Anda di halaman 1dari 10

Hubungan Karakteristik Rambut Dan Higiene Cuci Rambut dengan Pedikulosis

Kapitis pada Santri di Pondok Pesantren Aulia Cendekia Talang Jambe


Sukarami Palembang
Tuti Syarach Dita1, Chairil Anwar2, Dwi Handayani2
1.

Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya


2. Bagian Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya
Jl. Dr. Mohammad Ali Komplek RSMH Palembang Km. 3,5, Palembang, 30126, Indonesia
E-mail: ditalirachman@gmail.com

Abstrak
Pedikulosis kapitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infestasi Pediculus humanus var. capitis di kulit kepala.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan karakteristik rambut dan higiene cuci rambut dengan pedikulosis
kapitis pada santri di Pondok Pesantren Aulia Cendekia Kelurahan Talang Jambe Kecamatan Sukarami Palembang.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain cross-sectional yang dilakukan pada bulan
November 2015. Populasi penelitian ini adalah seluruh santri yang menetap di Pondok Pesantren Aulia Cendekia yang
berjumlah 114 santri. Data didapatkan dari kuesioner dan melakukan observasi langsung pada rambut sampel. Hasil
yang diperoleh dianalisis dengan uji statistik Chi-Square, Fishers Exact Test, dan Logistic Regression. Dari penelitian
ini didapatkan proporsi kejadian pedikulosis kapitis sebanyak 34 responden (29,8%). Uji statistik menunjukkan variabel
panjang rambut (p=0,000) dan tipe rambut (p=0,000) berpengaruh sangat bermakna terhadap kejadian pedikulosis
kapitis, sedangkan variabel warna rambut (p=0,509) dan higiene cuci rambut (p=0,184) tidak berpengaruh secara
bermakna terhadap kejadian pedikulosis kapitis. Hasil uji regresi logistik berganda menunjukkan panjang rambut
merupakan variabel dominan dimana rambut panjang memiliki probabilitas sebesar 72%, rambut sedang 66%, dan
rambut pendek sebesar 7%. Terdapat hubungan bermakna antara panjang rambut dan tipe rambut terhadap kejadian
pedikulosis kapitis dengan panjang rambut sebagai variabel yang paling dominan.
Kata kunci: Pedikulosis kapitis, pondok pesantren, cross-sectional, karakteristik rambut, higiene cuci rambut.

Abstract
The Association of Hair Characteristics and Hair Washing Hygiene with Pediculosis Capitis in Students of Aulia
Cendekia Boardiang School Talang Jambe Sukarami Palembang. Pediculosis capitis is infestation caused by
Pediculus humanus var. capitis. The aim of this study was to discover the association of hair characteristics and hair
washing hygiene with pediculosis capitis in students of Aulia Cendekia Boarding School Talang Jambe Sukarami
Palembang. This research was an analytical observational with cross-sectional design conducted on November 2015.
Population of the study was the students of Aulia Cendekia Boarding School consist of 114 samples. A questionnaire
was used as research instrument and direct observation was performed towards the participant. The results were
analyzed using Chi-Square, Fishers Exact Test, and Logistic Regression. The proportion of pediculosis capitis
incidence was 34 respondents (29.8%). Statistical test showed that hair length (p=0.000) and hair type (p=0.000)
affected highly significant to the incidence of pediculosis capitis, while hair colour (p=0.509) and hair washing hygiene
(p=0.184) did not affected significantly to the incidence of pediculosis capitis. The result of multiple logistic regression
analysis showed that hair length was the dominant variable that affected the incidence of pediculosis capitis with the
probability of 72% on long, 66% on medium, and 7% on short hairs. There was a significant correlation between hair
length and hair type to the incidence of pediculosis capitis with hair length as the most dominant variable.

Key words: Pediculosis capitis, boarding school, cross-sectional, hair characteristic, hair washing hygiene.

1. Pendahuluan
Pedikulosis kapitis adalah infeksi yang
disebabkan oleh infestasi tuma di kulit kepala
yaitu Pediculus humanus var. capitis yang
termasuk famili pediculidae. Pedikulus ini
merupakan parasit obligat yang artinya harus
menghisap darah manusia untuk dapat
mempertahankan hidup. Prevalensi dan
insidensi pedikulosis kapitis di seluruh dunia
cukup tinggi, diperkirakan ada ratusan juta
orang yang terinfeksi pedikulosis kapitis setiap
tahunnya.1
Pedikulosis kapitis sebagian besar terjadi
pada anak-anak usia sekolah antara 3-12
tahun baik di negara maju maupun negara
berkembang. Beberapa penelitian mengenai
pedikulosis kapitis pada murid sekolah dasar
ini telah dilakukan di berbagai negara di
dunia. Di Amerika Serikat, 10-12 juta orang
terinfestasi tuma setiap tahunnya dan
dibutuhkan biaya mencapai 100 dolar untuk
pengobatannya.2 Di negara maju seperti
Belgia didapatkan infestasi tuma sebesar
8,9%, sedangkan di negara berkembang
seperti India prevalensi pedikulosis kapitis
pada anak usia sekolah dasar sebanyak
16,59% dan 81,5% di Argentina.3 Penelitian
lain
yang
dilakukan
di
Malaysia
menunjukkan angka 49% pada anak usia
sekolah.4 Berbeda dengan negara lain, di
Indonesia sampai saat ini belum ada angka
yang pasti mengenai terjadinya pedikulosis
kapitis. Berdasarkan penelitian Restiana pada
tahun 2010 di sebuah pesantren di Yogyakarta
didapat sebesar 71,3 % santri yang
mengalami pedikulosis kapitis.5 Sedangkan
penelitian oleh Ansyah tahun 2013,
menunjukkan bahwa 72,1% santri di Pondok
Pesantren Modern Islam Assalaam Surakarta
yang terinfestasi Pediculus humanus capitis.6
Di kota Palembang, telah dilakukan penelitian
oleh Fitria tahun 2014 di 3 panti asuhan yang
terletak di Kecamatan Kemuning, Kelurahan
Sekip Jaya dan didapatkan hasil sebesar 62%
anak yang mengalami pedikulosis kapitis.7
Pedikulosis menimbulkan keluhan berupa
rasa gatal yang hebat akibat air liur dan

