Management
Plan), yang merupakan rencana umum dan menyeluruh yang meliputi
seluruh tahapan / bidang kerja kebencanaan. Secara khusus untuk upaya
 pencegahan dan mitigasi bencana tertentu terdapat rencana yang disebut
rencana mitigasi misalnya Rencana Mitigasi Bencana Banjir DKI
Jakarta.
 b)  Pada tahap Pra bencana dalam situasi terdapat potensi bencana
dilakukan penyusunan Rencana Kesiapsiagaan untuk menghadapi
keadaan darurat yang didasarkan atas skenario menghadapi bencana
tertentu (single hazard) maka disusun satu rencana yang disebut

Rencana Kontinjensi (Contingency Plan).


c)  Pada Saat Tangap Darurat dilakukan Rencana Operasi (Operational
Plan) yang merupakan operasionalisasi/aktivasi dari Rencana
Kedaruratan atau Rencana Kontinjensi yang telah disusun sebelumnya.
d)  Pada Tahap Pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan
(Recovery Plan) yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi
yang dilakukan pada pasca bencana. Sedangkan jika bencana belum
terjadi, maka untuk mengantisipasi kejadian bencana dimasa mendatang
 

dilakukan penyusunan petunjuk /pedoman mekanisme penanggulangan


 pasca bencana.

 3)  Perencanaan Penanggulangan


Bencana Perencanaan penanggulangan bencana disusun berdasarkan
hasil analisis risiko bencana dan upaya penanggulangannya yang dijabarkan
dalam program kegiatan penanggulangan bencana dan rincian anggarannya.
Perencanaan penanggulangan bencana merupakan bagian dari perencanaan
 pembangunan. Setiap rencana yang dihasilkan dalam perencanaan ini
merupakan program/kegiatan yang terkait dengan pencegahan, mitigasi dan
kesiapsiagaan yang dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka
Panjang (RPJP), Jangka Menengah (RPJM) maupun Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) tahunan. Rencana penanggulangan bencanaditetapkan
oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan untuk
 jangka waktu 5 (lima) tahun.
tahun . Penyusunan rencana penanggulangan bencana
dikoordinasikan oleh :
a)  BNPB untuk tingkat nasional;
 b)  BPBD provinsi untuk tingkat provinsi; dan
c)  BPBD kabupaten/kota untuk tingkat kabupaten/kota.
Rencana penanggulangan bencana ditinjau secara berkala setiap 2
(dua) tahun atau sewaktu-waktu apabila terjadi bencana.

4)  P enceg
nceg aha
han
n D an P
Peenanggulangan
nangg ulangan B enca
ncana
na A
Ala
lam
m
Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
untuk mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui
 pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam
 bencana. Berikut berbagai upaya dilakukan untuk meminimalkan dampak
 buruk dari bencana alam:
a)  Pembuatan waduk untuk mencegah terjadinya banjir dan kekeringan.
 

 b)  Penanaman pohon bakau/mangrove di sepanjang pantai untuk


menghambat gelombang tsunami.
c)  Pembuatan tanggul untuk menghindari banjir.
d)  Pembuatan tanggul untuk menahan lahar agar tidak masuk ke wilayah

 permukiman.
e)  Reboisasi untuk mencegah terjadinya kekeringan dan banjir.
Penanggulangan bencana adalah salah satu strategi politik terpenting
untuk menjaga stabilitas ekonomi, sosial, dan fisik, untuk perkembangan
dan juga untuk melindungi nyawa warga Indonesia, di mana populasi padat,
 penggunaan lahan yang tidak teratur, dan urbanisasi sering terjadi di lokasi
yang rentan terhadap bencana. Penanggulangan bencana alam bertujuan
untuk melindungi masyarakat dari bencana alam dan dampakyang
ditimbulkannya. Karena itu, dalam penanggulangannya harus
memperhatikan prinsip-prinsip penanggulangan bencana alam. 
 penangggulangan bencana tidak hanya pada saat dan setelah terjadinya
 bencana tetapi upaya pencegahan juga termasuk ke dalam kegiatan
 penanggulangan bencana. Karena itu, penanggulangan bencana dilakukan
melalui beberapa tahapan.
1)  Tahap Pra Bencana (mencangkup kegiatan pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, dan peringatan dini)
a)  Pencegahan (prevention) Upaya yang dilakukan untuk mencegah

terjadinya bencana (jika mungkin dengan meniadakan bahaya).


