Anda di halaman 1dari 106

SKRIPSI

PENGARUH TEKNIK PIJAT WOOLWICH TERHADAP


PENINGKATAN PRODUKSI ASI PADA IBU
POST PARTUM

LITERATURE REVIEW

INDAH ZELVIE WULANDARI


NIM : 201601191

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO

i
2020

ii
SKRIPSI

PENGARUH TEKNIK PIJAT WOOLWICH TERHADAP


PENINGKATAN PRODUKSI ASI PADA IBU
POST PARTUM

LITERATURE REVIEW

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan


Pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Sehat PPNI
Kabupaten Mojokerto

INDAH ZELVIE WULANDARI


NIM : 201601191

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO
2020

iii
SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa Proposal skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan

belum pernah dikumpulkan orang lain untuk memperoleh gelar dari berbagai

jenjang pendidikan di Perguruan Tinggi manapun, dan apabila terbukti ada unsur

Plagiarisme saya siap untuk dibatalkan kelulusannya.

Mojokerto, Juli 2020


Yang Menyatakan,

INDAH ZELVIE WULANDARI


NIM 201601191

iv
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Seminar Porposal Skripsi pada

Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Sehat

PPNI Kabupaten Mojokerto.

Nama : Indah Zelvie Wulandari

NIM : 201601191

Judul : Pengaruh Teknik Pijat Woolwich Terhadap Peningkatan

Produksi ASI Pada Ibu Post Partum

PadaTanggal :

Mengesahkan:

Tim Penguji

Ketua : Dr. Noer Saudah, S.Kep,Ns.,M.Kes (…………………..….)

Anggota : Dr. Indah Lestari, S.Kep,Ns.,M.Kes (…………………..….)

Anggota : Catur Prasastia LD, S.Kep,Ns.,M.Kes (…………………..….)

Mengetahui,
Ka. Prodi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Sehat PPNI

Ana Zakiyah, M.Kep


NIK. 162 601 036

v
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Proposal skripsi dengan

judul “Pengaruh Teknik Pijat Woolwich Terhadap Peningkatan Produksi

ASI Pada Ibu Post Partum ”. Selesainya penulisan Proposal skripsi ini tak lepas

dari bantuan dan dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak, maka penulis

mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dengan hati tulus kepada:

1. dr. Nungky Taniasari, M.ARS Selaku Direktur RSU Anwar Medika Krian

Sidoarjo yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan

penelitian

2. Dr. M. Sajidin, S.Kp, M.Kes selaku Ketua STIKes Bina Sehat PPNI

Kabupaten Mojokerto

3. Ana Zakiyah, M.Kep selaku Ka. Prodi S1 Keperawatan

4. Dr. Indah Lestari, S.Kep. Ns., M.Kes selaku pembimbing I Proposal skripsi

yang telah meluangkan waktu dalam bimbingan kepada penulis

5. Catur Prasastia LD, S.Kep,Ns.,M.Kesselaku pembimbing II Proposal skripsi

yang telah meluangkan waktu dalam bimbingan kepada penulis

6. Staff Dosen dan Karyawan STIKes Bina Sehat PPNI Kabupaten Mojokerto

7. Responden yang telah meluangkan waktu dan bekerja sama untuk

memberikan data yang dibutuhkan oleh peneliti.

vi
Akhirnya penulis menyadari bahwa Proposal skripsi ini jauh dari sempurna

sehingga memerlukan kritik dan saran untuk menyempurnakan penyususnan

Proposal skripsi ini.

Juli 2020

Peneliti

vii
MOTTO

Jangan biarkan ketidaksempurnaan menjadi musuh selamanya dan

jangan biarkan orang lain memutuskan jadi apa dirimu.

viii
PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil alamin, sujud syukur kepada Allah SWT atas

limpahan kemudahan dan kesulitan selama menjalani proses mengerjakan

proposal skripsi ini dari awal hingga akhir. Sholawat dan salam selalu

terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Aku persembahkan karya sederhanaku ini untuk:

1. Papa dan Mama tercinta yang selalu mendo’akan di setiap langkahku,

yang telah memberikan kasih sayang yang sangat besar dan tulus, segala

dukungan dan cinta kasih tiada mungkin dapat ku balas hanya dengan

selembar kertas tulisan kata-kata cinta dan persembahan. Semoga ini

menjadi langkah awal untuk Papa dan Mama bangga.

2. Saudaraku dan keluarga besarku serta seseorang yang selalu memberikan

dukungan dan semangat.

3. Teman-teman terdekatku ( Dia, Ema, Umi, Ana, Nawang ) yang senantiasa

selalu mendampingi, menyemangati, dan selalu ada untukku dalam

keadaan apapun.

4. Terima kasih kepada pembimbing proposal skripsiku, ibu Dr. Indah

Lestari, S.Kep. Ns., M.Kes yang telah bersedia memberikan dorongan dan

dukungan serta bimbingan kepada saya. Terima kasih juga untuk ibu Catur

Prasastia L.D, S.Kep. Ns., M.Kes atas saran dan bimbingannya selama ini.

Terima kasih kepada kedua pembimbingku atas ilmu yang telah diberikan

selama ini. Hingga saya bisa menyelesaikan proposal skripsi ini tepat pada

ix
waktunya. Terima kasih kepada ibu Dr. Noer Saudah, S.Kep. Ns., M.Kes

atas waktunya untuk bersedia menguji dan memberikan masukan terhadap

pengerjaan proposal skripsi ini.

5. Seluruh dosen pengajar di STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto. Terima

kasih banyak untuk semua ilmu, didikan dan pengalaman yang sangat

berarti yang telah bapak ibu berikan kepada saya.

6. Terimakasih kepada RSU. Anwar Medika Krian Sidoarjo yang telah

membantu pengerjaan proposal skripsi ini hingga selesai.

x
ABSTRAK

Pengaruh Teknik Pijat Woolwich Terhadap Peningkatan Pengeluaran


Produksi ASI Pada Ibu Post Partum

Oleh:
Indah Zelvie Wulandari

Permasalahan waktu keluarnya ASI yang sering tidak dapat keluar dengan
lancar dalam waktu 1x24 jam menjadi kendala pada ibu dalam pemberian ASI
secara dini karena ibu yang merasa anaknya kurang mendapatkan ASI akan
memberikan minuman pengganti ASI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh teknik pijat woolwich terhadap peningkatan pengeluaran produksi ASI
pada ibu post partum. Desain penelitian menggunakan literature review. Cara
analisa data dengan melakukan compare, contrast, critisize, synthesize, dan
summarize. Jurnal yang dikaji sebanyak 10 jurnal yang diambil dari Portal
Garuda, Google Scholar dan Pubmed dengan menggunakan kata kunci “pijat
woolwich” dan “produksi ASI”. Rentang waktu yang digunakan adalah jurnal
terbitan tahun 2016-2020. Hasil review jurnal menunjukkan bahwa pijat woolwich
terbukti dapat meningkatkan produksi ASI, akan tetapi pijat ini lebih efektif jika
dikombinasikan dengan pijat lain seperti rolling massage, namun apabila
dibandingkan dengan pijat lain yang berfungsi meningkatkan produksi ASI seperti
pijat Marmet dan pijat Oksitosin, maka pijat woolwich mempunyai efektivitas
paling rendah. Kesimpulan yang dapat diambil adalah pijat Woolwich dapat
meningkatkan produksi ASI, karena Pijat woolwich memicu rangsangan sel-sel
mioepitel di sekitar kelenjar payudara, rangsangan tersebut diteruskan ke
hipotalamus sehingga memicu hipofisis anterior untuk memproduksi hormon
prolaktin.

Kata Kunci: pijat woolwich, produksi ASI

xi
ABSTRACT

Effect of Woolwich Massage Techniques on Increased Expenditures of Breast


Milk Production in Post Partum Mothers

By:
Indah Zelvie Wulandari

The issue of the time when milk was released which often cannot come
out smoothly within 1x24 hours was an obstacle for mothers in giving early
breastfeeding because mothers who feel their children are not getting ASI will
provide breast milk substitutes. This study aims to determine the effect of the
woolwich massage technique on the increased expenditure of breast milk
production in post partum mothers. The study design uses a literature review.
How to analyze data by comparing, contrasting, critisizing, synthesizing, and
summarizing. The journals studied were 10 journals taken from the Garuda Portal,
Google Scholar and Pubmed using the keywords "massage woolwich" and "ASI
production". The time span used was the 2016-2020 issue of the journal. Journal
review results show that woolwich massage was proven to increase milk
production, but this massage was more effective when combined with other
massages such as rolling massage, but when compared to other massages that
work to increase milk production such as Marmet massage and Oxytocin massage,
then woolwich massage has lowest effectiveness. The conclusion that can be
drawn was that Woolwich massage can increase milk production, because
Woolwich massage triggers stimulation of myioepithelial cells around the breast
gland, the stimulus was passed on to the hypothalamus so that it triggers the
anterior pituitary to produce the hormone prolactin.

Keywords: woolwich massage, breast milk production

xii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
HALAMAN JUDUL DALAM................................................................................ii
SURAT PERNYATAAN.......................................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................v
KATA PENGANTAR............................................................................................vi
MOTTO................................................................................................................viii
PERSEMBAHAN...............................................................................................…ix
DAFTAR ISI.........................................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xv
DAFTAR TABEL.................................................................................................xvi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xvii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian...............................................................................................5
1.4 Manfaat Penelitian.............................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................7
2.1 Konsep Dasar Post Partum.................................................................................7
2.1.1 Pengertian Post Partum.............................................................................7
2.1.2 Tahapan Post Partum.................................................................................8
2.1.3 Perubahan Fisiologi Post Partum..............................................................8
2.1.4 Perubahan Psikologis Post Partum..........................................................13
2.2 Konsep Dasar Laktasi......................................................................................15
2.2.1 Anatomi dan Fisiologi Payudara.............................................................15
2.2.2 Fisiologi Laktasi......................................................................................18
2.2.3 Proses Pembentukan ASI........................................................................27
2.2.4 Komposisi ASI Berdasarkan Kandungan Zat Gizinya............................29
2.2.5 Kandungan dan Komposisi ASI..............................................................32
2.2.6 Manfaat ASI............................................................................................35
2.3 Konsep Dasar Teknik Pijat Woolwich.............................................................38
2.3.1 Definisi Teknik Pijat Woolwich..............................................................38
2.3.2 Manfaat Teknik Pijat Woolwich.............................................................39
2.3.3 Keutamaan Pijat Woolwich.....................................................................39
2.3.4 Cara Melakukan Pijat Woolwich............................................................39
2.3.5 Faktor Yang Mempengaruhi...................................................................42
2.3.6 Standar Operasional Prosedur Pijat Woolwich.......................................43
2.4 Pengaruh Teknik Pijat Woolwich Terhadap Peningkatan Produksi ASI.........44
2.5 Kerangka Teori.................................................................................................47
2.6 Kerangka Konsep.............................................................................................48
2.7 Hipotesis...........................................................................................................49
BAB III METODE PENELITIAN.........................................................................50
3.1 Desain Penelitian..............................................................................................50
3.2 Sumber Literatur..............................................................................................50

xiii
3.2.1 Pencarian data.........................................................................................50
3.2.2 Screening.................................................................................................51
3.2.3 Peniliaian Kualtas....................................................................................51
3.3 Sumber data......................................................................................................51
3.4 Metode Analisis Data.......................................................................................52
3.5 Metode Pengumpulan Data..............................................................................52
3.6 Prosedur Penelitian...........................................................................................53
BAB IV HASIL......................................................................................................56
4.1 Hasil.................................................................................................................56
4.2 Pembahasan......................................................................................................67
4.2.1 Produksi ASI pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol.....67
4.2.2 Pengaruh Pijat Woolwich Terhadap Produksi ASI................................70
BAB V SIMPULAN DAN SARAN......................................................................77
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................78

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Payudara..............................................................................15

Gambar 2.2 Reflek Prolaktin..................................................................................19

Gambar 2.3 Reflek Oksitosin.................................................................................21

Gambar 2.4 Teknik Pijat Woolwich.......................................................................42

Gambar 2.5 Kerangka Teori Pengaruh Teknik Pijat Woolwich Terhadap

Peningkatan Produksi ASI Pada Ibu Post Partum..............................47

Gambar 2.6 Kerangka Konsep Pengaruh Pijat Woolwich Terhadap Peningkatan


Produksi ASI...............….....………………………………………48
Gambar 3.1 Bagan Screening Artikel.......................……………………………54

xv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Standar Operasional Prosedur Pijat Woolwich......................................43

Tabel 3.1 Tabel Kriteria Inklusi dan Ekslusi dengan Format PICOS..............53

Tabel 4.1 Hasil Review Jurnal yang Relevan ....................................................56

Tabel 4.2 Kesimpulan Hasil Penelitian dan Faktor yang Mempengaruhi

Berdasarkan Review Jurnal............................................................................63

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Pengajuan Judul...................................................................77

Lampiran 2 Surat Ijin Studi Pendahuluan dan Penelitian.....................................78

Lampiran 3 Surat Balasan Ijin dari Rumah Sakit.................................................79

Lampiran 4 Lembar Bimbingan Proposal Skripsi................................................80

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

ASI merupakan makanan utama untuk bayi yang harus diberikan pada

awal-awal kelahiran bayi. Biasanya produksi ASI akan keluar dalam waktu

1x24 jam namun, pada kenyataannya banyak ibu yang mengeluh bahwa ASI

nya tidak segera keluar dalam kurun waktu 1x24 jam dan banyak ibu yang

mengatakan bahwa ASI nya baru keluar sampai 2-3 hari setelah melahirkan

(Maria, 2017). Hari pertama setelah melahirkan merupakan waktu terpenting

dalam menyusui, apabila ibu dibantu dengan baik saat ia mulai menyusui

kemungkinan ibu tersebut akan berhasil terus menyusui. (Rahayu, 2015).

Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa permasalahan waktu

keluarnya ASI yang sering tidak dapat keluar dengan lancar dalam waktu

1x24 jam menjadi kendala pada ibu dalam pemberian ASI secara dini.

Fenomena yang sering terjadi ketika ibu mengalami hal tersebut, ibu akan

merasa cemas dan memilih alternatif lain agar kebutuhan bayi tercukupi

seperti memberikan makanan tambahan pada bayi (Riskani, 2010).

