Anda di halaman 1dari 79

SKRIPSI

PENGARUH ELECTRICAL STIMULATION TERHADAP KADAR


GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELLITUS
TIPE 2 DI PUSKESMAS GAYAMAN
MOJOKERTO

OLEH :
ALFU LAYYINUL ISTIANAH

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA
MOJOKERTO
2

2021

2
SKRIPSI

PENGARUH ELECTRICAL STIMULATION TERHADAP KADAR


GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELLITUS
TIPE 2 DI PUSKESMAS GAYAMAN MOJOKERTO

Diajukan Untuk Dipertanggungjawabkan Di Hadapan Penguji Guna Memperoleh


Gelar Sarjana Keperawatan Pada Stikes Dian Husada Mojokerto

OLEH :
ALFU LAYYINUL ISTIANAH

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA
MOJOKERTO
2021
iv

iv
SKRIPSI

PENGARUH ELECTRICAL STIMULATION TERHADAP KADAR


GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELLITUS
TIPE 2 DI PUSKESMAS GAYAMAN MOJOKERTO

Diajukan Untuk Dipertanggungjawabkan Di Hadapan Penguji Guna


Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan Pada Stikes Dian Husada
Mojokerto

OLEH :
ALFU LAYYINUL ISTIANAH
NIM. 01.17.004

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA
MOJOKERTO
2021
PERSETUJUAN SKRIPSI

Dengan Judul

PENGARUH ELECTRICAL STIMULATION TERHADAP KADAR GULA


DARAH PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2
DI PUSKESMAS GAYAMAN MOJOKERTO

Oleh:

ALFU LAYYINUL ISTIANAH


NIM. 01.17.004

Telah disetujui untuk diujikan di hadapan penguji pada September 2021

Pembimbing I Pembimbing II

Sutomo, S.Kep. Ns., M.Kep Nuris Kushayati, S.Kep. Ns., M.Kep


NPP. 10.02.023 NPP. 10.02.014

Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

Nur Chasanah, S.Kp., M.Kes


NPP. 10.02.184
PENGESAHAN SKRIPSI

Dengan Judul

PENGARUH ELECTRICAL STIMULATION TERHADAP KADAR GULA


DARAH PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2
DI PUSKESMAS GAYAMAN MOJOKERTO

Oleh:

ALFU LAYYINUL ISTIANAH


NIM. 01.17.004

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu


Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Dian Husada Mojokerto dan
diterima untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana
Keperawatan (S.Kep) pada tanggal September 2021

Tim Penguji

Ketua : Luthfiah Nur Aini, S.Kep. Ns., M.Kep ...........................

Anggota : 1. Sutomo, S.Kep. Ns., M.Kep . ...........................

2. Nuris Kushayati, S.Kep. Ns., M.Kep ...........................

Mengetahui,
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Dian Husada
Ketua

H. Nasrul Hadi Purwanto, S.Kep. Ns., M.Kes


NPP. 10.02.044
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:


Nama : ALFU LAYYINUL ISTIANAH
NIM : 01.17.004
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Tempat Tanggal Lahir : Jember, 08 Maret 1998
Menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
PENGARUH ELECTRICAL STIMULATION TERHADAP KADAR GULA
DARAH PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS
GAYAMAN MOJOKERTO
Adalah bukan Skripsi orang lain tinggi sebagian maupun keseluruhan kecuali
dalam bentuk surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Apabila
kemudian hari ditemukan bahwa pernyataan ini tidak benar, saya bersedia
mendapat sanksi sesuai peraturan yang telah ditetapkan

Mojokerto, September 2021

Yang menyatakan

ALFU LAYYINUL ISTIANAH


NIM . 01.17.004
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul

“PENGARUH ELECTRICAL STIMULATION TERHADAP KADAR GULA

DARAH PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS

GAYAMAN MOJOKERTO”. Selesainya penulisan Skripsi ini tak lepas dari

bantuan dan dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak, maka penulis

mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dengan hati tulus kepada:

1. Direktur Puskesmas Gayaman Mojokerto yang telah memberikan izin kepada

peneliti untuk melakukan penelitian.

2. H. Nasrul Hadi Purwanto, S.Kep. Ns, M.Kes selaku Ketua STIKes Dian

Husada Mojokerto.

3. Nur Chasanah, S.Kp., M.Kes selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

STIKes Dian Husada Mojokerto

4. Sutomo, S.Kep. Ns., M.Kep selaku pembimbing I Skripsi yang telah

meluangkan waktu dalam bimbingan kepada penulis

5. Nuris Kushayati, S.Kep. Ns., M.Kep selaku pembimbing II Skripsi yang telah

meluangkan waktu dalam bimbingan kepada penulis

Akhirnya penulis menyadari bahwa Skripsi ini jauh dari sempurna

sehingga memerlukan kritik dan saran untuk menyempurnakan penyususnan

Skripsi ini.

Mojokerto, September 2021

ALFU LAYYINUL ISTIANAH


PENGARUH ELECTRICAL STIMULATION TERHADAP PENURUNAN
KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2
DI PUSKESMAS GAYAMAN MOJOKERTO

Alfu Layyinul Istianah1, Sutomo2, Nuris Kushayati3

ABSTRAK

Diabetes Mellitus merupakan kelompok penyakit metabolik yang ditandai


hiperglikemia. keadaan hiperglikemia tersebut dapat menyebabkan krisis
hiperglikemik yang mempunyai angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Salah satu intervensi yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar gula darah
adalah dengan electrical stimulation. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh electrical stimulation terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien
diabetes mellitus tipe 2.
Desain penelitian preeksperimental dengan pendekatan pretest-post test
one group design. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien diabetes
mellitus di Puskesmas Gayaman Mojokerto sejumlah 67 orang. Teknik sampling
penelitian ini adalah purposive sampling. Besar sampel 15 orang. Instrumen
penelitian menggunakan electrical stimulation set Glukometer, dan SOP.
Hasil penelitian responden mempunyai kadar gula darah rata-rata sebelum
electrical stimulation sebesar 261,2 mg/dL, sedangkan kadar gula darah sesudah
electrical stimulation rata-rata 211,6 mg/dL. Hasil analisa dengan menggunakan
uji t sampel berpasangan menunjukkan bahwa pvalue=0,000 < α (0,05) sehingga
terdapat pengaruh electrical stimulation terhadap penurunan kadar gula darah
pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Gayaman Mojokerto.
Hal ini disebabkan karena stimulasi elektrik bekerja pada syaraf yang akan
disampaikan pada hipotalamus dan mempengaruhi kerja sumbu hipotalamus
pituitari adrenal sehingga korteks adrenal akan mengalami penurunan produksi
kortisol sehingga terjadi penurunan produksi glukosa dan penyerapan glukosa
oleh otot rangka meningkat dan kadar gula darah menurun.

Kata Kunci: diabetes mellitus tipe 2, electrical stimulation, kadar gula darah
THE EFFECT OF ELECTRICAL STIMULATION ON BLOOD SUGAR
LEVELS REDUCTION IN DIABETES MELLITUS TYPE 2 IN
GAYAMAN PUBLIC HEALTH CENTER MOJOKERTO

Alfu Layyinul Istianah1, Sutomo2, Nuris Kushayati3


ABSTRACT

Diabetes Mellitus was a group of metabolic diseases characterized by


hyperglycemia. Such hyperglycaemic conditions could lead to hyperglycemic
crises that had high rates of morbidity and mortality. One of the interventions that
could be done to reduce blood sugar levels was electrical stimulation. This study
aimed to determine the effect of electrical stimulation on blood sugar levels
reduction in diabetes mellitus type 2. The design of this research was pre
experimental with pretest-post test one group design approach. The population of
this study were all diabetes mellitus patients in Gayaman Public Health Center
Mojokerto as many as 67 people. The sampling technique of this study was
purposive sampling. Sample size was 15 people. The research instrument used
electrical stimulation set, glucimeter, and SOP. The results of this study suggested
that the average of blood sugar level before electrical stimulation was 261.2
mg/dL, while blood sugar levels after electrical stimulation averaged 211.6
mg/dL. The result of the analysis used paired t test suggested that pvalue=0.000 <
α (0.05) meant that H1 was accepted, thus there was an effect of electrical
stimulation on the blood sugar level reduction in diabetes mellitus type 2 patients
at Gayaman Public Health Center. This is because electrical stimulation works on
the nerves to be delivered to the hypothalamus and affects the axis of the
hypothalamus of the adrenal pituitary so that the adrenal cortex will decrease the
production of cortisol resulting in a decrease in glucose production and the
absorption of glucose by skeletal muscle increases and blood sugar levels
decreases.
Keywords: diabetes mellitus type 2, electrical stimulation, blood sugar level

DAFTAR ISI

Halaman
PERSETUJUAN SKRIPSI...................................................................................ii
PENGESAHAN SKRIPSI....................................................................................iii
SURAT PERNYATAAN......................................................................................iv
KATA PENGANTAR............................................................................................v
ABSTRAK.............................................................................................................vi
ABSTRACT..........................................................................................................vii
DAFTAR ISI.......................................................................................................viii
DAFTAR TABEL.................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xiii
DAFTAR LAMBANG........................................................................................xiv
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................4
1.2.1 Pernyataan Masalah................................................................4
1.2.2 Pertanyaan Masalah................................................................4
1.2.3 Batasan Masalah......................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................5
1.3.1 Tujuan Umum.........................................................................5
1.3.2 Tujuan Khusus........................................................................5
1.4 Manfaat Penelitian.............................................................................5
1.4.1 Manfaat Teoritis......................................................................5
1.4.2 Manfaat Praktis.......................................................................6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................7
2.1 Konsep Diabetes Mellitus...................................................................7
2.1.1 Pengertian................................................................................7
2.1.2 Etiologi dan Klasifikasi...........................................................7
2.1.3 Patogenesis..............................................................................9
2.1.4 Tanda dan Gejala...................................................................12
2.1.5 Faktor resiko diabetes...........................................................13
2.1.6 Komplikasi............................................................................16
2.2 Kadar Gula Darah.............................................................................17
2.2.1 Pengertian..............................................................................17
2.2.2 Macam-macam Pemeriksaan Kadar gula darah Darah.........18
2.2.3 Nilai Normal Kadar gula darah Dalam Darah.......................18
2.2.4 Hiperglikemia........................................................................18
2.2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar gula darah............19
2.3 Electrical Stimulation.......................................................................20
2.3.1 Pengertian..............................................................................20
2.3.2 Prinsip Kerja..........................................................................21
2.3.3 Alat Yang Digunakan............................................................21
2.3.4 Indikasi..................................................................................23
2.3.5 Kontra Indikasi......................................................................23
2.3.6 Prosedur Kerja.......................................................................24
2.3.7 Lama Terapi..........................................................................26
2.3.8 Cara Kerja Terhadap Gula Darah..........................................26
2.4 Hasil Penelitian Yang Mendukung...................................................28
2.5 Kerangka Konseptual........................................................................30
2.6 Hipotesis Penelitian..........................................................................32
BAB 3 METODE PENELITIAN........................................................................33
3.1 Desain Penelitian..............................................................................33
3.2 Kerangka Kerja.................................................................................34
3.3 Sampling Desain...............................................................................35
3.3.1 Populasi.................................................................................35
3.3.2 Sampel...................................................................................35
3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel.................................................36
3.4 Identifikasi Variabel Penelitian........................................................36
3.4.1 Variabel Independen.............................................................36
3.4.2 Variabel Dependen................................................................36
3.5 Definisi Operasional.........................................................................37
3.6 Pengumpulan Data dan Analisis Data..............................................37
3.6.1 Pengumpulan Data................................................................37
3.6.2 Analisa Data..........................................................................39
3.6.3 Teknik Analisis Data.............................................................42
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN......................................45
4.1 Gambaran Lokasi Penelitian.............................................................45
4.2 Hasil Penelitian.................................................................................45
4.2.1 Data Umum Responden........................................................45
4.2.1 Data Khusus Kadar Gula Darah Sebelum dan Sesudah
Diberikan Electrical Stimulation...........................................46
4.3 Pembahasan......................................................................................47
4.3.1 Kadar Gula Darah Sebelum Electrical Stimulation..............47
4.3.2 Kadar Gula Darah Sesudah Electrical stimulation...............50
4.3.3 Pengaruh Electrical Stimulation Terhadap Kadar Gula
Darah.....................................................................................51
BAB 5 PENUTUP................................................................................................ 55
5.1 Simpulan...........................................................................................55
5.2 Saran ...............................................................................................55
5.2.1 Bagi Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2...................................55
5.2.2 Bagi Tempat Penelitian.........................................................55
5.2.3 Bagi peneliti selanjutnya.......................................................56
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................57
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2. 1 Kadar gula darah Sewaktu Dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring
Dan Diagnosis Diabetes Mellitus (mg/dl)...........................................18

Tabel 3. 1 Definisi Operasional Pengaruh Electrical Stimulation Terhadap


Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di
Puskesmas Gayaman Mojokerto........................................................37

YTabel 4. 1. .Distribusi Frekuensi Responden Hasil penelitian pada Data Umum di


Puskesmas Gayaman Mojokerto pada bulan September 2021...........44

Tabel 4. 2 Kadar Gula Darah Sebelum dan Sesudah Diberikan Electrical


Stimulation di Puskesmas Gayaman Mojokerto pada bulan
September 2021...................................................................................45
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Patofisiologi DM Tipe 2...............................................................


