Anda di halaman 1dari 5

Serangan Kutu Rambut(Pediculosis Capitis) di Kalangan Anak-

anak yang mempengaruhi semangat belajar


Nurin nurliina
IIK Strada Indonesia (Ilmu Kesehatan Masyarakat)
nurinnurliina17@gmail.com

ABSTRAK
Pedikulosis kapitis adalah salah satu penyakit kulit kepala yang disebabkan oleh
ektoparasit obligat (tungau/lice) pengisap darah spesies pediculus humanus var.
capitis. Angka kejadiannya cukup tinggi di beberapa negara, baik negara maju
atau juga negara berkembang. Daur hidupnya terkait dengan manusia dan tidak
terjadi pada hewan, tidak dapat melompat dan tidak memiliki sayap. Penularan
atau transmisi pedikulosis kapitis dapat terjadi langsung dari rambut ke rambut
atau tidak langsung melalui alat perantara seperti aksesoris rambut. Faktor
resiko penyakit ini ada beberapa seperti jenis kelamin perempuan, menggunakan
sisir atau aksesoris rambut bersama, panjang rambut, frekuensi cuci rambut,
tingkat sosial ekonomi yang rendah, kepadatan tempat tinggal dan juga usia muda
terutama pada kelompok umur 3-11 tahun yaitu anak usia sekolah pada
umumnya.

LATAR BELAKANG
Kutu adalah serangga kecil yang memakan darah dari kulit kepala
manusia. Kutu rambut memiliki ukuran seperti biji wijen yang berwarna abu-abu
atau coklat. Kutu melekat pada rambut tetapi tetap dekat dengan kulit kepala yang
merupakan tempat mereka memperoleh makanan. Kutu telur menetas dalam
waktu 7 sampai 10 hari dan kutu yang telah menetas untuk tumbuh menjadi
dewasa dan mulai bertelur membutuhkan waktu 7 sampai 10 hari.
Siapa yang berisiko terkena kutu kepala alias kutu rambut? Menurut
Centers for Disease Control (CDC) and Prevention, kutu rambut ditemukan pada
masyarakat diseluruh dunia. Mungkin sebagian dari kita pernah memiliki kutu
rambut, terutama saat masih dalam masa kanak-kanak. Pada usia ini adalah waktu
penting bagi anak untuk proses belajar dalam rangka menentukan masa depan
mereka. Selain itu disebutkan juga bahwa ektoparasit ini dapat menyebabkan
gangguan psikis seperti rasa malu dan menurunkan rasa percaya diri karena
penyakit ini dihubungkan dengan tingkat ekonomi sosial yang rendah dan
lingkungan yang kumuh.
Penyakit ini sering diabaikan terutama di negara dimana terdapat prioritas
kesehatan lain yang lebih serius karena dianggap ringan dan mortalitasnya
yang rendah, namun penyakit ini di antara anak-anak sekolah di seluruh
dunia telah menyebabkan morbiditas yang signifikan.
Gejala klinis penyakit pedikulosis kapitis adalah rasa gatal sehingga
menimbulkan kelainan kulit kepala dan dapat menimbulkan infeksi sekunder
bila digaruk. Pada anak sekolah infestasi kronik pedikulosis kapitis
menyebabkan anemia yang akan membuat anak-anak lesu, mengantuk, serta
mempengaruhi kinerja belajar dan fungsi kognitif, selain itu pada saat malam
hari anak–anak yang terinfeksi akan mengalami gangguan tidur karena rasa
gatal dan sering menggaruk. Dari sisi psikologis, infestasi kutu kepala membuat
anak merasa malu karena diisolasi dari anak lain. Penyebaran pedikulosis kapitis
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor sosial-ekonomi, tingkat
pengetahuan, personal hygiene buruk, kepadatan tempat tinggal, dan
karakteristik individu seperti umur, panjang rambut, dan tipe rambut. Dampak
psikis yang diakibatkan oleh penyakit ini dapat mempengaruhi kualitas diri baik
kinerja atau prestasi belajar siswa yang terinfestasi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Hidayat (2014) bahwa salah satu faktor yang berperan penting pada
prestasi belajar seseorang adalah fakor internal yaitu terdiri dari faktor jasmaniah
dan rohaniah (psikis). Seseorang yang mengalami gangguan pada salah satu
atau kedua faktor tersebut akan mengalami gangguan belajar.
Prevalensi dan insidensi pedikulosis kapitis diseluruh dunia cukup tinggi
dan bervariasi, baik dinegara berkembang maupun negara maju. Di negara Turki
prevalensi berkisar 0,7- 59%, di Eropa 0,48-22,4%, di Inggris mencapai 37,4%,
di Australia mencapai 13%, di Afrika mencapai 58,9% bahkan di Amerika
prevalensi berkisar 3,6-61,4%. Meskipun demikian penelitian prevalensi dan
insidensi pedikulosis kapitis sangat sedikit sehingga prevalensi yang pasti belum
diketahui.
Di Amerika Serikat, infestasi kutu paling sering terjadi pada anak-anak
pra-sekolah yang sering berada di penitipan anak. Mereka berada di kelas yang
mana di kelasnya ada anak yang terkena kutu rambut, atau dari keluarga mereka
yang terkena kutu rambut. Hingga berita ini diturunkan, belum ada data dari CDC
yang menyebutkan berapa banyak orang Amerka Serikat yang terkena kutu
rambut. Tapi diperkirakan ada 6 juta hingga 12 juta penularan kutu rambut di
antara anak-anak usia 3 hingga 11 tahun. Tapi data dari CDC menyebutkan, di
Amerika Serikat kasus kutu rambut jauh lebih jarang terjadi diantara orang
Afrika-Amerika daripada diantara orang-orang ras lain. Sedangkan menurut Prof.
Ir.Ahmad Sulaeman, MS, PhD, gurubesar IPB saat diwawancara GridHEALTH.id
via WA (17/10) mengatakan, “hampir seluruh daerah di Indonesia, masyarakatnya
ada yang kutuan. Karena disetiap daerah ada kebiasaan atau budaya mencari kutu
dikalangan kaum wanita atau ibu-ibu.”
Penelitian pedikulosis kapitis di Indonesia juga masih belum banyak,
beberapa penelitian antara lain (Zhen et al., n.d.) pada daerah perkotaan di
Yogyakarta, 12,3% anak sekolah dasar terinfestasi pedikulosis kapitis, sedangkan
penelitian (Munusamy et al., n.d.), pada daerah pedesaan di Yogyakarta 19,6%
anak sekolah dasar terinfestasi pedikulosis kapitis.
Menurut Mayo Clinic, infestasi kutu kepala yang disebut pedikulosis
kapatis paling sering menyerang anak-anak dan biasanya hasil dari transfer
langsung kutu dari rambut satu orang ke rambut orang lain. Mengenai kutu kepala
ini menurut kidshealth.org, gigitan kutu dikulit kepala selain bisa menimbulkan
rasa gatal, juga iritasi dan menggaruknya dapat menyebabkan infeksi. Jadi yang
penting mengenai masalah ini adalah mengobati kutu segera untuk mencegah
penyebarannya, sebab kutu kepala ini adalah penyakit komunitas. Jika satu orang
disebuah komunitas kutuan, maka anggota komunitas lainnya bisa tertular.
Untuk mengobati kutu ada dua cara mengatasinya, yakni dengan obat dan
dengan cara tradisional tanpa obat.
A. Mengatasi kutu dengan obat
Obat-obatan: sampo obat khusus kutu, krim, hair tonic khusus, lotion
kepala anti kutu. Jika obat-obatan anti kutu yang digunakan produk Over
The Counter (OTC) pastikan itu aman, khususnya untuk anak jika ingin
mengatasi kutu anak. Penting diketahui dibeberapa daerah, kutu telah
mengembangkan resistensi terhadap beberapa obat. Jadi efektifnya
mintalah dokter atau apoteker untuk merekomendasikan obat anti kutu
yang efektif didaerah kita tinggal.
B. Mengatasi kutu dengan tradisional
Cara ini kerap dilakukan oleh banyak ibu-ibu dipedesaan dikala senggang,
yakni mencari kutu dengan tangan. Cara ini sangat efektif jika dibarengi
dengan treatment pengobatan. Untuk mengatasi kutu dengan tangan ini,
alangkah baiknya dengan menggunakan alat bantu berupa sisir kerep alias
sisir bergigi halus dan rapat setiap 3-4 hari selama 3 minggu.

