Anda di halaman 1dari 22

PORTOFOLIO KASUS JIWA

Borang Portofolio
No. ID dan Nama Peserta : dr. Nahiyah Isnanda
No. ID dan Nama Wahana : PUSKESMAS 1 CILONGOK

Topik : Depresi Berat dengan Gejala Psikotik


Tanggal (kasus) : 20 Desember 2016
Pendamping : dr. Novita Sabjan

Obyektif Presentasi :
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Tinjauan
□ Penyegaran
Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ □ □ □
□ Neonatus □ Dewasa □ Bumil
Bayi Anak Remaja Lansia

□ Deskripsi :
Nn. F datang ke IGD PKM dengan keluhan tidak sadarkan diri sejak 1
jam SMPKM yang diketahui oleh sang pacar. Selain tidak sadarkan diri, bibir
dan kuku biru dan tangan kaki dingin, pacar pasien mengira jika pasien
pingsan dan segera di bawa ke PKM. 4 jam SMPKM pasien mengaku pusing
dan meminum obat yang beli di apotik secara bebas (seremig dan flasicox)
lebih dari 4 butir masing-masing obat).

Alloanamnesis dengan kakak pasien


Pasien mempunyai masalah dengan keluarga karena tidak menyetujui
pasien dengan pacarnya, hal tersebut memicu pasien kabur dari rumah dan
meminum obat lebih dari 4 butir. Selain tersebut, pasien juga sering “direp-
repi” saat malam hari dan berteriak ketakutan karena dan mendengar suara
tikus di sekitarnya. Pasien juga sering menangis, sedih dan tidak dapat
mengerjakan aktivitas sehari-harinya karena masalah tersebut. Setelah berobat
di dokter jiwa dan keluarga pasien menyetujui hubungan dengan sang pacar,
keadaan pasien dekarang membaik dan sekarang sudah dapat bekerja seperti
biasa kembali.

Autoanamnesis setelah pasien membaik setelah perawatan di RS:


Pasien merasa sedih karena hubungannya dengan sang pacar tidak
disetujui oleh pihak keluarga. Pasien mengaku hilang minat dalam segala hal
dan sulit tidur. Pasien sering kali mendengar cuitan bunyi tikus yang membuat
pasien ketakutan. Keluhan ini sudah berlangsung sejak 1 bulan yang lalu.
Pasien sering meminum obat-obatan pereda nyeri kepala yang dibeli dari
apotik. Riwayat penyakit yang sama disangkal, dan riwayat keluarga dengan
keluhan serupa disangkal.

Tujuan: mengetahui penatalkssanaan depresi berat dengan gejala psikotik


Bahan Bahasan : □ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus
□ Audit
Cara Membahas : □ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail
□ Pos
Data Pasien
Nama : Nn. F
Usia : 20 Tahun
JenisKelamin : Perempuan
Alamat : Karanglo 5/2
TanggalMasuk : 20 Desember 2016
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/ gambaran klinis
Nn. F datang ke IGD PKM dengan keluhan tidak sadarkan diri sejak 1 jam
SMPKM yang diketahui oleh sang pacar. Selain tidak sadarkan diri, bibir
dan kuku biru dan tangan kaki dingin, pacar pasien mengira jika pasien
pingsan dan segera di bawa ke PKM. 4 jam SMPKM pasien mengaku
pusing dan meminum obat yang beli di apotik secara bebas (seremig dan
flasicox) lebih dari 4 butir masing-masing obat).
Alloanamnesis dengan kakak pasien
Pasien mempunyai masalah dengan keluarga karena tidak
menyetujui pasien dengan pacarnya, hal tersebut memicu pasien kabur dari
rumah dan meminum obat lebih dari 4 butir. Selain tersebut, pasien juga
sering “direp-repi” saat malam hari dan berteriak ketakutan karena dan
mendengar suara tikus di sekitarnya. Pasien juga sering menangis, sedih
dan tidak dapat mengerjakan aktivitas sehari-harinya karena masalah
tersebut. Setelah berobat di dokter jiwa dan keluarga pasien menyetujui
hubungan dengan sang pacar, keadaan pasien dekarang membaik dan
sekarang sudah dapat bekerja seperti biasa kembali.

