Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Popok dan bayi merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Popok bisa
membuat bayi tenang juga justru menjadi sumber kerewelan bayi. Dan semua itu
begantung dari seberapa jeli orangtua mendeteksi kehadiran ruam popok. Diantra
sejumlah gangguan kulit pada bayi ruam popok adalah yang paing sering terjadi
pada bayi dan balita.(Surinah 2010)
Ruam popok menjadi 3 penyakit kulit paling sering dijumpai pada bayi dan
balita di dunia. Hal ini diakibatkan oleh tren dimana penggunaan popok sangat
sering digunakan. Penggunaan popok sekali pakai yang tidak tembus air,
membuat kulit panas menjadi dasar pemicu ruam popok (WHO, 2019)
Gangguan kulit ini biasanya menyerang bagian tubuh bayi yang tertutup
popok. Daerah yang terserang biasanya area genetalia, area sekitar anus, lipatan
paha, dan pantat (Wahyuni, 2013).Setidaknya 50% bayi yang menggunakan
popok mengalami hal ini. Mulai terjadi pada usia beberapa minggu hingga 18
bulan (terbanyak terjadi di usia bayi 6-9 bulan) (Rahmat hidayat, 2011).Ruam
popok jika dibiarkan dan tidak dilakukan perawatan dengan tepat maka area ruam
akan semakin meluas sehingga bisa mengganggu kenyamanan dan pertumbuhan.
Bekas ruam pada saat kecil dapat membekas sampai dia dewasa dan hal ini akan
menimbulkan rasa malu karena bekas ruam (Susanti, 2020).
Dampak yang timbul akibat diaper rash yaitu timbulnya bintik-bintik merah,
kemerahan, lecet, iritasi kulit, rasa tidak nyaman yang menyebabkan bayi akan
menjadi rewel, sering menangis, sensitif, berakibat pada pola tidurnya yang
kurang efektif sehingga membuat hormon pertumbuhan dan perkembangannya
terganggu. Pada pola tidur yang tidak efektif metabolisme otak berada pada
tingkat paling tinggi sehingga berpengaruh pada restorasi atau pemulihan emosi
dan kognitif anak (Setianingsih & Hasanah, 2017). Apabila diaper rash tidak
segera ditangani atau diobati maka akan menyebabkan ulkus punch-out atau erosi
dengan tepi meninggi (Jacquet erosive diaper dermatitis), papul dan nodul

1
2

pseudoverocous dan plak dan nodul violaeous (granuloma gleteale infantum).


Jacquet erosive diaper dermatitis merupakan bentuk diaper dermatitis dengan
gambaran klinis ulserasi parah atau erosi dengan tepi meninggi (Irfanti, 2020).
Pengobatan ruam popok ada dua cara antara lain secara farmakologis dan non
farmakologis. Secara farmakologi obat yang digunakan adalah hidrokortison.
Steroid Topikal dengan cara mengoleskan pada kulit yang bekerja mengurangi
peradangan pada kulit yang ruam (Susanti, 2020). Kortikosteroid topikal potensi
rendah seperti hidrokortison asetat secara umum aman untuk anak-anak,
direkomendasikan untuk diaper dermatitis sedang sampai parah (Irfanti, 2020).
Sedangkan pemberian terapi non farmakologis salah satunya yaitu dengan
menggunakan bahan olahan yang alami. Salah satu bahan olahan alami yang dapat
dipertimbangkan sebagai terapi topikal alternatif yang dapat digunakan untuk
perawatan kulit pada bayi yang mengalami ruam popok yaitu coconut oil atau
minyak kelapa (Meliyana, 2017).
VCO atau minyak kelapa adalah minyak murni yang dibuat tanpa pemanasan
menggunakan daging buah kelapa segar. VCO mempunyai kandungan asam laurat
yang sangat tinggi (45-55%). VCO memiliki kemampuan sebagai antibakteri dan
sebagai pencegah pro-antioksidan yang dapat memediasi kematian sel (Illam et
al., 2017)
VCO terbukti mampu menangani masalah ruam popok pada bayi dan anak
dengan risiko minimal karena jauh lebih cepat diserap oleh tubuh dibandingkan
salep ataupun bedak (Firmansyah et al., 2019). Selain itu VCO yang merupakan
ekstra dari buah kelapa tergolong murah dan mudah ditemukan di Indonesia,
bahkan dengan petunjuk yang benar, masyarakat mampu membuat VCO secara
mandiri dirumah (Vala & Kapadiya, 2014).
VCO mengandung pelembab alamiah yang mampu mempertahankan
kelenturan serta kekenyalan kulit. Asam laurat dan asam kaprat yang terkandung
di dalam VCO mampu membunuh virus (Meliyana & Hikmalia, 2018). VCO
mengandung vitamin E yang berguna dalam menutrisi kulit dan penyembuhan
kulit yang pecah (Rusana, 2016). Cahyati et al. (2015) menambahkan bahwa VCO
mengandung asam lemak rantai sedang yang bersifat antimikrobial. VCO
memberikan kelembaban, mengembalikan elastisitas kulit dan melindungi kulit
3

