Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KEGIATAN

UPAYA KESEHATAN IBU DAN ANAK


SERTA KELUARGA BERENCANA

“Antenatal Care (ANC) Terpadu”

Oleh:

dr. Himatun Istijabah

PROGRAM DOKTER INTERNSIP

PUSKESMAS BUMIAYU

BREBES

2017
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KEGIATAN
UPAYA KESEHATAN IBU DAN ANAK
SERTA KELUARGA BERENCANA

“Antenatal Care (ANC) Terpadu”

Oleh :
dr. Himatun Istijabah

Untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan program internsip


dokter Indonesia di Puskesmas Bumiayu, Kabupaten Brebes periode Februari
2017 – Februari 2018

Disetujui dan disahkan


Pada tanggal, Mei 2017

Peserta Program Internsip Pendamping Program Internsip

dr. Himatun Istijabah dr. Hj. Hawa Masfufah


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Antenatal care terpadu merupakan salah satu program kunci dalam
penapisan pelayanan KIA yang dimulai saat hamil sampai pada pascanifas.
Pelayanan tersebut sangat penting bagi ibu hamil yang bertujuan untuk
mencegah terjadinya komplikasi pada masa kehamilan dan pascapersalinan.
Pelayanan kunjungan pertama ANC (K1) sampai kunjungan lengkap ANC
(K4) menjadi strategi kunci provider pelayanan kesehatan dalam upaya
menurunkan angka missed opportunities ibu hamil yang dapat berimplikasi
pada kualitas pelayanan maternal dan bayi (Mikrajab & Rachmawati, 2016).
Menurut WHO, bahwa kasus kematian ibu terjadi antara 33–50% yang
berhubungan erat dengan rendahnya tingkat pelayanan kesehatan yang
diperoleh selama hamil sedangkan kontribusi terbesar penyebab kematian ibu
tersebut berturut-turut adalah preeklampsi, eklampsi, dan perdarahan
antepartum (WHO, 2006) cit. Lincetto dkk., (2006). Pelayanan Antenatal care
(ANC) sebagai faktor utama dalam menentukan outcome persalinan termasuk
menyaring secara dini faktor risiko dan juga dapat menentukan awal
pengobatan ibu hamil yang mengalami komplikasi selama hamil akan
dilakukan. Ibu hamil yang tidak melaksanakan ANC selama hamil berisiko
lebih besar mengalami komplikasi saat persalinan (Hunt & Bueno de Mesquita,
2000). Peran tenaga kesehatan terampil (skilled birth attendant) terutama bidan
dengan keterampilan Asuhan Persalinan Normal (APN) menjadi syarat utama
dan mutlak yang harus dimiliki sebelum melakukan pertolongan persalinan.
Hasil studi Graham dkk. (2001) cit. Carlough & McCall (2005) memperkirakan
bahwa antara 13–33% kematian ibu dapat di reduksi melalui peran utama
penolong persalinan terampil. Sejalan dengan hal tersebut, Rosmans dkk.
(2006); Graham dkk. (2008) menyebutkan masa persalinan merupakan salah
satu fase yang berkontribusi besar terjadinya kematian maternal di Indonesia
dalam satu minggu pertama dan diperkirakan fase tersebut terjadi 60% dari
semua kematian maternal.
Pada tahun 2015, Kabupaten Brebes menempati urutan pertama Angka
Kematian Ibu (AKI) tertinggi dari 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Tengah. Melihat fakta tersebut, berbagai upaya dilakukan baik dari tingkat
sektoral maupun lintas sektoral untuk menekan AKI pada tahun-tahun
berikutnya. Sebagai pelaksana kegiatan kesehatan di Kabupaten Brebes,
Puskesmas Bumiayu harus memberikan perhatian lebih dalan upaya KIA dan
KB khususnya dalam asuhan antenatal.

B. Permasalahan
Tingginya angka kematian ibu (AKI) terutama di Kabupaten Brebes pada
tahun 2015 mengharuskan berbagai upaya di tingkat sektoral maupun lintas
sektoral untuk membantu menekan AKI, salah satunya adalah dengan
pelaksanaan program Asuhan Antenatal/Antenatal Care (ANC) yang terpadu.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan upaya kesehatan ibu dan
anak serta keluarga berencana
2. Tujuan Khusus
Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan antenatal care terpadu.

D. Manfaat
1. Bagi Masyarakat
Diharapkan dapat mengurangi angka kematian ibu sekaligus meningkatkan
kesadaran para ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya secara rutin.
2. Bagi Tenaga Medis
Meningkatkan kesadaran tenaga medis agar senantiasa mengutamakan
kualitas pelayanan antenatal care terpadu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak


1. Pengertian Program KIA
Upaya kesehatan Ibu dan Anak adalah upaya di bidang kesehatan yang
menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu
menyusui, bayi dan anak balita serta anak prasekolah. Pemberdayaan
Masyarakat bidang KIA masyarakat dalam upaya mengatasi situasi gawat
darurat dari aspek non klinik terkait kehamilan dan persalinan. Sistem
kesiagaan merupakan sistem tolong-menolong, yang dibentuk dari, oleh dan
untuk masyarakat, dalam hal penggunaan alat tranportasi atau komunikasi
(telepon genggam, telepon rumah), pendanaan, pendonor darah, pencacatan
pemantauan dan informasi KB. Dalam pengertian ini tercakup pula
pendidikan kesehatan kepada masyarakat, pemuka masyarakat serta
menambah keterampilan para dukun bayi serta pembinaan kesehatan di
taman kanak-kanak.
Pengertian keluarga berarti nuclear family yaitu yang terdiri dari ayah,
ibu dan anak. Ayah dan ibu dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai
orang tua dan mampu memenuhi tugas sebagai pendidik. Oleh sebab itu
keluarga mempunyai peranan yang besar dalam mempengaruhi kehidupan
seorang anak, terutama pada tahap awal maupun tahap-tahap kritisnya, dan
yang paling berperan sebagai pendidik anak-anaknya adalah ibu. Peran
seorang ibu dalam keluarga terutama anak adalah mendidik dan menjaga
anak-anaknya dari usia bayi sehingga dewasa, karena anak tidak jauh dari
pengamatan orang tua terutaa ibunya.
Peranan ibu terhadap anak adalah sebagai pembimbing kehidupan di
dunia ini. Ibu sangat berperan dalam kehidupan buah hatinya di saat
anaknya masih bayi hingga dewasa, bahkan sampai anak yang sudah dilepas
tanggung jawabnya atau menikah dengan orang lain seorang ibu tetap
berperan dalam kehidupan anaknya.
2. Tujuan Program KIA
Tujuan Program Kesehatan Ibu dan anak (KIA) adalah tercapainya
kemampuan hidup sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang
optimal, bagi ibu dan keluarganya untuk menuju Norma Keluarga Kecil
Bahagia Sejahtera (NKKBS) serta meningkatnya derajat kesehatan anak
untuk menjamin proses tumbuh kembang optimal yang merupakan landasan
bagi peningkatan kualitas manusia seutuhnya. Sedangkan tujuan khusus
program KIA adalah :
a. Meningkatnya kemampuan ibu (pengetahuan , sikap dan perilaku), dalam
mengatasi kesehatan diri dan keluarganya dengan menggunakan
teknologi tepat guna dalam upaya pembinaan kesehatan
keluarga,paguyuban 10 keluarga, Posyandu dan sebagainya.
b. Meningkatnya upaya pembinaan kesehatan balita dan anak prasekolah
secara mandiri di dalam lingkungan keluarga, paguyuban 10 keluarga,
Posyandu, dan Karang Balita serta di sekolah Taman Kanak-Kanak atau
TK.
c. Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak balita, ibu
hamil, ibu bersalin, ibu nifas, dan ibu meneteki.
d. Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, nifas,
ibu meneteki, bayi dan anak balita.
e. Meningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat , keluarga dan
seluruh anggotanya untuk mengatasi masalah kesehatan ibu, balita, anak
prasekolah, terutama melalui peningkatan peran ibu dan keluarganya.
3. Prinsip Pengelolaan Program KIA
Prinsip pengelolaan Program KIA adalah memantapkan dan
peningkatan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien.
Pelayanan KIA diutamakan pada kegiatan pokok :
a. Peningkatan pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan dengan
mutu yang baik serta jangkauan yang setinggi-tingginya.
b. Peningkatan pertolongan persalinan yang lebih ditujukan kepada
peningkatan pertolongan oleh tenaga professional secara berangsur.
c. Peningkatan deteksi dini resiko tinggi ibu hamil, baik oleh tenaga
kesehatan maupun di masyarakat oleh kader dan dukun bayi serta
penanganan dan pengamatannya secara terus menerus.
d. Peningkatan pelayanan neonatal (bayi berumur kurang dari 1bulan)
dengan mutu yang baik dan jangkauan yang setinggi tingginya.