Autoanamnesis setelah pasien membaik setelah perawatan di RS:


Pasien merasa sedih karena hubungannya dengan sang pacar tidak
disetujui oleh pihak keluarga. Pasien mengaku hilang minat dalam segala
hal dan sulit tidur. Pasien sering kali mendengar cuitan bunyi tikus yang
membuat pasien ketakutan. Keluhan ini sudah berlangsung sejak 1 bulan
yang lalu. Pasien sering meminum obat-obatan pereda nyeri kepala yang
dibeli dari apotik. Riwayat penyakit yang sama disangkal, dan riwayat
keluarga dengan keluhan serupa disangkal.

2. Riwayat Pengobatan:
Berobat dengan keluhan nyeri kepala berkepanjangan dan sering berobat
ke dokter umum dengan diagnosis migrain.
3. Riwayat keluarga.
Riwayat keluarga dengan keluhan serupa disangkal.
4. Riwayat Sosial.
Pasien tinggal bersama kakak kandungnya. Pasien diketahui mempunyai
masalah dengan keluarga karena tidak merestui hubungan pasien dengan
sang pacar. Hubungan pasien dengan tetangga sekitar tidak ada masalah

5. Riwayat pekerjaan:
Pasien sehari-hari bekerja sebagai buruh diperusahaan gas.
6. Riwayat Spiritual
Pasien beragama Islam yang kurang taat beribadah.
Hasil pembelajaran : mengetahui penatalaksanaan Depresi berat dengan
gejala psikotik

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio :


1. Subyektif
1. Diagnosis/ gambaran klinis
Nn. F datang ke IGD PKM dengan keluhan tidak sadarkan diri sejak 1 jam
SMPKM yang diketahui oleh sang pacar. Selain tidak sadarkan diri, bibir
dan kuku biru dan tangan kaki dingin, pacar pasien mengira jika pasien
pingsan dan segera di bawa ke PKM. 4 jam SMPKM pasien mengaku
pusing dan meminum obat yang beli di apotik secara bebas (seremig dan
flasicox) lebih dari 4 butir masing-masing obat).

Alloanamnesis dengan kakak pasien


Pasien mempunyai masalah dengan keluarga karena tidak
menyetujui pasien dengan pacarnya, hal tersebut memicu pasien kabur dari
rumah dan meminum obat lebih dari 4 butir. Selain tersebut, pasien juga
sering “direp-repi” saat malam hari dan berteriak ketakutan karena dan
mendengar suara tikus di sekitarnya. Pasien juga sering menangis, sedih
dan tidak dapat mengerjakan aktivitas sehari-harinya karena masalah
tersebut. Setelah berobat di dokter jiwa dan keluarga pasien menyetujui
hubungan dengan sang pacar, keadaan pasien dekarang membaik dan
sekarang sudah dapat bekerja seperti biasa kembali.

Autoanamnesis setelah pasien membaik setelah perawatan di RS:


Pasien merasa sedih karena hubungannya dengan sang pacar tidak
disetujui oleh pihak keluarga. Pasien mengaku hilang minat dalam segala
hal dan sulit tidur. Pasien sering kali mendengar cuitan bunyi tikus yang
membuat pasien ketakutan. Keluhan ini sudah berlangsung sejak 1 bulan
yang lalu. Pasien sering meminum obat-obatan pereda nyeri kepala yang
dibeli dari apotik. Riwayat penyakit yang sama disangkal, dan riwayat
keluarga dengan keluhan serupa disangkal.
2. Riwayat Pengobatan.
Berobat dengan keluhan nyeri kepala berkepanjangan dan sering berobat
ke dokter umum dengan diagnosis migrain.
3. Riwayat keluarga.
Riwayat keluarga dengan keluhan serupa disangkal.
4. Riwayat Sosial.
Pasien tinggal bersama kakak kandungnya. Pasien diketahui mempunyai
masalah dengan keluarga karena tidak merestui hubungan pasien dengan
sang pacar. Hubungan pasien dengan tetangga sekitar tidak ada masalah
5. Riwayat pekerjaan.
Pasien sehari-hari bekerja sebagai buruh diperusahaan gas.
6. Riwayat Spiritual
Pasien beragama Islam yang kurang taat beribadah.
2. Obyektif
Keadaan umum : jelek
Kesadaran : koma, GCS E1V1M1
Tekanan darah : 100/palpasi
Nadi : 120 x/menit, takikardi, reguler
Suhu : 36°C (per axiller)
Pernapasan : 4x/menit, reguler,
Status Generalis
Kepala : Nyeri tekan (-), rambut mudah dicabut (-) sebaran rata,venektasi
temporal (-)
Wajah : Nyeri tekan sinus -. Tampak pucat (-)
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, RCL +/+, diameter pupil
5mm/5mm
Hidung : Sekret -/-, NCH -/-
Mulut : tonsil T1/T1, uvula di tengah, faring hiperemis (-), bibir kering -.
Sianosis (-)
Leher : KGB : Tidak teraba.
Tiroid : Tidak terdapat pembesaran.
Dada :
Paru : I: Pergerakan dinding dada simetris kanan=kiri, retraksi (-),
ketinggalan gerak (-), pectus excavatum (-), pectus
carinatum(-), spider nevi (-), sikatriks (-).
P: Krepitasi (-), massa (-), Vokal fremitus lapang paru
kiri=kanan.
P: Sonor pada seluruh lapang paru.
A: Sd vesikuler +/+, Rbh-/-, Rbk -/-, Wh-/-
Jantung: I : Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis teraba di SIC 5 2 jr medial linea midklavikula
kiri
P: Batas jantung kiri di SIC 5 2 jr medial linea midklavikula
kiri, batas jantung kanan di ICS 5 linea sternalis kanan.
A: S1>S2, regular, gallop (-), murmur (-).
Abdomen: I : Abdomen datar, caput medusa -, sikatriks -, venektasi -. darm
countour (-), darm steifung (-)
A : Bising usus (+) menurun, metalic sound (-), borborigmi (-)
P : Timpani, pekak hepar (+), liver span dbn.
P : Supel
H/L: tidak teraba
Ekstremitas: CRT <2”, Tidak ada edema, akral dingin, siaonis (+)

