Anda di halaman 1dari 28

BAB 1

PANDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diare sampai saat ini masih menjadi masalah utama di masyarakat
yang sulit untuk ditanggulangi. Dari tahun ke tahun diare tetap menjadi salah
satu penyakit yang menyebabkan mortalitas dan malnutrisi pada anak.
Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2009, diare
adalah penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun. Secara global
setiap tahunnya ada sekitar 2 miliar kasus diare dengan angka kematian 1.5
juta pertahun. Pada negara berkembang, anak-anak usia dibawah 3 tahun ratarata mengalami 3 episode diare pertahun. Setiap episodenya diare akan
menyebabkan kehilangan nutrisi yang dibutuhkan anak untuk tumbuh,
sehingga diare merupakan penyebab utama malnutrisi pada anak (WHO,
2009).
Penyakit diare adalah penyakit yang sangat berbahaya dan terjadi
hampir di seluruh daerah geografis di dunia dan bisa menyerang seluruh
kelompok usia baik lakilaki maupun perempuan, tetapi penyakit diare dengan
tingkat dehidrasi berat dengan angka kematian paling tinggi banyak terjadi
pada bayi dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia anak-anak
menderita diare lebih dari 12 kali per tahun dan hal ini yang menjadi penyebab
kematian sebesar 15-34% dari semua penyebab kematian (Depkes RI, 2010).
Pada tahun 2006 diare menduduki urutan ke 2 pada 10 penyakit
terbanyak di Indonesia. Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan 5.051
kasus diare sepanjang tahun 2005 lalu di 12 provinsi. Jumlah ini meningkat

drastis dibandingkan dengan jumlah pasien diare pada tahun sebelumnya,


yaitu sebanyak 1.436 orang. Di awal tahun 2006, tercatat 2.159 orang di
Jakarta yang dirawat di rumah sakit akibat menderita diare. Melihat data
tersebut dan kenyataan bahwa masih banyak kasus diare yang tidak
terlaporkan, Departemen Kesehatan menganggap diare merupakan isu
prioritas kesehatan ditingkat lokal dan nasional karena punya dampak besar
pada kesehatan masyarakat (Depkes RI 2008).
Berdasarkan data dari dinas kesehatan kota batam, diperkirakan kasus
diare terjadi 411 per 1000 penduduk, tahun 2012 jumlah kasus diare adalah
13.907 kasus, di kota batam 29,74% dari jumlah kasus yang diperkirakan
46.767 kasus, penyakit diare yang tertinggi terjadi di Puskesmas Sei Lekop
dengan proporsi pada balita sebanyak 6.997 penderita, dan penyakit diare
yang terendah terdapat di daerah wilayah kerja Puskesmas Bulang yaitu 502
penderita (Dinkes, 2012).
Berdasarkan data dari Puskesmas Sei Lekop kecamatan Sagulung kota
Batam, pada bulan Januari sampai bulan Juni tahun 2014 jumlah penderita
diare yang tertinggi terdapat di kelurahan Sagulung kota sebesar 102
penderita, dan yang terkecil terdapat di Sei Binti sebesar 63 penderita
(Puskesmas Sei Lekop Kecamatan Sagulung Kota Batam, 2014).
Diare dapat berakibat fatal apabila tidak ditangani secara serius karena
tubuh balita sebagian besar terdiri dari air, sehingga bila terjadi diare sangat
mudah terkena dehidrasi.
Pandangan masyarakat untuk menanggulangi penyakit diare, anak
harus dipuasakan. Jadi usus dikosongkan agar tidak terjadi rangsangan yang

