Anda di halaman 1dari 61

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ruam popok sering disebut juga dengan diaper rash atau diaper

dermatitis. Menurut Wong (1993), ruam popok merupakan inflamasi akut

pada kulit yang disebabkan secara langsung atau tidak langsung oleh

pemakaian popok (Nursalam, 2005). Penyakit ini disebabkan oleh iritasi

terhadap kulit yang tertutup popok oleh karena cara pemakaian yang tidak

benar, seperti tidak segera mengganti popok setelah bayi buang air besar

dan menggunakan popok yang melebihi daya tampungnya sehingga kulit

menjadi lembab (Sugito dalam FKUI, 2002). Pengetahuan tentang ruam

popok pada bayi dan anak-anak di bawah usia lima tahun (balita) di

Indonesia teryata masih rendah. Padahal hal tersebut bisa menjadi ancaman

terhadap bayi. Dampak terburuk dari ruam popok, selain mengganggu

kesehatan kulit, juga dapat mengganggu perkembangan pertumbuhan bayi

dan balita (Kamil dan Putra, 2010).

Berdasarkan penelitian Philipp dkk, seperti yang dipublikasikan

dalam The ALSPAC Survey team British Journal of General Practice pada

bulan Agustus 1997, dikatakan semua anak akan menderita ruam popok

minimal satu kali selama masa kanak-kanaknya (Sunaryo, 2001). Lokanata

(FKUI, 2004) menyatakan pasien rawat jalan yang menderita kelainan ini

berjumlah sekitar 1 juta anak setiap tahunnya. Lebih dari 50% pasien adalah
2

bayi berusia 3-20 bulan, sedangkan insiden puncak kelainan ini adalah pada

usia 7-15 bulan. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Dusun

Krajan Desa Kembang Tlogosari Bondowoso dengan teknik wawancara

pada tanggal 10-12 Maret 2012 diketahui bahwa dari 10 ibu yang memiliki

bayi, diketahui 4 ibu menggunakan popok sekali pakai (disposable diapers)

dan 6 ibu menggunakan popok kain. Dari kesepuluh ibu tersebut, 8 ibu

diantaranya menyatakan bayinya pernah mengalami ruam popok dan 2 ibu

menyatakan bayinya tidak pernah mengalami ruam popok. Delapan ibu

yang bayinya mengalami ruam popok tidak dapat menjawab dengan baik

tentang penyebab, pencegahan dan penanganan ruam popok, sedangkan 2

ibu lainnya dapat menjawab penyebab atau pencegahannya.

Penggunaan popok sangat lazim sebagai upaya untuk menampung

urine (air seni) atau feses bayi (tinja) agar tidak menyebar saat buang air

kecil maupun buang air besar. Namun kulit bayi tidak siap untuk kontak

lama dengan urin dan feses yang disebabkan oleh pemakaian popok,

sehingga menimbulkan kondisi gangguan kulit yang disebut dengan ruam

popok (Sugito dalam FKUI, 2002). Penyebab ruam popok bersifat

multifaktor. Faktor tersebut antara lain faktor fisis, kimiawi, enzimatik dan

biologik (kuman dalam urin dan feses) (Lokanata dalam FKUI, 2004).

Kejadian ruam popok dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu

tentang ruam popok. Menurut Wawan dan Dewi (2010), pengetahuan

dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pendidikan, pekerjaan, umur,

lingkungan dan sosial budaya. Jika tidak diobati atau diabaikan maka dapat
3

terjadi: 1) disuria, yaitu rasa sakit yang timbul saat buang air kecil; 2)

retensio urine, yaitu tidak bisa buang air kecil. Hal ini biasanya terjadi

karena adanya rasa sakit, maka anak akan menahan keinginannya untuk

buang air kecil (Sunaryo, 2001).

Upaya untuk meningkatkan pengetahuan ibu dapat dilakukan melalui

pemberian pendidikan kesehatan tentang ruam popok. Pendidikan kesehatan

merupakan proses yang direncanakan dengan sadar untuk menciptakan

peluang bagi individu-individu untuk senantiasa belajar memperbaiki

kesadaran (literacy) serta meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya

(life skills) demi kepentingan kesehatannya (Nursalam dan Efendi, 2008).

Materi pendidikan kesehatan diantaranya menjaga kebersihan kulit dan

sawar kulit, mengurangi kelembaban dan iritasi pada kulit (Diana dalam

FKUI, 2006), memilih popok yang baik yaitu bila menggunakan popok

disposable, hendaknya memakai sesuai dengan daya tampungnya dan segera

mengganti bila tidak dapat lagi menampung urin, membiarkan bayi tidak

memakai popok selama paling sedikit 2-3 jam sehari, agar kulitnya tidak

panas dan lembab (Sugito dalam FKUI, 2002).

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara pengetahuan ibu yang memiliki bayi

usia 0-12 bulan tentang diaper rash (ruam popok) dengan kejadian diaper

rash di Dusun Krajan Desa Kembang Tlogosari Bondowoso?


4

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu yang memiliki bayi

usia 0-12 bulan tentang diaper rash (ruam popok) dengan kejadian diaper

rash di Dusun Krajan Desa Kembang Tlogosari Bondowoso.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi pengetahuan ibu yang memiliki bayi usia 0-12 bulan

tentang diaper rash (ruam popok) di Dusun Krajan Desa Kembang

Tlogosari Bondowoso.

2. Mengidentifikasi kejadian diaper rash pada bayi usia 0-12 bulan di

Dusun Krajan Desa Kembang Tlogosari Bondowoso.

3. Menganalisis hubungan antara pengetahuan ibu yang memiliki bayi

usia 0-12 bulan tentang diaper rash (ruam popok) dengan kejadian

diaper rash di Dusun Krajan Desa Kembang Tlogosari Bondowoso.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi responden

Memberikan tambahan wawasan atau informasi tentang diaper rash

(ruam popok).

1.4.2 Bagi instansi kesehatan

Sebagai masukan atau informasi dalam peningkatan pelayanan

kesehatan pada bayi dengan memberikan informasi pada ibu tentang

pencegahan dan perawatan bayi dengan diaper rash (ruam popok).


5

1.4.3 Bagi institusi pendidikan

Sebagai tambahan materi tentang gambaran pengetahuan ibu yang

memiliki bayi usia 0-12 bulan tentang diaper rash (ruam popok), sehingga

dapat menambah wawasan mahasiswa mengenai permasalahan perawatan

kulit bayi.

1.4.4 Bagi peneliti selanjutnya

Sebagai referensi dan data dasar untuk mengembangkan penelitian

lebih lanjut tentang gambaran pengetahuan ibu yang memiliki bayi usia 0-

12 bulan tentang diaper rash (ruam popok).


6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab 2 akan dijelaskan beberapa konsep dasar yang akan dikaji selama

penelitian, meliputi konsep pengetahuan, konsep diaper rash (ruam popok) dan

kerangka konseptual.

2.1 Konsep Pengetahuan

2.1.1 Pengertian pengetahuan

Kata “ilmu” merupakan terjemahan dari bahasa Inggris ”science”.

Kata-kata “science” berasal dari bahasa Latin “scientia” yang artinya

pengetahuan. Pada pertumbuhan selanjutnya pengertian ilmu (science) ini

mengalami perluasan arti, sehingga menunjukkan segenap pengetahuan

sistematik (systematic knowledge). Kata “ilmu” (science) ini diteruskan

dalam bahasa Jerman dengan istilah wissen chaft yang berlaku terhadap

kumpulan pengetahuan. Sedangkan ilmu pengetahuan secara umum adalah

hasil upaya manusia dalam mencari kebenaran tentang sesuatu melalui suatu

penelitian dan disebarluaskan untuk kesejahteraan umat manusia (Sobur,

2003).

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses

sensoris, khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku


7

terbuka (overt behaviour). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan

umumnya bersifat langgeng (Sunaryo, 2004).

Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia, yang

sekedar menjawab pertanyaan “what”, misalnya apa air, apa manusia, apa

alam, dan sebagainya. Sedangkan ilmu (science) bukan sekedar menjawab

“what”, melainkan akan menjawab pertanyan “why” dan “how”, misalnya

mengapa air mendidih bila dipanaskan, mengapa bumi berputar, mengapa

manusia bernafas dan sebagainya. Pengetahuan hanya dapat menjawab

pertanyaan apa sesuatu itu. Tetapi ilmu dapat menjawab mengapa dan

bagaimana sesuatu tersebut terjadi (Notoatmodjo, 2005).

Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa sebelum orang

mengadopsi perilaku baru terjadi melalui proses yang berurutan, yaitu:

1. Awareness (kesadaran) yakni orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui dahulu terhadap stimulus (objek).

2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus (objek).

3. Evaluasi (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya.

4. Trial yakni objek sudah mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai

dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

5. Adoption yakni subjek yang telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran dan sikap terhadap stimulus.

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui

proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap
8

yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting)

dibandingkan dengan yang tidak didasari pengetahuan.

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

1. Faktor internal.

a. Umur.

Nursalam dan Pariani (2001) menyatakan semakin cukup

umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih

matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan

masyarakat seseorang yang lebih dewasa dan lebih dipercaya dari

yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari

pengalaman dan kematangan jiwa.

b. Pendidikan.

Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya

hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan

kualitas hidup. Menurut YB Mantra, pendidikan dapat

mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan

pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta

dalam pembangunan. Pada umumnya makin tinggi pendidikan

seseorang makin mudah menerima informasi (Wawan dan Dewi,

2010).

c. Pengalaman.

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau suatu cara

untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan


9

dengan cara mengulang kembali pengalaman yang telah diperoleh

dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi di masa lalu

(Notoatmodjo, 2005).

d. Intelegensi.

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar dan

berpikir abstrak guna menyesuaikan diri secara mental dalam situasi

baru. Intelegensi bagi seseorang merupakan salah satu modal untuk

berpikir dan mengelola berbagai informasi secara terarah, sehingga

ia mampu menguasai lingkungan (Notoatmodjo, 2003).

2. Faktor eksternal.

a. Informasi.

Informasi memberikan pengaruh pada seseorang, meskipun

seseorang mempunyai pendidikan yang rendah, tetapi jika ia

mendapat informasi yang baik dari berbagai media, maka hal ini

akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang (Notoatmodjo,

2003).

b. Lingkungan.

Lingkungan adalah seluruh kondisi yang ada di sekitar

manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan

dan perilaku orang atau kelompok. Lingkungan adalah input ke

dalam diri seseorang sebagai sistem adaptif yang melibatkan baik

faktor internal maupun eksternal (Nursalam dan Pariani, 2001).


10

c. Sosial budaya.

Kebudayaan diartikan sebagai kesenian, adat istiadat atau

peradaban manusia. Hasil kebudayaan manusia akan mempengaruhi

perilaku manusia itu sendiri (Sunaryo, 2004).

d. Pekerjaan.

Menurut Nursalam dan Pariani (2001), bahwa bekerja

umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu dan dengan

bekerja ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap keluarga, dari

kondisi itu dapat dilihat jika seseorang tidak bekerja memungkinkan

kurangnya lingkup pergaulan.

2.1.3 Cara memperoleh pengetahuan

Selama ini ada 2 cara yang telah digunakan untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah (Notoatmodjo, 2005), yakni:

1. Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan (non ilmiah).

Cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain,

meliputi:

a. Cara coba salah (trial and error).

Cara yang paling tradisional yang pernah digunakan oleh

manusia dalam memperoleh pengetahuan adalah melalui cara coba-

coba atau dengan kata yang lebih dikenal dengan “trial and error”.

Cara ini dipakai orang sebelum adanya kebudayaan ataupun

peradaban. Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan

kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan


11

tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain sampai

masalah tersebut terpecahkan. Metode ini telah banyak jasanya,

terutama dalam meletakkan dasar-dasar menemukan teori-teori

dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. Hal ini merupakan cermin

dari upaya dalam memperoleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2005).

b. Cara kekuasaan atau otoritas.

Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali

kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang,

tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau

tidak. Kebiasaan ini diwariskan secara turun temurun dari generasi

ke generasi berikutnya. Sumber pengetahuan dapat berupa pemimpin

masyarakat, baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang

pemerintahan dan sebagainya. Jadi pengetahuan tersebut diperoleh

berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas

pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu

pengetahuan. Dari sejarah kita pelajari bahwa kekuasaan raja jaman

dahulu adalah mutlak, sehingga apapun yang keluar dari mulut raja

adalah kebenaran yang mutlak dan harus diterima oleh masyarakat

atau rakyat. Berdasarkan pendapat yang dikeluarkan oleh tokoh-

tokoh ilmu pengetahuan atau filsafat selalu digunakan sebagai

referensi dalam memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi.

Otoritas pengetahuan dipegang oleh pemimpin pemerintahan, tokoh

agama, maupun ahli ilmu pengetahuan pada prinsipnya mempunyai


12

mekanisme yang sama di dalam penemuan pengetahuan tanpa

menguji atau membuktikan kebenarannya dan orang yang menerima

pendapat tersebut mengakui kebenarannya (Notoatmodjo, 2005).

c. Berdasarkan pengalaman pribadi.

Ada pepatah mengatakan “pengalaman adalah guru yang

baik”. Pepatah itu mengandung arti bahwa pengalaman merupakan

sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara

untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh karena itu,

pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh

pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali

pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang

dihadapi pada masa lalu. Tetapi jika dengan cara ini gagal, maka

cara ini tidak akan digunakan lagi dan akan mencari cara yang lain

hingga berhasil memecahkan masalahnya (Notoatmodjo, 2005).

d. Melalui jalan pikiran.

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia,

cara berpikir manusia pun ikut berkembang, manusia telah mampu

menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya.

Dengan kata lain, manusia memperoleh pengetahuan yang benar

dengan menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun

deduksi. Induksi adalah proses pembuatan kesimpulan melalui

pernyataan-pernyataan khusus kepada yang umum. Sedangkan


13

deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan

umum kepada yang khusus (Notoatmodjo, 2005).

2. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan.

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada

dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut “metode

penelitian ilmiah”, atau lebih populer disebut metodologi penelitian

(research methodology). Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis

Bacon. Ia adalah tokoh yang mengembangkan metode berpikir induktif.

Awalnya ia mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala-gejala

alam atau masyarakat, kemudian diklasifikasikan dan diambil

kesimpulan umum. Kemudian metode ini dikembangkan oleh Deobold

van Dallen. Ia mengatakan bahwa dalam memperoleh kesimpulan

dilakukan dengan mengadakan observasi langsung dan membuat

pencatatan-pencatatan terhadap semua fakta sehubungan objek yang

diamati. Pencatatan ini meliputi tiga hal pokok, yaitu:

a. Segala sesuatu yang positif, yakni gejala tertentu yang muncul pada

saat dilakukan pengamatan.

b. Segala sesuatu yang negatif yakni gejala tertentu yang tidak muncul

pada saat dilakukan pengamatan.

c. Gejala-gejala yang muncul secara bervariasi, yaitu gejala-gejala

yang berubah-ubah pada kondisi-kondisi tertentu.

Berdasarkan hasil pencatatan-pencatatan ini kemudian ditetapkan

ciri-ciri atau unsur-unsur yang pasti ada pada suatu gejala. Selanjutnya
14

dijadikan dasar pengambilan kesimpulan dan generalisasi. Cara ini

dijadikan sebagai dasar dan metode penelitian dan pada dewasa ini kita

kenal dengan metode penelitian ilmiah (scientific research method),

yaitu hasil penggabungan proses berpikir deduktif-induktif verifikatif

(Notoatmodjo, 2005).

2.1.4 Sumber pengetahuan

Manusia dengan menggunakan kekuatan akalnya, memiliki berbagai

cara lain untuk memperoleh pengetahuan, bukan saja mengandalkan panca

inderanya. Sumber pengetahuan tersebut diantaranya menurut Martono

(2010) adalah:

1. Otoritas.

Sumber pengetahuan seringkali muncul dari seseorang yang

mempunyai otoritas. Seseorang tersebut seperti orang tua, guru, ulama,

dan sebagainya. Mereka menjadi sumber pengetahuan karena memiliki

otoritas atas pengetahuan yang dimilikinya.

2. Tradisi.

Tradisi merupakan sumber pengetahuan yang diperoleh secara

turun temurun. Pengetahuan ini bersumber dari nenek moyang atau

leluhur kita. Dalam masyarakat tertentu, tradisi masih diposisikan

sebagai sumber pengetahuan, bahkan menjadi sumber kebenaran yang

utama. Apa yang dilakukan leluhur merupakan sumber kebenaran

mutlak yang tidak boleh dilanggar. Apabila dilanggar, maka hal tersebut
15

diyakini akan membawa malapetaka atau sial bagi orang atau

masyarakat yang melanggarnya.

3. Akal sehat.

Akal sehat menjadi sumber pengetahuan yang didasarkan pada

pengetahuan subjektif individu. Akal sehat merupakan sumber

pengetahuan yang cukup dominan dalam diri manusia. Dengan otaknya,

manusia mampu menggunakan akal sehatnya untuk memperoleh suatu

pengetahuan baru.

4. Mitos media.

Media (massa) sering memberikan sebuah sugesti bagi

audience-nya. Berbagai informasi yang disampaikan melalui media,

seringkali dianggap sebagai sebuah kebenaran. Bahkan kadangkala

informasi yang disampaikan tersebut hanyalah mitos belaka.

5. Pengalaman pribadi.

Pengalaman hidup manusia dapat menjadi sumber pengetahuan

baru. Tempat atau daerah tertentu yang kita kunjungi merupakan sumber

pengetahuan yang mudah diperoleh. Anak kecil yang secara tidak

sengaja menyentuh air mendidih, kemudian ia mengaduh kesakitan.

Dalam pikirannya, ia memperoleh pengetahuan baru bahwa ”air

mendidih itu terasa panas”.

Menurut Martono (2010), selain sumber pengetahuan tersebut, akal

manusia selalu berkembang. Manusia semakin membutuhkan sebuah

sumber pengetahuan yang kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan,


16

bukan didasarkan pada kebenaran subjektif atau bahkan didasarkan pada

pengetahuan yang sifatnya turun temurun. Untuk itu, manusia selalu

berusaha mengembangkan suatu cara yang mampu menjadi sumber

pengetahuan. Cara memperoleh pengetahuan tersebut kemudian dinamakan

sebagai proses penelitian (research).

