ISBN 978-602-235-769-8
ii
BUKU PEDOMAN
iii
Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dipenuhi dalam situasi apapun, terma-
suk pada situasi bencana. Demikian halnya dengan kesehatan reproduksi yang merupakan
bagian dari kesehatan. Oleh karena itu, pelayanan kesehatan reproduksi harus selalu ada
dan tersedia pada situasi bencana, agar hak kesehatan reproduksi dapat tetap terpenuhi.
PPAM Kesehatan Reproduksi merupakan intervensi global dari respon kemanusiaan saat
bencana yang disusun berdasarkan pengalaman lapangan dimana ketersediaan pelayanan
kesehatan reproduksi sering terabaikan. Padahal pada saat bencana tetap ada ibu hamil
yang dapat melahirkan sewaktu waktu, bahkan mengalami komplikasi maternal dan harus
segera mendapat pertolongan tenaga kesehatan. Demikian juga dengan risiko meningkat-
nya penularan HIV karena lemahnya penerapan kewaspadaan standar dan risiko meningkat-
nya kekerasan berbasis gender, utamanya pada situasi konflik.
vi
Saya menyambut gembira dengan terbitnya Buku Pedoman Paket Pelayanan Awal Minimum
Kesehatan Reproduksi pada Krisis Kesehatan yang diadaptasi dari Buku Pedoman Lapangan
Antar Lembaga Kesehatan Reproduksi Dalam Situasi Darurat Bencana. Buku pedoman ini
diadaptasi sesuai dengan perkembangan program kesehatan reproduksi dan situasi lapang-
an penanggulangan krisis kesehatan dewasa ini. Saya harap buku ini dapat menjadi acuan
bagi stakeholder, instansi, organisasi dan tenaga lapangan di bidang kemanusiaan dalam me-
nyediakan pelayanan kesehatan reproduksi pada situasi bencana.
vii
Indonesia adalah salah satu negara yang rawan bencana di dunia. Berlokasi di Pacific
Ring of Fire, Indonesia sering menghadapi situasi darurat bencana seperti gempa
bumi, tsunami, gunung berapi, banjir, tanah longsor, kemarau dan kebakaran hutan
yang sering kali menimbulkan dampak buruk. Dalam situasi darurat bencana, kebu-
tuhan akan kesehatan reproduksi sering kali terabaikan. Risiko komplikasi pada pe-
rempuan ketika melahirkan dapat meningkat, karena terpaksa harus melahirkan tan-
pa bantuan tenaga kesehatan terlatih. Risiko terhadap kekerasan seksual, kehamilan
yang tidak diinginkan dan penularan infeksi HIV dapat juga terjadi dalam situasi ben-
cana. Ketersediaan layanan kesehatan reproduksi pada situasi bencana akan menye-
lamatkan jiwa. Penyediaan pelayanan kesehatan reproduksi melalui Paket Pelayanan
Awal Minimum (PPAM) Kesehatan Reproduksi dapat membantu mengurangi risiko
yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi pada situasi darurat bencana.
UNFPA akan terus memastikan adanya akses terhadap kesehatan reproduksi pada
situasi bencana. Di Indonesia, UNFPA mendukung Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia dalam mengintegrasikan PPAM Kesehatan Reproduksi ke dalam sistem
kesiapsiagaan dan respon bencana. Pada saat terjadi bencana tsunami di Aceh pada
akhir tahun 2004, UNFPA memastikan layanan PPAM Kesehatan Reproduksi terse-
dia bagi penduduk yang terkena dampak bencana. Sejak saat itu, UNFPA telah men-
dukung berbagai respon bencana di wilayah lain di Indonesia, seperti respon gempa
viii
Sejak saat itu program PPAM Kesehatan Reproduksi telah mengalami kemajuan yang sangat
signifikan. Dengan dukungan UNFPA, lebih dari 500 tenaga yang bekerja di penanggulangan
bencana bidang kesehatan telah dilatih PPAM Kesehatan Reproduksi. Untuk lebih mening-
katkan pelayanan PPAM Kesehatan Reproduksi, UNFPA dan Kementerian Kesehatan telah
mengidentifikasikan kebutuhan akan pedoman teknis PPAM Kesehatan Reproduksi yang
mudah digunakan dan sesuai dengan konteks Indonesia.
ix
Jose Ferraris
Perwakilan UNFPA Indonesia
xii
xiii
LAMPIRAN90
Lampiran 1: Formulir B-1 90
Lampiran 2 Data dasar kesehatan reproduksi prakrisis kesehatan 94
Lampiran 3 Cara melakukan estimasi statistik sasaran kesehatan reproduksi 96
Lampiran 4 Penilaian tentang kondisi fasilitas pelayanan kesehatan, ketersediaan tenaga,
alat dan obat 97
Lampiran 5 Daftar lembaga/organisasi/LSM yang bekerja di bidang
kesehatan reproduksi 100
Lampiran 6 Format wawancara ibu hamil dan pasca bersalin 101
Lampiran 7 Penilaian kondisi kamp pengungsian dan identifikasi resiko
terjadinya SGBV 103
Lampiran 8 Format dan isi laporan penilaian untuk koordinator kesehatan reproduksi di
tingkat pusat/propinsi/kabupaten 106
Lampiran 9 Lembar monitoring indikator PPAM 107
Lampiran 10 Lembar evaluasi 116
Lampiran 11 Daftar kontak 118
Lampiran 12 Daftar Pustaka 121
Lampiran 13 Daftar Istilah 122
xiv
1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum:
Tujuan dari buku pedoman ini adalah sebagai bahan acuan atau rujukan dalam menyelengga-
rakan kegiatan kesehatan reproduksi pada krisis kesehatan.
f. Tersedianya alat bantu untuk melaksanakan monitoring dan evaluasi pelayanan kesehat-
an reproduksi pada tanggap darurat krisis kesehatan dan pascakrisis kesehatan
1.3 SASARAN
a. Penanggung Jawab Program Kesehatan Reproduksi/Kesehatan Ibu dan Anak di Tingkat
Pusat dan Daerah
f. Institusi Pendidikan
b. Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 tahun 1999 tentang Hak Azazi Manusia
(HAM) di Indonesia
i. Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU no.
