Anda di halaman 1dari 5

PENUGASAN KULIAH UMUM

Kesehatan Reproduksi dalam Situasi Bencana

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Dasar Kesehatan Reproduksi Ibu dan Anak
di Universitas Negeri Semarang

Dosen Pengampu : Efa Nugraha, S.K.M., M.Kes.

Disusun Oleh :

Regita Cahya Ananda


6411421242

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
2021/2022

Nama: Regita Cahya Ananda


NIM: 6411421242
Rombel: 1E
Judul Materi: Kesehatan Reproduksi dalam Situasi Bencana
Pemateri: Dwi Yunanto H., S.K.M.
Hari/Tanggal: Sabtu, 23 Oktober 2021

Pendahuluan
PKBI merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang memelopori gerakan Keluarga Berencana di Indonesia.
Disalah satu program yang ada di PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) ada satu program bernama
Program Kemanusiaan. Salah satu program kemanusiaan ini memiliki fokus untuk pemenuhan kesehatan reproduksi di
dalam situasi krisis atau situasi bencana.

Pembahasan:
Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam atau mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam atau faktor non-alam sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Indonesia merupakan salah
satu wilayah yang terletak di daerah rawan bencana. Indonesia kerap disebut sebagai “Laboratorium Bencana”. Istilah
ini muncul karena kondisi geografis, geologis, serta demografis Indonesia yang relatif mendorong lahirnya berbagai
jenis bencana; baik bencana alam, bencana non-alam, maupun bencana sosial. Laporan dari Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) Indonesia menunjukkan bahwa hampir seluruh wilayah Indonesia memiliki risiko
bencana yang tinggi; mulai dari risiko banjir, gempa bumi, longsor, hingga letusan gunung berapi. Lebih lanjut, laporan
yang sama juga menunjukkan bahwa seluruh Ibu Kota Provinsi di Indonesia (34 kota) memiliki risiko bencana gempa
bumi.

Kesehatan Reproduksi menurut UU RI No.36 Tahun 2009 Pasal 71 ayat 1, merupakan keadaan sehat secara fisik,
mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem,
fungsi, dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan. Adapun latar belakang kesehatan reproduksi dalam situasi
bencana yakni adanya kebijakan-kebijakan yang berada di level Internasional maupun nasional (ICPD, MDGs, SDGs,
dll) yang nantinya akan mengarah kepada pemenuhan hak reproduksi dan seksual setiap individu sesuai siklus
kehidupan.

Dari kebijakan PKBI sendiri, tertuang didalam rencana strategi PKBI yakni strategi 1.5 yang berisi mengembangkan
program penanganan kesehatan dan reproduksi pada situasi bencana, konflik, dan situasi darurat lainnya dan kemudian
dipertegas dalam Rapat Mandat Pleno memberikan mandat PKBI diseluruh tingkatan organisasi tanggap terhadap
kegawatdaruratan akibat bencana, mencakup perencanaan, mobilisasi sumber daya, dan tim tanggap bencana
khususnya PPAM.

Paket Pelayanan Awal Minimum Kesehatan Reproduksi (PPAM KESPRO) adalah sekumpulan kegiatan prioritas
Kesehatan reproduksi yang dilaksanakan pada tanggap darurat krisis kesehatan yang dimana apabila dilaksanakan pada
saat bencana, PPAM akan dapat menyelamatkan hidup dan mencegah kesakitan pada penduduk yang terkena dampak
bencana khususnya perempuan. Tujuan PPAM sendiri untuk menurunkan angka kematian, kesakitan dan kecacatan
akibat masalah-masalah kesehatan reproduksi dan seksual (maternal neonalatal, kekerasan seksual dan komplikasi
lanjutan, Infeksi Menular Seksual, Kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi yang tidak aman, penyebaran HIV dan
Keluarga Bencana) pada saat dan Pascabencana. Pelaksanaan program PPAM melalui 3 fase, fase Prabencana yakni
kesiapsiagaan, fase Darurat Bencana yakni respon, dan fase Pascabencana yakni recovery atau pemulihan.