Status Psikiatri setelah keadaan pasien membaik dirawat di RS:


Keadaan umum: tidak tampak sakit jiwa
Sikap: merunduk
Tingkah laku : hipoaktif
Orientasi : waktu/tempat/orang : baik/baik/baik
Kesadaran : CM/ baik
Proses Pikir:
Bentuk pikir: nonrealistik
Isi pikir: waham (-), idea untuk bunuh diri
Progresi Pikir: remming
Roman muka: normo mimic
Persepsi: halusinasi auditorik
Hubungan Jiwa: mudah ditarik dan sukar dicantum
Insight: derajat 3 (pasien menyadari bahwa dirinya sakit, namun menyalahkan
faktor eksternal, orang lain, masalah medis, atau masalah fisik lainnya sebagai
penyebab sakitnya)

Diagnosis: Distres Nafas e.c Over dosis obat pada tentamen suicide e.c Depresi
berat dengan gejala psikotik

Diagnosis Axis
Axis I : Depresi berat dengan gejala psikotik
Axis II: -
Axis III: Migrain
Axis IV : Faktor psikososial
Axis V: 50-41 (Gejala berat, disabilitas berat)

1. ”Assessment”(penalaran klinis):
PENGERTIAN DEPRESI
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk
perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi,
anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh
diri.
Jika gangguan depresif berjalan dalam waktu yang panjang (distimia)
maka orang tersebut dikesankan sebagai pemurung, pemalas, menarik diri dari
pergaulan, karena ia kehilangan minat hampir disemua aspek kehidupannya.
A. Jenis-jenis Depresi
 Depresi psikotik: depresi dengan waham yang menonjol.
 Depresi somatik: depresi dengan gejala soamtik yang menonjol (gangguan
tidur, lelah, keluhan saluran cerna, jantung berdebar-debar, dll).
 Depresi musiman: penderita mengalami depresi pada saat tertentu
biasanya saat kurang sinar matahari misalnya saat musim dingin.
 Dysthymia: afek depresi yang bersifat ringan tetapi berlangsung cukup
lama.
 Depresi atipikal: afek depresi dengan ciri klasik berupa makan berlebihan
dan tidur berlebihan.
 Depresi post partum
 Depresi premenstruasi: muncul gejala depresi satu minggu menjelang
menstruasi dan hilang setelah menstruasi

B. Faktor Risiko
 Penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan
 Kehidupan atau peristiwa yang berat, seperti masalah dalam keluarga,
kegagalan dalam kerja atau pendidikan, perceraian atau perpisahan,
kematian teman hidup
 Gangguan organik seperti : kanker, gangguan tidur, nyeri yang
berpanjangan
 Pasca melahirkan
 Kurang dukungan sosial
 Riwayat keluarga depresi
 Wanita : pendidikan kurang, pernikahan tak stabil, kelahiran

C. Patogenesis dan Patofisiologi Depresi


Secara umum orang mengalami depresi karena salah satu kejadian atau
situasi sebagai berikut:
1. Kehilangan orang yang dicintai, mungkin karena kematian
2. Peristiwa traumatis atau penuh stress, misalnya mengalami kekerasan,
penolakan sosial.
3. Penyakit fisik yang kronis
4. Obat- obatan atau narkoba
5. Adanya penyakit mental lain
6. Seseorang yang mempunyai orang tua atau saudara kandung yang
mengalami depresi akan mengalami peningkatan resiko mengalami depresi
juga.