23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
n. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi kemen-
terian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara
SIKLUS BENCANA
Kejadian/Krisis Pencegahan/
Pencegahan/ mitigasi
mitigasi
Setiap tahap penanggulangan bencana ti- dilanjutkan ke tahap berikutnya, yakni pe-
dak dapat dibatasi secara tegas. Artinya mulihan. Siklus ini harus dipahami bahwa
bahwa upaya pra bencana harus terle- pada setiap waktu, semua tahapan ben-
bih dahulu dilaksanakan sebelum me- cana dapat dilaksanakan secara bersama-
langkah pada tahap tanggap darurat dan an pada satu tahap tertentu dengan porsi
10
11
12
13
14
Melahirkan saat gempa Padang 2009 Melahirkan saat evakuasi Gunung Merapi 2010
15
16
17
3. Infeksi Menular Seksual (IMS) dan disebabkan karena kekerasan seksual, pe-
Human Immunodeficiency Virus (HIV) kerja dengan mobilitas tinggi, transaksi
Pada situasi bencana, risiko terhadap seks, ketiadaan informasi dan akses kon-
penularan IMS dan HIV bisa meningkat dom, berkurangnya kepatuhan terhadap
kewaspadaan standar, dll.
18
yang dapat meningkatkan kekerasan pada respon awal difokuskan pada pembe-
seksual (perkosaan) dan pelecehan sek- rian informasi kepada penduduk tentang
19
Kondisi fasilitas pelayanan kesehatan yang rusak dan tidak tersedianya alat dan bahan yang
memadai menyulitkan penerapan kewaspadaan standar
20
Hal ini juga terjadi di Unit Gawat Darurat (UGD) di Rumah Sakit yang
menangani korban dengan menggunakan alat jahit luka yang tidak steril,
karena banyaknya korban yang datang dan memerlukan pertolongan se-
gera. Jika salah satu pasien itu positif HIV, maka risiko untuk menularkan
ke pasien yang lain sangat besar!!
4. Kesehatan Maternal dan Neonatal Di seluruh dunia, 15% sampai dengan 20%
Angka Kematian Ibu di Indonesia masih ibu hamil akan mengalami komplikasi se-
tinggi. Kondisi ini akan lebih buruk bila lama kehamilan atau persalinan. Sekitar
terjadi pada kondisi bencana, karena ter- lebih dari 500.000 kematian ibu terjadi
ganggunya sistem pelayanan kesehatan. setiap tahun dengan 99% nya terjadi di
Sampai saat ini data kasus kematian ibu negara-negara berkembang. Di Indonesia,
tasi, sehingga data yang digunakan sebagai Kesehatan Indonesia (SDKI 2012), Angka
rujukan adalah Angka Kematian Ibu pada Kematian Ibu sebesar 359 per 100,000
21
Lain-lain 7%
Kelainan Amnion 2% 20 % PBB
Komplikasi
Puerperium 31 %
22
3.7 %
Tidak diketahui
4.5 % Meningitis
penyebabnya
12.7 % Pneumonia
46.2 %
Masalah
Neonatal
15 % Diare
Sumber : Riskesdas 2007 1.7 % Tetanus
23
24
27
28
29
30
Tujuan 1
Mengidentifikasi koordinator PPAM kesehatan reproduksi:
a. Menetapkan seorang koordinator pelayanan kesehatan reproduksi untuk mengkoordinir lintas program, lint
lokal dan internasional dalam pelaksanaan PPAM kesehatan reproduksi.
b. Melaksanakan pertemuan koordinasi untuk mendukung dan menetapkan penanggung jawab pelaksana di s
PPAM (SGBV, HIV, Maternal dan Neonatal serta logistik)
c. Melaporkan isu-isu dan data terkait kesehatan reproduksi, ketersediaan sumber daya serta logistik pada pe
RH Kit 0
Tujuan 5
MERENCANAKAN pelayanan kesehatan reproduksi komprehensif Mencegah da
dan terintegrasi ke dalam pelayanan kesehatan dasar ketika
situasi stabil. Mendukung lembaga/organisasi untuk: a. Melakukan p
a. Mengidentifikasi kebutuhan logistik kesehatan reproduksi terkena dam
berdasarkan estimasi sasaran Sasaran anak-anak
b. Menyediakan
b. Mengumpulkan data riil sasaran dan data cakupan pelayanan
c. Mengidentifikasi fasilitas pelayanan kesehatan untuk menyeleng- psikososial b
Menurunkan kematian, c. Memastikan
garakan pelayanan kesehatan reproduksi yang komprehensif kesakitan dan kecacatan pada
d. Menilai kemampuan tenaga kesehatan untuk memberikan tersedianya p
populasi yang terkena dampak perlindungan
pelayanan kesehatan reproduksi yang komprehensif dan meren-
krisis (pengungsi, pengungsi d. Memastikan
canakan pelatihan
RH Kit 4 RH Kit 5 RH Kit 7
internal, populasi setempat) penanganan
Tujuan 4
Mencegah meningkatnya kesakitan dan kematian maternal dan neonatal:
a. Memastikan adanya tempat khusus untuk bersalin di beberapa tempat
seperti pos kesehatan, di lokasi pengungsian atau di tempat lain yang Mengurangi p
sesuai
b. Memastikan tersedianya pelayanan persalinan normal dan kegawatdaru- a. Memastikan t
ratan maternal dan neonatal (PONED dan PONEK) di fasilitas pelayanan b. Memfasilitasi
kesehatan dasar dan rujukan kewaspadaan
c. Membangun sistem rujukan untuk memfasilitasi transportasi dan komu- c. Memastikan t
nikasi dari masyarakat ke puskesmas dan puskesmas kerumah sakit
d. Tersedianya perlengkapan persalinan yang diberikan pada ibu hamil yang RH K
akan melahirkan dalam waktu dekat
e. Memastikan masyarakat mengetahui adanya layanan pertolongan persal-
inan dan kegawatdaruratan maternal dan neonatal
catatan:
RH Kit 2 RH Kit 6 RH Kit 8 RH Kit 9 bagan ini bersambung
RH Kit 10 RH Kit 11 RH Kit 12
2 halaman
31
33
34
3.1.1 Pengorganisasian
35
Menkes
Sekjen
36
maka tanggung jawab pertama pe- 6. Tim siaga kesehatan reproduksi ting-
nanganan kesehatan reproduksi ada kat Provinsi melakukan monitoring dan
pada tim kesehatan reproduksi di ting- evaluasi terhadap upaya-upaya yang
kat Kabupaten/Kota telah dilakukan oleh Kabupaten/Kota
tim siaga kesehatan reproduksi tingkat 7. Apabila tim siaga kesehatan reproduksi
Kabupaten/Kota melaporkan ke tim tingkat Kabupaten/Kota/Provinsi be-
siaga kesehatan reproduksi di tingkat lum terbentuk, maka tanggung jawab
Provinsi dan jika tidak tertangani, tim berada pada Dinas Kesehatan Kabu-
siaga kesehatan reproduksi di tingkat paten/Kota/Provinsi yaitu unit yang
Provinsi akan melaporkan ke tim siaga bertanggung jawab untuk Kesehatan
kesehatan reproduksi tingkat Pusat Reproduksi/Kesehatan Ibu dan Anak.