dari kerusakan sel. Hal inilah yang menyebabkan VCO aman digunakan. Susanti
(2020) menyebutkan hal serupa bahwa asam lemak bebas pada VCO dapat
menciptakan lingkungan asam di atas kulit sehingga mampu menghalau bakteri-
bakteri penyebab penyakit pada kulit.
Minyak kelapa (virgin coconut oil) juga merupakan minyak tradisional yang
dapat digunakan dalam perawatan ruam popok. Dalam penelitian Firmansyah
(2019) didapatkan bahwa ada pengaruh pemberian virgin coconut oil terhadap
ruam popok pada bayi. Sebelum pemberian virgin coconut oil ruam popok
pada bayi paling banyak pada derajat sedang yaitu 9 responden (60.0%)
sedangkan sesudah pemberian virgin coconut oil ruam popok pada bayi
paling banyak pada derajat ringan yaitu 8 responden (53.3%).
Berdasarkan data di atas ruam popok merupakan penyakit kulit yang paling
sering dijumpai pada bayi dan balita. Untuk mengatasinya, kebanyakan ibu lebih
memilih untuk mengatasinya dengan cara non-farmakologi karena kekhawatiran
akan efek samping jika menggunakan terapi farmakologis dan pemakaiannya yang
lebih mudah. Maka dari itu penulis tertarik untuk mengambil judul “Penerapan
pemberian minyak kelapa atau Virgin Coconut Oil terhadap ruam popok pada
bayi.”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut,maka penulis akan memberikan asuhan
kebidanan yaitu bagaimana efektivitas pemberian minyak kelapa atau Virgin
Coconut Oil (VCO) untuk menangani ruam popok pada bayi usia 6-12 bulan di
PMB Yulinawati Amd.Keb tahun 2024

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Memberikan Asuhan Kebidanan dengan menerapkan pemberian minyak
kelapa atau Virgin Coconut Oil (VCO) untuk menangani ruam popok pada
bayi usia 6-12 bulan di PMB Yuliyanti Amd,Keb Lampung Selatan tahun
2024.
4

2. Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian pada bayi yang mengalami ruam popok di PMB
Yulinawati Amd.Keb
2. Melakukan interpretasi data pada bayi dengan masalah ruam popok
3. Merumuskan masalah potensial berdasarkan masalah yang sudah
diidentifikasi terhadap bayi dengan ruam popok
4. Menetapkan kebutuhan terhadap masalah potensial atau tindakan segera
pada bayi dengan ruam popok
5. Merencanakan asuhan kebidanan pada bayi untuk menangani ruam popok
dengan pemberian Virgin Coconut Oil (VCO)
6. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah di buat
untuk menangani ruam popok
7. Melakukan evaluasi hasil dan tindakan yang telah dilakukan pada bayi
untuk menangani ruam popok
8. Melakukan pendokumentasian dengan SOAP

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan di bidang ilmu
kebidanan dengan menerapkan teori yang telah di dapat dalam situasi yang
nyata untuk menangani ruam popok pada bayi dan menambah referensi di
perpustakaan.
2. Manfaat Aplikatif
a. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai referensi yang bias digunakan untuk penelitian-penelitian
selanjutnya yang berhubungan dengan asuhan kebidanan pada bayi yang
mengalami ruam popok dengan Virgin Coconut Oil (VCO)
b. Bagi Lahan Praktik
Sebagai masukan agar meningkatkan mutu pelayanan kebidanan untuk
menambah wawasan sekaligus meningkatkan skill atau penerapan dalam
menangani kasus ruam popok pada bayi.
c. Bagi Penulis Lain
5

Diharapkan dapat menjadi bahan penambah wawasan dan dapat


menerapkan ilmu yang diperoleh serta dapat menjadi referensi dalam
memberikan asuhan kebidanan pada bayi sampai dengan balita

E. Ruang Lingkup
Jenis asuhan yang dilakukan pada studi kasus ini yaitu Asuhan Kebidanan
Neonatus, Bayi, balita dan Anak Pra Sekolah dengan 7 langkah varney. Sasaran
studi kasus ini merupakan bayi usia 6-12 bulan yang mengalami ruam
popok.Objek asuhan kebidanan yang dilakukan yaitu Penerapan pemberian
Virgin Coconut Oil (VCO) atau minyak kelapa terhadap Ruam Popok pada bayi
di PMB Yulinawati Amd.Keb Lampung Selatan. Waktu pelaksanaan studi kasus
adalah saat pelaksanaan Praktik Klinik Kebidanan III yaitu pada bulan Januari –
Maret 2024.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Kasus


1. Bayi
a. Pengertian bayi
Bayi merupakan anak yang berumur 0-59 bulan, pada masa itu ditandai
dengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dan disertai
dengan kualitas yang tinggi. Saat berusia bayi, bayi tergantung penuh kepada
orang tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan.
Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia.
Perkembangan pada masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan
perkembangan anak pada masa periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang diusia
ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang
kembali, karena itu serang golden age atau masa keemasan (Ariani, 2017).
Masa bayi merupakan masa keemasan sekaligus masa kritis perkembangan
seseorang. Dikatakan masa kritis karena pada masa ini bayi sangat peka terhadap
lingkungan dan dikatakan masa keemasan karena masa bayi berlangsung sangat
singkat dan tidak dapat diulang kembali. Masa bayi adalah masa keemasan
sekaligus masa kritis perkembangan seseorang. Dikatakan masa kritis karena pada
masa ini bayi sangat peka terhadap lingkungan dan dikatakan masa keemasan
karena masa bayi berlangsung sangat singkat dan tidak dapat diulang kembali.
Yang disebut bayi biasa nya usia 0-24 bulan atau ada yang menyebutkan juga 0-
12 bulan.Setiap bayi mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan dalam
masa hidupnya. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang
berkesinambungan, bersifat kontinyu dan pertumbuhan merupakan bagian dari
proses perkembangan (Departemen Kesehatan, 2010).
a. Kebutuhan Fisik pada Neonatus dan Bayi
Kebutuhan fisik pada bayi baru lahir diantaranya sebagai berikut (Noordiati,
2018:30).