Misalnya : Melarang pembakaran hutan dalam perladangan,
Melarang penambangan batu di daerah yang curam, dan Melarang
membuang sampah sembarangan.
 b)  Mitigasi Bencana (Mitigation)Mitigasi adalah serangkaian upaya
untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik
maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana. Kegiatan mitigasi dapat dilakukan melalui
-  Pelaksanaan penataan ruang
 

-  Pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata


 bangunan
-  Penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik
secara konvensional maupun modern (uu nomor 24 tahun 2007

 pasal 47 ayat 2 tentang penanggulangan bencana).


c)  Kesiapsiagaan (Preparedness) Serangkaian kegiatan yang dilakukan
untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta
melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Beberapa
 bentuk aktivitas kesiapsiagaan yang dapat dilakukan antara lain:
-  Penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan
 bencana;
-  Pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem
 peringatan dini;
-  Penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan
kebutuhan dasar;
-  Pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang
mekanisme tanggap darurat;
-  Penyiapan lokasi evakuasi;
-  Penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran prosedur
tentang tanggap darurat bencana; dan
-  Penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk

 pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana.3d.peringatan dini


d ini
(early warning) serangkaian kegiatan pemberian peringatan
sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan
terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang
 berwenang (uu 24/2007) atau upaya untuk memberikan tanda
 peringatan bahwa bencana kemungkinan akan segera terjadi.
Pemberian peringatan dini harus : menjangkau masyarakat
(accesible), segera (immediate), tegas tidak membingungkan
(coherent), bersifat resmi (official).
 

2)  Tahap saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap


darurat untuk meringankan penderitaan sementara, seperti
kegiatan bantuan darurat dan pengungsian
a)  Tanggap Darurat (response) Tanggap darurat adalah serangkaian

kegiatan yang dilakukan dengansegera pada saat kejadian bencana


untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan yang meliputi
kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda,
 pemenuhan kebutuhan dasar,
d asar, perlindungan, pengurusan pen
pengungsi,
gungsi,
 penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. Beberapa
aktivitas yang dilakukan pada tahapan tanggap darurat antara lain:
-  Pengkajian yang dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumberdaya;
-  Penentuan status keadaan darurat bencana;
-  Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
-  Pemenuhan kebutuhan dasar;
-  Perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
-  Pemulihan dengan segera prasaran dan sarana vital ( UU
 Nomor 24 tahun 2007 pasal 48 tentang penaanggulangan
 bencana).
 b)  Bantuan Darurat (relief) Merupakan upaya untuk memberikan
 bantuan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar berupa :

Pangan, Sandang, Tempat tinggal sementara, kesehatan, sanitasi


dan air bersih
3)  Tahap pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan,
rehabilitasi, dan rekonstruksi.
a)  Pemulihan (recovery)
Pemulihan adalah serangkaian kegiatan untuk
mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang
terkena bencana dengan memfungsikankembali kelembagaan,
 

 prasarana, dan sarana dengan melakukan upaya rehabilitasi.


Beberapa kegiatan yang terkait dengan pemulihan adalah:
-  Perbaikan lingkungan daerah bencana
-  Perbaikan prasarana dan sarana umum;

-  Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat


-  Pemulihan sosial psikologis;
-  Pelayanan kesehatan
-  Rekonsiliasi dan resolusi konflik;
-  Pemulihan sosial ekonomi budaya, dan
-  Pemulihan fungsi pelayanan publik.
 b)  Rehabilitasi (Rehabilitation)
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek
 pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai
 pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk
normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek
 pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah
 pascabencana. Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan : perbaikan
lingkungan daerah bencana, perbaikan prasarana dan sarana umum,
 pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat, pemulihan sosial
 psikologis, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan resolusi konflik,
 pemulihan sosial ekonomi budaya, pemulihan keamanan dan
ketertiban, pemulihan fungsi pemerintahan, dan pemulihan fungsi
 pelayanan publik.

c)  Rekonstruksi (Reconstruction)


Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan usaha serta
langkah-langkah nyata yang terencana baik, konsisten dan
 berkelanjutan untuk membangun kembali secara permanen semua
 prasarana, sarana dan sistem kelembagaan, baik di tingkat

 pemerintahan maupun masyarakat, dengan sasaran utama tumbuh


 

 berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya,


tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran dan
 partisipasi masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan
 bermasyarakat di wilayah pasca bencana. Lingkup pelaksanaan

rekonstruksi terdiri atas program rekonstruksi fisik dan program


rekonstruksi non fisik.
Dengan melihat manajemen bencana sebagai sebuah
kepentingan masyarakat kita berharap berkurangnya korban nyawa
dan kerugian harta benda. Dan yang terpenting dari manajemen
 bencana ini adalah adanya suatu langkah konkrit dalam
mengendalikan bencana sehingga korban yang tidak kita harapan
dapat terselamatkan dengan cepat dan tepat dan upaya untuk
 pemulihan pasca bencana dapat dilakukan dengan secepatn
secepatnya.
ya.
Pengendalian itu dimulai dengan membangun kesadaran kritis
masyarakat dan pemerintah atas masalah bencana alam,
menciptakan proses perbaikan total atas pengelolaan bencana,
 penegasan untuk lahirnya kebijakan lokal yang bertumpu pada
kearifan lokal yang berbentuk peraturan nagari dan peraturan daerah
atas menejemen bencana. Yang tak kalah pentingnya dalam
manajemen bencana ini adalah sosialisasi kehatian-hatian terutama
 pada daerah rawan bencana.