KESIMPULAN
Sebagai orang tua seharusnya lebih memperhatikan dan menjaga
kebersihan anak-anaknya, terutama kebersihan rambut. Pedikulosis kapitis
merupakan penyakit oleh ektoparasit yang banyak menginfestasi masyarakat
umum, terutama anak usia sekolah yang dapat memberikan dampak berupa
gejala gatal menyebabkan gangguan tidur persisten, anemia, gangguan
konsentrasi, efek psikis seperti malu, rendah diri, merasa terisolasi, takut,
bahkan frustasi, yang dapat menyebabkan gangguan kinerja belajar hingga
prestasi belajar maka dapat diperhatikan lagi untuk penatalaksanaan dan
pengelolaannya agar anak – anak yang merupakan generasi penerus bangsa ini
dapat belajar dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Barbara L. Frankowski, Leonard B. Weiner. Committee on school health and


commitee on infectious diseases. Head lice . Pediatrics. 2002: 110;
638-40.

Guenther, L. C. (2015). Pediculosis and pthiriasis (lice infestation). Medscape.

Hidayat S, Widyaiswara M. 2014. Psikologi Pendidikan. Tersedia dari


bkddiklat.ntbprov.go.id diakses pada 2 januari 2020.

Kamiabi F, Nakhaei FH. Prevalence of pediculosis capitis and determination


of risk factors in primary-school children in Kerman. J Am Acad
Dermatol. 2005;50(1):1-12.

Munusamy,H.,Murhandarwati,E.E & Umniyati,S.(n.d.).The Relationship Between


The Prevalence of Head Lice Infestation with Hygiene and Knowledge
Among The Rural School Children In Yogyakarta. Trop. Med. J., 1.

Oh JM., Lee IY., Lee WJ., Seo M., Park SA., Lee SH., Seo JH., Yong TS.,
Park SJ., Shin MH., Pai KS., yu JR., Sim Seobo 2010. Prevalence
of pediculosis capitis among Korean children. Parasitol Res. 2010;
107(6):1415–9.

Stone SP. Jonathan N Goldfarb. Rocky E. Bacelieri Scabies, Other Mites


and Pediculosis. In : Freedberg IM, editors. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine volume 2 eighth edition. USA:
The Mcgraw-Hill, 2012.hlm 2573 – 8.

Zhen, A.J.L., Murhandarwati, E.E., & Umniyati, S.(n.d.). Head Lice Infestation
and Its Relationship with Hygiene and Knowledge among Urban School
Children in Yogyakarta. Trop. Med. J, 1.

Anda mungkin juga menyukai