9

Gambar 2.2 Patofisiologi DM Tipe 2...............................................................


10

Gambar 2.3 Kerangka Teori Pengaruh Electrical Stimulation Terhadap


Penurunan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus
Tipe 2............................................................................................
34

Gambar 2.4 Kerangka Konseptual Pengaruh Electrical Stimulation


Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Gayaman Mojokerto....................
36

Gambar 3.1 Kerangka Kerja Pengaruh Electrical Stimulation Terhadap


Penurunan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus
Tipe 2 di Puskesmas Gayaman Mojokerto.................................
38
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
YLampiran 1 Rencana Pelaksanaan........................................................................57

Lampiran 2 Lembar Permohonan Menjadi Responden.........................................58


Lampiran 3 Informed Consent...............................................................................59
Lampiran 4 Instrumen Penelitian...........................................................................60
Lampiran 5 Tabulasi Data Hasil Penelitian...........................................................63
DAFTAR LAMBANG

. : Titik.
- : Tanda hubung.
, : Koma.
; : Titik koma.
(…) : Tanda kurung.
2
: Kuadrat.
/ : Tanda miring.
% : Persen.
: : Titik dua.
? : Tanda tanya.
> : Lebih dari
< : Kurang dari
± : Kurang lebih
= : Sama dengan

DAFTAR SIMBOL
ꞵ : Beta
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada era globalisasi terjadi pergeseran dari penyakit menular ke penyakit

tidak menular, semakin banyak muncul penyakit degeneratif salah satunya adalah

diabetes melitus. Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit gangguan

metabolisme kronis yang ditandai peningkatan kadar glukosa darah

(hiperglikemia), disebabkan karena ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan insulin (Tarwoto et al., 2012). Penyakit tidak menular merupakan

kelompok terbesar penyakit penyebab kematian di Indonesia. Salah satu penyakit

tidak menular yang menyebabkan kematian tinggi di Indonesia adalah diabetes

mellitus. Diabetes melitus utamanya diakibatkan karena pola hidup yang tidak

sehat. Pasien DM tipe 2 mengalami resistensi insulin yang berat dan memicu

gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver

meningkat, sedangkan keadaan hiperglikemia tersebut dapat menyebabkan krisis

hiperglikemik yang mempunyai angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi,

sehingga memerlukan perawatan di rumah sakit guna mendapatkan

penatalaksanaan yang memadai (Soelistijo et al., 2015).

Data WHwhhdLDofalksWHO tahun 2018 menyebutkan bahwa di dunia

terdapat 1,6 juta (4%) penduduk dunia yang meninggal karena diabetes mellitus

(WHO, 2018). Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menyatakan

bahwa prevalensi pasien diabetes melitus berdasarkan diagnosa dokter di

Indonesia sebesar 2,0%, sedangkan berdasarkan Konsensus Perkeni sebesar

10,9%, sedangkan Provinsi Jawa Timur berada di atas prevalensi nasional namun
jumlahnya tidak disebutkan dalam laporan Riskesdas 2018 (Kemenkes RI, 2018).

Data Kesehatan Jawa Timur tahun 2017 pasien diabetes mellitus sebanyak

102.399 kasus dari diabetes mellitus. (Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2019). Hasil

penelitian Catalogna et al (2016) di Israel tentang Efek Stimulasi Listrik Periferal

(PES) pada Glukosa Darah Nokturnal pada penederita Diabetes Mellitus Tipe 2

menunjukkan bahwa dengan pemberian stimulasi listrik, terdapat kadar gula

darah nokturnal maupun gula darah puasa yang signifikan pada pasien DM tipe 2

(Catalogna et al., 2016). Hasil penelitian Jabbour et al (2015) di Korea menunjukkan

ada aktivasi besar serat tipe II glikolitik oleh NMES frekuensi rendah yang

menghasilkan penurunan kadar glukosa darah yang signifikan dan dengan demikian

dapat meningkatkan sensitivitas insulin (Jabbour et al., 2015). Hasil studi

pendahuluan pada tanggal 23 Mei 2021 di Puskesmas Gayaman Mojokerto

menunjukkan bahwa rata-rata pasien DM yang melakukan kontrol sebanyak 67

orang dalam waktu 1 bulan dengan rata-rata 2 orang per hari. Pasien yang rutin

melakukan electrical stimulation sebanyak 27 orang. Hasil wawancara pada 3

pasien DM yang melakukan electrical stimulation diketahui bahwa 3 orang

(66,7%) didapatkan penurunan kadar gula darah dari 225 mg/dl menjadi 220

mg/dL, dari 247 mg/dL menjadi 240 mg/dL, sedangkan 1 orang (33,3%)

mengatakan tidak merasakan perubahan setelah mendapatkan terapi electrical

stimulation yaitu dari 198 mg/dL tetap 198 mg/dL.

Penyebab utama penyakit Diabetes Mellitus tipe 2 ada delapan (omnious

octet) yaitu kegagalan fungsi sel beta pankreas, liver, otot, sel lemak, usus, sel alfa

pankreas, ginjal, dan otak, sedangkan faktor resiko penyakit ini adalah merokok,

hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas, dan riwayat penyakit


keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain). (Soelistijo et al., 2015).

Diabetes mellitus yang tidak terkendali dengan baik akan menimbulkan

komplikasi berupa komplikasi akut yaitu koma hiperglikemik, ketoasidosis atau

keracunan zat keton, koma hipoglikemia, serta komplikasi kronik yaitu

mikroangiopati (kerusakan saraf perifer) pada organ yang mempunyai pembuluh

darah kecil seperti pada retinopati diabetika sehingga mengakibatkan kebutaan,

neuropati diabetika mengakibatkan baal/gangguan sensoris pada organ tubuh,

nefropati diabetika mengakibatkan gagal ginjal, dan makroangiopati berupa

kelainan pada jantung dan pembuluh darah seperti miokard infark maupun

gangguan fungsi jantung karena aterosklerosis, penyakit vaskular perifer,

gangguan sistem pembuluh darah otak atau stroke, gangren diabetika karena

adanya neuropati dan terjadi luka yang tidak sembuh, disfungsi erektil diabetika

(Tarwoto et al., 2012).

Kegagalan fungsi sel beta pankreas dapat menyebabkan tingginya kadar

gula dalam darah. Stimulasi elektrik bekerja pada syaraf yang akan disampaikan

pada hipotalamus dan mempengaruhi kerja sumbu hipotalamus pituitari adrenal

sehingga korteks adrenal akan mengalami produksi kortisol dimana hormon ini

sangat berperan dalam meningkatkan produksi glukosa melalui proses

glukoneogenesis dan menghambat penyerapan glukosa dan asam lemak oleh otot

rangka dan jaringan adiposa, sehingga dengan menurunnya produksi kortisol,

maka akan terjadi produksi glukosa dan penyerapan glukosa oleh otot rangka

meningkat (Catalogna, 2016). Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh electrical stimulation

terhadap kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2.


1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Pernyataan Masalah

Diabetes mellitus ditandai dengan tingginya kadar gula darah yang dapat

menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Hiperglikemia berpotensi menyebabkan

syok hiperglikemia dan berbagai komplikasi lain pada pasien diabetes mellitus

tipe 2 seperti neuropati, retinopati, dan nefropati sehingga diperlukan suatu upaya

yang dapat menurunkan kadar gula darah selain 4 pilar penatalaksanaan diabetes

mellitus sebagai terapi adjuvan dan inovasi untuk membantu menurunkan kadar

gula darah dan mencegah terjadinya komplikasi. Upaya yang dilakukan adalah

dengan electrical stimulation karena dengan adanya stimulasi elektrik yang bekerja

pada syaraf melalui mekanisme hormonal menyebabkan penurunan produksi glukosa

dan penyerapan glukosa oleh otot rangka meningkat

1.2.2 Pertanyaan Masalah

Adakah pengaruh electrical stimulation terhadap kadar gula darah pada

pasien diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Gayaman Mojokerto?

1.2.3 Batasan Masalah

Diabetes mellitus mempunyai beberapa tipe, sehingga peneliti membatasi

penelitian ini pada pasien diabetes mellitus tipe 2 karena merupakan tipe diabetes

dengan pasien terbanyak dibandingkan tipe lainnya, dan pasien diabetes mellitus

tipe 2 tidak tergantung insulin sehingga penurunan kadar gula darah dapat

dilakukan melalui terapi seperti electrical stimulation.


1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Membuktikan pengaruh electrical stimulation terhadap kadar gula

darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Gayaman

Mojokerto.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi kadar gula darah sebelum electrical stimulation

diberikan pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Gayaman

Mojokerto

2. Mengidentifikasi kadar gula darah sesudah electrical stimulation

diberikan pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Gayaman

Mojokerto

3. Menganalisa pengaruh electrical stimulation terhadap kadar gula

darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Gayaman

Mojokerto.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Dapat menambah referensi tentang metode yang dapat digunakan untuk

menurunkan kadar gula darah sehingga dapat menambah wawasan dan

pengetahuan pembaca.
1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Responden

Diketahuinya pengaruh electrical stimulation terhadap kadar gula

darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2 sehingga dapat dijadikan sebagai

terapi tambahan untuk membantu menurunkan kadar gula darah.

2. Bagi Tempat Penelitian

Tempat penelitian mendapatkan informasi tentang pengaruh electrical

stimulation terhadap kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2

sehingga dapat diketahui efektivitasnya dalam menurunkan kadar gula darah.

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan peneliti dalam

melakukan metode riset dan menerapkan ilmu pengetahuan tentang

keperawatan medikal bedah pada pasien diabetes mellitus tipe 2.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Diabetes Mellitus

2.1.1 Pengertian

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

ditandai oleh kenaikan kadar kadar gula darah dalam darah atau hiperglikemia

(Wijaya & Putri, 2013). Hal serupa juga disampaikan oleh (Tarwoto, 2012) bahwa

diabetes mellitus merupakan penyakit gangguan metabolisme kronis yang ditandai

peningkatan kadar gula darah disebabkan ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan insulin.

