BAB 1
PENDAHULUAN
Penyakit menular menjadi salah satu masalah kesehatan yang besar di hampir semua
negara berkembang termasuk Indonesia. Penyakit menular menjadi masalah kesehatan global
karena menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang relatif tinggi dalam kurun waktu
yang relatif singkat. Penyakit menular merupakan perpaduan berbagai faktor yang saling
mempengaruhi. Faktor tersebut terdiri dari lingkungan (environment), agen penyebab
penyakit (agent), dan pejamu (host). Ketiga faktor tersebut disebut sebagai segitiga
epidemiologi (W.L and P.S, 2017). Salah satu penyakit menular adalah Diare. Diare
merupakan kehilangan cairan tubuh dalam 24 jam dengan frekuensi buang air besar lebih
dari 3 kali sehari (WHO, 1995).
Di Indonesia penyakit diare masih merupakan penyakit yang sangat sering menyerang
pada anak terutama anak di bawah usia dua tahun. Walapun angka mortalitas diare menurun
namun angka morbiditas diare pada anak masih cukup tinggi yaitu 1.310 per 1000 penduduk
(Depkes, 2011). Dampak Kehilangan cairan yang disebabkan oleh diare sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak serta terganggunya proses absorsi makanan
dan zat nutrient yang dibutuhkan anak untuk pertumuhan bahkan bisa mengakibatkan
kematian pada anak (Asnidar, 2015). Secara global, hampir 1,7 miliar kasus diare terjadi
pada anak dengan angka kematian sekitar 525.000 pada anak balita tiap tahunnya
(WHO,2017). Di Inggris 1 dari 5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6
orang pasien yang berobat ke praktek umum menderita diare infeksi. Tingginya kejadian
diare di negara Barat ini oleh karena foodborne infections dan waterborne infections yang
disebabkan bakteri Salmonella spp, Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus
cereus, Clostridium perfringens dan Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC) (Zein,
2004).
Tingginya angka Kejadian diare pada anak, tidak terlepas dari peran orangtua salah
satunya adalah peran ibu. Peran ibu dalam hal masalah kesehatan adalah bagaimana ibu dapat
mencegah dan menangani anak yang terkena penyakit diare (KUSUMAWATIRULY, 2012).
Hasil penelitian Kosasih dkk (2015) menunjukan dari 80 sampel responden yang termasuk
dalam tingkat pengetahuan ibu kurang yaitu sebanyak 38 responden (47%) sedangkan
responden yang termasuk dalam tingkat pengetahuan ibu baik yaitu sebanyak 10 responden
(13%). Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Asnidar (2015) dari 80 responden terdapat 10
responden(13%) diantarnya memiliki pengetahuan baik, 32 responden (40%) diantarnya
memiliki pengetahuan cukup dan 38 responden (47%) diantaranya memiliki pengetahuan
yang kurang. Berdasarkan penelitian tersebut dapat di tarik kesimpulan bahwa masih terdapat
ibu dengan pengetahuan rendah terhadap diare.
Berdasarkan uraian permasalahan di atas, peneliti merasa tertarik untuk menggali lebih
dalam mengenai penelitian dengan judul “Gambara Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Diare
paa Balita di Tanggerang Selatan Tahun 2019”.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional untuk
mengetahui gambaran tingkat pengetahuan ibu mengenai diare pada balita di Kota Tangerang
Selatan Tahun 2019. Penelitian ini dilakukan berdasarkan data yang diperoleh mengenai
tingginya angka kejadian diare pada balita pada tahun 2017 di Kota Tanggerang Selatan yang
mencapai 48,56 dimana salah satu penyebabnya ialah masih terdapatnya ibu dengan
pengetahuan rendah terhadap diare pada balita. Sasaran dalam penelitian ini adalah ibu-ibu
yang sudah memiliki balita di Kota Tanggerang Selatan. Penelitian ini dilakukan dengan
mengumpulkan data melalui pertanyaan terstruktur atau kuesioner penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
2.1.1 Definisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra
manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang (overt behavior) (Soekidjo Notoatmodjo, 2015: 147).