menyebabkan anak merasa ingin buang air besar. Jika anak sudah dalam
keadaan gizi kurang, keadaan gizinya akan menjadi lebih buruk akibat puasa.
Maka puasakan anak saat diare ditambah dengan dehidrasi yang mudah terjadi
pada anak saat diare akan memperburuk keadaan bahkan dapat menyebabkan
kematian (Hiswani 2003).
Peran ibu dalam melakukan penatalaksanaan terhadap diare diperlukan
suatu pengetahuan, karena pengetahuan merupakan salah satu komponen
faktor predisposisi yang penting. Peningkatan pengetahuan tidak selalu
menyebabkan terjadinya perubahan sikap. (Notoatmodjo,S 2007) Salah satu
pengetahuan ibu yang sangat penting adalah bagaimana penanganan awal
diare pada anak yaitu dengan mencegah dan mengatasi keadaan dehidrasi.
Pemberian cairan pengganti (cairan rehidrasi) baik yang diberikan secara oral
(diminumkan) maupun parenteral (melalui infus) telah berhasil menurunkan
angka kematian akibat dehidrasi pada ribuan anak yang menderita diare.
(IDAI 2008).
Berdasarkan penelitian tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang : Hubungan pengetahuan dan sikap ibu dengan
penanganan awal diare pada balita di Puskesmas Sei Lekop kecamatan
Sagulung

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang menjadi permasalahan adalah


bagaimana hubungan pengetahuan dan sikap ibu dengan penanganan awal
diare pada balita di Puskesmas Sei Lekop tahun 2014.
C. Tujuan Penelitian
1. Umum
Mengetahui

hubungan

pengetahuan

dan

sikap

ibu

dengan

penanganan awal diare pada balita di Puskesmas Sei Lekop kota Batam
tahun 2014.
2. Khusus
a. Untuk mengetahui distribusi pengetahuan ibu
b. Untuk mengetahui distribusi sikap ibu
c. Untuk mengetahui penanganan awal diare pada balita
d. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu dengan penanganan
awal diare
e. Untuk mengetahui hubungan sikap ibu dengan penanganan awal diare

D. Manfaat Penelitian
1. Puskesmas Sei Lekop
Untuk menambah informasi atau yang akurat guna memberikan
penyuluhan pada masyarakat tentang pengetahuan dan sikap ibu dengan
penanganan awal diare pada balita di Puskesmas Sei Lekop

2. Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan atau bacaan di perpustakaan untuk
menambah pengetahuan mahasiswa/mahasiswi kedokteran Universitas
Batam.
3. Masyarakat
Manfaat penelitian ini bagi masyarakat adalah untuk menambah
informasi bagi masyarakat agar mampu melakukan upaya penanganan
awal diare
4. Peneliti Selanjutnya
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang penyakit diare
bagi peneliti selanjutnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan
1. Definisi
Pengertian menurut Notoatmodjo (2003) adalah hasil dari tahu dan
ini terjadi setelah melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia di peroleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan (kognitif)
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang (overt behavior).
a.
Tingkat Pengetahuan
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai suatu materi yang di pelajari
sebelumnya termasuk kedalam pengetahuan ini dalam mengingat
kembali kepada yang spesifik dari seluruh bahan yang di pelajari
atau rangsangan yang telah di terima.
2). Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan yang
menjelaskan secara benar tentang suatu objek yang diketahui dan
dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang
yang telah paham terhadap suatu objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan, meyimpulkan, meramalkan, dan
sebagainya terhadap teori yang di pelajari.
3). Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah di pelajari pada situasi atau kondisi yang rill

(sebenarnya). Misalnya dapat menggunakan statistik dalam


perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip
siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
4). Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menggambarkan
materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tapi masih
dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya
satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya.
5). Sintesis (Syntesis)
Sintesis

menunjukkan

pada

suatu

kemampuan

untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu


bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru tadi formulasiformulasi yang ada.
6). Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi/ penelitian terhadap suatu materi atau objek. Penelitian
itu berdasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan kinerja yang telah ada (Notoatmodjo, 2003).
b.

Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan


(Notoadmodjo, 2005)

a. Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan daya pikir
seseorang, semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula
daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan

yang

diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya (umur 40 -50


tahun) individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan
kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi
suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu
orang usia madya akan lebih banyak menggunakan waktu untuk
membaca.

b. Pendidikan
Makin tinggi pendidikan seseorang, maka makin mudah
menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan
yang

dimiliki.

Sebaliknya

pendidikan

yang

kurang

akan

menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai


baru yang diperkenalkan.
c. Pengalaman
Merupakan

suatu

cara

untuk

memperoleh

kebenaran

pengetahuan, baik dari pengalaman diri sendiri maupun orang lain.


