Anda di halaman 1dari 19

HUBUNGAN ANTARA JENIS KELAMIN DAN PERILAKU KEBERSIHAN DIRI

DENGAN KEJADIAN PEDICULOSIS CAPITIS (KUTU RAMBUT0 PADA ANAK


SEKOLAH DASAR DI SD HAYATUL ISLAMIYAH SAWANGAN DEPOK TAHUN
2018

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar S1 Sarjana Kedokteran
pada Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Jakarta

Oleh

ADHALMA CIPTANING
2015730003

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
JAKARTA
2018
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Penyakit ini sering kali diabaikan, terutama pada negara yang memiliki prioritas
masalah kesehatan yang lebih kompleks serius. Penyakit kutu rambut ini jarang
ditindaklanjuti pengobatannya karena dianggap tidak terlalu penting dan tidak memiliki
mortalitas yang tinggi , tetapi faktanya penyakit ini telah menyebabkan morbiditas yang
tinggi pada anak-anak diseluruh dunia. Infeksi kutu rambut ini dapat menyebabkan
anemia pada anak, dan berdapak terhadap anak menjadi lesu , mengantuk di kelas dan
dapat mempengaruhi sikap belajar anak, belum lagi dampak psikologi yang harus
dialami oleh anak- anak yang terinfeksi Pediculosis Capitis mereka akan merasa malu
karena penyakit ini dikaitkan dengan perilaku kebersihan dan tingkat sosial ekonomi
yang rendah.1
Prevalensi dan insiden Pediculosis Capitis di seluruh dunia cukup tinggi,
diperkirakan terdapat ratusan juta orang yang terinfeksi Pediculosis Capitis , data di
Amerika menunjukan setiap tahunnya terdapat 6 -12 juta anak usia 3 sampai 11 tahun
terinfeksi oleh Pediculus humanus var. capitis dengan insiden tertinggi terdapat pada
anak perempuan dibandingkan laki-laki.2
Beberapa penelitian terhadap infestasi Pediculosis capitis pada murid sekolah
dasar telah dilakukan di berbagai negara di dunia. Tahun 2000 di Belgia dilakukan
penelitian terhadap 224 siswa sekolah dasar di kawasan kumuh area perkotaan dan
diperoleh angka insidensi 21,9%. Penelitian di Inggris tahun 2003 terhadap siswa
sekolah dasar diperoleh insidensi penderita Pediculosis capitis sebesar 2,03%. Tahun
2004 penelitian Pediculosis capitis dilakukan di China terhadap 303 pengungsi anak-
anak dengan angka insidensi 14,2%. Dari hasil penelitian-penelitian tersebut diperoleh
angka insidensi kejadian Pediculosis capitis tertinggi di negara Argentina pada tahun
2005 yaitu 61,4 %. Pada tahun 2006 diperoleh angka insidensi sebesar 35% dari
penelitian yang dilakukan di Malaysia dan pada tahun 2007 angka insidensi sebesar 31,
1 % di Turki dan 3,3% di Perancis.
Penelitian yang dilakukan di Bangkok, Thailand menyatakan bahwa rasio
investasi Pediculus humanus var. capitis pada anak sekolah berkisar 12,26%-29,76%.
Pada kelompok usia anak 12 tahun rasionya 26,07% sedangkan untuk kelompok usia
anak 8 tahun rasionya meningkat menjadi 55,89%.3
Di Indonesia data mengenai Pediculosis capitis masih sangat kurang, pelaporan
yang kurang ini disebabkan banyak penderita yang mengobati sendiri infeksi kutu dan
tidak melaporkan kejadiannya. Penelitian yang dilakukan pada 2 sekolah dasar yang di
area pedesaan di Yogyakarta didapatkan prevalensi kutu sebesar 19,6%4,
Pediculosis Capitis banyak menyerang anak sekolah yang tinggal di asrama dan
daerah yang padat penduduk. Kejadian infeksi juga dipengaruhi oleh banyak faktor
pendukung , diantaranya adalah rendahnya sikap dan perilaku kebersihan diri dan
kebiasaan pinjam meminjam barang5. Daur hidup parasit ini tidak berhubungan dengan
manusia , tidak dapat melompat dan tidak memiliki sayap6. Transmisi infeksinya terjadi
langsung dari rambut ke rambut atau tidak langsung dengan menggunakan perartara
yaitu, pemakaian sisir, topi atau aksesoris rambut lainnya.7
Melihat tingginya angka kejadian prevalensi Pediculosis Capitis atau kutu
kepala pada anak usia belajar serta gejalanya baik langsung maupun tidak langsung
yang dapat mempengaruhi kehidupan anak usia belajar maka penulis tertarik untuk
mengambil penelitian “ Hubungan antara jenis kelamin dan perilaku kebersihan diri
dengan kejadian Pediculosis Capitis (Kutu Rambut) pada Anak Sekolah Dasar di SD
Hayatul Islamiyah Sawangan Depok, Tahun 2018”

A. Perumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara jenis kelamin dan perilaku kebersihan diri pada
kejadian Pediculosis Capitis (Kutu Rambut) pada Anak Sekolah Dasar di SD
Hayatul Islamiyah Sawangan Depok , Tahun 2018?

B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui hubungan antara jenis kelamin dan perilaku kebersihan diri pada
kejadian Pediculosis Capitis (Kutu Rambut) pada Anak Sekolah Dasar di SD
Hayatul Islamiyah Sawangan Depok , Tahun 2018?
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui prevalensi penyakit Pediculosis Capitis (Kutu Rambut) pada Anak
Sekolah Dasar di SD Hayatul Islamiyah Sawangan Depok
b. Mengetahui perilaku kebersihan diri pada Anak Sekolah Dasar di SD Hayatul
Islamiyah Sawangan Depok
c. Mengetahui hubungan antar jenis kelamin dengan kejadian Pediculosis Capitis
(Kutu Rambut) pada Anak Sekolah Dasar di SD Hayatul Islamiyah Sawangan
Depok
d. Mengetahui hubungan antara perilaku kebersihan diri dengan kejadian
Pediculosis Capitis (Kutu Rambut) pada Anak Sekolah Dasar di SD Hayatul
Islamiyah Sawangan Depok

C. Manfaat Penelitian
1. Aspek teoritis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu pengetahuan
dan pendukung terhadap teori yang sudah ada juga dapat dijadikan gambaran
dan data dasar yang dapat dijadikak rujukan untuk penelitian selanjutnya.
2. Aspek Aplikatif
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1). Bagi Institusi
Penelitian ini dapat dijadikan informasi tambahan terhadap institusi
sehingga dapat menunjang pengetahuan tentang hubungan antara jenis
kelamin dan perilaku kebersihan diri pada kejadian Pediculosis Capitis (Kutu
Rambut) pada Anak Sekolah Dasar di SD Hayatul Islamiyah Sawangan
Depok
2). Bagi Masyarakat
Sebagai informasi pengetahuan terhadap pentingnya menjaga kebersihan
kulit kepala agar dapat mencegah atau mengurangi resiko munculnya
Pediculosis Capitis (Kutu Rambut)
3). Bagi Penulis
Menambah ilmu pada bidang dan ilmu kulit , serta dapat
mengaplikasikan ilmu yang telah didapat selama masa pembelajaran dan
menambah pengalaman melakukan penelitian.
D. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SD Hayatul Islamiyah Sawangan Depok .
Yang beralamat di JL. Benda Timur XI, Komp. Pamulang Permai 2 ,
Tangerang Selatan. Banten. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober
2018, Penelitian ini dibuat dengan keterbatasan waktu penelitian , data
sampel, jumlah sampel dan populasi sampel di SD Hayatul Islamiyah
Sawangan Depok.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Anatomi dan Struktur Kulit
Kulit merupakan organ terbesar dalam tubuh, luasnya sekitar 2m2. Kulit
merupakan bagian terluar dari tubuh manusia yang lentur dan lembut, salah satu
dari fungsi kulit adalah sebagai pertahanan pertama dari berbagai mikroorganisme
seperti kuman virus dan bakteri8. Sifat anatomis dan dan fisiologis kulit di berbagai
daerah tubuh berbeda-beda. Sifat-sifat anatomis pada beberapa daerah pada kulit
menyesuaikan dengan fungsi fisiologisnya. Kulit manusia terdiri dari tiga lapisan
yaitu :
a. Epidermis
Merupakan lapisan teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal yang
berbeda-beda. Epidermis yang paling tipis terdapat pada kelopak mata dan
yang paling tebal terdapat di telapak kaki dan tangan. Epidermis terususun
oleh berbagai sel yaitu sel melanosit, sel Langerhans, Sel Markel,
Keratinosit.
b. Dermis
Merupakan lapisan di bawah epidermis, memiliki ketebalan yang
bervariasi bergantung pada daerah tubuh yang paling terluas terdapat di
daerah punggung . Dermis terdiri dari dua lapisan dengan batas yang tidak
nyata, yaitu stratum papilare dan stratum retikulare, selain itu dermis juga
mengandung beberapa turunan epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar
keringat dan kelenjar sebacea.
c. Jaringan Subkutan (Subkutis, atau Hipodermis)
Merupakan lapisan yang langsung di bawah dermis. Batas antara
jaringan subkutan dan dermis tidak tegas. Sel-sel yang terbanyak adalah
liposit yang fungsinya menghasilkan banyak lemak. Pada jaringan subkutan
terdiri dari saraf, pembuluh darah, dan limfe , dan kelenjar keringat .9
2. Sruktur kulit kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit,
connective tissue atau jaringan ikat penyambung, aponeurosis epikranial atau
galea aponeurotika, loose aerolar conective tissue atau jaringan penunjang
longgar dan perikranium.
 Kulit Kepala (Skin)
 Jaringan Ikat Penyambung (Connective Tissue) :
 Apneorosis Epikranial (Galea apneorotika)
 Jaringan ikat areoar longgar (Loose areolar connective tissue)
 Perikranium (Pericranium)