Pelayanan kesehatan reproduksi penting di situasi bencana dikarenakan kesehatan reproduksi merupakan bagian dari
hak asasi manusia yang harus dijamin sekalipun dalam situasi darurat bencana. Banyak upaya telah dilakukan, namun
masih sedikit yang memberikan perhatian untuk kesehatan reproduksi. Dalam situasi normalpun banyak permasalahan
di bidang kesehatan reproduksi dan kondisi ini akan menjadi lebih buruk dalam situasi darurat bencana. Kebutuhan
terhadap kesehatan reproduksi akan tetap ada dan kenyataannya justru meningkat saat bencana. Adapun masalah terkait
Kesehatan Reproduksi di Situasi Bencana yakni Risiko kekerasan seksual dapat meningkat pada krisis kesehatan,
Kurangnya pelayanan Keluarga Berencana meningkatkan risiko yang berhubungan dengan kehamilan yang tidak
diinginkan, Kekurangan gizi dan anemia meningkatkan risiko komplikasi kehamilan, Penularan IMS/HIV dapat
meningkat di area dengan kepadatan populasi tinggi, Kurangnya akses terhadap pelayanan kegawatdaruratan obstetri
komprehensif meningkatkan risiko kematian ibu, Kebutuhan khusus perempuan: perlindungan saat menstruasi
(pembalut), higiene kit, dan sebagainya, dll.

Ada 5 poin yang menjadi fokus pada Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) Kesehatan Reproduksi,
Mengidentifikasi koordinator PPAM Kespro, Mencegah dan menangani akibat kekerasan seksual, Mengurangi
penularan HIV, Mencegah meningkatnya kesakitan dan kematian maternal dan bayi baru lahir, Merencanakan
pelayanan kesehatan reproduksi yang komprehensif yang terintegrasi ke dalam pelayanan dasar ketika situasi stabil.
Sasaran PPAM pun merupakan ibu hamil, ibu bersalin, bayi baru lahir, ibu nifas, wanita usia subur, anak, remaja.

Adapun 6 objective PPAM:

1. Objective 1: Koordinasi
Mengidentifikasi koordinator PPAM kesehatan reproduksi.
a. Menetapkan seorang koordinator pelayanan kesehatan reproduksi untuk mengkoordinir lintas program, lintas
sektor, lembaga lokal dan internasional dalam pelaksanaan PPAM kesehatan reproduksi.
b. Melaksanakan pertemuan koordinasi untuk mendukung dan menetapkan penanggung jawab pelaksana di
setiap komponen PPAM (SGBV, HIV. Maternal dan Neonatal serta logistik)
c. Melaporkan isu-isu dan data terkait kesehatan reproduksi, ketersediaan sumberdaya serta logistik pada
pertemuan koordinasi
d. Memastikan ketersediaan dan pendistribusian RH Kits

2. Objective 2: Mencegah dan menangani akibat kekerasan seksual berbasis jender ( SGBV)
Mencegah dan menangani kekerasanseksual:
a. Melakukan perlindungan bagi penduduk yang terkena dampak, terutama perempuan dan anak-anak.
b. Menyediakan pelayanan medis dan dukungan psikososial bagi penyintas perkosaan.
c. Memastikan masyarakat mengetahui informasi tersedianya pelayanan medis, psikososial, rujukan
perlindungan dan bantuan hukum.
d. Memastikan adanya jejaring untuk pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.

3. Objective 3: Mengurangi Penularan HIV


Mengurangi penularan HIV:
a. Memastikan tersedianya transfusi darah yang aman.
b. Memfasilitasi dan menekankan penerapan standar kewaspadaan universal.
c. Memastikan tersedianya kondom
d. Memastikan tersedianya darah dan tranfusi yang aman
e. Ketersediaan ARV untuk pengguna lanjutan
f. Pencegahan dan penularan HIV ke anak
g. Memenuhi kebutuhan masyarakat yang terkena IMS

4. Objective 4: Mencegah meningkatnya keskitan dan kematian maternal dan neonatal


Mencegah meningkatnya kesakitan dan kematian maternal dan neonatal
a. Memastikan adanya tempat khusus untuk bersalin di beberapa tempat seperti pos kesehatan, di lokasi
pengungsian atau di tempat lain yang sesuai
b. Memastikan tersedianya pelayanan persalinan normal dan kegawatdaruratan maternal dan neonatal (PONED
dan PONEK) di fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan rujukan
c. Membangun sistem rujukan untuk memfasilitasi transportasi dan komunikasi dari masyarakat ke puskesmas
dan puskesmas kerumah sakit
d. Tersedianya perlengkapan persalinan yang diberikan pada ibu hamil yang akan melahirkan dalam waktu
dekat
e. Memastikan masyarakat mengetahui adanya layanan pertolongan persalinan dan kegawatdaruratan maternal
dan neonatal
f. Ketersediaan alat kontrasepsi untuk memenuhi kebutuhan

