Anda di halaman 1dari 26

2017710062

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG DIARE

PADA BALITA DI WILAYAH TANGERANG SELATAN TAHUN 2019

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit menular menjadi salah satu masalah kesehatan yang besar di hampir semua
negara berkembang termasuk Indonesia. Penyakit menular menjadi masalah kesehatan global
karena menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang relatif tinggi dalam kurun waktu
yang relatif singkat. Penyakit menular merupakan perpaduan berbagai faktor yang saling
mempengaruhi. Faktor tersebut terdiri dari lingkungan (environment), agen penyebab
penyakit (agent), dan pejamu (host). Ketiga faktor tersebut disebut sebagai segitiga
epidemiologi (W.L and P.S, 2017). Salah satu penyakit menular adalah Diare. Diare
merupakan kehilangan cairan tubuh dalam 24 jam dengan frekuensi buang air besar lebih
dari 3 kali sehari (WHO, 1995).

Di Indonesia penyakit diare masih merupakan penyakit yang sangat sering menyerang
pada anak terutama anak di bawah usia dua tahun. Walapun angka mortalitas diare menurun
namun angka morbiditas diare pada anak masih cukup tinggi yaitu 1.310 per 1000 penduduk
(Depkes, 2011). Dampak Kehilangan cairan yang disebabkan oleh diare sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak serta terganggunya proses absorsi makanan
dan zat nutrient yang dibutuhkan anak untuk pertumuhan bahkan bisa mengakibatkan
kematian pada anak (Asnidar, 2015). Secara global, hampir 1,7 miliar kasus diare terjadi
pada anak dengan angka kematian sekitar 525.000 pada anak balita tiap tahunnya
(WHO,2017). Di Inggris 1 dari 5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6
orang pasien yang berobat ke praktek umum menderita diare infeksi. Tingginya kejadian
diare di negara Barat ini oleh karena foodborne infections dan waterborne infections yang
disebabkan bakteri Salmonella spp, Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus
cereus, Clostridium perfringens dan Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC) (Zein,
2004).

Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk


setiap tahun. Di Afrika anak anak terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya di banding di
negara berkembang lainnya mengalami serangan diare 3 kali setiap tahun (Farthing, 2004).
Di Indonesia Target cakupan pelayanan penderita Diare Balita yang datang ke sarana
kesehatan adalah 10% dari perkiraan jumlah penderita Diare Balita (Insidens Diare Balita
dikali jumlah Balita di satu wilayah kerja dalam waktu satu tahun) (Kesehatan and Indonesia,
2017). Secara nasional tahun 2017 kasus diare tertinggi terdapat di Provinsi Nusa Tenggara
Barat (96,94%), Kalimantan Utara (63,43%) dan Kalimantan Timur (56,91%), sedangkan
provinsi terendah yaitu Nusa Tenggara Timur (17,78%), Sumatera Utara (15,40%) dan Papua
Barat (4,06%) (Kemenkes, 2017). Menurut data Profil Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan kasus diare pada tahun 2015 yang tertinggi di kota Tangerang Selatan adalah di
Pamulang dengan penemuan diare pada balita mencapai 2.741 penderita. Hal ini menujukan
bahwa masih banyak ditemukan kejadian penyakit diare pada balita di Kota tangerang selatan
(Kesehatan and Tangerang, 2017).

Tingginya angka Kejadian diare pada anak, tidak terlepas dari peran orangtua salah
satunya adalah peran ibu. Peran ibu dalam hal masalah kesehatan adalah bagaimana ibu dapat
mencegah dan menangani anak yang terkena penyakit diare (KUSUMAWATIRULY, 2012).
Hasil penelitian Kosasih dkk (2015) menunjukan dari 80 sampel responden yang termasuk
dalam tingkat pengetahuan ibu kurang yaitu sebanyak 38 responden (47%) sedangkan
responden yang termasuk dalam tingkat pengetahuan ibu baik yaitu sebanyak 10 responden
(13%). Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Asnidar (2015) dari 80 responden terdapat 10
responden(13%) diantarnya memiliki pengetahuan baik, 32 responden (40%) diantarnya
memiliki pengetahuan cukup dan 38 responden (47%) diantaranya memiliki pengetahuan
yang kurang. Berdasarkan penelitian tersebut dapat di tarik kesimpulan bahwa masih terdapat
ibu dengan pengetahuan rendah terhadap diare.

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, peneliti merasa tertarik untuk menggali lebih
dalam mengenai penelitian dengan judul “Gambara Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Diare
paa Balita di Tanggerang Selatan Tahun 2019”.

1.2 Rumusan Masalah


Tingginya angka kejadian diare pada balita pada tahun 2017 di kota Tanggserang Selatan
yaitu mencapai 48,56. Hal ini masih belum diketahui penyebab penyakit diare pada balita
tersebut, namun beberapa Ibu masih ada yang memiliki pengetahuan kurang terkait dengan
penyakit diare . Berdasarkan hal tersebut peneliti merasa tertarik untuk menggali lebih dalam
mengenai penelitian dengan judul “Gambara Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Diare pada
Balita di Tanggerang Selatan Tahun 2019”.

1.3 Pertanyaan Penelitian


Bagaimana Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu dengan diare pada balita di Wilayah
Tangerang Selatan?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Diare
pada Balita di Wilayah Tangerang Selatan.