Gambar 1 : Anatomi dari kulit kepala

3. Fungsi Kulit
 Fungsi Proteksi
 Fungsi Absorbsi
 Fungsi Ekskresi
 Fungsi Persepsi
 Fungsi Pengatuan Suhu Tubuh (termoregulasi)
 Fungsi Pembentukan Vitamin D9
3. Pedikulosis Capitis (Kutu Rambut)
a. Definisi
Merupakan infeksi kulit pada rambut dan kepala yang disebabkan oleh
parasit atau tungau Pediculus hummanus var capitis. Infestasi dari parasite ini
banyak menyerang pada anak-anak usia 9-12 tahun, walaupun kemungkinan
masih banyak penderita yang mengalami penyakit ini dikarenakan banyak
pasien yang mengobati penyakitnya sendiri tanpa melaporkannya kepada
petugas kesehatan.7

b. Etiologi
Pedikulosis kapitis disebabkan oleh ektoparasit Pediculus humanus var.
capitis yang terdapat pada kulit kepala manusia. Parasit ini memperoleh sumber
makanan dari darah yang dihisapnya 4-5 kali sehari atau sekitar setiap 4-6 jam. Pada
kutu dewasa mereka akan menghisap darah inangnya sebelum mereka
berkopulasi. Pada fase dewasa parasit ini memiliki panjang 1 sampai 2 mm,
bentuk yang memanjang, datar dan tidak memiliki sayap. Kutu ini memiliki tiga
pasang kaki yang dapat berjalan 23 cm permenit. Larva kutu atau disebut juga
nimfa (nymph atau istar), terlihat seperti miniature kutu dewasa. Pada betina
kutu dapat memproduksi 5 sampai 10 telur perhari dalam 30 hari hidupnya.
Kutu rambut biasaya dapat dapat bertahan hidup hanya 1 -2 hari pada kondisi
kulit kepala yang tidak menguntungkannya.
Kutu biasanya hidup pada bagian proksimal kulit kepala dikarenakan
telur kutu membutuhkan tempat inkubasi yang hangat dan lembab. Apabila telur
kutu didapatkan jauh dari kulit kepala ( diperkirakan lebih dari 1 cm) , itu
menandakan infeksi kutu sudah tidak aktif dan telur kutu dinyatakan sudah tidak
fertile. Untuk menegakan diagnosis kutu yaitu dengan penemuan kutu rambut
pada pemeriksaan kulit kepala 7