Pemberian ASI pada jam-jam pertama selain bermanfaat bagi bayi dan ibu

juga dapat mendukung kesuksesan ibu dalam pelaksanaan ASI Eksklusif 0-6

bulan (WHO, 2016). Berdasarkan data WHO cakupan pemberian ASI

diseluruh dunia hanya sekitar 42%. Di indonesia cakupan pemberian ASI juga

masih rendah yaitu 37,3%. Berdasarkan provinsi, presentase tertinggi bayi

1
bayu lahir mendapat IMD adalah provinsi Aceh (97,31%), sedangkan

presentase terendah adalah provinsi Papua (15%), jika dilihat dari data yang

ada, pelaksanaa IMD erat kaitannya dengan daerah tempat tinggal dan akses

masyarakat kepada pelayanan kesehatan. Sementara itu provinsi jawa timur

yang mendapat IMD sebesar 85,2% (Riskesdas, 2018).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Ruang Bersalin RSU

Anwar Medika Krian Sidoarjo didapatkan jumlah ibu nifas dari bulan Januari

2020 sampai akhir Februari 2020 sebanyak 139 orang. Hasil wawancara

dengan beberapa ibu post partum pada tanggal 25 Februari 2020, diperoleh

data bahwa dari pengalaman 8 ibu nifas didapatkan 5 orang mengatakan

bahwa ASI dapat keluar dengan lancar dan dapat menyusui banyinya kurang

dari 1 hari setelah melahirkan namun, 3 diantara 5 orang tersebut mengeluah

ASI nya hanya keluar sedikit sehingga memberikan tambahan susu formula, 1

orang lainnya mengatakan ASI nya hanya menetes saja sehingga klien merasa

khawatir tidak dapat menyusui bayinya, dan 1 orang mengatakan pada hari

pertama ASI nya belum keluar tetapi keluar cairan bening namun, ibu

mengganggapnya normal karena baru hari pertama. Ibu yang tidak dapat

menyusui pada hari-hari pertama disebabkan oleh kecemasan akan kurangnya

produksi ASI dan kurangnya pengetahuan ibu tentang proses menyusui.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Liberty dan Faradila 2017

yang berjudul Pengaruh Pijat Woolwich Terhadap Produksi ASI di BPM

APPI Amelia Blibis Kasihan Bantul menunjukkan bahwa ada perbedaan

produksi ASI (berat badan bayi) antara kelompok kontrol dengan kelompok

2
perlakuan. Kelompok kontrol (3021,88 ± 159,88) sedangkan kelompok

perlakuan (3265,63 ± 320,79) perbedaan ini terlihat pada rerata berat badan

bayi pada kelompok perlakuan lebih besar dibandingkan dengan kelompok

kontrol

Secara umum banyak faktor yang mempengaruhi pengeluaran ASI yaitu

penatalaksanaan IMD (Inisiasi Menyusui Dini), ketenangan jiwa dan pikiran,

keadaan payudara dan perawatannya, teknik menyusui, nutrisi ibu selama

menyusui, kondisi stress setelah melahirkan, faktor genetik dan penyakit

kongenital, isapan bayi,umur kehamilan saat melahirkan, berat badan bayi saat

lahir, konsumsi rokok dan alkohol, umur ibu saat melahirkan, status paritas

ibu dan bentuk puting susu (Prasetyo, 2009). Dari berbagai faktor tersebut

faktor yang paling berpengaruh dalam produksi ASI dan kelancararan

keluarnya ASI pertama kali adalah rangsangan hormon prolaktin dan

oksitosin. Rangsangan hormon prolaktin dan oksitosin dipengaruhi oleh

isapan bayi dan reseptor yang terletak pada sistem duktus. Keadaan sistem

duktus melebar atau menjadi lunak maka, secara reflek dikeluarkan hormon

oksitosin oleh hipofise yang berpengaruh untuk memerah susu dari alveoli

(Soetjiningsih, 2017).

Rangsangan yang didapatkan dari isapan bayi secara fisiologis tubuh

memang dapat melepas hormon prolaktin dan oksitosin namun, pada

kenyataanya masih banyak ibu post partum yang mengeluh ASI tidak keluar

di jam-jam pertama sehingga, para tenaga kesehatan yang membantu

persalinan melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produksi serta

3
membantu proses keluarnya ASI. Salah satu program yang dapat dilakukan di

jam-jam pertama setelah melahirkan meskipun ibu dalam keadaan lelah

maupun kondisi bayi yang tidak mendukung dilakukannya IMD adalah pijat

woolwich. Secara teori pijat woolwich yaitu dilakukan pemijatan di area sinus

laktiferus, pemijatan ini akan merangsang sel saraf payudara, kemudian

memberikan sinyal ke hopitalamus anterior maupun posterior untuk

mrningkatkan produksi hormon prolaktin dan oksitosin. Penigkatan hormon

prolaktin dan oksotisin yang segera inilah yang dapat memicu proses

percepatan keluarnya ASI (Kusmastuti, 2017).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Liberty dan Faradila 2017

yang berjudul Pengaruh Pijat Woolwich Terhadap Produksi ASI di BPM

APPI Amelia Blibis Kasihan Bantul menunjukkan bahwa ada perbedaan

produksi ASI (berat badan bayi) antara kelompok kontrol dengan kelompok

perlakuan. Kelompok kontrol (3021,88 ± 159,88) sedangkan kelompok

perlakuan (3265,63 ± 320,79) perbedaan ini terlihat pada rerata berat badan

bayi pada kelompok perlakuan lebih besar dibandingkan dengan kelompok

kontrol. Dalam hal ini peneliti ingin mengaplikasikan teknik pijat woolwich

untuk memberikan stimulasi hormon prolaktin dan oksitosin yang diharpkan

produksi ASI meningkat sehingga, ASI dapat keluar dalam waktu 1x24 jam.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perumusan maslah dalam

penelitian ini adalah “Adakah Pengaruh Teknik Pijat Woolwich Terhadap

Peningkatan Produksi ASI Pada Ibu Post Partum?”

4
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mereview pengaruh teknik pijat woolwich terhadap

peningkatan produksi ASI ibu post partum.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mereview produksi ASI pada ibu post partum sebelum dilakukan

pijat woolwich.

2. Mereview produksi ASI pada ibu post partum sesudah dilakukan

pijat woolwich

3. Mereview analisis pengaruh teknik pijat woolwich terhadap

produksi ASI ibu post partum.

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat dijadikan

sebagai bahan informasi perkembangan ilmu pengetahuan pada institusi

kesehatan terutama dalam metode pemberian Teknik Pijat Woolwich

terhadap peningkatan produksi ASI pada ibu post partum.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat

menyumbangkan pemikiran terhadap pemecahan masalah yang berkaitan

dengan masalah peningkatan produksi ASI pada ibu post partum.

5
Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan menjadi acuan bagi

penyusunan pemecahan masalah terhadap peninkatan produksi ASI pada

ibu post partum.

6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan disajikan konsep dasar yang melandasi penelitian yaitu:

1. Post Partum 2. ASI 3. Konsep dasar teknik Pijat Woolwich 4.Kerangka Teori 5.

Kerangka Konsep 6. Hipotesis

2.1 Konsep Dasar Post Partum

2.1.1 Pengertian Post Partum

“Post Partum Period or The Peurperium is the period during

which the woman readjust, physically, and psychologically from

pregnancy and birth” post partum atau peurperium merupakan periode

dimana wanita menyesuaikan diri, secara fisik, dan psikologis dari

kehamilan dan kelahiran (Davidson dkk, 2012).

Menurut bahasa latin Peurperium adalah penggalan dari kata Peur

yang berarti bayi dan kata parous yang artinya melahirkan. Jadi dapat

dikatakan Peurperium adalah masa setelah melahirkan bayi. Peurperium

bisa disebut masa nifas, yang merupakan masa yang dimulai setelah

kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti

keadaan sebelum hamil. Masa nifas atau peruperium dimulai sejak 2 jam

setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu

(pitriani 2014).

Menurut dr. Siti Dhyanti dan dr.H. Muki R, masa nifas adalah

periode 6 minggu setelah persalinan, disebut juga masa involusi (periode

7
dimana sistem reproduksi wanita post partum kembali ke keaadannya

seperti sebelum hamil).

2.1.2 Tahapan Post Partum atau Masa Nifas

Masa nifas dibagi menjadi 3 tahapan yaitu :

1. Peurperium dini

Merupakan tahap pulih dimana ibu diperbolehkan berdiri

dan berjalan serta menjalankan aktifitas layaknya wanita normal

lainnya (40 hari).

2. Peurperium Intermediate

Merupakan kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang

lamanya sekitar 6-8 minggu.

3. Remote Peurperium

Merupakan waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat

sempurna terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan

mempunyai komplikasi (Ssusilo dan Feti, 2016).

2.1.3 Perubahan Fisiologi Post Partum

Perubahan-perubahan secara fisiologi yang terjadi pada masa nifas

adalah sebagai berikut :

A. Perubahan Uterus

Setelah plasenta lahir, uterus akan mulai mengeras karena

kontraksi dan retraksi otot-ototnya. Kemudian uterus berangsur-

angsur mengecil sampai keadaan sebelum hamil (Sri

Wahyuningsih, dkk,2019).

8
B. Lochea

Lochea adalah sekret/cairan yang berasal dari kavum uteri

dan vagina selama masa post partum (Siti Saleha, 2009). Jenis-

jenis lochea yaitu:

a. Lochea Rubra

Lochea ini berisi darah segar dan sisa-sisa selaput

ketuban, sel-sel darah desidua (selaput tenar rahi dalam

keadaan hamil), venix caseosa (palit bayi, zat seperti salep

terdiri atas palit semacam noda dan sel-sel epitel yang

menyelimuti kulit janin), lanugo ( bulu halus pada anak

yang baru lahir), dan mekonium ( isi usus janin cukup

bulan yang terdiri atas getah kelenjar usus dan air ketuban

berwarna hijau).

b. Lochea Sanguinolenta

Warnanya merah kuning berisi darah dan lendir. Ini

terjadi pada hari ke 3-7 setalah persalinan.

c. Lochea Serosa

Berwarna kuning dan cairan ini tidak berdarah lagi,

pada hari ke 7-14 setelah persalinan.

d. Lochea Alba

Cairan putih yang terjadi pada hari setelah 2

minggu.

9
e. Lochea Purulenta

Loche ini terjadi akibat infeksi, keluarnya cairan

seperti nanah berbau busuk.

f. Locheohosis

Lochea yang tidak lancar keluarnya.

C. Perubahan Vagina

Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan

yang sangat besar selama proses melahirkan bayi. Dalam beberapa

hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap dalam

keadaan kendur. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali

kepada keadaan tidak hamil dan rugae (lipatan-lipatan atau

kerutan-kerutan) dalam vagina secara berangsur-angsur akan

muncul kembali, sementara labia menjadi lebih menonjol

(Widyasih, Hesty,dkk, 2012).

D. Perubahan Perineum

Terjadi robekan perineum hampir pada semua persalinan

pertama dan tidak jarang juga pada persalina berikutnya. Robekan

perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas

apabila kepala janin terlahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih

kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul

dengan ukuran yang lebih besar dan pada sirkumfariensa

subokidpito bregmatika. Bila ada laserasi jalan lahir atau luka

bekas episiotomy (penyayat mulut serambi kemaluan untuk

10
mempermudah kelahiran bayi) lakukanlah perjahitan dan

perawatan dengan baik (Suherni,dkk, 2009).

E. Perubahan Sistem Pencernaan

Biasanya ibu mengalami konstipasi setelah persalinan, hal

ini disebabkan karena pada waktu melahirkan alat pencernaan

mendapat tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong,

pengeluaran cairan yang berlebihan pada wakti persalinan,

kurangnya asupan makan, hemoroid dan kurangnya aktivitas

tubuh.

F. Perubahan Sistem Perkemihan

Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan

sulit untuk buang air kecil dalam 24 jam pertama. Penyebab dari

keadaan ini adalah terdapat spasme sfinkter dan edema leher

kandung kemih setelah mengalami kompresi (tekanan) antara

kepala janin dan tulang pubis selama persalinan berlangsung.

Kadar hormon esterogen yang bersifat menahan air akan

mengalami penurunan yang mencolok, keadaan tersebut

dinamakan dieuresis.

G. Perubahan Sistem Kardiovaskuler

Volume darah bertambah, sehingga akan mneimbulkan

dekompensasi kordis pada penderita vitum cordia. Hal ini dapat

diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya

hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala.

11
Pada umumnya, hal ini terjadi pada hari ketiga sampai hari kelima

post partum.

H. Perubahan Tanda-Tanda Vital

a) Suhu badan

Dalam 1 hari (24 jam) post partum, suhu badan akan

naik sedikit (37,5˚ - 38˚C) akibat dari kerja keras waktu

melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan. Apabila

dalam keadaan normal, suhu badan akan menjadi biasa dan

biasanya pada hari ketiga suhu badan naik lagi karena

adanya pembetukan ASI. Bila suhu tidak turun,

kemungkinan adanya infeksi pada endometrium.

b) Nadi

Denyut nadi ibu akan melambat sampai sekitar 60

kali per menit, yakni pada waktu habis persalinan, karena

ibu dalam keadaan istirahat penuh. Ini terjadi utamanya

pada minggu pertama post partum.

c) Tekanan darah

Tekanan darah biasanya tidak berubah,

kemungkinan tekanan darah akan lebih rendah setelah ibu

melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi

pada saat post partum menandakan terjadinya preeklampsi

post partum.

12
d) Pernafasan

Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan

keadaan suhu dan denyut nadi, bila suhu nadi tidak normal

pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada

gangguan khusus pada saluran nafas. Bila pernafasan pada

masa post partum menjadi lebih cepat, kemungkinan ada

tanda-tanda syok (Widyasih, Hesty,dkk, 2012).

2.1.4 Perubahan Psikologis Ibu Post Partum

Kelahiran anggota baru bagi suatu keluarga memerlukan

penyesuaian bagi ibu. Perubahan peran seorang ibu memerlukan adaptasi

yang harus dijalani, prubahan tersebut berupa perubahan emosi dan sosial.

Dorongan serta perhatian anggota keluarga lainnya merupakan dukungan

positif untuk ibu. Tanggung jawab ibu bertambah dengan hadirnya bayi

baru lahir. Proses penyesuaian ibu atas perubahan yang dialaminya terdiri

atas tiga fase yaitu :

1. Fase Talking In (periode ketergantungan).

Periode ini berlangsung dari hari pertama sampai hari

kedua setelah melahirkan. Pada fase ini, ibu masih bergantung

pada orang lain, ibu sedang berfokus terutama pada dirinya sendiri.

Ibu akan berulang kali menceritakan proses persalinan yang

dialaminya dari awal sampai akhir. Ibu memerlukan ketenangan

dalam tidur untuk mengeambalikan keadaan tubuh ke kondisi

normal. Nafsu makan ibu bertambah sehingga membutuhkan

13
peningkatan nutrisi. Kurangnya nafsu makan menandakan proses

pengembalian kondisi tubuh tidak berlangusng normal.

2. Fase Talking Hold

Periode ini berlangsung tiga sampai hari setelah

melahirkan. Pada fase ini ibu memperhatikan tanggung jawabnya

sebagai orang tua akan bayinya. Ibu berusaha untuk menguasai

keterampilan merawat bayi seperti menggendong, menyusui,

memandikan, dan mengganti popok. Ibu menerima nasehat bidan

dan kritikan pribadi. Pada fase ini kemungkinan ibu mengalami

depresi post partum karena merasa tidak mampu membesarkan

bayinya.

3. Fase Letting Go (periode menerima tanggung jawab)

Periode ini berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan.

Terjadi setelah ibu pulang kerumah dan dipengaruhi oleh dukungan

serta perhatian suami dan keluarga. Dalam fase ini ibu sudah

mengambil tanggung jawab dalam merawat bayinya dan

memahami kebutuhan bayi. Kenginan untuk diri dan bayinya

sudah meningkat. Ibu akan lebih percaya diri dalam menjalankan

peran barunya. (Reva rubin 2014).

