DISUSUN
OLEH :
1. NURUL AQIDAH
2. NURUL ISLAMIYAH
3. ROSI NOFITRI YANTI
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan karya ilmiah tentang " Peran
Bidan Dalam Penaggulangan Bencana ". Tidak lupa juga kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan
karya ilmiah ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari
berbagai pihak. Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan,
baik dari penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam karya ilmiah ini. Oleh
karena itu, kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki karya ilmiah ini. Kami berharap semoga karya ilmiah yang kami
susun ini memberikan manfaat dan juga inspirasi untuk pembaca.
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL…………………………………………………………………………..i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………..……..iii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………….1
A. LATAR BELAKANG…………………………………………………..1
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………..4
A. Kesimpulan………………………………………………………………….10
B. Saran…………………………………………………………………………10
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan daerah yang sering berpotensi terjadi bencana. Bencana adalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh eonat alam dan/atau eonat nonalam
maupun eonat manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Undang
– Undang) Penanggulangan Bencana No 24 tahun 2007). Sebagai salah satu
Institusi Pencetak tenaga kesehatan, Akademi Kebidanan harus mampu membekali
mahasiswanya dengan pengethuan manajemen bencana. Hal ini dikarenakan bidan sebagai
tenaga kesehatan di lapangan harus mampu memberikan pelayanan kebidanan yang optimal
meskipun dalam kondisi bencana. Dalam situasi normalpun sudah banyak
permasalahan di bidang kebidanan, seperti tingginya angka kematian ibu dan bayi, kasus
kehamilan yang tidak dikehendaki, kasus HIV/AIDS, dll, dan kondisi ini akan menjadi lebih
buruk dalam situasi darurat bencana.
Dari hasil survey wawancara peneliti kepada kepala BPBD Kabupaten Gresik
(2017), Kabupaten Gresik merupakan daerah berpotensi terjadi bencana banjir, tanah longsor
dan bencana kegagalan teknologi. Dari ketiga potensi tersebut, bencana banjir merupakan
bencana yang paling sering terjadi di wilayah gresik terutama di wilayah Kecamatan Benjeng.
Selama tahun 2017, di Kabupaten Gresik terjadi 12 Kejadian Banjir di 36 Desa di 9 Kecamatan
terdampak Banjir, Banjir juga merendam ± 7.000 rumah, ± 3.500 Ha Sawah, ± 1.300 Ha
Tambak, ± 60 km Jalan Desa & ± 5 km Jalan Raya. Sedangkan Kasus kegagalan teknologi
yang pernah terjadi di wilayah gresik adalah ledakan pabrik pupuk Petro Widada Gresik pada
tanggal 20 Januari 2004 dengan jumlah korban meninggal 2 orang dan 70 orang luka
bakar.Salah satu kecamatan yang rutin setiap tahun terjadi banjir kiriman dari bengawan
solo adalah kecamatan Benjeng. Dari survey yang penulis lakukan, banjir di wilayah tersebut
berlangsung 2-6 minggu setiap tahun yang mampu menggenangi 5-7 desa di wilayah tersebut.
Dari gambaran diatas menunjukkan bahwa gresik merupakan daerah yang rawan terjadi
bencana dan petugas kesehatan terutama bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan
harus mempunyai kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Dari survey awal pada 10 bidan
di wilayah kerja puskesmas benjeng, Bidan sebagai salah satu pelaksana pelayanan
kebidanan belum mempunyai gambaran spesifik dalam penatalaksanaan pelayanan
kebidanan pada saat terjadi bencana. Untuk itu akademi kebidanan sebagai ujung tombak
pendidikan dasar kebidanan di wilayah Gresik harus membekali mahasiswa kebidanannya
dengan pengetahuan manajemen pra bencana sesuai Keputusan
1
Menteri Kesehatan No 145/MENKES/SK/I/2007 tentang
Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan bahwa tenaga kesehatan
dalam melaksanakan manajemen pra bencana kabupaten/ kota dengan
penanggung jawab kepala dinas kesehatan kabupaten/kota salah satunya harus
membuat rencana kegiatan upaya pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan
penanggulangan bencana, membuat rencana pelatihan termasuk di dalamnya gladi
posko dan gladi lapang dengan melibatkan semua unit terkait,
menginventarisasi sumberdaya sesuai dengan potensi bencana yang mungkin terjadi
mulai dari jumlah puskesmas, tenaga kesehatan, obat dan unit eonates darah, serta
melakukan monitoring evaluasi terhadap pelaksanaan pennggulangan
kesiapsiagaan bencana. Bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan mempunyai peran yang
besar dalam penanggulangan korban saat bencana. Pengetahuan bidan tentang
manajemen pra bencana diperlukan agar pelayanan yang diberikan lebih optimal.