7
7

1) Kebutuhan Nutrisi
a) Neonatus 0-28 Hari
Kebutuhan nutrisi bayi baru lahir dapat dipenuhi melalui air susu ibu (ASI)
yang mengandung komponen seimbang. Pemberian ASI eksklusif berlangsung
hingga enam bulan tanpa adanya makanan pendamping lain, sebab
kebutuhannya sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan bayi. Selain itu sistem
pencernaan bayi usia 0-6 bulan belum mampu mencerna makanan padat.
b) Bayi 29 hari – 1 tahun
Nutrisi yang harus didapatkan balita harus berkaitan dengan vitamin, protein,
karbohidrat, mineral, lemak sehingga nutrisi yang dikonsumsi balita dapat
memenuhi gizi seimbang bagi balita.
2) Kebutuhan Cairan
a. Neonatus 0-28 hari Air merupakan nutrien yang berfungsi menjadi medium
untuk nutrien yang lainnya. Air merupakan kebutuhan nutrisi yang sangat
penting mengingat kebutuhan air pada bayi relatif tinggi 75-80% dari berat
badan dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 55- 60%. Bayi baru
lahir menuhi kebutuhan cairannya melalui ASI. Segala kebutuhan nutrisi dan
cairan didapat dari ASI.
b. Bayi 29 hari – 1 tahun Seorang bayi dapat memenuhi kebutuhan
cairannyadidapat dari ASI dan MPASI. ASI adalah makanan yang dapat
memenuhi kebutuhan bagi bayi. Bayi usia 3 hari dengan kebutuhan air total
selama 24 jam 20 sebanyak 250-800 ml. Kebutuhan cairan bayi berumur 3
bulan dengan berat badan 5,4 kg harus memenuhi air total sebanyak 750-850
ml setiap harinya. Pada usia 9 bulan kebutuhan cairan meningkat hingga
1.100-1.250 ml perhari.

3) Kebutuhan Personal Hygiene


a. Neonatus 0-28 hari Dalam menjaga kebersihan bayi baru lahir sebenarnya
tidak perlu dengan langsung dimandikan, karena sebaiknya bagi bayi bayi
lahir dianjurkan untuk memandikan bayi setelah 6 jam bayi dilahirkan. Hal
ini dilakukan agar bayi tidak hipotermi. Setelah 6 jam kelahiran bayi di
mandikan agar terlihat lebih bersih dan segar. Sebanyak 2 kali dalam
sehari bayi dimandikan dengan air hangat dan ruangan yang hangat agar
8

suhu tubuh bayi tidak hilang dengan sendirinya. BAB hari 1-3 disebut
sebagai mekoneum yaitu feces berwarna kehitaman, hari 3-6 feces transisi
yaitu warna coklat sampai kehijauan karena masih bercampur mekoneum,
selanjutnya feses akan berwarna kekuningan. Segera bersihkan bayi setiap
selesai BAB agar tidak terjadi iritasi di daerah genetalia. Bayi baru lahir
akan berkemih paling lambat 12-24 jam pertama kelahirannya, BAK lebih
dari 8 kali sehari salah satu tanda bayi cukup nutrisi. Setiap habis BAK
segera ganti popok supaya tidak terjadi iritasi didaerah genetalia.
b. Bayi 29 hari – 1 tahun Bayi dimandikan dua kali sehari. Bayi yang telah
berusia 1 tahun tidak harus dimandikan dengan air hangat tapi dapat
dimandikan dengan air biasa karena ini dilakukan untuk melakukan
adaptasi dengan lingkungan sekitar.
4) Kebutuhan Pakaian
a. Neonatus 0-28 hari Seorang bayi yang berumur 0-28 hari memiliki
kebutuhan tersendiri seperti pakaian yang berupa popok, kain bedong, dan
baju bayi. Semua ini harus didapat oleh seorang bayi. Kebutuhan ini bisa
termasuk kebutuhan primer karena setiap orang harus mendapatkannya.
Perbedaan antara bayi yang masih berumur dibawah 28 hari adalah bayi
ini perlu banyak pakaian cadangan karena bayi perlu mengganti
pakaiannya tidak tergantung waktu.
b. Bayi 29 hari – 1 tahun Bayi usia 1 tahun berbeda kebutuhan dengan bayi
usia 1 bulan ke bawah. Bayi di bawah 1 tahun tidak perlu memakai bedong
karena saat bayi telah aktif bergerak dianjurkan untuk memperluas ruang
geraknya.
5) Kebutuhan Perumahan
secara keseluruhan bagi neonatus, bayi, balita dan anak prasekolah sama.
Suasana yang nyaman, aman, tentram dan rumah yang harus di dapat anak
dari orang tua juga termasuk kebutuhan terpenting bagi anak itu sendiri.
Kebersihan rumah juga tidak kalah penting, karena di rumah seorang anak
dapat berkembang sesuai keadaan rumah itu.
9

6) Kebutuhan Lingkungan
Baik Secara keseluruhan bagi neonatus, bayi, balita dan anak prasekolah sama.
Terhindar dari pencemaran udara seperti asap rokok, debu, sampah adalah
yang harus dijaga dan diperhatikan. Lingkungan yang baik akan membantu
sisi positif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, karena pada
lingkungan yang buruk terdapat zat-zat kimia yang dapat 22 menghambat
pertumbuhan dan perkembangan mulai dari neonatus, bayi, balita dan anak
prasekolah.
7) Kebutuhan Sanitasi
Pengertian sanitasi yang dikemukakan oleh Elher dan Stell adalah usaha-usaha
pengawasan yang ditujukan terhadap faktor-faktor lingkungan yang dapat
merupakan mata rantai penularan penyakit. Sedangkan pendapat lain sanitasi
merupakan usaha-usaha pengawasan yang ada dalam lingkungan fisik yang
memberikan pengaruh buruk terhadap kesehatan fisik, mental dan
kesejahteraan sosial (Kosnoprutanto, 1996).