14
2.2 Konsep Dasar Laktasi

2.2.1 Anatomi dan Fisiologi Payudara

Gambar 2.1 Antonomi Payudara

Payudara (mammae, susu) adalahkelenjar yang terletak dibawah

kulit, diatas otot dada. Fungsi payudara adalah memproduksi susu untuk

nutrisi bayi. Manusia mempunyai sepasang kelenjar payudara, yang

beratnya kurang lebih 200 gram, saat wanita hamil 600 gram, dan saa

menyusui 800 gram.

Perubahan pada payudara meliputi:

Penurunan kadar progesreton secara cepat dengan peningkatan

hormon prolaktin setelah persalinan tanda mulainya proses laktasi.

Payudara menjadi besar dan keras sebagai tanda mulainya paroses laktasi.

Ada tiga baguan utama payudara yaitu:

a. Korpus (badan), yaitu bagian yang membesar. Korpus dari alveolus

adalah sel aciner, jaringan lemak, sel plasma, sel otot polos dan

15
pembuluh darah. Alveolus, yaitu unit terkecil yang memproduksi

susu. Bagian lobulus, yaitu kumpulan dari alveolus. Lobus, yaitu

beberapa lobulus yang berkumpul menjadi 15-20 lobus pada tiap

pyudara. ASI disalurkan dari alveolus kedalam saluran kecil

(duktulus), kemudian beberapa duktulus bergabung memebntuk

saluran yang lebih besar (duktus laktiferus).

b. Areola, yaitu bagian yang kehitaman di tengah. Sinus laktiferus,

yaitu saluran dibawah areola yang besar melebar, akhirnya

memusat kedalam puting dan bermuara ke luar. Di dalam dinding

alveolus maupun saluran terdapat otot polos yang jika berkontraksi

dapat memompa ASI keluar. Kalang payudara (areola mammae)

letaknya mengelilingi puting susu dan berwarna kegelapan yang

disebabkan oleh penipisan dan penimbunan pigmen pada kulitnya.

Perubahan warna ini bergantung pada corak kulit dan adanya

kehamilan. Pada wanita yang corak kulitnya kuning langsat akan

berwarna jingga kemerahan, jika kulitnya kehitaman maka

warnanya lebih gelap. Selama kehamilan warna akan menjadi

gelap dan warna ini akan menetap dan tidak kembali lagi seperti

warna asli semula. Pada daerah ini akan didapatkan kelenjar

keringat, kelenjar lemak dari montgomeri yang membentuk

tuberkel dan akan membesar selama kehamilan. Kelenjar lemak ini

akan menghasilkan suatu bahan dan dapat melicinkan kalang

16
payudara selama meyusui. Di kalang payudara terdapat duktus

lakfiterus yang merupakan tempat penampungan air susu.

c. Papilla atau puting, yaitu bagian yang menonjol di puncak

payudara. Bagian yang menonjol yang dimasukan ke mulut bayi

untuk aliran air susu. Papilla (puting susu). Terletak setinggi

interkosta IV, tetapi berhubung adanya variasi bentuk dan ukuran

payudara maka letaknya akan bervariasi. Pada tempat ini terdapat

lubang-lubang kecil yang merupakan muara dari duktus laktiferus,

ujung-ujung serat saraf, pembuluh darah, pembuluh getah bening,

serat-serat otot yang longitudinal akan menarik kembali puting

susu tersebut.

Payudara terdiri dari 15-25 lobus. Masing-masing lobulus terdri

dari 20-40 lobulus. Selanjutnya masing-masing lobulus terdiri dari 10-100

alveoli dan masing-masing dihubungkan dengan saluran air susu (sistem

duktus) sehingga merupakan suatu pohon. Puting susu dapat pula menjadi

tegak bukan sebagai hasil dari beberapa bentuk perangsangan seksual yang

alami dan puting susu seorang wanita mungkin tidak menjadi tegak ketika

ia terangsang secara seksual. Pada daerah areola terdapat beberapa minyak

yang dihasilkan oleh kelenjar montgomery. Kelenjar ini dapat berbentuk

gelombang-gelombang naik dan sensitif terhadap siklus menstruasi

seorang wanita. Kelenjar ini bekerja untuk melindungi dan meminyaki

puting susu selama menyusui. Beberapa puting susu menonjol ke dalam

atau rata dengan permukaan payudara. Keadaan tersebut kemudian

17
ditunjukkan sebagai puting susu terbalik dan tidak satupun dari keadaan

tersebut yang memperlihatkan kemampuan seorang wanita untuk

menyusui, yang berdampak negatif. Bentuk puting ada empat, yaitu bentuk

normal, pendek atau datar, panjang dan terbenam (inverted).

2.2.2 Fisiologi Laktasi

Selama kehamilan, hormon prolaktin dari plasenta meningkat

tetapi ASI biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh kadar

estrogen yang tinggi. Pada hari kedua atau ketiga pasca persalinan, kadar

estrogen dan progesteron menurun drastis sehingga prolaktin lebih

dominan dan pada saat inilah mulai terjadi sekresi ASI. Dengan

menyusukan lebih dini terjadi perangsangan puting susu, terbentuklah

prolaktin oleh hipofisi sehingga sekresi ASI lebih lancar.

1. Refleks-Refleks yang Mempengaruhi Laktasi

Dua refleks pada ibu yang sangat penting dalam proses

laktasi yaitu prolaktin dan refleks aliran timbul karena akibat

rangsangan puting susu karena isapan oleh bayi.

18
A. Refleks Prolaktin

Gambar 2.2 Reflek Prolaktin

Pada akhir kehamilan hormon prolaktin memegang

peranan untuk membuat kolostrum, terbatas karena aktivitas

prolaktin dihambat oleh estrogen dan progesteron yang

masih tinggi. Pasca persalinan, lepasnya plasneta dan

berkurangnya fungsi korpus luteum menyebabkan estrogen

dan progesteron juga berkurang. Isapan bayi akan

merangsang puting susu dan kalang payudara karena ujung-

ujung saraf sensori yang berfungsi sebagai reseptor

mekanik. Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus

melalui medulla spinalis hipotalamus dan akan menekan

pengeluaran faktor penghambat sekresi prolaktin dan

sebaliknya merangsang pengeluaran faktor pemacu sekresi

prolaktin. Faktor pemacu sekresi prolaktin akan merangsang

19
hipofise anterior sehingga keluar prolaktin. Hormon ini

merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat

air susu. Kadar prolaktin pada ibu menyusui akan menjadi

normal tiga bulan setelah melahirkan sampai penyapihan

anak dan pada saat tersebut tidak akan ada peningkatan

prolaktin walau ada isapan bayi, tetapi pengeluaran air susu

tetap berlangsung. Ibu nifas yang tidak menyusui, kadar

prolaktin akan menjadi normal pada minggu ke 2-3 (Bidan

dan Dosen Kebidanan, 2018). Adapun pada ibu menyusui

kadar prolaktin akan meningkat dalam keadaan seperti :

a. Stress atau pengaruh psikis

b. Anastesi

c. Operasi

d. Rangsangan puting susu.

Sedangkan yang menyebabkan prolaktin terhambat

pengeluarannya pada keadaan:

a. Ibu gizi buruk

b. Pengaruh obat-obatan (Maryunani, 2009).

20
B. Refleks Let Down

Gambar 2.3 Reflek Oksitosin

Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh

hipofise anterior, rangsangan yang berasal dari isapan bayi

dilanjutkan ke hipofise posterior (neurohipofise) yang

kemudian dikeluarkan oksitosin. Melalui aliran darah

hormon ini menuju uterus sehingga menimbulkan kontraksi.

Kontraksi dari sel akan memeras air susu yang telah terbuat

kemudian keluar dari alveoli dan masuk melalui duktus

laktiferus masuk ke mulut bayi. Kontraksi dari sel akan

memeras air susu yang telah terbuat lalu keluar.

Refleks let-down dapat dirasakan sebagai sensasi kesemutan atau

dapat juga ibu merasakan sensasi apapun Tanda-tanda lain dari let-down

adalah tetesan pada payudara lain yang sedang dihisap oleh bayi. Refleks

ini dipengaruhi oleh kejiwaan ibu (Ambarwati, Eny. Wulandari, 2010).

21
a. Terdapat faktor-faktor yang memicu peningkatan refleks “ le-

tdown/ pelepasan ASI” ini yaitu pada saat ibu :

1) Melihat Bayi

2) Mendengarkan suara bayi

3) Mencium bayi

4) Memikirkan untuk menyusui bayi

b. Sementara itu factor-faktor yang menghambat refleks “let

down/ pelepasan ASI” (Andina Vita, 2018) yaitu stress seperti :

1) Keadaan bingung/ psikis kacau

2) Takut

3) Cemas

4) Lelah

5) Malu

6) Merasa tidak pasti/ merasakan nyeri.

2. Hormon-Hormon yang Mempengaruhi Laktasi

Hormon-hormon yang mempengaruhi proses keluarnya ASI yaitu:

a. Progesterone

Hormon progesterone ini mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran

alveoli. Tingkat progesteron akan menurun sesaat setelah melahirkan

dan hal ini dapat mempengaruhi produksi ASI berlebih.

b. Estrogen

Hormon estrogen ini menstimulasi saluran ASI untuk

membesar. Hormon estrogen akan menurun saat melahirkan dan akan

22
tetap rendah selama beberapa bulan selama masih menyusui. Pada saat

hormon estrogen menurun dan ibu masih menyusui, di anjurkan untuk

menghindari KB hormonal berbasis hormone estrogen karena kana

menghambat produksinya ASI.

c. Prolaktin

Hormon prolaktin merupakan suatu hormon yang di sekresikan

oleh grandula pituitary. Hormon ini berperan dalam membesarnya

alveoli saat masa kehamilan. Hormon prolaktin memiliki peran penting

dalam memproduksi ASI, karena kadar hormon ini meningkat selama

kehamilan. Kadar hormon prolaktin terhambat olek plasenta, saat

melahirkan dan plasenta keluar hormon progesterone dan estrogen

mulai menurun sampai tingkat dilepaskan dan diaktifkannya hormon

prolaktin. Peningkatan hormon prolaktin akan menghambat ovulasi

yang bias di katakana menmpunyai fungsi kontrasepsi alami, kadar

prolaktin yang paling tinggi adalah pada malam hari.

d. Oksitosin

Hormon oksitosin berfungsi mengencangkan otot halus pada

rahim pada saat melahirkan dan setelah melahirkan. Pada saat setelah

melahirkan, oksitosin juga mengancangkan otot halus pada sekitar

alveoli untuk memeras ASI menuju saluran susu. Hormon oksitosin

juga berperan dalam proses turunnya susu let down/milk ejection

reflex.

Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi keluarnya hormon

23
oksitosin, yaitu :

a. Isapan bayi saat menyusu

b. Rada kenyamanan diri pada ibu menyusui

c. Diberikan pijatan pada punggung atau pijat oksitosin ibu yang

sedang menyusui

d. Dukungan suami dan keluarga pada ibu yang sedang dalam

masa menyusui eksklusif pada bayinya.

Keadaan psikologi ibu menyusui yang baik (Nia Umar S. Sos, 2014).

e. Human Placental Lactogen (HPL)

Sejak bulan kedua placenta sering menegeluarkan HPL, yang

berperan dalam pertumbuhan payudara, puting dan areola sebelum

melahirkan. Pada bulan kelima dan keenam dalam masa kehamilan,

payudara siap memproduksi ASI. Namun, ASI dapat diproduksi

tanpa proses kehamilan.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi dan Pengeluaran ASI

a. Inisiasi Menyusui Dini (IMD)

ASI sangat dipengaruhi oleh hormon, namun tidak menutuup

kemungkinan adanya hisapan bayi yang merangsang pengeluaran

hormon prolaktin dan oksitosin di jam-jam pertama setelah

melahirkan sehingga dilakukannya IMD (Inisiasi Menyusui Dini)

dapat memebantu produksi ASI itu sendiri. Dalam penelitian Adam

(2012) disimpulkan bahwa penatalaksanaan IMD yang tepat dapat

mempengaruhi waktu pengeluaran ASI.

24
b. Makanan

Makanan yang dikonsumsi ibu menyusui sangat berpengaruh

terhadap produksi ASI. Apabila makanan yang ibu makan cukup

akan gizi dan pola makan yang teratur, maka produksi ASI akan

lancar.

c. Ketenangan Jiwa dan Pikiran

Untuk memproduksi ASI yang baik, maka kondisi jiwa dan

pikiran harus tenang. Keadaan psikologis ibu yang tertekan, sedih,

dan tegang akan menurunkan volume ASI.

d. Penggunaan Alat Kontrasepsi

Penggunaan alat kontrasepsi pada ibu menyusui, perlu

diperhatikan agar tidak mengurangi produksi ASI. Contoh alat

kontrasepsi yang dapat digunakan adalah kondom, IUD, pil khusus

yang menyusui ataupun suntik hormonal 3 bulanan.

e. Perawatan Payudara

Perawatan payudara bermanfaat merangsang payudara

mempengaruhi hipofise untuk mengeluarkan hormon prolaktin dan

oksitosin.

f. Anatomis Payudara

Jumlah lobus dalam payudara juga mempengaruhi ASI. Selain

itu, perlu diperhatikan juga bentuk anatomis papila atau puting susu

ibu.

25
g. Faktor Fisiologi

ASI terbentuk oleh karena pengaruh dari hormon prolaktin

yang menentukan produksi dan mempertahankan sekresi air susu.

h. Pola Istirahat

Faktor istirahat mempengaruhi produksi dan pengeluaran ASI.

Apabila kondisi ibu terlalu capek, kurang istirahat maka ASI juga

berkurang.

i. Faktor Isapan Anak atau Frekuensi Penyusuan

Semakin sering bayi menyusu pada payudara ibu, produksi dan

pengeluaran ASI semakin banyak. Namun, frekuensi penyusuan

pada bayi prematur dan cukup bulan berbeda. Studi mengatakan

bahwa pada produksi ASI bayi prematur akan optimal dengan

pemompaan ASI lebih dari 5 kali per hari selama bulan pertama

setelah melahirkan. Pemompaan dilakukan karena bayi prematur

belum dapat menyusu. Adapun pada bayi cukup bulan frekuensi

penyusuan 10 kurang lebih 3 kali per hari selama 2 minggu

pertama setelah melahirkan karena produksi ASI yang cukup. Oleh

sebab itu, direkomendasikan paling sedikit 8 kali per hari pada

periode awal setelah melahirkan. Frekuensi penyusun ini berkaitan

dengan kemampuan stimulasi hormon dalam kelenjar payudara.

j. Berat Lahir Bayi

Bayi berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan

menghisap yang lebih rendah dibanding bayi yang berat lahir

26
normal (>2500 g). Kemampuan menghisap ASI yang lebih rendah

ini meliputi frekuensi dan lama penyusuan yang lebih rendah

dibanding bayi berat lahir normal yang akan mempengaruhi

stimulasi hormon proklatin dan oksitosin dalam memproduksi ASI.

k. Umur Kehamilan Saat Melahirkan

Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi produksi ASI.

Hal ini disebabkan bayi yang lahir prematur (umur kehamilan

kurang dari 34 minggu) sangat lemah dan tidak mampu menghisap

secara efektif sehingga produksi ASI lebih rendah daripada bayi

yang lahir cukup bulan. Lemahnya kemampuan menghisap pada

bayi prematur dapat disebabkan berat badan yang rendah dan

belum sempurnanya fungsi organ.

l. Konsumsi Rokok dan Alkohol

Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan

mengganggu hormon prolaktin dan oksitosin untuk produksi ASI.