 5)  Tingkat pelayanan pendidikan kesehatan terkait cara pencegahan dan


 p
 pe
ena
nanggula
nggulanga
ngan
n benc
nca
ana :
a)  Promosi kesehatan terkait cara pencegahan dan penanggulangan
 bencana
Bencana dapat merusakkan kehidupan keluarga dan
melumpuhkan tatanan sosial. Terlebih lagi jika terjadi pada masyarakat
dengan sosial ekonomi rendah, potensial terjadi diskriminasi, kejahatan

dan tindak kekerasan lainnya. Selain hal tersebut bencana juga akan
 

menyebabkan masalah kesehatan seperti diare, influensa, tifus dan


 penyakit yang lainnya.
Situasi bencana membuat kelompok rentan seperti ibu hamil,
 bayi, anak-anak dan lanjut usia mudah terserang penyakit dan

malnutrisi. Akses terhadap pelayanan kesehatan dan pangan menjadi


semakin berkurang. Air bersih sangat langka akibat terbatasnya
 persediaan dan banyaknya jumlah orang yang membutuhkan. Sanitasi
menjadi sangat buruk, anak-anak tidak terurus karena ketiadaan sarana
 pendidikan. Dalam keadaan yang seperti ini risiko dan penularan
 penyakit meningkat.
Sehubungan dengan kondisi tersebut maka perlu dilakukan
 promosi kesehatan agar:
1)  Kesehatan dapat terjaga
2)  mengupayakan agar lingkungan tetap sehat
3)  memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada
4)  Anak dapat terlindungi dari kekerasan
5)  Mengurangi stres
 

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari berbagai fakta bencana yang jelas terlihat bahwa bencana besar yang

terjadi tidak serta merata datang begitu saja, namun didahului oleh adanya
eksploitasi lingkungan yang berlebihan, kebijakan pemerintah yang kurang
memperhatikan AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan) tata ruang
yang kurang baik dan tidak baiknya management pemerintah untuk
mengantisipasi dalam penanggulangan bencana.  

3.2 Saran
Bencana bisa terjadi kapan saja dan dimana, namun kita harus mengetahui
 jenis-jenis bencana, sebab-sebab yang menimbulkan bencana dan akibat-akibat
yang ditimbulkan. 
Saran-saran kami sampaikan kepada semua pihak untuk mengantisipasi
dalam penaggulangan bencana agar tidak menimbulkan kerusakan,korban
meninggal dan kerugian yang besar. 
 

DAFTAR PUSTAKA

Johny Sumbung. 2018.  RENCANA PENANGGULANGAN KEDARURATAN


 BENCANA..http://www.depkes.go.id/resources/download/info-
 BENCANA

terkini/rakerkesnas-2019/SESI%20II/Kelompok%206/2-Rencana-
Penanggulangan-Kedaruratan-Bencana.pdf . Diakses pada 23 oktober 2019

Sari, D. (2017). Pencegahan
(2017). Pencegahan dan Penanggulangan Bencana Alam. Jakarta.
Alam. Jakarta.

Prabowo, N. A. (2017).  Pengaruh Pendidikan Kesiapsiagaan Bencana Alam. 


Alam. 
Purwokerto.

Paripurno, Eko Teguh et.all. 2019.  Panduan Pembelajaran Kebencanaan Untuk


 Mahasiswa Di Perguruan Tinggi. Jakarta:RISTEKDI

Maarif, Syamsul. 2014.  Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2015-2019.


Jakarta

Agus Priyanto.  PROMOSI KESEHATAN PADA SITUASI EMERGENSI. 


EMERGENSI. 
https://bencana-
kesehatan.net/images/regional/tt_5/bacaan/promkes_pd_situasi_emergensi.p

df . Diakses pada 23 oktober 2019

Pemerintah Kabupaten Grobongan. (2017, 5 juni).  Pencegahan dan Penanggulangan


Penangg ulangan
 Bencana Tahun 2016. https://grobogan.go.id/mitigasi-bencana/1437-
 pencegahan-dan-penanggulangan-bencana-tahun-2016 
 pencegahan-dan-penanggulangan-bencana-tahun -2016 .  Diakses pada 23
oktober 2019

Anda mungkin juga menyukai