Anda di halaman 1dari 65

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH SENAM PROLANIS DAN SENAM KAKI


DIABETIK TERHADAP SENSIVITAS KAKI PADA
PENDERITA DIABETES MELITUS DI UPTD
PUKESMAS RAYA KECAMATAN
SINGKEP BARAT
TAHUN 2022

Oleh:

ALFIANA
162212042

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNGPINANG
2023
LEMBAR PERSETUJUAN

DIPERSYARATKAN UNTUK UJIAN PROPOSAL

Pembimbing I Pembimbing II

(Zuraidah, S.Kep, Ns, M.Kep) (Safra Ria Kurniati, S.Kep, Ns, M.Kep)
NIK: 110 NIK: 110

Tanjungpinang, Maret 2023

Mengetahui
Kepala Program Studi S1 Keperawatan
Stikes Hang Tuah Tanjungpinang

(Zakiah Rahman, S.Kep, Ns, M.Kep)


NIK: 11085

Nama : Alfiana
NIM : 162212042
Tahun Akademik : 2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Pengaruh Senam Prolanis dan Senam Kaki Diabetik


Terhadap Sensivitas Kaki pada Penderita Diabetes
Melitus di Puskesmas Raya Kecamatan Singkep Barat
Tahun 2022
Penulis : Alfiana
NIM : 162212042
Program Studi : S1 Keperawatan
Tahun Akademik : 2022/2023

TIM PENGUJI

Penguji I

Penguji II

Penguji III
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang

telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan penyusunan proposal penelitian dengan berjudul “Pengaruh

Senam Prolanis dan Senam Kaki Diabetik Terhadap Sensivitas Kaki pada

Penderita Diabetes Melitus di Puskesmas Raya Kecamatan Singkep Barat Tahun

2022 tepat pada waktunya.

Proposal ini dibuat sebagai salah satu persyaratan untuk meraih gelar

sarjana Keperawatan dalam menyelesaikan pendidikan di Stikes Hang Tuah

Tanjungpinang. Pembuatan proposal ini tidak lepas dari bimbingan dan bantuan

dari semua pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terimakasih Kepada :

1. Ibu Wiwiek Liestyaningrum, S.Kp, M.Kep selaku Ketua Sekolah Tinggi

Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang.

2. Ibu Yusnaini Siagian, S.Kep, Ns, M.Kep. Selaku Wakil Ketua I Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang.

3. Ibu Ikha Rahardiantini, S.Si, Apt, M.Farm. Selaku Wakil Ketua II Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang.

4. Ibu Ernawati, S.Psi, M.Si. Selaku Wakil Ketua III Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang.

5. Ibu Zakiah Rahman, S.Kep, Ns, M.Kep Kepala Program Studi Sarjana

Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang

6. Ibu Zuraidah, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku pembimbing 1 yang sudah

meluangkan waktu saran dan pikiran demi keberhasilan proposal ini.


7. Ibu Safra Ria Kurniati, S.Kep, Ns, M.Kep selaku pembimbing 2 yang

sudah meluangkan waktu saran dan pikiran demi keberhasilan proposal

ini.

8. Bapak/ibu dosen dan staf Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah

Tanjungpinang yang telah memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan,

nasehat serta dukungan selama perkuliahan.

9. Terimakasih untuk keluarga tercinta , Istri dan putri tercinta yang telah

memberikan segala dukungan moral, spiritual dan material, serta doa yang

selalu dipanjatkan untuk penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan

Proposal penelitian ini dengan sebaiknya.

10. Rekan-rekan seperjuangan Angkatan XVI Sarjana Keperawatan Program

Non reguler Stikes Hang Tuah Tanjungpinang yang telah memberikan

dorongan, bantuan dan kerjasama dalam penyusunan Proposal ini

11. Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan Proposal ini masih jauh

dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran ataupun

kritikan yang membangun demi kesempurnaan peneliti ini kedepannya.

Sehingga, dapat bermanfaat untuk menambah wawasan dan ilmu

pengetahuan.

Tanjungpinang, Maret 2023

Alfiana
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Diabetes tidak hanya menyebabbkan kematian prematur diseluruh

dunia penyakit ini juga menjadi penyebab utama kebutaan penyakit

jnatung dan juga gagal jantung. Oganisasi diabetes federation (IDF)

memperkirakan sedikitnya tedadapat 463 juta orang pada usia 20-79 tahun

di dunia menederita diabetes pada tahun 2019 atau setara dengan

prevalensi sebesar 9,3% dari total penduduk pada usia yang sama.

Berdasarkan jenis kelamin IDF memperkirakan prevalensi diabtes di

tahun2019 yaitu 9% pada perempuan dan 9.65 %pada laki-laki. Prevalansi

diatas diperkirankan meningkat seiring penmabahan uur penduduk

menjadi 19,9 atau 111, 2 juta orang pada umur 65-79 tahun. Angka

predeksi terus meningkat hingga mencapai 5,78 juta di tahun 2030 dan

700 juta di tahun 2045 (IDF, 2022)

Negara diwilayah Arab-Afrik Utara dan Pasifik Barat Menempati

peringkat pertama dan kedua dengan prevalensi diabtes mellitus pada

penduduk umur 20-79 tahun tertiggi diantaranya 7 regional didunia dan

sebesar 12,2 % dan 11, 4% . wilayah Asia Tenggara dimana indonesia

berada menepati peringkat ke-3 denga prevalensi sebesar 11, 3 % IDF juga

memproyeksikan jumlah penderita diabtes mellitus pada penduduk umur

20-79 tahun pada beberapa Negara di dunia yang telah

mengidentifikasikan 10 negara dengan jumlah penderta tertinggi yaitu cina

india dan amerika serikat menepati urutuan 3 keatas dengan jumlah

penderita 11,4 juta dan 77, juta, dan 31 juta (IDF, 2022)
Indonesia di perkirakan telah mencapai >10,8 juta orang menderita

Diabetes Melitus pertahun 2020 akibat perubahan gaya hidup masyarakat

yang cenderung konsumtif serta kurang latihan fisik (PERKENI 2021).

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 melaporkan

prevelensi angka Diabetes Melitus pada tahun 2013-2018 mengalami

peningkatan sebesar 0,5% yakni tahun 2013 sebanyak 2,1% menjadi 2,6%

di tahun 2018 (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 2018).

Berdasarkan data dari Dinas kesehatan kabupaten Lingga tahun

2021 jumlah yang menderita penyakit Diabetes Melitus tipe 2 sebanyak

918 kasus. Selain itu Berdasarkan Studi Pendahuluan yang dilakukan di

UPTD Puskesmas Raya pada tahun 2021 jumlah pasien yang menderita

Diabete s Melitus tipe 2 rawat jalan sebanyak 309 kasus sedanglan pada

tahun 2022 angka diabtes mellitus menigkat dari tahun 2021 mencapai 409

orang dengan kasus diabetes mellitus.

Diabestes Melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan

dalam satu jawaban yang jelas dan singkat, tapi secara umum tapi secara

umum dapat dikatakan sebagai sesuatu kumpulan problema anatomik dan

kimiawi yang merupakan akibat dari sebuah faktor . Pada Diabetes

Melitus didapatkan defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan

fungsi insulin. Diabetes Melitus diklasifikasikan atau Diabetes Melitus

tipe 1, Diabetes Meliyus tipe 2, dan Diabetes Melitus tipe lain, dan

Diabetes Melitus pada kehamilan . Diabetes Melitus tipe 2 merupan suatu

kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia, terjadi


karena kelainan sekresi insulin , kerja insulin atau kedua duanya. ( Decroli

2019)

Berbagai komplikasi dapat muncul pada pasien DM, salah satunya

adalah neuropati DM. Hiperglikemia kronis dapat menyebabkan gangguan

pada aktivitas jalur poliol (glukosa-sorbitol-fruktosa) sehingga terjadi

penimbunan sorbitol dan fruktosa di dalam sel saraf (Price & Wilson,

2019). Penimbunan ini menyebabkan edema sel saraf serta memicu

stimulasi berbagai enzim yang dapat merusak sel saraf baik melalui faktor

metabolik dan faktor neurovaskular. Gangguan neurovaskular yang terjadi

akan mengganggu suplai darah dan oksigen menuju sel saraf (Subekti,

2019). Kerusakan pada serat saraf sensorik kaki berdampak pada

penurunan sensitivitas saraf kaki yang berfungsi sebagai sensasi protektif.

Kehilangan sensasi protektif menyebabkan pasien DM lebih mudah

mengalami ulkus kaki

Pasien DM mempunyai risiko 5 kali lebih besar mengalami ulkus

kaki diabetik. Sekitar 15% pasien DM mengalami komplikasi berupa ulkus

kaki diabetic (Budhi, 2019). Kejadian amputasi pasien DM lebih besar 15

kali daripada yang bukan pasien DM. Berdasarkan data perawatan

Penyakit Dalam RSCM tahun 2018, dari 111 pasien DM yang dirawat

dengan masalah kaki diabetik terdapat 39 orang (35%) yang diamputasi.

Amputasi kembali/ulang terjadi sekitar 30-50% pasca amputasi dalam

kurun waktu 1-3 tahun.Insiden kematian akibat amputasi tersebut sekitar

15% dari total pasien DM yang diamputasi (Budhi, 2019). Kejadian

amputasi dapat menurunkan kualitas hidup pasien DM dalam hal


mobilisasi dan aktivitas perawatan diri. Penatalaksanaan sedini mungkin

pada pada pasien DM dapat mencegah komplikasi diabetic foot dan

amputasi (Budhi, 2019).