Menurut Notoadmojo pengetahuan merupakan hasil dari tahu terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek. Jika tingkat pengetahuan bidan tersebut kurang,
makaakan timbul keluhan korban bencana. Berkaitan dengan itu, pengetahuan bidan sangat
penting didalamnya karena bidan merupakan salah satu ujung tombak utama dalam sebuah
pelayanan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Juliandi menyimpulkan bahwa
eonates yang mempunyai hubungan terhadap kesiapsiagaan masyarakat
dalam menghadapi bencana wabah suatu penyakit yaitu pengetahuan unsur lain yang tidak
kalah pentingnya dengan kesiapsiagaan bidan dalam manajemen pra bencana adalah
sikap. Sikap seseorang akan berpengaruh langsung terhadap perilaku dan akan tergantung
dari kondisi, waktu dan situasi. Pengetahuan dan sikap bidan dalam kesiapsiagaan
bencana akan membentuk dasar perilaku dari bidan tersebut karena berdasarkan pengetahuan
dan sikap bidan dapat melaksanakan kesiapsiagaan bencana guna mengurangi dampak
eonates timbulnya bencana.
2
dalam keadaan. Darurat Bencana guna mengendalikan ancaman / penyebab bencana
dan menanggulangi dampak kesehatan yang mungkin timbul.
Bidan merupakan tenaga kesehatan yang pada umumnya bekerja di puskesmas atau
yang berada di masyarakat/ komunitas yang paling dekat terkena dampak dari bencana.
Kontribusi bidan terhadap bencana/pengurangan risiko darurat atau kesiap- siagaan
sangat penting. Bidan sering tidak termasuk dalam tenaga kesiapsiagaan bencana di tingkat
eona, nasional dan internasional. Hal ini didukung oleh fakta dari WHO yang menyebutkan
bahwa kesehatan ibu, bayi baru lahir dan perempuan perlu diperhatikan dalam manajemen
korban masal, sehingga International Confrederation of Midwives (ICM) dan asosiasi
anggotanya untuk memastikan bahwa bidan dapat berpartisipasi dan mengambil peran
dalam kesiapsiagaan bencana. Menurut laporan World Health Organization (WHO) pada
tahun 2013, Delapan dari Sepuluh eonat dengan lebih dari sepertiga dari kasus angka
kematian ibu tertinggi yang tercatat baru-baru ini menghadapi bencana, hal tersebut terjadi
salah satu penyebabnya adalah kurangnya peralatan dan personel yang berkualifikasi
dalam sistim perawatan kesehatan. Data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan United
Nations Population Fund (UNFPA) melaporkan pada tahun 2015 bahwa sekitar 61% dari
kematian ibu terjadi di eonat rawan bencana. Sehingga Upaya memberikan pelayanan
kesehatan pada kondisi krisis akibat bencana terus ditingkatkan namun belum optimal, baik
dari tenaga kesehatan yang terlatih, peralatan, kompetensi maupun pengetahuan tenaga
kesehatan tersebut dalam hal ini salah satunya tenaga bidan. Akibatnya pelayanan masih
terbatas pada penanganan masalah kesehatan secara umum, sedang kesehatan reproduksi
belum menjadi prioritas dan sering kali tidak tersedia.
Bidan merupakan tenaga kesehatan yang pada umumnya bekerja di puskesmas atau
yang berada di masyarakat/ komunitas yang paling dekat terkena dampak dari bencana.
Kontribusi bidan terhadap bencana/pengurangan risiko darurat atau kesiap- siagaan
sangat penting. Sementara itu Bidan sering tidak termasuk dalam tenaga kesiapsiagaan
bencana di tingkat eona, nasional dan internasional. Hal ini didukung oleh fakta yang dari WHO
yang menyebutkan bahwa kesehatan ibu, bayi baru lahir dan perempuan perlu diperhatikan
dalam manajemen korban masal sehingga International Confrederation of Midwives (ICM)
dan asosiasi anggotanya untuk memastikan bahwa bidan dapat berpartisipasi dan
mengambil peran dalam kesiapsiagaan bencana. Maka dari itu untuk memberikan
pengetahuan akan hal tersebur Program Studi Kebidanan Fakultas Keperawatan dan
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang (FIKKES Unimus) menyelenggarakan
kegiatan Kuliah Pakar Sar Gadar Malang” Bidan Siaga Bencana” yang diikuti oleh 32 Peserta
pelatihan yang terdiri dari seluruh Dosen Program Studi Kebidanan Fikkes Unimus, mahasiswa
D3 dan S1 Kebidanan semester 4. Kegiatan tersebut dilasanaka secara Daring pada Sabtu
(3/7/2021) dan menggandeng narasumber Paramedik SAR Trenggana Malang RH. Sardjono,
S.Kep. Ns dan Sulistyono, S. Kep, Ns., M. Kep.