B. Upaya Keluarga Berencana


1. Pengertian Keluarga Berencana
KB adalah singkatan dari Keluarga Berencana. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1997), maksud daripada ini adalah: "Gerakan untuk
membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi
kelahiran."
Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu usaha untuk
merencanakan jumlah anak serta jarak kehamilan menggunakan alat
kontrasepsi. Memiliki keluarga ideal adalah dambaan setiap orang dan
dengan Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan
kesehatan preventif yang paling dasar dan utama bagi wanita, meskipun
tidak selalu diakui demikian.
2. Tujuan Program Keluarga Berencana
Tujuan Keluarga Berencana Nasional di Indonesia adalah
meningkatkan kesejahteraan ibu, anak dalam rangka mewujudkan NKKBS
(Normal Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera) yang menjadi dasar
terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan mengendalikan kelahiran
sekaligus menjamin terkendalinya pertambahan penduduk. Adapun tujuan
khususnya mencakup :
a. Meningkatkan jumlah penduduk untuk menggunakan alat kontrasepsi.
b. Menurunnya jumlah angka kelahiran bayi.
c. Meningkatnya kesehatan Keluarga Berencana dengan cara penjarangan
kelahiran.
3. Cara-cara atau Metode Pelaksanaan Program Keluarga Berencana
Keluarga berencana adalah usaha untuk mengukur jumlah dan jarak
anak yang diinginkan. Untuk dapat mencapai hal tersebut maka dibuatlah
beberapa cara atau alternatif untuk mencegah ataupun menunda kehamilan.
Cara-cara tersebut termasuk kontrasepsi atau pencegahan kehamilan dan
perencanaan keluarga.
Metode kontrasepsi bekerja dengan dasar mencegah sperma laki-laki
mencapai dan membuahi telur wanita (fertilisasi) atau mencegah telur yang
sudah dibuahi untuk berimplantasi (melekat) dan berkembang di dalam
rahim. Kontrasepsi dapat reversible (kembali) atau permanen (tetap).
Kontrasepsi yang reversible adalah metode kontrasepsi yang dapat
dihentikan setiap saat tanpa efek lama di dalam mengembalikan kesuburan
atau kemampuan untuk punya anak lagi. Metode kontrasepsi permanen atau
yang kita sebut sterilisasi adalah metode kontrasepsi yang tidak dapat
mengembalikan kesuburan dikarenakan melibatkan tindakan operasi.
Metode kontrasepsi juga dapat digolongkan berdasarkan cara kerjanya
yaitu metode barrier (penghalang), sebagai contoh, kondom yang
menghalangi sperma; metode mekanik seperti IUD; atau metode hormonal
seperti pil. Metode kontrasepsi alami tidak memakai alat-alat bantu maupun
hormonal namun berdasarkan fisiologis seorang wanita dengan tujuan untuk
mencegah fertilisasi (pembuahan).
Faktor yang mempengaruhi pemilihan kontrasepsi adalah efektivitas,
keamanan, frekuensi pemakaian dan efek samping, serta kemauan dan
kemampuan untuk melakukan kontrasepsi secara teratur dan benar. Selain
hal tersebut, pertimbangan kontrasepsi juga didasarkan atas biaya serta
peran dari agama dan kultur budaya mengenai kontrasepsi tersebut. Faktor
lainnya adalah frekuensi bersenggama, kemudahan untuk kembali hamil
lagi, efek samping ke laktasi, dan efek dari kontrasepsi tersebut di masa
depan. Sayangnya, tidak ada metode kontrasepsi, kecuali abstinensia (tidak
berhubungan seksual), yang efektif mencegah kehamilan 100%.
Semakin bertambah usia maka terdapat perubahan dari periode
menstruasi. Ketika darah haid akhirnya berhenti, maka seorang wanita
memasuki masa menopause. Bagaimanapun juga, kontrasepsi sebaiknya
digunakan sampai wanita tidak mendapatkan menstruasi atau darah haid
selama 2 tahun jika usia kurang dari 50 tahun atau 1 tahun jika usia lebih
dari 50 tahun.
4. Kelebihan Program Keluarga Berencana
Perempuan dibawah usia 17 tahun rentan mengalami kematian
sewaktu persalinan. Hal ini dikarenakan perkembangan tubuhnya belum
sempurna dan belum cukup matang serta siap dilewati bayi. Sang bayi pun
terancam resiko kematian sebelum usianya mencapai satu tahun.
Kehamilan terlalu "telat" Perempuan berusia terlalu tua untuk
mengandung dan melahirkan memiliki banyak resiko berbahaya. Terlebih
jika memiliki masalah-masalah kesehatan lain atau terlalu sering hamil dan
melahirkan. Kehamilan-kehamilan jarak dekat Kehamilan dan persalinan
membutuhkan banyak energi dan kekuatan. Jika Ibu belum pulih dari satu
pesalinan namun sudah hamil kembali, tubuh tidak akan sempat
memulihkan kebugarannya. Berbagai masalah bahkan kematian pun akan
dihadapi saat berhadapan dengan situasi kehamilan jarak dekat. Terlalu
sering hamil dan melahirkan Perempuan memiliki lebih dari empat anak
beresiko menghadapi kematian akibat pendarahaan hebat dan kelainan-
kelainan lainnya.
Tidak ada paksaan dan tidak ada yang boleh memaksa Ibu untuk
mengikuti program Keluarga Berencana ataupun tidak. Namun pekerja
kesehatan akan menyarankan Ibu untuk mengikuti program ini jika terjadi
sesuatu yang dapat membahayakan diri Ibu. Dibutuhkan kesadaran dalam
diri sendiri, mengenai pentingnya mengikuti program Keluarga Berencana,
baik untuk kebaikan diri sendiri, anak, juga kesejahteraan keluarga.
Tidak ada yang boleh memaksa Ibu mengikuti program Keluarga
Berencana, dan tidak ada paksaan untuk Ibu mengenakan alat KB tertentu.
Namun jika alat KB yang Ibu pilih dapat membahayakan diri sendiri, maka
konsultasikan terlebih dahulu hal tersebut pada dokter kandungan.
5. Kekurangan Program Keluarga Berencana
Selain memiliki dampak positif, program keluarga berencana ini juga
memiliki dampak-dampak negative antara lain:
a. Menerima efek samping dari pemakaian alat kontrasepsi
b. Tidak dapat haid (sering setelah pemakaian berulang)
c. Sering menaikkan berat badan, terutama kontrasepsi secara hormonal
d. Peningkatan risiko infeksi
e. Frekuensi bersenggama
f. Kemudahan untuk kembali hamil lagi
g. Efek samping ke laktasi
h. Efek dari kontrasepsi tersebut di masa depan
i. Memiliki keturunan terbatas

C. Antenatal Care (ANC) Terpadu


Antenatal Care (ANC) terpadu merupakan pelayanan antenatal
komprehensif dan berkualitas yang diberikan kepada semua ibu hamil.
Pelayanan tersebut diberikan oleh dokter, bidan, dan perawat terlatih,
Selanjutnya, implementasi pelayanan Antenatal Care terpadu telah diperkuat
dengan dikeluarkannya kebijakan Menteri Kesehatan yang tertuang dalam
pasal 6 ayat 1 huruf b Permenkes No. 25 tahun 2014 tentang upaya kesehatan
anak salah satunya dinyatakan bahwa pelayanan kesehatan janin dalam
kandungan dilaksanakan melalui pemeriksaan antenatal pada ibu hamil dan
pelayanan terhadap ibu hamil tersebut dilakukan secara berkala sesuai standar
yaitu paling sedikit 4 (empat) kali selama masa kehamilan (K1-K4). Konsep
pelayanan dan jenis pelayanan ANC terpadu sendiri telah diatur dalam
Permenkes RI Nomor 97 Tahun 2014 sebagai berikut.
1. Konsep Pelayanan
Pelayanan kesehatan pada ibu hamil tidak dapat dipisahkan dengan
pelayanan persalinan, pelayanan nifas dan pelayanan kesehatan bayi baru
lahir. Kualitas pelayanan antenatal yang diberikan akan mempengaruhi
kesehatan ibu hamil dan janinnya, ibu bersalin dan bayi baru lahir serta ibu
nifas.
Dalam pelayanan antenatal terpadu, tenaga kesehatan harus dapat
memastikan bahwa kehamilan berlangsung normal, mampu mendeteksi dini
masalah dan penyakit yang dialami ibu hamil, melakukan intervensi secara
adekuat sehingga ibu hamil siap untuk menjalani persalinan normal.
Setiap kehamilan, dalam perkembangannya mempunyai risiko
mengalami penyulit atau komplikasi. Oleh karena itu, pelayanan antenatal
harus dilakukan secara rutin, sesuai standar dan terpadu untuk pelayanan
antenatal yang berkualitas.
Pelayanan antenatal terpadu merupakan pelayanan kesehatan
komprehensif dan berkualitas yang dilakukan melalui :
a. pemberian pelayanan dan konseling kesehatan termasuk stimulasidan gizi
agar kehamilan berlangsung sehat dan janinnya lahir sehat dan cerdas
b. deteksi dini masalah, penyakit dan penyulit/komplikasi kehamilan
c. penyiapan persalinan yang bersih dan aman;
d. perencanaan antisipasi dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika
terjadi penyulit/komplikasi.
e. penatalaksanaan kasus serta rujukan cepat dan tepat waktu bila
diperlukan.
f. Melibatkan ibu hamil, suami dan keluarganya dalam menjaga kesehatan
dan gizi ibu hamil, menyiapkan persalinan dan kesiagaan bila terjadi
penyulit/komplikasi.