4. Pelaksanaan kegiatan tim siaga kese- Di tingkat Pusat, tim siaga kesehatan
kesehatan
37
38
39
Toilet yang tidak aman: tidak terpisah antara laki-laki dan perempuan,
tidak ada penerangan, tidak bisa dikunci
40
Saat menyiapkan tempat pelayanan klinis, e. Petugas pemberi pelayanan yang kom-
koordinator kesehatan reproduksi harus peten dalam menangani penyintas
berkoordinasi dengan pelaksana/petugas perkosaan
pelayanan kesehatan reproduksi untuk Pelayanan yang diberikan oleh petugas ke-
memastikan: sehatan reproduksi meliputi:
a. Tersedianya tempat konsultasi yang a. Memberikan konseling dan dukungan
menjamin privasi dan kerahasiaan pe- kepada penyintas
nyintas perkosaan b. Melakukan anamnesa dan pemeriksa-
b. Tersedianya protokol yang jelas serta an fisik
peralatan dan logistik yang memadai c. Mencatat dan mengumpulkan bukti-
c. Bahwa pelayanan dan mekanisme ru- bukti forensik
jukan ke rumah sakit tersedia 24 jam d. Menjaga kerahasiaan
sehari/7 hari seminggu e. Memastikan tersedianya obat-obatan
d. Pemberian informasi tentang keterse- yang diberikan pada penyintas, seperti:
diaan pelayanan. Informasi berisi ten- 1) Kontrasepsi darurat
tang pelayanan yang tersedia, kapan 2) Pencegahan IMS
harus mengakses pelayanan dan lokasi. 3) Profilaksis pasca-pajanan untuk
Gunakan jalur komunikasi yang sesuai mencegah penularan HIV
dengan situasi dan kondisi setempat
4) Obat perawatan luka dan pencegah-
(misalnya melalui bidan, kader kesehat-
an tetanus
an, tokoh masyarakat, pesan di radio
5) Pencegahan Hepatitis B
atau selebaran berisi informasi di toilet
f. Merujuk untuk pelayanan lebih lan-
perempuan)
jut, misalnya kesehatan, psikologis dan
sosial
41
Pil kontrasepsi darurat adalah pil yang da- samping yang mungkin timbul dan efek
pat mencegah kehamilan yang tidak dii- yang mungkin terjadi terhadap men-
nginkan jika digunakan dalam waktu 72 jam struasi berikutnya
(sampai 3 hari) dari saat terjadinya perko- c. Apabila penyintas perkosaan ingin me-
saan. Pil kontrasepsi darurat dapat diberi- lakukan hubungan seks dalam waktu
kan bila status kehamilan belum jelas dan dekat sebaiknya menggunakan kondom
tes kehamilan tidak tersedia, karena tidak
d. Jelaskan kepada penyintas perkosaan
ada bukti yang menunjukkan bahwa pil
bahwa ada risiko penggunaan pil tidak
kontrasepsi darurat dapat merugikan pe-
berhasil. Jadwal menstruasi harusnya
rempuan atau membahayakan kehamilan
terjadi sesuai siklus normal tetapi da-
jika sudah ada sebelumnya.
pat seminggu lebih awal atau beberapa
hari terlambat. Jika tidak menstruasi
Aturan penggunaan pil kontrasepsi daru-
dalam waktu satu minggu setelah per-
rat adalah sebagai berikut:
kiraan, penyintas harus kembali untuk
melakukan tes kehamilan dan konse-
a. Kontrasepsi darurat harus diberikan
ling. Jelaskan kepada penyintas bahwa
segera, sebelum 72 jam setelah per-
bercak-bercak atau pendarahan sedikit
kosaan karena keefektifannya akan
adalah hal biasa bila menggunakan le-
menurun seiring dengan waktu. Jika
vonorgestrel. Sehingga jangan salah me-
pil kontrasepsi darurat kemasan tidak
ngira bahwa itu menstruasi normal
tersedia, maka kontrasepsi darurat da-
pat diberikan dengan menggunakan pil e. Efek samping penggunaan: Sekitar
42
43
EFV = Efavirenz
3TC = Lamividine
44
b. Monitoring efek samping dan tes HIV d. Ulangi tes HIV pada 3, 6 dan 12 bulan
secara berkala, pada bulan ke 3 dan 6 kemudian, bila hasilnya negatif
setelah pemberian PPP
Penting untuk diketahui:
c. Jika korban menderita Hepatitis B
a. Kehamilan bukan merupakan kontrain-
maka PPP yang digunakan sebaiknya
dikasi untuk PPP
mengandung TDF/3TC untuk mence-
gah terjadinya hepatic flare b. Saat konseling, informasikan tentang
efek samping obat yang umum seperti
Pelayanan bagi penyintas kekerasan rasa lelah, mual dan gejala seperti flu.
seksual: Efek samping ini bersifat sementara
a. Lakukan penilaian risiko terpapar HIV dan dapat dikurangi dengan pemberian
sebelum memberikan PPP. Periksalah obat simtomatik
riwayat kejadian (termasuk apakah ada c. Obat PPP dapat diberikan untuk 28
lebih dari satu penyerang), penetrasi hari penuh bagi penyintas yang tidak
vagina atau anal dan jenis luka yang ada dapat kembali ke tempat pelayanan de-
b. Lakukan test HIV segera kepada pe- ngan alasan apapun atau yang diperki-
nyintas perkosaan. Apabila hasilnya rakan dalam waktu lama tetap tinggal
negatif, PPP dapat mulai diberikan. di pengungsian
Apabila hasilnya positif, kemungkinan
infeksi telah terjadi sebelum peristiwa
perkosaan
45
Pada kasus perkosaan, selain mengalami waktu 24 jam. Jangan menjahit luka yang
trauma psikis penyintas juga mengalami kotor. Pertimbangkan pemberian antibio-
trauma fisik. Perawatan yang diberikan tik yang sesuai dan penghilang rasa sakit
mengikuti prosedur standar operasional jika ada luka kotor yang besar. Berikan pro-
yang berlaku. Sangat penting untuk mem- filaksis tetanus jika ada luka robek pada
berikan injeksi Tetanus Toxoid pada kasus kulit atau mukosa dan penyintas belum
dengan luka terbuka mengingat keber- divaksinasi terhadap tetanus atau status
sihan lingkungan yang tidak mendukung vaksinasi tidak jelas. Sarankan penyintas
pada situasi bencana. Pada perawatan luka untuk menyelesaikan jadwal vaksinasi (do-
maka bersihkan setiap luka robek, luka dan sis kedua pada empat minggu, dosis ketiga
lecet dan jahitlah luka yang bersih dalam pada enam bulan sampai satu tahun).