1.5 Manfaat Penelitian


a. Bagi Peneliti
Bagi peneliti diharapkan dapat menambahkan wawasan terkait tingkat pengetahuan ibu
mengenai diare pada balita serta sebagai pengalaman dan pembelajaran bagi peneliti
dalam melakukan penelitian selanjutnya terkait masalah yang beraitan dengan penyakit
diare.
b. Bagi Masyarakat
Dari Peneliitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas untuk
mendapatkan informasi mengenai penngetahuan ibu tentang diare pada balita
c. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat.
Sebagai tambahan refrensi karya tulis penelitian yang berguna bagi masyarakat luas di
bidang kesehatan masyarakat, khususnya terkait pengetahuan ibu mengenai diare pada
balita dan juga dapat menjadi bahan untuk penelitian lanjutan oleh peneliti lain dalam
topik yang sama yaitu terkait pengetahuan ibu mengenai diare pada balita.

1.6 Ruang Lingkup

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional untuk
mengetahui gambaran tingkat pengetahuan ibu mengenai diare pada balita di Kota Tangerang
Selatan Tahun 2019. Penelitian ini dilakukan berdasarkan data yang diperoleh mengenai
tingginya angka kejadian diare pada balita pada tahun 2017 di Kota Tanggerang Selatan yang
mencapai 48,56 dimana salah satu penyebabnya ialah masih terdapatnya ibu dengan
pengetahuan rendah terhadap diare pada balita. Sasaran dalam penelitian ini adalah ibu-ibu
yang sudah memiliki balita di Kota Tanggerang Selatan. Penelitian ini dilakukan dengan
mengumpulkan data melalui pertanyaan terstruktur atau kuesioner penelitian.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan
2.1.1 Definisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra
manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang (overt behavior) (Soekidjo Notoatmodjo, 2015: 147).

2.1.2 Tingkat Pengetahuan


Tahapan pengetahuan menurut Soekidjo Notoatmodjo (2015), ada 6 tahapan,
yaitu sebagai berikut :
a. Tahu (Know) merupakan Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya yang dapat diartikan sebagai
mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Tahu merupakan
tingkat pengetahuan yang paling rendah.
b. Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham
terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya.
c. Aplikasi (Application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya.
d. Analisi (Analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan
analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat
menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis) menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Misalnya, dapat menyusun, merencanakan,
meringkaskan,menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau
rumusan-rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek penilaian-
penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.1.3 Kriteria Tingkat Pengetahuan


Menurut (arikunto, 2010) mengkategorikan pengetahuan dengan tingkatan yaitu :
a. Baik : hasil presentase 76% - 100%
b. Cukup : hasil presentase 56% - 76%
c. Kurang : hasil presentase <56%

2.1.4 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Pengetahuan


Menurut Notoatmodjo (2005), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu:
a. Tingkat Pendidikan
Dimana pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang.
Secara umum, orang yang memiliki pengetahuan yang tinggi akan mempunyai
pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat
pendidikannya lebih rendah.
b. Usia
Usia individu berkaitan erat dengan pengetahuan individu. Semakin bertambah
usia seseorang maka akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola
pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin lebih baik.
c. Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman diri sendiri maupun orang lain.
Misalnya, jika seseorang pernah merawat anggota keluarga yang sakit diare maka
akan lebih tahu tindakan yang harus dilakukan jika terkena diare.
d. Pekerjaan
Lingkungan Pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan
pengetahuan secara langsung maupun tidak langsung.
e. Kebudayaan lingkungan sekitar
Lingkungan social budaya yang mempengaruhi pengetahuan seseorang dapat
bersumber dari pandangan agama, kelompok etnis yang mempengaruhi proses
memperoleh informasi atau pengetahuan khususnya dalam penerapan nilai-nilai
keagamaan. Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh
besar terhadap pembentukan sikap seseorang.
f. Sumber informasi
Seseorang yang terpapar terhadap informasi akan mempengaruhi tingkat
pengetahuannya. Sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan
seseorang, misalnya televisi, radio, majalah, buku, Koran, dan internet.
g. Motivasi
Motivasi merupakan dorongan, keinginan dan penggerak yang berasal dari dalm
diri seseorang untuk melakukan sesuatu.

2.1.5 Pengukuran Pengetahuan


Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur. Kedalaman pengetahuan yang ingin
kita ketahui dapat disesuaikan dengan tingkatan dominan diatas (Notoatmodjo, 2007).
Tingkat pengetahuan yang akan diukur dalam penelitian ini adalah sejauh mana
tingkat pengetahuan responden baik mengenai pengertian, penyebab, tanda dan
gejala, dampak serta cara yang tepat untuk menanganinya. Pada penelitian ini tingkat
pengetahuan akan diukur melalui perhitungan statistik questioner dan diklasifikasikan
menjadi 2 kategori yaitu tingkat pengetahuan baik dan kurang.
Penelitian yang diidentifikasi terkait berdasarkan faktor pengetahuan ibu yang
memiliki balita yang mengalami diare menurut beberapa penelitian menyatakan
bahwa menurut Suparno (2015) ,didapatkan hasil bahwa ada hubungan bermakna
antara pengetahuan dengan kejadian diare dengan pengetahuan ibu yang baik
sebanyak 29 (44,6)%, pengetahuan cukup 23 (35,4)% dan pengetahuan kurang yaitu
sebanyak 13 (20,0)%. Berdasarkan penelitian Suma (2013),hasil penelitian
menunjukkan dari 104 sampel responden yang termasuk tingkat pengetahuan ibu
kurang yaitu sebanyak 29 responden dengan kejadian diare pada dehidrasi berat
sebanyak 28 responden (96,5)% dan pada dehidrasi ringan sebanyak 1 responden
(3,44)%. Sedangkan responden yang termasuk dalam tingkat pengetahuan baik yaitu
sebanyak 75 responden dengan kejadian diare pada dehidrasi berat sebanyak 19
responden (25,3)% dan pada dehidrasi ringan sebanyak 56 responden (74,6)%.