Dasar manajemen dan penatalaksanaan DM untuk mengontrol

kadar glukosa darah adalah diet, latihan fisik, dan terapi obat ditunjang

denganedukasi dan pemantauan yang baik (Budhi, 2019). Pada pasien DM

tipe 2, latihan fisik merupakan tatalaksana utama untuk mengontrol kadar

glukosa darah. Manfaat yang didapat dengan latihan fisik akan optimal

apabila memperhatikan frekuensi, intensitas, dan durasi latihan. Salah satu

latihan fisik yang dianjurkan pada pasien DM adalah senam kaki diabetik

(Akhtyo, 2019).

Senam kaki DM merupakan kegiatan atau latihan yang dilakukan

oleh pasien DM untuk membantu melancarkan peredaran darah kaki yang

dapat menurunkan derajat neuropati . Senam kaki ini memiliki banyak

manfaat baik bagi pasien yang mengalami neuropati maupun yang belum

mengalaminya. Diantaranya dapat memperkuat otototot kecil, otot betis,

dan otot paha, serta mengatasi keterbatasan gerak sendi yang sering

dialami oleh penderita DM. Senam kaki diabetik adalah kegiatan yang

dilakukan untuk melancarkan peredaran darah, memperkuat otot-otot kecil

dan mencegah terjadinya luka pada kaki. Efek dari Senam kaki dapat

mencegah terjadinya luka dan membantu melancarkan peredaran darah

bagian kaki. (Prima, 2019)

Senam kaki diabetik adalah kegiatan atau latihan yang dilakukan

dengan cara menggerakkan otot dan sendi kaki. Senam kaki diabetik
dilakukan untuk memperbaiki sirkulasi darah, memperkuat otot-otot kecil,

mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki, meningkatkan kekuatan otot

betis dan paha, serta mengatasi keterbatasan gerak sendi. Sensitivitas sel

otot yang berkontraksiterhadap insulin akan eningkat

sehinggaglukosadarah yang kadarnya tinggi di pembuluh darah dapat

digunakan oleh sel otot sebagai energi. Penurunan kadar glukosa darah

juga akan mengurangi timbunan glukosa, sorbitol, dan fruktosa pada sel

saraf. Hal ini akan meningkatkan sirkulasi dan fungsi sel saraf atau

meningkatkan sensitivitas saraf kaki dan menurunkan risiko/mencegah

terjadinya ulkus kaki diabetik (Budhi, 2019)

Selain senam kaki. Senam prolanis adalah saah satu senam fisik

yang di rancang menurut usia dan status fisik dan merupakan dari proses

pengobatan diabetes mellitus. Pada waktu latihan jasmani otot-otot tubuh,

system jantung dan sirkulasi darah serta pernafasan di aktifkan. Oleh

sebab itu metabolism tubuh, keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam

basa harus menyesuaikan diri. Otot-otot akan mengunakan asam lemak

bebas dan glukosa sebagai sumber tenaga atau energy. Bila latihan

jasmani dimulai glukosa yang berasal dari glukogen di otot-otot pada

latihan jasmani mulai di pakai sebagai sumber energy. Apabila latihan

jasmani terus ditingkatakan maka sumber energy dan glikogen otot

berkurang, selanjutnya akan terjadi pemakaian glukosa darah dan asam

lemak bebas. Makin ditingkatkan porsi latihan makin meningkat pula

pemakaian glukosa yang berasal dari cadangan glikogen hepar. Apabila


ditingkatkan lagi,maka sumber energy terutama berasal dari asam lemak

bebas dan lipolisis jaringan lemak (Husada, 2020)

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di UPTD

Puskesmas Raya didapatkan hasil wawancara dengan beberapa perawat

dan pasien Menunjukkan bahwa adanya perbedaan secara bermakna rata-

rata sensitivitas kaki sebelum dan sesudah dilakukannya senam kaki dan

senam pronalis pada kelompok intervensi. Dari catatan rekam medik

didapatkan 44 pasien diabetes melitus tipe 2 yang menjalani rawat inap

selama periode Februari 2021. Pada wawancara secara non-formil dengan

perawat didapatkan 6 pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi

neuropati sampai terjadinya luka kaki hal ini sangat menjadi diperhatikan

sehingga senam yang dilakukan dapat meningkatkan sensivitas kaki dan

mencegah terjadinya komplikasi PAD.

Oleh karena itu penulis tertarik melakukan senam kaki dan senam

pronalis untuk membantu meningkatkan sensivitas kaki Penulis berharap

dengan dilakukannya senam kaki dan pronalis meningkatkan perfusi

ekstremitas bawah. Berdasarkan latar belakang diatas penulis ingin

melakuan penelitian dengan mengkombinasi latihan fisik untuk

meningkatkan sirkulasi darah ke kaki sehingga meningkatkan efekteftas

kaki dengan judul Pengaruh Senam Prolanis dan Senam Kaki Diabetik

Terhadap Sensivitas Kaki pada Penderita Diabetes Melitus di Puskesmas

Raya Kecamatan Singkep Barat Tahun 2022.


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi permasalahan

dalam penelitian adalah “Apakah ada Pengaruh Senam Prolanis dan

Senam Kaki Diabetik Terhadap Sensivitas Kaki pada Penderita Diabetes

Melitus di Puskesmas Raya Kecamatan Singkep Barat Tahun 2022?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Pengaruh Senam Prolanis dan Senam Kaki Diabetik

Terhadap Sensivitas Kaki pada Penderita Diabetes Melitus di

Puskesmas Raya Kecamatan Singkep Barat Tahun 2022

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui distribusi responden berdasarkan usia, pekerjaan ,

pendidikan , jenis kelamin pada pasien riwayat penyakit Diabetes

Melitus

b. Diketahui sebelum dilakukan Senam Prolanis dan Senam Kaki

Diabetik Terhadap Sensivitas Kaki pada Penderita Diabetes

Melitus

c. Diketahui sesudah dilakukan Senam Prolanis dan Senam Kaki

Diabetik Terhadap Sensivitas Kaki pada Penderita Diabetes

Melitus
d. Memganalisa sebelum dan sesudah dilakukan Senam Prolanis dan

Senam Kaki Diabetik Terhadap Sensivitas Kaki pada Penderita

Diabetes Melitus

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan dapat bermanfaat untuk semua, yaitu :

1. Manfaat Aplikasi

a. Bagi Ilmu Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi

pengembangan ilmu keperawatan diharapkan dapat dipergunakan sebagai

referensi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran

dengan penerapan senam kaki dan sena pronalis bagi penderta DM

b. Bagi Pelayananan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan mutu dalam

pelayanan keperawatan dalam hal terapi komplementer hipertensi dalam

membantu program PTM (Penyakit Tidak Menular) dalam mengontrol

atau mempercepat mengembalikan

c. Bagi Penelitin

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan serta dapat

memberikan pelayanan yang tepat dan berkualitas dengan

mengaplikasikan hasil penelitian yang telah dilakukan khususnya pada

pasien diabetes mellitus

2. Manfaat Akademik/Teoritis/Keilmuwan
Penelitian bermanfaat sebagai sumber pustaka tentang Hubungan

aktifitas fisik dengan kejadian DM dan menambah wawasan keilmuan yang

dapat bermanfaat bagi kalangan umum perawat maupun kesehatan lainya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori

1. Konsep Diabetes Melitus

a. Defenisi

Diabetes Melitus merupakan penyakit metabolisme yang

ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah seseorang di

dalam tubuh yang tinggi melebihi batas normal (hyperglycemia)

(Imelda 2019).

Diabetes melitus adalah gangguan yang ditandai dengan

hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme

karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan

sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya

menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskuler, makrovaskuler dan

neuropati (Renaldi, Susanto, dan Burhan 2022).

Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit atau kelainan

metabolik yang disebabkan kurangnya produksi insulin. Semua sel

dalam tubuh manusia membutuhkan glukosa agar dapat berfungsi

dengan normal dan kadar gula dalam darah biasanya dikendalikan


oleh hormon insulin. Jika tubuh kekurangan insulin atau sel-sel

tubuh menjadi resisten terhadap insulin, maka kadar gula darah akan

meningkatkan drastis akibat penumpukan (Fatimah 2018).


b. Etiologi

Menurut Decroli (2019), etiologi dari diabetes mellitus type 2 :

1) Resistensi Insulin

Resistensi insulin adalah adanya konsentrasi insulin yang lebih

tinggi dari normal yang dibutuhkan untuk mempertahankan

normoglikemia. Insulin tidak dapat bekerja secara optimal di sel otot.

Lemak dan hati akibatnya memaksa pankreas mengkompensasi untuk

memproduksi insulin lebih banyak. Ketika produksi insulin oleh sel

beta pankreas tidak adekuat untuk digunakan dalam mengkompensasi

peningkatan resistensi insulin, maka kadar glukosa darah akan

meningkat.

2) Disfungsi Sel Beta Pankreas


Disfungsi sel beta pankreas terjadi akibat dari kombinasi faktor

genetik dan faktor lingkungan. Beberapa teori yang menjelaskan

bagaimana kerusakan sel beta mengalami kerusakan di antaranya teori

glukotoksisitas (peningkatan glukosa yang menahun), lipotoksisitas

(toksisitas sel akibat akumulasi abnormal lemak), dan penumpukan

amiloid (fibril protein didalam tubuh).