2.1.5 Tingkat pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan seseorang terhadap

objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis

besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yakni:

1. Tahu (know).

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang

telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya: tahu bahwa

buah tomat banyak mengandung vitamin C, jamban adalah tempat

membuang air besar, penyakit demam berdarah ditularkan oleh gigitan

nyamuk Aedes aegypti, dan sebaginya. Untuk mengetahui atau

mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-

pertanyaan misalnya: apa tanda-tanda anak yang kurang gizi, apa

penyebab penyakit TBC, bagaimana cara melakukan PSN

(pemberantasan sarang nyamuk), dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

2. Memahami (comprehension).

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek

tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus

dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui


17

tersebut. Misalnya orang yang memahami cara pemberantasan penyakit

demam berdarah, bukan hanya sekedar menyebutkan 3 M (mengubur,

menutup, dan menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus

menutup, menguras, dan sebagainya, tempat-tempat penampungan air

tersebut (Notoatmodjo, 2010).

3. Aplikasi (application).

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek

yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang

diketahui tersebut pada situasi yang lain. Misalnya seseorang yang telah

paham tentang proses perencanaan, ia harus dapat membuat perencanaan

program kesehatan di tempat dimana ia bekerja atau dimana saja, orang

yang telah paham metodologi penelitian, ia akan mudah membuat

proposal penelitian dimana saja, dan seterusnya (Notoatmodjo, 2010).

4. Analisis (analysis).

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan

atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-

komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang

diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada

tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan

atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan)

terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya, dapat membedakan

antara nyamuk Aedes aegypti dengan nyamuk biasa, dapat membuat


18

diagram (flow chart) siklus hidup cacing kremi, dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2010).

5. Sintesis (synthesis).

Sintesis menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk

merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari

komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain

sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya dapat membuat atau

meringkas dengan kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang

telah dibaca atau didengar, dan dapat membuat kesimpulan tentang

artikel yang telah dibaca (Notoatmodjo, 2010).

6. Evaluasi (evaluation).

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.

Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang

ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Misalnya seorang ibu dapat menilai atau menentukan seseorang anak

menderita malnutrisi atau tidak, seseorang dapat menilai manfaat ikut

keluarga berencana bagi keluarga dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

2.1.6 Pengukuran pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari objek

penelitian atau responden. Data yang bersifat kualitatif digambarkan dengan


19

kata-kata, sedangkan data yang bersifat kuantitatif berwujud angka-angka,

dapat diproses dengan cara dijumlahkan dibandingkan dengan jumlah yang

diharapkan dan diperoleh prosentasi. Setelah diprosentasikan, lalu

ditafsirkan ke dalam kalimat yang bersifat kualitatif.

Menurut Nursalam (2008), skor yang sering digunakan untuk

mempermudah dalam mengkategorikan jenjang atau peringkat dalam

penelitian biasanya dituliskan dalam prosentase, termasuk pengetahuan

sebagai berikut:

1. Pengetahuan baik: jika didapat hasil 76-100%.

2. Pengetahuan cukup: jika didapat hasil 56-75%.

3. Pengetahuan kurang: jika didapat hasil < 56%.

2.2 Konsep Ruam Popok

2.2.1 Pengertian ruam popok

Ruam popok adalah kelainan kulit (ruam kulit) yang timbul akibat

radang di daerah yang tertutup popok, yaitu di alat kelamin, sekitar dubur,

bokong, lipat paha, dan perut bagian bawah. Penyakit ini biasanya pada usia

kurang dari 3 tahun, paling banyak pada usia 9-12 bulan (Sugito dalam

FKUI, 2002).

Ruam popok sering disebut juga dengan diaper rash atau diaper

dermatitis. Ada beberapa pengertian ruam popok, yaitu: 1) inflamasi akut

pada kulit yang disebabkan secara langsung atau tidak langsung oleh

pemakaian popok (Wong, 1993); 2) merupakan dermatitis kontak iritan


20

karena bahan kimia yang terkandung dalam urine dan feces (Harianto,

1998); 3) akibat akhir karena kontak yang terus menerus dengan keadaan

lingkungan yang tidak baik, sehingga menyebabkan iritasi atau dermatitis

pada daerah perianal (Depkes, 1994) (Nursalam, 2005).

2.2.2 Gejala ruam popok

Berbagai gejala kelainan kulit dapat ditemui pada ruam popok. Pada

ruam popok yang ringan, kelainan kulit berupa kemerahan yang ringan,

berkilat disertai lecet dan terasa nyeri. Pada gejala yang lebih berat tampak

kulit kemerahan dan lecet, meliputi area yang lebih luas. Selain itu

didapatkan beruntus-beruntus kemerahan, bengkak, basah, dan kadang

bersisik. Kelainan ini menyebabkan bayi rewel karena disertai rasa sakit dan

tidak nyaman. Daerah yang terkena terutama daerah yang paling lama

kontak dengan popok, misalnya bagian cembung bokong, bagian paha

dalam, daerah kelamin, sedangkan daerah lipatan biasanya tidak terkena.

Bila kelainan kulit menyembuh tampak seperti kertas yang berkerut

(wrinkle parchment). Kelainan kulit lain dapat berupa tide water mark

dermatitis, yaitu bercak kemerahan membentuk garis di bagian tepi batas

popok (Diana, FKUI, 2006).

Gejala ruam popok sangat bervariasi, mulai dari adanya macula

erimateus pada kulit yang tertutup popok, seperti luka bakar, sampai adanya

papula vesikel, pustula dan erosi superficial. Apabila keadaan ini dibiarkan

lebih dari 3 hari, maka bagian yang terkena ruam popok akan ditumbuhi

jamur Candida albicans (Nursalam, 2005).


21

2.2.3 Penyebab ruam popok

Menurut Diana (FKUI, 2006), penyebab ruam popok bersifat

multifaktorial diantaranya kelembaban yang tinggi dan lama mengawali

terjadinya ruam popok. Diantara berbagai faktor penyebab, peranan feses

(tinja), urin, gesekan, kelembaban kulit yang tinggi, suhu, bahan iritan

kimiawi dan popok itu sendiri perlu dipertimbangkan sebagai berikut:

1. Kelembaban kulit.

Popok bersifat menutup kulit sehingga akan menghambat

penguapan dan menyebabkan kulit menjadi lembab. Penggunaan popok

sekali pakai atau popok kain (tradisional) dengan menggunakan

tambahan celana plastik yang terlalu ketat yang melebihi daya tampung

urin akan menyebabkan kulit menjadi lebih lembab, fungsi sawar

(pertahanan) kulit akan menurun, sehingga kulit menjadi lebih rentan

terhadap gesekan, mudah lecet, mudah mengalami iritasi, dan mudah

terjadi infeksi oleh jamur dan bakteri. Hidrasi atau kelembaban yang

tinggi pada daerah popok dapat pula disebabkan oleh keringat dan

demam. Adanya hidrasi yang berlebihan ini dapat membuat kulit lebih

rentan terhadap trauma, menyebabkan kulit lecet, mudah terkelupas,

fungsi sawar terganggu dan mempermudah tumbuhnya mikroorganisme

(Diana dalam FKUI, 2006).

2. Urin dan feses.

Bila tidak segera mengganti popok setelah bayi buang air besar,

maka feses akan bercampur dengan urin yang mengandung amonia.


22

Amonia akan meningkatkan derajat keasaman kulit (pH) dan

meningkatkan aktifitas enzim yang ada pada feses, yaitu enzim lipase

dan protease. Hal ini akan menyebabkan iritasi pada kulit, gesekan

ringan dapat menyebabkan kulit menjadi merah dan terkelupas (Diana

dalam FKUI, 2006).

3. Gesekan dan iritasi.

Adanya gesekan antara popok dan kulit yang disebabkan gerakan

atau aktifitas bayi dapat menyebabkan luka lecet dan menimbulkan ruam

popok. Kelainan kulit akan tampak pada permukaan cembung daerah

kelamin, bokong dan pinggang. Pada keadaan ini bagian dalam daerah

lipatan kulit tidak terkena (Diana dalam FKUI, 2006).

4. Bahan kimia.

Bahan kimia yang terkandung dalam popok atau pada pelindung

popok sekali pakai dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit bayi.

Selain itu juga deterjen, bahan pewangi, dan pemutih yang digunakan

pada popok kain dengan pembilasan yang kurang dapat menyebabkan

ruam popok (Diana dalam FKUI, 2006).

5. Jamur dan bakteri.

Jamur Candida albicans dan bakteri Staphylococcus aureus

adalah jamur dan bakteri yang normal terdapat di kulit. Pada keadaan

kulit yang hangat dan lembab, antara lain karena pemakaian popok,

jamur akan tumbuh lebih cepat menjadi banyak sehingga jamur Candida
23

albicans pada saat ini dianggap mempunyai peranan paling penting pada

terjadinya ruam popok (Diana dalam FKUI, 2006).