Menurut Soelistijo et al. (2015), DM merupakan suatu kelompok penyakit

metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi

insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia adalah suatu kondisi

medik berupa peningkatan kadar kadar gula darah dalam darah melebihi batas

normal. Hiperglikemia merupakan salah satu tanda khas penyakit diabetes

mellitus (DM), meskipun juga mungkin didapatkan pada beberapa keadaan yang

lain.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa diabetes mellitus

adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah

akibat rendahnya sekresi insulin

2.1.2 Etiologi dan Klasifikasi

Berdasarkan Soelistijo et al. (2015) diabetes diklasifikasikan menjadi:


2.1.2.1 Diabetes melitus Tipe-1

Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut, yang

disebabkan oleh: autoimun dan idiopatik

2.1.2.2 Diabetes melitus Tipe-2

Pasien Diabetes melitus tipe-2 memiliki satu atau lebih keabnormalan di

bawah ini, antara lain:

1. Defisiensi insulin relatif: insulin yang disekresi oleh sel-β pankreas untuk

memetabolisme tidak mencukupi.

2. Resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif.

2.1.2.3 Diabetes melitus Tipe Lain

Diabetes tipe ini dapat disebabkan karena beberapa hal, antara

lain : defek genetic fungsi sel beta, defek genetic kerja insulin penyakit

eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi,

sebab imunologi yang jarang dan sindrom genetik lain yang berkaitan

dengan diabetes

2.1.2.4 Diabetes melitus Kehamilan

Diabetes melitus kehamilan atau sering disebut dengan istilah Diabetes

melitus Gestasional (DMG) adalah suatu gangguan toleransi karbohidrat yang

terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan sedang berlangsung.

Faktor risiko diabetes tipe ini antara lain obesitas, adanya riwayat DMG,

gukosuria, adanya riwayat keluarga dengan diabetes, abortus berulang, adanya

riwayat melahirkan bayi dengan berat > 4 kg, dan adanya riwayat preeklamsia.

Penilaian adanya risiko diabetes melitus gestasional perlu dilakukan sejak

kunjungan pertama untuk pemeriksaan kehamilannya.


2.1.3 Patogenesis

2.1.3.1 DM tipe 1

Insulin tidak ada dan hal ini disebabkan karena jenis penyakit ini

ada reaksi autoimun. Pada individu yang rentan (susceptible) terhadap tipe

1, terdapat adanya ICA (Islet Cell Antibody) yang meningkat kadanya oleh

karena beberapa faktor pencetus seperti infeksi virus, diantarnya virus

cocksakie, rubella, CMV, herpes dan lain-lain, hingga timbul peradangan

pada sel beta (insulitis) yang akhirnya menyebabkan kerusakan permanen

sel beta. Pada insulitis yang diserang hanya sel beta, biasanya sel alfa dan

delta tetap utuh. Pada studi populasi ditemukan adanya hubungan antara

DM tipe 1 dengan HLA DR3 dan DR4 (Soegondo, 2015).

2.1.3.2 DM tipe 2

Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta

pankreas telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM

tipe-2 Belakangan diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini

dan lebih berat daripada yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver

dan sel beta, organ lain seperti: jaringan lemak (meningkatnya lipolisis),

gastrointestinal (defisiensi incretin), sel alpha pancreas

(hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi kadar gula darah), dan

otak (resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan

terjadinya gangguan toleransi kadar gula darah pada DM tipe-2. Delapan

organ penting dalam gangguan toleransi kadar gula darah ini (ominous

octet) penting dipahami karena dasar patofisiologi ini memberikan konsep

tentang:
1. Pengobatan harus ditujukan guna memperbaiki gangguan patogenesis, bukan

hanya untuk menurunkan HbA1c saja

2. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasari atas kinerja obat pada

gangguan multipel dari patofisiologi DM tipe 2.

3. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau

memperlambat progresivitas kegagalan sel beta yang sudah terjadi pada

penyandang gangguan toleransi kadar gula darah.

DeFronzo pada tahun 2009 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, liver dan sel

beta pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis pasien DM tipe-2

tetapi terdapat organ lain yang berperan yang disebutnya sebagai the ominous

octet.

1. Kegagalan sel beta pancreas. Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan,

fungsi sel beta sudah sangat berkurang.

2. Liver. Pada pasien DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu

gluconeogenesis sehingga produksi kadar gula darah dalam keadaan basal

oleh liver (HGP=hepatic glucose production) meningkat

3. Otot. Pada pasien DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang

multiple di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul

gangguan transport kadar gula darah dalam sel otot, penurunan sintesis

glikogen, dan penurunan oksidasi kadar gula darah.

4. Sel lemak. Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,

menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas

(FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma. Penigkatan FFA merangsang proses

glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot. FFA


juga mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini

disebut sebagai lipotoxocity.

5. Usus. Kadar gula darah yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar

dibanding kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek

incretin ini diperankan oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1)

dan GIP (glucose-dependent insulinotrophic polypeptide atau disebut juga

gastric inhibitory polypeptide). Pada pasien DM tipe-2 didapatkan defisiensi

GLP-1 dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin segera

dipecah oleh keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam

beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat kinerja DPP-4 adalah

kelompok DPP-4 inhibitor. Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam

penyerapan karbohidrat melalui kinerja ensim alfa-glukosidase yang memecah

polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian diserap oleh usus dan

berakibat meningkatkan kadar gula darah darah setelah makan.

6. Sel Alpha Pancreas. Sel α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan

dalam hiperglikemia dan sudah diketahui sejak 1970. Sel α berfungsi dalam

sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya di dalam plasma

meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP dalam keadaan basal

meningkat secara signifikan dibanding individu yang normal.

7. Ginjal. Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis

DM tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram kadar gula darah sehari.

Sembilan puluh persen dari kadar gula darah terfiltrasi ini diserap kembali

melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose co- Transporter) pada bagian

convulated tubulus proksimal. Sedang 10% sisanya di absorbsi melalui peran


SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada

kadar gula darah dalam urine. Pada pasien DM terjadi peningkatan ekspresi

gen SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja SGLT-2 ini menghambat

penyerapan kembali kadar gula darah di tubulus ginjal sehingga kadar gula

darah dikeluarkan lewat urine.

8. Otak. Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang

obes baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang

merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini

asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga

terjadi di otak (Soelistijo et al., 2015).

2.1.4 Tanda dan Gejala

Menurut Smeltzer & Bare (2013), manifestasi klinik diabetes mellitus adalah:

2.1.4.1 Poliuria

Hal ini disebabkan karna kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula

darah sampai diatas 160-180 mg/ dL, maka kadar gula darah sampai ke air

kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal membuang air tambahan untuk

mengencerkan sejumlah besar kadar gula darah yang hilang. Karena ginjal

menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka pasien sering

berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuria).


2.1.4.2 Polidipsi

Hal ini disebabkan karena pembakaran terlalu banyak dan kehilangan

cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih

banyak minum

2.1.4.3 Polifagi

Hal ini disebabkan karena sejumlah besar kalori hilang ke dalam air

kemih, sehingga pasien mengalami penurunan berat badan. Untuk

mengkompensasikan hal ini pasien seringkali merasakan lapar yang luar biasa

sehingga banyak makan (polifagi)

2.1.4.4 Berat badan menurun

Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi kadar gula

darah, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh

yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka

tubuh selanjutnya memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk

yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun

banyak makan tetap kurus

2.1.5 Faktor resiko diabetes

Faktor risiko diabetes mellitus adalah:

2.1.7.1 Faktor Risiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi

1. Ras dan etnik

2. Riwayat keluarga menderita diabetes mellitus

3. Usia

Risiko untuk menderita intolerasi kadar gula darah meningkat seiring dengan

meningkatnya usia. Usia >45 tahun harus dilakukan pemeriksaan Diabetes


Mellitus. Diabetes sering muncul setelah seseorang memasuki usia rawan,

terutama setelah usia 45 tahun pada mereka yang berat badannya berlebih,

sehingga tubuhnya tidak peka lagi terhadap insulin. Teori yang ada

mengatakan bahwa seseorang ≥45 tahun memiliki peningkatan resiko terhadap

terjadinya Diabetes Mellitus dan intoleransi kadar gula darah yang di

sebabkan oleh faktor degeneratif yaitu menurunya fungsi tubuh, khususnya

kemampuan dari sel β dalam memproduksi insulin (Betteng et al., 2014).

4. Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram atau riwayat

pernah menderita Diabetes Mellitus gestasional (Diabetes MellitusG).

5. Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir

dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi

yang lahir dengan BB normal

2.1.7.2 Faktor Risiko Yang Dapat Dimodifikasi

1) Berat badan lebih (IMT ≥23 kg/m2).

Adanya pengaruh indeks masa tubuh terhadap diabetes melitus ini

disebabkan oleh tingginya konsumsi karbohidrat, lemak dan protein sertaa

kurangnya aktivitas merupakan faktor faktor resiko dari obesitas.

Pengingkatan FFA ini menurunkan translokasi transpoter kadar gula darah ke

membrane plasma,dan menyebabkan terjadinya resistensi insulin pada

jaringan otot dan adipose (Betteng et al., 2014)

2) Kurangnya aktivitas fisik

Aktifitas fisik dapat mengontrol gula darah. Kadar gula darah diubah

menjadi energi pada saat berkatifitas fisik. Aktifitas fisik mengakibatkan

insulin semakin meningkat sehingga kadar gula dalam darah berkurang. Pada
orang yang jarang ber-olahraga, zat makanan yang masuk kedalam tubuh

tidak dibakar tetapi ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Jika

insulin tidak mencukupi untuk mengubah kadar gula darah menjadi energi

maka timbul Diabetes Mellitus (Betteng et al., 2014).

3) Hipertensi (>140/90 mmHg)

4) Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan/atau trigliserida >250 mg/dl)

5) Diet tak sehat (unhealthy diet).

Diet dengan tinggi kadar gula darah dan rendah serat meningkatkan risiko

menderita prediabetes/intoleransi kadar gula darah dan Diabetes MellitusT2.

seringnya mengonsumsi makanan/minuman manis meningkatkan resiko

kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 karena meningkatkan konsentrasi kadar

gula darah dalam darah. Riwayat pola makan yang kurang baik juga menjadi

faktor resiko penyebab terjadinya Diabetes Mellitus pada wanita usia

produktif yang sering di ungkapkan oleh informan. Makanan yang di

konsumsi diyakini menjadi penyebab meningkatnya gula darah. Perubahan

diet, seperti mengkonsumsi makanan tinggi lemak menjadi penyebab

terjadinya diabetes (Betteng et al., 2014)

2.1.7.3 Faktor Lain yang Terkait dengan Risiko Diabetes Melitus

1) Pasien Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang

terkait dengan resistensi insulin

2) Pasien sindrom metabolik yang memiliki riwayat toleransi kadar gula darah

terganggu (TGT) atau kadar gula darah darah puasa terganggu (GDPT)

sebelumnya.
3) Pasien yang memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK,

atau PAD (Peripheral Arterial Diseases)

(Soelistijo et al., 2015)

2.1.6 Komplikasi

Menurut Tarwoto et al. (2012), komplikasi diabetes mellitus adalah

sebagai berikut:

2.1.6.1 Komplikasi Akut

1) Koma hiperglikemik disebabkan kadar gula sangat tinggi biasanya terjadi

pada NIDDM

2) Ketoasidosis atau keracunan zat keton sebagai hasil metabolisme lemak dan

protein terutama terjadi pada IDDM

3) Koma hipoglikemia akibat terapi insulin yang berlebihan atau tidak terkontrol

2.1.6.2 Komplikasi Kronik

1) Mikroangiopati (kerusakan saraf perifer) pada organ yang mempunyai

pembuluh darah kecil seperti pada:

a) Retinopati diabetika sehingga mengakibatkan kebutaan

b) Neuropati diabetika mengakibatkan baal/gangguan sensoris pada organ

tubuh

c) Nefropati diabetika mengakibatkan gagal ginjal

2) Makroangiopati

a) Kelainan pada jantung dan pembuluh darah seperti miokard infark maupun

gangguan fungsi jantung karena aterosklerosis

b) Penyakit vaskular perifer

c) Gangguan sistem pembuluh darah otak atau stroke


3) Gangren diabetika karena adanya neuropati dan terjadi luka yang tidak

sembuh

4) Disfungsi erektil diabetika

2.2 Kadar Gula Darah

2.2.1 Pengertian

Gula darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang terbentuk dari

karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot rangka

(Krisnatuti et al., 2014).