fesesnya, menyebabkan orang terpaksa harus


menggaruk kepala secara intensif sehingga
seringkali menyebabkan iritasi, luka, serta
infeksi sekunder.3 Jika tidak diobati infestasi
tuma ini dapat menimbulkan berbagai
dampak pada penderitanya, antara lain
terganggunya aktivitas belajar pada anak
karena tidak konsentrasi, berkurangnya
kualitas tidur anak pada malam hari akibat
rasa gatal, stigma sosial, rasa malu dan
rendah diri.2
Tingginya angka prevalensi pedikulosis
kapitis
di
pesantren
terjadi
akibat
penyebarannya yang cepat dan mudah meluas.1
Anak-anak yang tinggal di pesantren tentunya
terbiasa bertukar tempat tidur, memakai barang
secara bersama-sama seperti pemakaian topi,
sisir, handuk, bantal, selimut, aksesoris rambut
atau tutup kepala lain sehingga mudah menular
dari satu anak ke anak yang lain. Selain itu,
personal higiene yang kurang baik juga
merupakan salah satu penyebaran dari tuma,
seperti jarang mencuci rambut, tidak
menggunakan sampo saat mencuci rambut,
dan tidak merawat rambut dengan baik.
Mencuci rambut seharusnya dilakukan dengan
memakai sampo, namun diperlukan pemilihan
sampo terlebih dahulu sebelum digunakan agar
sesuai dengan jenis rambut yang dimiliki
sehingga rambut lebih sehat, berkilau dan tidak
mudah patah. Tuma sepuluh kali lebih banyak
pada anak dengan rambut panjang karena sulit
dibersihkan, untuk itu sangat penting
menerapkan personal hygiene yang baik.8,9
Penelitian oleh Borges and Mendes tahun 2002
yang menunjukkan bahwa anak-anak dengan
rambut panjang, bergelombang serta berwarna
gelap memiliki tingkat prevalensi lebih besar
terinfestasi tuma dibandingkan jenis rambut
lain.10 Hal serupa juga dipaparkan Rahman
tahun 2014 yang melakukan penelitian pada
santri di Pesantren Rhodlotul Quran Semarang
didapatkan hasil bermakna antara hubungan
panjang rambut dengan kejadian pedikulosis
kapitis, namun terdapat hubungan yang tidak
bermakna antara frekuensi cuci rambut dengan
kejadian pedikulosis kapitis.11 Hasil tersebut
tidak sejalan dengan penelitian Hasna tahun

2010 di Yordania pada anak usia sekolah dasar


yang menyebutkan bahwa ada hubungan
antara panjang rambut dan frekuensi cuci
rambut dengan kejadian pedikulosis kapitis.11
Pemberantasan pedikulosis tidak hanya
berupa pengobatan saja, namun juga harus
memutuskan rantai penularan karena apabila
tidak diatasi, pedikulosis dapat menurukan
kualitas hidup penderitanya. Salah satu
kelompok yang rentan terkena pedikulosis
adalah anak-anak yang tinggal di pesantren. Di
Palembang,
data
mengenai
kejadian
pedikulosis kapitis masih sangat kurang.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai kejadian pedikulosis di
Pondok Pesantren Aulia Cendekia Talang
Jambe
Sukarami
Palembang
serta
hubungannya dengan karakteristik rambut dan
higiene cuci rambut.
2. Metode Penelitian
Penelitian
ini
merupakan
penelitian
observasional analitik dengan desain cross
sectional. Penelitian ini dilakukan di Pondok
Pesantren Aulia Cendekia yang berada di
Kelurahan Talang Jambe Kecamatan Sukarami
Kota
Palembang
dan
Laboratorium
Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya dari bulan September hingga
November 2015.
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh santri yang berada di Pondok
Pesantren Aulia Cendekia Talang Jambe
Sukarami Palembang. Sampel pada penelitian
ini adalah 114 santri Pondok Pesantren Aulia
Cendekia Talang Jambe Sukarami Palembang
yang memenuhi kriteria inklusi, eksklusi, dan
terpilih sebagai subjek penelitian. Kriteria
inklusi adalah santri yang terdaftar sebagai
pelajar di Pondok Pesantren Aulia Cendekia
Talang Jambe Sukarami Palembang yang
bersedia menjadi responden dan mengisi
kuesioner
serta
bersedia
dilakukan
pemeriksaan kutu kepala, sedangkan kriteria
eksklusi adalah santri yang tidak tinggal di
Pondok Pesantren Aulia Cendekia Talang
Jambe Sukarami Palembang atau tidak hadir