2.2 Diare
2.2.1 Definisi
Diare merupakan kehilangan cairan tubuh dalam 24 jam dengan frekuensi buang
air besar lebih dari 3 kali sehari (WHO, 1995). Menurut Depkes RI (2011) diare
adalah suatu keadaan peradangan pada mukosa lambung dan usus halus yang
mengakibatkan pengeluaran feses yang tidak normal dan tidak seperti biasanya
dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat juga berupa air saja dengan
frekuensi yang lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih) dalam satu hari. Hingga
kini diare masih menjadi child killer (pembunuh anak-anak) peringkat pertama di
Indonesia. Semua kelompok usia diserang oleh diare, baik balita, anak-anak dan
orang dewasa. Tetapi penyakit diare berat dengan kematian yang tinggi terutama
terjadi pada bayi dan anak balita (Zubir,2006 dalam Wulandari,2009.
2.2.2 Etiologi/Penyebab Diare
Menurut Hidayat (2009) kejadian diare dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Faktor infeksi, yaitu suatu proses yang diawali dengan adanya mikroorganisme
(kuman) yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang
dalam usus halus dan merusak sel mukosa intestinal yang dapat menurunkan
daerah permukaan intestinal sehingga terjadinya perubahan kapasitas dari
intestinal yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi intestinal dalam absorsi
cairan dan elektrolit. Adanya toksin bakteri juga akan menyebabkan sistem
transport menjadi aktif dalam usus, sehingga sel mukosa mengalami iritasi dan
akhirnya sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat. Bakteri yang menyebabkan
diare yaitu entrerophatogenic Escherichia colli, salmonella, shigella, yersenia,
enterocolitica, virus yang menyebabkan diare yaitu entero virus, adenovirus,
human retrovirus seperti agent, rotavirus, jamur yang menyebabkan diare adalah
candida enteritis, parasit yang menyebabkan diare adalah giardia clambia,
cryptosporidium dan diare juga dapat disebabkan oleh Protozoa.
b. Faktor malabsorbsi adalah suatu kegagalan dalam melakukan absorsi yang
mengakibatkan tekanan osmotik meningkat kemudian akan terjadi pergeseran air
dan elektrolit ke rongga usus sehingga terjadilah diare.
c. Faktor makanan, akan terjadi jika toksin yang ada tidak mampu diserap dengan
baik dan dapat terjadi peningkatan peristaltik usus yang akhirnya menyebabkan
penurunan kesempatan untuk menyerap makanan.
d. Faktor psikologis, dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus
yang dapat mempengaruhi penyerapan makanan.

2.2.3 Klasifikasi Diare

1. Berdasarkan waktu serangan (onset), diare dibedakan menjadi dua yaitu diare
akut dan diare kronik (Depkes, 2011).
a. Diare akut
Adalah diare yang bersifat mendadak biasanya disebabkan oleh infeksi usus.
Berlangsung selama kurang dari 2 minggu, tanpa diselang seling berhenti lebih
dari 2 hari (Nelson, 2002).
b. Diare kronik
Disebut juga diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu

2. Berdasarkan penyebabnya, dibedakan menjadi diare primer dan diare sekunder


(Prabu,1990 dalam Lasning,2012.
a. Diare primer
Yaitu diare yang disebabkan oleh makanan/minuman (yang merangsang
lambung), racun (air raksa,DDT, dan lain-lain), iklim (hawa dingin atau panas
yang mendadak), gangguan saraf (histeri, ketakutan, atau kecemasan).
b. Diare sekunder
Yaitu diare yang disebabkan oleh penyakit infeksi (typoid, disentri, colera,
dan lain-lain), penyakit menahun (jantung, paru-paru, hati), penyakit radang
ginjal, termasuk kurang darah dan kanker.

2.2.4 Tanda dan Gejala


Gejala terjadinya penyakit diare pada bayi dan anak yaitu gelisah dan
cengeng, suhu tubuh meningkat dari biasanya, muntah, nafsu makan menurun, tinja
akan menjadi cair dan mungkin disertai dengan lendir ataupun darah, anus dan daerah
sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja semakin lama semakin asam
sebagai akibat banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat
diabsorbsi oleh usus selama diar (Zein, 2004).

2.2.5 Dampak
Menurut maryuani (2010) dampak yang dapat ditimbulkan dari penyakit diare yaitu
sebagai berikut :

1. Kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi)


Dehidrasi terjadi karena kehilangan air lebih banyak daripada pemasukan ke
dalam tubuh. Kejadian ini merupakan penyebab terjadinya kematian pada anak
yang menderita diare.
Menurut Departemen Kesehatan (2011) derajat dehidrasi diare antara lain sebagai
berikut :
a. Diare tanpa dehidrasi
Kehilangan cairan <5% berat badan, dengan tanda-tanda anak keadaan umum
baik, sadar, mata tidak cekung, keinginan minum normal, turgor (cubitan kulit
di perut) segera kembali.
b. Diare dengan dehidrasi ringan/sedang
Kehilangan cairan 5-10% berat badan ditandai anak menjadi rewel, gelisah,
mata cekung, rasa haus atau ingin minum terus, turgor kembali lambat.
c. Diare dengan dehidrasi berat
Kehilangan cairan >10% berat badan, penderita akan lesu, lunglai, atau tidak
sadar, mata cekung, malas minum, dan turgor kembali sangat lambat (>2
detik).
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja.
Metabolisme lemak tidak sempura sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh,
terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk
metabolisme yang bersifat yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat
dikeluarkan oleh ginjal (terjadi di oliguria atau anuria) dan terjadinya pemindahan
ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler.