2.2 Diare
2.2.1 Definisi
Diare merupakan kehilangan cairan tubuh dalam 24 jam dengan frekuensi buang
air besar lebih dari 3 kali sehari (WHO, 1995). Menurut Depkes RI (2011) diare
adalah suatu keadaan peradangan pada mukosa lambung dan usus halus yang
mengakibatkan pengeluaran feses yang tidak normal dan tidak seperti biasanya
dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat juga berupa air saja dengan
frekuensi yang lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih) dalam satu hari. Hingga
kini diare masih menjadi child killer (pembunuh anak-anak) peringkat pertama di
Indonesia. Semua kelompok usia diserang oleh diare, baik balita, anak-anak dan
orang dewasa. Tetapi penyakit diare berat dengan kematian yang tinggi terutama
terjadi pada bayi dan anak balita (Zubir,2006 dalam Wulandari,2009.
2.2.2 Etiologi/Penyebab Diare
Menurut Hidayat (2009) kejadian diare dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Faktor infeksi, yaitu suatu proses yang diawali dengan adanya mikroorganisme
(kuman) yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang
dalam usus halus dan merusak sel mukosa intestinal yang dapat menurunkan
daerah permukaan intestinal sehingga terjadinya perubahan kapasitas dari
intestinal yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi intestinal dalam absorsi
cairan dan elektrolit. Adanya toksin bakteri juga akan menyebabkan sistem
transport menjadi aktif dalam usus, sehingga sel mukosa mengalami iritasi dan
akhirnya sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat. Bakteri yang menyebabkan
diare yaitu entrerophatogenic Escherichia colli, salmonella, shigella, yersenia,
enterocolitica, virus yang menyebabkan diare yaitu entero virus, adenovirus,
human retrovirus seperti agent, rotavirus, jamur yang menyebabkan diare adalah
candida enteritis, parasit yang menyebabkan diare adalah giardia clambia,
cryptosporidium dan diare juga dapat disebabkan oleh Protozoa.
b. Faktor malabsorbsi adalah suatu kegagalan dalam melakukan absorsi yang
mengakibatkan tekanan osmotik meningkat kemudian akan terjadi pergeseran air
dan elektrolit ke rongga usus sehingga terjadilah diare.
c. Faktor makanan, akan terjadi jika toksin yang ada tidak mampu diserap dengan
baik dan dapat terjadi peningkatan peristaltik usus yang akhirnya menyebabkan
penurunan kesempatan untuk menyerap makanan.
d. Faktor psikologis, dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus
yang dapat mempengaruhi penyerapan makanan.
1. Berdasarkan waktu serangan (onset), diare dibedakan menjadi dua yaitu diare
akut dan diare kronik (Depkes, 2011).
a. Diare akut
Adalah diare yang bersifat mendadak biasanya disebabkan oleh infeksi usus.
Berlangsung selama kurang dari 2 minggu, tanpa diselang seling berhenti lebih
dari 2 hari (Nelson, 2002).
b. Diare kronik
Disebut juga diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu
2.2.5 Dampak
Menurut maryuani (2010) dampak yang dapat ditimbulkan dari penyakit diare yaitu
sebagai berikut :
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering
terjadi pada anak yang sebelumnya telah menderita kekurangan kalori protein.
Hal ini terjadi karena adanya gangguan penyimpanan atau penyediaan glikogen
dalam hati dan adanya gangguan etabol glukosa. Gejala hipoglikemia akan
muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40% pada bayi dan 50% pada
anak-anak.
4. Gangguan gizi
Pada saat anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi sehingga terjadi
penurunan berat badan. Hal ini disebabkan karena
1. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntahnya
akan bertambah hebat, sehingga orang tua hanya sering memberikan air teh
saja.
2. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran dalam waktu
yang terlalu lama.
3. Makanan diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan baik
karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan Sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan syok hipovolemik, akibat
perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat
mengakibatkan pendarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi
maka orang tersebut akan meninggal.
3. Memberikan minum air yang sudah direbus dan menggunakan air bersih yang
cukup.
Pasokan air yang cukup bisa membantu membiasakan hidup bersih seperti
cuci tangan, mencuci pertalatan makan, membersihkan WC dan kamar mandi.
4. Mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum makan dan sesudah buang air
besar.
Dengan perilaku cuci tangan yang benar, yaitu pakai sabun dan mengguankan
air bersih yang mengalir akan dapat menurunkan kejadian diare sampai 45%.
5. Buang air besar di jamban.
Upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan
risiko penularan diare karena penularan kuman penyebab diare melalui tinja dapat
dihindari.
2.2.7 Penatalaksanaan
Menurut Kementerian Kesehatan (2011) penatalaksanaan diare adalah
LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang terdiri dari :
a. Memberikan oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan melalui dari rumah
tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia
berikan cairan rumah tangga seperti rajin konsumsi air tajin, kuah sayur dan air
matang. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk
menganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera
dibawa ke sarana kesehatan untuk mendapatkan pertolongan cairan melalui infus.
Dosis oralit
1. Dosis oralit bagi pemderita diare tanpa dehidrasi antara lain sebagai berikut:
a. Umur <1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret.
b. Umur 1-4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret.
c. Umur >5 tahun : 1- ½ gelas setiap kali anak mencret.
2. Dosis diare dengan diare ringan/sedang yaitu oralit yang diberikan dalam 3
jam pertama 75 ml/kg BB dan selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit
seperti diare tanpa dehidrasi
3. Penderita diare dehidrasi berat yang tidak minum harus segera dirujuk ke
puskesmas untuk diberikan infus.
b. Zinc
Bila anak diare maka ia akan kehilangan zinc bersama dengan tinja sehingga
menyebabkan defisiensi menjadi lebih berat. Zinc merupakan salah satu
mikronutrien yang penting dalam tubuh. Lebih dari 300 macam enzim dalam
tubuh memerlukan zinc sebagai kofaktornya, termasuk enzim superoksida
(Marlia, Dwipoerwantoro and Advani, 2016). Menurut black (2003) dalam
herman(2009), penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa zinc mempunyai efek
yang protektif terhadap penanganan diare yaitu sebanyak 11% dan menurut hasil
pilot study menunjukkan bahwa zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67%
(Aziz A and Hidayat, 2009).
Dosis pemberian zinc pada balita:
Umur <6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari
Umur >6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari
c. Pemberian ASI/Makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada anak
agar tetap kuat serta mencegahnya berkurangnya berat badan pada anak tersebut.
Anak yang masih minum ASI harus sering diberikan ASI. Anak usia 6 bulan atau
lebih termasuk bayi yang telah mendapat makanan padat harus diberikan makanan
yang mudah dicerna sedikit demi sedikit tetapi sering. Setelah diberiberhenti,
pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu
pemulihan berat badan anak (Wibowo, 2012).
-Tingkat Pendidikan
-Penyebab
-Usia
-Infeksi
-Pengalaman
-Malabsorsi
-Pekerjaan
-makanan
-Kebudayaan Lingkungan Sekitar
-psikologis
-Sumber Informasi
(Hidayat,2009)
-Motivasi
(Notoatmodjo,2007)
(Nelson,2006)
Penatalaksanaan
-Pemberian Oralit
-Pemberian Zinc
-pemberiann Antibiotik
(Depkes,2011)
Penjelasan Teori :
Penyakit diare dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu infrksi,malabsorbsi, makanan dan
psikologis penyebab tersebut dapat disertai dengan pengetahuan ibu beserta tingkat pengetahuan
ibu yang kurang. Diare merupakan kehilangan cairan tubuh dalam 24 jam dengan frekuensi
buang air besar lebih dari 3 kali sehari (WHO, 1995). Diare memiliki beberapa tanda gejala pada
balita salah satunya ialah gelisah dan cengeng, suhu tubuh meningkat dari biasanya,muntah,
nafsu makan menurun, tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai dengan lendir ataupun
darah, anus dan daerah sekitarnya lecet (Zein, 2004).