Dalam melakukan pemeriksaan antenatal, tenaga kesehatan harus


Memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai standar terdiri atas:
a. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
Penimbangan berat badan pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan
untuk mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan janin. Penambahan
berat badan yang kurang dari 9 kilogram selama kehamilan atau kurang
dari 1 kilogram setiap bulannya menunjukkan adanya gangguan
pertumbuhan janin.
Pengukuran tinggi badan pada pertama kali kunjungan dilakukan untuk
menapis adanya faktor risiko pada ibu hamil. Tinggi badan ibu hamil
kurang dari 145 cm meningkatkan risiko untuk terjadinya CPD (Cephalo
Pelvic Disproportion).
b. Ukur Tekanan darah
Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan antenatal
dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90
mmHg) pada kehamilan dan preeklampsia (hipertensi disertai edema
wajah dan atau tungkai bawah; dan atau proteinuria).

c. Nilai status Gizi (Ukur lingkar lengan atas /LiLA)


Pengukuran LiLA hanya dilakukan pada kontak pertama oleh tenaga
kesehatan di trimester I untuk skrining ibu hamil berisiko KEK (Kurang
Energi Kronis). Kurang energi kronis adalah ibu hamil yang mengalami
kekurangan gizi dan telah berlangsung lama (beberapa bulan/tahun)
dimana LiLA kurang dari 23,5 cm. Ibu hamil dengan KEK akan dapat
melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR).

d. Ukur Tinggi fundus uteri


Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan
untuk mendeteksi pertumbuhan janin sesuai atau tidak dengan umur
kehamilan. Jika tinggi fundus tidak sesuai dengan umur kehamilan,
kemungkinan ada gangguan pertumbuhan janin. Standar pengukuran
menggunakan pita pengukur setelah kehamilan 24 minggu.

e. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)


Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir trimester II dan
selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. Pemeriksaan ini
dimaksudkan untuk mengetahui letak janin. Jika pada trimester III bagian
bawah janin bukan kepala, atau kepala janin belum masuk ke panggul
berarti ada kelainan letak, panggul sempit atau ada masalah lain.
Penilaian DJJ dilakukan pada akhir trimester I dan selanjutnya setiap kali
kunjungan antenatal. DJJ lambat kurang dari 120 kali/menit atau DJJ
cepat lebih dari 160 kali/menit menunjukkan adanya gawat janin.
f. Skrining Status Imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus
Toksoid (TT) bila diperlukan
Untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum, ibu hamil harus
mendapat imunisasi TT. Pada saat kontak pertama, ibu hamil diskrining
status imunisasi T-nya. Pemberian imunisasi TT pada ibu hamil, disesuai
dengan status imunisasi T ibu saat ini. Ibu hamil minimal memiliki status
imunisasi T2 agar mendapatkan perlindungan terhadap infeksi tetanus.
Ibu hamil dengan status imunisasi T5 (TTLong Life) tidak perlu
diberikan imunisasi TT lagi. Pemberian imunisasi TT tidak mempunyai
interval maksimal, hanya terdapat interval minimal. Interval minimal
pemberian imunisasi TT dan lama perlindungannya dapat dilihat pada
tabel berikut :

Tabel 1. Interval Minimal Pemberian Imunisasi TT dan Lama Perlindungannya

g. Beri Tablet tambah darah (tablet besi)


Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus mendapat tablet
tambah darah (tablet zat besi) dan Asam Folat minimal 90 tablet selama
kehamilan yang diberikan sejak kontak pertama.

h. Periksa laboratorium (rutin dan khusus)


Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada ibu hamil adalah
pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus. Pemeriksaan laboratorium
rutin adalah pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan pada setiap
ibu hamil yaitu golongan darah, hemoglobin darah, dan pemeriksaan
spesifik daerah endemis/epidemi (malaria, HIV, dll). Sementara
pemeriksaan laboratorium khusus adalah pemeriksaan laboratorium lain
yang dilakukan atas indikasi pada ibu hamil yang melakukan kunjungan
antenatal.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada saat antenatal tersebut
meliputi:
1) Pemeriksaan golongan darah
Pemeriksaan golongan darah pada ibu hamil tidak hanya untuk
mengetahui jenis golongan darah ibu melainkan juga untuk
mempersiapkan calon pendonor darah yang sewaktu-waktu diperlukan
apabila terjadi situasi kegawatdaruratan.
2) Pemeriksaan kadar Hemoglobin darah (Hb)
Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu hamil dilakukan minimal
sekali pada trimester pertama dan sekali pada trimester ketiga.
Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui ibu hamil tersebut
menderita anemia atau tidak selama kehamilannya karena kondisi
anemia dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang janin dalam
kandungan. Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu hamil pada
trimester kedua dilakukan atas indikasi.
3) Pemeriksaan protein dalam urin
Pemeriksaan protein dalam urin pada ibu hamil dilakukan pada
trimester kedua dan ketiga atas indikasi. Pemeriksaan ini ditujukan
untuk mengetahui adanya proteinuria pada ibu hamil. Proteinuria
merupakan salah satu indikator terjadinya pre-eklampsia pada ibu
hamil.
4) Pemeriksaan kadar gula darah.
Ibu hamil yang dicurigai menderita diabetes melitus harus dilakukan
pemeriksaan gula darah selama kehamilannya minimal sekali pada
trimester pertama, sekali pada trimester kedua, dan sekali pada
trimester ketiga.
5) Pemeriksaan darah Malaria
Semua ibu hamil di daerah endemis Malaria dilakukan pemeriksaan
darah Malaria dalam rangka skrining pada kontak pertama. Ibu hamil
di daerah non endemis Malaria dilakukan pemeriksaan darah Malaria
apabila ada indikasi.
6) Pemeriksaan tes Sifilis
Pemeriksaan tes sifilis dilakukan di daerah dengan risiko tinggi dan
ibu hamil yang diduga menderita sifilis. Pemeriksaaan sifilis
sebaiknya dilakukan sedini mungkin pada kehamilan.
7) Pemeriksaan HIV
Di daerah epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi, tenaga kesehatan
di fasilitas pelayanan kesehatan wajib menawarkan tes HIV kepada
semua ibu hamil secara inklusif pada pemeriksaan laboratorium rutin
lainnya saat pemeriksaan antenatal atau menjelang persalinan. Di
daerah epidemi HIV rendah, penawaran tes HIV oleh tenaga
kesehatan diprioritaskan pada ibu hamil dengan IMS dan TB secara
inklusif pada pemeriksaan laboratorium rutin lainnya saat
pemeriksaan antenatal atau menjelang persalinan Teknik penawaran
ini disebut Provider Initiated Testing and Councelling (PITC) atau
Tes HIV atas Inisiatif Pemberi Pelayanan Kesehatan dan Konseling
(TIPK).
8) Pemeriksaan BTA
Pemeriksaan BTA dilakukan pada ibu hamil yang dicurigai menderita
tuberkulosis sebagai pencegahan agar infeksi tuberkulosis tidak
mempengaruhi kesehatan janin.

Selain pemeriksaaan tersebut diatas, apabila diperlukan dapat dilakukan


pemeriksaan penunjang lainnya di fasilitas rujukan. Mengingat kasus
perdarahan dan preeklamsi/eklamsi merupakan penyebab utama
kematian ibu, maka diperlukan pemeriksaan dengan menggunakan alat
deteksi risiko ibu hamil oleh bidan termasuk bidan desa meliputi alat
pemeriksaan laboratorium rutin (golongan darah, Hb), alat pemeriksaan
laboratorium khusus (gluko-protein urin), dan tes hamil.

i. Tatalaksana/penanganan Kasus
Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal di atas dan hasil pemeriksaan
laboratorium, setiap kelainan yang ditemukan pada ibu hamil harus
ditangani sesuai dengan standar dan kewenangan tenaga kesehatan.
Kasus-kasus yang tidak dapat ditangani dirujuk sesuai dengan sistem
rujukan.

j. Temu wicara (konseling)


Temu wicara (konseling) dilakukan pada setiap kunjungan antenatal yang
meliputi :
1) Kesehatan ibu
Setiap ibu hamil dianjurkan untuk memeriksakan kehamilannya secara
rutin ke tenaga kesehatan dan menganjurkan ibu hamil agar
beristirahat yang cukup selama kehamilannya (sekitar 9-10 jam per
hari) dan tidak bekerja berat.
2) Perilaku hidup bersih dan sehat
Setiap ibu hamil dianjurkan untuk menjaga kebersihan badan selama
kehamilan misalnya mencuci tangan sebelum makan, mandi 2 kali
sehari dengan menggunakan sabun, menggosok gigi setelah sarapan
dan sebelum tidur serta melakukan olah raga ringan.
3) Peran suami/keluarga dalam kehamilan dan perencanaan persalinan
Setiap ibu hamil perlu mendapatkan dukungan dari keluarga terutama
suami dalam kehamilannya. Suami, keluarga atau masyarakat perlu
menyiapkan biaya persalinan, kebutuhan bayi, transportasi rujukan
dan calon donor darah. Hal ini penting apabila terjadi komplikasi
kehamilan, persalinan, dan nifas agar segera dibawa ke fasilitas
kesehatan.
4) Tanda bahaya pada kehamilan, persalinan dan nifas serta kesiapan
menghadapi komplikasi
Setiap ibu hamil diperkenalkan mengenal tanda-tanda bahaya baik
selama kehamilan, persalinan, dan nifas misalnya perdarahan pada
hamil muda maupun hamil tua, keluar cairan berbau pada jalan lahir
saat nifas, dsb. Mengenal tanda-tanda bahaya ini penting agar ibu
hamil segera mencari pertolongan ke tenaga kesehatan.
5) Asupan gizi seimbang
Selama hamil, ibu dianjurkan untuk mendapatkan asupan makanan
yang cukup dengan pola gizi yang seimbang karena hal ini penting
untuk proses tumbuh kembang janin dan derajat kesehatan ibu.
Misalnya ibu hamil disarankan minum tablet tambah darah secara
rutin untuk mencegah anemia pada kehamilannya.
6) Gejala penyakit menular dan tidak menular
Setiap ibu hamil harus tahu mengenai gejala-gejala penyakit menular
dan penyakit tidak menular karena dapat mempengaruhi pada
kesehatan ibu dan janinnya.
7) Penawaran untuk melakukan tes HIV dan Konseling di daerah
Epidemi meluas dan terkonsentrasi atau ibu hamil dengan IMS dan
TB di daerah epidemik rendah
Setiap ibu hamil ditawarkan untuk dilakukan tes HIV dan segera
diberikan informasi mengenai resiko penularan HIV dari ibu ke
janinnya. Apabila ibu hamil tersebut HIV positif maka dilakukan
konseling Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA). Bagi
ibu hamil yang negatif diberikan penjelasan untuk menjaga tetap HIV
negatif diberikan penjelasan untuk menjaga HIV negative selama
hamil, menyusui dan seterusnya.
8) Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan pemberian ASI ekslusif
Setiap ibu hamil dianjurkan untuk memberikan ASI kepada bayinya
segera setelah bayi lahir karena ASI mengandung zat kekebalan tubuh
yang penting untuk kesehatan bayi. Pemberian ASI dilanjutkan
sampai bayi berusia 6 bulan.
9) KB paska persalinan
Ibu hamil diberikan pengarahan tentang pentingnya ikut KB setelah
persalinan untuk menjarangkan kehamilan dan agar ibu punya waktu
merawat kesehatan diri sendiri, anak, dan keluarga.
10) Imunisasi
Setiap ibu hamil harus mempunyai status imunisasi (T) yang masih
memberikan perlindungan untuk mencegah ibu dan bayi mengalami
tetanus neonatorum. Setiap ibu hamil minimal mempunyai status
imunisasi T2 agar terlindungi terhadap infeksi tetanus.
11) Peningkatan kesehatan intelegensia pada kehamilan (Brain
booster)
Untuk dapat meningkatkan intelegensia bayi yang akan dilahirkan, ibu
hamil dianjurkan untuk memberikan stimulasi auditori dan
pemenuhan nutrisi pengungkit otak (brain booster) secara bersamaan
pada periode kehamilan.