2. Ruam Popok
a) Pengertian Ruam Popok
Diaper rash / ruam popok dikenal juga sebagai diaper dermatitis
(DD).Diaper dermatitis merupakan salah satu penyakit inflamasi kulit yang sering
menyerang neonatus,dengan angka kejadian tertinggi terjadi pada usia 9-12
bulan,namun tidak menutup kemungkinan terjadi pada usia bayi 4-15 bulan.DD
disebabkan karena perubahan PH yang dialami oleh kulit karena kelembapan
berlebih,mekanisme tubuh bayi,dan reaksi dari feses.Efek yang akan timbul pada
kulit adalah kerusakan pada kulit,Eritema (kemerahan pada kulit),hingga lesi yang
menyebabkan bayi merasa tidak nyaman karena nyeri (menjadikan bayi
mengalami gangguan dalam istirahat dan kenyamanan) (Mohamadi dkk.,2014)
Ruam popok merupakan inflamasi kulit yang umum pada area popok
untuk bayi dan balita. Hal ini disebabkan oleh terpaparnya urin dan feses pada
kulit yang lama (Sikic, Maver, Marcun, & Micetic‐ Turk, 2018)
b) Penyebab diaper rash / ruam popok
Diaper rash terjadi pada bagian tubuh yang tertutupi oleh popok sehingga
sering disebut ruam popok.Keadaan kulit menjadi lebih parah ketika terpapar oleh
10

bahan kimia (penggunaan losion kulit bayi yang tidak tepat,pemberian bedak pada
bagian kemaluan hingga anus,ataupun alergi terhadap detergen yang digunakan
sebagai bahan pembersih popok kain).Paparan urine , keringat , dan feses juga
menyebabkan kelembapan kulit bertambah sehingga terjadi perubahan pH (pH
normal kulit 4,5-5,5) kulit dan membuat bakteri mudah untuk berkembang
menyebabkan perlukaan / ruam (Medscape,2016; Bonifaz dkk.,2013)
Faktor penyebab diaper rash antara lain kebersihan kulit yang buruk,
perubahan cuaca yang jarang terjadi, bayi buang air kecil di tempat yang sangat
panas atau mengalami diare. Membersihkan dengan sabun justru memperburuk
ruam. Bayi dengan diaper rash menyebabkan iritasi dan nyeri pada kulit, sehingga
bayi sering menangis dan lebih mudah tersinggung. Diaper rash terjadi ketika
paparan lama pada kulit ke faktor-faktor dimana karakteristik area popok
termasuklembab berlebihan, friction, pH tinggi, dan aktivitas enzim yang
tinggi, berhubungan dengan fungsi epidermal. Etiologi dari diaper rash
mempunyai banyak faktor. Tiga tipe terbanyak diaper rash adalah chafing
dermatitis, irritant contact dermatitis, dan diaper candidiasis. Akan tetapi
diagnosa diferensial dari diaper rash beragam (Setianingsih, 2017).
Kulit bayi yang sensitif sangat mudah teriritasi oleh bakteri yang
terdapat pada popok bayi. Bakteri penyebab ruam ini muncul ketika bayi buang
air kecil dan buang air besar dalam popok dan dibiarkan terlalu lama
(Puspitasari et al., 2016). Terdapat banyak faktor yang berisiko terhadap
kejadian ruam popok. Visscher (2009) menyebutkan faktor-faktor tersebut
diantaranya adalah meningkatnya hidrasi kulit, kontak dengan iritan kulit (urin,
feses, enzim dalam feses, garam empedu), gesekan mekanik (kulit dengan kulit,
popok dengan kulit), pH kulit, status gizi dan diet (komposisi fekal), usia
kehamilan, penggunaan terapi antibiotik, adanya diare dan kondisi medis
Ada faktor risiko yang terkait dengan perkembangan dermatitis popok, seperti:
 Usia: kulit bayi baru lahir dan bayi lebih belum matang dan menunjukkan
peningkatan kerentanan.
 Pola makan: perubahan pola makan seiring pertumbuhan bayi berhubungan
dengan perubahan mikrobiota usus dan pH tinja. Menyusui telah terbukti
menjadi faktor protektif.
11

 Frekuensi penggantian popok: kontak berkepanjangan dengan bahan iritan


seperti urin dan feses meningkatkan risiko peradangan kulit. Bayi baru lahir
dan bayi muda yang popoknya lebih sering diganti cenderung tidak terlalu
terpengaruh dibandingkan bayi yang lebih tua.
( Anthonella B. Benitez Ojeda ; Magda D. Mendez .2023)
c) Etiologi diaper rash / ruam popok
1. Kebersihan kulit bayi dan pakaian bayi yang tidak terjaga , misalnya
jarang ganti popok setelah bayi atau anak kencing.
2. Udara atau suhu yang terlalu panas atau lembab
3. Akibat mencret
4. Reaksi kontak terhadap karet,plastic dan detergen,misalnya pampers
( Sudarti,M.Kes 2010)
Dermatitis popok adalah reaksi peradangan pada kulit di sekitar area
popok. Hal ini terjadi karena kombinasi beberapa faktor seperti peningkatan
kelembapan, kontak yang terlalu lama dengan urin atau feses, dan bahan iritan
lainnya seperti deterjen.
Penyebab paling umum kedua dari dermatitis popok adalah infeksi. Infeksi
jamur, terutama Candida albicans, merupakan penyebab infeksi yang paling
umum. Infeksi Candida dapat menjadi penyebab utama dermatitis popok dan juga
dapat menyebabkan infeksi yang disertai iritasi kronis. Mikosis lain yang dapat
dikaitkan dengan dermatitis popok termasuk dermatofitosis, eksaserbasi dermatitis
seboroik oleh Malassezia , dan kondisi pseudomikotik lainnya seperti eritrasma.
Infeksi bakteri mengikuti jamur sebagai penyebab paling umum kedua dari
dermatitis popok menular. Infeksi Staphylococcus aureus dapat terjadi pada bayi
baru lahir akibat kolonisasi dari tali pusat. Streptococcus pyogenes juga
dipandang sebagai agen etiologi yang menyebabkan kondisi ini.( Anthonella B.
Benitez Ojeda ; Magda D. Mendez 2023
12

d) Klasifikasi Diaper Rash Klasifikasi Diaper Rash menurut Meliyana &


Hikmalia (2017) dibagi menjadi tiga derajat yaitu:

Gambar 1 Klasifikasi Diaper Rash (Meliyana & Hikmalia, 2017).