3) Faktor Lingkungan

Beberapa faktor lingkungan yang juga memegang peranan

penting dalam terjadinya penyakit Diabetes Melitus tipe 2 yaitu

adanya obesitas, makan terlalu banyak, dan kurangnya aktivitas fisik.

Penelitian terbaru telah meneliti adanya hubungan antara Diabetes

Melitus tipe 2 dengan obesitas yang melibatkan sitokin proinflamasi

yaitu tumor necrosis factor alfa (TNFa) dan interleukin-6 (IL-6),

resistensi insulin, gangguan metabolisme asam lemak, proses selular

seperti disfungsi mitokondria, dan stres retikulum endoplasma.

Umumnya diabes mellitus disebabkan karena rusaknya sel-sel B pulau

Langerhans pada pankreas yang bertugas menghasilkan insulin, oleh

karena itu terjadilah kekurangan insulin. (Eva Decroli, 2019).

c. Klasifikasi

Berdasarkan dari kelas klinis klasifikasi Diabetes Melitus dibagi

menjadi empat yaitu, Diabetes Melitus tipe 1, hasil dari kehancuran

sel β pankreas, biasanya menyebabkan defisiensi insulin yang absolut,

Diabetes Melitus tipe 2, hasil dari gangguan sekresi insulin yang

progresif yang menjadi latar belakang terjadinya resistensi insulin,

Diabetes Melitus tipe spesifik lain, misalnya gangguan genetik pada

fungsi sel β, gangguan genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin

pankreas (seperti cystic fibrosis), dan yang dipicu oleh obat atau bahan

kimia (seperti dalam pengobatan HIV/AID atau setelah transplantasi

organ), dan gestational diabetes mellitus (Rahmasari, 2019).

Klasifikasi diabetes melitus berdasarkan etiologi menurut


(PERKENI, 2019) adalah sebagai berikut :

1) Diabetes melitus tipe 1

Diabetes Melitus yang terjadi akibat kerusakan atau destruksi sel

beta di pankreas. Kerusakan ini berakibat pada keadaan defisiensi

insulin yang terjadi secara absolut. Penyebab dari kerusakan sel beta

antara lain autoimun dan idiopatik.

2) Diabetes Melitus tipe 2

Penyebab Diabetes Melitus tipe 2 seperti yang diketahui adalah

resistensi insulin. Insulin dalam jumlah yang cukup tetapi tidak dapat

bekerja secara optimal sehingga menyebabkan kadar gula darah tinggi

didalam tubuh. Defisiensi insulin juga dapat terjadi secara relatif pada

penderita diabetes melitus tipe 2 dan sangkan mungkin terjadi defisiensi

insulin absolut.

3) Diabetes Melitus tipe lain

Penyebab Diabetes Melitus tipe lain adalah bervariasi. Diabetes

Melitus tipe ini dapat disebabkan oleh defek genetik fungsi sel beta,

defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati

pankreas, obat, zat kimia, infeksi, kelainan imunologi, dan sindrom

genetik lainnya yang berkaitan dengan Diabetes Melitus.

4) Diabetes Melitus gestasional

Diabetes melitus yang terjadi setelah diagnosis pada trimester

kedua atau ketiga pada masa kehamilan, yang dimana sebelum masa

kehamilan tidak didapatkan Diabetes Melitus.

d. Manisfestasi Klinis
Berkurangnya sekresi insulin dan gangguan metabolisme

karbohidrat, lemak, dan protein mengakibatkan komplikasi Diabetes

Melitus Pengontrolan kadar glukosa darah pada penderita Diabetes Melitus

dapat mencegah terjadinya komplikasi (Chatterjee dan Davies 2015, Allen

dan Gupta 2019). Komplikasi Diabetes Melitus akan meningkatkan

morbilitas dan kematian (Papatheodorou et al. 2016). Beberapa

komplikasi penyakit akibat Diabetes Melitus, di antaranya adalah penyakit

kardiovaskular, gangguan ginjal, peradangan, dan obesitas. Studi

epidemiologis menunjukkan bahwa jenis kelamin, usia, dan latar belakang

etnis merupakan faktor penting dalam perkembangan komplikasi Diabetes

Melitus. Penderita Diabetes M e l i t u s memiliki risiko komplikasi

yang menyebabkan terjadinya kematian (Olokoba et al. 2012).

Secara umum komplikasi yang terjadi dikelompokkan menjadi 2,

yaitu :

1) Komplikasi akut metabolik, berupa gangguan metabolit jangka pendek

seperti hipoglikemia, ketoasidosis, dan hiperosmolar; dan

2) Komplikasi lanjut, komplikasi jangka panjang yang mengakibatkan

makrovaskular (penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah

perifer dan stroke), mikrovaskular (nefropati, retinopati dan neuropati),

dan gabungan makrovaskular dan mikrovaskular (Diabetes kaki).

Penyebab kematian pada orang tua penderita diabetes akibat degradasi

makrovaskular lebih banyak dibandingkan dengan mikrovaskular

(Mane et al. 2012, Pasquel dan Umpierrez 2014, Rhee dan Kim 2015,

Asmat et al. 2016, Kabel et al. 2017, Goguen dan Gilbert 2018).
e. Patofisiologis

Menurut Eva Decroli, (2019) resistensi insulin dan defek

fungsi sel beta pankreas merupakan patofisiologi utama diabetes

melitus tipe 2. Resistensi insulin banyak terjadi pada orang-orang

dengan berat badan berlebih atau obesitas. Kondisi ini

mengakibatkan insulin tidak dapat bekerja secara optimal pada sel

otot, hati, dan lemak yang mengakibatkan pankreas

mengkompensasi untuk memproduksi insulin lebih banyak.

Ketika insulin yang diproduksi oleh sel beta pankreas tidak

adekuat, maka kadar glukosa dalam darah akan meningkat dan

terjadi hiperglikemia kronis. Hiperglikemia kronis yang terjadi

terus menerus akan merusak sel beta pankreas dan memperburuk

resistensi insulin. ketika sel beta pankreas mengalami kerusakan

dan tidak dapat memproduksi insulin yang adekuat,maka fungsi

sel beta pankreas akan digantikan dengan jaringan amilod

sehingga produksi insulin mengalami penurunan. Kondisi ini

menyebabkan tubuh kekurangan insulin secara absolut.

Diabetes Melitus yang tidak terkontrol dengan baik akan

menimbulkan komplikasi akut dan kronis. Menurut PERKENI

komplikasi Diabetes Melitus dapat dibagi menjadi dua kategori,

yaitu :
1) Komplikasi akut

Hipoglikemia, adalah kadar glukosa darah seseorang di

bawah nilai normal (< 50 mg/dl). Hipoglikemia lebih sering

terjadi pada penderita Diabetes Melitus tipe 1 yang dapat

dialami 1-2 kali per minggu, Kadar gula darah yang terlalu

rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi

sehingga tidak berfungsi bahkan dapat mengalami kerusakan. -

Hiperglikemia, hiperglikemia adalah apabila kadar gula darah

meningkat secara tiba-tiba, dapat berkembang menjadi keadaan

metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik,

Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan kemolakto

asidosis.

2) Komplikasi Kronis

Komplikasi makrovaskuler, komplikasi makrovaskuler

yangumum berkembang pada penderita Diabetes Melitus adalah

trombosit otak (pembekuan darah pada sebagian otak),

mengalam penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung

kongetif, dan stroke. - Komplikasi mikrovaskuler, komplikasi

mikrovaskuler terutama terjadi pada penderita Diabetes Melitus

tipe 1 seperti nefropati, diabetik retinopati (kebutaan), neuropati,

dan amputasi
f. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang diabetes melitus menurut (PERKENI

2021) yaitu :

1) Kadar glukosa darah

2) Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya

2 kali pemeriksaan:

a) Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

b) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

c) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian

sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post

prandial (pp) >200mg/dl.

3) Test laboratorium diabetes melitus

Jenis tes pada pasien diabetes melitus dapat berupa test saring,

test diagnostik, test pemantauan terapi dan test mendeteksi

komplikasi.

a) Test Saring

Tes-tes saring pada diabetes melitus adalah ;

a) GDP, GDS

b) Test glukosa Urin

b) Test Diagnostik

Tes-tes diagnostik pada diabetes melitus adalah GDP, GDS,

GD2PP (Glukosa darah 2 jam post prandial), glukosa jam ke-

2 TTGO
c) Test Monitoring Terapi

Tes-tes monitoring pada diabetes melitus adalah:

c) GDP : Plasma vena, darah kapiler

d) GD2PP : Plasma vena

e) A1c : Darah vena, darah kapiler

d) Test untuk mendeteksi komplikasi

Tes-tes untuk mendeteksi komplikasi adalah:

f) Mikroalbuminuria : Urin

g) Ureum, Kreatinin, Asam Urat

h) Kolesterol LDL : Plasma vena (puasa)

i) Kolesterol HDL : Plasma vena (puasa)

j) Triglesida : plasma vena (puasa)

g. Komplikasi

Diabetes melitus sering menyebabkan komplikasi

makrovaskular dan mikrovaskular. Komplikasi makrovaskular

terutama didasari oleh karena adanya resistensi insulin, sedangkan

komplikasi mikrovaskular lebih disebabkan oleh hiperglikemia

kronik. Kerusakan vaskular ini diawali dengan terjadinya disfungsi

endotel akibat proses glikosilasi dan stres oksidatif pada sel endotel.