c. Patogenesis
Parasit Pediculus humanus capitis merupakan golongan arthropoda dari
kelas serangga yang termasuk pada kelompok pterigotes dari ordo Anoplura.
Terdapat dua jenis kelamin pada kutu yaitu kutu jantan dan kutu betina. Kutu
betina mempunyai bentuk tubuh yang lebih besar dibandingkan kutu jantan dan
memiliki penonjolan pada bagian posterior yang membentuk huruf V yang
berfungsi untuk menjepit batang rambut ketika bertelur. Sedangkan untuk kutu
jantan memiliki pita berwarna cokelat gelap yang terbentang pada bagian
pungungnya.
Siklus hidup pada parasit ini terdiri dari stadium telur, nimfa, dan kutu
dewasa. Setelah berkopulasi kutu dapat memproduksi 5 sampai 10 telur perhari
dalam 30 hari hidupnya. Telur kutu berbentuk oval dan berwarna putih. Kutu
rambut betina biasanya akan meletakan telurnya pada bagian pangkal rambut
dan akan bergerak ke arah dalam sesuai dengan pertumbuhan rambut. Telur
kutu ini akan menets 7-10 hari dengan meninggalkan kulit atau selubungnya
pada rambut, selubung berwarna putih dan kolaps. Selubung telur tersebut dapat
tetap melekat pada rambut selama 6 bulan. Sedangkan telur kutu yang belum
menetas tampak berwarna hitam, bulat, dan translusen. Hal ini merupakan cara
terbaik untuk membedakan dan memeriksa keberadaan operkulumnya yang
mengindikasikan bahwa telur kutu tersebut belum menetas atau sudah menetas.
Telur kutu yang sudah menetas kemudaian akan menjadi nimfa (nymh)
yang bentuknya menyerupai kutu dewasa. Perkembangan nimfa untuk menjadi
dewasa dibutuhkan 9-12 hari setelah menetas. Kutu dewasa mempunyai 2 mata
dan 3 pasang kaki, berwarna abu-abu dan menjadi kemerahan jika telah
menghissap darah. Kutu kepala tidak bersayap, memipih di bagian dorsoventral
dan memanjang.

d. Gejala Klinis
Gejala awal yang dominan yang dikeluhkan oleh penderita adalah
pruritus atau rasa gatal, terutama pada daerah oksiput dan bagian temporal serta
dapat meluas ke seluruh kepala. Ekskoriasi, erosi dan infeksi sekunder dapat
terjadi oleh karena penderita menggaruk kepalanya. Bila terjadi infeksi
sekunder berat maka rambut akan bergumpal dikarenakan oleh karena
banyaknya pus dan krusta (plikapelonika) dan dapat disertai pembesaran
kelenjar getah bening regional pada bagian oksiput dan retroaurikular.5

e. Diagnosis Banding
 Dermatitis Seboroik (dandruff)
 Gigitan Serangga
 Eksema
 Psoriasis
 Piedra (infeksi oleh jamur)
 Pseudonits
 Delusi dari parasitosis7

f. Pengobatan
Pengobatan bertujuan memusnahkan semua kutu dan telur serta
mengobati infeksi sekunder. Menurut kepustakaan pengobatan yang dianggap
terbaik adalah secara topikal dengan penggunaan melathion 0,5% atau 1%
dalam bentuk lotion atau spray. Penggunaannya dapat dilakukan pada malam
hari sebelum tidur sebelumnya rambut dibersihkan terlebih dahulu, kemudian
dipakaikan lotion melathion, kemudian kepala ditutup dengan kain. Kemudian
kesokan harinya rambut dicuci lagi dengan sabun lalu disisir dengan sisir yang
rapat.
Untuk di Indonesia obat yang mudah didapat dan cukup efektif untuk
pengobatan kutu kepala ialah krim gama benzene heksa-klorida 1 %.
Pemakaiannya yaitu setelah dioleskan pada kulit kepala dan rambut lalu
didiamkan 12 jam, kemudian rambut dibersihkan dan disisir dengan serit. Pada
keadaan infeksi sekunder yang berat sebaiknya rambut dicukur , dan diberikan
obat antibiotic sistemik dan topikal terlebih dahulu. Disusul dengan pemberian
obat dalam bentuk sampo. Perbaikan hygiene merupakan sayar agar penyakit
ini tidak residif.5