2. Jenis Pelayanan
Pelayanan antenatal terpadu diberikan oleh tenaga kesehatan yang
kompeten yaitu dokter, bidan dan perawat terlatih, sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Pelayanan antenatal terpadu terdiri atas:
a. Anamnesa
Dalam memberikan pelayanan antenatal terpadu, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan ketika melakukan anamnesa, yaitu:
1) Menanyakan keluhan atau masalah yang dirasakan oleh ibu saat ini.
2) Menanyakan tanda-tanda penting yang terkait dengan masalah
kehamilan dan penyakit yang kemungkinan diderita ibu hamil:
a) Muntah berlebihan
Rasa mual dan muntah bisa muncul pada kehamilan muda
terutama pada pagi hari namun kondisi ini biasanya hilang
setelah kehamilan berumur 3 bulan. Keadaan ini tidak perlu
dikhawatirkan, kecuali jika memang cukup berat, hingga tidak
dapat makan dan berat badan menurun terus.
b) Pusing
Pusing biasa muncul pada kehamilan muda. Apabila pusing
sampai mengganggu aktivitas sehari-hari maka perlu
diwaspadai.
c) Sakit kepala
Sakit kepala yang hebat yang timbul pada ibu hamil mungkin
dapat membahayakan kesehatan ibu dan janin.
d) Perdarahan
Perdarahan waktu hamil, walaupun hanya sedikit sudah
merupakan tanda bahaya sehingga ibu hamil harus waspada.
e) Sakit perut hebat
Nyeri perut yang hebat dapat membahayakan kesehatan ibu
dan janinnya.
f) Demam
Demam tinggi lebih dari 2 hari atau keluarnya cairan
berlebihan dari liang rahim dan kadang-kadang berbau
merupakan salah satu tanda bahaya pada kehamilan.
g) Batuk lama
Batuk lama lebih dari 2 minggu, perlu ada pemeriksaan lanjut
dan dapat dicurigai ibu hamil menderita TB.
h) Berdebar-debar
Jantung berdebar-debar pada ibu hamil merupakan salah satu
masalah pada kehamilan yang harus diwaspadai.
i) Cepat lelah
Dalam dua atau tiga bulan pertama kehamilan, biasanya timbul
rasa lelah, mengantuk yang berlebihan dan pusing, yang
biasanya terjadi pada sore hari. Kemungkinan ibu menderita
kurang darah.
j) Sesak nafas atau sukar bernafas
Pada akhir bulan ke delapan ibu hamil sering merasa sedikit
sesak bila bernafas karena bayi menekan paru-paru ibu.
Namun apabila hal ini terjadi berlebihan maka perlu
diwaspadai.
k) Keputihan yang berbau
Keputihan yang berbau merupakan salah satu tanda bahaya
pada ibu hamil.
l) Gerakan janin
Gerakan bayi mulai dirasakan ibu pada kehamilan akhir bulan
keempat. Apabila gerakan janin belum muncul pada usia
kehamilan ini, gerakan yang semakin berkurang atau tidak ada
gerakan maka ibu hamil harus waspada.
m) Perilaku berubah selama hamil, seperti gaduh gelisah, menarik
diri, bicara sendiri, tidak mandi, dsb.
Selama kehamilan, ibu bisa mengalami perubahan perilaku.
Hal ini disebabkan karena perubahan hormonal. Pada kondisi
yang mengganggu kesehatan ibu dan janinnya maka akan
dikonsulkan ke psikiater.
n) Riwayat kekerasan terhadap perempuan (KtP) selama
kehamilan
Informasi mengenai kekerasan terhadap perempuan terutama
ibu hamil seringkali sulit untuk digali. Korban kekerasan tidak
selalu mau berterus terang pada kunjungan pertama, yang
mungkin disebabkan oleh rasa takut atau belum mampu
mengemukakan masalahnya kepada orang lain, termasuk
petugas kesehatan. Dalam keadaan ini, petugas kesehatan
diharapkan dapat mengenali korban dan memberikan
dukungan agar mau membuka diri.
3) Menanyakan status kunjungan (baru atau lama), riwayat kehamilan
yang sekarang, riwayat kehamilan dan persalinan sebelumnya dan
riwayat penyakit yang diderita ibu hamil.
4) Menanyakan status imunisasi Tetanus ibu hamil
5) Menanyakan jumlah tablet tambah darah (tablet Fe) yang
dikonsumsi ibu hamil
6) Menanyakan obat-obat yang dikonsumsi seperti: antihipertensi,
diuretika, antivomitus, antipiretika, antibiotika, obat TB dan
sebagainya.
7) Di daerah endemis malaria, tanyakan gejala malaria dan riwayat
pemakaian obat malaria.
8) Di daerah risiko tinggi IMS, tanyakan gejala IMS dan riwayat
penyakit pada pasangannya. Informasi ini penting untuk langkah-
langkah penanggulangan penyakit menular seksual.
9) Menanyakan pola makan ibu selama hamil yang meliputi jumlah,
frekuensi dan kualitas asupan makanan terkait dengan kandungan
gizinya.
10) Menanyakan kesiapan menghadapi persalinan dan menyikapi
kemungkinan terjadinya komplikasi dalam kehamilan, antara lain:
a) Siapa yang akan menolong persalinan?
Setiap ibu hamil harus bersalin ditolong tenaga kesehatan..
b) Dimana akan bersalin?
Ibu hamil dapat bersalin di Poskesdes, Puskesmas atau di
rumah sakit.
c) Siapa yang mendampingi ibu saat bersalin?
Pada saat bersalin, ibu sebaiknya didampingi suami atau
keluarga terdekat. Masyarakat/organisasi masyarakat, kader,
dukun dan bidan dilibatkan untuk kesiapan dan kewaspadaan
dalam menghadapi persalinan dan kegawatdaruratan obstetri
dan neonatal
d) Siapa yang akan menjadi pendonor darah apabila terjadi
pendarahan?
Suami, keluarga dan masyarakat menyiapkan calon donor
darah yang sewaktu-waktu dapat menyumbangkan darahnya
untuk keselamatan ibu melahirkan.
e) Transportasi apa yang akan digunakan jika suatu saat harus
dirujuk?
Alat transportasi bisa berasal dari masyarakat sesuai dengan
kesepakatan bersama yang dapat dipergunakan untuk
mengantar calon ibu bersalin ke tempat persalinan termasuk
tempat rujukan. Alat transportasi tersebut dapat berupa mobil,
ojek, becak, sepeda, tandu, perahu, dsb.
f) Apakah sudah disiapkan biaya untuk persalinan?
Suami diharapkan dapat menyiapkan dana untuk persalinan ibu
kelak. Biaya persalinan ini dapat pula berupa tabulin (tabungan
ibu bersalin) atau dasolin (dana sosial ibu bersalin) yang dapat
dipergunakan untuk membantu pembiayaan mulai antenatal,
persalinan dan kegawatdaruratan.