Disfungsi endotel memiliki peranan penting dalam mempertahankan

homeostasis pembuluh darah. Untuk memfasilitasi hambatan fisik

antara dinding pembuluh darah dengan lumen, endotel

menyekresikan sejumlah mediator yang mengatur agregasi


trombosit, koagulasi, fibrinolisis, dan tonus vaskular. Istilah

disfungsi endotel mengacu pada kondisi dimana endotel kehilangan

fungsi fisiologisnya seperti kecenderungan untuk meningkatkan

vasodilatasi, fibrinolisis, dan antiagregasi. Sel endotel

mensekresikan beberapa mediator yang dapat menyebabkan

vasokontriksi seperti endotelin-a dan tromboksan A2, atau

vasodilatasi seperti nitrik oksida (NO), prostasiklin, dan

endotheliumderived hyperpolarizing factor. NO memiliki peranan

utama pada vasodilatasi arteri. Pada pasien Diabetes Melitus

disfungsi endotel hampir selalu ditemukan, karena hiperglikemia

kronis memicu terjadinya gangguan produksi dan aktivitas NO,

sedangkan endotel memiliki keterbatasan intrinsik untuk

memperbaiki diri. Paparan sel endotel dengan kondisi hiperglikemia

menyebabkan terjadinya proses apoptosis yang mengawali

kerusakan tunika intima. Proses apoptosis ini terjadi melewati

serangkaian proses yang kompleks yaitu teraktivasi jalur sinyal β-1

integrin, setelah aktivasi integrin, akan terinduksi peningkatan p38

mitogen- activated protein kinase (MAPK) dan c-Jun N-terminal

(JNK) yang berujung pada apoptosis sel. Pada sel endotel yang telah

mengalami apoptosis, akan terjadi pula aktivasi vascular endothelial-

cadherin yang akan menyebabkan apoptosis sel-sel sekitar pada

daerah yang rentan mengalami aterosklerosis (Eva Decroli, 2019).


h. Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Penatalaksanaan pada pasien diabetes melitus menurut

(PERKENI 2021) dibedakan menjadi dua yaitu :

1) Terapi Farmakologis

Pemberian terapi farmakologis harus diikuti dengan

pengaturan pola makan dan gaya hidup yang sehat. Terapi

farmakologis terdiri dari obat oral dan obat suntikan, yaitu :

a) Obat antihiperglikemi oral

Berdasarkan cara kerjanya obat ini dibedakan menjadi

beberapa golongan, antara lain (PERKENI 2021) :

(1) Pemacu sekresi insulin: Sulfonilurea dan Glinid

Efek utama obat sulfonylurea yaitu memacu sekresi

insulin oleh sel beta pancreas. Mekanisme cara kerja

obat glinid seperti meglitinide sama dengan cara kerja

obat sulfonylurea, dengan penekanan pada peningkatan

sekresi insulin fase pertama yang dapat mengatasi

hiperglikemi post pradinal.

(2) Penurunan sensitivitas terhadap insulin: Metformin dan

Tiazolidindion (TZD)

Efek utama metformin yaitu mengurangi glukosa hati

(gluconeogenesis) dan memperbaiki glukosa perifer. Efek

dari Tiazolidindion (TZD) adalah menurunkan resistensi

insulin dengan jumlah protein pengangkut glukosa,

sehingga meningkatkan glukosa di perifer.


(3) Penghambbat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase

alfa

Fungsi obat ini bekerja dengan memperlambat absorpsi

glukosa dalam usus halus, sehingga memiliki efek

menurunkan kadar gula darah dalam tubuh sesudah

makan.

(4) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)

Obat golongan penghambat DPP-IV berfungsi untuk

menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1

(Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang

tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk

meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi

glukagon sesuai kadar glukosa darah (glucose dependent)

(5) Kombinasi Obat Oral dan Suntikan Insulin

Kombinasi obat hiperglikemia oral dan insulin yang

banyak dipergunakan adalah kombinasi obat anti

hiperglikemia oral dan insulin basal (insulin kerja

mencegah atau insulin kerja panjang), yang diberikan

pada malam hari menjelang tidur. Terapi tersebut

biasanya dapat mengendalikan kadar glukosa darah

dengan baik jika dosis insulin kecil atau cukup. Dosis

awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang

diberikan sekitar jam 22:00, kemudian dilakukan evaluasi

dosis tersebut dengan melihat nilai kadar glukosa darah


puasa keesokan harinya. Ketika kadar glukosa darah

sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun sudah

mendapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi

kombinasi insulin basal dan prandial, serta pemberian

obat anti hiperglikemia oral diberikan (Perkeni, 2015)

2) Terapi Non Farmakologi

Penatalaksanaan diabetes melitus secara non farmakologi

menurut (PERKENI 2021) sebagai berikut:

a) Terapi Nutrisi Medis (TNM)

Penyandang diabetes melitus perlu diberikan penekanan

mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan

jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang

menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin atau

terapi insulin itu sendiri, komposisi makanan yang dianjurkan

terdiri dari:

(1) Karbohidrat

Jumlah yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan

energi. Terutama karbohidrat yang berserat tinggi,

pembatasan karbohidrat <130 gr/hari tidak dianjurkan

makan tiga kali sehari dengan selingan buah dan

makanan lain sesuai dengan perhitungan kebutuhan

kalori.
(2) Lemak

Terutama lemak jenuh dan lemak trans dan susu full

cream. Jumlah yang dikosumsi harus dibatasi.

(3) Protein

Pasien dengan nefropati diabetik perlu penurunan asupan

protein menjadi 0,8 gr/kg BB per hari atau 10% dari

kebutuhan energi. Kecuali pada penderita diabetes

melitus yang sudah menjalani hemodialysis asupan

protein menjadi 1-1,2 gr/kg BB perhari.

(4) Serat

Kosumsi yang dianjurkan adalah 20-35 gram/hari yang

dapat berasal dari kacang-kacangan, buah dan sayuran

serta sumber karbohidrat yang tinggi serat.

(5) Pemberian alternatif

Aman digunakan oleh penderita diabetes selama tidak

melebihi batas aman. Pemanis alternative berkalori

seperti glukosa dan fruktosa perlu berkalori sebagai

bagian dari kebutuhan kalori. Fruktosa tidak aman

digunakan karena dapat meningkatkan kadar LDL,

namun fruktosa alami yang terkandung dalam buah dan

sayuran tidak perlu dihindari.


b) Latihan Fisik

Latihan fisik teratur bersifat aerobik pada penderita

diabetes dapat memperbaiki sensitivitas insulin dan

menurunkan risiko kardiovaskular. Jalan kaki, bersepeda

santai, jogging, dan berenang merupakan latihan yang

bersifat aerobik. Frekuensi latihan dilakukan minimal 3-4

kali per minggu Latihan fisik teratur dapat menurunkan

kadar HbA1c glukosa yang tersimpan akan berkurang. Pada

saat itu untuk mengisi kekurangan tersebut otot mengambil

glukosa di dalam darah sehingga glukosa di dalam darah

menurun yang mana hal tersebut dapat meningkatkan

kontrol gula darah (Audina et al., 2018).

Aktivitas fisik juga dapat memperbaiki sensitifitas

insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.

Aktivitas fisik secara langsung dapat menyebabkan

terjadinya peningkatan pemakaian glukosa oleh otot yang

aktif sehingga lebih banyak tersedia reseptor insulin menjadi

lebih aktif yang akan berpengaruh pada penurunan kadar

glukosa darah pada penderita Diabetes Melitus tipe 2

(Listiana et al., 2015)

Aktivitas fisik dalam intensitas berat terjadi

peningkatan produksi glukosa 3-4 kali lebih banyak dari

biasanya bersamaan dengan itu terjadi peningkatan glukogen

yang menyebabkan hiperglikemia pada penderita Diabetes


Melitus Tipe 2. Pasien dengan kategori aktivitas fisik sedang

menunjukkan bahwa aktivitas fisik dapat mengontrol gula

darah. Gula darah akan diubah menjadi energi pada saat

aktivitas fisik. Aktivitas fisik akan mengakibatkan insulin

semakin meningkat sehingga kadar gula darah akan

berkurang. Pada orang yang jarang melakukan aktivitas fisik,

zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar tetapi

ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Jika insulin

tidak mencukupi untuk mengubah gula darah menjadi energi

maka menyebabkan meningkatnya kadar Gula Darah

(Listiana et al., 2015). Salah satu aktivitas fisik yang dapat

dilakukan adalah Buerger Allen dan Heel Raises Exercise.

i. Upaya Pencegahan Diabetes Melitus

Menurut (PERKENI 2021) pencegahan diabates melitus

tipe 2 terbagi menjadi tiga tahap yaitu, pencegahan primer,

pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.

a) Pencegahan Primer Pencegahan primer merupakan upaya yang

ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor risiko, yaitu

kelompok yang belum terkena dibetes melitus namun

berpotensi untuk menderita diabetes melitus dan kelompok

yang memiliki intoleransi glukosa. Pada tahap pencegahan

secara primer kita dapat menurunkan faktor resiko yang dapat

dimodifikasi, yaitu berat badan lebih, kurangnya aktivitas fisik,


Hipertensi, dislipidemia, diet tidak sehat. Pencegahan primer

dilakukan dengan tindakan penyuluhan dan pengelolaan yang

ditujukan untuk kelompok masyarakat yang mempunyai risiko

tinggi dan intoleransi glukosa.