Nama obat Mekanisme Penggunaan Faktor Resiko


Kerja
Pyrenthrins Blok repolarisasi Topikal Alergi
kanal Na+
Permethrins Blok repolarisasi Topikal Tidak ada
1% kanal Na+’;
Melathion Menginhibisi Topikal Mudah terbakar, depresi
lotion 0,5 % organophosphate pernapasan, toksik untuk
cholinesterase sistem syaraf pusat.
Lindane Organochloride; Topikal Dapat menyebabkan
sampo 1% inhibitor GABA kejang
(gama
benzene
heksa
klorida)
Ivermectine Inhibisi pelepasan Oral Tidak direkomendasikan
GABA untuk pasien < 15 kg,
hati-hati pada ibu hamil
dan menyusui.

G. Komplikasi
Infeksi sekunder dari bakteri dapat terjadi pada penderita pedikulosis
kapitis. Faktanya penyakit ini merupakan penyakit yang paling sering
menyebabkan penyakit pyoderma pada kulit kepala. Dan kutu kepala juga dapat
menjadi host bagi bakteri Rickettsia prowazekii dan Bartonella quintana yang
dapat menyebabkan demam parit (trench fever).7

H. Pencegahan
Kutu kepala dapat tertular melalui hubungan langsung dari rambut ke
rambut atau dari kepala ke kepala. Meskipun demikian juga tungau dapat
menyebar melalui pakaian dan aksesoris kepala yang yang digunakan secara
bersama-sama. Untuk menghindari penularan kutu rambut maka dapat
dilakukan pencegahan seperti :
 Menghindari kontak langsung ketika bermain dan beraktivitas di rumah,
sekolah, dan dimanapun.
 Tidak menggunakan barang secara bersamaan seperti sisir, sikat, handuk
topi, scarf, jaket, kerudung,bantal, dan ikat rambut secara berganti-
gantian.
 Melakukan desinfeksi pada sisir dan sikat dari orang yang sudah
terinfestasi dengan direndam di air panas (sekitar 130 F) selama 5-10
menit.
 Mencuci dan menjemur pakaian, perlengkapan tempat tidur, karpet, dan
lain-lain.
 Menyapu dan membersihkan lantai dan perabotan rumah tangga
lainnya. 10

I. Faktor- Faktor yang mempengaruhi kejadian Pedikulosis Capitis

 Usia
Anak-anak lebih sering terkena penyakit pedikulosis
kapitis,terutama adalah kelompok umur 3-11 tahun.7,11 12
 Jenis Kelamin
Menurut beberapa penelitian yang telah ada, anak perempuan
lebih sering terkena penyakit pediculosis capitis. Hal ini dapat
dihubungkan bahwa anak perempuan hampir semuanya memiliki
rambut yang lebih panjang daripada anak laki-laki. Anak perempuan
pun lebih sering menggunakan sisir dan aksesoris rambut.13,7
 Penggunaan barang secara bersama
Penggunaan bantal dan tempat tidur bersama dapat menjadi
faktor yang menyebabkan penularan kutu rambut. Tungau dewasa dapat
hidup di luar kulit kepala selama 1 sampai 2 hari,sedangkan telurnya
dapat bertahan sampai seminggu. Apabila seseorang yang terkena
infestasi Pediculus humanus var.capitis dan meletakkan kepala di suatu
tempat,maka kemungkinan besar ada tungau dewasa serta telur yang
terjatuh.7,5,1,14
Dan penggunaan alat rambut sepert sisir dan juga aksesoris
rambut dapat menjadi salah satu faktor penyebab penularan kutu. Sisir
akan membuat telur bahkan tungau dewasa menempel pada sisir. Dan
apabila seseorang menggunakan sisir yang ada tungau atau telur yang
hidup akan tertular,begitu juga dengan aksesoris rambut seperti
kerudung, bando dan pita.6
 Panjang rambut
Orang yang memiliki rambut panjang lebih sering terkena
infestasi kutu kepala,hal ini disebabkan lebih susah membersihkan
rambut dan kulit kepala pada orang dengan rambut panjang
dibandingkan dengan rambut pendek.11
 Frekuensi cuci rambut
Seringnya mencuci rambut berhubungan dengan tingkat
kebersihan rambut dan kulit kepala. Di Amerika Serikat dimana
mencuci kepala adalah kebiasaan rutin sehari-hari,orang yang
terinfestasi kutu kepala lebih sedikit, dibandingkan dengan daerah dan
negara yang masyarakatnya jarang mencuci rambut.
 Sosial Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi yang rendah merupakan resiko yang
signifikan dengan adanya infestasi tungau, selain itu juga dikarenakan
ketidakmampuan untuk mengobati infestasi secara efektif.13
 Bentuk rambut
Tungau dewasa betina susah untuk menaruh telur di rambut
yang keriting, maka dari itu orang afrika atau negro afrika-amerika
jarang yang terinfestasi kutu kepala11

