Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul“Konsep promosi
kesehatan dan implementasi di masyarakat” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada
mata kuliah Promosi Kesehatan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu SITI KHADIJAH S,So,T,M Biomed selaku
dosen mata kuliah yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan
dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang penulis tekuni. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangunakan penulis nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Bukittinggi,18 Agustus 2023


Penulis

Stela Priska Wulandari


KATA PENGANTAR..........................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep dasar kesehatan reproduksi dalam situasi darurat
2.1.2 pengertian Konsep dasar kesehatan reproduksi dalam situasi
darurat
2.1.3 Prinsip dasar penyusunan program kesehatan dalkam situasi
darurat .......................................................
2.1.4 hak kesehatan reproduksi .perempuan pengungsi..................,.,.,.,.
2.1.5 Resiko pengungsi perempuan berkaitan dengan kesehatan
reproiuksi......................................................................
2.2 Pelayanan kesehatan reproduksi daklam bencana.........................................

2.2.1 Pengorganisasian tim siaga kesehatan reproduksi dalam


penanggulangan bencana,......,.,.,.............................................,............,.
2.2.2 Langkah penanganan kesehatan reproduksi pada tiap tahapan
penanggulangan bencana,.......................,..................,.,.,.,.,.,,.,.,.,.,.,.,.,..,
2.2.3 Paket pelayanan awal minimum (PPAM)

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan...........................................................................................
3.2 Saran......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana konsep daasar kesehatan reproduksi pada saat
darurat benccana.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian konsep dasar kesehatan reproduksi pada
darurat bencana.
b. Untuk mengetahuai bagaimana. konsep dasar kesehatan reproduksi pada
darurat bencana.
c. Untuk mengetahui paket pelayanan awal minimum
e. Untuk mengetahui prinsip dasar dari paket pelayanan awal minimum
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep dasar kesehatan reproduksi dalam situasi darurat

2.1.1 Pengertian Konsep dasar kesehatan reproduksi dalam


situasi darurat
Memastikan tersedianya layanan kesehatan reproduksi
dalam situasi darurat bencana adalah sangat penting karena
merupakan hak asasi manusia, dan apabila dilaksanakan pada fase
awal bencana akan dapat menyelamatkan nyawa dan mencegah
kesakitan bagi penduduk yang terkena dampak. Dalam situasi
normalpun sudah banyak permasalahan di bidang kesehatan
reproduksi, seperti tingginya angka kematian ibu, kasus kehamilan
yang tidak dikehendaki, kasus HIV/AIDS, dll, dan kondisi ini akan
menjadi lebih buruk dalam situasi darurat bencana. Kesehatan
reproduksi juga telah menjadi salah satu standard minimum di
bidang kesehatan dalam respon bencana berdasarkan piagam
kemanusiaan internasional (SPHERE). Kebutuhan akan kesehatan
reproduksi akan tetap ada dan Kenyataannya justru meningkat di
masa darurat bencana.

Saat darurat tetap ada ibu hamil yang membutuhkan layanan


Dan akan melahirkan bayinya kapan saja

• Risiko kekerasan seksual meningkat dalam keadaan sosial yang


tidak stabil

• Risiko penularan ims/hiv meningkat karena keterbatasan sarana


untuk melaksanakan kewaspadaan universal, meningkatnya risiko
kekerasan seksual, dan bertemunya populasi dengan prevalensi hiv
tinggi dan rendah
• Kurangnya pelayanan kb akan meningkatkan risiko kehamilan
Yang tidak dikehendaki yang sering berakhir dengan aborsi Yang
aman

• Kurangnya akses ke layanan gawat darurat kebidanan


komprehensif akan meningkatkan risiko kematian ibu
Penerapan kesehatan reproduksi dalam situasi darurat bencana
adalah sama untuk setiap jenis bencana, yaitu melalui penerapan
Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM), yang merupakan
seperangkat kegiatan prioritas untuk dilaksanakan pada fase awal
kondisi darurat untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah
kesakitan terutama pada perempuan. Segera setelah kondisi
memungkinkan dan lebih stabil dapat diberikan pelayanan
kesehatan reproduksi yang komprehensif yang terintegrasi dalam
pelayanan kesehatan dasar. Pelayanan kesehatan reproduksi
komprehensif adalah pelayanan kesehatan reproduksi lengkap
seperti yang biasa diberikan pada saat kondisi normal.