Hal tersebut dilakukan dengan cara pengulangan kembali
pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan
yang dihadapi. Bila berhasil orang akan menggunakan cara tersebut
dan bila gagal tidak akan mengulangi cara tersebut.

d. Kepercayaan
Kepercayaan adalah sikap untuk menerima suatu pernyataan
atau pendirian tanpa menunjukan sikap pro atau anti kepercayaan
sering diperoleh dari orang tua, kakek atau nenek. Seseorang
menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa
adanya pembuktian terlebih dahulu. Kepercayaan berkembang
dalam masyarakat yang mempunyai tujuan dan kepentingan yang
sama. Kepercayaan dapat tumbuh bila berulang kali mendapatkan
informasi yang sama.
e. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar
individu,

baik

lingkungan

fisik,

biologis,

maupun

sosial.

Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan


kedalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini
terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang
akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

B. Sikap
1. Pengertian
Sikap adalah suatu disposisi atau keadaan mental didalam jiwa dan
diri seseorang

individu untuk bereaksi terhadap lingkungannya (baik

lingkungan manusia atau masyarakat, baik lingkungan alamiah maupun


lingkungan fisiknya). Walaupun berada dalam diri seseorang individu,
9

sikap biasanya juga di pengaruhi oleh nilai budaya, dan sering juga
bersumber kepada sistem nilai-budaya. (Koentjaraningrat, 2004).
a. Karakteristik sikap
Notoatmodjo (2004) mengatakan bahwa sikap memiliki

karakteristik, yaitu:
1). Sikap merupakan kecenderungan berfikir, berpersepsi, dan
bertindak. Dalam hal inil, sikap adalah perputaran dan
pengembangan pemikiran manusia terhadap suatu masalah yang
2).

menjadi dasar orang tersebut untuk bertindak.


Sikap mempunyai daya pendorong (motivasi). Dari inilah
manusia memiliki motivasi untuk bertindak dan berubah. Sebagai
contoh, jika seseorang tidak setuju terhadap suatu hal, maka dia

3).

akan mengambil tindakan untuk menolak hal tersebut.


Sikap relatif lebih menetap, di banding emosi dan fikiran. Dalam
hal ini, sikap dapat digambarkan sebagai karakter manusia yang

4).

tidak mudah berubah.


Sikap mengandung aspek penilaian atau evaluative terhadap
objek. Sikap sangat terpengaruh terhadap penilaian seseorang
terhadap sesuatu. Jika

seseorang pernah mendapatkan suatu

masalah yang sama sebelumnya, maka dia akan menjadikan


masalah terdahulu sebagai acuan dalam mengambil sikap
terhadap masalah sekarang.
b. Tingkatan Sikap
Sepertinya halnya dengan pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkattingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut :
1) Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau menerima
stimulus yang diberikan (objek) (Notoatmodjo, 2010).
2) Menanggapi (responding)

10

Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau


tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi
(Notoatmodjo, 2010).
3) Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan
nilai positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya
dengan orang lain, bahkan mengajak atau mempengaruhi atau
menganjurkan orang lain merespon (Notoatmodjo, 2010).
4) Bertanggung Jawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi tingakatnya adalah bertanggung
jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah
mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus
berani mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan
atau ada resiko lain (Notoatmodjo, 2010).
C. Diare
1. Definisi
Diare adalah buang air besar yang lebih sering, lebih banyak dengan
konsisten yang lebih lembek atau encer dari biasa (Sofwan, 2010).
2. Etiologi
a. Infeksi
1) Enternal yaitu infeksi yang terjadi dalam saluran pencernaan dan
merupakan penyebab utama terjadinya diare. Infeksi enternal
meliputi:
a) Infeksi bakteri :Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella
b) Infeksi virus : Enterovirus
c) Infeksi parasit :Cacing (Trichomonas homonis), dan jamur
(Candida albicans).
2) Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat
pencernaan, seperti Otitis Media Akut (OMA), tonsilofaringitis,