2.2.4 Dampak ruam popok

Bayi mengalami rewel karena disertai rasa sakit dan tidak nyaman

terutama bila buang air kecil dan buang air besar (Diana dalam FKUI,

2006). Rewel juga disertai dengan rasa nyeri dan perih (Wisesa dalam

FKUI, 2009). Jamur Kandida yang berasal dari usus pun sering

mengkontaminasi kulit yang mengalami eksim popok dan jumlah jamur

kandida ini kian meningkat seiring dengan bertambah parahnya kelainan

(Lokanata dalam FKUI, 2004).

Jika tidak diobati atau diabaikan maka dapat terjadi: 1) Disuria, yaitu

rasa sakit yang timbul saat buang air kecil; 2) Retensio urine, yaitu tidak

bisa buang air kecil. Hal ini biasanya terjadi karena adanya rasa sakit, maka

anak akan menahan keinginannya untuk buang air kecil (Sunaryo, 2001).

Bila ruam popok terjadi dalam 48 jam harus dipikirkan adanya

infeksi yang disebabkan oleh jamur. Jamur Candida albicans menyebabkan

kelainan kulit yang bertambah merah dan basah, berbatas tegas, bersisik,

disertai beruntus-beruntus kemerahan yang lebih kecil di sekitarnya (lesi

satelit). Keadaan ini mudah mengalami infeksi oleh bakteri, terutama

Staphylococcus aureus, sehingga gejala kemerahan lebih hebat, lebih

bengkak, dengan beruntus-beruntus dan lepuh-lepuh disertai borok bernanah

dan keropeng (Diana dalam FKUI, 2006).


24

2.2.5 Pencegahan ruam popok

Untuk membantu mencegah timbulnya ruam popok sebaiknya:

1. Menjaga kebersihan kulit dan sawar kulit, mengurangi kelembaban dan

iritasi pada kulit (Diana dalam FKUI, 2006).

2. Menghindari penggunaan sabun yang berlebihan untuk membersihkan

daerah pantat atau bokong. Sebaiknya menggunakan kapas dengan air

hangat atau kapas dengan minyak untuk membersihkan daerah perianal

segera setelah BAK/BAB (Nursalam, 2005).

3. Penggunaan bedak atau talk dapat menjaga agar kulit tetap kering, tetapi

sangat berbahaya jika masuk ke dalam saluran nafas dan dapat

menyebabkan iritasi kulit perianal bila tercampur dengan urin atau feses.

Apabila ingin menggunakan bedak, sebaiknya menggunakan bedak yang

terbuat dari serbuk jagung (corn starch), karena relatif lebih aman.

Tuangkan pada kasa atau tangan atau saput lalu taburkan pada bagian

luar saja (Nursalam, 2005).

4. Memberikan posisi tidur selang-seling, terutama pada daerah pantat agar

pantat tidak tertekan dan memberikan kesempatan pada bagian tersebut

untuk kontak dengan udara (Nursalam, 2005).

5. Memilih popok yang baik. Bila menggunakan popok disposable,

hendaknya memakai sesuai dengan daya tampungnya dan segera

mengganti bila tidak dapat lagi menampung urin (Sugito dalam FKUI,

2002). Apabila menggunakan popok kain, memperhatikan agar sirkulasi

udara tetap terjaga. Apabila menggunakan popok disposable, memilih


25

yang menggunakan bahan super absorbent yaitu popok yang terbuat dari

bahan yang mengandung gel penyerap. Gel ini menyerap air secara kuat,

sehingga kulit tetap kering dan dapat mengontrol pH urin atau feses.

Menghindari popok yang terbuat dari karet atau plastik (Nursalam,

2005).

2.1.7 Cara mengatasi ruam popok

Bila ruam popok muncul walaupun telah berusaha untuk

mencegahnya, maka sebaiknya dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Bila kelainan kulit membasah, kompres dahulu selama setengah jam

sampai satu jam, 2-3 kali sehari, sampai kulit kering (biasanya 1-2 hari).

Kompres menggunakan cairan yang tidak mengiritasi, misalnya air

garam, yaitu dengan mencampur satu sendok teh garam dalam setengah

liter air. Setelah dikompres diangin-anginkan supaya kering sebelum

diolesi lotion atau krim yang banyak mengandung air (hydrous) (Sugito

dalam FKUI, 2002).

2. Jika telah terjadi infeksi oleh jamur atau kuman, diberikan krim atau

salep yang mengandung anti bakteri atau anti jamur. Menggunakan obat

sesuai petunjuk dokter (Sugito dalam FKUI, 2002).


26

2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah kerangka hubungan antara konsep yang

ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilaksanakan

(Notoatmodjo, 2005).

Faktor internal yang Ibu yang memiliki bayi


mempengaruhi usia 0-12 bulan
pengetahuan:
1. Umur
2. Pendidikan Pengetahuan ibu tentang
3. Pengalaman diaper rash (ruam
4. Intelegensi popok):
1. Pengertian
2. Gejala
Faktor eksternal yang 3. Penyebab
mempengaruhi 4. Dampak
pengetahuan: 5. Pencegahan
1. Informasi 6. Cara mengatasi
2. Lingkungan
3. Sosial budaya
4. Pekerjaan
Baik Cukup Kurang

Kejadian diaper rash

Keterangan:

: diteliti Terjadi Tidak terjadi

: tidak diteliti

Gambar 2.1 Kerangka konseptual hubungan antara pengetahuan ibu


yang memiliki bayi usia 0-12 bulan tentang diaper rash
(ruam popok) dengan kejadian diaper rash di Dusun
Krajan Desa Kembang Tlogosari Bondowoso
27

2.4 Hipotesis

Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat

sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data

yang terkumpul (Arikunto, 2006). Hipotesis nol (H0) adalah hipotesis yang

digunakan untuk pengukuran statistik dan interpretasi hasil statistik,

sedangkan hipotesis alternatif (Ha/H1) menyatakan adanya suatu hubungan,

pengaruh dan perbedaan antara dua atau lebih variabel (Nursalam, 2008).

H0 : Tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu yang memiliki bayi usia 0-

12 bulan tentang diaper rash (ruam popok) dengan kejadian diaper

rash di Dusun Krajan Desa Kembang Tlogosari Bondowoso.


28

BAB 3

METODE PENELITIAN

Pada bab tiga akan disajikan antara lain: desain penelitian, populasi,

sampling dan sampel, identifikasi variabel penelitian dan definisi operasional,

prosedur penelitian, pengumpulan data, analisis data, dan etika penelitian.

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah hasil akhir suatu tahap keputusan yang

dibuat peneliti berhubungan dengan bagaimana suatu penelitian bisa

diterapkan (Nursalam, 2008).

Berdasarkan tujuan penelitian, desain penelitian yang digunakan

adalah analitik korelasional. Penelitian korelasional bertujuan untuk

mengungkapkan hubungan antar variabel. Hubungan korelatif mengacu

pada kecenderungan bahwa variasi suatu variabel diikuti oleh variasi

variabel yang lainnya (Nursalam, 2008). Pendekatan yang digunakan adalah

cross sectional. Cross sectional adalah penelitian yang menekankan waktu

pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen hanya 1

kali pada satu saat. Jadi tidak ada tindak lanjut (Nursalam, 2008).
29

3.2 Populasi, Sampling dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006).

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini, populasinya adalah seluruh ibu

yang memiliki bayi usia 0-12 bulan dan bayinya di Dusun Krajan Desa

Kembang Tlogosari Bondowoso sebanyak 27 orang.

3.2.2 Sampling

Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam

pengambilan sampel (Notoatmodjo, 2005). Teknik non probability

sampling tipe purposive sampling, yaitu suatu teknik penetapan sampel

dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang

dikehendaki peneliti (tujuan atau masalah dalam penelitian), sehingga

sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal

sebelumnya (Nursalam, 2008). Pada penelitian ini menggunakan non

probability sampling tipe purposive sampling, yaitu setiap responden yang

memenuhi kriteria inklusi dan tidak tergolong kriteria eksklusi dimasukkan

dalam sampel penelitian.

3.2.3 Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan

objek yang diteliti dan dianggap mewakili populasi (Notoatmodjo, 2005).

Sampel terdiri dari bagian dari populasi terjangkau yang dapat dipergunakan

sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2008). Dalam


30

penelitian ini, sampel yang digunakan adalah sebagian ibu yang memiliki

bayi usia 0-12 bulan dan bayinya di Dusun Krajan Desa Kembang Tlogosari

Bondowoso yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 24 orang.

1. Kriteria inklusi.

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari

suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam,

2008). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

a. Ibu yang mempunyai bayi 0-12 bulan dan bayinya yang bersedia

diteliti.

b. Ibu yang dapat membaca dan menulis.

c. Bayi yang memakai popok.

2. Kriteria eksklusi.

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan

subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi, karena pelbagai sebab

(Nursalam, 2008). Adapun kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:

a. Ibu dan atau bayinya tidak berada di tempat saat pengambilan data

berlangsung (misal karena MRS atau pergi).

b. Ibu atau bayinya yang sakit (bed rest) hingga tidak dapat diambil

datanya.

3.3 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional

3.3.1 Identifikasi variabel


31

Identifikasi variabel merupakan langkah penetapan variabel-variabel

utama dalam penelitian dan penentuan fungsinya masing-masing (Setiawan

dan Saryono, 2010). Variabel adalah suatu ukuran atau ciri yang dimiliki

oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki

oleh kelompok yang lain (Notoatmodjo, 2005). Variabel dalam penelitian

ini dibagi menjadi 2, yaitu variabel bebas (independent variable) dan

variabel tergantung (dependent variable).

a. Variabel bebas (independen).