1. Derajat I (Ringan)
a. Terjadi kemerahan samar-samar pada daerah diapers.
b. Terjadi kemerahan kecil pada daerah diapers.
c. Kulit mengalami sedikit kekeringan. d) Terjadi benjolan (papula) sedikit
.
2. Derajat II (Sedang)
a. Terjadi kemerahan samar-samar pada daerah diapers yang lebih besar.
b. Terjadi kemerahan kecil pada daerah diapers dengan luas yang kecil.
c. Terjadi kemerahan yang intens pada daerah sangat kecil.
d. Terjadi benjolan (papula) yang tersebar.
e. Kulit mengalami kekeringan skala sedang.

3. Derajat III (Berat)


a. Terjadi kemerahan pada daerah yang lebih besar.
b. Terjadi kemerahan yang intens pada daerah yang lebih besar.
c. Kulit mengalami pengelupasan.
d. Banyak terjadi benjolan (papula) dan tiap benjolan terdapat cairan
(pustula).
e. Kemungkinan terjadi edema (pembengkakan).
13

e) Patofisiologi Diaper Rash


Patofisiologi Diaper Rash Diaper rash adalah gambaran suatu dermatitis
kontak, iritasi atau sering dikenal dengan Dermatitis Diapers Iritan Primer (DPIP).
Infeksi sekunder akibat dari mikroorganisme seperti candida albicans sering
timbul setelah 72 jam terjadinya diaper rash. Candida albicans adalah
mikroorganisme tersering yang kita jumpai pada daerah diapers .
Penggunaan diapers berhubungan dengan peningkatan yang signifikan pada
hidrasi dan pH kulit. Pada keadaan hidrasi yang berlebihan, permeabilitas kulit
akan meningkat terhadap iritan, meningkatnya koefisien gesekan sehingga mudah
terjadi abrasi dan merupakan kondisi yang cocok untuk pertumbuhan
mikroorganisme sehingga mudah terjadi infeksi.
Pada pH yang lebih tinggi, enzim feses yang dihasilkan oleh bakteri pada
saluran cerna dapat mengiritasi kulit secara langsung dan dapat meningkatkan
kepekaan kulit terhadap bahan iritan lainnya, superhydration urease enzyme yang
terdapat pada stratum korneum melepas amoniak dari bakteri kutaneus. Urease
mempunyai efek iritasi yang ringan pada kulit yang tidak intak. Lipase dan
protoase pada feses, yang bercampur dengan urin akan menghasilkan lebih banyak
amoniak dan meningkatkan pH kulit.
Amoniak bukan merupakan bahan iritan yang turut berperan dalam
pathogenesis diaper rash. Pada observasi klinis menunjukkan bayi dengan diaper
rash tidak tercium aroma amoniak yang kuat. Feses bayi yang diberikan ASI
mempunyai pH yang rendah dan tidak rentan terkena diaper rash. Gesekan akibat
gerakan menyebabkan kulit terluka dan mudah terjadi iritasi sehingga terjadi
resiko inflamasi atau resiko infeksi, kemudian pada luka iritasi pada kulit dapat
memunculkan diagnosis keperawatan kerusakan integritas kulit, dari luka iritasi
menimbulkan rasa gatal dan panas pada bokong ataupun kemaluan hal ini
memunculkan masalah keperawatan gangguan rasa nyaman (Yuriati &
Noviandani, 2017).
Faktor predisposisi terpenting terjadinya ruam popok adalah peningkatan
kelembapan akibat penggunaan popok, yang menyebabkan peningkatan gesekan
dan maserasi, yang membuat kulit lebih rentan terhadap kerusakan dan penetrasi
mikroorganisme kulit dan iritan lainnya. perubahan pH kulit juga memainkan
14

peranan penting; Peningkatan pH di sekitar area popok akibat pemecahan urea


urin pada gilirannya dapat meningkatkan aktivitas enzim tinja yang selanjutnya
dapat merusak kulit. Kombinasi proses ini menghasilkan kolonisasi dan infeksi
dari organisme
seperti Staphylococcusaureus , Streptococcuspyogenes , dan Candida albicans.(
Anthonella B. Benitez Ojeda ; Magda D. Mendez .2023)
f) Pengobatan Ruam Popok
Pengobatan diaper rash atau ruam popok dapat dilakukan secara
farmakologi dan non farmakologi. Penatalaksanaan farmakologi dapat berupa
pemberian obat topikal hidrokortison, steroid topikal yang dioleskan di
permukaan kulit untuk mengurangi peradangan serta ruam. Namun penggunaan
secara terus menerus memiliki efek samping bagi tubuh. Oleh karena itu perlunya
alternatif lain salah satunya dengan melakukan terapi non farmakologi. Salah satu
penatalaksanaan non farmakologi adalah dengan memanfaatkan bahan alami yang
dapat dipertimbangkan sebagai terapi alternatif untuk perawatan kulit bayi yang
mengalami Diaper rash atau ruam popok salah satunya dengan pemberian VCO
(virgin coconut oil).( Fajar Agung Kurniawan, Dera Alfiyanti,2022)
Memberikan olesan minyak zaitun dapat merawat kulit sebagai usaha
untuk mencegah kulit yang rusak, dikarenakan kandungan yang ada pada minyak
zaitun berupa lemak asam, vitamin E yang bermanfaat untuk anti oksidan alami
dan membantu menjaga struktur sel dan membrane sel sebagai akibat kerusakan
karena radikal bebas. Vitamin E berfungsi sebagai pelindung dari kerusakan bagi
sel darah merah yang berperaan dalam pengangkutan oksigen untuk semua
jaringan tubuh.( Wanodya Hapsari, Fajaria Nur Aini,2019)
pada farmakologi obat yang digunakan hidrokortison, Steroid Topikal
dengan cara menoleskan pada kulit yang bekerja mengurangi peradangan pada
kulit yang ruam. Namun penggunaan obat farmakologi perlu berhati-hati karena
mempunyai efek samping oleh tubuh, apabila digunakan secara berlebihan dan
terus menerus, justru akan memperberat ruam popok. Namun jika ruam popok
disebabkan karena infeksi jamur ataupun disebabkan Karena infeksi bakteri, maka
sebaiknya menggunakan Antibiotika Topikal karena dapat mengobati ruam popok
yang terinfeksi bakteri.(Eni susanty,2020)
15