Gula darah adalah istilah yang mengacu pada tingkat kadar gula darah

didalam darah. Konsentrasi gula darah atau tingkat kadar gula darah serum diatur

dengan ketat di dalam tubuh. Kadar gula darah yang dialirkan melalui darah

adalah sumber energy utama untuk sel – sel tubuh (Fox & Kilvert, 2010)

DM dapat dilihat dari kadar gula darah puasa jika > 120 mg/ dl, 2 jam pp>

200 mg/ dl atau kadar gula darah dalam random (acak) > 200 mg/ dl. Gula darah

puasa lebih besar 125 mg/dl dapat menurunkan indikasi diabetes,dan untuk

mengkonfirmasi diagnose bila nilai gula darah rata – rata tahu lebih sedikit lebih

tinggi, dilakukan pemeriksaan gula darah dua jam setelah makanan, biasanya

dilakukan untuk menentukan respon pasien terhadap masukan tinggi karbohidrat

dua jam setelah makan. Pemeriksaan hal ini adalah pemeriksaan skrening untuk

DM yang biasanya dianjurkan jika gula darah pemborosan makanan dan cairan

lebih tinggi dari normal atau meningkat (Tjokroprawiro et al., 2015).


2.2.2 Macam-macam Pemeriksaan Kadar gula darah Darah

2.2.2.1 Kadar gula darah darah sewaktu

Pemeriksaan gula darah yang dilakukan setiap waktu sepanjang hari tanpa

memperhatikan makanan terakhir yang dimakan dan kondisi tubuh orang tersebut

(Tjokroprawiro et al., 2015).

2.2.2.2 Kadar gula darah darah puasa dan 2 jam setelah makan

Pemeriksaan kadar gula darah darah puasa adalah pemeriksaan kadar gula

darah yang dilakukan setelah pasien berpuasa selama 8-10 jam, sedangkan

pemeriksaan kadar gula darah 2 jam setelah makan adalah pemeriksaan yang

dilakukan 2 jam dihitung setelah pasien menyelesaikan makan (Tjokroprawiro et

al., 2015).

2.2.3 Nilai Normal Kadar gula darah Dalam Darah

Tabel 2. Kadar gula darah Sewaktu Dan Puasa Sebagai Patokan


Penyaring Dan Diagnosis Diabetes Mellitus (mg/dl)
Bukan Belum Pasti
Diabetes
Diabetes Diabetes
Tes Sampel Mellitus
Mellitus Mellitus
(mg/dL)
(mg/dL) (mg/dL)
Gula Darah Plasma vena < 100 100–199 ≥200
Sewaktu Darah kapiler < 90 90–199 ≥ 200
Gula Darah Plasma vena < 100 100–125 ≥ 126
Puasa Darah kapiler < 90 90–99 ≥ 100
Sumber: (Soelistijo et al., 2015)

2.2.4 Hiperglikemia

Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan kadar gula darah darah

dari rentang kadar kadar gula darah normal. Penyebab utama yang paling umum

diketahui adalah defisiensi insulin dan faktor herediter. Penyebab lain yaitu akibat

pengangkatan pankreas, kerusakan kimiawi sel β pulau langerhans. Faktor

imunologi pada pasien hiperglikemia khususnya diabetes terdapat bukti adanya


respon autoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah

pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang

dianggap sebagai jaringan asing (Smeltzer & Bare, 2013).

2.2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar gula darah

2.2.5.1 Diet

Kadar gula darah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, penyakit

lain, makanan, latihan fisik, obat hipoglikemia oral, insulin, emosi dan stress.

Makanan atau diet merupakan faktor utama yang berhubungan dengan

peningkatan kadar gula darah pada pasien diabetes terutama setelah makan (Holt,

2015).

2.2.5.2 Aktivitas fisik

Aktivitas fisik yang kurang juga dapat menyebabkan peningkatan kadar

gula darah. Aktivitas fisik merupakan gerakan yang dihasilkan oleh kontraksi otot

rangka yang memerlukan energi melebihi pengeluaran energi selama istirahat.

Latihan merupakan bagian dari aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur

dengan gerakan secara berulang untuk meningkatkan atau mempertahankan

kebugaran fisik. Selama melakukan latihan otot menjadi lebih aktif dan terjadi

peningkatan permiabilitas membran serta adanya peningkatan aliran darah

akibatnya membran kapiler lebih banyak yang terbuka dan lebih banyak reseptor

insulin yang aktif dan terjadi pergeseran penggunaan energi oleh otot yang berasal

dari sumber asam lemak ke penggunaan kadar gula darah dan glikogen otot

(Soegondo, 2014).

2.2.5.3 Penggunaan obat


Kadar gula darah juga dapat dipengaruhi oleh penggunaan obat

hipoglikemia oral maupun dengan insulin. Mekanisme kerja obat dalam

menurunkan kadar gula darah antara lain dengan merangsang kelenjar pankreas

untuk meningkatkan produksi insulin, menurunkan produksi kadar gula darah

dalam hepar, menghambat pencernaan karbohidrat sehingga dapat mengurangi

absorpsi kadar gula darah dan merangsang receptor. Insulin yang diberikan lebih

dini dan lebih agresif menunjukkan hasil klinis yang lebih baik terutama berkaitan

dengan masalah glukotoksisitas yang ditunjukan dengan adanya perbaikan fungsi

sel beta pankreas (Soegondo, 2014).

2.2.5.4 Stress

Stress dapat meningkatkan kandungan kadar gula darah darah karena

stress menstimulus organ endokrin untuk mengeluarkan ephinefrin, ephinefrin

mempunyai efek yang sangat kuat dalam menyebabkan timbulnya proses

glikoneogenesis di dalam hati sehingga melepaskan sejumlah besar kadar gula

darah ke dalam darah dalam beberapa menit. Hal ini yang menyebabkan

peningkatan kadar gula darah pada saat stress atau tegang. Penyakit ini hanya

dapat dikendalikan saja tanpa bisa diobati dan komplikasi yang ditimbulkan juga

sangat besar seperti penyakit jantung, stroke, disfungsi ereksi, gagal ginjal dan

kerusakan sistem syaraf (Guyton & Hall, 2014).

2.3 Electrical Stimulation

2.3.1 Pengertian

Stimulasi listrik adalah suatu teknik yang memanfaatkan arus listrik untuk

mengaktifkan saraf penggerak otot dan ekstremitas. Stimulasi listrik

menyebabkan otot tunggal atau sekumpulan otot berkontraksi.


Arus searah adalah arus listrik yang arahnya selalu tetap terhadap waktu. Arus

listrik ini bergerak dari kutub yang selalu sama, yaitu dari kutub positif ke kutub

negative (Daniara, 2014).

Terapi stimulasi listrik atau electrical stimulation (ES), adalah salah satu

jenis terapi dalam bidang Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi yang

menggunakan aliran listrik dengan berbagai macam jenis frekuensi, amplitudo dan

karakteristik aliran listrik tertentu yang dialirkan melalui kulit dengan perantaraan

pad (elektroda dengan lapisan gel di atasnya atau elektroda tertentu dengan bahan

tertentu) atau dengan elektroda transduser khusus (berbentuk seperti pulpen)

untuk tujuan terapi dalam bidang rehabilitasi muskuloskeletal (Soemarjono 2015).

Terapi stimulasi listrik atau electrical stimulation (ES) adalah salah satu

fisioterapi yang cara penggunaannya dengan menggunakan aliran listrik yang

bertenaga kecil (Bilqis, 2014).

2.3.2 Prinsip Kerja

Terapi stimulasi listrik dengan menggunakan jenis frekuensi, amplitudo

dan karakteristik aliran listrik tertentu yang dialirkan melalui permukaan kulit

dengan media perantara suatu elektroda transduser yang akan mempengaruhi

muatan listrik di permukaan kulit, saraf atau otot sehingga dapat menimbulkan

efek terapi tertentu sesuai dengan tujuan terapi yang diinginkan (Soemarjono,

2015).

2.3.3 Alat Yang Digunakan

Electrical stimulator adalah suatu instrumen elektronik yang dapat

menghasilkan gelombang listrik dengan bentuk gelombang, frekuensi dan daya

tertentu. Electrical stimulator banyak digunakan dalam bidang medis untuk terapi
maupun fisioterapi yang berfungsi untuk perbaikan dan pemulihan keseimbangan

biopotensial di dalam tubuh manusia. Electrical stimulator yang digunakan untuk

memberikan stimulasi tegangan yang berupa efek kejut, sehingga pasien

memberikan respon geraknya ketika diberikan stimulasi ini. Electrical stimulator

yang dibuat ini nantinya akan menggunakan pulsa kotak monophasic dengan

kontrol level tegangan stimulasi. Adapun parameter dari electrical stimulator agar

dapat menghasilkan rangsangan yang berupa efek kejut (Eric et al, 2004 dalam

Lillah, 2012) yaitu:

1. Lebar pulsa minimum 20 μs.

2. Tegangan stimulasi puncak (Vp)

minimal antara 0 –200 Volt.

3. Frekuensi maksimal 20 Hz

Terapi dengan menggunakan electrical stimulator menggunakan arus listrik.

Arus listrik yang digunakan adalah arus searah (DC) atau arus bolak-balik

(AC). Arus searah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu arus searah tetap

(smooth DC) atau arus searah pulsasi (pulsating DC). Arus bolak-balik

merupakan arus yang berpulsasi dan memiliki gelombang positif dan negatif.

Pada arus searah pulsasi (pulsating DC) dan arus bolak-balik dikenal adanya

pembagian jenis gelombang listrik seperti gelombang siku (square wave),

gelombang segi (spike wave), gelombang sinusoid dan lain-lain. Dala

penggunaan electrical stimulator dianjurkan untuk memakai gelombang siku

dan gelombang spike. Gelombang sinusoid kurang dianjurkan karena dapat

menimbulkan panas di jaringan sehingga membakar daerah yang diberi terapi

(Tanny, 2004 dalam Lillah, 2012).


Gambar 2. Alat Stimulasi Elektrik
2.3.4 Indikasi

Menurut Soemarjono (2015), indikasi stimulasi elektrik adalah:

1. Penguatan otot.

2. Re-edukasi otot, mencegah kelemahan otot atau atrofi otot

3. Pemendekan otot atau spasme otot

4. Menghilangkan nyeri

5. Kelemahan otot karena gangguan saraf

6. Menghilangkan bengkak atau edema.

7. Menyembuhkan peradangan karena suatu trauma atau sehabis operasi.

8. Menyembuhkan luka dan perbaikan jaringan.

9. Membantu memasukkan obat-obat topikal sehingga obat-obat tersebut akan

masuk lebih dalam mencapai target terapi dan efektif

2.3.5 Kontra Indikasi

Menurut Soemarjono (2015), kontraindikasi pemberian terapi stimulasi listrik

berhubungan dengan penempatan elektroda pada daerah yang akan diterapi.

Kontraindikasi absolut atau mutlak tidak diperbolehkan:

1. Alat pacu jantung (cardiac pacemaker).

2. Kelainan irama jantung/artimia.


3. Menaruh elektroda stimulasi listrik pada daerah sinus karotis di daerah depan

leher bagian luar karena dapat menyebabkan penurunan tekanan darah tiba-

tiba dan menyebabkan pingsan.

4. Pada daerah kelainan kelainan pembuluh darah arteri maupun vena seperti

tromboflebitis atau thrombosis.

5. Pada kehamilan terutama dengan menempatkan elektroda pada daerah perut

atau punggung bawah.