pada saat penelitian berlangsung serta santri


yang mengalami keterbelakangan mental.
Variabel yang diteliti dalam penelitian ini
adalah panjang rambut, warna rambut, tipe
rambut, dan higiene cuci rambut. Kutu dan
telur kutu yang ditemukan saat pemeriksaan
kutu kepala diambil dan direndam didalam
botol yang berisi alkohol 70% dan diberi
label nama dan no. sampel. Selanjutnya kutu
dibuat preparat untuk dilihat dibawah
mikroskop di Laboratorium Parasitologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
3. Hasil
Deskripsi lokasi penelitian
Pondok Pesantren Aulia Cendekia merupakan
pondok pesantren yang terletak di Kelurahan
Talang
Jambe,
Kecamatan
Sukarami
Palembang. Pondok Pesantren ini sangat luas
bahkan dibagi menjadi 2 wilayah, yaitu
kampus A dan kampus B. Asrama santri
terletak di kampus A dimana bagian timur
sebagai asrama putra dan bagian barat sebagai
asrama putri, selain itu disini merupakan
tempat para santri melakukan kegiatan
ekstrakurikuler, dan sarana pengembangan
ilmu keagamaan sedangkan kampus B sebagai
tempat
berlangsungnya
proses
belajar
mengajar materi sekolah formal.
Pondok Pesantren Aulia Cendekia
memiliki sekitar 800 santri dengan tingkatan
pendidikan Madrasah Ibtidaiyah (MI),
Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah
Aliyah (MA), namun tidak semuanya
menginap di asrama karena rumah mereka
yang tidak jauh dari pesantren. Asrama putra
memiliki kamar tidur berukuran 5x6 m
sedangkan asrama putri berukuran 4x4 m yang
masing-masing terdiri dari 4 kamar besar dan
dihuni sekitar 16-27 santri. Kamar mandi
masing-masing asrama pun terdiri dari 4 bilik.
Di dekat kamar santri terdapat kamar-kamar
milik ustad dan ustadza yang mengajar disana
begitu pula pengurus pondok pesantren. Untuk
sarana ibadah, disediakan mushola bagi para
santri di kedua asrama.

Pada kamar tidur santri, peneliti melihat


letak kasur yang sangat berdekatan dan
ditumpuk, jendela yang selalu tertutup
sehingga kurang ventilasi, sprei yang
seminggu sekali belum tentu dicuci oleh santri,
serta bantal dan sisir yang dipakai secara
bersamaan. Pakaian yang sudah dijemur diluar
dan belum dirapikan, mereka gantung berderet
di langit-langit kamar. Lantai kamar santri
putra jarang dibersihkan dan terlihat kotor. Hal
tersebut memperlihatkan personal hygiene
para santri yang buruk sehingga dapat
mempermudah
penyebaran
penyakit
pedikulosis kapitis. Terdapat lubang galian
yang dijadikan tempat pembuangan sampah
terletak sangat dekat dengan kamar tidur santri
putri, dimana mereka juga sering makan di
pinggiran lubang pembuangan sampah tersebut
karena adanya kursi rotan untuk mereka duduk
dan berkumpul bersama. Sekitar 8 m didepan
tempat pembuangan sampah ini terdapat sumur
sebagai salah satu sumber air. Pakaian santri
putri juga dijemur di satu tempat bersama
santri putri lainnya. Dibagian belakang asrama
putri terdapat tempat peternakan hewan
sehingga menimbulkan bau yang kurang
sedap. Jarak kamar dan tempat melakukan
berbagai aktivitas yang sangat dekat dengan
lubang pembungan sampah dan terbiasa makan
disekitarnya dapat menjadi sumber penyakit
lain bagi penghuni pondok pesantren. Sumber
air yang biasa dipergunakan oleh para santri
dan pengurus pondok pesantren didapat dari
PDAM, sumur dan waduk yang kualitas airnya
bersih, tidak berbau, tidak berwarna dan tidak
berasa.

Distribusi
Responden
Usia (Tahun)
11
12
13
14
15
16
17
18
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
Pendidikan
MTs
MA
Pedikulosis Kapitis
Positif
Negatif
Panjang Rambut
Pendek
Sedang
Panjang
Warna Rambut
Hitam
Tidak hitam
Tipe Rambut
Lurus
Bergelombang
Keriting
Higiene Cuci
Rambut
Tidak baik
Baik

Frekuensi

Persentase
(%)

2
15
26
21
12
15
17
6

1,8
13,2
22,8
18,4
10,5
13,2
14,9
5,3

69
45

60,5
39,5

67
47

58,8
41,2

34
80

29,8
70,2

75
6
33

65,8
5,3
28,9

112
2

98,2
1,8

91
20
3

79,8
17,5
2,6

18
96

15,8
84,2

Deskripsi responden
Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren
Aulia Cendekia dengan jumlah sampel
sebanyak
114
responden.
Responden
merupakan para santri yang tinggal di pondok
pesantren Aulia Cendekia. Santri terdiri dari
laki-laki dan perempuan dengan tingkat
pendidikan MTs dan MA.