BAB III
Pengetahuan Ibu :
Tingkat
Pengetahuan:
-pendidikan
-baik
-usia
-cukup
-pengalaman
-kurang
-pekerjaan
(Arikunto,2010)
-informasi
(Notoadmojo,2005)
a. Pengambilan Sampel
Dalam penelitian ini pengambilan sampel menggunakan teknik
Accidental sampling yaitu pengambilan sampel dengan mengambil kasus
yang kebetulan ada atau tersedia (Uhyat, 2013).
b. Besar sampel
Untuk memudahkan menentukan besarnya sampel dapat
digunakan model rumus sampel slovin dalam Sambas Ali (2010) (Sambas,
2010)
n = Junlah Sampel
N= Jumlah Populasi
d = Presisi (% yang dapat ditoleransi dengan ketidaktepatan penggunaan sampel
sebagai penganti populasi)
Rumus Slovin :
n= N = 3317 = 3317 = 3317 = 97
4.4.Kriteria Responden
1. Kriteria Inklusi
a. Ibu yang memiliki balita berusia 1 sampai dengan 5 tahun
dengan riwayat penyakit diare yang dan datang berobat ke
Puskesmas Pamulang dan tinggal di wilayah setempat
b. Ibu yang bersedia berpartisipasi menjadi responden dalam
penelitian ini.
2. Kriteria Eksklusi
a. Ibu yang memiliki balita berusia 1 sampai dengan 5 tahun
dengan riwayat penyakit diare yang dan datang berobat ke
Puskesmas Pamulang namun tidak tinggal di wilayah setempat.
b. Ibu yang bersedia berpartisipasi menjadi responden dalam
penelitian ini
4.5.Pengumpulan Data
1. Instrumen Penelitian
Alat/ instrume pengumpulan data dalah formulir isian, check list,
kuesioner, dan alat ukur. Pengumpulan data dilakukan dengan cara
membuat daftar pertanyaan atau angket, wawancara, observasi, dan
pengukuran. Penelitian ini menggunakan jenis instrument
kuesioner yaitu merupakan daftar pertanyaan yang telah disusun
sesuai dengan keinginan peneliti (Wasis, 2008).
4.6.Pengolahan Data
1. Teknik pengolahan data
Menurut Hartono (2015) ada empat tahapan dalam pengolahan
data yang harus dilalui, yaitu:
a. Editing
Pada tahap ini peneliti memeriksa kembali pengisian kuesioner
yang telah dijawab oleh responden , dengan memperhatikan
kelengkapan jawaban, kesalahan pengisian dan karakteristik
dari setiap jawaban dan daftar pertanyaan
b. Coding
Setelah data di edit atau di sunting, selanjutnya adalah
mengkoding data yaitu dilakukan dengan cara memberi kode
terhadap setiap jawaban yakni dengan mengubah data
berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan,
hal ini bertujuan untuk memudahkan entry data.
c. Entry
Entry data hasil jawaban dari masing-masing responden yang
dalam bentuk “kode” dimasukkan ke dalam program atau
“software” computer dengan menggunakan perangkat lunak
pengolah data.
d. Cleaning
Pada tahap ini jika semua data dari setiap sumber data atau
responden telah selesai di masuk kan, kemudian di cek kembali
untuk memastikan bahwa data tersebut telah bersih dari
kesalahan dalam pengkodean maupun kesalahan dalam
membaca kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, selanjutnya
dilakukan pembenaran atau koreksi.
2. Analisa Data
A. Analisa Univariat digunakan untuk menjelaskan/
mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel
yang diteliti (Hastono, Susanto Priyo, 2015:79). Pada
penelitian ini, akan menyajikan analisis univariat yaitu
mengidentifikasi gambaran karakteristik yang meliputi usia
ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, usia balita, jenis
kelamin balita dan tingkat pengetahuan ibu mengenai diare
pada balita serta tabulasi siang antara pengetahuan dengan
usia ibu, pengetahuan dengan pendidikan ibu dan
pengetahuan dengan pekerjaan ibu di Puskesmas
Pamulang.
DAFTAR PUSTAKA
arikunto (2010) Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik, Jakarta, Rineka Cipta.
Asnidar (2015) ‘No Title’, GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU
TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA ANAK DI PUSKESMAS BONTONOMPO II
KABUPATEN GOWA TAHUN 2015 KARYA.