Kontraindikasi relatif, atau masih diperbolehkan tetapi dengan pengawasan ketat

dari dokter dan terapis:

1. Kelainan jantung.

2. Gangguan mental atau kesadaran dan gangguan sensibilitas (baal)

3. Tumor ganas.

4. Iritasi kulit atau luka terbuka.

5. Pemberian iontophoresis setelah pemberian modalitas terapi lain seperti

terapi panas, dingin atau ultrasound.

2.3.6 Prosedur Kerja

Menurut Soemarjono (2015), prosedur kerja stimulasi elektrik adalah:

1. Menggunakan pakaian yang longgar dan nyaman

2. Dokter atau terapis akan memeriksa kembali daerah yang akan diberikan

terapi dan melakukan wawancara ulang mengenai kelainan yang diderita dan

kemungkinan kontraindikasi untuk pemberian terapi dan riwayat alergi

terhadap zat-zat tertentu yang dioleskan. Dokter maupun terapis akan

menjelaskan sekali lagi tujuan terapi stimulasi listrik sesuai kondisi dan

keadaan seseorang, yang berbeda pada masing-masing individu.


3. Dokter atau terapis akan membersihkan daerah yang akan diterapi dari

minyak ataupun kotoran yang menempel di kulit termasuk dari lotion atau

obat-obat gosok yang dipakai sebelumnya dengan menggunakan kapas

alkohol atau kapas yang diberi air. Bila mempunyai kulit yang sensitif dan

kering sekali sebaiknya diberitahukan kepada dokter atau terapis, sehingga

tidak akan digunakan kapas alkohol yang kadang dapat menyebabkan iritasi

kulit

4. Dokter atau terapis akan memposisikan bagian yang akan diterapi senyaman

mungkin.

5. Dokter atau terapis akan menempatkan elektroda yang berupa pad dengan

lapisan gel di atasnya atau elektroda dengan bahan tertentu yang akan diikat

pada daerah yang akan diterapi.

6. Dokter atau terapis akan melakukan pengaturan dosis alat stimulasi listrik dan

memulai terapi dengan menaikkan intensitas alat secara perlahan-lahan

sampai pasien merasakan adanya aliran listrik atau kontraksi otot sesuai

dengan tujuan terapi yang diinginkan dokter atau terapis. Setiap 5 menit

sekali dokter atau terapis akan menanyakan apakah masih terasa, kemudian

akan menaikkan secara perlahan-lahan intensitasnya sampai mencapai dosis

yang diinginkan.

7. Bila terasa nyeri, panas, perih dan pegal berlebihan saat terapi berlangsung

segera beritahu dokter atau terapis Anda.

8. Setelah selesai terapi, dokter atau terapis akan melepas elektroda dan

membersihkan sisa gel yang menempel pada pad yang masih tersisa pada

daerah yang diterapi.


9. Dokter atau terapis akan kembali melakukan pemeriksaan dan wawancara

mengenai efek yang dirasakan setelah selesai terapi

2.3.7 Lama Terapi

Frekuensi pemberian terapi stimulasi listrik agar didapatkan hasil yang

optimal bersifat individual, yaitu bergantung pada respons individu dan tujuan

terapi yang diberikan. Misalnya untuk menghilangkan nyeri biasanya terapi dapat

diberikan setiap hari atau seminggu 3 kali hingga 6 kali, untuk menguatkan otot

atau perbaikan kerusakan saraf terapi sebaiknya diberikan seminggu 3 kali selama

3-4 bulan. Tidak ada standar tertentu hingga berapa kali hasil yang optimal bisa

didapatkan (Soemarjono, 2015).

2.3.8 Cara Kerja Terhadap Gula Darah

Stimulasi elektrik bekerja pada syaraf yang akan disampaikan pada

hipotalamus dan mempengaruhi kerja sumbu hipotalamus pituitari adrenal

sehingga korteks adrenal akan mengalami penurunan produksi kortisol dimana

hormon ini sangat berperan dalam meningkatkan produksi glukosa melalui proses

glukoneogenesis dan menghambat penyerapan glukosa dan asam lemak oleh otot

rangka dan jaringan adiposa, sehingga dengan menurunnya produksi kortisol,

maka akan terjadi penurunan produksi glukosa dan penyerapan glukosa oleh otot

rangka meningkat (Catalogna, 2016).

Penerapan stimulasi listrik secara langsung mengaktifkan pengambilan

glukosa pada otot paha depan dengan menginduksi translokasi transporter glukosa

GLUT-4 ke permukaan sel melalui mekanisme independen insulin ini. Namun,

penurunan kadar glukosa darah disebabkan oleh akumulasi efek insulin yang

bergantung pada peningkatan sensitivitas insulin. Efek tergantung insulin ini


mungkin ikut berperan selama periode pasca-stimulasi, yaitu di antara berbagai

sesi stimulasi listrik dan ini memberi hasil yang lebih positif pada sesi akhir

penelitian. Stimulasi protein kinase AMP (AMPK) sebagai respons terhadap

kontraksi yang disebabkan oleh stimulasi listrik dapat dikaitkan dengan

peningkatan penyerapan glukosa pada otot kuadriseps. AMPK dirangsang oleh

berbagai rangsangan penyerapan glikogen, seperti kontraksi, hipoksia, dan

hipermosmolaritas dan memiliki efek positif pada pengambilan glukosa dan

oksidasi asam lemak pada otot rangka (Sharma et al, 2010).

Hasil penelitian Suhariningsih et al. (2009) tentang uji penggunaan

matras cursonis pada pasien DM tipe 2 menunjukkan bahwa nilai kapasitansi

tertinggi adalah paparan medan listrik dengan frekuensi 15 kHz (milik matras

cursonic), tingkat keberhasilan terapi DM II secara signifikan terjadi pada

frekuensi 15 kHz, (frekuensi matras Cursonic) di mana semua sampel

menunjukkan penurunan, pemberian perlakuan matras selama sebulan yang

menunjukkan penurunan kadar gula darah puasa, ternyata tidak diikuti oleh

perubahan bermakna pada toleransi sel terhadap gula. Hal ini dapat disebabkan

karena  lama waktu perlakuan/terapi kurang panjang (terapi hanya 28 hari),

terjadinya penurunan kadar gula darah puasa setelah perlakuan matras,

kemungkinan disebabkan oleh pengaruh perlakuan dalam perbaikan pada regulasi

reseptor insulin. Perbaikan pada regulasi reseptor insulin dengan aktivitas

glukoneogenesis yang masih tinggi dapat merupakan penyebab penurunan kadar

gula darah puasa yang tidak disertai dengan perbaikan toleransi sel terhadap gula.
2.4 Hasil Penelitian Yang Mendukung

Hasil penelitian Sharma et al (2010) di India tentang efek stimulasi

elektrik terhadap kadar gula darah dan lipid pada pasien DM tipe 2 menunjukkan

bahwa 12,7% responden mengalami penurunan kadar gula darah segera setelah

dilakukan stimulasi elektrik dan setelah 2 minggu pemberian stimulasi elektrik

terjadi penurunan kadar gula darah yang signifikan pada kelompok eksperimen.

Hasil penelitian Jabbour et al (2015) di Korea tentang Pengaruh Stimulasi

Listrik Neuromuskular Frekuensi Rendah pada Profil Glukosa Orang dengan

Diabetes Tipe 2 menunjukkan bahwa penelitian ini adalah yang pertama meneliti

efek frekuensi rendah NMES (8 Hz) pada metabolisme glukosa pada pasien DM

tipe 2 usia setengah baya. Meskipun frekuensi NMES rendah, konsentrasi glukosa

plasma ditentukan setelah 60 menit NMES dan pada 120 menit setelah NMES

secara signifikan lebih rendah pada kelompok eksperimen daripada kelompok

kontrol. Hasil ini tampaknya menunjukkan bahwa ada aktivasi besar serat tipe II

glikolitik oleh NMES frekuensi rendah yang menghasilkan penurunan kadar

glukosa darah yang signifikan dan dengan demikian dapat meningkatkan

sensitivitas insulin

Hasil penelitian Catalogna et al (2016) di Israel tentang Efek Stimulasi

Listrik Periferal (PES) pada Glukosa Darah Nokturnal pada pasien Diabetes

Mellitus Tipe 2 menunjukkan bahwa dengan pemberian stimulasi listrik, terdapat

penurunan kadar gula darah nokturnal maupun gula darah puasa yang signifikan

pada pasien DM tipe 2.

Hasil penelitian Sa’id et al. (2010) di Universitas Airlangga Surabaya

tentang efek medan listrik terhadap kadar gula darah tikus diabetes mellitus
menunjukkan bahwa medan listrik berhasil menurunkan kadar glukosa darah tikus

secara signifikan pada frekuensi 15 KHz.


2.5 Kerangka Konseptual

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara

konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian

yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2012

Faktor-faktor yang
mempengaruhi kadar gula Penderita Diabetes
darah: Mellitus
Diet
Penggunaan obat
Stress Mengalami hiperglikemia
Aktvitas fisik

Electrical stimulation

Menghambat kerja adrenalin

Penurunan produksi kortisol

Penurunan produksi glukosa


Keterangan: dan peningkatan penyerapan
: diteliti glukosa oleh otot rangka
: tidak diteliti
Kadar Gula darah turun

80-144 mg/dl 145-179 mg/dl ≥ 180 mg/dl,

Gambar 2.4 Kerangka Konseptual Pengaruh Electrical Stimulation


Terhadap Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus
Tipe 2

Penjelasan Kerangka Konseptual

Diabetes mellitus tipe 2 disebabkan oleh faktor yang dibagi berdasarkan

klasifikasinya, yaitu diabetes mellitus tipe 1 disebabkan karena kerusakan sel

beta insulin, dan diabetes mellitus tipe 2 disebabkan karena resistensi insulin

yang dipicu oleh obesitas, gaya hidup yang kurang baik. Pasien diabetes
mellitus tipe 2 didiagnosa berdasarkan indikator kadar gula darah, dimana

pada pasien diabetes mellitus mengalami hiperglikemia akibat adanya

kerusakan pada sel beta pankreas sehingga mengganggu produksi insulin

yang bertugas mengatur kadar gula darah atau karena adanya faktor resistensi

insulin. Resistensi insulin juga disebabkan karena terganggunya sumbu

hipitalamus pituitari adrenal sehingga terjadi peningkatan produksi kortisol

oleh kelenjar korteks adrenal yang mana kortisol berperan dalam

meningkatkan produksi glukosa dan menghambat penyerapan glukosa dan

asam lemak oleh otot rangka dan jaringan adiposa sehingga kadar gula darah

darah meningkat.

Pemberian stimulasi elektrik bekerja pada syaraf yang akan

disampaikan pada hipotalamus dan mempengaruhi kerja sumbu hipotalamus

pituitari adrenal sehingga korteks adrenal akan mengalami penurunan

produksi kortisol dimana hormon ini sangat berperan dalam meningkatkan

produksi glukosa melalui proses glukoneogenesis dan menghambat

penyerapan glukosa dan asam lemak oleh otot rangka dan jaringan adiposa,

sehingga dengan menurunnya produksi kortisol, maka akan terjadi

penurunan produksi glukosa dan penyerapan glukosa oleh otot rangka

meningkat dan menurunkan kadar gula darah. Kadar gula darah dapat

diperiksa berdasarkan kadar gula darah sewaktu, kadar gula darah puasa, atau

kadar gula darah 2 jam PP. Kadar gula darah dipengaruhi oleh banyak faktor

antara lain faktor diet, penggunaan obat, stress dan aktivitas fisik.
2.6 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan dugaan sementara jawaban atas rumusan masalah yang

dibuat dalam penelitian. Hipotesis penelitian ini addalah:

H1 : Ada pengaruh electrical stimulation terhadap kadar gula darah pada

pasien diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Gayaman Mojokerto


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah hasil akhir dari suatu tahap keputusan yang

dibuat oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana suatu penelitian bisa

diterapkan (Nursalam, 2016). Desain pada penelitian ini merupakan penelitian

kuantitatif dengan menggunakan metode pre experimental. Di dalam penelitian

eksperimen ada perlakuan (treatment) yang diberikan kepada kelompok-kelompok

tertentu. Metode penelitian eksperimen memiliki bermacam-macam jenis desain.