Tabel 1 menunjukkan bahwa responden pada


penelitian ini berada pada rentang usia 11-18
tahun dengan responden terbanyak pada usia
13 tahun (22,8%). Lebih banyak responden
laki-laki (60,5%) dan lebih banyak responden
berpendidikan MTs (58,8%). Dari total 114
santri didapatkan sebanyak 34 orang (29,8%)
positif menderita pedikulosis kapitis. Sebagian
besar santri memiliki rambut pendek sebanyak
75 orang (65,8%), memiliki rambut berwarna
hitam sekitar 112 orang (98,2%), memiliki
rambut lurus sebanyak 91 orang (79,8%), dan
santri dengan higiene cuci rambut baik
mencapai 96 orang (84,2%).

Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan usia, jenis


kelamin, pendidikan, karakteristik rambut, dan
higiene cuci rambut.

Tabel 2. Distribusi frekuensi dan persentase kejadian


pedikulosis kapitis berdasarkan usia, jenis kelamin,
dan pendidikan

Distribusi responden
Usia (Tahun)
11
12
13
14
15
16
17
18
Jenis Kelamin
Perempuan
Laki-laki
Pendidikan
MA
MTs

Infestasi Pedikulosis Kapitis


(+)
(-)
N
%
n
%
1
6
7
2
3
6
6
3

50,0
40,0
26,9
9,5
25,0
40,0
35,5
50,0

1
9
19
19
9
9
11
3

50,0
60,0
73,1
90,5
75,0
60,0
64,7
50,0

31
3

68,9
4,3

14
66

31,1
95,7

18
16

38,3
23,9

29
51

61,7
76,1

Tabel 2 menunjukkan bahwa responden yang


berusia 11 dan 18 tahun cenderung lebih sering
mengalami pedikulosis kapitis (50%) dan jenis
kelamin perempuan lebih banyak mengalami
pedikuloisis kapitis (68,9%) dibandingkan
laki-laki (4,3%), serta pendidikan MA (38,3%)
lebih banyak mengalami pedikulosis kapitis
dibandingkan MTs (23,9%).
Hubungan Panjang Rambut Responden
dengan Kejadian Pedikulosis Kapitis
Dilihat berdasarkan panjang rambut, yang
menderita
pedikulosis
kapitis
ada
kecenderungan responden dengan rambut
panjang lebih banyak 24 orang (72,7%)
Tabel 3. Distribusi frekuensi dan persentase
hubungan panjang rambut responden dengan
kejadian pedikulosis kapitis
Panjang
rambut
Pendek
Sedang
Panjang
Total

Infestasi Pedikulosis Kapitis


(+)
(-)
n
%
n
%
6
8,0
69
92,0
4 66,7
2
33,3
24 72,7
9
27,3
34 29,8
80
70,2

p
0,000

Dari tabel 3, hasil uji statistik dengan


menggunakan
chi-square
dan
logistic
regression didapatkan nilai p sebesar 0,000,
sehingga ada cukup bukti untuk menolak
hipotesis null (H0) p value 0,000 (p < 0,05),
dengan demikian berarti ada hubungan

bermakna antara panjang rambut dengan


kejadian pedikulosis kapitis pada santri di
Pondok Pesantren Aulia Cendekia.
Hubungan Warna Rambut Responden
dengan Kejadian Pedikulosis Kapitis
Dilihat berdasarkan warna rambut, yang
menderita
pedikulosis
kapitis
ada
kecenderungan responden yang memiliki
rambut hitam lebih banyak 33 orang (29,5%).
Tabel 4. Distribusi Frekuensi dan Persentase
Hubungan Warna Rambut Responden dengan
Kejadian Pedikulosis Kapitis
Warna
Rambut
Hitam
Tidak hitam
Total

Infestasi Pedikulosis Kapitis


(+)
(-)
n
%
n
%
33
29,5
79
70,5
1
50,0
1
50,0
34
29,8
80
70,2

p
0,509

Dari Tabel 4, hasil uji statistik Fishers Exact


Test, didapatkan p sebesar 0,509 (p > 0,05)
yang berarti tidak terdapat hubungan bermakna
antara warna rambut dan kejadian pedikulosis
kapitis pada santri di Pondok Pesantren Aulia
Cendekia.
Hubungan Tipe Rambut Responden dengan
Kejadian Pedikulosis Kapitis
Dilihat berdasarkan tipe rambut yang
menderita pedikulosis kapitis pada responden
yang memiliki rambut lurus sebanyak 18 orang
(19,8%).
Tabel 5. Distribusi Frekuensi dan Persentase
Hubungan Tipe Rambut Responden dengan
Kejadian Pedikulosis Kapitis
Tipe Rambut
Lurus
Bergelombang
Keriting
Total

Infestasi Pedikulosis Kapitis


(+)
(-)
n
%
n
%
18
19,8
73
80,2
15
75,0
5
25,0
1
33,3
2
66,7
34
29,8
80
70,2

p
0,000

Dari Tabel 5, hasil uji statistik dengan


menggunakan
chi-square
dan
logistic
regression didapatkan nilai p=0,000, sehingga

ada cukup bukti untuk menolak hipotesis null


(H0) p value 0,000 (p < 0,05), dengan
demikian berarti ada hubungan bermakna
antara tipe rambut dengan kejadian pedikulosis
kapitis pada santri di Pondok Pesantren Aulia
Cendekia.