Aktif Bahan Kadar yang Fungsi dan Anjuran Efek Samping


Diperbolehkan/ Tersedia Pemakaian
Zinc oxide, lanolin 1-25%, Pelindung kulit (menurunkan Reaksi alergi
12,5-50% TEWL, hidrasi stratum korneum,
mencegah perburukan)
Petrolatum, white, 30-100% Pelindung kulit, anti-air Menurunkan absorpsi oksigen
petrolatum pada kulit, reaksi alergi
Dimethicone 1-30% Pelindung kulit Reaksi alergi
Kortikosteroid Potensi paling rendah, seperti Terapi jika tampak inflamasi Reaksi alergi, kulit kering dan
hidrokortison, deksametason, sedang-berat pecah-pecah, akne, gatal, rasa
glumekton, prednisolon, terbakar, perubahan warna kulit,
metilprednisolon atrofi, rebound skin reaction,
supresi adrenal
Klotrimazol, mikonazol 1% (klotrimazol), 2% (mikonazol Anti-fungal, penggunaan Reaksi alergi, rasa terbakar, kulit
nitrat, nistatin nitrat), 100.000 U/g (nistatin) bersamaan dengan kortikosteroid kering (nistatin), interaksi obat
tidak dianjurkan. Pemberian dapat jika masuk sirkulasi darah
dipertimbangkan jika ruam (mikonazol nitrat),
persisten
>3 hari
Antibiotik topikal 2% (mupirocin) Mupirocin paling banyak Reaksi alergi
digunakan sebagai tambahan jika
ruam semakin berat, jika terjadi
komplikasi dan tanda-tanda
infeksi bakteri sekunder.
Dipertimbangkan sebagai terapi
alternatif nistatin untuk eradikasi
kandida karena respons perbaikan
klinis yang lebih cepat.
Diaplikasikan 3-4x/hari.

(Oktatika Pratiwi Agustinus,Cintyadewi Wignjosoesastro, Daniela


Angeline,2017)

Tabel 1 Berbagai bahan aktif yang lazim digunakan pada dermatitis popok

3. Virgin Coconut Oil


a. Pengertian Virgin Coconut oil
Virgin Coconut oil adalah minyak kelapa murni yang hanya bisa
dibuat dengan bahan kelapa segar non-kopra, pengolahan nya pun tidak
menggunakan bahan kimia dan tidak menggunakan pemanasan yang
tinggi serta tidak dilakukan pemurnian lebih lanjut, karena minyak kelapa
murni sangat alami dan sangat stabil jika digunakan dalam beberapa tahun
kedepan. Coconut oil juga mengandung pelembab alamiah dan mengandung
asam lemak jenuh rantai sedang yang mudah masuk ke lapisan kulit dan
mempertahankan kelenturan serta kekenyalan kulit. Asam laurat dan asam
16

kaprat yang terkandung di dalam coconut oilmampu membunuh virus. Di


dalam tubuh, asam laurat diubah menjadi monokaprin senyawa ini termasuk
senyawa monogliserida yang bersifat sebagai antivirus, antibakteri,
antibiotik dan antiprotozo.
Pendapat lain menyatakan bahwa minyak kelapa atau VCO kaya
akan antibakteri, antipenuaan, antioksidan, penyembuhan luka, dan sifat
anti-inflamasi. VCO membantu mengobati luka pada kulit dan dermatitis
(Fitriya, Muhlis, & Thohari, 2020).

b. Kandungan Virgin Coconut Oil


Virgin Coconut Oil (VCO) adalah VCO (Virgin Coconut Oil)
murni dibuat dari buah kelapa yang diproses tanpa pemanasab dan tanpa
bahan kimia. Zat yang terkandung dalam VCO adalah 50% asam laurat, 7 %
asam kapriat kedua zat tersebut merupakan Medium Chain Fatty Acid (Asam
lemak rantai sedang/MCFA). Kandungan asam laurat di dalam MCT
(medium chain Triglyserides) berfungsi atau bermanfaat untuk anti bakteri,
anti virus, anti jamur dan anti protozoa.Sehinggadengan kandungan yang
ada didalamnya tersebut,maka VCO dapat mencegah dan mengobati berbagai
macam penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan
protozoa, faktor degenerative dan radikal bebas (Sutarmi, 2012).
Kandungan asam laurat yang terkandung dalam MCT,juga didapatkan
dama ASI (Air Susu Ibu). Jika asam laurat ini masuk ke dalam tubuh, maka
oleh tubuh asam laurat akan diubah menjadi monolaurin. Monolaurin dalam
tubuh (dalam darah) berfungsi juga untuk menjaga kekebalan tubuh, selain
itu monolaurin juga berfungsi untuk memperbaiki sel atau jaringan tubuh
maupun kulit yang rusak, seperti iritasi kuliat akibat ruam popok (Wong,
2014)
Virgin Coconut Oil memiliki kandungan Medium Chain Fatty Acids
(MCFA) yang merupakan asam lemak yang terdiri dari asam laurat, asam
oleat, asam kapriat, dan asam kaproat dan berfungsi sebagai antimikroba.
VCO yang digunakan secara topikal akan bereaksi dengan bakteri
kulit menjadi bentuk asam lemak bebas seperti yang terkandung dalam
17