5. Objective 5: Merencanakan pelayanan kespro komprehensif


Merencanakan pelayanan kesehatan reproduksi komprehensif dan terintegrasi ke dalam pelayanan kesehatan
dasar ketika situasi stabil. Mendukung lembaga/organisasi untuk:
a. Mengidentifikasi berdasarkan estimasi sasaran kebutuhan logistik kesehatan reproduksi
b. Mengumpulkan data riil sasaran dan data cakupan pelayanan
c. Mengidentifikasi fasilitas pelayanan kesehatan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan reproduksi
yang komprehensif
d. Menilai kemampuan tenaga kesehatan untuk memberikan fasilitas kesehatan untuk pelayanan kesehatan
reproduksi yang komprehensif dan pelayanan merencanakan pelatih

6. Objective 6: Prioritas Tambahan


a. Memperhitungkan program pemuda dan kesehatan reproduksi remaja didalam semua aspek
b. Memastikan keberlanjutan programme keluarga berencana
c. Penanganan indikasi infeksi menular seksual
d. Memastikan keberlanjutan perawatan dan pengobatan HIV
e. Mendistribusikan peralatan kebersihan dan bahan perlindungan haid

Kesimpulan

Adanya salah satu program di PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) yakni Program Kemanusiaan
dimana salah satu program kemanusiaan ini memiliki fokus untuk pemenuhan kesehatan reproduksi di dalam situasi
krisis atau situasi bencana. Sebagai negara yang terletak di daerah rawan bencana, Indonesia kerap disebut sebagai
“Laboratorium Bencana”. Istilah ini muncul karena kondisi geografis, geologis, serta demografis Indonesia yang relatif
mendorong lahirnya berbagai jenis bencana; baik bencana alam, bencana non-alam, maupun bencana sosial. Laporan
dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Indonesia menunjukkan bahwa hampir seluruh wilayah
Indonesia memiliki risiko bencana yang tinggi; mulai dari risiko banjir, gempa bumi, longsor, hingga letusan gunung
berapi. Kesehatan Reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata
bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada laki-laki dan
perempuan. Mandat terkait pelayanan kesehatan reproduksi pada masa darurat sendiri telah tercantum dalam berbagai
regulasi; baik di level nasional maupun internasional yang nantinya akan mengarah kepada pemenuhan hak reproduksi
dan seksual setiap individu sesuai siklus kehidupan. Poin-poin di atas menegaskan pentingnya pelayanan kesehatan
reproduksi pada masa darurat; sekaligus menjadi basis dari program Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) untuk
Kesehatan Reproduksi. PPAM untuk Kesehatan Reproduksi merupakan seperangkat kegiatan prioritas terkoordinasi,
yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan kesehatan reproduksi penduduk, pada permulaan suatu keadaan
darurat/bencana. Berangkat dari prinsip pemenuhan kebutuhan dan layanan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi
(HKSR), dan prinsip Keluarga Berencana (KB), membentuk tim kemanusiaan untuk melakukan upaya respon
kesehatan reproduksi pada masa darurat. Tujuan PPAM sendiri untuk menurunkan angka kematian, kesakitan dan
kecacatan akibat masalah-masalah kesehatan reproduksi dan seksual (maternal neonalatal, kekerasan seksual dan
komplikasi lanjutan, Infeksi Menular Seksual, Kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi yang tidak aman,
penyebaran HIV dan Keluarga Bencana) pada saat dan Pascabencana. Program PPAM untuk Kesehatan Reproduksi
PKBI dibagi ke dalam tiga tahap: tahap pra-bencana, tahap saat bencana, dan tahap pasca-bencana. 5 poin yang
menjadi fokus pada Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) Kesehatan Reproduksi, Mengidentifikasi koordinator
PPAM Kespro, Mencegah dan menangani akibat kekerasan seksual, Mengurangi penularan HIV, Mencegah
meningkatnya kesakitan dan kematian maternal dan bayi baru lahir, Merencanakan pelayanan kesehatan reproduksi
yang komprehensif yang terintegrasi ke dalam pelayanan dasar ketika situasi stabil. Sasaran PPAM pun merupakan ibu
hamil, ibu bersalin, bayi baru lahir, ibu nifas, wanita usia subur, anak, remaja.

Anda mungkin juga menyukai