Tabel 7. Analisis multivariat Regresi Logistik dengan


Metode Backward LR
Variabel
Langkah
1

Hubungan
Higiene
Cuci
Rambut
Responden dengan Kejadian Pedikulosis
Kapitis
Dilihat berdasarkan higiene cuci rambut, yang
menderita
pedikulosis
kapitis
ada
kecenderungan responden dengan higiene cuci
rambut baik lebih banyak 31 responden
(32,3%) dibandingkan dengan yang higiene
cuci rambutnya tidak baik sebanyak 3
responden (16,7%).

Langkah
2

Tabel 6. Distribusi Frekuensi dan Persentase


Hubungan Higiene Rambut Responden dengan
Kejadian Pedikulosis Kapitis
Higiene Cuci
Rambut
Tidak baik
Baik
Total

Infestasi Pedikulosis Kapitis


(+)
(-)
n
%
n
%
3
16,7
15
83,3
31
32,3
65
67,7
34
29,8
80
70,2

p
0,184

Dari Tabel 6, hasil uji statistik chi-square,


didapatkan p sebesar 0,184 (p > 0,05) yang
berarti tidak terdapat hubungan bermakna
antara higiene cuci rambut dan kejadian
pedikulosis kapitis pada santri di Pondok
Pesantren Aulia Cendekia.
Setelah dilakukan pengumpulan data, data
dianalisis secara multivariat, kemudian
dilakukan analisa multiple logistic regression
dengan metoda backward LR, dapat dilihat
pada step 1,2 dan 3 terdapat masing-masing
satu variabel dikeluarkan, yaitu variabel yang
tidak berpengaruh secara bermakna terhadap
kejadian pedikulosis kapitis, antara lain warna
rambut, higiene cuci rambut dan tipe rambut,
sehingga pada tahap keempat ditemukan
model regresi panjang rambut mempunyai
pengaruh secara bermakna terhadap kejadian
pedikulosis kapitis.

Langkah
3

Langkah
4

Panjang
rambut
Panjang
rambut(1)
Panjang
rambut(2)
Warna
rambut(1)
Tipe rambut
Tipe
rambut(1)
Tipe
rambut(2)
Higiene
cuci
rambut(1)
Konstanta
Panjang
rambut
Panjang
rambut(1)
Panjang
rambut(2)
Tipe rambut
Tipe
rambut(1)
Tipe
rambut(2)
Higiene
cuci
rambut(1)
Konstanta
Panjang
rambut
Panjang
rambut(1)
Panjang
rambut(2)
Tipe rambut
Tipe
rambut(1)
Tipe
rambut(2)
Konstanta
Panjang
rambut
Panjang
rambut(1)
Panjang
rambut(2)
Konstanta

Koefisien

Exp
(B)

p
0,000

2,890

17,988

0,004

2,978

19,656

0,000

0,372

1,450

0,872

1,242

3,462

0,088

0,649

1,913

0,691

0,325

1,385

0,702

0,60

0,001

0,227

-2,807

0,000
2,882

17,853

0,004

2,975

19,597

0,000
0,216

1,255

3,509

0,083

0,646

1,907

0,692

0,333

1,395

0,695

-2,809

0,060

0,001
0,000

2,888

17,958

0,004

3,030

20,707

0,000
0,221

1,224

3,400

0,085

0,601

1,824

0,707

-2,541

0,079

0,000
0,000

3,135

23,000

0,001

3,423

30,667

0,000

-2,442

0,087

0,000

4. Pembahasan
Proporsi Infestasi Pedikulosis Kapitis

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di


Pondok Pesantren Aulia cendekia didapatkan
angka insiden pedikulosis kapitis sebesar
29,8%. Hasil ini tidak jauh berbeda dari
penelitian yang dilakukan oleh Bugayong et
al (2011) di India yang menyatakan bahwa
angka infestasi Pediculus humanus var.3
capitis adalah sebesar 16,59%, selain itu
penelitian dari Borges and Mendes (2002)
pada anak yang bersekolah di kota dan
pedesaan
brazil,
menunjukkan
angka
prevalensi pedikulosis capitis sebesar 36,7%,10
tetapi berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Fitria (2014) di 3 panti asuhan
yang terletak di Kecamatan Kemuning,
Kelurahan Sekip Jaya Palembang, didapatkan
hasil sebesar 62% anak yang mengalami
pedikulosis kapitis dan penelitian lain oleh
Ansyah (2013) menyatakan bahwa 72,1%
santri di Pondok Pesantren Modern Islam
Assalaam
Surakarta
telah
terinfestasi
7,6
Pediculus humanus var. capitis. Perbedaan
angka kejadian infeksi pedikulosis kapitis
pada berbagai penelitian dimungkinkan
karena adanya perbedaan-perbedaan faktor
risiko di tempat penelitian, seperti personal
hygiene dan lingkungan. Rendahnya angka
kejadian yang didapat pada penelitian ini
mungkin dikarenakan jumlah anak laki-laki
lebih banyak daripada anak perempuan
dimana biasanya penyakit ini lebih sering
menyerang anak perempuan dibandingkan
laki-laki karena anak perempuan cenderung
memiliki rambut yang panjang dan sulit
dibersihkan. Angka kejadian yang rendah juga
dapat dikarenakan kesadaran para santri
terhadap faktor risiko terjadinya penyakit ini,
pengobatan
dan
kepedulian
pengurus
pesantren yang sudah meningkat.
Diagnosis pasti pada penyakit pedikulosis
kapitis, yaitu dengan ditemukannya P.h.
capitis dewasa, nimfa, dan atau tanpa telur di
kulit dan rambut kepala. Penemuan tuma
dewasa merupakan tanda bahwa sedang
mengalami infeksi aktif tetapi sangat sulit
ditemukan karena dapat bergerak sekitar 6-30
cm per menit dan bersifat menghindari
cahaya.2,12 Dengan menggunakan sisir tuma,