46
47
a. transfusi darah hanya dilakukan untuk keadaan yang mengancam nyawa dan tidak ada
alternatif lain
48
Kewaspadaan standar adalah langkah pe- dalam melaksanakan prosedur, yang mem-
ngendalian infeksi yang mengurangi risiko bahayakan keselamatan para pasien mau-
penularan patogen yang terbawa dalam pun petugas sendiri. Dalam kondisi apapun,
darah melalui paparan terhadap darah sangat penting untuk mematuhi tindakan
atau cairan tubuh diantara para pasien dan kewaspadaan standar. Pengawasan yang
tenaga kesehatan. Menurut prinsip pen- teratur dapat membantu mengurangi risi-
cegahan standar, darah dan cairan tubuh ko terpapar infeksi di tempat kerja.
dari semua orang harus dianggap sebagai
terinfeksi HIV, terlepas dari pengetahuan Tindakan kewaspadaan standar adalah:
atau dugaan kita mengenai status orang
tersebut. Tindakan pencegahan standar a. Sering mencuci tangan: Cuci tangan
dapat mencegah penyebaran infeksi se- dengan sabun dan air mengalir sebe-
perti HIV, Hepatitis B, Hepatitis C dan pa- lum dan sesudah kontak dengan pasi-
togen-patogen lain di dalam lingkungan en. Sediakan fasilitas dan perlengkapan
perawatan kesehatan. untuk mencuci tangan mudah didapat
oleh semua penyedia pelayanan.
Pada tanggap darurat krisis kesehatan, b. Mengenakan sarung tangan: Pakailah
mungkin terjadi kekurangan logistik dalam sarung tangan non-steril sekali pakai
pelayanan kesehatan atau infrastruktur untuk semua prosedur dimana diper-
dan beban kerja yang meningkat. Petugas kirakan akan ada kontak dengan darah
mungkin akan mengambil jalan pintas atau cairan tubuh lain yang berpotensi
49
50
e. Pembuangan limbah: Bakar semua Gunakan atau simpan dengan benar alat-
sampah medis di area terpisah, seba- alat segera setelah disterilisasi
iknya masih pada lahan fasilitas pela-
g. Pemeliharaan Fasilitas: Bersihkan
yanan kesehatan. Kubur benda-benda
tumpahan darah atau cairan tubuh lain-
yang masih menjadi ancaman, seperti
nya dengan segera dan hati-hati
benda tajam, di sebuah lubang tertutup
sedikitnya 10 meter dari sumber air Meskipun tindakan-tindakan pencegah-
an standar telah ditetapkan dan ditaati,
f. Pemrosesan Instrumen: Proses instru-
keterpaparan terhadap HIV dapat saja
men bekas pakai dalam urutan sebagai
terjadi. Pastikan PPP tersedia sebagai
berikut:
bagian dari paket tindakan pencegahan
1) Dekontaminasi instrumen untuk
standar untuk mengurangi keterpaparan
membunuh virus (HIV dan Hepatitis
petugas terhadap infeksi di tempat kerja.
B) dan menjadikan alat lebih aman
Pasanglah pengumuman tentang cara-cara
untuk ditangani
pertolongan pertama di ruang-ruang kerja
2) Bersihkan instrumen sebelum mela- dan informasikan kepada semua petugas
kukan sterilisasi atau disinfeksi ting- bagaimana mengakses perawatan untuk
kat tinggi (DTT) untuk menghilang- keterpaparan.
kan kotoran
3) Sterilkan (menghilangkan semua pa-
togen) instrumen-instrumen untuk
meminimalkan risiko infeksi selama
prosedur. Dianjurkan menggunakan
51
c. Memberi konseling kepada pasien ten- Pada sumber pajanan maupun korban
tang tes HIV dan lakukan tes HIV jika pajanan harus dilakukan tes HIV sebagai
memperoleh persetujuan dasar penentuan PPP. Tetapi waktunya ti-
dak boleh terlalu lama, paling lama 3 hari.
d. Memberikan konseling kepada pekerja
Jika sumber pajanan tidak diketahui, bi-
yang terpapar mengenai implikasi pa-
asanya PPP hanya diberikan pada kasus
paran, perlunya PPP, cara meminumnya
yang sifatnya berat, misalnya: meliputi
dan apa yang harus dilakukan bila tim-
lesi akibat jarum berlubang besar, tusukan
bul efek samping
yang dalam dan kontak dengan darah yang
e. Catat riwayat medis dan lakukan pe-
kelihatan pada alat tersebut atau jarum
meriksaan terhadap pekerja yang ter-
yang digunakan di arteri atau vena, atau
kena paparan atas persetujuan setelah
pajanan pada membran mukosa non-geni-
mendapat informasi, rekomendasikan
tal atau kulit yang tidak utuh, serta paja-
konseling dan tes HIV sukarela dan
nan terhadap darah atau cairan sperma
berikan PPP bila sesuai. Prosedur PPP
yang berjumlah banyak.
52
53
Cedera dengan jarum bekas atau instrumen tajam dan kulit yang luka
a. Jangan dipijat atau digosok
b. Segera cuci dengan sabun dan air atau larutan klorheksidin glukonat
c. Jangan menggunakan larutan kuat/tajam. Pemutih atau yodium akan meng-
iritasi luka
Percikan darah atau cairan tubuh pada kulit yang tidak luka
a. Cuci segera daerah yang terkena. Jangan menggunakan disinfektan yang kuat
54
Kondom merupakan salah satu metode perlindungan untuk mencegah penularan HIV dan
Infeksi Menular Seksual (IMS) lainnya. Dalam rangka menjamin ketersediaan kondom diper-
lukan adanya koordinasi antara Dinas Kesehatan, KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) atau
lembaga lainnya yang menyediakan layanan ini. Pastikan bahwa kondom tersedia sejak hari
hari awal bencana. Kondom hanya diberikan kepada masyarakat apabila tidak ada halangan
budaya dan masyarakat menggunakan sebelumnya. Pendistribusian kondom harus diikuti
dengan informasi tentang cara penggunaannya. Khusus untuk kondom perempuan, sebaik-
nya tidak disediakan apabila masyakarat belum terpapar cara penggunaannya.