3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering
terjadi pada anak yang sebelumnya telah menderita kekurangan kalori protein.
Hal ini terjadi karena adanya gangguan penyimpanan atau penyediaan glikogen
dalam hati dan adanya gangguan etabol glukosa. Gejala hipoglikemia akan
muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40% pada bayi dan 50% pada
anak-anak.

4. Gangguan gizi
Pada saat anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi sehingga terjadi
penurunan berat badan. Hal ini disebabkan karena
1. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntahnya
akan bertambah hebat, sehingga orang tua hanya sering memberikan air teh
saja.
2. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran dalam waktu
yang terlalu lama.
3. Makanan diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan baik
karena adanya hiperperistaltik.

5. Gangguan Sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan syok hipovolemik, akibat
perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat
mengakibatkan pendarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi
maka orang tersebut akan meninggal.

2.2.6 Pencegahan Diare


Menurut Depkes (2011), penyakit diare dapat dicegah melalui tindakan yang
tepat dan efektif, yaitu :
1. Memberikan ASI eksklusif pada bayi selama 6 bulan dan diteruskan sampai 2
tahun.
Pemberian ASI mempunyai banyak manfaat bagi bayi ataupun ibunya. Bayi
yang mendapat ASI lebih sedikit dan lebih ringan episode diarenya dan lebih
rendah risiko kematiannya jika dibandingan dengan bayi yang tidak mendapat
ASI.

2. Memberikan makanan pendamping ASI sesuai umur


Memberikan makanan bayi setelah bayo berumur 6 bulan secara bertahap
untuk penyesuaian pencernaan bayi. Penyimpanan dan penyiapan makanan
pendamping ASI dengan baik, untuk mengurangi paparan dan perkembangan
bakteri.

3. Memberikan minum air yang sudah direbus dan menggunakan air bersih yang
cukup.

Pasokan air yang cukup bisa membantu membiasakan hidup bersih seperti
cuci tangan, mencuci pertalatan makan, membersihkan WC dan kamar mandi.
4. Mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum makan dan sesudah buang air
besar.

Dengan perilaku cuci tangan yang benar, yaitu pakai sabun dan mengguankan
air bersih yang mengalir akan dapat menurunkan kejadian diare sampai 45%.
5. Buang air besar di jamban.
Upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan
risiko penularan diare karena penularan kuman penyebab diare melalui tinja dapat
dihindari.

6. Membuang tinja bayi dan anak dengan benar.


Tinja merupakan sumber infeksi bagi orang lain. Keadaan ini terjadi baik pada
yang diare maupun yang terinfeksi tanpa gejala

7. Memberikan imunisasi campak.


Imunisasi campak yang diberikan dapat mencegah sampai 25% kematiian
diare.

8. Menjaga kebersihan lingkungan.


Menjaga kebersihan lingkungan sekitar rumah sangat penting sebagai
pencegahan diare, seperti tidak membuang sampah sembarangan, menajaga aliran
selokan, dan lain sebagainya.
Pencegahan penularan penyakit melalui media air atau makanan terutama
pada penyakit infeksi saluran pencernaan seperti diare, dapat dilakukan dengan
cara sanitation barrier , yaitu memutus rantai penularan dengan cara seperti
menyediakan air bersih yang cukup, menutup makanan agar tidak terkontaminasi
debu dan lalat, buang air besar dan sampah yang baik (tidak sembarangan).

2.2.7 Penatalaksanaan
Menurut Kementerian Kesehatan (2011) penatalaksanaan diare adalah
LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang terdiri dari :
a. Memberikan oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan melalui dari rumah
tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia
berikan cairan rumah tangga seperti rajin konsumsi air tajin, kuah sayur dan air
matang. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk
menganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera
dibawa ke sarana kesehatan untuk mendapatkan pertolongan cairan melalui infus.

Dosis oralit
1. Dosis oralit bagi pemderita diare tanpa dehidrasi antara lain sebagai berikut:
a. Umur <1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret.
b. Umur 1-4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret.
c. Umur >5 tahun : 1- ½ gelas setiap kali anak mencret.
2. Dosis diare dengan diare ringan/sedang yaitu oralit yang diberikan dalam 3
jam pertama 75 ml/kg BB dan selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit
seperti diare tanpa dehidrasi
3. Penderita diare dehidrasi berat yang tidak minum harus segera dirujuk ke
puskesmas untuk diberikan infus.

b. Zinc
Bila anak diare maka ia akan kehilangan zinc bersama dengan tinja sehingga
menyebabkan defisiensi menjadi lebih berat. Zinc merupakan salah satu
mikronutrien yang penting dalam tubuh. Lebih dari 300 macam enzim dalam
tubuh memerlukan zinc sebagai kofaktornya, termasuk enzim superoksida
(Marlia, Dwipoerwantoro and Advani, 2016). Menurut black (2003) dalam
herman(2009), penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa zinc mempunyai efek
yang protektif terhadap penanganan diare yaitu sebanyak 11% dan menurut hasil
pilot study menunjukkan bahwa zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67%
(Aziz A and Hidayat, 2009).
Dosis pemberian zinc pada balita:
Umur <6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari
Umur >6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari

c. Pemberian ASI/Makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada anak
agar tetap kuat serta mencegahnya berkurangnya berat badan pada anak tersebut.
Anak yang masih minum ASI harus sering diberikan ASI. Anak usia 6 bulan atau
lebih termasuk bayi yang telah mendapat makanan padat harus diberikan makanan
yang mudah dicerna sedikit demi sedikit tetapi sering. Setelah diberiberhenti,
pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu
pemulihan berat badan anak (Wibowo, 2012).