dapat dengan mudah ditemukan tuma dewasa


maupun nimfa dan merupakan metode yang
lebih efektif daripada infeksi visual.13 Pada
penelitian ini, ditemukan sebanyak 33 ekor
nimfa dan 22 ekor kutu dewasa pada rambut
santri yang positif terinfestasi P.h. capitis.
Berdasarkan
hasil
penelitian
yang
dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar
santri yang menderita pedikulosis kapitis
adalah berjenis kelamin perempuan. Pada
umumnya penyakit ini lebih sering menyerang
anak perempuan dikarenakan memiliki rambut
yang panjang sehingga lebih susah untuk
dibersihkan dan menguntungkan bagi tuma
untuk berlindung, selain itu anak perempuan
sering memakai aksesoris rambut yang tidak
menutup kemungkinan tidak sengaja tertukar
atau saling meminjam dengan teman. 2
Berdasarkan hasil penelitian dari kelompok
umur 11-18, responden yang mengalami
pedikulosis dengan prevalensi terbanyak
adalah berumur 11 dan 18 tahun, sedangkan
menurut Burkhart (2012), insiden pedikulosis
kapitis sering menyerang anak usia 3-12
tahun.2 Beberapa penyakit menular tertentu
menunjukkan bahwa umur muda mempunyai
resiko yang tinggi, namun berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa
santri yang mengalami pedikulosis kapitis
sebagian besar berpendidikan MA.
Proporsi karakteristik rambut
Distribusi karakteristik rambut diperoleh
melalui observasi yang dilakukan peneliti
menggunakan lembar observasi pada saat
pemeriksaan. Karakteristik rambut sendiri
terdiri dari warna, panjang, dan tipe rambut. 10
Pembagian rambut berdasarkan panjang
rambut, yaitu rambut pendek (bila rambut
sampai leher atau belum sampai bahu), rambut
sedang (bila rambut mengenai pundak atau
bahu) dan rambut panjang (bila rambut
melewati bahu) Berdasarkan warna rambut
dibagi menjadi warna hitam dan tidak hitam
(Coklat kehitaman, putih, merah, pirang).
Untuk tipe rambut, yaitu lurus, bergelombang,
dan keriting.14,10

Dari 114 subjek penelitian, dilihat dari


panjang rambut sebagian besar (65,8%)
memiliki rambut pendek sementara sebagian
lainnya (5,3%) memiliki rambut sedang dan
(28,9%) rambut panjang, hal ini dikarenakan
lebih banyak responden berjenis kelamin lakilaki dibandingkan perempuan dimana semua
laki-laki memiliki rambut pendek. Untuk
warna rambut hampir seluruh responden
(98,2%) memiliki rambut berwarna hitam dan
hanya (1,8%) yang tidak berwarna hitam.
Sedangkan dari tipe rambut, dapat dilihat
sebagian besar (79,8% ) memiliki rambut
lurus, sisanya (17,5%) memiliki rambut
bergelombang dan (2,6%) memiliki rambut
keriting.
Proporsi Higiene cuci rambut
Distribusi higiene cuci rambut diperoleh
melalui kuesioner yang diisi langsung oleh
subjek penelitian dengan mendengarkan
pemaparan terlebih dahulu dari peneliti.
Higiene cuci rambut adalah usaha yang
dilakukan untuk membersihkan rambut dari
kotoran pada rambut dan kulit kepala dengan
menggunakan
sampo.15
Rambut
yang
terpelihara dengan baik akan terlihat bersih
dan indah sehingga akan menimbulkan kesan
bersih dan tidak berbau. Maka setiap orang
perlu memperhatikan kebiasaan mencuci
rambut yang dilakukan sekurang-kurangnya 2
kali seminggu, menggunakan sampo atau
bahan pencuci rambut lainnya, dan sebaiknya
menggunakan alat-alat pemeliharaan rambut
sendiri.16,17,18
Dari 114 subjek penelitian sebagian besar
(84,2%) memiliki higiene cuci rambut yang
baik sedangkan lainnya (15,8%) memiliki
higiene cuci rambut tidak baik. Melihat hasil
tersebut dapat disimpulkan bahwa higiene cuci
rambut para santri sudah cukup baik meskipun
ada sebagian kecil yang masih belum sadar
akan pentingnya higiene cuci rambut.
Hubungan Karakteristik rambut dengan
Kejadian Pedikulosis Kapitis