Kegiatan yang harus dilakukan koordinator kesehatan reproduksi pada situasi bencana:
55
a. Pendataan dan pemetaan ibu hamil dan bayi baru lahir di tempat-tempat
pengungsian
b. Pemetaan puskemas PONED dan rumah sakit PONEK. Hal-hal yang harus
diobservasi adalah keadaan bangunan, kondisi geogafis, transportasi, per-
alatan, obat-obatan dan ketersediaan sumber daya manusia
c. Memastikan petugas dapat menjangkau ibu hamil dan ditempatkan di da-
lam satu tenda
d. Berkoordinasi dengan penanggung jawab bidang gizi untuk ketersediaan
konselor ASI di pengungsian
e. Mendistribusikan buku KIA pada ibu hamil
f. Mendistribusikan kit bidan, kit kesehatan reproduksi, kit individu apabila
dibutuhkan
g. Memastikan ketersediaan pelayanan PONED dan PONEK 24 jam/7 hari
h. Berkoordinasi dengan Dinas Sosial dan BPBD untuk menyediakan tenda ke-
sehatan reproduksi dan tenda pemenuhan kebutuhan khusus perempuan
i. Berkoordinasi untuk memastikan adanya sistem rujukan yang berfungsi
dari masyarakat, puskesmas, rumah sakit 24 jam/7 hari
j. Memastikan terpasangnya informasi tentang prosedur pelayanan kese-
hatan, yang menyebutkan kapan, dimana dan bagaimana merujuk pasien
dengan kondisi kegawatdaruratan maternal dan/neonatal ke tingkat pela-
yanan kesehatan lebih lanjut
k. Memastikan nutrisi yang cukup bagi kelompok rentan khususnya ibu hamil
dan menyusui
56
57
c. obat anti konvulsi melalui infus (mag- gunaan radio atau telepon seluler, untuk
g. resusitasi neonatal
58
59
Pada tanggap darurat krisis kesehatan, pelayanan kesehatan reproduksi diberikan di tempat
pelayanan kesehatan darurat. Namun demikian pada saat ini koordinator kesehatan repro-
duksi harus mulai menyusun rencana pengintegrasian kebutuhan pelayanan kesehatan re-
produksi ke dalam pelayanan kesehatan dasar yang rutin.
Jika situasi sudah stabil, pelayanan kesehatan reproduksi komprehensif harus segera dilak-
sanakan dengan mempertimbangkan:
60
Langkah langkah:
a. Menyusun rencana pelayanan kesehatan reproduksi komprehensif
b. Mengumpulkan data sasaran dan cakupan untuk persiapan pelayanan keseha
tan reproduksi komprehensif. Pada tanggap darurat krisis kesehatan, data dapat
menggunakan estimasi dan setelah situasi normal, data mengunakan data riil
c. Mengidentifikasi fasilitas pelayanan kesehatan yang tepat untuk melaksanakan
pelayanan kesehatan reproduksi komprehensif
d. Memastikan ketersediaan peralatan, bahan dan obat untuk pelayanan PONED
dan PONEK
e. Menilai kapasitas petugas dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi
yang komprehensif
f. Merencanakan pelatihan bagi petugas
g. Memastikan tersedianya peralatan, bahan dan obat kesehatan reproduksi bagi
puskesmas PONED dan RS PONEK
61
Pada tanggap darurat krisis kesehatan selain memastikan terlaksananya lima komponen
Paket Pelayanan Awal Minimum Kesehatan Reproduksi, koordinator kesehatan reproduksi
harus memiliki kemampuan mengkoordinasikan pengelolaan logistik kesehatan reproduksi,
mulai dari perencanaan kebutuhan, pendistribusian dan monitoring serta evaluasi penggu-
naan logistik kesehatan reproduksi.
Logistik untuk kesehatan reproduksi pada tanggap darurat krisis kesehatan terdiri dari:
a. Kit Individu
63
Kit bayi baru lahir Merah Untuk bayi baru lahir sampai usia 3 bulan
64
Jika data riil tidak tersedia, maka perhi- Estimasi jumlahibu hamil selama 1 ta-
tungan kebutuhan logistik untuk pelayan- hun: 4% x 10.000 = 400 ibu hamil
an kesehatan reproduksi dapat mengguna- Estimasi jumlahibu hamil per bulan=
kan estimasi statistik sbb: 400 : 12 bulan = 33 ibu hamil
c. Ibu hamil yang akan mengalami kom-
a. Jumlah wanita usia subur : 25% dari
plikasi adalah 15-20% dari total jumlah
jumlah pengungsi.
ibu hamil saat ini, dan 5-7% dari ibu ha-
b. Jumlah ibu hamil:
mil akan membutuhkan operasi sesar
1) Jika data angka kelahiran kasar (CBR
d. Jumlah laki-laki yang aktif secara sek-
= Crude Birth Rate) tersedia gunakan
sual: 20% dari pengungsi dll
CBR untuk mengestimasikan jumlah
Koordinator kesehatan reproduksi harus
ibu hamil.
dapat menghitung kebutuhan logistik ke-
Contoh:
sehatan reproduksi pada tanggap darurat
Jumlah pengungsi : 10.000 jiwa
krisis kesehatan berdasarkan perkiraan la-
CBR: 35/1.000 kelahiran hidup
manya waktu mengungsi.