11

bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini


terutama pada bayi dan anak dibawah 2 tahun.
b. Faktor malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose
dan sukrosa), monosakarida (intiloransi glukosa, fruktosa dan
galaktosa), pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering
(intoleransi laktosa).
2) Malabsorbsi lemak
3) Malabsorbsi protein
c. Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang tetapi dapat terjadi
pada anak yang lebih besar (Ngastiyah, 2005).
3. Patofisiologi
Menurut Hidayat (2006), proses terjadinya diare dapat disebabkan
oleh berbagai kemungkinan faktor diantaranya:
a. Faktor infeksi
Faktor ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang
masuk dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam
usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah
permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang
akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorbsi cairan
dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri akan
menyebabkan system transport aktif dalam usus sehingga sel mukosa
mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan
meningkat.
b. Faktor malabsorbsi
Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang
mengakibatkan

tekanan

osmotik

12

meningkat

sehingga

terjadi

pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan


isi rongga usus sehingga terjadilah diare.
c. Faktor makanan
Dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap
dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang
mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang
kemudian menyebabkan diare.
d. Faktor psikologis
Dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus
yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat
menyebabkan diare.

Faktor infeksi

Masuk dan
berkembang di
dalam usus
Hipersekresi air dan
elektrolit ( isi rongga
usus meningkat)

Faktor
malabsorbsi

Tekananan
osmotik
meningkat
Pergeseran air dan
elektrolit ke rongga
usus
Diare

Gambar 3.1 Skema

13

Faktor makanan

Toksin tidak
dapat diserap

Faktor
psikologis

Cemas

Hiperperistaltik
menurun kesempatan
usus menyerap
makanan

4. Akibat Diare
a. Dehidrasi

Pada diare akut dehidrasi merupakan gejala yang segera terjadi


akibat pengeluaran cairan tinja yang berulang-ulang Menurut
DITJEN, PPM & PLP (1999) dehidrasi terjadi karena kehilangan
air lebih banyak dari pada pemasukan air. Derajat dehidrasi dapat
dibagi berdasarkan kehilangan berat badan dan gejala klinis.
Berdasarkan kehilangan berat badan, apabila berat air kurang dari 5
%berat badan,

maka dehidrasinya bersifat ringan dan satu

satunya gejala dehidrasi yang jelas ialah haus. Bila defisit melebihi
5 % berat badan, penderita mungkin akan sangat haus. Hilangnya
cairan dalam rongga ekstrasel mengakibatkan turgor kulit
berkurang, ubun-ubun dan mata cekung, serta mukosa kering.
Defisit cairan 5-10 % berat badan mengakibatkan dehidrasi sedang,
sedangkan defisit cairan 10% atau lebih disebut dehidrasi berat
(Dell, 1973 dalam Suharyono, 2008). Derajat dehidrasi menurut
kehilangan berat badan, diklasifikasikan menjadi tiga, dapat dilihat
dari tabel berikut :
Derajat dehidrasi
Penurunan berat badan
Tidak dehidrasi
<5%
Dehidrasi ringan sedang
5-10 %
Dehidrasi berat
> 10 %
Tabel 1. Derajat dehidrasi berdasarkan kehilangan berat badan
Derajat dehidrasi berdasarkan gejala klinisnya dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 2. Derajat dehidrasi berdasarkan gejala klinis
Penilaian
Keadaan umum