Variabel independen merupakan variabel yang menjadi sebab

perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat) (Hidayat, 2007).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengetahuan ibu yang

memiliki bayi usia 0-12 bulan tentang diaper rash (ruam popok).

b. Variabel tergantung (dependen).

Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau

menjadi akibat karena variabel bebas (Hidayat, 2007). Variabel

tergantung dalam penelitian ini adalah kejadian diaper rash

3.3.2 Definisi operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara

operasional dan berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga

memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara

cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2007).


32

Tabel 3.1 Definisi operasional hubungan antara pengetahuan ibu yang


memiliki bayi usia 0-12 bulan tentang diaper rash (ruam popok)
dengan kejadian diaper rash di Dusun Krajan Desa Kembang
Tlogosari Bondowoso

Variabel Definisi Parameter Alat Skala Skor


operasional ukur
Independen: Segala sesuatu 1. Pengertian Kuesioner Ordinal Jawaban benar: 1
Pengetahuan yang diketahui 2. Gejala Jawaban salah: 0
ibu yang oleh ibu yang 3. Penyebab
memiliki memiliki bayi 4. Dampak Kriteria:
bayi usia 0- usia 0-12 bulan 5. Pencegahan Baik: 76-100%
12 bulan tentang kelainan 6. Cara Cukup: 56-75%
tentang kulit akibat mengatasi Kurang: < 56%
diaper rash radang di
(ruam daerah yang
popok) tertutup popok
Dependen: Terjadinya a. Check list Nominal Kriteria:
Kejadian kelainan kulit kemerahan
diaper rash akibat radang di b. Terjadi: bila
daerah yang area sekitar mengalami salah
tertutup popok satu atau lebih
pantat
gejala ruam
c. popok
beruntus
(gelembung Tidak terjadi:
berisi air) bila tidak
d. mengalami sama
saat diganti sekali gejala
popok atau ruam popok
saat buang
air besar
maupun
buang air
kecil)
e.
(permukaan
kulit agak
menonjol)
f.
g.
bersisik
33

3.4 Prosedur Penelitian

Pengumpulan data dilakukan setelah mendapatkan ijin dari pihak

STIKES Bina Sehat PPNI Kabupaten Mojokerto khususnya Program Studi

DIII Kebidanan untuk mengadakan penelitian. Peneliti meminta ijin kepada

Kepala Desa Kembang Tlogosari lalu pada Kepala Dusun Krajan Desa

Kembang Tlogosari Bondowoso untuk mengadakan penelitian di tempat

tersebut. Peneliti kemudian meminta data terbaru dari bidan desa setempat

tentang ibu yang memiliki bayi usia 0-12 bulan di lokasi penelitian.

Berdasarkan data yang ada, peneliti mendatangi satu per satu rumah calon

responden. Peneliti melakukan pendekatan pada calon responden untuk

menjelaskan tujuan penelitian serta mengkaji kesesuaiannya dengan kriteria

inklusi. Jika calon responden sesuai kriteria inklusi dan bersedia, maka ia

diminta menandatangani lembar pernyataan persetujuan responden yang

telah ada dan diberikan kuesioner pengetahuan ibu yang memiliki bayi

tentang diaper rash (ruam popok) dan dikaji kejadian diaper rash dengan

menggunakan lembar check list. Usai seluruh data terkumpul dilakukan

proses pengolahan data dan analisis data.


34

Kerangka kerja adalah pentahapan atau langkah-langkah dalam

aktifitas ilmiah, mulai dari penetapan populasi, sampel dan seterusnya, yaitu

kegiatan sejak awal penelitian akan dilaksanakan (Nursalam, 2008).

Populasi
Seluruh ibu yang memiliki bayi usia 0-12 bulan dan bayinya di Dusun
Krajan Desa Kembang Tlogosari Bondowoso sebanyak 27 orang

Sampling
Menggunakan non probability sampling tipe purposive sampling

Sampel
Seluruh ibu yang memiliki bayi usia 0-12 bulan dan bayinya di Dusun
Krajan Desa Kembang Tlogosari Bondowoso yang memenuhi kriteria
inklusi sebanyak 24 orang

Pengumpulan data
Menggunakan lembar kuesioner dan check list

Analisa data
Pengolahan data (editing, coding, scoring dan tabulating) dan dilanjutkan
uji statistik Fisher exact test

Penyajian data
Terdiri dari data umum dan data khusus dalam bentuk tabel

Desiminasi hasil penelitian

Gambar 3.1 Kerangka kerja hubungan antara pengetahuan ibu yang


memiliki bayi usia 0-12 bulan tentang diaper rash (ruam
35

popok) dengan kejadian diaper rash di Dusun Krajan Desa


Kembang Tlogosari Bondowoso

3.5 Pengumpulan Data

3.5.1 Instrumen penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh

peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan

hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis

(Arikunto, 2006). Kuesioner adalah suatu cara pengumpulan data atau suatu

penelitian mengenai suatu masalah yang dilakukan dengan mengedarkan

suatu daftar pertanyaan yang berupa formulir-formulir, diajukan secara

tertulis kepada sejumlah subjek untuk mendapatkan tanggapan, informasi,

jawaban, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005). Dalam penelitian ini, untuk

mengkaji variabel independen menggunakan kuesioner tipe tertutup dengan

multiple choice, sedangkan pada variabel dependen menggunakan check list.

3.5.2 Tempat dan waktu

Penelitian ini dilakukan di Dusun Krajan Desa Kembang Tlogosari

Bondowoso, sedangkan penelitiannya dimulai sejak studi pendahuluan pada

bulan Maret 2012 dan pengambilan data penelitian dilakukan pada tanggal

1-8 Mei 2012.

3.6 Analisa Data

Menurut Hidayat (2007), dalam melakukan analisis data, terlebih

dahulu data harus diolah dengan tujuan mengubah data menjadi informasi.
36

Dalam statistik, informasi yang diperoleh dipergunakan untuk proses

pengambilan keputusan. Dalam proses pengolahan data terdapat langkah-

langkah awal yang harus ditempuh, diantaranya:

3.6.1 Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap

pengumpulan data atau setelah data terkumpul (Hidayat, 2007). Editing

dilakukan dengan memilih kembali data, ini berarti bahwa semua kuesioner

harus diteliti satu persatu tentang kelengkapan, pengisian dan kejelasan

penelitiannya, jika terdapat jawaban yang tidak jelas penulisannya atau butir

pernyataan atau pekerjaan tidak terisi, maka yang bersangkutan diminta

untuk melengkapinya.

3.6.2 Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka)

terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat

penting dan biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan

artinya dalam satu buku untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti

suatu kode dari suatu variabel (Hidayat, 2007). Coding adalah tahap kedua

setelah editing, dimana peneliti memberi kode pada setiap kategori sebagai

berikut:

1. Umur bayi ibu:

a. 0-6 bulan: kode 1.

b. 7-12 bulan: kode 2.


37

2. Umur ibu:

a. < 20 tahun: kode 1.

b. 20-35 tahun: kode 2.

c. > 35 tahun: kode 3.

3. Pekerjaan ibu:

a. Ibu rumah tangga: kode 1.

b. Swasta: kode 2.

c. Wiraswasta: kode 3.

d. Petani: kode 4.

e. PNS/TNI/Polri: kode 5.

4. Paritas:

a. Pertama: kode 1.

b. Dua-empat: kode 2.

c. Lima atau lebih: kode 3.

5. Pendidikan terakhir:

a. Pendidikan dasar (SD dan SMP): kode 1.

b. Pendidikan menengah (SMA): kode 2.

c. Pendidikan tinggi (Akademi/PT): kode 3.

6. Sumber informasi mengenai ruam popok:

a. Media cetak (Koran, tabloid, majalah): kode 1.

b. Media elektronik (TV, radio): kode 2.


38

c. Petugas kesehatan (Perawat, Bidan, Mantri,

Dokter): kode 3.

d. Saudara/tetangga: kode 4.

e. Belum pernah mendapat informasi: kode 5.

7. Pengetahuan tentang ruam popok:

a. Baik: kode 1.

b. Cukup: kode 2.

c. Kurang: kode 3.

8. Kejadian ruam popok:

a. Terjadi: kode 1.

b. Tidak terjadi: kode 2.

3.6.3 Scoring

Memberikan skor pada item-item yang perlu diberi skor (Arikunto,

2006). Pengolahan data yang digunakan dengan cara pemberian skor.

Untuk skor variabel independen yaitu pengetahuan dapat dilakukan

dengan memberi setiap jawaban yang benar diberi skor 1 (satu) dan jawaban

yang salah diberi nilai 0 (nol).

Untuk variabel dependen tidak ada skoring, namun akan

dikategorikan berdasarkan kriteria sebagai berikut:

1. Terjadi: bila mengalami

salah satu atau lebih dari gejala ruam popok (diaper rash).

2. Tidak terjadi: bila tidak

mengalami sama sekali gejala ruam popok (diaper rash).


39

3.6.4 Tabulating

Merupakan proses data entry, yaitu memasukkan data yang telah

dikumpulkan ke dalam master table (Hidayat, 2007). Proses tabulating

dalam penelitian ini dilakukan dengan cara memasukkan data semua

responden baik data umum maupun data khusus dalam satu master tabel.