Informasi anamnesa bisa diperoleh dari ibu sendiri, suami,


keluarga, kader ataupun sumber informasi lainnya yang dapat
dipercaya. Setiap ibu hamil, pada kunjungan pertama perlu
diinformasikan bahwa pelayanan antenatal selama kehamilan minimal 4
kali dan minimal 1 kali kunjungan diantar oleh suami.

b. Pemeriksaan
Pemeriksaan dalam pelayanan antenatal terpadu, meliputi berbagai jenis
pemeriksaan termasuk menilai keadaan umum (fisik) dan psikologis
(kejiwaan) ibu hamil.

Tabel 2. Jenis Pemeriksaan Pelayanan Antenatal Terpadu


Pemeriksaan laboratorium/penunjang dikerjakan sesuai tabel di atas.
Apabila di fasilitas tidak tersedia, maka tenaga kesehatan harus merujuk
ibu hamil ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.

c. Penanganan dan Tindak Lanjut kasus


Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium/ penunjang lainnya, dokter menegakkan diagnosa kerja
atau diagnosa banding, sedangkan bidan/perawat dapat mengenali
keadaan normal dan keadaan bermasalah/tidak normal pada ibu hamil.
Berikut ini adalah penanganan dan tindak lanjut kasus pada pelayanan
antenatal terpadu.
Tabel 3. Penanganan dan Tindak Lanjut Kasus
Pada setiap kunjungan antenatal, semua pelayanan yang meliputi
anamnesa, pemeriksaan dan penanganan yang diberikan serta rencana
tindak-lanjutnya harus diinformasikan kepada ibu hamil dan suaminya.
Jelaskan tanda-tanda bahaya dimana ibu hamil harus segera datang
untuk mendapat pertolongan dari tenaga kesehatan.
Apabila ditemukan kelainan atau keadaan tidak normal pada kunjungan
antenatal, informasikan rencana tindak lanjut termasuk perlunya
rujukan untuk penanganan kasus, pemeriksaan laboratorium/penunjang,
USG, konsultasi atau perawatan, dan juga jadwal kontrol berikutnya,
apabila diharuskan datang lebih cepat.
Ibu hamil yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga adalah ibu
hamil yang mengalami segala bentuk tindak kekerasan yang berakibat,
atau mungkin berakibat, menyakiti secara fisik, seksual, mental atau
penderitaan; termasuk ancaman dari tindakan tersebut, pemaksaan atau
perampasan semena-mena kebebasan, baik yang terjadi di lingkungan
masyarakat maupun dalam kehidupan pribadi.
Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) terhadap korban kekerasan merupakan
tempat dilaksanakannya pelayanan kepada korban kekerasan baik di
rumah sakit umum pemerintah dan swasta termasuk rumah sakit POLRI
secara komprehensif oleh multidisipliner dibawah satu atap (one stop
services).