Merokok akan menstimulasi pelepasan adrenalin yang menghambat

pelepasan oksitosin. Meskipun minuman alkohol dosis rendah di

satu sisi dapat membuat ibu merasa lebih relaks sehingga

membantu proses pengeluaran ASI, tetapi disisi lain etanol dapat

menghambat produksi oksitosin (Bidan dan Dosen Kebidanan,

2018).

2.2.3 Proses Pembentukan ASI :

Siklus Laktasi Menurut (Astutik, 2014) proses pembentukan

27
ASI melalui tahapan-tahapan berikut ini :

A. Laktogenesis I

Laktogenesis I dimulai pada pertengahan kehamilan. Pada

fase ini struktur, duktus dan lobus payudara mengalami proliferasi

akibat dari pengaruh hormon. Akibatnya kelenjar payudara sudah

mampu mensekresi akan tetapi yang disekresi hanya kolostrum.

Walaupun secara struktur kelenjar payudara mampu

mengeluarkan ASI akan tetapi ini tidak terjadi karena hormon

yang berhubungan dengan kehamilan mencegah ASI disekresi.

B. Laktogenesis II

Laktogenesis II merupakan permulaan sekresi ASI secara

berlebih dan terjadi pada hari ke-4 post partum. Permulaan sekresi

ASI yng berlebih terjadi setelah plasenta lahir. Setelah melahirkan

tingkat progesteron menurun secara tajam akan tetapi tidak

sampai mencapai tingkatan yng sama pada wanita tidak hamil.

Sedangkan tingkat prolaktin tetap tinggi. Pada fase ini, ibu

biasanya merasakan volume ASI yang berlebih.

C. Laktogenesis III

Sistem kontrol hormon endokrin mengatur produksi ASI

selama kehamilan dan beberapa hari pertama setelah

melahirkan. Ketika produksi ASI mulai stabil, sistem kontrol

autokrin dimulai. Pada tahap ini apabila ASI banyak dikeluarkan

maka payudara akan memproduksi ASI dengan banyak pula.

28
1. Mekanisme menyusui

Menurut Andina Vita (2018) mekanisme menyusui terdapat 3

refleks perlukan untuk keberhasilan menyusui yaitu:

1. Refleks menangkap (Rooting Refleks)

Timbul saat bayi baru lahir tersentuh pipinya dan bayi akan

menoleh kearah sentuhan. Bibir bayi dirangsang dengan

papilla mamae, maka bayi akan membuka mulut dan berusaha

menangkap puting susu.

2. Refleks menghisap

Reflek ini timbul apabila langit-langit mulut bayi tersentuh

oleh puting. Agar puting mencapai palatum, maka sebagian

besar areola masuk ke dalam mulut bayi. Dengan demikian

sinus laktiferus yang berada di bawah areola, tertekan antara

gusi, lidah, dan palatum sehingga ASI keluar.

3. Refleks menelan (Swallowing Refleks)

Reflek ini timbul apabila mulut bayi teisi oleh ASI, maka bayi

akan menelannya.

2.2.4 Komposisi ASI Berdasarkan Kandungan Zat Gizinya

Kandungan ASI berdasarkan zat gizi, yang utama terdiri dari

karbohidrat, oligosakarida, protein, lemak, vitamin dan mineral.

1. Karbohidrat

Bentuk utama karbohidrat ASI adalah laktosa dan merupakan

29
40% dari total energi ASI. Laktosa ini dapat diserap secara efisien

oleh bayi yaitu lebih dari 90%. Sedangkan sisa yang tidak diserap

akan difermentasi di usus yang berefek penurunan Ph usus dan

membantu penyerapan kalsium (untuk pertumbuhan tulang).

2. Lemak

Lemak sebagai pelarut vitamin A, D, E dan K total energi ASI

50% -nya dari lemak, dan 98% lemak ASI berupa trigliserid yang

mengandung asam lemak jenuh dan tidak jenuh dalam

perbandingan yang sama, sedang pada susu sapi mengandung lebih

banyak asam lemak jenuh. Kandungan asam lemak esensial dan

asam lemak tak jenuh akan membuat perkembangan saraf dan

penglihatan.

3. Oligosakarida

Oligosakarida merupakan komponen bioaktif dalam ASI yang

berfungsi sebagai prebiotik karena terbukti meningkatkan jumlah

bakteri sehat yang secara alami hidup dalam sistem percernaan

bayi.

4. Protein

Bentuk paling banyak adalah whey-protein, alfa lactabumin dan

lactoferrin yang diserap dengan baik oleh tubuh dan bisa

memenuhi kebutuhan per unit berat badan.

Komposisi protein dalam ASI matur terdiri dari:

a. Lactoferin protein berfungsi untuk mengikat Fe dan

30
mempermudah absorbsi Fe ke usus.

b. Laktoglobulin yang mengandung bahan aktif enzim

lactosintase yang diperlukan untuk produksi laktose (sumber

energi utama)

c. Lisozim yang konsentrasinya kurang lebih 3000 kali dibanding

susu sapi yang berfungsi dalam sistem kekebalan bayi.

d. Immunoglobulin ASI 90% berbentuk SigA (secretory igA)

yang berfungsi dalam sistem kekebalan bayi.

e. Protein whey 65% dan casien β 35%, whey susu sapi berupa β-

lactoglobulin yang tidak ada dalam ASI sehingga

meninggalkan alergi susu sapi (CMPA, Cow Milk Protein

Allergy). Protein susu sapi sebagian besar casien α (± 80%)

sehingga menggumpal dalam asam lambung dan sulit untuk

dicerna.

f. Taurin yang berfungsi untuk perkembangan otak dalam bentuk

asam amino bebas.

5. Vitamin dan Mineral

Kandungan vitamin dan mineral yang terdapat dalam ASI adalah:

a. Vitamin A

Pada umumnya vitamin A cukup banyak dalam ASI. Vitamin

A berfungsi untuk pertumbuhan, perkembangan, deferensiasi

jaringan pencernaan dan pernafasan. Bayi yang disusui jarang

mengalami defisiensi vitamin A.

31
b. Vitamin D

Vitamin D tergantung dari konsumsi ibu selama hamil dan

menyusui.

c. Besi

Kandungan besi ASI tidak tergantung jenis makanan yang

dikonsumsi ibu yang anemi bukan merupakan kontraindikasi

untuk menyusui. Kandungan besi dalam ASI lebih rendah

dibandingkan PASI tapi dapat diserap secara efektif oleh tubuh

(20-50%) sedang absorbsi susu formula sekitar 4-7%. Bayi

yang mendapat ASI jarang menderita anemi defisiensi Fe.

d. Zinc

Kandungan dalam ASI lebih sedikit dibanding susu sapi, tetapi

dapat diabsorbsi lebih baik (60%) dibanding susu sapi (45%)

dan susu formula (30%)

e. Vitamin

Vitamin larut dalam air jumlahnya cukup dalam ASI, walaupun

jumlahnya tergantung diet ibu. Vitamin E cukup terutama

dalam kolostrom dan ASI transisi. Bayi yang minum ASI

jarang kekurangan vitamin.

2.2.5 Kandungan dan Komponen ASI

ASI menurut stadium laktasi terbagi menjadi berikut.

A. ASI Stadium I

32
ASI stadium I adalah kolostrum. Kolostrum merupakan

cairan yang pertama dikeluarkan atau disekresi oleh kelenjar

payudara pada empat hari pertama setelah persalinan. Komposisi

Kolostrum berwarna kuning keemasan disebabkan oleh tingginya

komposisi lemak dan sel-sel hidup.

Kolostrum merupakan pencahar (pembersih usus bayi)

yang membersihkan mekonium sehingga mukosa usus bayi yang

baru lahir segera bersih dan siap menerima ASI. Hal ini

menyebabkan bayi sering defekasi dan feses berwarna hitam.

Jumlah energi dalam kolostrum hanya 56 Kal/100 ml kolostrum

dan pada hari pertama bayi memerlukan 20-30 cc. Kandungan

protein pada kolostrum lebih tinggi dibandingkan dengan

kandungan protein dalam susu matur, sedangkan kandungan

karbohidratnya lebih rendah dibandingkan ASI matur.

B. ASI Stadium II

ASI stadium II adalah ASI peralihan. ASI peralihan adalah ASI

yang keluar setelah kolostrum sampai sebelum menjadi ASI yang

matang/matur. Ciri dari air susu pada masa peralihan adalah

sebagai berikut.

a. Peralihan ASI dari kolostrum hingga menjadi matur.

b. Disekresi dari hari ke-4 sampai hari ke-10 dari masa laktasi.

Teori lain mengatakana bahwa ASI matur baru terjadi pada

minggu ke-3 sampai minggu ke-5. Jumlah volume ASI

33
semakin rendah, sedangkan lemak dan hidrat arang semakin

tinggi. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan bayi karena aktivitas

bayi yang mulai aktif dan bayi sudah mulai beradapatasi

dengan lingkungan. Pada masa ini pengeluaran ASI mulai

stabil.

C. ASI Stadium III

ASI stadium III adalah ASI matur, dengan ciri-ciri sebagai berikut.

a. ASI yang disekresikan pada hari ke-10 dan seterusnya.

Komposisi relatif konstan. Ada pula yang mengatakan bahwa

komposisi ASI relatif konstan baru dimulai pada minggu ke-3

sampai minggu ke-5.

b. Pada ibu yang sehat, produksi ASI untuk bayi akan tercukupi.

Hal ini karena ASI merupakan makanan satu-satunya yang

paling baik dan cukup untuk bayi sampai enam bulan.

c. Cairan berwarna putih kekuning-kuningan yang diakibatkan

warna dari garam Ca-caseinant, riboflavin, dan karoten yang

terdapat di dalamnya.

d. Tidak menggumpal jika dipanaskan

e. Terdapat faktor antimikrobial

f. Interferon producting cell

g. Sifat biokimia yang khas, kapasitas buffer yang rendah, dan

adanya faktor bifidus.

h. ASI matur merupakan nutrisi bayi yang terus berubah

34
disesuaikan dengan perkembangan bayi sampai enam bulan.

Setelah enam bulan bayi mulai dikenalkan dengan makanan

pendamping selain ASI.

2.2.6 Manfaat Pemberian ASI

Keunggulan dan manfaat menyusui dapat dilihat dari beberapa

aspek, yaitu gizi, imunologi, psikologi, kecerdasan, neurologis, ekonomis,

dan aspek penundaan kehamilan.

1. Aspek Gizi. Manfaat kolostrum:

1) Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama Iga untuk

melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi terutama

diare.

2) Jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi bergantung

pada isapan bayi pada hari-hari pertama kelahiran.

Walaupun sedikit, tetapi cukup untuk memenuhi kebutuhan

gizi bayi. Oleh sebab itu, kolostrum harus diberikan pada

bayi.

3) Kolostrum mengandung protein, vitamin A yang tinggi dan

mengandung karbohidrat dan lemak rendah sehingga sesuai

dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama

kelahiran.

4) Membantu mengeluarkan mekonium yaitu kotoran bayi

yang pertama berwarna hitam kehijauan.

2. Aspek Imunologik

35
1) ASI mengandung zat anti-infeksi, bersih, dan bebas

kontaminasi

2) Imunoglobin A (IgA) dalam kolostrum atau ASI kadarnya

cukup tinggi. Sekretori IgA tidak diserap tetapi dapat

melumpuhkan bakteri patogen E. coli dan berbagai virus

pada saluran pencernaan.

3) Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan kompenen

zat kekebalan yang mengikat zat besi di saluran

pencernaan.

4) Lisozim, enzim yang melindungi bayi terhadap bakteri (E.

coli dan salmonella) dan virus. Jumlah lisozim dalam ASI

300 kali lebih banyak daripada susu sapi.

5) Sel darah putih pada ASI pada 2 minggu pertama lebih dari

4000 sel per mil. Terdiri dari 3 macam yaitu: Brochus-

Asociated Lympocyte Tissue (BALT) antibodi pernapasan,

gut asociated lympocyte tissue (GALT) antibodi saluran

pernapasan, dan mammary asociated lympocyte tissue

(MALT) antibodi jaringan payudara ibu.

6) Faktor bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung

nitrogen, menunjang pertumbahan bakteri laktobasilus

bifidus. Bakteri ini menjaga keamanan flora usus bayi dan

berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang

merugikan.

36
3. Aspek Psikologis

1) Rasa percaya diri ibu untuk menyusui karena ibu mampu

menyusui dengan produksi ASI yang mencukupi untuk

bayi. Menyusui dipengaruhi oleh emosi ibu dan kasih

sayang terhadap bayi akan meningkatkan produksi hormon

terutama oksitosin yang pada akhirnya akan meningkatkan

produksi ASI.

2) Interaksi ibu dan bayi: Pertumbuhan dan perkembangan

psikologis bayi bergantung pada kesatuan ibu-bayi tersebut.

3) Pengaruh kontak langsung ibu-bayi; Ikatan kasih sayang

ibu-bayi terjadi karena berbagai rangsangan seperti

sentuhan kulit (skin to skin contact). Bayi akan merasa

aman dan puas karena bayi merasakan kehangatan tubuh

ibu dan mendengar denyut jantungan ibu yang sudah

dikenal sejak bayi masih dalam rahim.

4. Aspek Kecerdasan

1) Interaksi ibu-bayi dan kandungan nilai gizi ASI sangat

dibutuhkan untuk perkembangan sistem saraf otak yang

dapat meningkatkan kecerdasan bayi.

2) Penelitian menunjukkan bahwa IQ pada bayi yang diberi

ASI memiliki IQ 4,3 poin lebih tinggi pada usia 18 bulan,

4-6 poin lebih tinggi pada usia 3 tahun, dan 8,3 poin lebih

37
tinggi pada usia 8,5 tahun dibandingkan dengan bayi yang

tidak diberi ASI.

5. Aspek Neurologis

Dengan menghisap payudara, koordinasi saraf menelan, menghisap

dan bernapas yang terjadi pada bayi baru lahir dapat lebih

sempurna.

6. Aspek Ekonomis

Dengan menyusui secara eksklusif, ibu tidak perlu mengeluarkan

biaya makanan bayi sampai bayi berumur 4 bulan. Dengan

demikian akan menghemat pengeluaran rumah tangga untuk

membeli susu formula dan peralatannya.

7. Aspek Penundaan Kehamilan

Dengan menyusui secara eksklusif dapat menunda haid dan

kehamilan sehingga dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi

alamiah yang secara umum dikenal sebagai metode amenorea

laktasi atau bisa disebut MAL (Bidan dan Dosen Kebidanan,

2018).

2.3 Konsep Dasar Teknik Pijat Woolwich

2.3.1 Definisi Teknik Pijat Woolwich

Teknik pijat woolwich merupakan pemijatan yang dilakukan

pada areola mamae, dengan tujuan mengeluarkan ASI yang ada

pada sinus Laktiferus. Tujuan pijat woolwich adalah meningkatkan

refleks prolaktin yang berperan penting dalam produksi ASI dan

38
juga dapat meningkatkan refleks oksitosin yang berperan dalam

kelancaran pengaliran ASI (Kusumastuti, 2017: 23).