65
1 Popok katun 12
4 Selimut gendong 1
Dikemas terpisah
6 Kelambu bayi 1 agar tidak rusak
dalam penyimpanan
66
5 Selimut 1
10 Handuk 1 buah
1 BH menyusui 3
67
7 Selimut 1
12 Korset 1 buah
13 Handuk 1 buah
1 Sarung 1
2 Handuk 1
68
3 pack
6 Pembalut wanita
@ isi 10 buah
9 Selimut 1 buah
12 Sisir 1 buah
69
70
71
72
Kit kesehatan reproduksi terdiri dari tiga blok, masing-masing blok ditujukan bagi ting-
kat pelayanan kesehatan yang berbeda:
Blok 1: Tingkat masyarakat dan pelayanan kesehatan dasar untuk 10.000 orang/
3 bulan
Blok 2: Tingkat pelayanan kesehatan dasar dan rumah sakit rujukan untuk 30.000
orang/3 bulan
Blok 1
Blok 1 terdiri dari 6 kit (kit 0 sampai 5). Perlengkapan ini ditujukan untuk memberi-
kan pelayanan kesehatan reproduksi di tingkat masyarakat dan perawatan kesehatan
dasar. Kit ini berisi obat-obatan dan bahan habis pakai. Kit 1, 2 dan 3 terdiri dari dua
bagian, A dan B, yang dapat dipesan secara terpisah
Blok 2
Blok 2 terdiri dari 5 kit (kit 6 sampai 10) yang berisi bahan habis pakai dan bahan yang
dapat digunakan kembali. Perlengkapan ini ditujukan untuk memberikan pelayanan
kesehatan reproduksi pada tingkat puskesmas atau rumah sakit
Blok 3
Blok 3 terdiri dari 2 kit (kit 11 dan 12) yang berisi bahan habis pakai dan perlengkapan
yang dapat digunakan kembali untuk memberikan pelayanan PONEK pada tingkat
rujukan (bedah caesar). Kit 11 terdiri dari dua bagian, A dan B, yang dapat dipesan
secara terpisah
73
BLOK 1
Kondom
Kit 1 Bagian A: kondom laki-laki Merah
Bagian B: kondom perempuan
Pasca Perkosaan
Kit3 Bagian A: Pil Kontrasepsi darurat dan pengobatan IMS Merah muda
Bagian B: PPP (Pencegahan Pasca Pajanan)
Biru muda/
Kit5 Pengobatan IMS (Infeksi Menular Seksual)
Turkis
BLOK 2
74
BLOK 3
Tingkat rujukan
Hijau
Kit 11 Bagian A: peralatan
fluoresensi
Bagian B: obat-obatan dan bahan habis pakai
75
Contoh:
Apabila masa tanggap darurat krisis kesehatan telah lewat dan masih terdapat sisa
alat, obat dan bahan habis pakai dari kit kesehatan reproduksi maka harus dise-
rahkan kepada Dinas Kesehatan setempat untuk diatur pemanfaatannya sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
76
a. Tenda kesehatan reproduksi yang dirancang khusus dengan sekat untuk pemeriksaan
kehamilan, pelayanan KB, pertolongan persalinan dan pelayanan lain yang memerlukan
privasi bagi pasiennya
b. Buku KIA
c. Generator
77
Pada tanggap darurat krisis kesehatan per- Selain itu tidak perlu dilakukan penilai-
lu dilakukan penilaian untuk mendapatkan an intervensi apa yang dibutuhkan, kare-
informasi mengenai kondisi pasca bencana na intervensi kesehatan reproduksi pada
dan kebutuhan bagi penduduk yang ter- tanggap darurat krisis kesehatan adalah
kena dampak atau pengungsi. Khusus un- melalui penerapan PPAM. Pada tanggap
tuk kesehatan reproduksi, penilaian tidak darurat krisis kesehatan pengumpulan
difokuskan pada ada tidaknya kebutuhan data mengenai jumlah sasaran pelayan-
pelayanan kesehatan reproduksi, karena an kesehatan reproduksi (ibu hamil, ibu
berdasarkan pengalaman, kebutuhan ke- melahirkan dan lain-lain) tidak dilakukan
sehatan reproduksi tetap ada dan justru karena berdasarkan pengalaman, data ter-
meningkat pada situasi bencana. sebut sulit didapatkan. Koordinator kese-
hatan reproduksi dapat memperoleh data
79
80
sehatan reproduksi untuk respon ben- daerah yang terkena dampak bencana,
cana. Estimasi dilakukan dengan meng- agar tidak terjadi tumpang tindih dalam
didapat dari tim RHA (lihat lampiran 3) 5. Mengumpulkan data kondisi ibu hamil
kesehatan dan ketersediaan alat dan 2-3 ibu hamil/melahirkan yang ditemui
sehatan reproduksi (lihat lampiran 4) piran 6). Data ini dikumpulkan untuk
mengetahui tentang ketersediaan pela-
4. Jika terjadi bencana berskala besar,
yanan bagi ibu hamil dan pasca bersalin
perlu mendata lembaga/organisasi/
di pengungsian
LSM yang bekerja di bidang kesehatan
reproduksi pada tanggap darurat kri- 6. Mendata kondisi pengungsian terma-
sis kesehatan. Data ini dapat diperoleh suk faktor-faktor yang meningkatkan
81
Hasil rekomendasi diinformasikan kepada semua organisasi yang terlibat dalam respon ben-
cana, termasuk masyarakat melalui mekanisme koordinasi kesehatan dan sistem pelaporan
yang ada saat bencana.
82
85
a. Pada tahap tanggap darurat krisis ke- b. Pada tahap pascakrisis atau ketika
sehatan, monitoring dilakukan secara kondisi telah stabil monitoring dilaku-
berkala setelah satu atau dua minggu kan dengan menggunakan mekanisme
pelaksanaan PPAM kesehatan repro- yang sudah ada dan digunakan pada
duksi bergantung pada perkembangan situasi normal. Monitoring rutin dila-
respon bencana dan kebutuhan ma- kukan dengan menggunakan meka-
sing-masing organisasi. Minimal, data nisme Pemantauan Wilayah Setempat
bulanan harus tersedia untuk diinfor- Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA)
masikan sebagai bahan untuk penyu- yang dilakukan rutin setiap bulan
sunan program. Monitoring dilakukan
untuk setiap komponen PPAM dengan
menggunakan indikator kualitatif dan
kuantitatif sesuai dengan tabel berikut
ini. Lihat lampiran 9
86
Evaluasi terhadap kualitas atau akses pelayanan mencakup kajian terhadap dokumen-doku-
men operasional (seperti laporan lokasi, laporan perjalanan, laporan supervisi, catatan pela-
tihan) serta daftar tilik untuk pelayanan kesehatan reproduksi secara kualitatif. Pengkajian
data yang dikumpulkan dari sistem monitoring juga harus dilihat sebagai bagian dari proses
evaluasi.
87
Beberapa komponen yang penting untuk dinilai dalam melakukan evaluasi pelaksanaan
PPAM, adalah sebagai berikut:
1. Efektivitas dari kegiatan: apakah kegiatan sudah mencapai tujuan yang ditentukan?
2. Efisiensi dari kegiatan: apakah sumber daya yang ada telah dimanfaatkan secara efisien
termasuk sumber daya manusia, peralatan dan pemanfaatan dana dll?
3. Relevansi dari kegiatan: apakah kegiatan yang dilaksanakan sudah sesuai dengan kebu-
tuhan dari masyarakat yang terkena bencana?
4. Dampak dan kesinambungan kegiatan: apakah kegiatan memberikan dampak yang baik
kepada masyarakat dan dapat dilanjutkan setelah bencana selesai?
Kegiatan evaluasi harus dilakukan seobyektif mungkin dan tidak bias. Jika evaluator/orang
yang melakukan evaluasi juga terlibat dalam koordinasi atau pengelolaan kegiatan, terka-
dang sulit bagi evaluator untuk tetap netral dan melihat kegiatan dengan tidak memihak
atau berat sebelah.