Aziz A and Hidayat, L. (2009) ‘Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1’, in 1.
Buchari Lapau (2012) ‘Desain dalam Penelitian Kesehatan’, in Metode Penelitian Kesehatan:
Metode Ilmiah Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi. doi: 10.1016/j.trsl.2012.09.001.
Depkes (2011) ‘No Title’, Data dan Info Kesehatan.
Efianingrum, A. (2010) ‘Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif’, seminar sosisologi.
Farthing, M. J. G. (2004) ‘Management of infectious diarrhoea 296’. doi:
10.1136/gut.2003.022103.
Hastuti, D. D. (2015) ‘Hubungan Antara Lama Kerja Dengan Kelelahan Pada Pekerja Konstruksi
Di Pt . Nusa Raya Cipta Semarang’.
Kesehatan, K. and Indonesia, R. (2017) No Title.
Kesehatan, P. and Tangerang, K. A. B. (2017) ‘Profil kesehatan kab. tangerang’, Profil
kesehatan kab. tangerang, (021).
KUSUMAWATIRULY, R. D. (2012) ‘No Title’, HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN
IBU TENTANG DIARE DENGAN PENANGANAN DIARE PADA BALITA SELAMA DI RUMAH
SEBELUM DIBAWA KE RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA.
Marlia, D. L., Dwipoerwantoro, P. G. and Advani, N. (2016) ‘Defisiensi Zinc Sebagai Salah Satu
Faktor Risiko Diare Akut Menjadi Diare Melanjut’, Sari Pediatri, 16(5), p. 299. doi:
10.14238/sp16.5.2015.299-306.
Nelson, K. (2002) ‘Infectious Disease Epidemiology, Theory and Practice’, Journal of
Antimicrobial Chemotherapy. doi: 10.1093/jac/47.6.908.
Notoatmodjo, S. (2007) Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Jakarta: Pt Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2010) ‘Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi’, in Promosi Kesehatan Teori
dan Aplikasi.
Novianti (2018) ‘No Title’بیبیب, KESENJANGAN GENDER TINGKAT PENGANGGURAN
TERBUKA DI INDONESIA, (ققثق ث4), p. ثقثقثقثق. doi: 10.1590/s1809-98232013000400007.
Nursalam (2017) ‘Metodelogi penelitian keperawatan’, pendekatan praktis.jakarta: salemba
medika.
Sambas, A. (2010) Statistik untuk Penelitian, CV. Alvabeta Bandung. doi: 10.1016/S0969-
4765(04)00066-9.
Sugiyono (2014) ‘Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methods)’,
in Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. doi: 10.3354/dao02420.
Sujarweni, W. V (2014) ‘Metode dan Teknik Penelitian’, Metode Penelitian.
Swarjana, I. K. (2013) ‘Variabel Penelitian’, Metodelogi Penelitian Kesehatan.
Uhyat, H. (2013) Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif, dan R&D,
Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif, dan R&D. doi:
10.1007/s13398-014-0173-7.2.
W.L, ragil dyah and P.S, yunita dyah (2017) ‘Hubungan Antara Pengetahuan Dan Kebiasaan
Mencuci Tangan Pengasuh Dengan Kejadian Diare Pada Balita’, Jurnal of Health Education,
2(1), pp. 39–46.
Wasis (2008) ‘pedoman riset praktis untuk profesi keperawatan’, in buku kedokteran EGC. doi:
10.1002/ajmg.1320310109 [doi].
WHO (1995) ‘A manual for physicians and other senior health workers’.
Wibowo, H. (2012) ‘Gambaran Epidemiologi Penyakit Diare di Rumah Sakit Awal Bros Bekasi
Tahun 2011’.
WIJAYA, 2009 AYU ARIYANI (2010) ‘Diare Pada Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Karanganyar Tahun 2009 Skripsi’.
Zein, U. (2004) ‘Diare Akut Disebabkan Bakteri’, pp. 1–15.
Tingkat Pengetahuan
-tahu
-memahami
-aplikasi
-analisis
-sintesis
-evaluasi
(notoatmojo,2010)