2.3.2 Manfaat Teknik Pijat Woolwich

Manfaat pemijatan metode woolwich merupakan hal yang dapat

mencegah terjadinya penyumbatan, memperbanyak produksi ASI

dan mencegah peradangan atau bendungan pada payudara

(Kusumastuti, 2017: 23).

2.3.3 Keutamaan Pijat Woolwich

Pijat woolwich merupakan salah satu teknik pemijatan pada

payudara pada ibu postpartum yang dianjurkan untuk

meningkatkan reflek prolaktin dan reflek oksitosin (let down

reflex). Pijat woolwich dapat memperbanyak produksi ASI,

meningkatkan pengeluaran maupun sekresi ASI, dan mencegah

bendungan payudara serta mastitis.

Keutamaan lain dalam teknik pijat woolwich ini yaitu langkah

dan teknik pemijatan yang cukup sederhana, dapat dilakukan oleh

ibu sendiri, peralatan yang mudah didapatkan dan tidak

membutuhkan waktu yang lama, sehingga akan mempermudah ibu

dalam melakukan pijat woolwich (Kusumastuti, 2017; 23).

2.3.4 Cara Melakukan Pijat Woolwich

1. Cara Pemijatan

Pemijatan yang dilakukan adalah melingkar menggunakan

kedua ibu jari selama 15 menit. Dalam pemijatan, sebaiknya

39
jangan terlalu keras agar pasien merasa nyaman. Apabila sensasi

nyaman tercapai maka disamping itu sirkulasi darah lancar,

endomorfin dari dalam tubuh untuk memberikan rasa tenang

(Hartono, 2012).

2. Hal-hal yang perlu diperhatikan

a. Kebersihan Terapis

Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan menggunakan sabun

antiseptik sebelum melakukan dan setelah melakukan terapi

sangatlah penting. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah

penularan penyakit antara terapis dengan pasien.

b. Bagian-bagian yang tidak dapat dipijat

pemijatan tidak dapat dilakukan pada kondisi kulit terkelupas, tepat

pada bagian tulang yang patah, dan tepat bagian yang bengkak.

3. Kondisi Pasien

Kondisi penderita yang tidak dapat dilakukan pada ibu post partum

adalah sebagai berikut :

a. Terlalu lemah

b. Terlalu emosional

c. Keadaan hamil, ada beberapa titik tidak boleh dirangsang

4. Kontra Indikasi

a. Kegawat daruratan medik (PEB, HPP, HIV/AIDS, Hepatitis,

PMS (Penyakit Menular Seksual), Kanker, Depresi Post

Partum).

40
b. Kasus yang memerlukan pembedahan

c. Pasien yang mempunyai kanker payudara

d. Sedang dalam pengobatan antikoagulan atau diketahui ada

riwayat kelainan pembekuan darah

e. Daerah luka borok, ulkus dan luka parut pada area payudara

5. Kondisi Ruangan

a. Suhu jang terlalu panas maupun dingin

b. Sirkulasi lancar dan segar

c. Bersih

d. Pencahayaan cukup terang

e. Sarana/prasarana

6. Posisi pasien dan terapis

a. Pasien duduk bersandar harus rileks

b. Terapis bebas dan nyaman untuk melakukan pemijatan.

7. Waktu efektif teknik pijat woolwich untuk mempercepat

keluarnya ASI pada ibu post partum.

Pada ibu post partum, pijat woolwich sebaiknya dilakukan 2

kali/hari pada waktu siang dan sore hari dengan durasi 15 menit

selama 3 hari post partum. Ibu akan merasakan perasaan rileks, dan

diimbangi dengan isapan bayi maka ASI akan segera keluar.

41
Gambar 2.4 Teknik Pijat Woolwich

(Kusumastuti, 2017: 24)

2.3.5 Faktor Yang Mempengaruhi

Di dalam pemijatan woolwich bertujuan untuk meningkatkan

produksi hormon prolaktin. Dalam hal ini faktor yang berpengaruh

dalam peningkatan hormon prolaktin adalah kesiapan fisik

payudara atau bebas dari bendungan ASI maupun mastitis (Pamuji,

2014).

Untuk ukuran payudara tidak ada hubungannya dengan

kemampuan dalam memproduksi ASI. Produksi ASI tergantung

dengan dari jumlah kelenjar payudara yang dimiliki. Pada

umumnya ukuran payudara yang kecil memiliki kelenjar payudara

yang sama dengan ukuran payudara yang besar (Saryono, 2009:

36).

42
2.3.6 Standar Operasional Prosedur Pijat Woolwich

Persiapan Alat a. Handuk atau selimut


b. Sabun cuci tangan atau handcrub dan minyak
Persiapan Pasien Pasien dapat duduk dan bersandar atau posisi
rileks
Persiapan Ruangan a. Suhu ruangan jangan terlalu panas maupun
dingin
b. Bersih
c. Pencahayaan cukup terang
d. Sirkulasi lancar dan segar
Pelaksanaan a. Cuci tangan 6 langkah sesuai WHO
b. Ambil posisi nyaman sesuaikan dengan
posisi pasien
c. Mengolesi kedua tangan dengan minyak
d. Mulai lakukan pemijatan melingkar
menggunakan kedua ibu jari pada area sinus
laktoferus tepatnya 1-1,5 cm diluar areola
mamae
e. Pemijatan dilakukan selama 15 menit dan
dilakukan 2 kali pemijatan pada waktu pagi
dan sore hari dalam sehari
f. Mengeringkan daerah mamae dengan handuk
kering
g. Merapikan pasien dan alat
h. Observasi keluarnya ASI menggunakan
lembar observasi (Kusumastuti, 2017)

Tabel 2.1 Standar Operasional Prosedur Pijat Woolwich

43
2.4 Pengaruh Teknik Pijat Woolwich Terhadap Peningkatan Produksi

ASI

Salah satu metode perawatan pada ibu nifas yang dianjurkan

adalah metode woolwich. Metode ini didasarkan pada pengamatan bahwa

pengaliran ASI lebih penting dari sekres di ASI dari kelenjar ASI. Metode

woolwich berpengaruh terhadap saraf vegetatif dan jaringan bawah kulit

yang dapat melemaskan jaringan sehingga memperlancar aliran darah pada

sistem duktus, sisa-sisa sel sistem duktus akan dibuang agar tidak

menghambat aliran ASI melalui ductus lactiferous sehingga aliran ASI

akan menjadi lancar. Pijat woolwich memicu rangsangan sel-sel mioepitel

disekitar kelenjar payudara, rangsangan tersebut diteruskan ke hipotalamus

sehingga memicu memicu hipofisis posterior untuk memproduksi hormon

prolaktin. Di samping itu, peradangan atau bendungan pada payudara

dapat dicegah (Potter dan Anne, dalam Kusumastuti, 2017).

Menurut penelitian (Sukriana, 2018) hasil analisis rata-rata

produksi ASI setelah intervensi atupun tanpa intervensi pada kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol diperoleh p valeu = 0,000< α (0,05).

Disimpulkan bahwa pijat woolwich efektif meningkatkan produksi ASI

pada ibu post partum. Peningkatan produksi ASI tersebut disebabkan oleh

proses pembentukan ASI yang terjadi setelah adanya sentuhan atau

rangsangan pada pemijatan yang dilakukan. Rangsangan tersebut

merangsang produksi oksitosin yang menyebabkan kontraksi sel-sel

mioepithel, proses ini disebut sebagai “ reflek prolaktin” yang membuat

44
ASI tersedia bagi bayi. Hisapan atau rangsangan pada payudara dapat

memicu pelepasan ASI dari alveolus mammae melalui duktus ke sinus

laktiferus. Selanjutnya akan merangsang produksi oksitosin oleh kelenjar

hipofesis posterior, kemudian oksitosin memasuki darah dan menyebabkan

kontraksi pada sel-sel mioephitel yang mengelilingi alveolus mammae dan

duktus laktiferus. Kontraksi pada sel-sel khusus ini kemudian mendorong

ASI keluar daro alveoli melalui duktus laktiferus menuju sinus laktiferus

tempat dimana ASI akan disimpan sehingga ketika ada hisapan dan

rangsangan pada payudara ASI dalam sinus akan tertekan keluar.

Penghisapan atau rangsangan pada payudara tidak saja memicu pelepasan

oksitosin tetapijuga merangsang produksi prolaktin. Selama laktasi, setiap

kali ada hisapan pada pyudara terjadi letupan sekresi prolaktin. Implus-

implus aferen yang dipicu di puting payudara oleh penghisapan dibawa

oleh medulla spinalis ke hipotalamus. Refleks ini menyebabkan pelepasan

prolaktin oleh hipofesis anterior. Stimulus yang bersamaan antara

penyemprotan dan produksi susu oleh hisapan atau rangsangan

memastikan bahwa kecepatan produksi susu seimbang dengan kebutuhan

bayi akan susu. Semakin sering bayi menyusui, semakin banyak susu yang

keluar melalui penyemprotan maka semakin banyak susu yang diproduksi

untuk pemberian berikutnya.

45
Menurut penelitian (Arkha, 2018), menunjukkan bahwa produksi

ASI pada responden ibu post partum diberikan massage woolwich

sebagian besar 6 (60%) responden mengalami peningkatan produksi ASI

dan hampir sebagian 4 (40%) responden mengalami produksi ASI yang

kurang.

46
3.5 Kerangka Teori
Pijat Woolwich

Ibu rileks dan nyaman Hipotalamus

Gambar 2.6 Kerangka Teori Pengaruh Teknik Pijat Woolwich Terhadap Peningkatan Produksi ASI Pada Ibu Post
Partum

Areaola mamae Merangsang sel-sel Miopitel Syaraf Vegetatif


Ibu Pospartum
(Nifas)

Laktasi
Memperlancar darah
Hormon prolaktin dan Hipofisis Posterior pada sistem duktus
oksitosin meningkat

Refleks oksitosin/Letdown

Peningkatan Produksi ASI

Aspek gizi Aspek Meningkatkan Meningkatkan Memberi rasa aman Aspek Aspek
Psikolosis imun bayi kecerdasan bayi nyaman ibu dan bayi ekonomi Neurologis

47
2.6 Kerangka Konsep
Kerangka konseptual penelitian berisi tentang variabel-variabel
yang akan diteliti terkait dengan teori yang dipelajari. Ini akan
mencerminkan paradigma berfikir sekaligus turunan dalam
memecahkan masalah penelitian dan merumuskan hipotesis (LPPM,
2016).

Faktor yang Mempengaruhi keluarnya ASI Ibu Post Partum


1. Penyakit yang diderita
2. Ketenangan jiwa dan pikiran
Proses Laktasi
3. Kelelahan saat bersalin
4. Umur kehamilan saat melahirkan
5. Konsumsi rokok dan alkohol
6. Berat badan waktu lahir
7. Isapan bayi

Terapi Non-Farmakologi :
1. Pijat Oksitosin Pijat Woolwich
2. Perwatan Payudara

Peningkatan produksi
ASI

Lancar Tidak
lancar

Gambar 2.7 Kerangka Konsep Pengaruh Pijat Woolwich Terhadap


Peningkatan Produksi Pengeluaran ASI
= Diteliti = Berhubungan
= Tidak Diteliti = Bepengaruh

48
2.7 Hipotesis

Hipotesis adalah kesimpulan teoritis yang masih harus dibuktikan

kebenarannya melalui analisis terhadap bukti-bukti empiris, setelah

melalui pembuktian dari hasil penelitian, maka hipotesis ini dapat benar

atau salah, dapat diterima atau ditolak (Setiadi, 2013). Menurut Nursalam

(2008) hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau

pertanyaan penelitian. Hipotesis yang diterapkan dalam penelitian ini

yaitu:

HI : Ada Pengaruh Antara Teknik Pijat Woolwich Terhadap Peningkatan

Produksi ASI pada Ibu Post Partum.

49
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah literature review. Literature review

memiliki peran penting dalam membuat suatu tulisan ataupun karangan ilmiah,

karena dapat memberikan ide dan tujuan tentang topik penelitian yang akan

dilakukan. Pada umumnya berisi ulasan, rangkuman dan pemikiran penulis

tentang beberapa pustaka (buku, jurnal, majalah) yang berkaitan dengan topik

yang dibahas. Semua pernyataan dan/atau hasil penelitian yang bukan berasal dari

penulis harus disebutkan sumbernya (mengacu pada kaidah kutipan yang berlaku).

Dalam menguraikan penelitian harus dijelaskan mengenai peubah atau variabel

yang digunakan, model yang digunakan, rancangan penelitian, sampling dan

teknik pengumpulannya, analisis data dan cara penafsirannya (Indra &

Cahyaningrum, 2019).

3.2 Sumber Literatur

3.2.1 Pencarian Data

Pencarian data menggunakan database melalui google scholar, portal

garuda, Science Direct, dan pubmed. Pencarian artikel atau jurnal

menggunakan keyword dan boolean operator (and, or not or and not) yang

digunakan untuk memperluas atau menspesifikkan pencarian, sehingga

mempermudah dalam penentuan artikel atau jurnal yang digunakan. Kata kunci

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, “pijat woolwich” dan “produksi

50
ASI” untuk pencarian jurnal dalam Bahasa Indonesia, dan kata kunci

“woolwich massage” and “breastmilk production” untuk pencarian jurnal

dalam Bahasa Inggris.

3.2.2 Screening

Screening yang digunakan untuk pencarian sumber literature adalah

menggunakan kata kunci, menggunakan metode PICOS untuk mencari kriteria

inklusi dan eksklusi jurnal yang akan direview

Tabel 3.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi dengan Format PICOS

Kriteria Inklusi Eksklusi


Population Ibu nifas menyusui Ibu hamil atau bersalin
Intervention Pijat woolwich Pijat lain untuk
meningkatkan produksi ASI
seperti pijat oksitosin, pijat
endorfin
Comparation Tidak ada pembanding -
Outcomes Ada pengaruh pijat woolwich Tidak ada pengaruh pijat
terhadap produksi ASI woolwich terhadap produksi
ASI
Study design Deskriptif, analitik korelasi, Literature review, kualitatif
analitik komparasi,
eksperimental
Tahun terbit 2016 ke atas Sebelum 2016
Bahasa Indonesia dan Inggris Selain Indonesia dan Inggris

3.2.3 Penilaian Kualitas

Penilaian kualitas jurnal dilakukan setelah mendapatkan jurnal yang

lulus screening, lalu dilakukan penilaian kualitas dengan menilai judul, abstrak,

pendahuluan, metode, pembahasan, dan simpulan yang sesuai dengn tujuan

penelitian, jurnal yang memiliki nama jurnal yang sudah terakreditas dengan

adanya ISSN.

51
3.3 Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder

merupakan data yang diperoleh bukan dari pengamatan langsung. Akan tetapi data

tersebut diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti

terdahulu. Sumber data sekunder yang dimaksud berupa buku dan laporan ilmiah

primer atau asli yang terdapat di dalam artikel atau jurnal (tercetak dan/atau non-

cetak) berkenaan dengan pijat woolwich dan produksi ASI. Sumber utama lainnya

yang digunakan dalam penelitian ini adalah beberapa jurnal yang terdiri dari 10

jurnal nasional, dan buku yang membahas tentang pengaruh pijat woolwich

terhadap produksi ASI.