Metode eksperimen dalam penelitian ini menggunakan jenis desain penelitian

dengan metode one group pretest posttest design yaitu peneliti melakukan

pengukuran sebelum dan sesudah diberikan intervensi.

Subyek Pre Test Perlakuan Post Test


K O1 X O2
Waktu 1 Waktu 2 Waktu 3

Keterangan :

K : Subjek

O1 : Menilai kadar gula darah sebelim dilakukan stimulasi elektrik

X : Intervensi stimulasi elektrik

O2 : Menilai kadar gula darah setelah dilakukan stimulasi elektrik


3.2 Kerangka Kerja

Framework atau kerangka kerja penelitian pada serangkaian langkah

proses penelitian dimulai dari penentuan populasi hingga penyajian data hasil

penelitian (Notoatmodjo, 2012).

Populasi : seluruh pasien diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Gayaman


yang berjumlah 67 orang

Sampel : Pasien diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Gayaman yang


memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sejumlah 15 orang

Sampling: Purposive sampling

Pretest : mengukur kadar gula darah dengan glukometer digital

Intervensi electrical stimulation

Post test : mengukur kembali kadar gula darah dengan glukometer digital

Analisis Data : Coding, Scoring, tabulating, dengan Uji T sampel


berpasangan

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Gambar 3.1 Kerangka Kerja Pengaruh electrical stimulation terhadap


kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di
Puskesmas Gayaman Mojokerto.
3.3 Sampling Desain

3.3.1 Populasi

Populasi adalah kelompok subyek yang hendak dikenai generalisasi hasil

penelitian (Hidayat, 2012). Poluasi dalam penelitian ini adalah pasien diabetes

mellitus tipe 2 di Puskesmas Gayaman Mojokerto. Populasi pada penelitian ini

berjumlah 67 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel dalam

penelitian yaitu sebagian pasien diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Gayaman

Mojokerto yang sudah dihomogenkan dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu

populasi target dan terjangkau yang diteliti (Nursalam, 2013):

1) Pasien DM tipe 2 yang melakukan terapi electrical stimulation di

Puskesmas Gayaman Mojokerto

2) Pasien yang sedang tidak mengkonsumsi obat penurun kadar gula darah

2. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subyek

yang memenuhi kriteria inklusi karena gangguan penyakit, hambatan etis,

subyek menolak berpartisipasi (Nursalam, 2013). Kriteria eksklusi dalam

penelitian ini adalah:

1) Pasien DM yang mengalami komplikasi penyakit jantung (aritmia, gagal

jantung, penyakit jantung coroner)

2) Pasien DM yang menggunakan pace maker (alat pacu jantung)


3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat

mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam

pengambilan sampel yang benar-benar sesuai dengan penelitian. Penelitian

menggunakan teknik non probability sampling tipe purposive sampling dengan

cara mengambil sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi untuk

dijadikan sebagai responden.

3.4 Identifikasi Variabel Penelitian

3.4.1 Variabel Independen

Variabel independent merupakan variabel yang menjadi sebab perubahan

atau timbulnya variabel dependent (Hidayat, 2012). Variabel independen dalam

penelitian ini adalah electrical stimulation.

3.4.2 Variabel Dependen

Variabel dependent merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi

akibat variabel independent (Hidayat, 2012). Variabel dependen dalam penelitian

ini adalah kadar gula darah.


3.5 Definisi Operasional

Tabel 3. Definisi Operasional Pengaruh Electrical Stimulation


Terhadap Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus
Tipe 2 Di Puskesmas Gayaman Mojokerto

Definisi
Variabel Indikator Alat ukur Skala Kriteria
Operasional
Independen: Salah satu jenis 1. Frekuensi 15 SOP - -
Electrical terapi dengan KHz Electrical
Stimulation frekuensi, 2. Lama 30 Stimulation
amplitudo dan menit
karakteristik 3. Dilakukan
aliran listrik oleh terapis
4. Elektroda
tertentu yang
ditempatkan
dialirkan melalui
di ekstremitas
kulit dengan
perantaraan pad
Dependen: Banyak glukosa Kadar gula Glukometer Interval Dicatat sesuai
Kadar gula yang beredar darah dalam digital hasil penelitian
darah sebelum dalam darah miligram/dL
dan sesudah sebelum dan
diberikan sesudah diberikan
Electrical terapi Electrical
Stimulation Stimulation

3.6 Pengumpulan Data dan Analisis Data

3.6.1 Pengumpulan Data

1. Proses Pengumpulan Data

a. Pengumpulan data awal dilakukan setelah peneliti mendapatkan izin dari

bagian akademik Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Dian Husada yang kemudian juga mendapat izin dari Direktur

Puskesmas Gayaman Mojokerto.

b. Kemudian peneliti memberi penjelasan tentang penelitian, tujuan, manfaat,

prosedur yang diterima, strategi dan lamanya penelitian kepada responden.

Pada bagian akhir berisi tentang lembar persetujuan responden mengikuti

penelitian.
c. Responden bebas menentukan pilihan apakah mau berpartisipasi atau tidak

setelah diberikan informasi tentang penelitian, tanpa ada unsur paksaa.

Lembar persetujuan menjadi responden tersebut yang ditandatangani oleh

responden. Informed Concent ini disampaikan dengan cara mendatangangi

satu persatu pada responden calon responden dalam waktu yang hampir

bersamaan.

d. Peneliti menunggu responden yang datang untuk melakukan stimulasi

elektrik, menjelaskan maksud dan tujuan penelitian, lalu memberikan

informed consent untuk ditandatangani. Setelah menandatangi informed

consent, peneliti meminta responden untuk mengisi kuesioner data

demografi seperti nama, jenis kelamin, usia, kadar gula darah, penggunaan

obat, kebiasaan olahraga.

e. Pretest. Pengambilan data pretest dilakukan dengan menilai kadar gula

darah dalam pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Gayaman

Mojokerto yang telah terpilih menjadi sampel. Di saat itulah peneliti

melakukan penilaian secara langsung mengenai kadar gula darah

menggunakan glukometer digital.

f. Mendampingi terapis dalam melakukan electrical stimmulation dengan

menerapkan protokol kesehatan, sehingga peneliti hanya melakukan

observasi saja sedangkan pemberian stimulasi elektrik dilakukan oleh

terapis

g. Melakukan pemeriksaan kadar gula darah responden sesudah diberikan

electrical stimmulation (biaya tindakan electrical stimulation sebesar Rp

50.000,00 untuk setiap pasien)


h. Mengumpulkan data yang sudah didapatkan dalam lembar observasi

i. Melakukan tabulating dengan memasukkan data sesuai coding

2. Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data untuk pengaruh

electrical stimulation terhadap kadar gula darah dalam pada pasien diabetes

mellitus tipe 2 di Puskesmas Gayaman Mojokerto berupa lembar kuisioner

kadar gula darah.

Gambar 3. Glukometer Digital


3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Gayaman Mojokerto mulai

tanggal Juni 2021 sampai dengan September 2021.

3.6.2 Analisa Data

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh electrical stimulation

terhadap kadar gula darah dalam pada pasien diabetes mellitus tipe 2, peneliti

melakukan penilaian kadar gula darah yang diberikan sebanyak 2 kali yaitu

penilaian kadar gula darah sebelum dan sesudah pemberian electrical stimulation

kepada responden.
1. Editing

Data perlu diedit untuk memudahkan pengolahan data selanjutnya. Hal

ini yang perlu diberhentikan adalah apakah pertanyaan telah dijawab dengan

lengkap, apakah catatan sudah jelas dan mudah dibaca, dan apakah coretan

yang ada sudah diperbaiki.

2. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian numerik (angka) terhadap data

yang terdiri atas berapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting dan

biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu

baku untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu variabel.

Pemberian kode untuk data umum:

1) Umur :

Kode 1: < 20 tahun

Kode 2: 20-30 tahun

Kode 3: 31-40 tahun

Kode 4: 41-50 tahun

Kode 5: 51-60 tahun

Kode 6: > 60 tahun

2) Jenis kelamin :

Kode 1: Laki-laki

Kode 2: Perempuan

3) Diet :

Kode 1: Rendah gula

Kode 2: Tanpa pantangan


4) Kebiasaan Olahraga :

Kode 1: setiap hari

Kode 2: seminggu 3 kali

Kode 3: seminggu sekali

Kode 4: tidak olah raga

3. Scoring

Scoring adalah kegiatan pengolahan data untuk selanjutnya dilakukan

penarikan kesimpulan atau dengan kata lain scoring adalah menjumlahkan

seluruh hasil jawaban responden untuk kemudian dilakukan tabulasi data

(Setiadi, 2013). Peneliti tidak melakukan scoring dalam penelitian ini karena

hasil penelitian dicatat dalam bentuk angka kadar gula darah.


4. Tabulating

Tabulating adalah membuat tabel-tabel data, sesuai dengan tujuan

penelitian atau yang diinginkan oleh peneliti (Notoatmodjo, 2012). Peneliti

membuat tabel-tabel setelah data umum dan data khusus terkumpul. Tabel

yang dibuat dalam bentuk master sheet, tabel distribusi frekuensi. Menurut

Arikunto (2016) dalam membaca kesimpulan menggunakan skala sebagai

berikut:

100% : seluruhnya

76-99% : hampir seluruhnya

51-75% : sebagian besar

50% : setengah

26-49% : hampir setengah

1-25% : sebagian kecil

0% : tidak satupun

3.6.3 Teknik Analisis Data

Analisis univariat dilakukan dengan mengukur mean GDA sebelum dan

sesudah melakukan electrical stimulation. Analisa univariat menghasilkan tabel

distribusi dan persentase. Analisis bivariat pengaruh electrical stimulation

terhadap kadar gula darah pasien diabetes mellitus tipe 2 menggunakan uji T

sampel berpasangan. Hasilnya kemudian diinterpretasikan sebagai berikut:

1. Jika pvalue ≤ 0,05, maka H1 diterima yang artinya ada pengaruh electrical

stimulation terhadap kadar gula darah pasien diabetes mellitus tipe 2

2. Jika pvalue > 0,05 maka H1 ditolak yang artinya tidak ada pengaruh electrical

stimulation terhadap kadar gula darah pasien diabetes mellitus tipe 2


3.7 Etika Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan subyek penelitian pada pasien

diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Gayaman Mojokerto. Untuk itu perlu

mengajukan permohonan izin kepada Kepala Sekolah Puskesmas Gayaman

Mojokerto. Setelah itu peneliti menemui subyek yang akan dijadikan responden

untuk menekankan masalah etik yang meliputi:

1. Lembar persetujuan menjadi responden (Informed Consent)

Lembar persetujuan akan diberikan kepad setiap responden yang

menjadi subyek penelitian dan memberikan penjelasan tentang maksud dan

tujuan dari penelitian untuk mengadakan penelitian yang akan dilakukan,

serta menjelaskan akibat-akibat yang akan terjadi bila responden bersedia

menjadi subyek penelitian. Jika lansia bersedia maka harus menandatangani

lembar persetujuan sebagai tanda bersedia. Apabila responden tidak bersedia

menjadi responden maka peneliti akan tetap menghormati hak-hak

responden.

2. Tanpa Nama (Anonimity)

Nama subyek tidak dicantumkan pada lembar pengumpulan data, dan

untuk mengetahu keikutsertaannya peneliti hanya menggunakan kode dalam

bentuk nomor pada masing-masing lembar pengumbupan data.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasian informasi yang telah didapat oleh peneliti dari responden

akan dijamin kerahasiaannya. Hanya pada kelompok tertentu saja akan

peneliti sajikan utamanya dilaporkan pada hasil riset.