Materi penyuluhan meliputi program penurunan berat badan,

olahraga, menghentikan kebiasaan merokok, dan pemberian

obat pada kelompok dengan risiko tinggi.

b) Pencegahan sekunder Pencegahan sekunder adalah upaya

mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada pasien

yang telah terdiagnosis diabetes melitus. Tindakan pencegahan

sekunder dilakukan dengan pengendalian kadar glukosa sesuai

target terapi serta pengendalian faktor risiko penyulit yang lain

dengan pemberian pengobatan yang optimal.

Melakukan deteksi dini adanya penyulit merupakan bagian

dari pencegahan sekunder. Tindakan ini dilakukan sejak awal

pengelolaan penyakit diabetes melitus. Program penyuluhan

memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan

pasien dalam menjalani program pengobatan sehingga

mencapai target terapi yang diharapkan. Penyuluhan dilakukan

sejak pertemuan pertama dan perlu selalu diulang pada

pertemuan berikutnya.
c) Pencegahan tersier Pencegahan tersier ditujukan pada

kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami penyulit

dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut serta

meningkatkan kualitas hidup. Upaya rehabilitasi pada pasien

dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap. Pada

upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada

pasien dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya

rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas

hidup yang optimal.

Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan

komprehensif dan terintegrasi antar disiplin yang terkait,

terutama di rumah sakit rujukan. Kerjasama yang baik antara

para ahli diberbagai disiplin (jantung, ginjal, mata, saraf, bedah

ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi,

podiatris, dan lain-lain.) sangat diperlukan dalam menunjang

keberhasilan pencegahan tersier.

j. Pengendalian Diabetes Melitus

1) Pengendalian DM

Kriteria Pengendalian Diabetes Melitus Kriteria

pengendalian didasarkan pada hasil pemeriksaan kadar

glukosa, kadar HbA1c, dan profil lipid. Definisi diabetes

melitus yang terkendali baik adalah apabila kadar glukosa

darah, kadar lipid, dan HbA1c mencapai kadar yang


diharapkan, serta status gizi maupun tekanan darah sesuai

target yang ditentukan. Kriteria keberhasilan pengendalian

diabetes melitus dapat dilihat pada

Tabel berikut.

Tabel 2.1 Sasaran Pengendalian Diabates melitus

Parameter sasaran
IMT ( kg/m ) 18,5<22,9
Tekanan darah sitolik ( mmHg) < 140
Tekanan darah diastolik ( mmHg) < 90
Glukosa darah preprandial kapiler ( mg/dl ) 80-130
Glukosa darah 1-2 jam PP kapiler ( mg/dl ) <180
HbA1c ( %) <7
Kolestrol LDL ( mg/dl ) < 100 ( < 70 bila risiko KV
sangat tinggi )
Kolestrol HDL ( mg/dl ) Laki-laki : > 40, , perempuan : >
50
Trigeserida ( mg/ dl ) < 150
( sumber : PERKENI 2021 )

k. Faktor-faktor yang mempengaruhi Diabetes Melitus tipe 2

menurut ( Perkeni 2021 )

1) Usia

Di negara berkembang penderita Diabetes Melitus

berumur antara 45-64 tahun dimana usia tergolong masih

sangat produktif. Umur merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi kesehatan. Menjelaskan bahwa makin tua umur

seseorang maka proses perkembangannya mental bertambah

baik, akan tetapi pada umur tertentu bertambahnya proses

perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur

belasan tahun (Maya dan Santos 2018).


2) Riwayat keluarga dengan Diabetes melitus (anak penyandang

diabetes melitus )

Menurut (Maya dan Santos 2018), riwayat keluarga atau

faktor keturunan merupakan unit informasi pembawa sifat yang

berada di dalam kromosom sehingga mempengaruhi perilaku.

repository.unimus.ac.id 9 Adanya kemiripan tentang penyakit

diabetes melitus yang di derita keluarga dan kecenderungan

pertimbangan dalam pengambilan keputusan adalah contoh

pengaruh genetik.

Responden yang memiliki keluarga dengan diabetes melitus

harus waspada. Resiko menderita diabetes melitus bila salah

satu orang tuanya menderita diabetes melitus adalah sebesar

15%. Jika kedua orang-tuanya memiliki diabetes melitus adalah

75%.

3) Riwayat melahirkan bayi dengan berat lahir bayi > 4000 gram

atau pernah menderita diabetes melitus saat hamil (diabetes

melitus Gestasional) Pengaruh tidak langsung dimana pengaruh

emosi dianggap penting karena dapat mempengaruhi hasil

pemeriksaan dan pengobatan. Aturan diit, pengobatan dan

pemeriksaan sehingga sulit dalam mengontrol kadar gula

darahnya dapat memengaruhi emosi penderita.


2. Konsep Senam Kaki

a. Definis

Senam kaki adalah kegiatan atau latihan yang dilakukan oleh

pasien Diabetes Mellitus untuk mencegah terjadinya luka dan

membantu melancarkan peredaran darah bagian kaki. Senam kaki

dapat membantu memperbaiki sirkulasi darah dan memperkuat otot-

otot kecil kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki. Selain

itu dapat meningkatkan kekuatan otot betis, otot paha, dan juga

mengatasi keterbatasan pergerakan sendi (Sanjaya et al., 2019).

Latihan fisik merupakan salah satu dari prinsip

penatalaksanaaan penyakit DM.Latihan fisik setiap hari secara teratur

(3-4 kali seminggu selama 30 menit) merupakan salah satu pilar dalam

pengelolaan DM.Latihan fisik yang dimaksud adalah berjalan,

bersepeda santai, jogging, senam dan berenang. Latihan fisik ini

sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani,

salah satu jenis latihan fisik bagi penderita DM adalah senam kaki

(Perkeni, 2011)

b. Manfaat

Manfaat Latihan kaki dapat meningkatkan sirkulasi darah,

mengembangkan otot kaki, dan menghindari kelainan kaki. Mereka

dapat membantu meningkatkan kekuatan otot betis dan paha serta

mengatasi batas mobilitas sendi. Senam kaki dapat memperbaiki

sirkulasi darah dan memperkuat otot-otot kecil kaki serta mencegah

terjadinya kelainan bentuk kaki, selain itu senam kaki juga dapat
meningkatkan kekuatan pada otot betis, otot paha dan juga mengatasi

keterbatasan dalam pergerakan sendi (Sanjaya et al., 2019).

c. Tujuan

1) Meningkatkan aliran darah

2) Memperkuat otot

3) Mencegah malformasi kaki

4) Meningkatkan kekuatan otot

5) Mengatasi keterbatasan gerak

6) Mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki

7) Meningkatkan kekuatan otot betis dan paha

8) Mengatasi keterbatasan gerak

9) Menjaga terjadinya luka (Trijayanti, 2019)

d. Sirkuasi darah pada pasien DM

Sirkulasi darah adalah aliran darah yang dipompakan jantung

ke pembuluh darah dan dialirkan oleh arteri keseluruh organ–organ

tubuh salah satunya pada organ kaki. Gangguan atau kelainan pada

kaki penderita DM adalah adanya suatu kelainan pada saraf, kelainan

pembuluh darah dan adanya infeksi. Dari ketiga hal tersebut, yang

paling berperan adalah kelainan saraf, sedangkan kelainan pembuluh

darah lebih berperan nyata pada penyembuhan luka (Brunner &

Suddarth, 2018).
Keadaan kelainan saraf dapat mengenai saraf sensorik, saraf

motorik, dan saraf otonom. Selain itu, terjadi perubahan daya

membesar-mengecil pembuluh darah didaerah tungkai bawah,

akibatnya sendi menjadi kaku. Keadaan lebih lanjut menyebabkan

kelainan bentuk kaki, yang menyebabkan perubahan daerah tekanan

kaki yang baru dan beresiko terjadinya luka. Kelainan pembuluh darah

berakibat tersumbatnya pembuluh darah sehingga menghambat aliran

darah, mengganggu suplai oksigen, bahan makanan maupun obat

antibiotika yang dapat mengganggu proses penyembuhan luka. Bila

pengobatan infeksi ini tidak sempurna maka dapat menyebabkan

pembusukan (ganggren). Ganggren yang luas dapat pula terjadi akibat

sumbatan pembuluh darah (Brunner & Suddarth, 2018).

e. Cara Senam Kaki

1) Pemanasan

a) Berdiri ditempat, angkat kedua tangan ke atas seluruh

bahu, kedua tangan bertautan, lakukan bergantian

dengan posisi tangan di depan tubuh.

b) Berdiri ditempat angkat kedua tangan ke depan tubuh

sehingga lurus bahu, kemudian gerakan kedua jari

seperti hendak meremas, lalu buka lebar. bergantian

namun tangan diangkat ke kanan kiri tubuh hingga

lurus bahu (Julianwar, 2018).


2) Latihan Inti

a) Perawat mencuci tangan

b) Jika dilakukan dalam posisi duduk maka posisikan pasien

duduk tegak di atas bangku dengan kaki menyentuh lantai.

Gambar 2. 1 Gambar posisi senam kaki

c) Letakkan tumit di lantai, luruskan dan tekuk jari kaki 10 kali.