Karakteristik rambut merupakan faktor risiko


terjadinya penyakit pedikulosis kapitis, anakanak dengan rambut panjang, bergelombang
serta berwarna gelap menunjukkan tingkat
prevalensi lebih besar terinfestasi tuma
dibandingkan jenis rambut lain karena rambut
yang panjang tentunya sulit untuk dibersihkan,
tuma senang bersembunyi di tempat yang
gelap atau rambut berwarna hitam sehingga
terhindar cahaya dan tidak terlihat, begitu juga
rambut bergelombang memudahkan tuma
meletakkan telurnya dirambut tipe ini serta
bersembunyi.10
Pada penelitian ini, terdapat hubungan
bermakna antara panjang rambut dan tipe
rambut terhadap kejadian pedikulosis kapitis
dengan p = 0,000. Namun tidak terdapat
hubungan bermakna antara warna rambut
dengan kejadian pedikulosis kapitis dengan p
= 0,509. Penelitian yang dilakukan oleh
Rahman (2014) di Pesantren Rhodlotul Quran
Semarang didapatkan hasil bermakna antara
hubungan panjang rambut dengan kejadian
pedikulosis kapitis dengan p sebesar 0,000 (p
< 0,005).11 Sejalan dengan penelitian Bachok
N. (2006) di Malaysia memaparkan bahwa
terdapat hubungan bermakna antara panjang
rambut dengan kejadian pedikulosis kapitis
dengan p sebesar 0,001 (p < 0,05).19 Berbeda
dengan penelitian yang dilakukan oleh Sayyadi
dkk (2014) di Irian Barat yang menyatakan
bahwa tidak terdapat hubungan bermakna
antara panjang rambut dengan kejadian
pedikulosis kapitis dengan p sebesar 0,8 (p >
0,05).20
Hubungan Higiene Cuci Rambut dengan
Kejadian Pedikulosis Kapitis
Higiene cuci rambut merupakan salah satu
bagian dari personal hygiene yang terkadang
dianggap kurang penting bagi beberapa
individu. Padahal, jika seseorang jarang
mencuci rambut akan menyebabkan bau yang
kurang enak, rasa gatal di kulit kepala yang
dapat
memunculkan
keinginan
untuk
menggaruk sehingga timbul iritasi dan berisiko
terinfestasi P.h. capitis.17,3,18 Hal ini dapat pula
terjadi karena
rambut yang lebih susah

dibersihkan, seperti rambut panjang pada


wanita.21 Di Amerika Serikat dimana mencuci
kepala adalah kebiasaan rutin sehari-hari,
orang yang terinfestasi tuma lebih sedikit
dibandingkan dengan daerah dan negara yang
masyarakatnya jarang mencuci rambut.12
Pada penelitian ini, tidak didapatkan
hubungan bermakna antara higiene cuci
rambut dengan kejadian pedikulosis kapitis
dengan p = 0,184. Hal serupa dipaparkan oleh
Rahman (2014) yang melakukan penelitian di
Pesantren
Rhodlotul
Quran
Semarang
didapatkan hubungan yang tidak bermakna
antara frekuensi cuci rambut dengan kejadian
pedikulosis dengan p sebesar 0,084 (p >
0,05).11 Hasil tersebut tidak sejalan dengan
penelitian Hasna (2010) di Yordania yang
menyebutkan bahwa ada hubungan bermakna
antara frekuensi cuci rambut dengan kejadian
pedikulosis kapitis dengan nilai p sebesar
0,001 (p < 0,05).11
5. Kesimpulan
1. Angka kejadian pedikulosis kapitis di
Pondok Pesantren Aulia Cendekia Talang
Jambe Sukarami Palembang sebanyak 34
responden (29,8%) menderita pedikulosis
kapitis dan 80 responden (70,2%) tidak
menderita pedikulosis kapitis.
2. Dari 34 responden (29,8%) yang menderita
pedikulosis kapitis, menunjukkan bahwa
terbanyak pada usia 11 dan 18 tahun
sebesar 50,0%, 31 orang (68,9%) laki-laki,
dan 18 orang (38,3%) duduk dibangku
MA.
3. Terdapat hubungan bermakna antara
panjang
rambut
dengan
kejadian
pedikulosis kapitis dengan p = 0,000
sedangkan tidak terdapat hubungan
bermakna antara warna rambut dengan
kejadian pedikulosis kapitis dengan p =
0,509.
4. Tidak terdapat hubungan bermakna antara
higiene cuci rambut dengan kejadian
pedikulosis kapitis dengan p = 0,184.
6. Ucapan Terima Kasih

Penulis ucapkan terimakasih kepada drh.