3.6.5 Analisis data

1. Analisis data pengetahuan ibu yang mempunyai bayi usia 0-12 bulan

tentang diaper rash (ruam popok).

Kriteria penilaian skor dilakukan dengan menggunakan rumus

sebagai berikut (Setiadi, 2007):

f
P= x 100 %
n

Keterangan:

P = prosentase

f = jumlah jawaban yang benar

n = jumlah skor maksimal

Kemudian hasil penelitian ini diberi interpretasi atas data

tersebut, berdasarkan kriteria yang dipakai, yaitu:

a. Baik: jika diperoleh hasil prosentase antara 76–100%.

b. Cukup: jika diperoleh hasil prosentase

antara 56–75%.

c. Kurang: jika diperoleh hasil prosentase

antara < 56%


40

(Nursalam, 2008)

2. Analisis data kejadian diaper rash.

Kejadian diaper rash:

a. Kulit kemerahan.

b. Lecet pada area sekitar pantat.

c. Beruntus-beruntus (gelembung berisi air).

d. Nyeri (rewel saat diganti popok atau saat buang air

besar maupun buang air kecil).

e. Bengkak (permukaan kulit agak menonjol).

f. Basah.

g. Kadang bersisik.

Kriteria penilaian dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Terjadi: bila mengalami salah satu atau

lebih dari gejala ruam popok (diaper rash).

b. Tidak terjadi: bila tidak mengalami sama

sekali gejala ruam popok (diaper rash).

3. Analisis hubungan antara pengetahuan ibu yang memiliki bayi

usia 0-12 bulan tentang diaper rash (ruam popok) dengan kejadian

diaper rash di Dusun Krajan Desa Kembang Tlogosari Bondowoso.

Untuk mengetahui adanya hubungan antara pengetahuan ibu

yang memiliki bayi usia 0-12 bulan tentang diaper rash (ruam popok)

dengan kejadian diaper rash di Dusun Krajan Desa Kembang Tlogosari

Bondowoso digunakan uji Fisher Exact test.


41

Pada penelitian ini menggunakan program SPSS (Statistical

Package For The Social Sciences) for Windows seri 17.0. Ketentuan

α=0,05 dimana H0 ditolak jika p < α dan H0 diterima jika p > α..

3.7 Masalah Etika

Masalah etika dalam penelitian merupakan masalah yang sangat

penting dalam penelitian mengingat penelitian akan berhubungan langsung

dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan karena

manusia mempunyai hak asasi dalam kegiatan penelitian (Hidayat, 2007).

Sebelum dilakukan penelitian, ada beberapa hal yang harus diberikan

kepada responden, yaitu:

3.7.1 Informed consent

Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden

penelitian dengan memberikan lembar persetujuan (informed consent).

Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed

consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian,

mengetahui dampaknya, jika subjek bersedia, maka mereka harus

menandatangani lembar persetujuan dan jika responden tidak bersedia,

maka peneliti harus menghormati hak pasien (Hidayat, 2007).


42

Pada penelitian ini, terdapat 3 orang yang tidak bersedia

menandatangani informed consent, sehingga jumlah responden tinggal 24

orang.

3.7.2 Anonimity

Merupakan masalah etika dalam penelitian dengan cara tidak

memberikan nama responden pada lembar alat ukur hanya menuliskan kode

pada lembar pengumpulan data (Hidayat, 2007).

Pada penelitian ini, penerapan anonimity dilakukan dengan

memberikan kode responden berupa kode angka, bukan nama dan alamat

responden.

3.7.3 Confidentiality

Merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan dari hasil

penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya, semua

informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya

kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Hidayat,

2007).

Pada penelitian ini, penerapan confidentiality dilakukan dengan

menggunakan hasil penelitian hanya untuk kepentingan penelitian saja.

3.8 Keterbatasan

Keterbatasan adalah masalah-masalah atau hambatan yang ditemui peneliti

dalam proses pengumpulan data (Nursalam, 2008). Dalam penelitian ini

keterbatasan yang dihadapi adalah:


43

3.8.1 Populasi sebanyak 27 orang dan jumlah sampel yang didapat adalah 24

orang. Sebanyak 3 orang tidak menjadi sampel disebabkan karena tidak

bersedia menjadi responden.

3.8.2 Penelitian ini tidak melalui uji validitas dan reliabilitas, sehingga

dimungkinkan ada beberapa item pertanyaan yang kurang dipahami oleh

responden.

3.8.3 Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner yang sifatnya sangat

subjektif dari diri masing-masing responden, sehingga dikhawatirkan

hasilnya kurang valid.


44

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan. Hasil penelitian

dibagi menjadi gambaran lokasi penelitian, data umum dan data khusus. Data

umum menampilkan karakteristik responden, yaitu umur bayi, umur ibu,

pekerjaan, paritas, pendidikan, dan sumber informasi. Data khusus adalah data

tentang hubungan antara pengetahuan ibu yang memiliki bayi usia 0-12 bulan

tentang diaper rash (ruam popok) dengan kejadian diaper rash di Dusun Krajan

Desa Kembang Tlogosari Bondowoso.

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Dusun Krajan Desa Kembang Tlogosari

Bondowoso.

Dusun Krajan Desa Kembang Tlogosari Bondowoso berbatasan

sebelah utara dengan persawahan, sebelah selatan dengan Dusun Krajan


45

Selatan, sebelah barat dengan Dusun Gerojokan Bendo, dan sebelah timur

dengan persawahan dan sungai. Jumlah Kepala Keluarga di Dusun Krajan

Desa Kembang Tlogosari Bondowoso adalah 127 KK dengan jumlah bayi

usia 0-12 bulan sebanyak 27 bayi.

4.1.2 Data umum

Data umum berisi karakteristik responden berdasarkan umur bayi,

umur ibu, pekerjaan, paritas, pendidikan, dan sumber informasi.

1. Karakteristik responden

berdasarkan umur bayi.

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur bayi di


Dusun Krajan Desa Kembang Tlogosari Bondowoso
tanggal 1-8 Mei 2012

No Umur bayi Frekuensi Prosentase


1. 0-6 bulan 9 37,5
2. 7-12 bulan 15 62,5
Total 24 100

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa sebagian besar bayi

responden berumur 7-12 bulan sebanyak 15 (62,5%) responden.

2. Karakteristik responden

berdasarkan umur ibu.

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur ibu di


Dusun Krajan Desa Kembang Tlogosari Bondowoso
tanggal 1-8 Mei 2012

No Umur ibu Frekuensi Prosentase


1. <20 tahun 11 45,8
46

2. 20-35 tahun 13 54,2


3. >35tahun 0 0
Total 24 100

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa sebagian besar dari

responden berumur 20-35 tahun sebanyak 13 (54,2%) responden.

3. Karakteristik responden

berdasarkan pekerjaan.

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan di


Dusun Krajan Desa Kembang Tlogosari Bondowoso
tanggal 1-8 Mei 2012

No Pekerjaan Frekuensi Prosentase


1. Ibu rumah tangga 15 62,5
2. Swasta 0 0
3. Wiraswasta 5 20,8
4. Petani 4 16,7
5. PNS/TNI/Polri 0 0
Total 24 100

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa sebagian besar dari

responden adalah ibu rumah tangga sebanyak 15 (62,5%) responden.

4. Karakteristik responden berdasarkan paritas.

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan paritas di


Dusun Krajan Desa Kembang Tlogosari Bondowoso
tanggal 1-8 Mei 2012

No Paritas Frekuensi Prosentase


1. 1 anak 15 62,5
47

2. 2-4 anak 9 37,5


3. >5 anak 0 0
Total 24 100

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa sebagian besar dari

responden memiliki 1 anak sebanyak 15 (62,5%) responden.

5. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan.

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan di


Dusun Krajan Desa Kembang Tlogosari Bondowoso
tanggal 1-8 Mei 2012

No Pendidikan Frekuensi Prosentase


1. Pendidikan dasar (SD 18 75,0
dan SMP)
2. Pendidikan menengah 6 25,0
(SMA)
3. Pendidikan tinggi 0 0
(Akademi/PT)
Total 24 100

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa sebagian besar dari

responden berpendidikan dasar (SD dan SMP) sebanyak 18 (75,0%)

responden.

6. Karakteristik responden berdasarkan sumber informasi tentang

ruam popok.
48

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi responden berdasarkan sumber


informasi tentang ruam popok di Dusun Krajan Desa
Kembang Tlogosari Bondowoso tanggal 1-8 Mei 2012

No Sumber informasi Frekuensi Prosentase


tentang ruam popok
1. Media cetak (koran, 0 0
tabloid, majalah)
2. Media elektronik (TV, 0 0
radio)
3. Petugas kesehatan 4 16,7
(Perawat, Bidan,
Mantri, Dokter)
4. Saudara/tetangga 8 33,3
5. Belum pernah 12 50,0
mendapat informasi
Total 24 100

Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa sebagian besar dari

responden belum pernah mendapat informasi tentang ruam popok

sebanyak 12 (50,0%) responden.

4.1.3 Data khusus

1. Pengetahuan ibu yang

memiliki bayi usia 0-12 bulan tentang diaper rash (ruam popok) di

Dusun Krajan Desa Kembang Tlogosari Bondowoso.