Gambar 2. 2 Gerakan latihan senam kaki ke-1

d) Salah satu tumit diletakkan dilantai, angkat telapak kaki

ke atas dan kaki lainnya, jari-jari kaki diletakkan di

lantai dengan tumit kaki diangkatkan ke atas.

Dilakukan bersamaan pada kaki kiri dan kanan secara

bergantian dan diulangi sebanyak 10 kali.


Gambar 2. 3 Gerakan latihan senam kaki ke-2

e) Meletakkan tumit kaki di lantai. Bagian ujung kaki

diangkat ke atas dan lakukan gerakan memutar dengan

pergerakkan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.

Gambar 2. 4 Gambar latihan senam kaki ke-3

f) Meletakkan jari-jari kaki dilantai. Tumit diangkat dan

lakukan gerakan memutar dengan pergerakkan pada

pergelangan kaki sebanyak 10 kali.

Gambar 2. 5 Gambar latihan senam kaki ke-4


g) Luruskan satu lutut. Kiri dan kanan, jari ke depan, lalu ke

belakang 10x.

h) Luruskan satu kaki di lantai, angkat, dan gerakkan jari kaki ke

arah wajah; ulangi dengan kiri dan kanan.

i) Luruskan kaki Anda. Langkah h 10x.

j) Luruskan kedua kaki dan tahan. Regangkan pergelangan kaki.

k) Luruskan dan angkat satu kaki 10 kali, putar pergelangan kaki.

Ini seperti tidur.

Gambar 2. 6 Gambar latihan senam kaki ke-9

l) Dengan menggunakan kedua kaki, buat bola koran di lantai.

Bola yang dibangun kemudian dibuka seperti sebelumnya.

m) Kemudian sobek koran menjadi dua dan pisahkan kedua

lembar kertas tersebut.

n) Satu robekan dipecah menjadi potongan-potongan kecil dengan

kedua kaki.

o) Potongan-potongan tersebut digerakkan bersama-sama dengan


kedua kaki, kemudian potongan-potongan tersebut diletakkan

pada bagian kertas yang masih utuh.

p) Bungkus semuanya dalam bentuk bola dengan kedua kaki.

Gambar 2. 7 Gambar latihan senam kaki ke-10

3) Pendinginan

a) Kaki kanan menekuk, kaki kiri lurus. Tangan kiri lurus

kedepan selurus bahu, tangan kanan di tekuk ke dalam. lakukan

secara bergantian

b) Posisi kaki membentuk huruf V terbalik, kedua tangan

direntangkan ke atas membentuk huruf V (Julianwar, 2018).

d. Intervensi

Responden yang memenuhi syarat penelitian akan diperiksa

kadar gula darahnya sebelum melakukan senam kaki diabetik dengan

koran. Penelitian ini menggunakan koran untuk melakukan senam

kaki diabetik dua kali seminggu selama dua minggu. Pada hari ke-4,

gula darah responden diuji kembali untuk mengecek apakah sudah

berubah. Setiap 20-30 menit latihan berlangsung. Peneliti memimpin

intervensi pagi, dengan bantuan dari petugas kader lokal dan asisten

peneliti
3. Konsep Senam Pronalis

a. Definisi

Progra pengolahan penyakit kronis (PRONALIS) adalah suatu

pelayanan kesehatan yang melibatkan pasien, fasilitas kesehatan BPJS

kesehatan dengan pendekatan proatif dan pelaksanaan yang terintegrasi

dalam rangka mencapao pemeliharaan kesehatan pesertas BPJS yang

menderita penyakit kronis dengan tujuan meningkatnya kualitas hiudp

yang optimsl dan biaya yang efektif dan efesien. Penyakit yang

dikategorikan dalam PRONALIS yaitu hipertensi dan diabetes mellitus

(BPJS Kesehatan, 2014)

b. Tujuan
Mendorong peserta penyandang penyakit kronis mencapai

kualitas hidup optimal dengan indikator 75% peserta terdaftar yang

berkunjung ke Faskes Tingkat Pertama memiliki hasil “baik” pada

pemeriksaan spesifik terhadap penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi

sesuai panduan klinis terkait, sehingga dapat mencegah timbulnya

komplikasi penyakit (BPJS Kesehatan, 2014).

c. Sasaran

Seluruh Peserta BPJS Kesehatan penyandang penyakit kronis

(Diabetes Melitus Tipe 2 dan Hipertensi) (BPJS Kesehatan, 2014)

d. Bentuk Pelaksanaan

Aktifitas dalam PROLANIS meliputi aktifitas konsultasi

medis/edukasi, Home Visit, Reminder, aktifitas club dan pemantauan

status kesehatan (BPJS Kesehatan, 2014).


e. BPJS

a) Langkah Pelaksanaan

Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan PROLANIS menurut

BPJS Kesehatan (2014) adalah sebagai berikut:

1) Persiapan pelaksanaan PROLANIS

2) Melakukan identifikasi data peserta sasaran berdasarkan:

Melakukan identifikasi data peserta sasaran berdasarkan

(a) Hasil Skrining Riwayat Kesehatan dan atau

(b) Hasil Diagnosa DM dan HT (pada Faskes Tingkat Pertama

maupun RS)

3) Menentukan target sasaran

4) Melakukan pemetaan Faskes Dokter Keluarga/ Puskesmas

berdasarkan distribusi target sasaran peserta

5) Menyelenggarakan sosialisasi PROLANIS kepada Faskes

Pengelola

6) Melakukan pemetaan jejaring Faskes Pengelola (Apotek,

Laboratorium)

7) Permintaan pernyataan kesediaan jejaring Faskes untuk

melayani peserta PROLANIS

8) Melakukan sosialisasi PROLANIS kepada peserta (instansi,

pertemuan kelompok pasien kronis di RS, dan lain-lain)

9) Penawaran kesediaan terhadap peserta penyandang Diabetes

Melitus Tipe 2 dan Hipertensi untuk bergabung dalam

PROLANIS
10) Melakukan verifikasi terhadap kesesuaian data diagnosa

dengan form kesediaan yang diberikan oleh calon peserta

PROLANIS

11) Mendistribusikan buku pemantauan status kesehatan kepada

peserta terdaftar PROLANIS

12) Melakukan rekapitulasi data peserta terdaftar

13) Melakukan entri data peserta dan pemberian flag peserta

PROLANIS

14) Melakukan distribusi data peserta PROLANIS sesuai Faskes

Pengelola

15) Melakukan Monitoring aktifitas PROLANIS pada masing-

masing faskes pengelola: Menerima laporan aktifitas

PROLANIS dari Faskes Pengelola Menganalisa data

16) Menyusun umpan balik kinerja Faskes PROLANIS

17) Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/ Kantor

Pusat.

f. Aktifitas Pronalis

1) Konsultasi

Medis Peserta PROLANIS : jadwal konsultasi disepakati bersama

antara peserta dengan Faskes Pengelola

2) Edukasi Kelompok Peserta PROLANIS

a) Definisi : Edukasi Club Risti (Club PROLANIS) adalah

kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan dalam

upaya memulihkan penyakit dan mencegah timbulnya kembali


penyakit serta meningkatkan status kesehatan bagi peserta

PROLANIS

b) Sasaran

Terbentuknya kelompok peserta (Club) PROLANIS minimal 1

Faskes Pengelola 1 club. Pengelompokan diutamakan

berdasarkan kondisi kesehatan Peserta dan kebutuhan edukasi.

c) Langkah-langkah

(1) Mendorong Faskes Pengelola melakukan identifikasi

peserta terdaftar sesuai tingkat severitas penyakit DM Tipe

2 dan Hipertensi yang disandang

(2) Memfasilitasi koordinasi antara Faskes Pengelola dengan

Organisasi Profesi/Dokter Spesialis diwilayahnya

(3) Memfasilitasi penyusunan kepengurusan dalam club

Memfasilitasi penyusunan kriteria Duta PROLANIS yang

berasal dari peserta.

(4) Duta PROLANIS bertindak sebagai motivator dalam

kelompok PROLANIS (membantu Faskes Pengelola

melakukan proses edukasi bagi anggota Club)

(5) Memfasilitasi penyusunan jadwal dan rencana aktifitas club

minimal 3 bulan pertama

(6) Menyusun umpan balik kinerja Faskes PROLANIS

(7) Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/Kantor

Pusat dengan tembusan kepada Organisasi Profesi terkait

wilayahnya
g. Reminder melalui SMS Gateway

1) Definisi

Reminder adalah kegiatan untuk memotivasi peserta untuk

melakukan kunjungan rutin kepada faskes pengelola melalui

pengingatan jadwal konsultasi ke faskes pengelola tersebut

2) Sasaran

Tersampaikannya reminder jadwal konsultasi peserta ke

masing-masing Faskes Pengelola

3) Langkah – langkah:

a) Melakukan rekapitulasi nomor Handphone peserta

b) PROLANIS/Keluarga peserta per masing-masing faskes

c) pengelola Entri data nomor handphone kedalam aplikasi

SMS Gateway

d) Melakukan rekapitulasi data kunjungan per peserta per faskes

e) Pengelola Entri data jadwal kunjungan per peserta per faskes

pengelola

f) Melakukan monitoring aktifitas reminder (melakukan

g) rekapitulasi jumlah peserta yang telah mendapat reminder)

h) Melakukan analisa data berdasarkan jumlah peserta yang

i) mendapat reminder dengan jumlah kunjungan

j) Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/Kantor

Pusat
h. Home Visit

1) Definisi

Home Visit adalah kegiatan pelayanan kunjungan ke rumah

Peserta PROLANIS untuk pemberian informasi/edukasi kesehatan

diri dan lingkungan bagi peserta PROLANIS dan keluarga

2) Sasaran: Peserta PROLANIS dengan kriteria :

a) Peserta baru terdaftar

b) Peserta tidak hadir terapi di Dokter Praktek

Perorangan/Klinik/Puskesmas 3 bulan berturut-turut Peserta

dengan GDP/GDPP di bawah standar 3 bulan berturut-turut

bagi Peserta Penderita Diabetes Mellitus (PPDM)

c) Peserta dengan Tekanan Darah tidak terkontrol 3 bulan

berturut-turut bagi Peserta Penderita Hipertensi (PPHT)

d) Peserta pasca opname

3) Langkah – langkah:

a) Melakukan identifikasi sasaran peserta yang perlu dilakukan

Home Visit

b) Memfasilitasi Faskes Pengelola untuk menetapkan waktu

kunjungan

c) Apabila diperlukan, dilakukan pendampingan pelaksanaan

Home Visit
d) Melakukan administrasi Home Visit kepada Faskes Pengelola

dengan berkas sebagai berikut: Formulir Home Visit yang

mendapat tanda tangan Peserta/Keluarga peserta yang

dikunjungi Lembar tindak lanjut dari Home Visit/lembar

anjuran Faskes penengelolan.