3.4 Metode Analisis Data

Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis data yang

telah terkumpul untuk meningkatkan pemahaman penelitian tentang kasus yang

diteliti dan mengkajinya sebagai temuan bagi orang lain. Analisa data dalam

literature review dilaksanakan sebagai berikut:

1. Mencari Kesamaan (Compare); teknik melakukan review dengan cara mencari

kesamaan diantara beberapa literature dan diambil kesimpulannya.

2. Mencari Ketidaksamaan (Contrast); teknik melakukan review dengan cara

menemukan perbedaan diantara beberapa literatur dan diambil kesimpulannya.

3. Memberikan Pandangan (Criticize); teknik melakukan review dengan

membuat pendapat sendiri terhadap sumber yang dibaca.

4. Membandingkan (Synthesize); teknik melkukan review dengan

menggabungkan beberapa sumber menjadi sebuah ide baru

52
5. Meringkas (Summarize); teknik melakukan review dengan menulis kembali

sumbernya dengan kalimat sendiri

3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode dokumentasi. Metode dokumentasi merupakan metode pengumpulan

data dengan mencari atau menggali data dari literatur yang terkait dengan apa

yang dimaksudkan dalam rumusan masalah yaitu pengaruh pijat woolwich

terhadap produksi ASI. Data-data yang telah didapatkan dari berbagai literatur

dikumpulkan sebagai suatu kesatuan dokumen yang digunakan untuk menjawab

permasalahan yang telah dirumuskan.

3.6 Prosedur Penelitian

Terdapat empat prosedur yang digunakan dalam penelitian ini. Prosedur

tersebut yakni:

1. Organize, yakni mengorganisasi literatur yang akan ditinjau/di-review.

Literatur yang di-review merupakan literatur yang relevan/sesuai dengan

permasalahan. Adapun tahap dalam mengorganisasi literatur adalah

mencari ide, tujuan umum, dan simpulan dari literatur dengan membaca

abstrak, beberapa paragraf pendahuluan, dan kesimpulannya, serta

mengelompokkan literatur berdasarkan kategori-kategori tertentu, yaitu

mencari literatur dengan kata kunci “pijat woolwich” dan”mempengaruhi”

dan “produksi ASI”, tergolong penelitian deskriptif (hanya meneliti

tentang produksi ASI) atau analitik (hubungan faktor yang mempengaruhi

53
dengan produksi ASI), dan eksperimental (pengaruh pijat woolwich

terhadap produksi ASI).

Pencarian melalui Portal Pencarian melalui Science direct


garuda dan google scholar dan Pubmed dengan keywords
dengan kata kunci “pijat “wollwich massage” and
woolwich” dan “breastmilk production”
“mempengaruhi” dan Hasil:
“produksi ASI” Science direct: 1 artikel
Hasil: Pubmed: 0 artikel
Portal garuda: 3 artikel Google scholar : 10 artikel
Google scholar: 16 artikel

Hasil setelah screening Eksklusi:


duplikasi n= 26 artikel - Intervensi
Non woolwich (n=14)

Screening identifikasi
judul dan abstrak n = 12

Akses berbayar/registrasi n
=2
Screening open access n =
10

Screening pendahuluan,
metode, pembahasan,
kualitas jurnal
n=10

Jurnal direview (n=10)

Gambar 3.1 Bagan Screening Artikel

2. Synthesize, yakni menyatukan hasil organisasi literatur menjadi suatu

ringkasan agar menjadi satu kesatuan yang padu, dengan mencari

54
keterkaitan antar literatur dengan cara menjadikan hasil penelitian yang

sejenis sesuai dengan kategori pada poin (1) di atas kemudian

membandingkannya dengan teori yang sudah ada di Bab 2

3. Identify, yakni mengidentifikasi isu-isu kontroversi dalam literatur. Isu

kontroversi yang dimaksud adalah isu yang dianggap sangat penting untuk

dikupas atau dianalisis, guna mendapatkan suatu tulisan yang menarik

untuk dibaca dengan cara peneliti memberikan opini pada kesesuaian

antara hasil penelitian dalam jurnal dengan teori yang ada di bab 2.

4. Formulate, yakni merumuskan pertanyaan yang membutuhkan penelitian

lebih lanjut yang akan dimasukkan peneliti ke dalam saran penelitian.

55
BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Tabel 4.1 Hasil Review Jurnal yang Relevan

Judul, Pengarang, Nama Desain, Sampling, Variabel,


No Hasil Penelitian Database
Jurnal Instrumen, Analisa Data
1 Kombinasi Metode Pijat D: Static-Group Comparison 95,8% responden kelompok intervensi Portal Garuda
Woolwich dan Massage dengan pendekatan Quasi memiliki berat badan bayi cukup sedangkan
Rolling (punggung) Eksperimental pada kelompok tanpa intervensi sebesar
Mempengaruhi Kecukupan S: purposive sampling 70,8%. Berdasarkan uji chisquare diperoleh
ASI Pada Ibu Post Partum V: kombinasi pijat woolwich nilai p=0,048 yang berarti ada pengaruh
di Wilayah Kerja dan massage rolling, produksi pemberian intervensi terhadap penambahan
Puskesmas Mapane ASI berat badan bayi. 87,5% responden kelompok
Kabupaten Poso (Usman, I: lembar observasi intervensi memiliki frekuensi cukup
2019) A: chi square sedangkan pada kelompok tanpa intervensi
Jurnal Bidan Cerdas (JBC), sebesar 45,8%. Berdasarkan uji chisquare
Vol. 2 No. 1 (April 2019) diperoleh nilai p=0,006 yang berarti ada
pengaruh pemberian intervensi terhadap
frekuensi BAK bayi. 100% responden
kelompok intervensi memiliki frekuensi
cukup sedangkan pada kelompok tanpa
intervensi sebesar 91,7%.

56
Judul, Pengarang, Nama Desain, Sampling, Variabel,
No Hasil Penelitian Database
Jurnal Instrumen, Analisa Data
2 Efektivitas Pijat Woolwich D: Quasy Experiment dengan Distribusi rata-rata volume ASI pre test pada Google
Terhadap Produksi ASI rancangan penelitian Pre test-kelompok kontrol sebesar 67,39 ml dengan Scholar
Post Partum Di Puskesmas post test design standar deviasi 4,31 ml, sedangkan rata-rata
Payung Sekaki Pekanbaru with control group volume ASI pada kelompok eksperimen
(Sukriana et al., 2018) S: purposive sampling sebesar 68,06 ml dengan standar deviasi 4,63
JOM FKp, Vol. 5 No. 2 V: pijat woolwich dan ml. Distribusi rata-rata volume ASI post test
(Juli-Desember) 2018 produksi ASI pada kelompok kontrol adalah 66,82 ml
I: format pengkajian dengan standar deviasi 4,35 ml, sedangkan
A: uji T pada kelompok eksperimen adalah 80,92 ml
dengan standar deviasi 4,33 ml
3 Perbedaan Pijat Woolwich D: quasi experiment dengan Rata-rata kelancaran ASI pada ibu nifas Google
Dan Pijat Oksitosin rancangan two kelompok pijat woolwich adalah sebesar Scholar
Terhadap group post test design 9,00 dan pada ibu nifas kelompok pijat
Kelancaran ASI Pada Ibu S: purposive sampling oksitosin adalah sebesar 9,93. Artinya
Nifas Hari Ke 1 – 3 Di V: pijat woolwich dan rata-rata produksi ASI yang dilakukan
Praktik oksitosin, kelancaran ASI pijat oksitosin lebih tinggi dibandingkan
Mandiri Bidan Dince I: lembar observasi yang dilakukan pijat woolwich.
Safrina Kota Pekanbaru A: Mann Whitney
(Aryani et al., 2019)
Jurnal Ibu dan Anak.
Volume 7, Nomor 1, Mei
2019
4 Efektivitas Pijat Marmet D: quasi experiment dengan Kecukupan ASI setelah pijat Marmet Google
Dengan Pijat Woolwich rancangan two sebagian besar adalah banyak sebanyak 15 Scholar
Terhadap group post test design orang (93,8%). Kecukupan ASI setelah pijat
Kecukupan Asi Bayi Pada S: purposive sampling Woolwich sebagian besar adalah banyak

57
Judul, Pengarang, Nama Desain, Sampling, Variabel,
No Hasil Penelitian Database
Jurnal Instrumen, Analisa Data
Ibu Post Partum V: pijat woolwich dan pijat sebanyak 10 orang (62,5%).
Di Bpm Hj. Nawangsih Marmet, kelancaran ASI
Semarang (Nuraningsih et I: lembar observasi
al., 2016) A: Uji T sampel bebas
Jurnal Ilmu Keperawatan
dan Kebidanan (JIKK)
5 Effectiveness of Woolwich D: quasi experiment dengan Kelompok intervensi memiliki kenaikan berat Google
Massage to Meet rancangan two badan dengan peningkatan setidaknya 300 Scholar
Adequacy of Breast Milk group post test design gram, peningkatan maksimum 500 gram, dan
in Newborns (Nurvitasari S: cluster random sampling peningkatan rata-rata 405,5 gram. Pada
et al., 2019) V: pijat woolwich kecukupan kelompok intervensi, pijat Woolwich
Midwifery And Nursing ASI diketahui bahwa berat bayi meningkat lebih
Research (MANR) Journal I: lembar observasi banyak daripada kelompok kontrol.
Vol.1 No.1 March 2019 A: Mann Whitney
6 Pemanfaatan Woolwich D: quasi experiment denganHasil penelitian menunjukkan bahwa rata- Google
Massage Terhadap rancangan two
rata pengeluaran ASI sebelum melakukan Scholar
Pengeluaran ASI Pada Ibu group post test design massage woolwich adalah (85,73)
Nifas (Wahyuni & S: purposive sampling dengan standar deviasi (4,56) dan rata-rata
Noviyanti, 2019) V: pijat woolwich kelancaran
setelah melakukan massage woolwich adalah
Jurnal Kesehatan Madani ASI sebesar (93,30) dengan standar deviasi (3,19)
Medika, Vol 10, No I: lembar observasi dengan sig 0,00 < 0,05. Kesimpulan:
2,Desember 2019 A: Uji T sampel berpasangan
terjadinya peningkatan sekresi dan jumlah
pengeluaran ASI setelah diberikan terapi
woolwich.
7 Kombinasi Pijat Woolwich D: quasi experiment dengan Hasil penelitian menunjukkan bahwa Google
Dan Oksitosin Terhadap desain penelitian post test only produksi ASI pada kelompok intervensi Scholar

58
Judul, Pengarang, Nama Desain, Sampling, Variabel,
No Hasil Penelitian Database
Jurnal Instrumen, Analisa Data
Produksi ASI Ibu Post nonequivalent control group terdapat 72,3% memiliki produksi ASI yang
Partum (Kusumastuti et al., S: purposive sampling lancar dan pada kelompok kontrol terdapat
2019) V: pijat woolwich dan 61,9% memiliki produksi ASI yang lancar.
Journal Health of Science oksitosin, produksi ASI
Vol. 12 No.1 I: lembar observasi
A: Mann Whitney
8 Pengaruh Kombinasi Pijat D: quasi experiment dengan Volume ASI pada kelompok perlakuan Google
Woolwich Dan Endophine rancangan twosebelum diberikan pijat woolwich dan scholar
Terhadap Kelancaran ASI group post test design Endorphin menunjukkan bahwa jumlah
Pada Ibu Post Partum Di S: purposive sampling responden yang dengan volume ASI >20 cc
RSUD Labuang Baji V: pijat woolwich dan sebanyak 26 orang (76,5%) dan responden
(Ohorella et al., 2019) oksitosin, kelancaran ASI dengan volume ASI <20 cc sebanyak 8 orang
Seminar Nasional Sains, I: lembar observasi (23,5%). Sedangkan postets volume ASI pada
Teknologi, Dan Sosial A: Mann Whitney kelompok perlakuan setelah diberikan pijat
Humaniora UIT 2019 woolwich dan endorphin menunjukkan
bahwa jumlah responden yang dengan
volume ASI >20 cc sebanyak 32 orang
(94,1%) dan responden dengan volume ASI
<20 cc sebanyak 2 orang (5,9%)
9 Pengaruh Pijat Woolwich D: quasi experiment dengan Hasil penelitian ada perbedaan yang Portal Garuda
terhadap produksi ASI di rancangan two bermakna (p=0,011< ) produksi ASI
BPM Appi Amelia Bibis group post test design antara kelompok kontrol (3021,88 ± 159,88)
Kasihan Bantul Tahun S: purposive sampling dengan kelompok perlakuan (3265,63 ±
2016 (Barokah & Utami, V: pijat woolwich kelancaran 320,79). Perbedaan ini terlihat pada rerata
2017) ASI berat badan bayi pada kelompok perlakuan
Prosiding Seminar I: lembar observasi lebih besar dibandingkan dengan kelompok

59
Judul, Pengarang, Nama Desain, Sampling, Variabel,
No Hasil Penelitian Database
Jurnal Instrumen, Analisa Data
Nasional dan Call for A: paired t test kontrol. Selain itu hasil juga menunjukkan
Papers bahwa ada perbedaan yang bermakna
(p=0,026< ) produksi ASI sebelum dan
sesudah dilakukan pijat Woolwich. Pijat
Woolwich memengaruhi produksi ASI di
BPM Appi Amelia Bibis Kasihan Bantul
Tahun 2016
10 Perbedaan Massage D: Quansi Experimental Hasil penelitian dapat diketahui bahwa Google
Woolwich Dan Massage dengan Pre and Post without produksi ASI pada responden ibu postpartum scholar
Rolling (Punggung) control diberikan massage woolwich sebagian besar 6
Terhadap Peningkatan S: total sampling (60%) responden mengalami peningkatan
Produksi ASI Pada Ibu V: pijat woolwich kelancaran produksi ASI dan hampir sebagian 4 (40%)
Postpartum (Badrus, 2018) ASI responden masih mengalami produksi ASI
Jurnal Ilmiah : J- I: lembar observasi yang kurang lancar
HESTECH, Vol. 1 No. 1 A: paired t test

60
Tabel 4.2 Kesimpulan Hasil Penelitian dan Faktor Yang Mempengaruhi
Berdasarkan Review Jurnal
Faktor Yang
No Judul, Pengarang pvalue
Mempengaruhi
1 Kombinasi Metode Pijat Woolwich a. Berat Badan 1) Usia ibu
dan Massage Rolling (punggung) Bayi cukup 2) Pendidikan
Mempengaruhi Kecukupan ASI (p=0,048) 3) Pekerjaan
Pada Ibu Post Partum di Wilayah b. Frekuensi
Kerja Puskesmas Mapane BAK cukup
Kabupaten Poso (Usman, 2019) (p=0,006)
2 Efektivitas Pijat Woolwich 0,000 1) Usia ibu
Terhadap Produksi ASI Post 2) Pendidikan
Partum Di Puskesmas Payung 3) Pekerjaan
Sekaki Pekanbaru (Sukriana et al.,
2016)
3 Perbedaan Pijat Woolwich Dan 0,001
Pijat Oksitosin Terhadap
Kelancaran ASI Pada Ibu Nifas
Hari Ke 1 – 3 Di Praktik Mandiri
Bidan Dince Safrina Kota
Pekanbaru (Aryani et al., 2019)
4 Efektivitas Pijat Marmet Dengan 0,035 1) Umur ibu
Pijat Woolwich Terhadap 2) Jenis kelamin
Kecukupan Asi Bayi Pada Ibu Post bayi
Partum Di Bpm Hj. Nawangsih 3) Lingkungan
Semarang (Nuraningsih et al., kamar
2016)
5 Effectiveness of Woolwich 0,000
Massage to Meet Adequacy of
Breast Milk in Newborns
(Nurvitasari et al., 2019)
6 Pemanfaatan Woolwich Massage 0,000 1) Umur Ibu
Terhadap Pengeluaran Asi Pada 2) Pendidikan
Ibu Nifas (Wahyuni & Noviyanti, 3) Pekerjaan
2019) 4) Paritas
7 Kombinasi Pijat Woolwich Dan 0,005
Oksitosin Terhadap Produksi ASI
Ibu Post Partum (Kusumastuti et
al., 2019)(Ahmad & Wagiyo,
2016)
8 Pengaruh Kombinasi Pijat 0,004
Woolwich Dan Endophine
Terhadap Kelancaran ASI Pada Ibu
Post Partum Di RSUD Labuang
Baji (Ohorella et al., 2019)
9 Pengaruh Pijat Woolwich terhadap 0,026