d. Pencatatan hasil pemeriksaan antenatal terpadu


Pencatatan hasil pemeriksaan merupakan bagian dari standar pelayanan
antenatal terpadu yang berkualitas. Setiap kali pemeriksaan, tenaga
kesehatan wajib mencatat hasilnya pada rekam medis, Kartu Ibu dan
Buku KIA.
Pada saat ini pencatatan hasil pemeriksaan antenatal masih sangat
lemah, sehingga data-datanya tidak dapat dianalisa untuk peningkatan
kualitas pelayanan antenatal. Dengan menerapkan pencatatan sebagai
bagian dari standar pelayanan, maka kualitas pelayanan antenatal dapat
ditingkatkan.

e. Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang efektif


KIE yang efektif termasuk konseling merupakan bagian dari pelayanan
antenatal terpadu yang diberikan sejak kontak pertama untuk membantu
ibu hamil dalam mengatasi masalahnya
Tabel 4. Materi KIE Efektif Dalam Pelayanan Antenatal Terpadu
BAB III
KEGIATAN

A. Intervensi
1. Bentuk kegiatan: Pelayanan antenatal/Antenatal Care (ANC) terpadu dan
Pemantauan Ibu hamil Risiko Tinggi
2. Sasaran: Ibu hamil di wilayah Posyandu Jatisawit
3. Kegiatan/Pelayanan:
a. Absensi kehadiran ibu hamil
b. Pengukuran BB, TB, LiLA dan tanda-tanda vital
c. Pemeriksaan Gigi
d. Konsultasi Gizi
e. Pengambilan sampel laboratorium
f. Pemeriksaan Obstetri oleh bidan
g. Pemeriksaan fisik umum, pemberian terapi sesuai indikasi, konseling dan
edukasi oleh dokter.
4. Pelaksanaan
Hari/Tanggal: Senin, 27 Februari 2017
Tempat: Rumah Kader Posyandu Jatisawit
Waktu: Pukul 09.00 s.d selesai

B. Monitoring
Penilaian perkembangan kehamilan dan tanda-tanda persalinan beserta
ada tidaknya risiko kehamilan dapat dimonitor melalui pencatatan lengkap di
dalam buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) yang telah dibagikan pada semua
ibu hamil. Monitoring juga dapat dilakukan dengan mendata jumlah angka
kematian ibu dan penyebab kematiannya pada setiap periode.

C. Evaluasi
Tenaga kesehatan di Puskesmas Bumiayu telah berusaha mencapai
target cakupan ANC terpadu demi menekan angka kematian ibu dan memantau
ibu hamil risiko tinggi, terbukti dengan dilaksanakannya program ANC terpadu
dengan metode “jemput bola” di setiap posyandu di wilayah Puskesmas
Bumiayu. Namun, kesadaran ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya
masih rendah, terkait dengan faktor sosial yang mempengaruhi. Selain itu,
masih ditemukan ibu hamil dengan risiko tinggi menurut usia (ibu hamil
berusia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun), risiko tinggi paritas,
risiko tinggi KEK, serta ibu hamil dengan anemia.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Antenatal care terpadu merupakan salah satu program kunci dalam
penapisan pelayanan KIA yang dimulai saat hamil sampai pada pascanifas.
2. pemeriksaan antenatal pada ibu hamil dan pelayanan terhadap ibu hamil
tersebut dilakukan secara berkala sesuai standar yaitu paling sedikit 4
(empat) kali selama masa kehamilan (K1-K4).
3. Pelayanan ANC terpadu disesuaikan dengan usia kehamilan.

B. Saran
1. Bagi Masyarakat
Masyarakat, baik ibu hamil, kader posyandu maupun masyarakat umum
supaya mendukung kegiatan pelayanan antenatal terpadu demi membantu
menekan angka kematian ibu.
2. Bagi Tenaga Medis
Tenaga medis diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan dalam pelayanan kesehatan khususnya terkait kehamilan dan
persalinan serta mampu berperan dalam meningkatkan kesadaran
masyarakat mengenai pentingnya pelayanan antenatal terpadu.
DAFTAR PUSTAKA

Dinkes Jateng. 2016. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015.
Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.

Graham, W.J, Ahmed, S, Stanton, C, Abou-Zahr, CL & Campbell OMR. 2008.


Measuring maternal mortality: An overview of opportunities and
options for developing countries. BMC Medicine. 6: 12.

Hunt, P. & Bueno De Mesquita, B. 2000. Reducing Maternal Mortality: The Con-
tribution of the Right to the Highest Attainable Standard of Health.
UNFPA.

Lincetto, O, Mothebesoane-Anoh, S, Gomez, P. & Munjanja, S. 2006. Antenatal


care Opportunities for Africa’s Newborns: Practical data, policy and
programmatic support for newborn care in Africa, South Africa: Cape
Town. WHO. 51–62.

Mikrajab, M. A. & Rachmawati, T. 2016. Analisis Kebijakan Implementasi


Antenatal Care Terpadu Puskesmas di Kota Blitar. Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan. 19(1): 41 – 53.

Permenkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan No. 25 tahun 2014 tentang
Upaya Kesehatan Anak. Jakarta: Kemenkes RI.

Permenkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97


Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil,
Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan,
Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan
Seksual. Jakarta: Kemenkes RI.

Ronsmans, C, Graham, WJ, 2006. Maternal mortality: who, when, where and
why. The Lancet. 368 (9542): 1189–1200.

Anda mungkin juga menyukai