88
Evaluasi harus mencerminkan apa yang berjalan dengan baik maupun apa yang tidak, agar
hasilnya dapat membawa pada peningkatan/perbaikan dalam perencanaan dan rancangan
kegiatan. Umpan balik di awal harus diberikan kepada penanggungjawab/pengelola kegiatan
dan para penyedia pelayanan untuk memastikan bahwa masalah-masalah yang teridentifi-
kasi ditangani dengan segera sebelum menjadi persoalan atau risiko.
89
E. LOKASI BENCANA
Provinsi
Jumlah
Kabupaten Desa /
No Kecamatan Penduduk Topografi
/ Kota Dusun
Terancam
90
1. Korban Meninggal
2. Korban Hilang
JUMLAH
91
JUMLAH
G. FASILITAS UMUM
Baik
Terputus
Belum tersedia/belum ada
Tercemar
Tidak Tercemar
92
a. ...................
b. .....................
c. dst
2. ............................ 2. ............................
*Catatan:
Formulir B1 ini hanya merupakan referensi, data-data di form B1 ini akan dikumpulkan oleh tim
Rapid Health Assessment (RHA) dari Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan.
93
Nama Kabupaten/Kota:
Nama Propinsi:
Periode data:
1 K1
2 K4
Angka penggunaan
5
kontrasepsi (CPR)
94
Persalinan
ANC PONED PONEK KB
Normal
Nama
Jumlah Pemberi Pelayanan Kesehatan Reproduksi Keterangan
Fasyankes
Dokter Lain-
dr.SpOG dr.SpA Bidan Perawat
Umum lain
95
Pada tahap tanggap darurat krisis kesehatan akan sulit untuk mendapatkan data riil sasaran
kesehatan reproduksi. Oleh karena itu dapat dilakukan estimasi statistik dengan mengguna-
kan data jumlah pengungsi dengan cara berikut:
1) Jika data angka kelahiran kasar (CBR = Crude Birth Rate) tersedia gunakan CBR
untuk mengestimasikan jumlah ibu hamil.
Contoh:
Jumlah pengungsi : 10.000 jiwa
CBR: 35/1.000 kelahiran hidup
Estimasi jumlah ibu hamil selama 1 tahun: 35/1.000 x 10.000 = 350 ibu hamil
Estimasi jumlah ibu hamil per bulan: 350 : 12 bulan = 29 ibu hamil
2) Jika data CBR tidak tersedia, estimasi jumlah ibu hamil adalah 4% dari jumlah
pengungsi
a. Estimasi jumlah ibu hamil selama 1 tahun: 4% x 10.000 = 400 ibu hamil
b. Estimasi jumlah ibu hamil per bulan = 400 : 12 bulan = 33 ibu hamil
c. Ibu hamil yang akan mengalami komplikasi adalah 15-20% dari total jumlah
ibu hamil saat ini, dan 5-7% dari ibu hamil akan membutuhkan operasi sesar
d. Jumlah laki-laki yang aktif secara seksual: 20% dari pengungsi dll
96
Persalinan
ANC PONED PONEK KB
Normal
97
Nama
Jumlah Pemberi Layanan Keterangan
Fasyankes
Lain-
dr.SpOG dr.SpA Dokter Umum Bidan Perawat
lain
Keterangan/
Nama Tipe Pemerintah Kebutuhan
Ketersediaan alat dan bahan
Fasyankes Fasyankes / Swasta khusus
alat/bahan
Persalinan
ANC PONED PONEK KB
Normal
98
Fasilitas Pelayanan
Tersedia di Kesehatan terdekat
Tipe Pelayanan Keterangan
tempat yang menyediakan
pelayanan tersebut
Nama
Ya Tidak Jarak (km)
Fasilitas
ANC
Persalinan Normal
PONED
PONEK
Kontrasepsi
Perawatan SGBV
PPP kit
99
Nama Alamat/email/telp
100
No Deskripsi Keterangan
1 Nama
2 Umur
3 Usia kehamilan
Oleh siapa?
Rencana melahirkan
6
(kemana dan ditolong oleh siapa?)
101
No Deskripsi Keterangan
1 Nama
2 Umur
4 Usia bayi?
9 KB pasca salin
102
103
Kelompok
Perempuan Laki-laki Total
Umur
1 11 bulan
1 4 tahun
5 9 tahun
10 14 tahun
15 19 tahun
Total
104
a. ..
b. ..
Rekomendasi
105
1. Judul
2. Latar Belakang
Gambaran singkat tentang bencana; tipe bencana, besaran, lokasi.
Tujuan dari penilaian
3. Metodologi
Secara ringkas mengetengahkan metodologi yang digunakan
5. Rekomendasi
Laporan awal dibuat tidak lebih dari 5 halaman dengan menggambarkan kondisi
di atas
106
107
108
109
2 a. Kontrasepsi darurat
3 a. RS
b. LSM untuk bantuan hukum
110
111
112
113
114
3 Data akseptor KB
115
1 Efektivitas kegiatan
c. Apakah indikator dan target dari masing-masing komponen PPAM yang sudah
ditentukan tercapai?
d. Persentase target yang tercapai dari total target yang sudah ditentukan
e. Apakah pelaksanaan PPAM sudah tepat waktu dan sesuai dengan kerangka waktu
yang ditentukan?
2 Efisiensi program
116
3 Relevansi kegiatan
a. Apakah kegiatan yang dijalankan sudah sesuai dengan kebutuhan penduduk yang
terkena dampak?
b. Apakah kegiatan yang dijalankan sudah sesuai dengan hasil penilaian yang
dilakukan pada saat bencana?
a. Apakah kegiatan PPAM yang dilaksanakan memberi dampak yang baik bagi
masyarakat?
Permasalahan yang dialami selama implementasi kegiatan dan solusi untuk mengatasi
5
masalah tsb
7 Rekomendasi
117
Regional/
No Alamat No Telepon
Sub Regional
Dinkesprov Sumut:
Jl. Bunga Lau No. 17 Medan
1 Sumatera Utara 061-4524550; 061-
Selayang
4535320
118
Dinkesprov Sulut:
Jl. Teterusan Minahasa
9 Sulawesi Utara 0431-862992; 0431-
Utara
860809
119
Kementerian Kesehatan RI
Telp: (62-21) 5221227
Gedung Adhyatma
Fax: (62-21) 5203884
Direktorat Bina Blok B Lantai 7 Ruang 713
1 E-mail: kesubur@yahoo.com
Kesehatan Ibu Jl. H.R. Rasuna Said Blok X-5 Kav. 4-9
Website:
Jakarta Selatan 12950
www.kesehatanibu.depkes.go.id
Indonesia
E-mail: ppkdepkes@yahoo.com
Kementerian Kesehatan RI
Telepon: (021) 526 5043, (021)
Gedung Adhyatma
Pusat 521 0420, (021)5210411
Lantai 6 Ruang 601
2 Penanggulangan Faks: (021) 527 1111
Jl. H.R. Rasuna Said Blok X-5 Kav. 4-9
Krisis Kesehatan Call Center: 0812 1212 3119
Jakarta Selatan 12950
Website : http:/www.