a
Baik, sadar

b
Gelisah, rewel
14

c
Tidak sadar

Mata
Air mata
Mulut
Rasa haus

Normal
Ada
Lidah basah
Minum seperti biasa

Cekung
Tidak ada
kering
Haus, ingin minum

Sangat cekung
Tidak ada
Sangat kering
Malas minum, tidak

Periksa turgor kulit

Kembali cepat

banyak
Kembali lambat

bisa minum
Kembali sangat

Hasil pemeriksaan

Tanpa dehidrasi

Dehidrasi

lambat
Dehidrasi berat

ringan/sedang

Bila ada 1 tanda

ringan/ sedang

ditambah 1/lebih

Bila ada 1 tanda

tanda lain

ditambah 1/lebih
Terapi

Keadaan umum

Rencana

tanda lain
Rencana

Rencana

pengobatan A

pengobatan B

pengobatanC

Sadar, gelisah

Rewel, lesu

Tidak sadar

baik

5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik penyakit diare antara lain cengeng, rewel,
gelisah, suhu meningkat, nafsu makan menurun, feses cair dan berlendir,
kadang juga disertai dengan adanya darah. Kelamaan, feses ini akan
berwarna hijau dan asam, anus lecet, dehidrasi, bila menjadi dehidrasi
berat akan terjadi penurunan volume dan tekanan darah, nadi cepat dan
kecil, peningkatan denyut jantung, penurunan kesadaran dan diakhiri
dengan syok, berat badan menurun, turgor kulit menurun, Mata dan ubunubun cekung, dan selaput lendir dan mulut serta kulit menjadi kering.
(Ngastiyah, 2005).

15

R. Aden (2010) bila balita telah banyak kehilangan cairan dan


elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai nampak yaitu:
1) Dehidrasi ringan hanya menyebabkan bibir kering
2) Dehidrasi sedang menyebabkan kulit keriput, mata dan ubun-ubun
menjadi cekung ( pada bayi yang berumur kurang dari 18 bulan)
3) Dehidrasi berat biasa berakibat fatal, biasanya menyebabkan syok
A. Tanda-tanda dehidrasi umum, yaitu :
1. Rasa haus
2. Jarang buang air kecil
3. Kulit tidak elastis
4. Kepala terasa pusing dan berkunang-kunang
5. Sembelit dan tidak berkeringat
B. Tanda dan gejala dehidrasi berdasarkan tingkatannya (Nelson, 2000) :
1. Dehidrasi ringan (kehilangan cairan 2-5% dari BB semula)
a. Haus, gelisah
b. Denyut nadi 90-110 x/menit, nafas normal
c. Turgor kulit normal
d. Pengeluaran urine (1300 ml/hari)
e. Kesadaran baik
f. Denyut jantung meningkat
2. Dehidrasi sedang (kehilangan cairan 5% dari BB semula)
a. Haus meningkat
b. Nadi cepat dan lemah
c. Turgor kulit kering, membran mukosa kering
d. Pengeluaran urine berkurang
e. Suhu tubuh meningkat

16

3. Dehidrasi berat (kehilangan cairan 8% dari BB semula)


a. Penurunan kesadaran
b. Lemah, lesu
c. Takikardi
d. Mata cekung
e. Pengeluaran urine tidak ada
f. Hipotensi
g. Nadi cepat dan halus
h. Ekstremitas dingin
6. Penatalaksanaan
Penanganan awal diare pada anak dirumah:
1. Berikan cairan tambahan
a. Berikan anak lebih banyak cairan dari pada biasanya untuk
mencegah dehidrasi. Gunakan cairan yang di anjurkan seperti
larutan oralit, makanan yang cair (sup, air tajin) dan kalau tidak
ada cairan tersebut. Pembuatan cairan tambahan sebagai
berikut
a). larutan Garam-Gula
Bahan terdiri dari 1 sendok teh gula pasir,seperempat sendok
teh garam dapur dan 1 gelas (200 ml) air matang. Setelah
diaduk rata pada sebuah gelas diperoleh larutan garam-gula
yang siap digunakan.

17

b). Larutan garam Tajin


Bahan terdiri dari 6 (enam) sendok makan munjung (100
gram) tepung beras, 1 (satu) sendok teh (5 gram) garam
dapur, 2 (dua) liter air. Setelah dimasak hingga mendidih
akan diperoleh larutan garam-tajin yang siap digunakan.
b. Jika anak menyusui ASI, harus tetap diberikan.
c. Jika anak mendapatkan/diberikan ASI eksklusif, berikan cairan
rehidrasi oral (CRO) atau air minum tambahan pada ASI.
Setelah diare berhenti, ASI ekslusif dapat diberikan.
d. Jika sudah melewati masa ASI akslusif, maka dapat diberikan:
(1) Caiaran rehidrasi oral
(2) Makanan yang banyak mengandung air (sup,bubur)
(3) Air matang.
2. Anak tetap diberikan makanan
Kebiasaan penderita diare dipuasakan dapat memperburuk
keadaan penderita. Oleh karena itu, pemberian makanan pada
penderita daire harus tetap dilakukan. Jika anak masih menyusu
maka selama anak menderita diare menunjukkan bahwa 80%
makanan masih dapat diserap oleh dinding usus. Karena itu,
pemberian makanan harus tetap dilakukan walaupun ini berarti
memperbanyak feses anak. Selain dapat mempertahankan tingkat
gizi anak dapat sembuh lebih cepat. (Hiswani, 2003).