B. Kerangka Teori

Faktor Resiko Pedikulosis


Capitis

Jenis Perilaku Penggunaan Sosial Bentuk dan


Kebersihan Usia Barang Panjang
Kelamin Ekonomi
Diri Bersama Rambut

Kejadian Pedikulosis Kapitis

Keterangan :

Variabel yang diteliti


Varaibel yang tidak
diteliti
C. Kerangka Konsep

Variabel Variabel
Independen : Dependent:

- Jenis - Pedikulosis
Kelamin Kapitis
- Perilaku
kebersihan
diri

D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan
yang ada dalam penelitian , sampai terbukti melalui data yang sudah terkumpul dan
dilakukan pengelolaan data.

Ho : Tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dan perilaku kebersihan dengan
kejadian Pediculosis Capitis pada Anak SD di SD Hayatul Islamiyah , Sawangan Depok
Tahun 2018.

Ha : Ho : Terdapat hubungan antara jenis kelamin dan perilaku kebersihan dengan


kejadian Pediculosis Capitis pada Anak SD di SD Hayatul Islamiyah , Sawangan Depok
Tahun 2018.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SD Hayatul Islamiyah Sawangan Depok,
beralamat di JL. Benda Timur XI, Komp. Pamulang Permai 2 , Tangerang
Selatan. Banten. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2018.
B. Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif yaitu penelitian
yang berdasarkan teori lalu menghasilkan data yang bertujuan untuk
menjelaskan hubungan korelatif antara variable dependent dan variable
independent dengan menggunakan pendekatan cross sectional dan
merupakan rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran dan
pengamatan dalam satu waktu. Pengambilan data dalam penelitian ini
menggunkan data primer yaitu kuesioner yang diberikan pada siswa/i SD
Hayatul Islamiyah Sawangan Depok yang merupakan objek dalam
penelitian ini. Adapun data yang diperoleh dari hasil kuesioner kemudian
digunakan untuk melihat hubungan antara jenis kelamin dan perilaku
kebersihan diri pada kejadian Pediculosis Capitis (Kutu Rambut) pada Anak
Sekolah Dasar di SD Hayatul Islamiyah Sawangan Depok , Tahun 2018?
C. Variabel Penelitiaan dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
a. Variabel Terikat
Merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang akan menjadi
akibat karena adanya variable bebas. Variabel terikat dalam
penelitian ini adalah kejadian Pediculosis capitis
b. Variabel Bebas
Merupakan variable yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya
variable terikat. Variabel bebas pada penelitian ini adalah jenis
kelamin dan perilaku kebersihan diri.
2. Definisi Operasional
Jenis Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Skala
Variabel Operasion Ukur
al
Variabel Jenis Kuesioner Dikategor
Terikat Kelamin Dengan ikan
dan wawancara menjadi 2
Perilaku :
kebersih Perilaku
an diri. kebersiha
n baik
dan
perilaku
kebersiha
n kurang
baik
Variabel Kejadian Sisir serit Dikategor
Bebas Pedikulo ikan
sis menjadi 2
Kapitis : Positif
terdapat
Pediculos
is Capitis
atau
Negatif
terdapat
Pedikulos
is Capitis

D. Populasi, Sampel, Dan Teknik Sampling


a. Populasi
Pengertian populasi adalah sejumlah besar subjek yang
mempunyai karakteristik tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah
Anak Sekolah Dasar di SD Hayatul Islamiyah Sawangan Depok , Tahun
2018?
b. Sampel
Pengertian sampel adalah populasi yang dipilih dalam jumlah
tertentu sehingga mewakili populasinya . Pada penlitian ini jumlah
sampel dihitung berdasarakan rumus Slovin
c. Teknik Sampling