Indonesia
penanggulangankrisis.depkes.go.id
120
5. Inter Agency Working Group on Reproductive Health in Crises, Inter-Agency Field Manual on
Reproductive Health in Humanitarian Settings, 2010
6. Kelompok Kerja Antar Lembaga untuk Kesehatan Reproduksi dalam Situasi Krisis,
Buku Pedoman Lapangan Antar-Lembaga Kesehatan Reproduksi dalam Situasi Darurat
Bencana, Versi Bahasa Indonesia, 2010
8. Kelompok Kerja Antar Lembaga untuk Kesehatan Reproduksi dalam Situasi Krisis, RH
Kit Antar Lembaga dalam Situasi Krisis, 2008
10. Save the Children and UNFPA, Adolescent Sexual and Reproductive Health Toolkit for
Humanitarian Settings, 2009
121
Angka Kematian Ibu (AKI): kematian perempuan selama kehamilan atau dalam periode
42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan, yang
disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan disebabkan oleh
kecelakaan atau cedera (WHO)
Bencana: suatu kejadian peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor
alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis
Bencana Alam: bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir,
kekeringan, angin topan dan tanah longsor
Bencana Non Alam: bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa
non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah
penyakit
Bencana Sosial: bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas
masyarakat, dan teror
Daerah rawan bencana: suatu daerah yang memiliki risiko tinggi terhadap suatu bencana
akibat kondisi geografis, geologis, dan demografis serta akibat ulah manusia
122
HIV: Human Immunodeficiency Virus yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang
sel darah putih yang bernama sel CD4, sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh
manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang
sangat ringan sekalipun
Infeksi Menular Seksual (IMS): penyakit yang menyerang manusia melalui transmisi
hubungan seksual, seks oral dan seks anal
Kekerasan berbasis gender: kekerasan berbasis gender merupakan istilah untuk suatu
tindakan berbahaya yang dilakukan pada seseorang di luar keinginan orang tersebut dan
dilandaskan pada perbedaan sosial yang berlaku (gender) antara laki-laki dan perempuan
Kesehatan reproduksi: suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya
bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem
reproduksi, fungsi serta prosesnya
123
Kit Kesehatan Reproduksi: alat dan obat yang dibutuhkan untuk melaksanakan pelayanan
kesehatan reproduksi dalam situasi darurat sesuai dengan tujuan dari PPAM
Krisis kesehatan: adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam kesehatan
individu atau masyarakat yang disebabkan oleh bencana dan/atau berpotensi bencana
Metode kontrasepsi: termasuk metode klinis dan supply (modern) dan metode non-supply
(tradisional). Metode klinis dan supply termasuk sterilisasi pria dan wanita, Alat Kontrasepsi
Dalam Rahim (AKDR/IUD), metode hormonal (pil minum, implant pelepas hormon dan
injeksi, skin patch dan cincin vagina), kondom dan metode penghalang vagina (diafragma,
cervical cap dan spermicidal foam, jelli, krim, dan sepon). Metode-metode tradisional termasuk
ritme, penarikan, tidak melakukan hubungan seksual dan lactational amenorrhoea. Sterilisasi
pembedahan biasanya baru dianggap sebagai kontrasepsi jika operasi dilakukan setidaknya
sebagian untuk menghindari lebih banyak anak (sterilisasi juga dilakukan hanya untuk alasan
kesehatan)
124
Pelindung ganda: perlindungan terhadap kehamilan tidak diinginkan dan IMS, termasuk HIV
Pengungsi internal/IDP: orang atau kelompok orang yang dipaksa atau harus melarikan
diri atau meninggalkan rumah atau habitat mereka, sebagai akibat atau untuk menghindari
dampak dari konflik bersenjata, situasi kekerasan umum, kekerasan terhadap kemanusiaan,
bencana alam atau buatan manusia, namun belum melewati batas negara yang diakui
secara internasional. Dari: Deng, Francis. The guiding principles on internal displacement. E/
CN.4/1998/53/ Add.l, 11 February, 1998. New York, NY: PBB
Penggungsi eksternal/refugee: seseorang yang melarikan diri menuju suatu negara atau
kekuatan asing untuk menghindari bahaya atau penyiksaan karena alasan ras, agama,
125
PONED: puskesmas rawat inap yang mampu menyelenggarakan pelayanan obstetrik dan
neonatal emergensi/ komplikasi tingkat dasar dalam 24 jam sehari dan 7 hari seminggu2
PONEK: RS PONEK 24 jam memiliki tenaga dengan kemampuan serta sarana dan prasarana
penunjang yang memadai untuk memberikan pelayanan pertolongan kegawatdaruratan
obstetric dan neonatal dasar maupun komprehensif untuk secara langsung terhadap ibu
hamil/ibu bersalin dan ibu nifas baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat,
bidan di desa, puskesmas dan puskesmas mampu PONED2
Pra krisis Kesehatan: merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan pada situasi tidak
terjadi bencana atau situasi terdapat potensi terjadinya bencana yang meliputi kegiatan
perencanaan penanggulangan krisis kesehatan, pengurangan risiko krisis kesehatan,
pendidikan dan pelatihan, penetapan persyaratan standar teknis dan analisis penanggulangan
krisis kesehatan, kesiapsiagaan,dan mitigasi kesehatan
Pengungsi: orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat
tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk bencana
2 Pedoman Penyelenggaraan Puskesmas mampu PONED, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta, 2013
126
Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan: seseorang yang bekerja secara aktif di bidang
kesehatan baik yang memiliki pendidikan formal kesehatan maupun tidak yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan3
Tim Reaksi Cepat (TRC): tim yang sesegera mungkin bergerak ke lokasi saat bencana setelah
ada informasi bencana untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi korban
Tim Penilaian Cepat Kesehatan (Rapid Health assessment/RHA team): tim yang dapat
diberangkatkan bersamaan dengan Tim Reaksi Cepat atau menyusul untuk menilai kondisi
dan kebutuhan pelayanan kesehatan
3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 81/MENKES/SK/I/2004 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan SDM Kesehatan di ting-
kat provinsi, Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit
127
Tenaga Kesehatan: setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan
128
EDITOR
1. drg. Wara Pertiwi Osing, MA - Kepala Subdit Bina Perlindungan Kesehatan Reproduksi,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
129
9 786022 357698