KRITERIA DIAGNOSIS
Menurut PPDGJ III depresi adalah gangguan yang memiliki karakteristik:
a. Gejala Utama
 Afek depresif
 Kehilangan minat dan kegembiraan
 Berkurangnya energi yang menuju pada meningkatnya keadaan mudah
lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktifitas.
b. Gejala lainnya
 Konsentrasi dan perhatian berkurang
 Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
 Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
 Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
 Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
 Tidur terganggu
 Nafsu makan berkurang

Untuk episode depresif, diperlukan sekurang-kurangnya 2 minggu untuk


penegakan diagnosis. Namun, periodenya dapat lebih pendek jika gejala luar biasa
beratnya dan berlangsung cepat.
Kategori diagnosis depresif (F32.-) hanya digunakan untuk episode
depresi tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya harus
diklasifikasikan di bawah salah satu diagnosis gangguan depresif berulang (F33.-)

F32.0 Episode Depresi Ringan


 Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama
 Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
 Tidak boleh ada gejala berat di antaranya.
 Keberlangsungan sekurang-kurangnya 2 minggu
 Hanya sedikit kendala dalam pekerjaan atau interaksi sosial

F32.1 Episode Depresi Sedang


 Setidaknya harus ada 2 dari 3 gejala utama
 Sedikitnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya
 Keberlangsungan sekurang-kurangnya 2 minggu
 Menghadapi sedikit kesulitan yang nyata dalam pekerjaan, rumah tangga
dan interaksi sosial

F32.2 Episode depresi berat tanpa gejala psikotik


 Semua 3 gejala utama depresi harus ada
 Sekurang-kurangnya ada 4 gejala lainnya, dan beberapa di antaranya harus
berintensitas berat.
 Keengganan pasien untuk menceritakan keluhan-keluhan yang dialaminya
selama masa tersebut
 Keberlangsungan sekurang-kurangnya 2 minggu. Tetapi jika gejala amat
berat dan beronset sangat cepat, maka masih dapat dibenarkan untuk
menegakkan diagnosis dalam durasi kurang dari 2 minggu.
 Sangat tidak mungkin untuk menghadapi pekerjaan, rumah tangga dan
interaksi social.

F32.3 Episode depresi dengan gejala psikotik


 Kriteria episode depresi berat (F32.2)
 Disertai waham, halusinasi, atau stupor depresi.
Waham biasanya berupa ide tentang dosa, kemiskinan, atau malapetaka
yang mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu.
Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina
atau menuduh, atau bau kotoran atau daging busuk. Retardasi psikomotor
yang berat dapat menuju pada stupor.
PPDGJ III:
F32 Episode Depresif
F32.0 Episode depresif ringan
.00 Tanpa gejala somatik
.01 Dengan gejala somatik
F32.1 Episode depresif sedang
.10 Tanpa gejala somatik
.11 Dengan gejala somatik
F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik
F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
F32.8 Episode depresif lainnya
F32.9 Episode depresif YTT
F33 Gangguan Depresif Berulang
F33.0 Gangguan depresif berulang, episode kini ringan
.00 Tanpa gejala somatik
.01 Dengan gejala somatik
F33.1 Gangguan depresif berulang, episode kini sedang
10 Tanpa gejala somatik
.11 Dengan gejala somatik
F33.2 Gangguan depresif berulang, episode kini berat tanpa gejala
psikotik
F33.3 Gangguan depresif berulang, episode kini berat dengan
gejala psikotik
F33.4 Gangguan depresif berulang, kini dalam remisi
F33.8 Gangguan depresif berulang lainnya
F33.9 Gangguan depresif berulang YTT