Karena keterbatasan sumber daya dan banyaknya prioritas masalah


kesehatan lain yang harus ditangani, tidak semua layanan
kesehatan reproduksi dapat diberikan pada situasi darurat bencana.
Prioritas diberikan pada dukungan untuk proses persalinan,
pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dan pencegahan
penularan IMS dan HIV.

Dalam penerapan PPAM tidak perlu dilakukan penilaian untuk


mengumpulkan data sasaran seperti jumlah ibu hamil, jumlah
wanita usia subur, jumlah pria dewasa, dil, karena dalam fase awal
situasi darurat bencana data-data tersebut sangat sulit diperoleh.
Kita dapat menggunakan estimasi statistik, seperti:
1) 4% dari penduduk adalah ibu hamil (dalam kondisi
daruratBencana)

2) 25% adalah wanita usia subur

3) 20% pria dewasa


4) 20% ibu hamil akan mengalami komplikasi,
dll.

Penilaian yang harus dilakukan adalah menilai kondisi fasilitas


kesehatan seperti kondisi Puskesmas (terutama Puskesmas
PONED), Rumah Sakit PONEK, termasuk kondisi SDM serta
ketersediaan obat dan alatnya. Informasi ini dapat digunakan untuk
membangun sistem rujukan matemal dan neonatal. Namun, segera
setelah situasi memungkinkan, data riil kelompok sasaran tetap
harus dikumpulkan.
2.1.2 dasar penyusunan program kesehatan dalam situasi
darurat
Sebagai negara yang terletak di daerah rawan bencana,
Indonesia kerap disebut sebagai “Laboratorium Bencana”. Istilah
ini muncul karena kondisi geografis, geologis, serta demografis
Indonesia yang relatif mendorong lahirnya berbagai jenis
bencana[1]; baik bencana alam, bencana non-alam, maupun
bencana sosial[2]. Laporan dari Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) Indonesia menunjukkan bahwa hampir seluruh
wilayah Indonesia memiliki risiko bencana yang tinggi; mulai dari
risiko banjir, gempa bumi, longsor, hingga letusan gunung
berapi[3]. Lebih lanjut, laporan yang sama juga menunjukkan
bahwa seluruh Ibu Kota Provinsi di Indonesia (34 kota) memiliki
risiko bencana gempa bumi.

Tingginya Indeks Risiko Bencana (IRB) Indonesia


mendorong pemerintah untuk memberi perhatian ekstra terhadap
upaya penanggulangan bencana. Mengacu pada Rancangan
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019,
BNPB menargetkan penurunan IRB sebesar 30% pada akhir tahun
2019. Berbagai upaya dilakukan oleh BNPB untuk mencapai target
tersebut, mulai dari meningkatkan kapasitas penanggulangan
bencana di daerah prioritas, berkerja sama dengan kementrian dan
lembaga lain, hingga menyusun acuan penyelenggaraan
penanggulangan bencana yang baru[4].