61
Faktor Yang
No Judul, Pengarang pvalue
Mempengaruhi
produksi ASI di BPM Appi Amelia
Bibis Kasihan Bantul Tahun 2016
(Barokah & Utami, 2017)
10 Perbedaan Massage Woolwich Dan Peningkatan
Massage Rolling (Punggung) 60%
Terhadap Peningkatan Produksi
Asi Pada Ibu Postpartum (Badrus,
2018)

4.2 Pembahasan

4.2.1 Produksi ASI Sebelum Diberikan Pijat Woolwich

Produksi ASI pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat

dilihat pada review jurnal pada tabel 4.1 jurnal nomor 2 yaitu hasil penelitian yang

dilakukan oleh Sukriana et al (2018) menunjukkan bahwa distribusi rata-rata

volume ASI pre test pada kelompok eksperimen sebesar 68,06 ml dengan standar

deviasi 4,63 ml. Hal ini sejalan dengan penelitian dari Wahyuni dan Noviyanti

(2019) pada tabel 4.1 nomor 6 dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-

rata pengeluaran ASI sebelum melakukan massage woolwich adalah (85,73)

dengan standar deviasi (4,56). Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Ohorella

et al (2019) pada tabel 4.2 jurnal nomor 8 menunjukkan bahwa volume ASI pada

kelompok menunjukkan bahwa jumlah responden yang dengan volume ASI >20

cc sebanyak 76,5% dan responden dengan volume ASI <20 cc sebanyak 23,5%.

Kecukupan ASI merujuk pada volume ASI yang dikeluarkan oleh

payudara dan banyaknya ASI tersebut diasumsikan sama dengan kecukupan ASI.

Meningkat dan menurunnya produksi ASI dapat dipengaruhi beberapa faktor

seperti makanan yang dikonsumsi ibu, ketenangan jiwa dan fikiran, penggunaan

62
alat kontrasepsi, perawatan payudara, anatomis payudara, faktor fisiologis, pola

istirahat, faktor isapan anak atau frekuensi penyusuan, berat lahir bayi, umur

kehamilan saat melahirkan, dan konsumsi rokok serta alkohol (Wiji, 2013).

Pengeluaran ASI ibu menyusui rata-rata 60-70 ml untuk sekali ejeksi ASI

dimana pengeluaran ASI akan mencapai penuh pada payudara selama 2 jam

sehingga ASI sebaiknya disusukan karena bila tidak dikeluarkan akan membuat

payudara ibu sakit. Namun pada beberapa kasus tertentu dimana produksi ASI ibu

kurang dapat memenuhi kebutuhan bayi karena berbagai factor seperti cara

menyusui yang salah, ibu merasa bahwa ASInya tidak cukup untuk memenuhi

kebutuhan bayi sehingga tidak membiarkan bayi menghisap ASI terlalu lama

karena merasa produksi ASI kurang, atau karena factor psikologis ibu tentang

perubahan peran yang besar oleh ibu terutama ibu primipara.

Produksi ASI dipengaruhi oleh usia ibu. Berdasarkan review hasil

penelitian pada tabel 4.2 jurnal nomor 1 oleh (Usman, 2019) yang menunjukkan

bahwa hampir seluruh responden berusia 20-35 tahun yang diperkuat oleh

penelitian (Wahyuni & Noviyanti, 2019) pada tabel 4.2 nomor 6 yang menyatakan

bahwa sebagian besar ibu berusia 20-35 tahun. Wanita dengan usia 20-35 tahun

mempunyai produksi ASI lebih banyak dari ibu-ibu yang usianya lebih dari 35

tahun. Usia 20-35 tahun adalah usia reproduksi sehat dan usia aman untuk

kehamilan, persalinan, dan menyusui. Oleh karena itu rentang usia 20-35 tahun

adalah masa reproduksi yang sangat baik dan mendukung dalam pemberian ASI

ekslusif. Umur yang kurang dari 20 tahun masih dianggap belum matang secara

fisik, mental, dan psikologi dalam menghadapi kehamilan, persalinan serta

63
pemberian ASI, sedangkan untuk umur yang lebih dari 35 tahun dianggap

berbahaya, sebab alat reproduksi dan fisik ibu sudah jauh berkurang dan menurun

(Sukriana, 2018).

Sesuai dengan teori tersebut, maka ibu menyusui paling optimal di usia

20-35 tahun sehingga lebih mudah apabila diberikan intervensi sebagai salah satu

bentuk upaya meningkatkan produksi ASI. Namun tak jarang ibu yang berada

pada usia optimal pun dapat mengalami gangguan produksi ASI karena produksi

ASI berhubungan dengan system hormonal yang sangat dipengaruhi oleh faktor

psikis seperti stress, misalnya pada perubahan peran besar, pada ibu yang baru

saja melahirkan anak pertama karena belum mempunyai pengalaman sehingga

perubahan peran menjadi ibu menjadi stressor yang berat bagi ibu yang dapat

mengganggu produksi ASI.

Produksi ASI juga dipengaruhi oleh faktor pendidikan ibu. Berdasarkan

review hasil penelitian pada tabel 4.2 jurnal nomor 1 oleh (Usman, 2019) yang

menunjukkan bahwa hampir seluruh responden berpendidikan SMA yang

diperkuat oleh penelitian (Sukriana, 2018) pada tabel 4.2 nomor 2 yang

menyatakan bahwa sebagian besar ibu berpendidikan SMA. Semakin tinggi

pendidikan seseorang maka tuntutannya terhadap kualitas kesehatan akan semakin

tinggi. Akan tetapi tingkat pendidikan seseorang tidak dapat dijadikan pedoman

bahwa seseorang akan berhasil pada saat proses menyusui, namun informasi yang

benar dan diterima tentang proses menyusui sebelumnya akan menentukan

keberhasilan proses menyusui (Sukriana, 2018). Pendidikan tidak mempengaruhi

produksi ASI secara langsung, akan tetapi dengan pendidikan yang tinggi

64
semestinya ibu lebih dapat dengan mudah menggali dan menyerap informasi

tentang bagaimana cara meningkatkan produksi ASI, bukan hanya berdiam saat

ASI nya tidak lancar.

Faktor selanjutnya yang mempengaruhi produksi ASI adalah pekerjaan

ibu. Hasil review jurnal pada tabel 4.2 jurnal nomor 2 oleh Sukriana (2018) yang

menunjukkan bahwa hampir seluruh ibu tidak bekerja, hal ini didukung oleh

penelitian yang dilakukan oleh Usman (2019) pada tabel 4.2 nomor 1 yang

menyatakan bahwa sebagian besar ibu tidak bekerja. Ibu yang tidak bekerja

kemungkinan lebih sering memberikan ASI, sehingga produksi ASI meningkat.

Semakin sering bayi menyusu pada payudara ibu, maka produksi dan pengeluaran

ASI akan semakin banyak. Isapan dari mulut bayi akan menstimulus kelenjar

hipotalamus pada bagian hipofisis posterior. Hipofisis anterior menghasilkan

rangsangan (prolaktin) untuk meningkatkan pengeluaran hormone prolaktin untuk

memproduksi ASI (Sukriana, 2018).

Ibu yang tidak bekerja belum tentu selalu dapat memberikan ASI dengan

pancar, karena ibu rumah tangga juga banyak pekerjaan rumah yang harus

dilakukan dan juga merawat bayi sehingga menyebabkan kelelahan. Faktor

kelelahan, stress, yang dialami ibu yang tidak bekerja juga dapat menurunkan

produksi ASI. Apabila ibu kurang istirahat maka produksi ASI juga akan

berkurang sehingga membutuhkan intervensi yang tepat untuk meningkatkan

produksi ASI.

65
4.2.2 Produksi ASI Sesudah Diberikan Pijat Woolwich

Pengaruh pijat Woolwich dapat dijelaskan dari hasil review jurnal

Wahyuni dan Noviyanti (2019) pada tabel 4.1 nomor 6 dimana hasil penelitian

menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran ASI setelah melakukan massage

woolwich adalah sebesar (93,30) dengan standar deviasi (3,19) dengan sig 0,00 <

0,05. Hal ini didukung oleh penelitian (Sukriana et al., 2018) pada tabel 4.1 jurnal

nomor 2 yang menunjukkan bahwa distribusi rata-rata volume ASI post test pada

kelompok kontrol adalah 66,82 ml dengan standar deviasi 4,35 ml, sedangkan

pada kelompok eksperimen adalah 80,92 ml dengan standar deviasi 4,33 ml

Pijat woolwich merupakan salah satu teknik pemijatan pada payudara pada

ibu postpartum yang dianjurkan untuk meningkatkan reflek prolaktin dan reflek

oksitosin (let down reflex). Pijat woolwich dapat memperbanyak produksi ASI,

meningkatkan pengeluaran maupun sekresi ASI, dan mencegah bendungan

payudara serta mastitis. Keutamaan lain dalam teknik pijat woolwich ini yaitu

langkah dan teknik pemijatan yang cukup sederhana, dapat dilakukan oleh ibu

sendiri, peralatan yang mudah didapatkan dan tidak membutuhkan waktu yang

lama, sehingga akan mempermudah ibu dalam melakukan pijat woolwich

(Kusumastuti, 2017).

Pijat Woolwich memberikan pengaruh terhadap produksi ASI yang

dibuktikan dengan peningkatan volume ASI, peningkatan lama waktu

pengeluaran ASI. Parameter lain yang juga dapat digunakan untuk produksi ASI

adalah peningkatan berat badan bayi karena bayi hanya mendapatkan nutrisi dari

ASI saja, sehingga banyak sedikitnya produksi ASI sehingga mampu memenuhi

66
kebutuhan bayi dapat dilihat dari peningkatan berat badan bayi, peningkatan

frekuensi berkemih dan juga buang air besar.

4.2.3 Pengaruh Pijat Woolwich terhadap Produksi ASI

Penelitian yang dilakukan oleh Barokah dan Utami (2017) pada tabel 4.1

jurnal nomor 9 juga mendapatkan hasil yang sama dimana ada perbedaan yang

bermakna (p=0,011<) produksi ASI antara kelompok kontrol (3021,88 ± 159,88)

dengan kelompok perlakuan pijat Woolwich (3265,63 ± 320,79). Hasill penelitian

ini sejalan dengan penelitian Nurvitasari (2019) yang menunjukkan bahwa pijat

woolwich mempengaruhi kecukupan ASI dengan pvalue (0,000).

Pijat Woolwich bertujuan untuk merangsang pelepasan hormon oksitosin

dan prolaktin yang sangat berperan dalam peningkatkan produksi ASI serta

kualitas ASI pada ibu menyusui. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa

pemijatan payudara sangat berkontribusi dalam meningkatkan produksi kolostrum

di hari-hari awal kelahiran saat bayi belum aktif menyusui, selain itu pemijatan ini

juga dapat mempertahankan produksi ASI, mengatasi kesulitan menyusui dan

mencegah terjadinya kelainan pada payudara ibu selama proses menyusui. Selain

itu hormon oksitosin dapat membuat ibu lebih rileks dan lebih tenang sehingga

ASI pun dapat keluar secara spontan (Barokah & Utami, 2017).

Pijat woolwich terbukti dapat meningkatkan produksi ASI karena dengan

pemijatan payudara yang lembut akan merangsang sistem hormonal tubuh untuk

memproduksi ASI dan mengeluarkan ASI. Peningkatan produksi ASI terdiri dari

beberapa parameter yang dapat disimpulkan dari berbagai jurnal yang telah

direview seperti jumlah atau volume ASI yang dikeluarkan, peningkatan berat

67
badan bayi yang diberi ASI saja, volume urine, volume BAB, sehingga semakin

tinggi volume ASI yang diberikan berarti semakin banyak ASI yang diproduksi,

demikian pula dengan peningkatan berat badan, volume urine, dan volume BAB,

hal ini disebabkan karena bayi hanya diberikan ASI saja, sehingga dengan

semakin banyaknya peningkatan berat badan bayi dijadikan parameter oleh

beberapa peneliti bahwa hal tersebut menunjukkan sebanding dengan produksi

ASI, demikian juga dengan volume urine dan BAB

Namun, pijat Woolwich jika dibandingkan dengan pijat lain yang

berfungsi sama untuk meningkatkan produksi ASI, tidak jauh lebih efektif

dibandingkan pijat lain, seperti hasil penelitian pada tabel 4.1 jurnal nomor 4 yaitu

penelitian Nuraningsih et al (2016) yang menyatakan bahwa kecukupan ASI

setelah pijat Marmet sebagian besar adalah banyak sebanyak 15 orang (93,8%).

Kecukupan ASI setelah pijat Woolwich sebagian besar adalah banyak sebanyak 10

orang (62,5%).

Hal ini menunjukkan bahwa pijat Marmet lebih efektif dibandingkan

dengan pijat Woolwich. Memerah ASI dengan teknik Marmet awalnya diciptakan

oleh seorang ibu yang harus mengeluarkan ASInya karena alasan medis. Awalnya

ia kesulitan mengeluarkan ASI dengan reflex yang tidak sesuai dengan reflex

keluarnya ASI saat bayi menyusu. Hingga akhirnya ia menemukan satu metode

memijat dan menstimulasi agar refleks keluarnya ASI optimal. Kunci sukses dari

teknik ini adalah kombinasi dari cara memerah ASI dan cara memijat. Jika teknik

ini dilakukan dengan efektif dan tepat maka seharusnya tidak akan terjadi masalah

dalam kecukupan ASI ataupun cara mengeluarkan ASI. Tentu saja semakin sering

68
ibu melatih memerah dengan teknik marmet ini, maka ibu makin terbiasa dan

tidak akan menemui kendala (Nuraningsih, 2016).

Beberapa ibu post partum tidak langsung mengeluarkan ASI setelah

melahirkan karena pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang sangat

komplek antara rangsangan mekanik, saraf dan bermacam macam hormon yang

berpengaruh terhadap pengeluaran oksitosin. Pengeluaran hormon oksitosin

selain dipengaruhi oleh isapan bayi juga dipengaruhi oleh reseptor yang terletak

pada sistem duktus, bila duktus melebar atau menjadi lunak maka secara

reflektoris dikeluarkan oksitosin oleh hipofise yang berperan untuk memeras air

susu dari alveoli.