sebum.Sebum terdiri dari asam lemak rantai sedang seperti yang ada pada
VCO sehingga melindungi kulit dari bahaya mikroorganisme patogen.
Asam lemak bebas membantu menciptakan lingkungan yang asam di atas
kulit sehingga mampu membunuh bakteri-bakteri penyebab
penyakit(Sebayang & Sembiring,2020).
VCO juga berfungsi sebagai antioksidan yang kaya akan vitamin
E polifenol yang berguna untuk mencegah infeksi kulit dan mengobati kulit
yang rusak akibat radikal bebas (Sumah, 2020)

c. Kegunaan Virgin Cooconut Oil


masyarakat pedesaan minyak kelapa juga digunakan sebagai minyak
pijat, kerik, dan untuk minyak cem-ceman (Sutarmi dan Rozaline, 2006).
Dalam bidang farmasi, minyak kelapa dewasa ini mulai meningkat
penggunaannya, terutama dengan semakin banyaknya produk minyak telon
yang salah satu komponennya adalah minyak kelapa, juga dengan
diketahuinya beberapa khasiat minyak kelapa terhadap kesehatan

d. Pemberian Virgin Coconut Oil (VCO) untuk ruam popok pada bayi
Pemberian Virgin Coconut Oil (VCO) untuk ruam popok pada bayi
Pengobatan ruam popok ada dua cara antara lain secara farmakologis dan non
farmakologis. Secara farmakologi obat yang digunakan adalah hidrokortison.
Steroid Topikal dengan cara mengoleskan pada kulit yang bekerja mengurangi
peradangan pada kulit yang ruam (Susanti, 2020). Sedangkan pemberian
terapi non farmakologis salah satunya yaitu dengan menggunakan bahan
olahan yang alami. Salah satu bahan olahan alami yang dapat dipertimbangkan
sebagai terapi topikal alternatif yang dapat digunakan untuk perawatan kulit
pada bayi yang mengalami ruam popok yaitu coconut oil atau minyak kelapa
(Meliyana, 2017).
Minyak kelapa adalah solusi yang aman untuk mencegah kekeringan dan
pengelupasan kulit, manfaat minyak kelapa pada kulit adalah sebanding
dengan minyak mineral, tidak memiliki efek samping yang merugikan pada
kulit. Hal ini minyak kelapa juga membantu dalam mengobati berbagai
masalah kulit termasuk psoriasis, dermatitis, eksim dan infeksi kulit lainnya.
18

(Meliyana. E dan Hikmalia. N, 2017)


Virgin coconut oil diberikan dengan frekuensi dua kali sehari setelah
mandi pada pagi dan sore hari selama 5 hari berturut-turut dalam waktu 20
menit. Hal ini dikarenakan memberikan VCO setelah mandi akan membuat
kulit menjadi segar karena VCO cepat membangun hambatan mikrobial
sehingga dapat meningkatkan atau mempertahankan toleransi jaringan.Selain
itu, pengolesan virgin coconut oil pada kulit membutuhkan waktu sekitar 20
menit untuk dapat diserap oleh pori-pori dan disalurkan oleh pembuluh darah
ke seluruh tubuh (Cahyati. D, Indriansari. A, Kusumaningrum. A, 2015).

B. Kewenangan Bidan Terhadap Kasus Tersebut


Dalam UU RI nomor 4 tahun 2019 tentang kebidanan pada Pasal 46
mengatakan bahwa dalam menyelenggarakan Praktik Kebidanan, Bidan bertugas
memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 ayat (1) yang
meliputi:
a. Pelayanan kesehatan ibu
b. Pelayanan kesehatan anak
c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
d. Pelaksanaan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang; dan/atau
e. Pelaksanaan tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu
Pada UU RI nomor 4 tahun 2019 Pasal 50, dalam menjalankan tugas memberikan
pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf b,
Bidan berwenang:
a. Memberikan Asuhan Kebidanan pada bayi baru lahir, bayi, balita, dan anak
prasekolah
b. Memberikan imunisasi sesuai program Pemerintah Pusat
c. Melakukan pemantauan tumbuh kembang pada bayi, balita dan anak
prasekolah serta deteksi dini kasus penyulit, gangguan tumbuh kembang, dan
rujukan
d. Memberikan pertolongan pertama kegawatdaruratan pada bayi baru lahir
dilanjutkan dengan rujukan.
19