Menurut DSM IV-TR, diagnosis depresi (mayor depressive disorder) dapat


ditegakkan melalui kriteria berikut.
 Setidaknya terdapat lima dari gejala berikut selama periode 2 minggu:
setidaknya salah satu gejala yang baik 1) mood depresi atau 2) hilangnya
minat atau kesenangan.
a) Mood depresi hampir sepanjang hari.
b) Berkurangnya minat atau kesenangan yang nyata.
c) Penurunan berat badan secara signifikan walaupun tidak diet atau dalam
usaha meningkatkan berat badan (misalnya, perubahan lebih dari 5% dari
berat badan dalam satu bulan), atau penurunan atau peningkatan nafsu
makan hampir setiap hari.
d) Insomnia atau hipersomnia.
e) Agitasi atau retardasi psikomotor.
f) Kelelahan atau hilangnya energi.
g) Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan (yang mungkin
berupa waham).
h) Hilangnya kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi.
i) Berulang pikiran tentang kematian (tidak hanya takut mati), keinginan
bunuh diri.
 Gejala tidak memenuhi kriteria untuk episode campuran.
 Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan
di daerah penting sosial, pekerjaan, atau lainnya berfungsi.
 Gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya
penyalahgunaan obat) atau kondisi medis umum (misalnya hipotiroidisme).
 Tidak berhubugan dengan belasungkawa karena kehilangan seseorang.

Pemeriksaan Penunjang
1) Uji supresi deksametason (dexamethasone suppression test/DST)
Hasil: positif (HPA axis tidak mengalami supresi setelah pemberian
deksametason/kadar kortisol tetap tinggi setelah pemberian deksametason).
Pasien depresi cenderung menunjukkan hipereaktivitas hipotalamus-
pituitari-adrenal (HPA) axis dan ketidakmampuan HPA axis untuk kembali ke
fungsi normal setelah stressor hilang. Akibatnya, terjadi kelebihan hormone
(kortisol) yang secara kronis dapat menghambat perkembangan reseptor
monoamine dan mengubah fungsi neurotransmitter monoamine di otak.
2) Pemeriksaan fungsi hepar dan ginjal
Untuk follow up terhadap terapi obat-obatan yang toksik ke hepar dan ginjal.
3) Uji psikologis
a) Skala Depresi Hamilton (Hamilton Rating Scale for Depression)
b) Zung Depression Scale
Zung Depression Scale dirancang oleh psikiater Universitas Duke, Dr
William WK Zung, untuk menilai tingkat depresi bagi pasien yang didiagnosis
dengan gangguan depresi.
Zung Depression Scale merupakan survey singkat terhadap diri
sendiri (dinilai oleh pasien sendiri) untuk mengukur status depresi pasien. Ada
20 item pada skala yang mengukur empat karakteristik umum dari depresi: efek
pervasive, keseimbangan psikologis, gangguan lain, dan aktivitas psikomotorik.
Ada sepuluh pernyataan positif dan sepuluh pertanyaan negatif. Setiap
pertanyaan dinilai pada skala 1 sampai 4 (berdasarkan jawaban ini: "jarang,"
"kadang-kadang," "sering," "sangat sering"). Skor pada rentang dari 20 sampai
80. Skor dibagi ke dalam empat kategori:
 20-49 Normal
 50-59 Depresi ringan
 60-69 Depresi sedang
 70 atau lebih Depresi berat

4) Psikofisiologi
 Bersifat menunjang, tidak mutlak diperlukan.
 Dengan CT scan, PET (positron-emission tomography), MRI
 Hasil:
o Dapat terjadi penurunan aktivitas metabolik atau volume sustansia
grisea korteks prefrontal, terutama sebelah kiri, pada pasien depresi
serius dan gangguan bipolar.
o Dapat terjadi penurunan aktivitas pada cingulata anterior.
o Dapat terjadi penuruan aktivitas metabolic pada hipokampus pada
pasien depresi mayor.
EPIDEMIOLOGI DAN MANIFESTASI KLINIS
Epidemiologi
Gangguan depresi berat adalah suatu gangguan yang sering terjadi, dengan
prevalensi seumur hidup kira-kira 15 % dan kemungkinan sekitar 25 % terjadi
pada wanita. Prevalensi gangguan depresi berat dua kali lebih besar pada wanita
dibandingkan laki-laki. Diduga hal ini disebabkan karena adanya perbedaan
hormon, pengaruh melahirkan, perbedaan stresor psikososial antara laki-laki dan
perempuan, dan model perilaku yang dipelajari tentang ketidakberdayaan.
Rata-rata usia onset untuk gangguan depresi berat kira-kira 40 tahun, 50 %
dari semua pasien mempunyai onset antara 20 dan 50 tahun. Data terkini
menunjukkan insidensi gangguan depresi berat meningkat pada orang-orang yang
berusia kurang dari 20 tahun. Hal ini diduga berhubungan dengan meningkatnya
penggunaan alkohol dan zat-zat lain pada kelompok usia tersebut.
Pada umumnya gangguan depresi berat terjadi paling sering pada orang
tua yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat atau pada mereka yang
bercerai atau berpisah.