E. Kriteria Inklusi dan Ekslusi


1. Kriteria Inklusi
Siswa/i kelas IV , V, V Sekolah Dasar di SD Hayatul Islamiyah
Sawangan Depok yang datang pada saat pengambilan data dan bersedia
menjadi resonden.
2. Kriteria Eksklusi
Siswa/i kelas IV , V, V Sekolah Dasar di SD Hayatul Islamiyah
Sawangan Depok yang bersedia mengisi kuesioner, tidak mengisi
kuesioner dengan lengkap dan yang tidak hadir pada hari pengambilan
sampel.

F. Pengujian Instrumen Penelitian


1.Validitas
2. Reabilitas
G. Teknik Pengumpulan Data
1. Sumber Data
2. Prosedur Penelitian
H. Teknik Pengolahan Data
I. Alur Penelitian
J. Analisis Data
1. Analisis Univariat
2. Analisis Bivariat
K. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti perlu mendapatk rekomendasi dari
institusi dengan mengajukan permohonan izin kepada intitusi atau lembaga
tempat penelitian. Setelah mendapat persetujuan kemudian peneltian dapat
dilakukan dengan menekankan etika penelitian, Seperti berikut:
1. Inform Consent
Lembar penelitian diberikan kepada responden yang akan diteliti yang
memenuhi kriteria inklusi yang disertakan dengan judul penelitian dan
tujuan penelitian. Bila subjek menolak menjadi responden, maka
peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak subjek.
2. Anontmity
Peneliti tidak mencantumkan nama tau memberikan nama responden
pada alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar jawaban.
3. Confidentially
Kerahasian informasi responden dijamin peneliti, hanya data tertentu
yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.
4. Justice
Pada penelitian ini peneliti bertindak adil terhadap responden penelitian,
dimana setiap kelompok mendapatkan penelitian yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
1. Stone SP. Jonathan N, Goldfarb, R. E. Bacelieri Scabies Other Mites an Pediculosis.
In : Freedberg IM. Dermatology in General Medicine. USA: The Mcgraw-
Hill.8(2):2573 – 8. (2012).
2. Nutanson I, Steen CJ, Schwartz RA, Janniger CK. Pediculosis humanus capitis: An
update. Acta Dermatoven APA. 2008; 17(4): 147-53.
3. Rassami W, S. M. Epidemiology of Pediculosis Capitis Among Schoolchildren in the
Eastern Area of Bangkok, Thailand. Asian pasific J. Trop. Med. ;2(11):901,
4. Munusamy1, H., , Elisabeth Elsa Herdiana Murhandarwati2,*, S. R. & Umniyati2. The
Relationship Between The Prevalence of Head Lice Infestation with Hygiene and
Knowledge Among The Rural School Children In Yogyakarta. TMJ (2011).
5. Adhi Djuanda, dkk. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. p. 3-4, 7-8.
6. Natadisastra, D. & Ridad, A. Parasitologi Kedokteran: Ditinjau dari Organ Tubuh
yang Diserang. (2009).
7. Goldsmith, L.A., Katz, S.I., Gilchrest, B., Paller, A.S., Leffel, D.J. (Eds.) :
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7 th edition. N.
8. Maharani, A. Penyakit kulit, perawatan,pencegahan, dan pengobatan. (2015).
9. Linuih, Sri, dkk. 2017. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. p. 3-4, 7-8. (2005).
10. Parasites- Lice- Head lice. CDC centers of disease control and prevention.
11. Bolognia, Jean L, And Jorizzo, Joseph L, And Rapini, R. P. Dermatology volume one.
one, 1321–8 2. (2008).
12. Pediculosis. ODH IDCM Ohio Departmen Health.
13. Barbara L. Frankowski, Leonard B. Weiner. Committee on school health and
commitee on infectious diseases. Head lice . Pediatrics 2002; 110; 638.
14. Burns DA. Diseases Caused by Arthropods and Other Noxious Animals, in : Burns T,
Breathnach S, Cox N. Rooks Textbook of Dermatology. Vol.2. USA: Blackwell
publishing; 2004, p. 446-8.

Anda mungkin juga menyukai