Tabel 4.7 Distribusi frekuensi pengetahuan ibu yang memiliki bayi


usia 0-12 bulan tentang diaper rash (ruam popok) di
Dusun Krajan Desa Kembang Tlogosari Bondowoso
tanggal 1-8 Mei 2012

No Pengetahuan Frekuensi Prosentase


1. Baik 3 12,5
2. Cukup 7 29,2
3. Kurang 14 58,3
Total 24 100
49

Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa sebagian besar dari

responden memiliki pengetahuan kurang sebanyak 14 (58,3%)

responden.

2. Kejadian diaper rash di

Dusun Krajan Desa Kembang Tlogosari Bondowoso.

Tabel 4.8 Distribusi frekuensi kejadian diaper rash di Dusun


Krajan Desa Kembang Tlogosari Bondowoso tanggal
1-8 Mei 2012

No Kejadian diaper rash Frekuensi Prosentase


1. Terjadi 14 58,3
2. Tidak terjadi 10 41,7
Total 24 100

Berdasarkan tabel 4.8 diketahui bahwa sebagian besar dari bayi

responden mengalami diaper rash (ruam popok) sebanyak 14 (58,3%)

responden.

3. Hubungan antara

pengetahuan ibu yang memiliki bayi usia 0-12 bulan tentang diaper

rash (ruam popok) dengan kejadian diaper rash di Dusun Krajan Desa

Kembang Tlogosari Bondowoso.

Tabel 4.9 Tabulasi silang antara pengetahuan ibu yang memiliki


bayi usia 0-12 bulan tentang diaper rash (ruam popok)
dengan kejadian diaper rash di Dusun Krajan Desa
Kembang Tlogosari Bondowoso tanggal 1-8 Mei 2012

Pengetahuan Kejadian diaper rash


Total
tentang Terjadi Tidak terjadi
diaper rash f % f % f %
Baik 0 0 3 100 3 100
Cukup 3 42,9 4 57,1 7 100
Kurang 11 78,6 3 21,4 14 100
Total 14 58,3 10 41,7 24 100
50

Berdasarkan tabel 4.9 diketahui bahwa dari 3 responden yang

mempunyai pengetahuan baik, seluruhnya bayinya tidak mengalami

kejadian ruam popok (100%); dari 7 responden yang mempunyai

pengetahuan cukup, sebagian besar bayinya tidak mengalami kejadian

ruam popok sebanyak 4 responden (57,1%); dan dari 14 responden

yang mempunyai pengetahuan kurang, hampir seluruh bayinya

mengalami kejadian ruam popok sebanyak 11 responden (78,6%).

Selain itu juga diketahui dari 7 responden yang mempunyai

pengetahuan cukup, sebagian kecil bayinya mengalami kejadian ruam

popok sebanyak 3 responden (42,9%) dan dari 14 responden yang

mempunyai pengetahuan kurang, sebagian kecil bayinya tidak

mengalami kejadian ruam popok sebanyak 3 responden (21,4%).

Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan Fisher exact test

hingga didapatkan nilai p (0,026) < α (0,05) = H 0 ditolak, artinya

terdapat hubungan antara pengetahuan ibu yang memiliki bayi usia 0-

12 bulan tentang diaper rash (ruam popok) dengan kejadian diaper

rash di Dusun Krajan Desa Kembang Tlogosari Bondowoso.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pengetahuan ibu yang memiliki bayi usia 0-12 bulan tentang diaper

rash (ruam popok) di Dusun Krajan Desa Kembang Tlogosari

Bondowoso
51

Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa sebagian besar dari responden

memiliki pengetahuan kurang sebanyak 14 (58,3%) responden. Pengetahuan

adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris, khususnya mata

dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang

sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt behaviour).

Perilaku yang didasari oleh pengetahuan umumnya bersifat langgeng

(Sunaryo, 2004). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai

intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Tingkat pengetahuan yang paling

rendah adalah tahu (know). Tahu diartikan hanya sebagai recall

(memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu

(Notoatmodjo, 2010). Karena penelitian ini dilakukan pada tingkat tahu,

maka menunjukkan bahwa responden kurang mampu untuk mengingat

kembali apa yang pernah dipelajari, didengar atau dibacanya dari berbagai

sumber informasi, sehingga responden kurang mampu untuk menyebutkan,

menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan segala sesuatu tentang diaper

rash (ruam popok). Kurangnya pengetahuan responden juga dilatarbelakangi

oleh karakteristik responden, seperti umur, pekerjaan dan sumber informasi.

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa sebagian besar dari responden

berumur 20-35 tahun sebanyak 13 (54,2%) responden. Semakin cukup

umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam

berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang

lebih dewasa dan lebih dipercaya dari yang belum cukup tinggi

kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan


52

jiwa (Nursalam dan Pariani, 2001). Umur responden sudah termasuk dalam

kriteria usia dewasa yang seharusnya sudah memiliki banyak pertimbangan

dalam memutuskan permasalahan dan kebutuhan. Namun akibat berbagai

kesibukan karena kelompok usia ini adalah usia produktif untuk banyak

aktifitas seperti bekerja atau aktifitas rumah tangga menyebabkan banyak

hal yang harus dipikirkan, sehingga kemampuan responden dalam

mengingat masalah ruam popok menjadi terpengaruh. Kurang kemampuan

mengingat kembali bahwa memperhatikan kondisi kulit bayi adalah penting

menyebabkan pengetahuannya tentang kejadian ruam popok juga menjadi

kurang. Selain itu berdasarkan data juga terlihat bahwa pada umur 20-35

tahun, rata-rata responden adalah ibu rumah tangga, berpendidikan dasar dan

kurang mendapat informasi mengenai ruam popok. Hal ini menyebabkan

kurangnya pengetahuan akibat kurangnya kemampuan dalam mencari,

mengolah dan menyerap informasi mengenai ruam popok.

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa sebagian besar dari responden

adalah ibu rumah tangga sebanyak 15 (62,5%) responden. Bekerja umumnya

merupakan kegiatan yang menyita waktu dan dengan bekerja ibu-ibu akan

mempunyai pengaruh terhadap keluarga, dari kondisi itu dapat dilihat jika

seseorang tidak bekerja memungkinkan kurangnya lingkup pergaulan

(Nursalam dan Pariani, 2001). Berbeda dengan kondisi di masyarakat,

bahwa sebagian besar ibu adalah ibu rumah tangga. Meski status tidak

bekerja relatif masih memiliki lebih banyak waktu luang, namun status tidak

bekerja juga membuat responden kurang wawasan akibat kurang pergaulan.


53

Pergaulan responden hanya terjadi di sekitar rumah. Hal ini membuat

informasi yang didapat termasuk tentang ruam popok tidak menambah

pengetahuan responden. Selain itu status tidak bekerja juga menyebabkan

responden memiliki keterbatasan keuangan untuk membeli sumber

informasi seperti majalah atau buku yang membahas masalah ruam popok,

berkunjung ke tenaga kesehatan untuk berkonsultasi tentang ruam popok,

sehingga mempengaruhi kurangnya wawasan tentang ruam popok

menyebabkan pengetahuan responden menjadi kurang. Berdasarkan data

juga tampak pada status pekerjaan ibu rumah tangga juga ditunjang

karakteristik seperti primipara (1 anak), pendidikan dasar serta

kurang informasi mengenai ruam popok. Hal ini membuat kurangnya

pengalaman serta kurangnya informasi mengenai ruam popok, sehingga

pengetahuannya pun kurang.

Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa sebagian besar dari responden

belum pernah mendapat informasi tentang ruam popok sebanyak 12 (50,0%)

responden. Informasi memberikan pengaruh pada seseorang, meskipun

seseorang mempunyai pendidikan yang rendah, tetapi jika ia mendapat

informasi yang baik dari berbagai media, maka hal ini akan dapat

meningkatkan pengetahuan seseorang (Notoatmodjo, 2003). Sebagian besar

responden belum pernah mendapat informasi tentang ruam popok. Ditunjang

oleh rendahnya pendidikan yang masih merupakan pendidikan dasar.

Informasi sebenarnya dapat meningkatkan pengetahuan seseorang meski ia

berpendidikan rendah. Namun karena masih banyak yang belum


54

mendapatkan informasi tentang ruam popok dan berdasarkan data juga

ditunjang oleh faktor lain seperti kurangnya pengalaman dan kedewasaan

karena baru memiliki 1 anak serta keterbatasan pergaulan karena sebagai ibu

rumah tangga menyebabkan pengetahuan responden juga kurang mengenai

ruam popok.