Manifestasi Klinis
1. Manifestasi emosi. Seperti suasana hati yang pedih dan pilu, tidak
menyukai diri sendiri (perasaan negatif pada diri sendiri) hilangnya atau
kurangnya respon gembira pada situasi yang menimbulkan kesenangan,
hilangnya rasa senang dan menangis.
2. Manifestasi kognitif. Berupa rendahnya penilaian terhadap diri sendiri,
pikiran – pikiran negatif terhadap masa depan, menyalahkan, mengkritik
atau mencela diri sendiri, tidak dapat membuat keputusan dan gambran
yang salah tentang diri sendiri.
3. Manifestasi motivasional. Hilangnya motivasi untuk melakukan segala
aktivitas, keinginan untuk menghindar dan menarik diri, meningkatnya
ketergantungan dan yaitu menginginkan bantuan, pegarahan dan
bimbingan.
4. Manifestasi fisik dan vegetatif. Seperti hilangnya nafsu makan,
mengalami gangguan tidur, hilangnya nafsu sexual, perasaan lelah yang
sangat berat, gangguan berat badan dan kemampuan fisik.

DIAGNOSIS BANDING
Dalam menegakkan suatu gangguan depresi, diagnosis lain perlu
dipikirkan seperti adanya gangguan organik, intoksikasi atau ketergantungan
zat dan abstinensia, distimia, siklotimia, gangguan kepribadian, berkabung
serta gangguan penyesuaian.
Perubahan instrinsik yang berhubungan dengan epilepsi lobus
temporalis dapat menyerupai gangguan depresi, khususnya jika fokus
epileptik adalah pada sisi kanan.

2. ”Plan”:
Diagnosis: Distres Nafas e.c Over dosis obat pada tentamen suicide e.c
Depresi berat dengan gejala psikotik
Axis I : Depresi berat dengan gejala psikotik
Axis II: -
Axis III: Migrain
Axis IV : faktor psikososial
Axis V: 50-41
Terapi:
- A: Bebaskan jalan nafas, triple maneuver
- B: Bagging dengan kecepatan 12x/m
- C: IVFD RL loading 500cc
- EKG Sinus takikardi
- Rujuk ke RS Wiradadi Husada

TERAPI
Penanganan pasien dengan gangguan depresi, seperti gangguan kejiwaan
pada umumnya, harus mengintegrasikan farmakoterapi dengan intervensi
psikoterapeutik.
FARMAKOTERAPI
Saat merencanakan intervensi pengobatan, penting untuk menekankan
kepada penderita bahwa ada beberapa fase pengobatan sesuai dengan perjalanan
gangguan depresif:
 Fase akut bertujuan untuk meredakan gejala
 Fase kelanjutan untuk mencegah relaps
 Fase pemeliharaan/rumatan untuk mencegah rekurensi

Kriteria pemilihan obat


Pertimbangan untuk pemilihan obat ada di tangan dokter yang akan
membicarakannya pada penderita. Konseling diperkuat oleh apoteker.
Pertimbangan tersebut meliputi:
 Efek samping dan respon tubuh terhadap obat
 Penyakit dan terapi lain yang dialami penderita
 Interaksi obat.
 Lanjut usia, di mana fungsi absorbsi obat menurun.
 Efektivitas obat terhadap penderita.
 Obat harus dipertahankan selama 7-15 bulan atau lebih panjang untuk
menghadang episode gangguan depresif berikutnya
 Beberapa orang memerlukan terapi rumatan antidepresan, terutama
mereka yang seringkali mengalami pengulangan gejala episode gangguan
depresif atau gangguan depresif mayor.