Namun di tengah upaya penanggulangan bencana yang


dilakukan oleh pemerintah dan institusi terkait, terdapat satu isu
sentral yang umumnya luput dari pembahasan. Isu tersebut adalah
pelayanan kesehatan reproduksi pada masa darurat[5]. Bencana
memiliki dampak yang signifikan bagi kondisi kesehatan
reproduksi warga yang terdampak; khususnya perempuan, anak,
dan remaja[6]. Rusaknya infrastruktur kesehatan akan menghambat
layanan kesehatan reproduksi yang komprehensif. Keterbatasan
akses kontrasepsi dalam situasi bencana dapat meningkatkan angka
kehamilan yang tidak diinginkan, serta peningkatan insiden IMS
dan HIV. Selain itu, kondisi sosial pasca bencana yang tidak stabil
dapat meningkatkan risiko kekerasan seksual[7].
Mandat terkait pelayanan kesehatan reproduksi pada masa
darurat sendiri telah tercantum dalam berbagai regulasi; baik di
level nasional maupun internasional. The International Conference
on Population and Development yang diadakan di Kairo pada
tahun 1994 misalnya, menyepakati bahwa “Semua negara harus
berusaha untuk membuat pelayanan kesehatan reproduksi yang
dapat diakses oleh seluruh individu pada usia yang tepat, melalui
pelayanan kesehatan dasar, sesegera mungkin sebelum tahun
2015”[8]. Pada level nasional, UU No. 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana menyatakan dengan jelas bahwa
“Perlindungan terhadap kelompok rentan termasuk dalam
Penyelenggaran Tanggap Darurat (Pasal 48e)”[9]. Pentingnya
pelayanan kesehatan reproduksi pada masa darurat kembali
dipertegas dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 64 Tahun 2013
tentang Penanggulangan Krisis Kesehatan Pasal 22 dan 26. Kedua
pasal tersebut menyatakan bahwa pelayanan kesehatan reproduksi
harus tersedia pada saat tanggap, dan pasca darurat krisis
kesehatan[10].
Pentingnya pelayanan kesehatan reproduksi pada masa
darurat; sekaligus menjadi basis dari program Paket Pelayanan
Awal Minimum (PPAM) untuk Kesehatan Reproduksi, yang
digalang oleh Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI).
PPAM untuk Kesehatan Reproduksi merupakan seperangkat
kegiatan prioritas terkoordinasi, yang dirancang untuk memenuhi
kebutuhan kesehatan reproduksi penduduk, pada permulaan suatu
keadaan darurat/bencana. Berangkat dari prinsip pemenuhan
kebutuhan dan layanan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi
(HKSR), dan prinsip Keluarga Berencana (KB), PKBI membentuk
tim kemanusiaan di setiap tingkatan kerja PKBI (pusat, daerah, dan
cabang) untuk melakukan upaya respon kesehatan reproduksi pada
masa darurat.

Pelayanan kesehatan reproduksi pada masa darurat –


khususnya bagi perempuan dan anak – menjadi penting, karena
lebih dari 50% pengungsi korban bencana adalah perempuan dan
anak[11]. Data dari The United Nations Population Fund (UNFPA)
menunjukkan bahwa dari total populasi perempuan di tempat
pengungsian, 25% di antaranya berada di usia produktif. Lebih
lanjut, data dari UNFPA juga menunjukkan bahwa dari total
populasi perempuan yang berada di usia produktif tersebut, 2% di
antaranya mengalami kekerasan seksual. Selain kasus kekerasan
seksual, masalah-masalah terkait kehamilan juga turut menghantui
korban bencana di lokasi pengungsian. Data dari sumber yang
sama menunjukkan bahwa 20% kehamilan yang terjadi di saat
krisis akan berakhir dengan keguguran, atau aborsi yang tidak
aman[12]. Hal inilah yang berusaha dicegah oleh PKBI dan BNPB,
melalui Program PPAM untuk Kesehatan Reproduksi.

Program PPAM untuk Kesehatan Reproduksi PKBI dibagi


ke dalam tiga tahap: tahap pra-bencana, tahap saat bencana, dan
tahap pasca-bencana. Tahap pra-bencana mencakup berbagai upaya
seperti pelatihan penyedia layanan dan relawan, pertemuan
koordinasi dengan berbagai stakeholders, serta pengadaan kit
kebersihan (hygiene kit) dan kit kesehatan reproduksi (reproductive
health kit). Isi kit kebersihan mencakup persediaan sanitasi seperti
sabun, pasta gigi, sikat gigi, pakaian dalam, ember, serta alat-alat
kebersihan lain yang dibutuhkan oleh masyarakat lokal. Kit
kesehatan reproduksi, di sisi lain, dibagi ke dalam tiga paket
(block) berdasarkan level fasilitas kesehatan di tempat kit tersebut
disediakan.