Muhaimin Ramdja, M.Sc, TropMed, dan dr.
Dalilah, M.Kes yang membimbing penulis,
menyediakan waktunya, memberikan ilmunya,
memberikan masukan, kritik, dan saran agar
penelitian ini menjadi lebih baik lagi.
Terimakasih pula untuk Staff di Bagian
Laboratorium
Parasitologi
Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya. Pondok
Pesantren Aulia Cendekia yang telah
membantu penulis selama ini.
7. Daftar Acuan
1. Handoko, R.P. 2007. Pedikulosis, Dalam:
Djuanda A, Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin, edisi V. Jakarta: Balai penerbit
FKUI, hal. 119-120.
2. Burkhart, C.N. and Burkhart, C.G. 2012.
Scabies, Other Mites and Pediculosis. In:
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,
Pallen AS, leffel DJ, Wolff K, (editors).
Fittzpatricks Dermatology in General
Medicine. 8th ed, New York; McGrawHill, hal.2573-6.
3. Bugayong, A.M.S., Araneta, K.T.S. and
Cabanilla, J.C. 2011. Effect of dry-on,
suffocation-based treatment on the
prevalence
of
pediculosis
among
schoolchildren in Calagtangan Village,
Miag-ao, lloio. Philippine Science Letters,
hal.
33-7
(http://scholar.google.com,
Diakses 10 Agustus 2015).
4. Muhammad Zayyid, M., Saidatul Saadah,
R., Adil, A.R., Rohela, M. and Jamaiah, I.
2010. Prevalence of scabies and head lice
among children in a welfare home in Pulau
Pinang, Malaysia. Topical Biomedicine, 27
(3):
442-446,
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov, Diakses 10
Agustus 2015).
5. Restiana, R. 2010. Hubungan Berbagai
Faktor Risiko Terhadap Angka Kejadian
Pedikulosis Kapitis di Asrama. Tesis pada
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Muhammadiyah yang tidak dipublikasikan.
6. Ansyah, A.N. 2013. Hubungan Personal
Hygiene
Dengan
Angka
Kejadian
Pediculosis Kapitis pada Santri Putri

Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam.


Tesis
pada
Fakultas
Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
7. Fitria, A.N. 2014. Prevalensi dan FaktorFaktor yang Mempengaruhi Perilaku Sakit
Penderita Pedikulosis Kapitis di Panti
Asuhan Kelurahan Sekip Jaya Kecamatan
Kemuning Palembang. Skripsi pada
Universitas
Sriwijaya
yang
tidak
dipublikasikan.
8. Gratz, Ng. 1997. Human lice: their
prevalence, control and resistance to
insecticides: a review 1985-1997. Geneva:
World Health Organization.
9. Sinniah, B., Sinniah, D. and Rajeswari, B.
1981. Epidemiology of Pediculus humanus
capitis Infestation in Malaysia school
children. Am J Trop Med Hyg, 30: 734-8,
(http://scholar.google.com, Diakses 10
Agustus 2015).
10. Borges, R. and Mendes, J. 2002.
Epidemiological aspect of head lice in
children attending day care centres, urban
and rural schools in Uberlandia, Central
Brazil. Mem last Oswaldo Cruz, Rio de
Janeiro,
97
(2):
189-192,
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov, Diakses 10
Agustus 2015).
11. Rahman, Z.A. 2014. Faktor-Faktor yang
Berhubungan Dengan Kejadian Pediculosis
Kapitis Pada Santri Pesantren Rhodlotul
Quran Semarang. Tesis pada Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro yang
tidak dipublikasikan.
12. Frankowski and Weiner. 2002. Head Lice
Vol 110 No. 3. USA : American Academy
of Pediatrics.
13. Burgess, Ian F. and Ciara, S. Casey. 2008.
Head Lice. In: Thomas Diepgen, Michael
Bigby
editors.
Evidence-Based
Dermatology Second Edition. Britain:
Hywel
Williams,
hal.
471-6
(http://scholar.google.com, Diakses 10
Agustus 2015).
14. Tranggono, R.I.S. Latifah. 2007. Buku
Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik.

Jakarta: Gramedia Pustaka Umum, hal. 3337.


15. D'Souza, P. and Rathi, S.K. 2015.
Shampoo and conditioners: What a
dermatologist should know?. Indian J
Dermatol, 60:248-54.
16. Rismawati, D. 2013. Hubungan Antara
Sanitasi Rumah dan Personal Hygiene
Dengan Kejadian Kusta Multibasiler.
Unnes Journal of Public Health. 2 (1): 3
(http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/uj
ph, Diakses 10 Agustus 2015).
17. Rangkuti, A. F. 2012. Gambaran Perilaku
Penghuni Tentang Personal Hygiene
Sanitasi Dasar Perumahan Sehat Serta
KeluhanKesehatan Kulit di Asrama Putra
USU Medan. Skripsi pada Jurusan
Kesehatan Masyarakat USU yang tidak
dipublikasikan, hal. 43.
18. Potter dan Perry. 2005. Fundamental
Keperawatan. Jakarta: EGC.
19. Bachok, N., Nordin, R.B., Awang, C.W.,
Ibrahim, N.A. and Naing, L. 2006.
Prevalence and Associated factors of head
lice
infestation
among
primary
schoolchildren in Kelantan, Malaysia.
Southeast Asian Journal of Tropical
Medicine and Public Health, 37:536-543,
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov, Diakses 10
Agustus 2015).
20. Sayyadi, M., Vahabi, A., Sayyad, S., and
Sahne, Sh. 2014. Prevalence of Head
Louse (Pediculus humanus capitis)
Infestation and Associated Factors Among
Primary Schoolchildren in Bayengan City,
West
of
Iran.
11
(3):
19-22,
(http://scholar.google.com, Diakses 10
Agustus 2015).
21. Kamiabi, F., and Nakhaei, F.H. 2005.
Prevalence of Pediculosis capitis and
determination of risk factors in primaryschool children in Kerman. Eastern
Mediterranean Health Journal, 11 (5-6):
988-992,
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov,
Diakses 10 Agustus 2015).

Anda mungkin juga menyukai