d. Pemberian Antibiotik hanya atas indikasi


Antibiotika ialah suatu bahan kimia yang dikeluarkan oleh jasad renik/hasil
sintesis/semisintetis yang mempunyai struktur yang sama dan zat ini dapat
merintangi/memusnahkan jasad renik lainnya. Antibiotik hanya diberikan pada
penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera.
Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasite
(amuba,giardia) (WIJAYA, 2010).
e. Jangkauan pelayanan kesehatan
Bila terjadi dehidrasi (terutama pada anak), penderita harus segera dibawa ke
petugas kesehatan atau sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang
cepat dan tepat dengan oralit.

2.2.8 Kerangka Teori


Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka yang telah diuraikan mengenai
tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian diare pada balita, maka dapat disusun
kerangka teori sebagai dasar kerangka konsep sebagai berikut :
Pengetahuan

-Tingkat Pendidikan
-Penyebab
-Usia
-Infeksi
-Pengalaman
-Malabsorsi
-Pekerjaan
-makanan
-Kebudayaan Lingkungan Sekitar
-psikologis
-Sumber Informasi
(Hidayat,2009)
-Motivasi

(Notoatmodjo,2007)

Diare merupakan kehilangan cairan Tingkat Pengetahuan


tubuh dalam 24 jam dengan frekuensi
-tahu
buang air besar lebih dari 3 kali sehari
-memahami
(WHO, 1995)
-aplikasi
-analisis
Gejala
-sintesis
gelisah dan cengeng, suhu tubuh -evaluasi
meningkat dari biasanya, nafsu makan (notoatmojo,2010)
menurun, tinja akan menjadi cair dan
mungkin disertai dengan lendir
ataupun darah, anus dan daerah
sekitarnya lecet

(Nelson,2006)

Penatalaksanaan

-Pemberian Oralit

-Pemberian Zinc

-pemberiann Antibiotik

-Jangkauan Pelayanan Kesehatan

(Depkes,2011)
Penjelasan Teori :

Penyakit diare dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu infrksi,malabsorbsi, makanan dan
psikologis penyebab tersebut dapat disertai dengan pengetahuan ibu beserta tingkat pengetahuan
ibu yang kurang. Diare merupakan kehilangan cairan tubuh dalam 24 jam dengan frekuensi
buang air besar lebih dari 3 kali sehari (WHO, 1995). Diare memiliki beberapa tanda gejala pada
balita salah satunya ialah gelisah dan cengeng, suhu tubuh meningkat dari biasanya,muntah,
nafsu makan menurun, tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai dengan lendir ataupun
darah, anus dan daerah sekitarnya lecet (Zein, 2004).
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep


Kerangka konsep sangat dibutuhkan dalam suatu penelitian. Kerangka konsep
merupakan kerangka yang menggambarkan satu atau lebih variabel
independen dengan satu variable dependen, adapun variable independen
adalah faktor yang dapat di operasionalkan, sedangkan variabel dependen
adalah situasi masalah yang dapat di operasionalkan dalam penelitian
kuantitatif (Buchari Lapau, 2012).
Mengacu pada kerangka teori yang diuraikan sebelumnya, dirancanglah
kerangka konsep. Untuk lebih jelasnya bentuk kerangka dari penelitian ini,
digambarkan sebagai berikut :

Pengetahuan Ibu :
Tingkat
Pengetahuan:
-pendidikan
-baik
-usia
-cukup
-pengalaman
-kurang
-pekerjaan
(Arikunto,2010)
-informasi

(Notoadmojo,2005)

Bagan 3.1 Kerangka Konsep


3.2 Definisi Operasional
Definisi operasional memberikan pengertian suatu variable dan
menggambarkan aktivitas yang diperlukan untuk mengukurnya (Notoatmodjo,
2010). Pada variabel berikut akan diuraikan variable penelitian dalam bentuk
definisi operasional.

Tabel 3.2 Definisi Operasional


No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1. Tingkat Suatu pola pikir atau Memberi Kuesioner Baik : hasil Ordinal
Pengetahuan pemahaman ibu mengenai tanda (√) presentase
Penyakit Diare yang meliputi : pada kolom 76% - 100%
a. Pengertian Diare pengetahuan Cukup : hasil
b. Penyebab Diare presentase
c. Tanda dan Gejala Diare 56% - 76%
d. Dampak Diare Kurang: hasil
e. Pencegahan Diare presentase
f. Penatalaksanaan Diare <56%
(arikunto,
2010)
2. Usia Ibu Lama waktu hidup responden Memberi Kuesioner 0 = <20 Ordinal
sejak dilahirkan tanda (√) 1= 20-35
pada kolom 2= >35
usia
3. Pendidikan Usaha mendewasakan manusia Memberi Kuesioner 0= Ordinal
melalui upaya pengajaran dan tanda (√) Pendidikan
pelatihan, proses, cara, pada kolom Dasar
perbuatan mendidik sebagai pendidikan 1 =
Proses pengubahan sikap dan Pendi
tatalaku seseorang atau dikan
kelompok orang (modifikasi, Mene
Pusat Bahasa Departemen ngah
Nasioanal,2002:263) 2 =
Pendidik
an Tinggi
(PT)
(UU
Nomor
20 Tahun
2003
pasal 17
dalam
Kemendi
kbud,201
2)
4. Pekerjaan Aktivitas rutin yang dilakukan Memberi kuesioner 0 = Tidak Nominal
responden dalam upaya tanda (√) Bekerja
mendapatkan penghasilan pada kolom 1 = Bekerja
untuk pemenuhan kebutuhan pekerjaan
hidup keluarga (Modifikasi,
Notoatmodjo,2007 dalam
Hastuti,2015). (Hastuti, 2015)
5. Jenis atribut-atribut fisiologis dan Memberi Kuesioner 0 = Laki- Nominal
Kelamin anatomis yang dimiliki tanda (√) Laki
responden untuk membedakan pada kolom 1=
antara laki-laki dan perempuan Jenis Perempuan
( Wade dan Travis,2007;258 Kelamin
dalam Novianti,2018).
(Novianti, 2018)
6. Sumber Sumber Informasi tempat Memberi Kuesioner 0 = Keluarga Nominal
Informasi responden mendapatkan tanda (√) 1 = Pemberi
informasi mengenai diare pada Pelayanan
sumber Kesehatan
informasi 2= Media
pada massa
kuesioner 3= Lain-lain
BAB IV