18

3. Bawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik


sebagai berikut
a. Diare berlangsung lebih dari 2 hari
b. Beberapa kali mengeluarkan tinja cair dalam 1 jam.
c. Tinja yang keluar berwarna kemerahan, artinya bercampur
darah.
d. Sering muntah-muntah.
e. Tubuh anak demam hingga lebih dari 39 derajat Celcius.
f. Anak haus tapi menolak ketika diminta minum cairan atau air.
g. Kedua mata cekung ke arah dalam.
h. Tubuh sangat lemas, bahkan sampai tidak memiliki tenaga.
i. Sering mengantuk atau tidak merespons Anda.

E. KERANGKA TEORI

Penanganan Awal Diare:

Pengetahuan

Memberikan cairan tambahan

Dan Sikap

Anak tetap diberikan makanan

dalam

Membawa anak ke petugas

penanganan awal diare

kesehatan

19

Karakteristik Ibu:
Usia
Pendidikan
Pekerjaan
Sumber informasi

Gambar 2.1 Kerangka Teori

F. Hipotesis
1. Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan penanganan awal diare
2. Ada hubungan anatar sikap ibu dengan penanganan awal diare

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Konsep adalah abstrak yang terbentuk oleh generalisasi dan hal-hal
khusus. Oleh karena konsep itu merupakan abstrak, maka konsep tidak bisa
langsung diamati atau diukur. Konsep hanya dapat diamati untuk diukur

20

melalui konstruksi atau yang lebih dikenal dengan nama variabel


(Notoatmodjo, 2010).
Variabel Independen

Variabel Dependen

Pengetahuan
Penanganan awal
diare

Sikap

B. Hipotesis Statistik
1. Hipotesis Alternatif (Ha)
Merupakan hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara
variabel satu dengan variabel yang lain atau hipotesis yang menyatakan
ada perbedaan suatu kejadian antara kedua kelompok (Riyanto, 2011).
ada hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu dengan penanganan
awal diare pada balita
2. Hipotesis Nol (H0)
Merupakan hipotesis yang menyatakan tidak ada hubungan antara
variabel satu dengan variabel yang lain atau hipotesis yang menyatakan
tidak ada perbedaan suatu kejadian antara kedua kelompok. (Riyanto,
2011). tidak ada hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu dengan
penanganan awal diare pada balita.
C. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Deskriptif Analitik yaitu metode penelitian
yang dilakukan dengan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau

21

deskripsi tentang suatu keadaan secara obyektif serta mencoba menggali


bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi (Notoatmodjo, 2002).
D. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Puskesmas Sei Lekop Kecamatan
Sagulung Kota Batam
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2014 hingga bulan
November 2014
E. Subjek Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita yang
berobat ke Puskesmas Sei Lekop yang berjumlah 102 orang dengan
kriteria sebagai berikut:
a. Kriteria inklusi sebagai berikut :
1) Ibu yang memiliki balita umur 1-5 tahun
2) Ibu yang bersedia menjadi responden
b. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:
1) Tidak dapat berkomunikasi dengan baik
2. Sampel
Sampel yang didapat dengan menggunakan rumus :
n=

N
1+ N ( d 2 )

n=

102
1+102 ( 0,12 )

22

102
2,03

n=

n = 50,7 (51 responden)

Keterangan :
n = Besar sampel yang akan diteliti
N = Besar populasi penelitian yaitu 102
d = Penyimpangan terhadap populasi atau derajat ketepatan yang di
inginkan, pada penelitian ini besar nilai d = 0,1= 10%.
1= Konstan