Secara garis besar obat – obat antidepresan ini memiliki efek samping berupa:
1. Efek sedasi: rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor
menurun, dan kemampuan kognitif yang menurun.
2. Efek antikolinergik: mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur, konstipasi,
dan sinus takikardia.
3. Efek anti-adrenergik alfa: terjadinya hipotensi dan perubahan pada gambaran
EKG
4. Efek neurotoksis: tremor halus, gelisah, agitasi, insomnia.
Secara umum digolongkan menjadi beberapa kelas,yaitu :
1. Antidepresan Trisiklik
Yang termasuk golongan ini adalah Amitriptilin, Imipramin, Clomipramin,
Tianeptin, dan Opiramol.
2. Antidepresan Tetrasiklik
Yang termasuk obat golongan ini adalah Maproptiline, Mianserine, dan
Amoxapine.
3. Antidepresan MAOI-reversibel
Yang termasuk obat golongan ini adalah Moclobemide
4. Antidepresan atypical
Yang termasuk obat golongan ini adalah Trazodone, Tianeptine dan
Mirtazapine.
5. Antidepresan SSRI
Yang termasuk obat golongan ini adalah Sertaline, Paroxetine, Fluvoxamine,
Fluoxetine, dan Citolopram.

Pemilihan jenis obat antidepresan disesuaikan dengan toleransi pasien


terhadap efek samping dan penyesuaian efek samping terhadap kondisi apsien
seperti usia, adanya penyakit tertentu, dan jenis depresi yang diderita. Mengingat
profil efek sampingnya, pertama-tama sebaiknya digunakan obat golongan SSRI
yang efek sampingnya sangat minimal, spectrum efek antidepresannya luas dan
gejala putus obat sangat minimal, serta lethal dose yang tinggi sehingga relatif
aman digunakan.
Bila telah diberikan dengan dosis yang adekuat dalam jangka waktu yang
cukup (sekitar 3 bulan) tidak efektif, dapat beralih ke pilihan lain, yaitu golongan
trisiklik dan golongan MAOI reversibel.

PSIKOTERAPI
Psikoterapi yaitu terapi yang digunakan untuk menghilangkan keluhan-keluhan
dan mencegah kambuhnya gangguan psikologik atau pola perilaku maladaptif.
1. Terapi kognitif (cognitive therapy)
Terapi ini bertujuan untuk menghilangkan simptom depresi melalui usaha
yang sistematis yaitu mengubah cara pikir maladaptif dan otomatik pada pasien
depresi. Dasar pendekatannya adalah suatu asumsi bahwa kepercayaan-
kepercayaan yang mengalami distorsi tentang diri sendiri, dunia, dan masa depan
dapat menyebabkan depresi. Pasien harus menyadari cara berpikirnya yang salah.
Kemudian ia harus belajar cara merespons cara pikir yang salah tersebut dengan
cara yang lebih adaptif. Dari perspektif kognitif, pasien dilatih untuk mengenal
dan menghilangkan pikiran-pikiran negatif dan harapan-harapan negatif.
Terapi ini berlangsung lebih kurang 12-16 sesi dengan tiga fase yaitu:
1. Fase awal (sesi 1-4) membentuk hubungan terapeutik dengan pasien. Fase ini
mengajarkan pasien tentang bentuk kognitif yang salah dan pengaruhnya
terhadap emosi dan fisik, menentukan tujuan dan goal terapi, mengajarkan
pasien untuk mengevaluasi pikiran-pikirannya yang otomatis.
2. Fase pertengahan (sesi 5-12) mengubah secara berangsur-angsur kepercayaan
yang salah, membantu pasien mengenal akar kepercayaan diri. Pasien diminta
mempraktekkan ketrampilan berespons terhadap hal-hal yang depresogenik
dan memodifikasinya.
3. Fase akhir (sesi 13-16) menyiapkan pasien untuk terminasi dan memprediksi
situasi berisiko tinggi yang relevan untuk kekambuhan dan
mengkonsolidasikan pembelajaran melalui tugas-tugas terapi sendiri.

2. Terapi perilaku (behavior therapy)


Intervensi perilaku terutama efektif untuk pasien yang menarik diri dari
lingkungan sosial dan anhedonia. Terapi ini sering digunakan bersama-sama
terapi kognitif (cognitive behavior therapy/CBT). Tujuannya adalah
meningkatkan aktivitas pasien, mengikutkan pasien dalam tugas-tugas yang dapat
meningkatkan perasaan yang menyenangkan.
Fase awal pasien diminta memantau aktivitasnya, menilai derajat kesulitan
aktivitasnya, kepuasannya terhadap aktivitasnya. Pasien diminta melakukan
sejumlah aktivitas yang menyenangkan. Latihan ketrampilan sosial, asertif, dapat
me-ningkatkan hubungan interpersonal dan dapat menurunkan interaksi submisif.
Fase akhir fokus berpindah ke latihan mengontrol diri dan pemecahan
masalah. Diharapkan ilmu yang didapat dalam terapi dapat digeneralisasi dan
dipertahankan dalam lingkungan pasien sendiri

3. Psikoterapi suportif
Psikoterapi suportif berperan dengan memberikan kehangatan, empati,
pengertian dan optimism, membantu pasien mengidentifikasi dan
mengekspresikan emosinya, mengidentifikasi faktor-faktor presipitasi dan
membantu mengoreksi serta memecahkan problem eksternal (misalnya masalah
pekerjaan, rumah tangga).