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi


cross sectional untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan ibu
mengenai diare pada balita di Kota Tangerang Selatan Tahun 2019..
Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data melalui
pertanyaan terstruktur atau kuesioner penelitian

4.2. Lokasi dan waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Pamulang


Kota Tangerang Selatan, Banten. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Juli-Agustus 2019.

4.3.Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi
Populasi merupakan keseluruhan subyek yang akan diambil dalam
suatu penelitian . Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang
memiliki bayi dengan riwayat diare dan ibu yang membawa balita
ke puskesmas Kota Tangerang Selatan
2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari jumlah populasi yang akan dipilih


untuk diteliti (Sugiyono, 2014). Sampel dalam penelitian ini adalah ibu
yang memiliki bayi dengan riwayat diare dan ibu yang membawa balita ke
puskesmas Kota Tangerang Selatan.

a. Pengambilan Sampel
Dalam penelitian ini pengambilan sampel menggunakan teknik
Accidental sampling yaitu pengambilan sampel dengan mengambil kasus
yang kebetulan ada atau tersedia (Uhyat, 2013).

b. Besar sampel
Untuk memudahkan menentukan besarnya sampel dapat
digunakan model rumus sampel slovin dalam Sambas Ali (2010) (Sambas,
2010)

n = Junlah Sampel
N= Jumlah Populasi
d = Presisi (% yang dapat ditoleransi dengan ketidaktepatan penggunaan sampel
sebagai penganti populasi)

Rumus Slovin :
n= N = 3317 = 3317 = 3317 = 97

1+N (d)2 1+3317(0,1)2 1+33.17 34.17

Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya drop out responden,


maka jumlah sampel di tambah 10% sehingga sampel seluruhnya
sebanyak 107 orang

4.4.Kriteria Responden
1. Kriteria Inklusi
a. Ibu yang memiliki balita berusia 1 sampai dengan 5 tahun
dengan riwayat penyakit diare yang dan datang berobat ke
Puskesmas Pamulang dan tinggal di wilayah setempat
b. Ibu yang bersedia berpartisipasi menjadi responden dalam
penelitian ini.
2. Kriteria Eksklusi
a. Ibu yang memiliki balita berusia 1 sampai dengan 5 tahun
dengan riwayat penyakit diare yang dan datang berobat ke
Puskesmas Pamulang namun tidak tinggal di wilayah setempat.
b. Ibu yang bersedia berpartisipasi menjadi responden dalam
penelitian ini

4.5.Pengumpulan Data

1. Instrumen Penelitian
Alat/ instrume pengumpulan data dalah formulir isian, check list,
kuesioner, dan alat ukur. Pengumpulan data dilakukan dengan cara
membuat daftar pertanyaan atau angket, wawancara, observasi, dan
pengukuran. Penelitian ini menggunakan jenis instrument
kuesioner yaitu merupakan daftar pertanyaan yang telah disusun
sesuai dengan keinginan peneliti (Wasis, 2008).

Kuesioner pengetahuan merupakan modifikasi dari kuesioner uin


(2010). Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari 23 butir
pertanyaan. Pertanyaan yang digunakan telah diedit dengan
menggunakan dengan jawaban skala guttman dan untuk pemberian
skor dilakukan berdasarkan ketentuan, jawaban benar diberi skor 1
dan jawaban salah diberi skor 0. Skor yang telah di peroleh dari
masing-masing responden dijumlahkan , dibandingkan dengan
skor maksimal kemudian dikalikan 100. Hasil perhitungan terakhir
menunjukkan nilai pengetahuan yang memiliki responden tentang
diare. Skor yang diperoleh kemudian dikategorikan sesuai dengan
kategori pengetahuan yang dikemukakan oleh arikunto (2006)
menjadi pengetahuan baik skor >76%, pengetahuan cukup apabila
skor 56-76%, pengetahuan kurang apabila skor <56%.