Block pertama berisi alat-alat kesehatan yang ditujukan


untuk tenaga kesehatan di level komunitas; seperti alat-alat
kebersihan, kondom, pil KB, dan obat-obatan IMS. Block kedua
berisi alat-alat kesehatan yang ditujukan untuk tenaga kesehatan di
level rumah sakit; seperti alat bantu persalinan. Sedangkan block
ketiga berisi alat-alat kesehatan reusable, yang ditujukan untuk
kebutuhan operasi; seperti alat bedah dan transfusi darah[13].

Tahap selanjutnya – saat bencana – mencakup upaya-upaya


langsung yang dilakukan di situs bencana; mulai dari mengirim tim
respon, penyediaan layanan konsultasi dan kesehatan reproduksi,
serta pembagian kit kebersihan dan kit kesehatan reproduksi. Tahap
terakhir – pasca-bencana – mencakup upaya-upaya terkait evaluasi
program PPAM untuk Kesehatan Reproduksi dan identifikasi
rekomendasi untuk program selanjutnya. Tahap pasca-bencana juga
beririsan dengan tahap pra-bencana, karena dalam tahap ini, tim
PPAM akan mulai melakukan upaya-upaya mitigasi seperti yang
tercantum dalam tahap pra-bencana.
Sepanjang tahun 2013 – 2017, PKBI telah melakukan 24
upaya respon bencana dalam bentuk pemberian layanan PPAM
untuk Kesehatan Reproduksi. Upaya respon bencana ini dilakukan
antara lain di:Aceh Tengah dan Bener Meriah, Aceh. Ketika terjadi
bencana gempa bumi pada bulan Oktober 2013;Banjarnegara, Jawa
Tengah. Ketika terjadi bencana longsor pada bulan Desember
2014;Sumatera Utara. Ketika terjadi bencana letusan Gunung
Sinabung pada bulan Juli 2015;Solok, Sumatera Barat. Ketika
terjadi bencana longsor pada bulan September 2016;Kabupaten
Limapuluh Kota Sumatera Barat. Ketika terjadibencana banjir dan
longsor pada bulan Maret 2017;Yogyakarta. Ketika terjadi bencana
banjir dan longsor, pada bulan November 2017; danBali, ketika
terjadi bencana erupsi Gunung Agung, pada bulan Desember
2017.PKBI akan terus berkomitmen untukmelaksanakan program
kemanusiaan terkait kesehatan reproduksi pada masa darurat, serta
memperjuangkan terpenuhinya hak kesehatan seksual dan
reproduksi secara umum. Salah satu caranya adalah dengan terlibat
aktif di forum pengurangan risiko bencana, dan menjadi anggota
sub-kluster kesehatan reproduksi.

2.1.3 Hak kesehatan reproduksi perempuan pengungsi

Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus


dipenuhi dalam situasi apapun, termasuk pada situasi bencana.
Demikian halnya dengan kesehatan reproduksi yang merupakan
bagian dari kesehatan. Oleh karena itu, pelayanan kesehatan
reproduksi harus selalu ada dan tersedia pada situasi bencana, agar
hak kesehatan reproduksi dapat tetap terpenuhi. Dalam respon
bencana bidang kesehatan, pelayanan kesehatan reproduksi
dilaksanakan melalui Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM)
Kesehatan Reproduksi yang difokuskan pada upaya pencegahan
kekerasan berbasis gender, pencegahan penularan HIV dan
pencegahan meningkatnya kematian maternal dan neonatal melalui
koordinasi dengan berbagai pihak untuk penyediaan pelayanan
kesehatan reproduksi yang berkualitas dan terjangkau. Setelah
situasi memungkinkan dan mulai stabil, maka pelayanan kesehatan
reproduksi yang komprehensif harus segera diselenggarakan secara
rutin di fasilitas pelayanan kesehatan. PPAM Kesehatan Reproduksi
merupakan intervensi global dari respon kemanusiaan saat bencana
yang disusun berdasarkan pengalaman lapangan dimana
ketersediaan pelayanan kesehatan reproduksi sering terabaikan.
Padahal pada saat bencana tetap ada ibu hamil yang dapat
melahirkan sewaktu waktu, bahkan mengalami komplikasi maternal
dan harus segera mendapat pertolongan tenaga kesehatan. Demikian
juga dengan risiko meningkatnya penularan HIV karena lemahnya
penerapan kewaspadaan standar dan risiko meningkatnya kekerasan
berbasis gender, utamanya pada situasi konflik.