B. Karangka Teoritik

Kerangka teori merupakan penjelasan tentang teori yang dijadikan

landasan dalam suatu penelitian, dapat berupa rangkuman dari berbagai

teori yang dijelaskan dalam tinjauan pustaka. Didalam kerangka teori

tergambar asumsi-asumsi teoritis yang digunakan untuk menjelaskan

fenomena (Dharma 2017).


Diabetes Melitus

Hiperglikemia

Penatalaksanaan Non Terapi Farmakologi


Farmakologi
 Antihipergglkemia
 Terapi Nutrsi medis  Penghambbat DPP IV
 Latihan fisik  Insulin
 Metformin
Senam hipertensi

Kepatuhan PROGRAM PRONALIS

 Senam
Meningkatkan sensifitas kaki
 BPJS
 Edukasi
 Konsultasi Medis
 Home visit
 Remider SMS Gateway
diteliti

Tidak diteliti
46

C. Karangka Konseptual Penelitian

Kerangka konseptual penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi

hubungan dan kaitan antara variabel yang satu dengan yang lainnya

(Notoatmodjo 2018). Pada konsep penelitian ini yang menjadi variabel

independen adalah senam kaki dan senam Pronlais dan variabel Dependen

adalah nilai peningkatan sensifitas kaki Adapun karangka konseptual

penelitian yang dilakukan adalah hubungan antara 2 variabel sebagai

berikut :

Variabel independen Variabel dependen

Senam kaki
Peningkatan sensifitas kaki

Senam pronalis

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan

penelitian. Biasanya hipotesis ini dirumuskan dalam bentuk hubungan

antara dua variabel, variabel bebas dan variabel terikat (Notoatmodjo

2018). Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah : “Ada Pengaruh

Senam Prolanis dan Senam Kaki Diabetik Terhadap Sensivitas Kaki pada

Penderita Diabetes Melitus di Puskesmas Raya Kecamatan Singkep Barat

Tahun 2022
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Menurut (Nursalam 2018) desain penelitian merupakan hasil akhir

dari seluruh proses penelitian atau suatu keputusan yang dibuat oleh

peneliti dengan kata lain penelitian tersebut bisa diterapkan. Jenis

penelitian ini menggunakan deskriptif kuantitatif dengan desain study

komperasi Pre-test and Post-test two groups design. Model rancangan ini

adalah dengan melakukan observasi sebanyak dua kali yaitu sebelum

experimental dan sesudah experimental. Observasi yang dilakukan

sebelum experimental (O1) disebut pre-test, dan observasi sesudah

eksperimen (O2) disebut post-test. Pola rancangan Pre-test and Post-test

Group akan digambarkan pada gambar 3.1 di bawah ini.

R1 : O1 X1 O2

Gambar 3.1
Pola Rancangan Pre and Post-Test Group
(Kelana, 2015).
Keterangan:
R1 : Responden Penelitian semua mendapat perlakuan/intervensi
O1 : Pre-test pada kelompok perlakuan
X1 : Uji coba/intervensi pada kelompok perlakuan sesuai protokol.
O2 : Post-test setelah perlakuan
B. Waktu Dan Tempat penelitian

1. Waktu penelitian

Penelitian ini terdiri dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan,

dan tahap penyusunan laporan. Tahap persiapan dilakukan pada bulan

November 2022 - Januari 2023 Selama tahap ini penulis melakukan

pengajuan judul, pengurusan surat izin pengambilan data, studi

pendahuluan, studi kepustakaan, penyusunan proposal, konsultasi

dengan pembimbing I dan pembimbing II sampai proposal penelitian

mendapatkan persetujuan dari pembimbing untuk ujian proposal

sidang proposal, dan revisi proposal.

Tahap pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Januari 2023.

Pada tahap kegiatan pelaksanaan adalah mengurus surat izin

penelitian , dan kontrak waktu akan dimulainya penelitian.

Tahap Penyusunan Laporan dilakukan pada bulan Februari

sampai dengan Maret 2023. Pada tahap ini membuat hasil, pengolahan

data, menyusun laporan hasil penelitian, konsultasi pembimbing I dan

pembimbing II. Sampai mendapat persetujuan pembimbing untuk ujian

Skripsi.

2. Tempat penelitian

Penelitian ini akan dilakukan UPTD Puskesmas Raya Kecamatan

Singkep Barat
C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah target unit dimana suatu hasil penelitian akan

diterapkan (digeneralisir). Idealnya penelitian dilakukan pada

populasi, karena dapat melihat gambaran seluruh populasi sebagai unit

dimana hasil penelitian akan diterapkan (Notoatmodjo 2018). Populasi

pasien Diabetes Melitus 3 bulan terakhir di RSUD Dabo berjumlah

201 pasien.

2. Sampel

a. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling. Syarat–

syarat sampel pada dasarnya harus dipenuhi saat menetapkan

sampel yaitu representative (mewakili) dan sampel harus cukup

banyak (Nursalam 2018). Sampel adalah objek yang diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo 2018).

Sampel dalam penelitian ini adalah penderita diabetes

melitus degan Teknik pengambilan sampling menggunakan

Purposive Sampling. Purposive Sampling merupakan suatu teknik

penetapan sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi

sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (Nursalam, 2018).

Asumsi sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Besar populasi < 1000, maka menggunakan rumus:


n= N

1+ N ( d2)

Keterangan :

n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

d = Tingkat signifikansi (p)

maka sampel dalam Penelitian ini adalah sebagai berikut

n = 201

1 + 201 (0,05 )

= 201

11,05

= 18,19,00 dibulat menjadi 19 Responden

b. Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan suatu proses seleksi sampel

yang digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga

jumlah sampel akan mewakili keseluruhan populasi yang ada

(Notoatmodjo 2018). Pada penelitian ini, pengambilan sampel

dilakukan dengan menggunakan metode Teknik pengambilan

sampel menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik

penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai

sampel. Pada penelitian ini, penulis menetapkan sampel dari

jumlah populasi sampel yang di ambil harus memenuhi kriteria

sebagai berikut Kriteria Inklusi.


1) Kriteria Inklusi

adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap

anggota populasi yang dapat diambil sampel (Notoatmodjo

2018).

a) Pasien dengan penyakit Diabetes Melitus

b) Pasien yang bersedia dan kooperatif

c) Pasien dengan umur 20-79 tahun menurut Kemenkes (2019)

d) Ikut serta dalam penelitian

2) Kriteria Eklusi

Kriteria Eklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak

dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo 2018).

a) Pasien yang tidak bersedia menjadi responden

b) Pasien yang mempunyai Komplikasi fisik

3) Kriteria Drop Out

a) Tidak bersedia mengikuti intervensi hingga akhir

b) Keluar di pertengahan waktu penelitian

D. Variabel penelitian dan Definisi Operasional

1. Variable penelitian

a. Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau

nilainya menetukan variabel lain (Nursalam 2018). Variabel

independen dalam penelitian senam kaki dan senam pronalis

b. Variabel Dependen adalah variabel yang diamati dan diukur untuk

menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel


bebas (Nursalam 2018). Variabel dependen dalam penelitian ini

adalah peningkatan sensivitas kaki

2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi variabel-variabel yang akan

diteliti secara operasional di lapangan (Notoatmodjo 2018). Adapun

variabel dalam penelitian ini dijelaskan pada definisi operasional

adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2 Definisi Oprasional


Pengaruh Senam Prolanis dan Senam Kaki Diabetik Terhadap Sensivitas Kaki
pada Penderita Diabetes Melitus di Puskesmas Raya Kecamatan Singkep Barat
Tahun 2022
No Variabel Definisi Alat ukur Cara latihannya Hasil Ukur
Operasional

1 Senam kaki Senam kaki SOP 1. dilakukan


merupakan Pemanasan 2. tidak dilakukan
aktifitas fisik yang
dilakuakn dengan latihan inti
metode gerakan
yang disesuaikan pendinginan
dengan kondisi dan
situasi dengan fase
latihan selama 2
minggu 6 kali
selama 30 menit
1. dilakukan
2 PRONALIS Sistem pelayana kuesioner Senam 2. tidak dilakukan
kesehatan dalam
penaganan
penyakit kronis

1. positif
3 Sensifitas Sensivitas kaki Monofilament - 2. negative In
kaki merupakan suaru Test
rangsagan atau
kepekaan yang
dirasakan oleh kaki
E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek

dan proses pengumpulan subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian

(Nursalam 2018). Adapun rangkaian kegiatan selama penelitian ini adalah:

1. Mengajukan surat pengambilan data dari ketua stikes Hang Tuah

Tanjungpinang.