Tabel 4.1 Uraian Kuesioner Penelitian


N Variabel Sub Variabel Junlah Nomor
o Pertanya Kuesioner
an
1. Data Pengetahuan:
terkait a. Pengertian 1 1
tingkat Diare 5
pengetahu b. Penyebab 2 2,3,4,5,6
an tentang Diare
diare pada c. Tanda dan 3 7,8
balita Gejala Diare 3
d. Dampak Diare 9,10,11
e. Pencegahan 5 12,13,14
Diare
f. Penatalaksanaa 15,16,17,18,
n Diare 19
19
2. Uji Validitas dan Reabilitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti
seberapa tepat alat ukur untuk menunjukkan apa yang seharusnya
diukur (Nursalam, 2017). Untuk mengetahui validitas suatu
instrument ( dalam hal ini kuestioner) dilakukan dengan cara
melakukan korelasi antar skor masing-masing variable dengan skor
totalnya. Suatu variabel (pertanyaan) dikatakan valid bila skor
variabel tersebut berkorelasi secara signifikan dengan skor totalnya
(Hastono, Susanto Priyo, 2015:60-61). Adapun uji validitas
intrumen penelitian ini dengan menggunakan rumus Pearson
Product Moment. Hasil r hitung kita bandingkan dengan r tabel
dimana df=n-2 dengan sig 5% (Sujarweni, 2014).
Reabilitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan
sejauhmana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan
pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dan
dengan alat ukur yang sama (Hastono, Susanto Priyo, 2015:61).
Adapun uji realibilitas instrument penelitian ini menggunakan
rumus Alpha Cronbach. Jika nilai Alpha >0.60 maka reliable.

3. Hasil Uji validitas dan Reliabilitas


Uji coba kuesioner dilakukan pada tanggal 3 agustus 2019 terhadap 30
responden yang memilki balita usia 1-5 tahun dengan riwayat diare di
puskesmas Tangerang Selatan. Tujuan dari uji coba kuesioner ini
untuk mengetahui apakah pertanyaan-pertanyaan tersebut valid serta
dapat dimengerti atau tidak dimengerti oleh responden. Setelah
membuat instrument sesuai dengan aspek-aspek yang akan diukur
dengan berlandaskan teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan
dengan spesialis keperawatan anak yaitu Ibu Tri Kurniati
S.Kp.,M.Kep. hasil dari uji coba kuesioner didapatkan dari 23
pertanyaan yang sudah diberikan hanya 16 pertanyaan pada kuesioner
yang valid karena r hitung ≥ dari r tabel.

No. Nilai r hitung Keterangan


1 0,511
2 0,680
3 0,153
4 0,786
5 0,128
6 0,916
7 0,130
8 0,735
9 0,461
10 0,479
11 0,443
12 0,522
13 0,437
14 0,612
15 0,302
16
17
18
19
20
21
22
23

Uji validitas ke lapangan telah dilakukan kemudia


selanjutnya di lakukan uji konten dengan dosen expert, hasil dari
uji konten3 pertaniyaan tidak valid yaitu pertanyaan nomor 7,16
dan 23 namun tetap ditambahkan dalam kuesioner penelitian
karena pertanyaan tersebut untuk mengukut tingkat pengetahuan
responden mengenai penyebab, dampak, dan pencegahan diare,
akan tetapi dari 3 pertanyaan tersebut diubah menjadi bentu
kalimat pertanyaan yang lebih singkat dan jelas.
Hasil uji reliabilitas kuesioner dinytakan reliable karena
cronbach’s alpha yang didapatkan >0.60, yaitu dengan
cronbach’s alpha = 0,843.
4. Prdosedur pengumpulan data
Proses-proses dalam pengumpulan data pada penelitian ini melalui
beberapa tahap antara lain :
a. Meminta surat pengantar dari FKM Universitas
Muhammadiyah Jakarta untuk melakukan penelitian
setelah proposal diisetujui oleh dosen pembimbing.
b. Mengajukan dan menyerahkan surat permohonan ijin
kepada pihak puskesmas untuk melaksanakan penelitian.
c. Mendatangi responden untuk menjelaskan tujuan
penelitian, manfaat penelitian,kerahasiaan informasi yang
diberikan responden kepada peneliti serta meminta kerja
sama responden untuk menjawab pertanyaan dalam
kuesioner secara jujur sesuai dengan keadaan responden
d. Memberikan penjelasan kepada responden tentang cara
pengisian kuesioner
e. Memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya
kepada peneliti apabila ada yang tidak jelas dengan
kuesioner.
f. Memberikan waktu selama 10-15 menit kepada responden
untuk mengisi kuesioner
g. Responden menyerahkan kembali kuesioner yang telah
diisii kepada peneliti untuk selanjutnya diolah dan dianalisi.
5. Data yang dikumpulkan

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek


penelitian (Efianingrum, 2010). Data primer dalam penelitian ini
diperoleh dari pengisian kuesioner yang telah disiapkan.

Data sekunder merupakan sumber lain selain dokumen


langsung yang menjelaskan tentang suatu gejala (Swarjana, 2013).
Data sekunder salam penelitian ini adalah data yang sudah tersedia
sehingga kita tinggal mencari dan mengumpulkan.

4.6.Pengolahan Data
1. Teknik pengolahan data
Menurut Hartono (2015) ada empat tahapan dalam pengolahan
data yang harus dilalui, yaitu:
a. Editing
Pada tahap ini peneliti memeriksa kembali pengisian kuesioner
yang telah dijawab oleh responden , dengan memperhatikan
kelengkapan jawaban, kesalahan pengisian dan karakteristik
dari setiap jawaban dan daftar pertanyaan
b. Coding
Setelah data di edit atau di sunting, selanjutnya adalah
mengkoding data yaitu dilakukan dengan cara memberi kode
terhadap setiap jawaban yakni dengan mengubah data
berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan,
hal ini bertujuan untuk memudahkan entry data.
c. Entry
Entry data hasil jawaban dari masing-masing responden yang
dalam bentuk “kode” dimasukkan ke dalam program atau
“software” computer dengan menggunakan perangkat lunak
pengolah data.
d. Cleaning
Pada tahap ini jika semua data dari setiap sumber data atau
responden telah selesai di masuk kan, kemudian di cek kembali
untuk memastikan bahwa data tersebut telah bersih dari
kesalahan dalam pengkodean maupun kesalahan dalam
membaca kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, selanjutnya
dilakukan pembenaran atau koreksi.