4. Psikoterapi psikodinamik
Dasar terapi ini adalah teori psikodinamik yaitu kerentanan psikologik
terjadi akibat konflik perkembangan yang tak selesai. Terapi ini dilakukan dalam
periode jangka panjang. Perhatian pada terapi ini adalah defisit psikologik yang
menyeluruh yang diduga mendasari gangguan depresi. Misalnya, problem yang
berkaitan dengan rasa bersalah, rasa rendah diri, berkaitan dengan pengalaman
yang memalukan, peng-aturan emosi yang buruk, defisit interpersonal akibat tak
adekuatnya hubungan dengan keluarga.

5. Psikoterapi dinamik singkat (brief dynamic psychotherapy)


Sesinya lebih pendek. Tujuannya menciptakan lingkungan yang aman buat pasien.
Pasien dapat mengenal materi konfliknya dan dapat mengekspresikannya.

6. Terapi kelompok/sosial
Ada beberapa keuntungan terapi kelompok.
1. Biaya lebih murah
2. Ada destigmatisasi dalam memandang orang lain dengan problem yang sama
3. Memberikan kesempatan untuk memainkan peran dan mempraktekkan
ketrampilan perilaku interpersonal yang baru
4. Membantu pasien mengaplikasikan ketrampilan baru Terapi kelompok sangat
efektif untuk terapi jangka pendek pasien rawat jalan juga lebih efektif untuk
depresi ringan. Untuk depresi lebih berat terapi individu lebih efektif.

ELECTROCONVULSIVE THERAPY ( ECT )


ECT adalah terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak. Metode terapi
semacam ini sering digunakan pada kasus depresif berat atau mempunyai risiko
bunuh diri yang besar dan respon terapi dengan obat antidepresan kurang baik.
Pada penderita dengan risiko bunuh diri, ECT menjadi sangat penting
karena ECT akan menurunkan risiko bunuh diri dan dengan ECT lama rawat di
rumah sakit menjadi lebih pendek.
Pada keadaan tertentu tidak dianjurkan ECT, bahkan pada beberapa
kondisi tindakan ECT merupakan kontra indikasi. ECT tidak dianjurkan pada
keadaan :
 Usia yang masih terlalu muda ( kurang dari 15 tahun )
 Mempunyai riwayat kejang
 Psikosis kronik
 Kondisi fisik kurang baik
 Wanita hamil dan menyusui

Selain itu, ECT dikontraindikasikan pada : penderita yang menderita


epilepsi, TBC milier, tekanan tinggi intrakracial dan kelainan infark jantung.
Depresif berisiko kambuh manakala penderita tidak patuh, ketidaktahuan,
pengaruh tradisi yang tidak percaya dokter, dan tidak nyaman dengan efek
samping obat. Terapi ECT dapat menjadi pilihan yang paling efektif dan efek
samping kecil.
Cilongok, Oktober 2016
DOKTER INTERNSHIP DOKTER PENDAMPING

dr. Nahiyah Isnanda dr. Novita Sabjan


19730111200604 2 006
Daftar Pustaka

Affliated Doctor for Orange County. 2012. Basic Guidelines for Major
Depression in Adult in Primary Care.
http://www.adoc.us/Providers/ADOC_Depression.pdf

American Psychiatric Association. 2000. Diagnosis of Depression - DSM-IV-TR


Criteria for Major Depressive Episode and Major Depressive Disorder.
http://alerecares.com/pl/MultiSiteIncludes/PDF/pdfs/Depression%20Guideli
ne%20Summary%2003-11.pdf

Halverson JL. 2012. Depression. http://emedicine.medscape.com/article/286759

Kaplan HI, Sadock BJ. 1997. Sinopsis Psikiatri. Jilid I. Edisi ketujuh. Jakarta:
Binarupa Aksara. h.777-832

Rusdi Maslim. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta: PT Nuh Jaya.

Anda mungkin juga menyukai