3
Tujuan diadakan kegiatan tersebut adalah untuk meningkatkan kemampuan dan
ketrampilan peserta pelatihan (Bidan) tentang siaga bencana khususnya Kedaruratan
Maternitas dan Neonatus. Dengan harapan Setelah mengikuti Kuliah Pakar SAR Gadar Malang
peserta mempunyai tambahan pengetahuan tentang penaganan bencana khususnya
Kedaruratan Maternitas dan Neonatus bidan, mampu melaksanakan tugas atau menolong
kasus kegawatdarutan maternitas dan eonates se optimal mungkin di situasi bencana, dan
Meningkatkan kemampuan dalam asuhan kebidanan pada klien dengan kegawat daruratan di
situasi bencana.
4
BAB II
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian diatas, sikap kurang siap yang di pilih responden lebih
dominan, ini menunjukkan mahasiswa telah memiliki respon untuk melakukan
kesiapsiagaan akan tetapi belum memadai atau maksimal. Penelitian lain yang ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Hamzah tentang pengaruh pengetahuan
petugas kesehatan dengan kesiapsiagaan dalam menghadap bencana banjir di Jakarta
Selatan (p<0,05). Pengetahuan merupakan salah satu komponen dari kompetensi petugas
kesehatan termasuk perawat, perawat yang mempunyai pengetahuan yang baik cenderung
akan mampu melakukan tugasnya dengan baik pula dalam kondisi apapun, namun
sebaliknya pengetahuan yang kurang akan mempengaruhi kinerja dan kemampuan
perawat dalam menolong pasiennya.
5
menyebarluaskan pengetahuan bencana. Institusi Pendidikan mempunyai peran
sebagai pusat pengetahuan mahasiwa dalam penanggulangan becana baik pra, saat
maupun pasca bencana. Kondisi Indonesia yang rentan terhadap bencana seharusnya
diimbangi dengan upaya peningkatan kesiapsiagaan bencana. Kesiapsiagaan bencana
merupakan kepentingan semua individu dan semua institusi, termasuk di dalamnya institusi
pendidikan. UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan.
6
B. Peran Bidan dalam Pelayanan Kesehatan Reproduksi Pada Situasi Bencana
6
1. INDONESIA
7
c). Paket Pelayanan Awal Minimum
7
1. Koordinator Layanan Kesehatan Reproduksi
4. Layanan dan Informasi Kesehatan Reproduksi Remaja dan Pelibatan Orang Muda
Kesiagsiagaan
▪ Adaptasi International Minimum Initial Service Package (MISP) / PPAM sejak 2003
▪Mekanisme deployment
• Melaporkan isu-isu dan data terkait kesehatan reproduksi, ketersediaan sumber daya
serta logistic
• Koordinator Kespro
8
• Memberikan layanan pertolongan persalinan dan kegawatdaruratan maternal dan
neonatal
▪ Penguatan mekanisme
▪Keberlanjutan kegiatan
• Maternal Neonatal
• Penguatan mitra kerja dan penguatan pelokalan (Kemenkes, BKKBN, IBI, IDI, POGI,
UNFPA, Yayasan Pulih, PKBI, Americares, LSM dan institusi lokal lainnya)
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
10
DAFTAR PUSTAKA
https://www.ibi.or.id/media/Materi%20Webinar%20HUT%20IBI%2024%20Juni%202020/
UNFPA_Peran%20Bidan%20dalam%20%20Kesehatan%20Reproduksi%20Bencana.pdf
https://unimus.ac.id/?p=42024
https://www.google.com/search?
q=peran+bidan+dalam+penanggulangan+bencana&oq=peran+bidan+dalam+pena&aqs=chrom
e.1.69i57j0i512l4j0i22i30l4.13748j0j15&sourceid=chrome&ie=UTF-8
11