2. Surat pengambilan data diberikan kepada kepala Puskesmas di UPTD

Puskesmas Raya

3. Mengambil data angka kejadian Pasien Diabetes Melitus Tipe

4. Meminta izin dengan kepala Puskesmas dengan tujuan untuk memberi

tahu bahwa akan dilakukan penelitian Pengaruh Senam Prolanis dan

Senam Kaki Diabetik Terhadap Sensivitas Kaki pada Penderita

Diabetes Melitus

5. Memberikan inform consent kepada pasien, kemudian memberikan

salam terapeutik kepada pasien dan menjelaskan maksud dan tujuan

yang akan dilakukan penelitian

6. Menjelaskan kepada pasien tujuan dan manfaat Pengaruh Senam

Prolanis dan Senam Kaki Diabetik Terhadap Sensivitas Kaki pada

Penderita Diabetes Melitus

7. Melakukan observasi pre test sebelum dilakukan senam kaki dan

senam pronnalis

8. Melakukan observasi post test setela dilakukan senam kaki dan senam

pronalis .
9. Menganalisa hasil penelitian Senam Kaki Diabetik Terhadap

Sensivitas Kaki pada Penderita Diabetes Melitus di Puskesmas Raya

Kecamatan Singkep Barat Tahun 2022

10. Mendokumentasikan hasil sebelum dilakukan latihan Pengaruh Senam

Prolanis dan Senam Kaki Diabetik Terhadap Sensivitas Kaki pada

Penderita Diabetes

F. Alat Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan lembaran penelitian sebagai alat

pengumpulan data untuk mengumpulkan data tentang:

1. Demografi Responden

Demografi Responden meliputi usia, pekerjaan , pendidikan

jenis kelamin, riwayat Diabetes Melitus

2. Senam kaki kursi dan Koran

3. Monofilament test yang dilakuakn untuk melakukan sensivitas kaki

G. Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas

Validitas adalah syarat mutlak bagi suatu alat ukur dapat

dipergunakan dalam suatu pengukuran. Suatu penelitian meskipun

didesain dengan tepat, namun tidak akan memperoleh hasil penelitian

akurat mengunakan alat ukur yang tidak valid (Notoatmodjo 2018).

Alat ukur dalam penelitian ini adalah mengunakan monofilament test

2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana alat

mengukur dapat dipercayai atau dapat diandal. Uji relibilitas adalah uji

yang dilakukan untuk mengetahui sebuah intrumen yang digunakan

telah reliable (Notoatmodjo 2018).

Dalam penelitian ini tidak digunakan Uji Reliabilitas karena

sudah konsisten keakuratan dan ketetapan dari suatu alat ukur dalam

prosedur pengukuran.

H. Teknik Analisa Data

1. Prosedur Pengolahan Data

Setelah mengumpulkan data, maka dilakukan pengolahan data

dengan komputerisasi dengan langkah-langkah pengolahan data antara

lain:

a. Editing

Editing adalah data yang terkumpul, baik data kuantitatif

maupun data kualitatif. Secara umum editing merupakan kegiatan

untuk pengecekan dan perbaikan lembar observasi. Setelah peneliti

pre test dan post test responden dan mencatatanya selanjutnya

peneliti mengecek kembali jika masih ada kolom yang belum terisi

oleh peneliti.

b. Coding

Setelah lembar observasi diedit atau disunting, selanjutnya

dilakukan coding, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau

huruf menjadi data angka atau bilangan. Peneliti memberikan kode


1) Usia

a) Usia 20-79 tahun diberi kode = 1

b) Usia ≥ 79 tahun diberi kode = 2

Sumber : (Kementerian Kesehatan RI. 2020)

2) Pekerjaan

a) PNS (Pegawai Negeri Sipil) + TNI + Polri diberi kode = 1

b) Ibu Rumah Tangga diberi kode = 2

c) Swasta diberi kode = 3

d) Nelayan diberi kode = 4

3) Pendidikan

a) SD diberi kode = 1

b) SLTP diberi kode = 2

c) SLTA diberi kode = 3

d) PT (Perguruan Tinggi) diberi kode = 4

4) Jenis Kelamin

a) Laki-Laki diberi kode = 1

b) Perempuan diberi kode = 2

c. Entery Data

Proses peneliti memasukkan hasil pre test dan post test

respon ke dalam master tabel pada program komputer. Program


yang paling sering digunakan untuk “entery data” penelitian

berupa paket program lunak komputer.

d. Scoring

Data yang diolah telah dimasukkan Ke SPSS di uji

univariat kemudian uji normalitas dan uji bivariat dan diberikan

penilaian angka masing-masing data tersebut dapat dianalisa sesuai

tujuan dalam penelitian. Penilaian yang diberikan pada data SPSS

jika nilai normalitas  0,05 maka data berdistribusi tidak normal,

jika data  0,05 maka data berdistribusi normal sehingga peneliti

melanjutkan uji statistik yang sesuai dengan uji normalitas.

e. Cleaning

Semua data yang telah dilakukan penulis selesai

dimasukkan perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan

adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidak lengkapan dan

sebagainya. Kemudian, dilakukan pembentulan. Proses ini disebut

pembersihan data (cleaning). Penulis mengoreksi uji univariate, uji

bivariat dan uji normalitas. Kemudian penulis memasukan data

SPSS dan dilanjutkan pengolahan data. Penulis memasukan uji

SPSS yang sudah diolah ke bab IV dan melakuan pengecekan

kembali,

2. Analisa Data

Analisa data dalam penelitian ini menggunakan komputerisasi /

perangkat lunak.
a. Uji Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Pada

umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi

frekuensi dan persentase dari setiap variabel (Notoatmodjo 2018).

Pada penelitian ini analisis data univariat dilakukan untuk

mendeskirpsikan karateristik responden : Usia , pekerjaan,

pendidikan ,jenis kelamin

b. Uji Bivariat

Analisa Bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap

dua variable yang diduga berhubungan atau berkolerasi

(Notoatmodjo, 2018). Analisa bivariat yang dilakukan untuk

melihat Pengaruh Senam Prolanis dan Senam Kaki Diabetik

Terhadap Sensivitas Kaki pada Penderita Diabetes Melitus

Uji statistik yang digunakan uji paired T-test pada kelompok yang

sama (Pre post tes). Dan uji independent t tes pada kelompok yang

tidak sama didapatkan :

1) Bila nilai p value ≤ 0,046 kurang dari a = 0,05 diterima,

menunjukkan ada Pengaruh Senam Prolanis dan Senam Kaki

Diabetik Terhadap Sensivitas Kaki pada Penderita Diabetes

Melitus di Puskesmas Raya Kecamatan Singkep Barat Tahun

2022.

2) Bila nilai p value > 0,046 lebih dari a = 0,05 di tolak,

menunjukkan tidak ada Pengaruh Senam Prolanis dan Senam


Kaki Diabetik Terhadap Sensivitas Kaki pada Penderita

Diabetes Melitus di Puskesmas Raya Kecamatan Singkep Barat

Tahun 2022.

I. Pertimbangan Etik

Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang

sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan

berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus

diperhatikan (Hidayat, 2009).. Pertimbangan etik terkait penelitian ini

dilakukan melalui perizinan dari Komite Etik Stikes Hang Tuah

Tanjungpinang. Ketiga prinsip tersebut adalah: Masalah etika penelitian

keperawatan merupakan masalah yang sangat penting, mengingat

penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia. Penelitian

ini menekankan pada masalah etika yang meliputi informed consent,

anonymity, confidentiality, dan justice (Nursalam 2018).

1) Informed Consent

Informed Consent adalah lembar persetujuan yang diberikan

kepada subjek penelitian. Penulis menjelaskan manfaat, tujuan,

prosedur, dan dampak dari penelitian yang akan dilakukan. Setelah

dijelaskan, lembar informed consent diberikan ke subjek penelitian,

jika setuju maka informed concent harus ditandatangani oleh subjek

penelitian

2) Anonimity
Anonimity adalah tindakan menjaga kerahasiaan subjek penelitian

dengan tidak mencantumkan nama pada informed consent dan

kuesioner, cukup dengan inisial dan memberi nomor atau kode pada

masing-masing lembar tersebut.

3) Confidentiality

Confidentiality adalah menjaga semua kerahasiaan semua

informasi yang didapat dari subjek penelitian. Beberapa kelompok data

yang diperlukan akan dilaporkan dalam hasil penelitian. Data yang

dilaporkan berupa data yang menunjang hasil penelitian. Selain itu,

semua data dan informasi yang telah terkumpul dijamin kerahasiaanya

oleh peneliti

4) Justice

Justice adalah keadilan, peneliti akan memperlakukan semua

responden dengan baik dan adil, semua responden akan mendapatkan

perlakuan yang sama dari penelitian yang dilakukan penulis.

Anda mungkin juga menyukai