3. Teknik Sampling
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik
Systematic Random Sampling teknik ini merupakan modifikasi dari sampel
random sampling. Caranya adalah membagi jumlah atau anggota populasi
dengan perkiraan jumlah sampel yang diinginkan. Sampel di ambil dengan
membuat daftar elemen atau anggota populasi secara acak antara 1 sampai
dengan banyaknya anggota populasi. Kemudian membagi jumlah sampel
yang diinginkan, hasilnya sebagai interval adalah X, maka yang terkena
sampel adalah setiap keliapatan dari tersebut (Notoatmodjo, 2010).
N
I= n
=

102
51

=2

23

Keterangan :
N = jumlah populasi
n = sampel
I = intervalnya
Maka anggota populasi yang terkena sampel adalah setiap elemen
(nama orang) yang mempunyai kelipatan 2, misalnya 2, 4, 6, 8, 10, 12
hingga seterusnya sampai mencapai jumlah 102 anggota sampel.
(Notoatmodjo, 2010)
4. Desain Penelitian
Dalam penelitian cross sectional atau potong silang, variabel sebab
atau resiko dan akibat atau kasus yang terjadi pada objek penelitian di ukur
atau dikumpulkan secara simultan dalam waktu yang bersamaan.
5. Definisi Operasional
Variabel

Definisi

Alat ukur

Pengetahua

operasional
Kemampuan

seseorang

untuk

dengan

mengungkapk

memberikan

>80%

an kembali

pertanyaan

2).Kurang,a

apa yang

berbentuk

pabila

diketahuinya

check list

jawaban

Kuesioner

24

Cara ukur
Menggunaka

Hasil ukur

Skala

1).Baik,apab

ukur
Ordinal

kuesioner ila jawaban


cara yang

benar

dalam bentuk

yang

benar

bukti jawaban

antara <80%

lisan atau

(Endah

tulisan tentang

Purbasari,

penanganan

2006)

awal diare

(Notoatmodjo,
Sikap

2003)
Kecendrungan

Kuesioner

Menggunaka

1).Menerima Ordinal

bertindak dari

kuesioner ,apabila

individu,

dengan

berupa respon

memberikan

>80%

tertutup

pertanyaan

2).tidak

terhadap

berbentuk

menerima,ap

stimulus atau

check list

abila

cara jawaban

objek tertentu

jawaban<80

terhadap

penanganan

(Endah

awal diare

Purbasari,

(Sunaryo.2002

2006)

Penanganan

)
Tindakan ibu

awal diare

dalam

menangani

dengan

Kuesioner

25

Menggunaka

1.baik,

kuesioner apabila
cara langsung

ordinal
ibu

gejala awal

memberikan

melakukan

diare

pertanyaan

penanganan

berbentuk

awal diare

check list

2.tidak baik,
apabila
lambat
melakukan
penanganan
awal diare

6. Variabel Penelitian
1. Variabel penelitian terdiri dari:
a. Variabel bebas (independen)
Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah hubungan
pengetahuan dan sikap
b. Variabel terikat (dependen)
Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah penanganan awal
diare pada balita di kecamatan sei lekop
7. Analisis Data
Analisis data adalah data yang telah terkumpul dianalisis dengan
menggunakan program SPSS. Analisis data meliputi:
1. Analisis univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan

atau

menghubungkan karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo,


2010).
2. Analisis bivariat
Suatu teknik analisis yang dilakukan untuk mengetahui tingkat
pengetahuan, sikap, dan perilaku dalam penanganan awal diare pada
balita serta dilakukan dengan menggunakan uji chi square yang

26

berguna untuk mengetahui hubungan antara dua buah variabel dan


mengukur kuatnya hubungan antara variabel yang satu dengan yang
lain (Lapau,2012).

A. Jadwal Penelitian

27

Bulan
N
o
1
2

7.

9.

1.

11
.

12
.

Kegiatan

Jul
i

Agustus

September

Oktober

Novembe

r
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1

Acc Judul
Penulisan
Proposal
Bab I & II
Revisi
penulisan
Bab I & II
Survei
Pendahulua
n
Penulisan
Proposal
Bab III
Revisi
penulisan
BAB I,II,III
Seminar
Proposal
Penelitian
Pengolahan
dan Analisa
Data
Penulisan
Bab IV dan
Bab V
Finishing
dan Revisi
Laporan
Tugas
Akhir
Sidang

28

Anda mungkin juga menyukai