2. Analisa Data
A. Analisa Univariat digunakan untuk menjelaskan/
mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel
yang diteliti (Hastono, Susanto Priyo, 2015:79). Pada
penelitian ini, akan menyajikan analisis univariat yaitu
mengidentifikasi gambaran karakteristik yang meliputi usia
ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, usia balita, jenis
kelamin balita dan tingkat pengetahuan ibu mengenai diare
pada balita serta tabulasi siang antara pengetahuan dengan
usia ibu, pengetahuan dengan pendidikan ibu dan
pengetahuan dengan pekerjaan ibu di Puskesmas
Pamulang.

4.7. Etika Penelitian


Etika penelitian menurut komisi etika penelitian Atma Jaya Jakarta
(2010), etika penelitian merupakan suatu pertimbangan rasional
mengenai kewajiban-kewajiban moral seorang peneliti atas apa yang ia
kerjakan dalam suatu penelitian, publikasi dan pengabdian kepada
masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

arikunto (2010) Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik, Jakarta, Rineka Cipta.
Asnidar (2015) ‘No Title’, GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU
TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA ANAK DI PUSKESMAS BONTONOMPO II
KABUPATEN GOWA TAHUN 2015 KARYA.
Aziz A and Hidayat, L. (2009) ‘Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1’, in 1.
Buchari Lapau (2012) ‘Desain dalam Penelitian Kesehatan’, in Metode Penelitian Kesehatan:
Metode Ilmiah Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi. doi: 10.1016/j.trsl.2012.09.001.
Depkes (2011) ‘No Title’, Data dan Info Kesehatan.
Efianingrum, A. (2010) ‘Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif’, seminar sosisologi.
Farthing, M. J. G. (2004) ‘Management of infectious diarrhoea 296’. doi:
10.1136/gut.2003.022103.
Hastuti, D. D. (2015) ‘Hubungan Antara Lama Kerja Dengan Kelelahan Pada Pekerja Konstruksi
Di Pt . Nusa Raya Cipta Semarang’.
Kesehatan, K. and Indonesia, R. (2017) No Title.
Kesehatan, P. and Tangerang, K. A. B. (2017) ‘Profil kesehatan kab. tangerang’, Profil
kesehatan kab. tangerang, (021).
KUSUMAWATIRULY, R. D. (2012) ‘No Title’, HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN
IBU TENTANG DIARE DENGAN PENANGANAN DIARE PADA BALITA SELAMA DI RUMAH
SEBELUM DIBAWA KE RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA.
Marlia, D. L., Dwipoerwantoro, P. G. and Advani, N. (2016) ‘Defisiensi Zinc Sebagai Salah Satu
Faktor Risiko Diare Akut Menjadi Diare Melanjut’, Sari Pediatri, 16(5), p. 299. doi:
10.14238/sp16.5.2015.299-306.
Nelson, K. (2002) ‘Infectious Disease Epidemiology, Theory and Practice’, Journal of
Antimicrobial Chemotherapy. doi: 10.1093/jac/47.6.908.
Notoatmodjo, S. (2007) Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Jakarta: Pt Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2010) ‘Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi’, in Promosi Kesehatan Teori
dan Aplikasi.
Novianti (2018) ‘No Title‫’بیبیب‬, KESENJANGAN GENDER TINGKAT PENGANGGURAN
TERBUKA DI INDONESIA, ‫(ققثق ث‬4), p. ‫ثقثقثقثق‬. doi: 10.1590/s1809-98232013000400007.
Nursalam (2017) ‘Metodelogi penelitian keperawatan’, pendekatan praktis.jakarta: salemba
medika.
Sambas, A. (2010) Statistik untuk Penelitian, CV. Alvabeta Bandung. doi: 10.1016/S0969-
4765(04)00066-9.
Sugiyono (2014) ‘Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methods)’,
in Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. doi: 10.3354/dao02420.
Sujarweni, W. V (2014) ‘Metode dan Teknik Penelitian’, Metode Penelitian.
Swarjana, I. K. (2013) ‘Variabel Penelitian’, Metodelogi Penelitian Kesehatan.
Uhyat, H. (2013) Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif, dan R&D,
Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif, dan R&D. doi:
10.1007/s13398-014-0173-7.2.
W.L, ragil dyah and P.S, yunita dyah (2017) ‘Hubungan Antara Pengetahuan Dan Kebiasaan
Mencuci Tangan Pengasuh Dengan Kejadian Diare Pada Balita’, Jurnal of Health Education,
2(1), pp. 39–46.
Wasis (2008) ‘pedoman riset praktis untuk profesi keperawatan’, in buku kedokteran EGC. doi:
10.1002/ajmg.1320310109 [doi].
WHO (1995) ‘A manual for physicians and other senior health workers’.
Wibowo, H. (2012) ‘Gambaran Epidemiologi Penyakit Diare di Rumah Sakit Awal Bros Bekasi
Tahun 2011’.
WIJAYA, 2009 AYU ARIYANI (2010) ‘Diare Pada Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Karanganyar Tahun 2009 Skripsi’.
Zein, U. (2004) ‘Diare Akut Disebabkan Bakteri’, pp. 1–15.

Tingkat Pengetahuan

-tahu
-memahami
-aplikasi
-analisis
-sintesis
-evaluasi
(notoatmojo,2010)

Anda mungkin juga menyukai