4.2.2 Kejadian diaper rash di Dusun Krajan Desa Kembang Tlogosari

Bondowoso

Berdasarkan tabel 4.8 diketahui bahwa sebagian besar dari bayi

responden mengalami diaper rash (ruam popok) sebanyak 14 (58,3%)

responden. Ruam popok sering disebut juga dengan diaper rash atau diaper

dermatitis. Ada beberapa pengertian ruam popok, yaitu: 1) inflamasi akut

pada kulit yang disebabkan secara langsung atau tidak langsung oleh

pemakaian popok (Wong, 1993); 2) merupakan dermatitis kontak iritan

karena bahan kimia yang terkandung dalam urine dan feces (Harianto,

1998); 3) akibat akhir karena kontak yang terus menerus dengan keadaan

lingkungan yang tidak baik, sehingga menyebabkan iritasi atau dermatitis

pada daerah perianal (Depkes, 1994) (Nursalam, 2005). Banyaknya kejadian

ruam popok di daerah ini selain akibat karakteristik bayi yaitu umur dan

karakteristik perawat bayi yaitu ibu, juga disebabkan karena kondisi cuaca

yang akhir-akhir ini sering mengalami hujan. Hal ini menyebabkan kondisi

popok yang mudah lembab karena bayi sering buang air, sehingga berisiko

mengalami ruam popok.


55

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa sebagian besar bayi

responden berumur 7-12 bulan sebanyak 15 (62,5%) responden. Lokanata

menyatakan pasien rawat jalan yang menderita kelainan ini berjumlah

sekitar 1 juta anak setiap tahunnya. Lebih dari 50% pasien adalah bayi

berusia 3-20 bulan, sedangkan insiden puncak kelainan ini adalah pada usia

7-15 bulan (FKUI, 2004). Umur responden termasuk umur yang berisiko

tinggi mengalami ruam popok. Karena pada umur tersebut, responden telah

mulai diberikan makanan pendamping air susu ibu (MP ASI), sehingga feses

yang keluar menyebabkan kondisi kulit yang lebih asam, sehingga gesekan

yang timbul antara kulit dengan popok mudah menyebabkan ruam popok.

Selain itu secara sosial ekonomi pendapatan keluarga terbatas, yaitu rata-rata

berprofesi sebagai petani dan pedagang menyebabkan kebiasaan di daerah

ini menggunakan jenis popok plastik agar hemat, karena sehingga gesekan

yang timbul dengan kain bekas untuk pelapis yang belum tentu lembut

menyebabkan mudah terjadinya kemerahan pada pantat bayi yang

mengakibatkan ruam popok.

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa sebagian besar dari responden

memiliki 1 anak sebanyak 15 (62,5%) responden. Pengalaman merupakan

sumber pengetahuan atau suatu cara untuk memperoleh kebenaran

pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman

yang telah diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi di

masa lalu (Notoatmodjo, 2005). Akibat baru memiliki 1 anak menyebabkan

kurangnya pengalaman responden untuk merawat anak sehari-hari.


56

Ditunjang umur responden yang setengahnya menikah muda yaitu <20 tahun

dan hanya sempat mengenyam pendidikan dasar (SD dan SMP), sehingga

pemahamannya mengenai kebutuhan bayi juga kurang memadai dan bayi

mengalami ruam popok.

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa sebagian besar dari responden

berpendidikan dasar (SD dan SMP) sebanyak 18 (75,0%) responden.

Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang

menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut

YB Mantra, pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga

perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap

berperan serta dalam pembangunan. Pada umumnya makin tinggi

pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi (Wawan dan Dewi,

2010). Rendahnya pendidikan menyebabkan kurangnya kemampuan dalam

memahami masalah. Rendahnya pendidikan disebabkan faktor budaya,

dimana kebiasaan di daerah ini jika telah lulus dari SMP dianggap sudah

layak untuk menikah. Hal ini menyebabkan kurangnya kedewasaan dan

kematangan apalagi pendidikannya yang masih rendah, sehingga kurang

mengetahui bagaimana mencegah ruam popok dan bayi mudah mengalami

ruam popok.

4.2.3 Hubungan antara pengetahuan ibu yang memiliki bayi usia 0-12

bulan tentang diaper rash (ruam popok) dengan kejadian diaper rash di

Dusun Krajan Desa Kembang Tlogosari Bondowoso


57

Berdasarkan tabel 4.9 diketahui bahwa dari 3 responden yang

mempunyai pengetahuan kurang, seluruhnya bayinya tidak mengalami

kejadian ruam popok (100%); dari 7 responden yang mempunyai

pengetahuan cukup, sebagian besar bayinya tidak mengalami kejadian ruam

popok sebanyak 4 responden (57,1%); dan dari 14 responden yang

mempunyai pengetahuan kurang, hampir seluruh bayinya mengalami

kejadian ruam popok sebanyak 11 responden (78,6%).

Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan Fisher exact test hingga

didapatkan nilai p (0,026) < α (0,05) = H 0 ditolak, artinya terdapat hubungan

antara pengetahuan ibu yang memiliki bayi usia 0-12 bulan tentang diaper

rash (ruam popok) dengan kejadian diaper rash di Dusun Krajan Desa

Kembang Tlogosari Bondowoso.

Menurut Notoatmodjo (2007), apabila penerimaan perilaku baru atau

adopsi perilaku didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif,

maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting) dibandingkan

dengan yang tidak didasari pengetahuan.

Hal tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan merupakan dasar

bagi terbentuknya perilaku. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai ruam

popok menyebabkan perilaku ibu dalam merawat bayi khususnya pada

daerah kelamin juga kurang, seperti jarang mengganti popok, memakaikan

popok yang kadang terlalu ketat dan tidak segera membersihkan kotoran

akibat buang air besar menyebabkan bayi mudah mengalami ruam popok.

Kejadian ruam popok yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan


58

mengenai ruam popok terjadi akibat pendidikan dasar yang dimiliki

responden, kurangnya pergaulan dan kurangnya kemampuan menyerap

informasi yang disebabkan profesinya sebagai ibu rumah tangga yang

kurang interaksi sosial menyebabkan pengetahuannya tentang ruam popok

termasuk pencegahannya juga kurang memadai, sehingga bayi mudah

mengalami ruam popok.

Selain itu juga diketahui dari 7 responden yang mempunyai

pengetahuan cukup, sebagian kecil bayinya mengalami kejadian ruam

popok sebanyak 3 responden (42,9%). Lingkungan adalah seluruh kondisi

yang ada di sekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi

perkembangan dan perilaku orang atau kelompok. Lingkungan adalah input

ke dalam diri seseorang sebagai sistem adaptif yang melibatkan baik faktor

internal maupun eksternal (Nursalam dan Pariani, 2001). Pengaruh

lingkungan yang biasa memakaikan popok plastik menyebabkan responden

juga turut memakaikan popok plastik, sehingga meski responden pada

dasarnya cukup mengetahui mengenai ruam popok, tetap saja bayinya

mengalami ruam popok. Karena lingkungan memberikan pengaruh pertama

bagi responden, dimana responden dapat mempelajari hal-hal yang baik dan

juga hal-hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya. Selain itu juga

dilatarbelakangi oleh umur ibu yang masih muda yaitu <20 tahun, ibu

rumah tangga, dan paritas primipara (1 anak). Kurangnya pengalaman

menyebabkan responden mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar rumah.


59

Berdasarkan data juga tampak dari 14 responden yang mempunyai

pengetahuan kurang, sebagian kecil bayinya tidak mengalami kejadian ruam

popok sebanyak 3 responden (21,4%). Ruam popok adalah kelainan kulit

(ruam kulit) yang timbul akibat radang di daerah yang tertutup popok, yaitu

di alat kelamin, sekitar dubur, bokong, lipat paha, dan perut bagian bawah.

Penyakit ini biasanya pada usia kurang dari 3 tahun, paling banyak pada

usia 9-12 bulan (Sugito dalam FKUI, 2002). Tidak terjadinya ruam popok

pada responden yang memiliki pengetahuan kurang disebabkan karena usia

bayi yang masih kurang dari 6 bulan, sehingga memiliki risiko rendah

mengalami ruam popok.

BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini disajikan simpulan dari hasil penelitian yang untuk menjawab

pertanyaan serta saran yang sesuai dengan simpulan yang diambil.

5.1 Simpulan

5.1.1 Pengetahuan ibu yang memiliki bayi usia 0-12 bulan tentang diaper rash

(ruam popok) di Dusun Krajan Desa Kembang Tlogosari Bondowoso,


60

sebagian besar memiliki pengetahuan kurang sebanyak 14 (58,3%)

responden.

5.1.2 Kejadian diaper rash pada bayi usia 0-12 bulan di Dusun Krajan Desa

Kembang Tlogosari Bondowoso, sebagian besar mengalami diaper rash

(ruam popok) sebanyak 14 (58,3%) responden.

5.1.3 Ada hubungan antara pengetahuan ibu yang memiliki bayi usia 0-12 bulan

tentang diaper rash (ruam popok) dengan kejadian diaper rash di Dusun

Krajan Desa Kembang Tlogosari Bondowoso.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi responden

Diharapkan lebih meningkatkan pengetahuannya mengenai ruam

popok melalui berbagai sumber informasi terutama dari tenaga kesehatan,

sehingga mencegah bayi mengalami kejadian ruam popok.

5.2.2 Bagi tenaga kesehatan

Tenaga kesehatan khususnya bidan diharapkan memberikan

masukan pada ibu tentang pencegahan ruam popok melalui berbagai cara,

misalnya pemberian informasi tentang ruam popok saat di posyandu,

melalui leaflet, poster atau sarana lainnya agar pengetahuan ibu meningkat

dan tidak terjadi ruam popok pada bayi.

5.2.3 Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti perbedaan pH feses

antara bayi yang diberikan ASI dan MP ASI.


61

Anda mungkin juga menyukai