2.1.4 Resiko pengungsi perempuan berkaitan dengan kesehatan


reproduksi

1. Perempuan yang menyusui menghadapi problem kesehatan,


yaitu tubuh yang semakin melemah. Kondisi ini memengaruhi
produksi ASI bagi bayinya. Meskipun sudah terdapat pasokan
susu bayi yang memadai, anak-anak yang selama ini terbiasa
menyusu ASI, terlebih soal batasan susu formula yang harus
disesuaikan dengan usia bayi, hal ini akan bermasalah bagi bayi
itu sendiri dalam jangka panjang.

2. Perempuan yang sedang mengandung akan menghadapi


masalah kurang gizi dan memengaruhi stamina tubuhnya.
Kondisi ini sangat membahayakan kesehatan perempuan dalam
proses kehamilan karena bisa terancam pendarahan hebat dan
keguguran. Selain itu, mungkin juga mengalami pecah ketuban
yang jika tidak segera ditangani akan mengakibatkan infeksi
bagi ibu dan bayinya. Pendarahan yang hebat dan tidak segera
ditangani juga akan mengakibatkan kematian bagi ibu.

3. Perempuan yang sedang mengalami menstruasi dalam


pengungsian mengalami kesulitan mendapatkan pembalut
karena kebutuhan ini tidak terpikirkan secara dini. Ketiadaan
pembalut memaksa mereka menggunakan kain seadanya untuk
mencegah merembesnya darah ke pakaian yang mereka
kenakan. Tetapi, karena kain yang digunakan tidak higienis,
pada akhirnya mengakibatkan iritasi di wilayah vagina.
4. Perempuan di pengungsian juga rentan dengan pelecehan
seksual. Semakin berlama mereka di dalam pengungsian akan
sangat mungkin berlanjut pada tindak perkosaan.

2.2 PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DALAM BENCANA


2.2.1 Pengorganisasian tim siaga kesehatan reproduksi dalam
penanggulangan bencana
1. Pengorganisasian Badan Penanggulangan Bencana di Indonesia
Pembentukan struktur organisasi Badan Penanggulangan
Bencana menurut UU No. 24 tahun 2007 dibagi dalam 3
tingkatan kewenangan sesuai dengan susunan kepemerintahan,
yaitu pada Tingkat Nasional dibentuk Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB). Pada Tingkat Provinsi
dibentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
tingkat propinsi. Pada Tingkat Kabupaten/Kota dibentuk Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) tingkat
kabupaten/kota. Penanggulangan bencana di bidang kesehatan
adalah menjadi tanggung jawab dari Pusat Penanggulangan
Krisis (PPK) Departemen Kesehatan dibawah koordinasi Badan
Nasional Penanggulangan Bencana di tingkat pusat.