3.7 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini adalah:


1. Jumlah sampel sedikit karena electrical stimulation pada awalnya

digunakan untuk terapi ulkus diabetes, jadi hanya pasien ulkus saja yang

melakukan terapi electrical stimulation

2. Penelitian ini tidak menggunakan kontrol

3. Peneliti tidak dapat mengendalikan konsumsi makanan sebelum terapi

electrical stimulation karena tidak melakukan kontrak waktu dengan

pasien yang datang


BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini disajikan tentang hasil penelitian “Pengaruh electrical

stimulation terhadap kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di

Puskesmas Gayaman Mojokerto” serta pembahasannya.

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Puskesmas Gayaman Mojokerto pada bulan

September 2021. Jumlah pasien diabetes mellitus sebanyak yang memenuhi

kriteria hanya 15 orang. Electrical stimulation di Puskesmas Gayaman ini

digunakan untuk mengobati pasien dengan ulkus sehingga belum pernah

dilakukan penelitian tentang efeknya pada kadar gula darah.

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Data Umum Responden

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Hasil penelitian pada Data


Umum di Puskesmas Gayaman Mojokerto pada bulan
September 2021
No Data Umum Frekuensi Persentase (%)
Jenis Kelamin
1 Laki-laki 6 40,0
2 Perempuan 9 60,0
Diet
1 Rendah gula 9 60,0
2 Tanpa pantangan 6 40,0
Kebiasaan Olahraga
1 Seminggu 3 kali 2 13,3
2 Seminggu sekali 1 6,7
3 Tidak olahraga 12 80,0
Jumlah 15 100

Hasil penelitian pada tabel 4.1 diketahui bahwa sebagian besar

responden adalah perempuan yaitu 9 orang (60,0%), sebagian besar


responden diet rendah gula yaitu 9 orang (60,0%), hampir seluruh

responden tidak olahraga yaitu 12 orang (80,0%).

Tabel 4. Deskriptif Statistik Usia Responden di Puskesmas


Gayamana Mojokerto pada Bulan September 2021

Std.
Karakteristik N Minimum Maximum Mean
Deviation
Umur 15 37 78 57.80 12.440

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa usia responden rata-rata 58 tahun, dengan

usia termuda 37 tahun dan tertua 78 tahun.

4.2.1 Data Khusus Kadar Gula Darah Sebelum dan Sesudah Diberikan

Electrical Stimulation

Tabel 4. Kadar Gula Darah Sebelum dan Sesudah Diberikan


Electrical Stimulation di Puskesmas Gayaman Mojokerto
pada bulan September 2021
Kadar Gula Darah N Min Max Mean Std. Dev
Sebelum 15 194 336 261,20 50,4
Sesudah 15 128 297 211,60 52,6

Hasil penelitian pada tabel 4.3 diketahui bahwa responden

mempunyai kadar gula darah rata-rata sebelum electrical stimulation

sebesar 261,2 mg/dL dengan nilai minimum 194 mg/dL dan nilai

maksimum 336 mg/dL, sedangkan kadar gula darah sesudah electrical

stimulation rata-rata 211,6 mg/dL dengan nilai minimum 128 mg/dL dan

nilai maksimum 297 mg/dL.

Hasil uji normalitas data dengan Saphiro Wilk menunjukkan

bahwa pvalue untuk pretest adalag 0,072 dan pvalue untuk posttest adalah

0,694 sehingga distribusi data dikatakan normal karena pvalue>α (0,05),

maka uji yang digunakan untuk mengetahui perbedaan kadar gula darah

sebelum dan sesudah dilakukan electrical stimulation yaitu uji t sampel


berpadangan. Hasil uji t sampel berpasangan menunjukkan bahwa

pvalue=0,000 atau < α (0,05), sehingga H1 diterima artinya ada pengaruh

electrical stimulation terhadap kadar gula darah pada pasien diabetes

mellitus tipe 2 di Puskesmas Gayaman Mojokerto

4.3 Pembahasan

4.3.1 Kadar Gula Darah Sebelum Electrical Stimulation

Hasil penelitian pada tabel 4.3 diketahui bahwa responden

mempunyai kadar gula darah rata-rata sebelum electrical stimulation

sebesar 261,2 mg/dL dengan nilai minimum 194 mg/dL dan nilai

maksimum 336 mg/dL.

Diabetes melitus tipe 2 mempunyai jumlah insulin tipe 2 normal,

tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang

kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa

dalam darah menjadi meningkat (Misnadiarly, 2012). Kadar glukosa darah

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, penyakit lain, makanan,

latihan fisik, obat hipoglikemia oral, insulin, emosi dan stress (Soegondo,

2015).

Seseorang dikatakan menderita diabetes mellitus apabila kadar

gula darah sewaktu diatas 200 mg/dL. Hampir seluruh responden

mempunyai kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemia) karena pada

pasien diabetes mellitus terjadi kerusakan insulin sehingga insulin tidak

dapat bekerja dengan normal untuk mengendalikan kadar gula dalam

darah, tidak mampu mencegah terjadinya glukoneogenesis. Selain itu juga

dipengaruhi oleh faktor usia, jenis kelamin, diet, dan kebiasaan olahraga.
Hasil penelitian pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa usia

responden rata-rata 58 tahun, dengan usia termuda 37 tahun dan tertua 78

tahun. Pasien diabetes tipe 2 lebih banyak terjadi pada umur ≥ 45 tahun

(ADA, 2014). Pada umur tua fungsi tubuh secara fisiologis menurun

karena proses aging terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin

sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah

yang tinggi kurang optimal (Soegondo, 2011). Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian dimana rata-rata usia responden adalah 58 tahun yang artinya

sudah lebih dari 45 tahun dan berisiko besar mengalami kenaikan kadar

gula darah. Kadar gula responden yang tinggi disebabkan karena pada

umur yang semakin menua, maka akan terjadi penurunan fungsi tubuh

termasuk fungsi hormon insulin dalam mengendalikan kadar gula darah,

sehingga kadar gula responden tergolong pengendalian yang buruk.

Hasil penelitian pada tabel 4.1 diketahui bahwa sebagian besar

responden adalah perempuan yaitu 9 orang (60,0%). Faktor risiko

terjadinya penyakit diabetes mellitus salah satunya adalah jenis kelamin.

Dimana laki-laki memiliki risiko kadar gula darah yang lebih cepat

meningkat dari perempuan. Perbedaan risiko ini dipengaruhi oleh

distribusi lemak tubuh. Pada laki-laki, penumpukan lemak terkonsentrasi

di sekitar perut sehingga memicu obesitas sentral yang lebih berisiko

memicu terjadinya gangguan metabolisme (Rudi & Kwureh, 2017). Dalam

penelitian ini, responden lebih banyak perempuan, namun bukan berarti

tidak sesuai dengan teori tersebut di atas, namun lebih disebabkan karena

pengaruh faktor usia, dimana pada usia menopause, perempuan sudah


kehilangan faktor portektif dalam tubuhnya yaitu hormon estrogen dan

progesteron yang melindungi perempuan dari ketidaknormalan fungsi

tubuh, sehingga pada usia yang sudah lanjut, fungsi tubuh perempuan akan

mengalami penurunan termasuk dalam hal pengendalian kadar gula darah

sehingga pada pasien diabetes mellitus, kadar gula darahnya tinggi baik

pada laki-laki maupun perempuan.

Hasil penelitian pada tabel 4.1 diketahui bahwa sebagian besar

responden diet rendah gula yaitu 9 orang (60%). Kadar gula darah

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, penyakit lain, makanan,

latihan fisik, obat hipoglikemia oral, insulin, emosi dan stress. Makanan

atau diet merupakan faktor utama yang berhubungan dengan peningkatan

kadar gula darah pada pasien diabetes terutama setelah makan (Holt,

2015). Responden menjawab diet rendah gula akan tetapi tidak sesuai

dengan kenyataan bahwa kadar gula darah responden rata-rata di atas 200

mg/dL. Hal ini dapat disebabkan karena responden menjawab sesuai

harapan, bukan kenyataan yang dilakukan oleh responden, seperti takut

dimarahi dokter karena tidak menjalankan diet diabetisi, atau kurangnya

pemahaman responden tentang diet rendah gula itu yang seperti apa,

sehingga mengurangi makanan yang rasanya manis dianggap sebagai diet

rendah gula tetapi tidak mengetahui jenis makanan dengan indeks

glikemik tinggi seperti nasi putih, roti tawar putih, kentang, minuman

bersoda, semangka.

Hasil penelitian pada tabel 4.1 diketahui bahwa hampir seluruh

responden tidak olahraga yaitu 12 orang (80,0%). Aktivitas fisik yang


kurang juga dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah.

Aktivitas fisik merupakan gerakan yang dihasilkan oleh kontraksi otot

angka yang memerlukan energi melebihi pengeluaran energi selama

istirahat. Latihan merupakan bagian dari aktivitas fisik yang terencana dan

terstruktur dengan gerakan secara berulang untuk meningkatkan atau

mempertahankan kebugaran fisik. Selama melakukan latihan otot menjadi

lebih aktif dan terjadi peningkatan permiabilitas membran serta adanya

peningkatan aliran darah akibatnya membran kapiler lebih banyak yang

terbuka dan lebih banyak reseptor insulin yang aktif dan terjadi pergeseran

penggunaan energi oleh otot yang berasal dari sumber asam lemak ke

penggunaan glukosa dan glikogen otot (Soegondo, 2014).

Sesuai dengan teori di atas bahwa hampir seluruh responden tidak

berolahraga, padahal olahraga sangat erat hubungannya dengan penurunan

kadar gula darah, karena dengan olahraga maka glukosa dalam darah akan

diambil oleh otot dan dirubah menjadi glikogen untuk memenuhi

kebutuhan energi dalam otot pada saat bergerak melakukan aktivitas,

apabila hal ini tidak dilakukan, maka kerusakan insulin yang menyebabkan

tingginya glukosa darah tidak diimbangi dengan pembentukan glikogen

hingga glukosa dalam darah makin tinggi.

4.3.2 Kadar Gula Darah Sesudah Electrical stimulation

Hasil penelitian pada tabel 4.2 diketahui bahwa responden

mempunyai kadar gula darah rata-rata sesudah electrical stimulation rata-

rata 211,6 mg/dL dengan nilai minimum 128 mg/dL dan nilai maksimum

297 mg/dL.
Kadar gula darah dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain

faktor diet, penggunaan obat, stress dan aktivitas fisik. Stress dapat

meningkatkan kandungan glukosa darah karena stress menstimulus organ

endokrin untuk mengeluarkan ephinefrin, ephinefrin mempunyai efek

yang sangat kuat dalam menyebabkan timbulnya proses glikoneogenesis di

dalam hati sehingga akan melepaskan sejumlah besar glukosa ke dalam

darah dalam beberapa menit. Hal ini yang menyebabkan peningkatan

kadar glukosa darah pada saat stress atau tegang (Guyton & Hall, 2014).

Setelah diberikan electrical stimulation perubahan kadar gula

darah sangat signifikan daripada sebelumnya, karena dengan adanya

stimulasi listrik yang langsung bekerja pada syaraf tubuh akan

menyampaikan pesan ke hipotalamus sebagai pusat pengaturan fungsi

tubuh untuk mengendalikan kadar gula darah melalui jalur hipotalamus

pituitari adrenal sehingga otot yang dikenai stimulasi akan bergerak dan

membutuhkan energi dengan mengabil glukosa dalam darah untuk dirubah

menjadi glikogen sehingga kadar gula dalam darah mengalami penurunan

yang signifikan.