Pijat woolwich juga tidak lebih efektif daripada pijat oksitosin, seperti

hasil penelitian pada tabel 4.1 jurnal nomor 3 oleh (Aryani et al., 2019) yang

menunjukkan bahwa pijat oksitosin lebih efektif dibandingkan dengan pijat

woolwich dimana rata-rata kelancaran ASI pada ibu nifas kelompok pijat

woolwich adalah sebesar 9,00 dan pada ibu nifas kelompok pijat oksitosin adalah

sebesar 9,93. Pijat oksitosin yaitu pemijatan sepanjang tulang belakang (vertebrae)

sampai tulang kosta ke lima atau ke enam akan memberikan rasa nyaman dan

rilek pada ibu setelah mengalami proses persalinan sehingga sekresi hormon

prolaktin dan oksitosin tidak terhambat. Hormon oksitosin ini yang akan

merangsang miopitel payudara untuk berkontraksi sehingga ASI akan dikeluarkan

dengan lancar (Aryani et al, 2019).

Lebih tingginya nilai rata-rata pijat oksitosin dibandingkan pijat woolwich

karena adanya rasa nyaman yang dirasakan ibu setelah dilakukan pijat oksitosin,

69
sehingga hormon oksitosin dapat memproduksi dengan baik. Bersamaan dengan

terbentuknya hormon oksitosin, hipofise anterior mengeluarkan hormon prolaktin

yang berfungsi untuk membuat air susu sehingga proses laktasi lancar dan bayi

mendapatkan cukup ASI. Ketika selesai diberi pemijatan ibu dapat merasakan

tubuhnya menjadi rileks dan rasa nyaman ketika memberikan ASI kepada bayinya

sehingga memberikan kenyamanan pada ibu, membuat ibu rileks yang akan

membantu meningkatkan produksi ASI.

Pijat woolwich tidak lebih efektif daripada rolling massage, seperti hasil

penelitian Badrus (2018) pada tabel 4.1 jurnal nomor 10 yang menunjukkan

bahwa peningkatan produksi ASI terjadi pada 60% responden yang diberikan

intervensi pijat woolwich, sedangkan yang diberikan intervensi rolling massage

sebanyak 80% responden yang mengalami peningkatan produksi ASI.

Pijat di daerah punggung belakang merupakan cara untuk merangsang

pengeluaran hormone oksitosin agar keluar lebih banyak, Pijat ini berfungsi untuk

memberikan rasa nyaman pada ibu menyusui pasca melahirkan serta

meningkatkan produksi ASI Tindakan massage rolling punggung dapat

memengaruhi hormon prolaktin yang berfungsi sebagai stimulus produksi ASI

pada ibu selama menyusui. Tindakan ini juga dapat membuat rileks pada ibu dan

melancarkan aliran syaraf serta saluran ASI pada kedua payudara (Usman, 2019)

Tindakan massage rolling punggung dapat memengaruhi hormone

prolaktin yang berfungsi sebagai stimulus produksi ASI pada ibu selama

menyusui. Tindakan ini juga dapat membuat rileks pada ibu dan melancarkan

aliran syaraf serta saluran ASI pada kedua payudara. Metode massage woolwich

70
dan massage rolling (punggung) dapat meningkatan produksi ASI pada ibu

postpartum secara bersamaan, kedua metode ini dapat mempengaruhi hormone

prolaktin yang berfungsi sebagai stimulus produksi ASI dan hormone oksitosin

dalam pengeluaran ASI sehingga metode ini sama-sama efektif dalam

meningkatan produksi ASI dan ibu postpartum dapat memilih salah satu metode

sesuai yang diinginkan ibu.

Hasil penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Usman (2019) dimana

pengaruh metode pijat woolwich dengan massage rolling (punggung) terhadap

produksi ASI yang dapat dibuktikan dengan berat badan bayi cukup (p=0,048),

frekuensi BAK cukup (p=0,006).

Back Rolling massage adalah pemijatan pada tulang belakang (costae 5-6

sampai scapula dengan gerakan memutar) yang dilakukan pada ibu setelah

melahirkan untuk membantu kerja hormon oksitosin dalam pengeluaran ASI,

mempercepat syaraf parasimpatis menyampaikan sinyal ke otak bagian belakang

untuk merangsang kerja oksitosin dalam mengalirkan ASI agar keluar. Selain itu

tindakan ini dapat membuat ibu rileks sehingga merangsang pengeluaran hormon

prolaktin yang berfungsi melancarkan aliran syaraf serta saluran ASI pada kedua

payudara (Usman, 2019).

Kombinasi Pijat woolwich massage dan back rolling massage merupakan

penggabungan dua metode yaitu pemijatan pada payudara lewat pemberian

rangsang terhadap otot-otot payudara dan punggung ibu, yang bertujuan

memberikan rangsangan kepada kelenjar air susu ibu agar dapat memproduksi

susu dan memicu hormon oksitosin atau refleks let down serta memberikan

71
kenyamanan dan menciptakan rasa rileks pada ibu sehingga mengakibatkan

produksi ASI meningkat.

Hasil penelitian (Kusumastuti et al., 2019) pada tabel 4.1 jurnal nomor 7

bahwa 72,3% kelompok intervensi yang produkasi ASInya lancar, sehingga masih

ada 26,7% responden yang ASInya tidak lancar. Hail ini juga didukung hasil

penelitian Badrus (2018) pada tabel 4.1 jurnal nomor 10 yang menunjukkan

bahwa peningkatan produksi ASI terjadi pada 60% responden yang diberikan

intervensi pijat woolwich, sehingga masih ada 40% responden yang tidak

mengalami peningkatan produksi ASI.

Metode woolwich berpengaruh terhadap saraf vegetatif dan jaringan

bawah kulit yang dapat melemaskan jaringan sehingga memperlancar aliran darah

pada system duktus, sisa-sisa sel sistem duktus akan dibuang agar tidak

menghambat aliran ASI melalui ductus lactiferous sehingga aliran ASI akan

menjadi lancar. Pijat woolwich memicu rangsangan sel-sel mioepitel di sekitar

kelenjar payudara, rangsangan tersebut diteruskan ke hipotalamus sehingga

memicu hipofisis anterior untuk memproduksi hormon prolaktin (Kusumastuti et

al., 2019).

Pihat woolwich seharusnya menurut teori dapat meningkatkan produksi

ASI, namun tidak semua ibu dapat mengalami peningkatan produksi ASI

meskipun sudah dilakukan pijat woolwich, hal ini dapat disebabkan karena pijat

yang tidak dilakukan dengan tepat, misalnya orang yang memijat bukan tenaga

ahli atau orang awam yang sudah mendapatkan pelatihan pijat woolwich,

sehingga intervensi dilakukan hanya menurut panduan atau SOP tetapi belum

72
pernah melakukan pelatihan, sehingga hasil yang didapatkan kurang optimal.

Tidak meningkatnya produksi ASI juga bisa dipengaruhi oelh faktor lain seperti

faktor psikologis ibu yang mengganggu kerja hormon oksitosin dan prolaktin

dalam menjalankan mekanisme laktasi.

73
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Produksi ASI sebelum pijat woolwich sekitar 60-70 ml untuk sekali ejeksi

2. Produksi ASI sesudah pijat woolwich sekitar 80-90 ml untuk sekali ejeksi

3. Pengaruh pijat woowich terhadap produksi ASI adalah pijat Woolwich

dapat meningkatkan produksi ASI, karena Pijat woolwich memicu

rangsangan sel-sel mioepitel di sekitar kelenjar payudara, rangsangan

tersebut diteruskan ke hipotalamus sehingga memicu hipofisis anterior

untuk memproduksi hormon prolaktin

5.2 Saran

1. Bagi Ibu Menyusui

Menerapkan pijat Woolwich untuk merangsang produksi ASI sehingga

ASI lancar dan dapat memberikan ASi secara eksklusif pda bayi.

2. Bagi Keluarga

Mendukung ibu dalam pemberian ASI eksklusif, meyakinkan ibu untuk

menyusui bayi meskipun produksi ASI sedikit, karena produksi ASI akan

meningkat seiring dengan semakin seringnya bayi menghisap ASI.

3. Bagi Profesi Keperawatan

Bekerja sama lintas sektor dengan puskesmas dan tokoh masyarakat untuk

menggalakkan program ASI eksklusif dan pendidikan kesehatan tentang

pijat woolwich dan pijat lain yang dapat meningkatkan produksi ASI

74
sehingga mendukung pemberian ASI eksklusif pada bayi hingga usia 6

bulan.

4. Bagi peneliti Selanjutnya

Melakukan pengembangan penelitian dengan melakukan penelitian secara

langsung menggunakan data primer yang diperoleh langsung dari

responden agar memperoleh bukti langsung tentang pengaruh pijat

Woowich terhadap produksi ASI.

75
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, R., & Wagiyo. (2016). Pemberian Back Rolling Massage Dan Woolwich
Massage Terhadap Kecepatan. Jurnal Keperawatan STIKES Telogorejo
Semarang, 62, 1–11.

Aryani, Y., Hasan, Z., & Atikasari, P. (2019). PERBEDAAN PIJAT


WOOLWICH DAN PIJAT OKSITOSIN TERHADAP KELANCARAN
ASI PADA IBU NIFAS HARI KE 1 – 3 DI PRAKTIK MANDIRI
BIDAN DINCE SAFRINA KOTA PEKANBARU. Jurnal Ibu Dan Anak,
7(1, Mei), 10–16.

Astutik, R. Y. (2014). Payudara dan Laktasi. Jakarta: Salemba Medika.

Badrus, A. R. (2018). Perbedaan Massage Woolwich Dan Massage Rolling


(Punggung) Terhadap Peningkatan Produksi Asi Pada Ibu Postpartum. J-
HESTECH (Journal Of Health Educational Science And Technology),
1(1), 43. https://doi.org/10.25139/htc.v1i1.1081

Barokah, L., & Utami, F. (2017). Terhadap produksi asi di bpm appi amelia bibis
kasihan bantul. Prosiding Seminar Nasional Dan Call for Papers,
November, 243–250.

Bidan dan Dosen Kebidanan Indonesia. 2018. Kebidanana Teori dan Asuhan.
EGC: Jakarta.

Davidson, dkk. 2014. Measuring Patient Satisfaction With Post Partum Teaching
Methods Use By Nurse Within The Interaction Model of Clien Health
Behavior. Research and Theony for Nursing Practice: An International
Journal. 25 No. 3.

Hartono. 2012. Metodologi Penelitian Bisnis (edisi 6). BPFE: Yogyakarta.

Heru S.K. 2009. Analisis Multivariate Untuk Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:


Mitra Cendikia Press.

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Metodologi Penelitian Keperawatan dan Teknik


Analisis. Jakarta: Salemba Medika.

Indra, M., & Cahyaningrum, I. (2019). Cara Mudah Memahami Metode


Penelitian. Deepublish.

Kasjono, H.S. 2009. Teknik Sampling Untuk Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kusumastuti, dkk. 2017. Kombinasi Pijat Woolwich dan Pijat Oksitosin Terhadap
Produksi ASI dan Involusi Uterus Pada Ibu Post Partum. Yogyakarta:

76
Leutikaprio.

Maryunani, A. 2009. Asuhan Pada Ibu Dalam Masa Nifas (postpartum). (N.
Wijaya, Ed.). Jakarta: TIM.

Nuraningsih, W., Machmudah, & Sayono. (2016). Efektivitas Pijat Marmet


dengan Pijat Woolwich Terhadap Kecukupan ASI Bayi pada Ibu Post
Partum Di BPM Hj. Nawangsih Semarang. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan
Kebidanan (JIKK).

Nursalam. 2016. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan (Edisi 4). Jakarta:


Salemba Medika.

Nurvitasari, S., Pujiastuti, R., & Arfiana, A. (2019). Effectiveness of Woolwich


Massage to Meet Adequacy of Breast Milk in Newborns. Midwifery and
Nursing Research, 1(1), 57. https://doi.org/10.31983/manr.v1i1.4067

Ohorella, F., Sampara, N., & Hasriani. (2019). Pengaruh Kombinasi Pijat
Woolwich Dan Endophine Terhadap Kelancaran ASI Pada Ibu Post
Partum Di RSUD Labuang Baji. SEMINAR NASIONAL SAINS,
TEKNOLOGI, DAN SOSIAL HUMANIORA UIT 2019, 4(1), 75–84.
https://doi.org/.1037//0033-2909.I26.1.78

Pamuji, SE, dkk. (2014). Pengaruh Metode Pijat Woolwich dan Endorphine
terhadap Kadar Hormon Prolaktin dan Volume ASI. ISSN. 2088.4435.
Vol. 5.

Pitriani dan Andiyani. 2014. Panduan Lengkap Asuhan Kebidanan Ibu Nifas
Normal. CV Budi Utama: Yogyakarta.

Pollard, Maria. 2017. ASI Berbasis Bukti. Jakarta: EGC.

Prasetyono, Dwi Sunar. 2009. Buku Pintar ASI Eksklusif. Yogyakarta: Diva Press.

Rahayu, dkk. 2015. Produksi Air Susu Ibu dengan Intervensi Acupresure Point
For Lactation dan Pijat Oksitosin (The Difference in Breatsmilk
Production Between Acupresure Point For Lactation and Oxytocin
Massage). Universitas Air Langga.

Rini, Susilo dan Dewi, Feti. 2016. Panduan Asuhan Nifas dan Exdence. CV Budi
Utomo: Yogyakarta.

Saleha, Siti. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Salemba Medika:
Jakarta.

77
Setiadi. 2013. Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan (2nd ed.).
Yogyakarta: Graha Ilmu.

Soetjiningsih. 2017. ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC.

Suherni. 2008. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya. Retrievet from


http://repository.poltekkesmajapahit.ac.id/index.php/E-
POL/article/view/939/738

Sukriana, Dewi, Y. I., & Utami, S. (2016). Efektivitas Pijat Woolwich Terhadap
Produksi Post Partum Di Puskesmas Payung Sekaki Pekanbaru. JOM FKp,
5, 512–519.

Usman, H. (2019). Kombinasi Metode Pijat Woolwich dan Massage Rolling


(punggung) Mempengaruhi Produksi ASI Pada Ibu Post Partum Di
Wilayah Kerja Puskesmas Mapane Kabupaten Poso. Jurnal Bidan Cerdas
(JBC), 2(1), 28. https://doi.org/10.33860/jbc.v2i1.148

Vita Sutanto, Andina. 2018. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Pustaka
Baru Press: Yogyakarta.

Wahyuni, E. T., & Noviyanti, R. (2019). PEMANFAATAN WOOLWICH


MASSAGE TERHADAP PENGELUARAN ASI PADA IBU NIFAS
Woolwich Massage for Increasing Postpartum Mothers ’ Breast Milk
Production. Jurnal Kesehatan Madani Medika, 10(2), 100–106.

Widyasih, dkk. 2012. Perawatan Masa Nifas cetakan ketiga. Fitrimaya:


Yogyakarta.

78
Lampiran 1

79
Lampiran 2

80
Lampiran 3

81
Lampiran 4

82
83
84
85
86
87
88
89

Anda mungkin juga menyukai