2. Pembagian Tanggung Jawab pada Masing-Masing Badan


Penanggulangan Bencana. Upaya penanganan masalah
kesehatan reproduksi pada manajemen bencana ada pada tingkat
kabupaten/kota adalah tanggung jawab tim siaga kesehatan
reproduksi bekerja sama dengan dinas kesehatan kabupaten
setempat.
2.2.2 Langkah penanganan kesehatan reproduksi pada tiap
tahapan penanggulangan bencana
Tiap fase bencana memiliki karakteristik tertentu sehingga
diperlukan langkah-langkah yang berbeda untuk setiap tahapan
bencana. Rencana yang disusun oleh Tim Siaga Kesehatan
Reproduksi harus bersifat spesifik untuk tiap tahapan bencana
yaitu:
1. Pada Tahap Pra Bencana, baik dalam situasi tidak ada bencana
atau situasi potensi bencana harus dilakukan penyusunan rencana
kesiapsiagaan yang dapat dipergunakan untuk segala jenis bencana.
a. Rencana Kesiapsiagaan. Rencana Kesiapsiagaan adalah
rencana kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah
yang tepat guna dan berdaya guna. Rencana.
Kesiapsiagaan bertujuan untuk membangun kesadaran
stakeholder agar turut aktif dalam program penanganan
bencana, memastikan koordinasi yang efektif dari respon
bencana, disamping itu juga memastikan respon bencana
yang cepat, tepat dan efisien melalui penerapan Paket
Pelayanan Awal Minimum untuk Kesehatan Reproduksi
sejak fase awal bencana. Waktu penyusunan pada kondisi
normal sebelum terjadi bencana dan harus direview dan
direvisi secara berkala sesuai dengan perkembangan
kondisi daerah setempat (minimal 1 tahun sekali). Pada
saat terdapat potensi bencana Rencana kesiapsiagaan
harus disesuaikan dengan kondisi daerah setempat
dimana sering terjadi perubahan kondisi daerah, maka
frekuensi review dan revisi rencana kesiapsiagaan harus
ditingkatkan. Tanap penyusunan rencana kesiapsiagaan
terdiri dari tahap persiapan dan tahap penyusunan. Pada
tahap persiapan yang dilakukan yaitu pembentukan tim
kesehatan reproduksi dan Mengadakan
pertemuan/lokakarya untuk mendapatkan kesepahaman
tentang konsep PPAM (Paket Pelayanan Awal Minimum)
dan penerapannya dalam penyusunan rencana
kesiapsiagaan pada tahap berikutnya. Pada tahap
penyusunan yang dilakukan yaitu identifikasi data-data
kesehatan reproduksi (baik data cakupan / data sarana
yang ada), termasuk data kerentanan di wilayah tersebut,
pembuatan peta., tindakan untuk mengurangi kerentaran
dan risiko kesehatan reproduksi dan penyiapan komponen
rencana kesiapsiagaan. Proses identifikasi kerentanan
kesehatan reproduksi dalam masyarakat melalui penilaian
status kesehatan reproduksi setempat berdasarkan
indikator kesehatan reproduksi yang ada seperti angka
kematian ibu dan lainnya, dan mengenali faktor-faktor
kerentanan kesehatan reproduksi seperti faktor
kemiskinan, akses terbatas ke pelayanan kesehatan
reproduksi, keterampilan tenaga kesehatan dan lainnya.
b. Peta Kerentanan dan Risiko. Peta adalah salah satu dari
cara terbaik untuk mempresentasikan hasil dari penilaian
kerentanan, dan analisa risiko. Langkah Menggambar
Peta diawali dengan membuat simbol yang
menggambarkan kelompok rentan seperti ibu hamil dan
bayi, kelompok risiko tinggi kesehatan reproduksi pada
populasi yang ada dalam wilayah setempat.
c. Masalah kesehatan reproduksi pada masyarakat. Masalah
kesehatan reproduksi seperti tingginya jumlah kematian
ibu, bayi dan masalah kesehatan reproduksi lain.
d. Tenaga kesehatan khususnya dalam bidang kesehatan
reproduks
e. Fasilitas kesehatan dan alur rujukan pelayanan kesehatan
reproduksi (puskesmas PONED dan Rumah sakit
PONEK)
f. Menggambar alur yang menghubungkan antara populasi
setempat dengan fasilitas layanan kesehatan reproduksi
terdekat dan alur rujukan antar fasilitas layanan kesehatan
reproduksi.