4.3.3 Pengaruh Electrical Stimulation Terhadap Kadar Gula Darah

Hasil uji t sampel berpasangan menunjukkan bahwa pvalue=0,000

atau < α (0,05), sehingga H1 diterima artinya ada pengaruh electrical

stimulation terhadap kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2

di Puskesmas Gayaman Mojokerto.

Kegagalan fungsi sel beta pankreas dapat menyebabkan tingginya

kadar gula dalam darah. Stimulasi elektrik bekerja pada syaraf yang akan
disampaikan pada hipotalamus dan mempengaruhi kerja sumbu

hipotalamus pituitari adrenal sehingga korteks adrenal akan mengalami

penurunan produksi kortisol dimana hormon ini sangat berperan dalam

meningkatkan produksi glukosa melalui proses glukoneogenesis dan

menghambat penyerapan glukosa dan asam lemak oleh otot rangka dan

jaringan adiposa, sehingga dengan menurunnya produksi kortisol, maka

akan terjadi penurunan produksi glukosa dan penyerapan glukosa oleh otot

rangka meningkat (Catalogna et al., 2016).

Penerapan stimulasi listrik secara langsung mengaktifkan

pengambilan glukosa pada otot paha depan dengan menginduksi

translokasi transporter glukosa GLUT-4 ke permukaan sel melalui

mekanisme independen insulin ini. Namun, penurunan kadar glukosa

darah disebabkan oleh akumulasi efek insulin yang bergantung pada

peningkatan sensitivitas insulin. Efek tergantung insulin ini mungkin ikut

berperan selama periode pasca-stimulasi, yaitu di antara berbagai sesi

stimulasi listrik dan ini memberi hasil yang lebih positif pada sesi akhir

penelitian. Stimulasi protein kinase AMP (AMPK) sebagai respons

terhadap kontraksi yang disebabkan oleh stimulasi listrik dapat dikaitkan

dengan peningkatan penyerapan glukosa pada otot kuadriseps. AMPK

dirangsang oleh berbagai rangsangan penyerapan glikogen, seperti

kontraksi, hipoksia, dan hipermosmolaritas dan memiliki efek positif pada

pengambilan glukosa dan oksidasi asam lemak pada otot rangka (Jabbour

et al., 2015).
Perbedaan penurunan kadar gula darah dapat disebabkan karena

usia responden yang sudah sangat tua sehingga fungsi tubuhnya tidak

dapat berjalan dengan normal, salah satu faktor yang mungkin

mempengaruhi penurunan kadar gula darah ini adalah stress atau tegang

namun tidak dikaji oleh peneliti karena stress membutuhkan instrumen

khusus, akan tetapi pasien tampak tegang pada saat peneliti melakukan

terapi, mungkin karena responden sebenarnya tidak menyukai terapi

electrical stimulation sehingga terjadi peningkatan hormon epinefrin.

Epinefrin mempunyai efek yang sangat kuat dalam menyebabkan

timbulnya proses glikoneogenesis di dalam hati sehingga akan melepaskan

sejumlah besar glukosa ke dalam darah dalam beberapa menit, karena

penelitian ini meneliti efek akut yang diteliti sebelum terapi dan setelah

dilakukan terapi selama 30 menit, dimana tidak ada faktor makanan yang

berperan dalam mempengaruhi kadar gula darah karena selama terapi

pasien tidak diperbolehkan mengkonsumsi makanan, sehingga peneliti

berasumsi, bahwa perbedaan penurunan kadar gula darah responden

disebabkan karena faktor stress atau tegang karena pada sebagian besar

responden yang lain mengalami penurunan kadar gula darah yang sangat

signifikan dari sebelum diberikan terapi, sedangkan pasien yang tegang

hanya mengalami sedikit penurunan kadar gula darah.

Hasil penelitian Jabbour et al (2015) di Korea tentang pengaruh

stimulasi listrik neuromuskular frekuensi rendah pada profil glukosa orang

dengan diabetes tipe 2 menunjukkan bahwa penelitian ini adalah yang

pertama meneliti efek frekuensi rendah NMES (8 Hz) pada metabolisme


glukosa pada pasien DM tipe 2 usia setengah baya. Meskipun frekuensi

NMES rendah, konsentrasi glukosa plasma ditentukan setelah 60 menit

NMES dan pada 120 menit setelah NMES secara signifikan lebih rendah

pada kelompok eksperimen daripada kelompok kontrol. Hasil ini

tampaknya menunjukkan bahwa ada aktivasi besar serat tipe II glikolitik

oleh NMES frekuensi rendah yang menghasilkan penurunan kadar glukosa

darah yang signifikan dan dengan demikian dapat meningkatkan

sensitivitas insulin
BAB 5

PENUTUP

5.1 Simpulan

1. Kadar gula darah pasien diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Gayaman

Mojokerto rata-rata sebelum electrical stimulation sebesar 261,2 mg/dL

dengan nilai minimum 194 mg/dL dan nilai maksimum 336 mg/dL

2. Kadar gula darah pasien diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Gayaman

Mojokerto rata-rata sesudah electrical stimulation rata-rata 211,6 mg/dL

dengan nilai minimum 128 mg/dL dan nilai maksimum 297 mg/dL

3. Ada pengaruh electrical stimulation terhadap perubahan kadar gula darah

pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Gayaman Mojokerto

yang dibuktikan dengan hasil uji t sampel berpasangan dimana

pvalue=0,000 < α (0,05).

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2

Melakukan electrical stimulation secara rutin dan melakukan

kontrol gula darah secara teratur di fasilitas pelayanan kesehatan terdekat,

menghindari makanan yang manis dan mempunyai kadar indeks glikemik

tinggi, melakukan olahraga secara teratur untuk mengontrol kadar gula

darah.

5.2.2 Bagi Tempat Penelitian

Melakukan tindak lanjut berupa penyuluhan kepada seluruh

masyarakat terutama yang sudah terindikasi mengalami peningkatan kadar


gula darah untuk memperkenalkan terapi electrical stimulation guna

menurunkan kadar gula darah, mengadakan promosi berupa banner atau

pamflet agar masyarakat lebih mengenal terapi electrical stimulation,

memberikan HE kepada pasien diebetes mellitus tipe 2 tentang

penggunaan electrical stimulation sebagai terapi untuk menurunkan kadar

gula darah.

5.2.3 Bagi peneliti selanjutnya

Melakukan pengembangan penelitian dengan memasukkan seluruh

faktor yang mempengaruhi kadar gula darah sehingga dapat diketahui

penyebab perubahan kadar gula darah secara lebih komprehensif,

melakukan penelitian pengaruh terapi electrical stimulation terhadap kadar

gula darah dengan menggunakan kelompok kontrol agar lebih jelas

pengaruhnya, melakukan kontrak waktu terlebih dahulu dengan responden

dan menganjurkan responden untuk puasa sebelum pemeriksaan kadar

gula darah untuk menghindari bias pengaruh makanan, dan menggunakan

sampel dengan jumlah yang lebih besar.


DAFTAR PUSTAKA

Betteng, R., Pangemanan, D., & Mayulu, N. (2014). Analisis Faktor Resiko
Penyebab Terjadinya Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal E-Biomedik.

Catalogna, M., Doenyas-Barak, K., Sagi, R., Abu-Hamad, R., Nevo, U., Ben-
Jacob, E., & Efrati, S. (2016). Effect of peripheral electrical stimulation
(PES) on nocturnal blood glucose in type 2 diabetes: A randomized
crossover pilot study. PLoS ONE, 11(12), 1–14.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0168805

Dinkes Provinsi Jawa Timur. (2019). Profil Kesehatan Jawa Timur 2018.
Fox, C., & Kilvert, A. (2010). Bersahabat dengan Diabetes Tipe2. Jakarta:
Penebar Plus.
Guyton, & Hall. (2014). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (12th ed.). EGC.
Hidayat, A. A. A. (2012). Metode Penelitian Untuk Mahasiswa Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Holt, K. (2015). ABC of Diabetes. London: Willey Blackwell.
Jabbour, G., Belliveau, L., Probizanski, D., Newhouse, I., McAuliffe, J., Jakobi,
J., & Johnson, M. (2015). Effect of low frequency neuromuscular electrical
stimulation on glucose profile of persons with type 2 diabetes: A pilot study.
Diabetes and Metabolism Journal, 39(3), 264–267.
https://doi.org/10.4093/dmj.2015.39.3.264
Kemenkes RI. (2018). Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018
(Vol. 44, Issue 8). https://doi.org/10.1088/1751-8113/44/8/085201
Krisnatuti, D., Yenrina, R., & Rasjmida, D. (2014). Diet sehat untuk pasien
Diabetes Mellitus. Jakarta: Penebar Swadaya.
Misnadiarly. (2012). Ulcer, Gangren, Infeksi Diabetes Mellitus. Pustaka Populer.
Rudi, A., & Kwureh, H. N. (2017). Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Kadar
Gula Darah Puasa Pada Pengguna Layanan Laboratorium. Jurnal Ilmiah
Ilmu Kesehatan: Wawasan Kesehatan, 3(2).
https://doi.org/10.31227/osf.io/d3kes
Smeltzer, S., & Bare, B. (2013). Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC. https://doi.org/10.1116/1.578204
Soegondo, S. (2014). Farmakoterapi pada Pengendalian Glikemia Diabetes
Mellitus Tipe 2. In Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI Jilid 2. Jakarta:
FKUI.
Soegondo, S. (2015). Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus Terkini. In
Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu Edisi Kedua. Jakarta: EGC.
Soelistijo, S. A., Novida, H., Rudijanto, A., Pramono, P. S. K. S. A. M. H. S. D.
L. A. S. B., Yuwono, Y. A. L. D. P. N. N. S. M. R. S. M. P. D. A., Sugiarto,
L. S., & Zufry, K. W. S. H. (2015). KONSENSUS PENGELOLAAN DAN
PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI INDONESIA 2015.
Jakarta: PERKENI.
Tarwoto. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Trans
Info Media.
Tjokroprawiro, A., Setiawan, P. B., Santoso, J., Soegiarto, G., & Rahmawati, L.
D. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga University
Press.
WHO. (2018). World Health Statistics 2018: global health indicators. WHO, 4.
https://doi.org/10.1590/s1809-98232013000400007
Wijaya, A., & Putri, Y. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Nuha Medika.
Lampiran Lembar Permohonan Menjadi Responden

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Dengan hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya maharesponden Program Studi

Sq Keperawatan STIKES Dian Husada Mojokerto:

Nama : ALFU LAYYINUL ISTIANAH

NIM : 01.17.0014

Dengan ini saya selaku maharesponden yang akan mengadakan penelitian

dengan judul “Pengaruh Electrical Stimulation Terhadap Kadar Gula Darah

Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Gayaman Mojokerto”.

Untuk kepentingan di atas, maka saya mohon kesediaan saudara untuk

menjadi responden dalam penelitian ini. Selanjutnya saya mohon saudara untuk

memberikan jawaban secara jujur. Jawaban yang saudara berikan dijamin

kerahasiaannya dan tidak perlu mencantumkan nama pada lembar kuesioner.

Demikian permohonan saya, atas kesediaan dan kerjasamanya, saya

sampaikan terima kasih

Mojokerto, Juli 2021

Hormat saya

Peneliti
Lampiran Informed Consent

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

(INFORMED CONCENT)

Yang bertanda tangan dibawah ini

Kode responden :

Alamat :

Setelah mendapat penjelasan tentang tujuan dan manfaat penelitian yang

diselenggarakan oleh maharesponden STIKES Dian Husada Mojokerto, maka

saya

( Bersedia / Tidak Bersedia* )

Untuk berperan serta sebagai responden.

Apabila sesuatu hal yang merugikan diri saya akibat penelitian ini, maka

saya akan bertanggung jawab atas pilihan saya sendiri dan tidak akan menuntut di

kemudian hari.

*) Coret yang tidak dipilih

Mojokerto, 2021

Yang bersangkutan
Lampiran Instrumen Penelitian

Anda mungkin juga menyukai