C. Hasil Penelitian Terkait


Dalam penyusunan laporan tugas akhir ini, penulis sedikit banyak terinspirasi
dan mereferensi dari penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan latar
belakang masalah pada laporan tugas akhir ini. Berikut penelitian terdahulu yang
berhubungan dengan tugas akhir ini:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Eny Susanti dengan judul “ upaya
penyembuhan ruam popok (diaper rash) menggunakan VCO Virgin Coconut
Oil)” tahun 2020.
Hasil : Berdasarkan hasil observasi ruam popok pada bayi,sebagian besar
mengalami penurunan derajat ruam popok setelah diberi VCO.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Ernauli Meliyana dan Nia Hikmalia dengan
judul “Pengaruh pemberian virgin coconut oil terhadap kejadian ruam popok
pada bayi ” tahun 2017.
Hasil : Ada pengaruh pemberian Coconut oil terhadap kejadian ruam popok
pada bayi di Posyandu Flamboyan Wilayah Puskesmas Karangjaya Pedes
3. Penelitian yang dilakukan oleh Lisa Putri Utami Damanik ,Leli
marlina,Lusiatun,Magdalena Barus, Siska Suci Triana Ginting dengan judul
“efektivitas pemberian minyak zaitun dan minyak kelapa terhadap ruam popok
pada bayi” tahun 2019.
Hasil : Berdasarkan hasil analisis .terdapat perbedaan yang signifikan antara
penggunaan minyak kelapa dan minyak zaitun dalam mengurangi ruam popok
pada bayi. Minyak kelapa lebih efektif mengurangi ruam popok dibandingkan
minyak zaitun. Hal ini sesuai dengan penelitian Firmansyah (2019) dalam
hasil penelitianya menyatakan juga ada pengaruh pemberian virgin coconut oil
terhadap ruam popok pada bayi di Puskesmas Pampang
4. Penelitian yang dilakukan oleh Mustaqimah, Nurhayati, Elsa Roselina, Nining
Caswini, Meriyam Efendi, Endah Dessyria, Rusana dengan judul
“penggunaan virgin coconut oil (vco) efektif mencegah ruam popok pada bayi
baru lahir”
Hasil : Penelitian yang dilakukan oleh Rusana tentang pengaruh perawatan
kulit dengan menggunakan minyak murni menunjukkan balita kelompok
intervensi terjadi peningkatan 50% ke arah yang lebih baik.
20

D. Kerangka Teori

Penyebab Ruam Popok


1. Kebersihan Kulit
2. Kontak dengan urin dan feses terlalu lama
3. Udara atau Suhu
4. Diare
5. Mempunyai riwayat alergi

Ruam Popok

Pengobatan ruam popok

Non Farmakologi
Farmakologi 1. Minyak zaitun
1. Zinc oxide
2. Minyak
2. Lanoline
kelapa atau
3. Petrolatum
Virgin
4. Dimethicone
Coconut Oil
5. Kortikosteroid
(VCO)
(Hidrokortison
3. Aloe vera

Ruam Popok Berkurang

Gambar 2 Kerangka Teori ( Susanti 2020), (irfanti 2020), (Meliyana 2017)


21

BAB III
METODE STUDI KASUS

A. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan


Lokasi : Lokasi pelaksanaan kasus yang diambil di PMB
Yulinawati Amd,Keb serta dilakukan kunjungan rumah
Waktu pelaksanaan : waktu pelaksanan dimulai pada Januari - Maret 2024

B. Subyek Laporan Kasus


Subjek dalam studi kasus ini adalah bayi usia 6-12 bulan dengan masalah ruam
popok.dengan kriteria:
1. Bayi usia 6-12 bulan
2. Bayi mengalami ruam popok sedang
3. Ibu bersedia dan mengizinkan bayinya untuk diberi Virgin Coconut Oil
(VCO)

C. Instrumen Pengumpulan Data


Insutumen pengumpulan data adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan
data saat melakukan studi kasus alat pengumpulan data yang digunakan adalah
format pengkajian pada bayi
1. Data Subjektif (S)
Berisikan hasil pengumpulan data pasien mengenai identitas bayi dan orang
tua, riwayat kehamilan, asuhan neonatus, bayi dan balita, dan riwayat
persalinan sekarang.
2. Data Objektif (O)
Berisikan keadaan fisik bayi berupa pemeriksaan kepala, mata, hidung,
mulut dan dagu, telinga, leher, dada, perut, punggung, panggul dan bokong,
genetalia, tangan dan kaki
22

D. Teknik/Cara Pengumpulan Data


Dalam penyusunan kasus ini penulis menggunakan jenis data primer dan
data sekunder.
1. Data Primer
a) Wawancara
Pada awal kunjungan dilakukan wawancara untuk mendapatkan
data subjektif mengenai Bayi
b) Observasi
Pada setiap kunjungan dilakukan pemantauan keadaan
kesehatan dan ruam popok yang dialami.dilakukan 5 hari pada
pagi dan sore
c) Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi, yaitu dengan cara melihat kondisi ruam popok
yang dialami By. pada saat pemeriksaan.
2) Palpasi, yaitu dilakukan dengan cara melakukan
pemeriksaan daerah yang mengalami ruam popok sampai
kebagian lipatan kelipatan tubuh By.
3) Auskultasi, yaitu dengan cara mendengar rintihan/tangisan
By. saat ruam disentuh untuk mengetahui sakitnya
4) Observasi, yaitu pada By. dengan gangguan ruam popok
diperlukan observasi yaitu pemantauan dan seberapa
luasnya kulit bayi yang mengalami ruam popok
2. Data Sekunder
Sumber data sekunder ini adalah data yang di peroleh tidak secara
langsung dari objek kasus, data sekunder ini diperoleh dari catatan
bidan di PMB

E. Bahan dan Alat


Dalam melaksanakan studi kasus asuhan kebidanan pada balita dengan
masalah diare, penulis menggunakan bahan dan alat-alat sebagai berikut :
1. Bahan
a) Virgin Coconut Oil (VCO) siap digunakan dari kelapa murni
b) Handscoen
23

c) Kapas
2. Alat untuk pemeriksaan fisik,observasi dan pendokumentasian
a) Handuk
b) Tissue untuk mengeringkan tangan setelah cuci tangan
c) Popok bayi
d) Alat tulis ( buku dan Pulpen )
e) Format Pengkajian (SOAP)

F. Jadwal Kegiatan (Matriks Kegiatan)

Minggu ke
NO Kegiatan Jan Feb pMar Apr Mei
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 2 3 4 1 2 3 4
1 Penyusunan √ √ √
dan konsultasi
proposal LTA
2 Survey
lapangan
3 Seminar
proposal LTA
4 Pencarian
subjek LTA
5 Perencanaan
asuhan
6 Informed
consent
7 Pelaksanaan
asuhan
8 Kunjungan
ulang
9 Evaluasi hasil
asuhan
24

10 Penyusunan
dan konsultasi
LTA

Anda mungkin juga menyukai