Dalam hal terjadi bencana, maka tanggung jawab pertama upaya


penanganan kesehatan reproduksi ada pada tingkatan
kabupaten/kota, jika masalah Kesehatan Reproduksi yang timbul
tidak tertangani oleh tim tingkat kabupaten, maka upaya
penanganan akan mendapat dukungan dari tingkat di
atasnya.Mengintegrasikan tim siaga kespro ke dalam tim
koordinasi Badan Penanggulangan Bencana.
2.2.3 Paket pelayanan awal minimum (PPAM)
 TUJUAN PEDOMAN PPAM

Sebagai panduan dalam pelaksanaan teknis bagi sub klaster


kesehatan reproduksi dalam melakukan pelayanan kesehatan
reproduksi pada situasi krisis kesehatan.
 SASARAN

1. Penanggungjawab program kesehatan keluarga di tingkat


pusat, provinsi dan kabupaten/ kota.

2. Penanggungjawab program penanggulangan krisis kesehatan


di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/ kota.

3. Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Badan


Penanggulangan Bencana Daerah.

4. Lintas program, lintas sektor dan mitra pembangunan terkait.

5. TNI dan POLRI yang terlibat dalam penanggulangan bencana.

6. Rumah sakit, puskesmas, klinik dan praktik swasta.

7. Institusi pendidikan terkait.

8. Organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi


kemasyarakatan.

PPAM merupakan serangkaian kegiatan prioritas kesehatan


reproduksi yang harus segera dilaksanakan pada tanggap darurat
krisis kesehatan dalam rangka menyelamatkan jiwa pada kelompok
rentan. Kegiatan, koordinasi, perencanaan dan logistik.
PPAM merupakan intervensi global, sebagai bagian dari standar
minimal dalam respon bencana/ kemanusiaan yang disebut dengan
standar SPHERE. Standar SPHERE adalah satu set prinsip dan
standar kemanusiaan yang disusun oleh pekerja/ organisasi
kemanusiaan internasional dengan tujuan untuk memastikan agar
penduduk yang terkena dampak bencana (pengungsi) dapat hidup
secara layak dan bermartabat. Jika PPAM kesehatan reproduksi
tidak dilaksanakan, akan ada konsekuensi:

· Meningkatnya kematian maternal dan neonatal, balita dan lanjut


usia

· Meningkatnya risiko kasus kekerasan seksual dan komplikasi


lanjutan

· Meningkatnya penularan infeksi menular seksual (IMS)

· Terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi yang


tidak aman

· Terjadinya penyebaran HIV

Penjelasan tentang PPAM

Paket
Kegiatan, koordinasi, perencanaan dan logistik.

Paket tidak berarti sebuah kotak tetapi mengacu pada strategi yang
mencakup koordinasi, perencanaan, pasokan logistik dan kegiatan
kesehatan seksual dan reproduksi
Pelayanan
Pelayanan kesehatan reproduksi yang diberikan kepada penduduk
terdampak
Awal
Dilaksanakan sesegera mungkin dengan melihat hasil penilaian
kebutuhan awal
Minimum
Dasar, terbatas

PPAM SEBAGAI INTERVENSI PRIORITAS PADA KRISIS


KESEHATAN

PPAM harus tersedia pada situasi krisis kesehatan karena


kebutuhan akan pelayanan kesehatan reproduksi tetap ada dan
justru meningkat. Pada situasi krisis kesehatan:
1. Akan tetap ada ibu hamil yang membutuhkan pelayanan dan
dapat melahirkan sewaktu-waktu, termasuk persalinan prematur
akibat situasi yang kacau setelah terjadi bencana. Berdasarkan
estimasi statistik, 4% penduduk yang terkena dampak bencana
adalah ibu hamil pada kurun waktu tertentu.

2. 15-20% ibu hamil akan mengalami komplikasi kehamilan dan


persalinan.

3. 75% penduduk yang terdampak adalah perempuan, remaja


perempuan dan anak-anak.

4. 19% remaja usia 10-19 tahun yang berisiko mengalami


kekerasan seksual, perkawinan anak, perdagangan manusia, dll.

5. 27% Wanita usia subur (15-49 tahun) yang memerlukan


pelayanan kesehatan reproduksi dan membutuhkan pembalut
saat mengalami menstruasi.

6. 13% dari pengungsi adalah kelompok balita.

7. 9,7% dari pengungsi adalah kelompok lanjut usia.


PRINSIP DASAR DALAM PELAKSANAAN PPAM

Dalam pelaksanaan PPAM harus mengikuti prinsip kemanusiaan dan prinsip


dasar sebagai berikut:

1. Prinsip Kemanusiaan, terdiri dari 4 prinsip dasar, yaitu:


· Kemanusiaan (humanity): penderitaan manusia harus ditangani dimanapun
terjadi. Tujuan aksi kemanusiaan untuk melindungi kehidupan dan kesehatan
serta menjamin penghormatan terhadap manusia.

· Kenetralan (neutrality): Pekerja kemanusiaan tidak boleh memihak dalam


permusuhan atau terlibat dalam kontroversi yang bersifat politik, ras, agama
atau ideologis.

· Ketidakberpihakan (impartiality): tindakan kemanusiaan harus dilakukan atas


dasar kebutuhan saja, dengan mengutamakan kasus-kasus penderitaan yang
paling mendesak dan tidak membeda-bedakan atas dasar kebangsaan, ras, jenis
kelamin, keyakinan agama, kelas atau pendapat politik.

· Kemerdekaan (independence): aksi kemanusian harus terlepas dari tujuan


politik, ekonomi, militer atau lainnya yang mungkin dikendalikan oleh setiap
pihak terkait dengan bidang dimana aksi kemanusiaan sedang dilaksanakan.
2. Prinsip dasar dalam pelaksanaan PPAM

· Bekerja dalam kemitraan yang saling menghormati dengan masyarakat


pengguna pelayanan, penyedia layanan dan mitra lokal dan internasional.

· Memastikan kesetaraan dengan memenuhi kebutuhan kesehatan reproduksi


yang beragam dan memastikan layanan dan komoditas tersebut tersedia secara
gratis, terjangkau dan berkualitas tinggi.

· Memberikan informasi dan pilihan yang komprehensif, berbasis bukti dan


dapat diakses tentang pelayanan dan komoditas yang tersedia.

· Pastikan partisipasi yang efektif dan bermakna pengguna pelayanan dan


menghormati hak mereka untuk membuat keputusan dan pilihan untuk layanan
dan komoditas.
· Memastikan privasi dan kerahasiaan bagi semua orang dan memperlakukan
secara terhormat dan bermartabat.

· Mempromosikan kesetaraan, terkait dengan usia, jenis kelamin, identitas


gender, status perkawinan, orientasi seksual, lokasi (pedesaan/ perkotaan),
kecacatan, ras, warna kulit, Bahasa, agama, politik atau pendapat lain,
kebangsaan, asal etnis, status sosial dan aspek lainnya.

· Mengakui dan menangani dinamika gender dan kekuasaan di fasilitas


perawatan kesehatan untuk memastikan bahwa orang tidak mengalami
pemaksaan, diskriminasi atau kekerasan/ penganiayaan/ tidak menghormati atau
pelecehan dalam menerima atau memberikan pelayanan kesehatan.

· Melibatkan dan mobilisasi komunitas termsuk populasi yang sering


terpinggirkan.

· Memantau pelayanan dan komoditas, memberikan informasi dan hasil dengan


tujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

URI
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/31730
Achmadi U. F. 2014. Kesehatan Masyarakat : Teori dan Aplikasi. Jakarta : Rajawali Pers.
Fertman, I. C & Allensworth, D.D. 2010. Health Promotion Programs : From Theory To Practice. San
Fransisco : Jossey Bass.
Kholid, A. 2015. Promosi Kesehatan Dengan Pendekatan Teori Perilaku Media dan Aplikasinya (Untuk
Mahasiswa dan Praktisi Kesehatan). Jakarta : Rajawali Pers.
Maulana, H. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC Notoatmodo, S. 2010. Promosi Kesehatan : Teori
dan Aplikasi. Jakarta : Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai