Anda di halaman 1dari 45

PENGARUH SENAM KAKI TERHADAP PENURUNAN SKOR RESIKO

NEUROPATI DAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DM TIPE 2


DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KARANG ANYAR
KECAMATAN SELAGAI LINGGA KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

PROPOSAL PENELITIAN

OLEH
ELLA HERLINA LINGGA
NPM : 220101010P

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU
TAHUN 2023
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Proposal :

PENGARUH SENAM KAKI TERHADAPPENURUNAN SKOR RESIKO

NEUROPATI DAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DM TIPE 2 DI

WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KARANG ANYAR

KECAMATAN SELAGAI LINGGA KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

Nama : ELLA HERLINA LINGGA

NPM : 220101010P

Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing untuk seminar proposal.

Pringsewu, 2023

Pembimbing

GIRI SUSANTO, S.Kep.,Ners.,M.Kep


NIDN.

ii
MOTTO

To get a success, your courage must be greater than your fear, and

start all activities with Basmallah.

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat, Hidayah dan
Karunia-Nya, sehingga penyusunan proposal penelitian yang berjudul Pengaruh
Senam Kaki Terhadap Penurunan Skor Resiko Neuropati dan Kadar Gula
Darah pada Pasien DM Tipe 2 di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Karang
Anyar Kecamatan Selagai Lingga Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2023,
dapat saya selesaikan. Penyelesaian Proposal Penelitian ini juga berkat dorongan
dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini perkenankan penulis
menghaturkan rasa terimakasih kepada bapak/ibu yang terhormat:
1. Sukarni, SST.,M.Kes. selaku Ketua Yayasan Aisyah Pringsewu
2. Wisnu Probo Wijayanto,S.Kep.,Ners.,MAN. selaku rektor Universitas Aisyah
Pringsewu
3. Ikhwan Amirudin, S.Kep.,Ners.,M.Kep. selaku dekan akultas kesehatan
Universitas Aisyah Pringsewu
4. Rini Palupi,S.Kep.,Ners.,M.Kep selaku Ketua Program Studi S1 Keperawatan
5. Giri Susanto, S.Kep.,Ners.,M.Kep. selaku pembimbing utama dan
pendamping yang telah banyak membantu penyelesaian penulisan proposal
penelitian ini
6. Ikhlas, SKM. Selaku Kepala UPTD Puskesmas Karang Anyar, atas bantuan
dan dukungannya dalam penyusunan proposal penelitian ini.
Semoga Allah SWT berkenan membalas kebaikan serta bantuan yang telah
diberikan dan semoga proposal ini dapat dijadikan pedoman untuk melakukan
penelitian.
Penulis menyadari dalam penulisan proposal ini masih banyak kekurangan, untuk
itu penulis mengharapkan masukan serta saran yang membangun guna perbaikan
selanjutnya. Semoga Allah SWT senantiasa melindungi kita semua. Amin.

Pringsewu, 2023
Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i


LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................ ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
2.1 Rumusan masalah ......................................................................... 4
3.1 Tujuan Penelitian .......................................................................... 5
3.1.1 Tujuan Umum ...................................................................... 5
3.1.2 Tujuan Khusus ..................................................................... 5
4.1 Manfaat Penelitian ........................................................................ 5
4.1.1 Manfaat Teoritis .................................................................. 5
4.1.2 Manfaat Taktis ..................................................................... 6
5.1 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................ 7

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang

memiliki karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena gangguan sekresi

insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (ADA, 2021). Diabetes sendiri

memiliki beberapa jenis diantara nya adalah DM type 1 dan DM type 2 ,

Diabetes melitus tipe 1 disebabkan karena reaksi autoimun yang menyebabkan

sistem kekebalan tubuh menyerang sel beta pada pankreas sehingga tidak bisa

memproduksi insulin sama sekali. Sedangkan diabetes melitus tipe 2 terjadi

karena akibat adanya resistensi insulin yang mana sel-sel dalam tubuh tidak

mampu merespon sepenuhnya insulin.

Data kejadian diabetes melitus menurut International Diabetes

Federation (IDF) (2021) menyebutkan bahwa mencatat 537 juta orang dewasa

(umur 20 - 79 tahun) atau 1 dari 10 orang hidup dengan diabetes di seluruh

dunia. Diabetes juga menyebabkan 6,7 juta kematian atau 1 tiap 5 detik.

Jumlah orang dengan diabetes melitus tipe 2 meningkat di setiap negara dan

80% dari penderita diabetes tinggal di negara berpenghasilan rendah dan

menengah (IDF,2021)

Di Indonesia menduduki peringkat keempat dari sepuluh besar negara di

dunia, kasus diabetes melitus tipe 2 dengan prevalensi 8,6% dari total

populasi, diperkirakan meningkat dari 8,4 juta jiwa pada tahun 2000 menjadi

sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2030. Prevalensi diabetes melitus yang

1
2

terdiagnosis pada tahun 2018, penderita terbesar berada pada kategori usia 55

sampai 64 tahun yaitu 6,3% dan 65 sampai 74 tahun yaitu 6,03% (Riskesdas,

2018), Sementara hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, Angka

kejadian DM Provinsi Lampung Tahun 2020 sebanyak 99.766 kasus atau

sebesar 1,37%,. (Profil Kesehatan Lampung, 2020).

Diabetes melitus kerap disebut sebagai silent kiler dan sering kali

menimbulkan berbagai dampak bagi penderitanya. Dampak dari diabetes

mellitus Type 2 dapat mengenai hampir seluruh organ tubuh dan dapat terjadi

secara akut maupun kronis (Rahayu,2018). Dampak DM Type 2 dapat terjadi

karena kadar gula darah tidak normal. Agar kadar gula darah tetap terkendali

dengan normal maka perlu dilakukan kontrol terhadap penyakit. Keberhasilan

proses kontrol terhadap Diabetes Mellitus Type 2 sangatlah ditentukan oleh

kepatuhan berobat yang tinggi, agar dapat mencegah segala dampak yang

ditimbulkan oleh penyakit Diabetes Mellitus ( Tombolon, 2015)

Meningkatnya kadar gula darah yang tidak stabil pada penderita DM

bisa menyebabkan penyakit diantaranya pada organ ginjal, system vaskular,

mata serta rusaknya pembuluh darah perifer tungkai atau kaki diabetek serta

neuropati diabetik (Nurbaeti,2020). Neuropati diabetik merupakan rusaknya

syaraf yang bisa memiliki sifat difus ataupun fokal sebab dari terpaparnya

hiperglikemi kronik, hal tersebub bisa mengakibatkan tertanggunya alur

poliol (glukosasorbitol fruktosa) hingga terjadinya fruktosa serta sorbitol

menimbun didalam sel syaraf. Tertimbunnya mengakibatkan oedema sel

syaraf dan menimbulkan stimulasi enzim yang bisa mengakibatkan kerusakan


3

sel syaraf baik melewati faktor neurovascular serta faktor metabolik

(Nurhaeti,2020). Masalah neurovaskular dapat mengakibatkan terganggunya

suplai darah serta O2 ke sel syaraf dan berdampak rusaknya sel syaraf. Sel

syaraf sensorik kaki yang rusak berefek kepada turunnya sensasi protektif.

Hilangnya sensari protektif mengakibatkan penderita DM lebih rentan terjadi

ulkus diabetik (Sanjaya et al.,2019).

Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan penyakit kronis yang serius

dimana terjadi peningkatan kadar gula darah melebihi batas normal karena

tubuh tidak dapat memproduksi insulin atau tidak efektif dalam menggunakan

insulin yang diproduksi oleh tubuh (W. Safitri & Putriningrum, 2019). Jika

peningkatan kadar gula darah tidak cepat diatasi, dapat menyebabkan banyak

masalah. Seperti komplikasi Diabetes Mellitus tipe 2 yang bersifat kronis dan

akut. Komplikasi kronis dibagi menjadi dua yaitu makrovaskular dan

mikrovaskular. Komplikasi makrovaskular seperti penyakit jantung, penyakit

serebrovaskular, dan penyakit pembuluh darah perifer. Sedangkan komplikasi

mikrovaskuler seperti retinopati, penyakit ginjal, dan neuropati (Mildawati et

al., 2019).

Upaya dalam mengurangi resiko komplikasi dari diabetes melitus

salah satu penatalaksanaannya dapat dilakukan dengan cara aktivitas jasmani

atau olah raga yang terukur, teratur, dan berkesinambungan. Frekuensi

olahraga yang dianjurkan adalah 3-4 kali perminggu, salah satu jenis olah

raga yang dianjurkan adalahsenam kaki (Banners,2012). Senam kaki

mencegah cedera dan meningkatkan sirkulasi darah pada pasien diabetes tipe
4

2 dan non-pasien. Perawat dapat membantu penderita Diabetes Mellitus

melakukan senam kaki sehingga dapat melakukannya secara mandiri. Latihan

kaki ini membantu meningkatkan sirkulasi darah, memperkuat otot kaki, dan

menggerakkan sendi kaki. Dengan demikian, diperkirakan menjaga kaki

penderita diabetes dapat meningkatkan kualitas hidupnya (Indarti & Palupi,

2018). Menurut penelitian (Indarti & Palupi, 2018) terdapat variasi kadar gula

darah sebelum dan sesudah intervensi senam kaki, dengan nilai rata-rata

182,80 mg/dl sebelum intervensi dan 143,13 mg/dl setelah intervensi, turun

sebesar 39,67 mg/dl. dl. Perubahan ini menunjukkan bahwa aktivitas kaki

mempengaruhi gula darah penderita diabetes. Senam kaki 30 menit dilakukan

3x/minggu selama 2 minggu (Taufik, 2020).

sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Suhertini

(2016) yang membuktikan bahwa senam kaki diabetik berpengaruh terhadap

penurunan skor neuropati pada pasien DM dengan nilai p value= 0.000 ,

α=0,05. Didukung oleh penelitian Rita (2019) yang membuktikan pengaruh

senam kaki diabetik terhadap penurunan skor neuropati dan kadar gula darah

dengan adanya penurunan yang signivikan pada skor neuropati dan kadar

gula darah dengan nilai p value=0,001. Kemudian penelitian yang dilakukan

oleh Febrina (2020) membuktikan adanya pengaruh senam kaki diabetik

terhadap penurunan neuropati pada pasien DM Tipe 2 dengan nilai p-value

0,001 (<0,005).

Puskesmas Anyar merupakan salah satu puskesmas yang terletak di

Kecamatan Selagai Lingga Kabupaten Lampung Tengah. Puskesmas Karang


5

Anyar memiliki 3 puskesmas pembantu dan juga menjalankan berbagai

program kesehatan,salah satunya adalah program PTM yang menaungi

masalah penyakit tidak menular seperti Diabetes Melitus. Berdasarkan data

yang didapatkan peneliti di UPTD Puskesmas Karang Anyar, angka kejadian

Diabetes Melitus pada tahun 2022 mencapai 692 kasus, data tersebut

menunjukan bahwa angka kejadian Diabetes Melitus yang cukup tinggi dan

menempati peringkat ke 2 dari 10 besar penyakit terbanyak di UPTD

Puskesmas Karang Anyar.

Pra survey yang dilakukan peneliti di UPTD Puskesmas Karang Anyar

Kecamatan Selagai Lingga melalui wawancara pada 20 penderita diabetes

melitus tipe 2, didapatkan hasil 5 orang diantaranya tidak pernah berolahraga,

4 orang tidak mengalami keluhan, 5 orang mengeluh sering haus, lapar,

frekuensi buang air kecil malam hari meningkat, dan kaki terasa kesemutan

saat cuaca dingin seperti dimalam atau pagi hari, 3 orang mengatakan tidak

rutin mengkonsumsi obat diabetes, 3 orang mengatakan telapak kaki sering

terasa nyeri dan keram saat malam hari.

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk meneliti

tentang “Pengaruh Senam Kaki Terhadap Penurunan Skor Resiko Neuropati

dan Kadar Gula Darah pada Pasien DM Tipe 2 di Wilayah Kerja UPTD

Puskesmas Karang Anyar Kecamatan Selagai Lingga Kabupaten Lampung

Tengah Tahun 2023”.

B. Rumusan Masalah
6

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti menyusun

rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu : “Apakah ada Pengaruh Senam

Kaki Terhadap Penurunan Skor Resiko Neuropati dan Kadar Gula Darah di

Wilayah Kerja Uptd Puskesmas Karang Anyar Tahun 2023”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui Pengaruh Senam Kaki

Terhadap Penurunan Skor Resiko Neuropati dan Kadar Gula Darah

pada Pasien DM Tipe 2 di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Karang

Anyar Kecamatan Selagai Lingga Kabupaten Lampung Tengah Tahun

2023.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui nilai rata-rata Skor Resiko Neuropati Sebelum

diberikan Senam Kaki pada Pasien DM Tipe 2 di Wilayah Kerja

UPTD Puskesmas Karang Anyar Kecamatan Selagai Lingga

Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2023.

b. Untuk mengetahui nilai rata-rata Penurunan Skor Resiko Neuropati

sesudah diberikan senam kaki pada Pasien DM Tipe 2 di Wilayah

Kerja UPTD Puskesmas Karang Anyar Kecamatan Selagai Lingga

Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2023

c. Untuk mengetahui nilai rata-rata Kadar Gula Darah Sebelum

diberikan Senam Kaki pada Pasien DM Tipe 2 di Wilayah Kerja


7

UPTD Puskesmas Karang Anyar Kecamatan Selagai Lingga

Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2023.

d. Untuk mengetahui nilai rata-rata Kadar Gula Darah sesudah

diberikan senam kaki pada Pasien DM Tipe 2 di Wilayah Kerja

UPTD Puskesmas Karang Anyar Kecamatan Selagai Lingga

Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2023

e. Untuk mengetahui Pengaruh Senam Kaki Diabetik dengan

Penurunan Skor Resiko Neuropati dan Kadar Gula Darah pada

pasien DM Tipe 2 di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Karang

Anyar Kecamatan Selagai Lingga Kabupaten Lampung Tengah.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengalaman,

dan pengetahuan, khususnya mengenai pengaruh senam kaki diabetik

dengan penurunan skor resiko neuropati dan kadar gula dalam darah

pada pasien DM tipe 2.

2. Manfaat Taktis

a. Bagi Peneliti

Dapat mengaplikasikan teori yang didapat dan mengetahui kaitan

antara teori dan penerapannya.

b. Bagi Instansi Kesehatan


8

Dengan adanya penelitian ini diharapkan bisa menambah

pengetahuan tentang pengaruh senam kaki diabetik dengan

penurunan skor resiko neuropati dan kadar gula dalam darah pada

pasien DM tipe 2.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dalam

pengembangan ilmu pengetahuan dan menjadi referensi bagi

peneliti berikutnya daam penelitian mengenai diabetes melitus

dengan kejadian neuropati.

d. Bagi Responden/Penderita

Memberikan informasi mengenai intervensi yang dapat dilakukan

dalam upaya penurunan skor resiko neuropati dan kadar gula dalam

darah.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah Kuantitatif dengan Desain Penelitian yang

digunakan yaitu one Group Simple Pre-Post Test, dengan Subyek Penelitian

penderita Diabetes Melitus Tipe 2 yang mengalami gejala neuropati serta

bersedia menjadi responden, lokasi penelitian dilakukan di wilayah kerja

UPTD Puskesmas Karang Anyar Kecamatan Selagai Lingga Kabupaten

Lampung Tengah, dan waktu penelitian Pada bulan Juni Tahun 2023.
9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DIABETES MELITUS

1. Definisi
Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolisme

karbohidrat, lemak, dan protein yang berhubungan dengan defisiensi

relatif atau absolut sekresi insulin yang ditandai dengan hiperglikemi

kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan. DM adalah

suatu kelompok penyakit metabolik yang memilik karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin,

atau kedua-duanya. Pada tahun 2000 jumlah yang mengidap penyakit DM

yang berusia di atas 20 tahun berjumlah 150 juta orang di dunia. Pada

tahun 2011, 350 juta orang di seluruh dunia (6,6% dari populasi) dan lebih

dari 55 juta di Eropa menderita diabetes mellitus. Jumlah tersebut melebihi

dari perkiraan Badan WHO yang pada tahun 2000 memperkirakan pada

tahun 2025 jumlah penderita DM akan meningkat 2 kali lipat menjadi 300

juta orang. (Roza, Afriant, & Edward, 2015).

2. Etiologi

Diabetes disebabkan adanya tiga faktor yang sering disebut trias,

yaitu iskemik, neuropati, dan infeksi (Roza, Afriant, & Edward, 2015)

Sedangkan faktor risiko terjadinya Diabetes diantaranya: jenis kelamin


10

dimana laki-laki lebih dominan; lamanya penyakit DM dimana dari 100%

pasien DM dengan DFU ditemukan 58% diantaranya ditemukan pada

pasien DM lebih dari 10 tahun; neuropati yang menyebabkan gangguan

saraf motorik (atrofi otot, deformitas kaki, perubahan biomekanika kaki

dan distribusi tekanan kaki terganggu), saraf sensorik (kehilangan sensasi

atau merasa kebas), dan saraf otonom (sekresi keringat sedikit sehingga

kaki jadi kering dan mudah terbentuk fissura); Pheripheal Artery Disease

(PAD) yang merupakan penyakit penyumbatan arteri di ekstremitas bawah

yang disebabkan oleh atherosklerosis; dan perawatan kaki yang

merupakan upaya pencegahan primer terjadinya DFU (Roza dkk, 2015;).

3. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Diabetes harus dilakukan secara komprehensif

sesuai dengan karakteristiknya masing-masing. Penatalaksanaan Diabetes

dilakukan dengan mengontrol berbagai aspek diantaranya:

a. Pengontrolan Glukosa darah Kontrol metabolik ini dapat dilakukan

dengan melakukan pengontrolan Glukosa darah dalam kondisi normal

sehingga dapat mencegah hiperglikemia serta memperbaiki faktor-

faktor yang dapat menghambat penyembuhan luka. Hal ini dapat

dilakukan oleh pasien sendiri atau dengan melakukan pemeriksaan

sendiri atau ke tempat pelayanan kesehatan (Roza, 2015).

b. Mengontrol pembuluh darah Untuk pengontrolan vaskular dapat

dilakukan dengan menghindari atau memodifikasi faktor-faktor resiko

yang dapat menyebabkan aterosklerosis misalnya: membatasi makanan


11

berlemak, berhenti merokok, dan sebagainya) dan perbaikan pembuluh

darah pada pasien iskemia untuk mengurangi nyeri, meningkatkan

aliran darah, membantu mempercepat penyembuhan luka, dan

memperbaiki fungsi tubuh (Roza, 2015).

c. Perawatan Luka Dilakukan dengan cara perawatan luka yang tepat,

penggunaan teknik dressing dan agen topikal yang sesuai pada luka,

dan debridemen pada jaringan nekrosis. Perawatan luka dilakukan

sejak ulkus terbentuk dan dilakukan secara hati-hati dan teliti. Tujuan

perawatan luka adalah mencegah dehidrasi dan kematian sel,

mempercepat proses angiogenesis, dan memfasilitasi proses epitelisasi

(Roza, 2015).

d. Pengontrolan infeksi Pengontrolan infeksi bertujuan untuk mencegah

infeksi pada luka. DFU dapat menjadi sarana berkembang biaknya

bakteri apabila tidak dilakukan perawatan dengan baik. Melakukan

kultur jaringan perlu dilakukan agar kita mengetahui jenis bakteri yang

ada pada luka sehingga membantu kita dalam menentukan jenis

antibiotik yang benar untuk pasien tersebut. Adanya nanah atau

terdapat beberapa tanda inflamasi (nyeri, bengkak, terasa hangat,

kemerahan, dan kehilangan fungsi) menjadi tanda bahwa bakteri

berkembang biak pada daerah DFU dan mengakibatkan infeksi pada

daerah DFU (Roza, 2015).

e. Pengurangan tekanan Pengurangan tekanan dapat dilakukan dengan

cara mengurangi beban pada kaki (offloading) yaitu dengan


12

menghindari semua tekanan mekanis pada kaki yang terluka maupun

pada kaki yang mengalami kalus. Hal tersebut dilakukan agar tidak

terjadi tambahan trauma pada kaki dan juga proses penyembuhan luka

lebih cepat. Pengurangan tekanan dapat dilakukan dengan mengurangi

aktivitas berat, penggunaan sepatu yang tepat, tirah baring, dan

melakukan perawatan kaki (Roza, 2015).

f. Pemberian edukasi Edukasi yang diberikan seperti cara pengelolaan

DFU dan pengelolaan diabetes secara mandiri. Pemberian edukasi

yang benar bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, merubah

perilaku pasien dalam melakukan perawatan mandiri, memberikan

motivasi, dan menambah keterampilan pasien (Waspadji, 2006 dalam

Yuanita, 2013). Kaur (2014) menyatakan Tingkat kekambuhan DFU

cukup tinggi, tetapi pendidikan yang tepat bagi pasien, penyediaan alas

kaki pasca penyembuhan, dan perawatan kaki secara teratur dapat

mengurangi tingkat re-ulseration. Diperkirakan bahwa 85% dari

amputasi rendah dari kaki diabetik bisa dicegah dengan pengembangan

program pendidikan kesehatan. Salah satu cara yang dapat dilakukan

oleh perawat dalam memberikan edukasi atau pendidikan kesehatan

adalah adalah melakukan discharge planning pada pasien DFU pasca

perawatan.

B. KONSEP SENAM KAKI

1. Definisi senam kaki diabetes


13

Senam kaki diabetes adalah latihan fisik yang dimana gerakannya

dilakukan dengan menggerakkan otot dan sendi kaki (Sanjaya et al.,

2019). Salah satu latihan fisik bagi pnderita diabetes guna melancarkan

peredaran darah dan mencegah luka pada kaki yaitu dengan senam kaki

(Wahyuni, 2019).

Senam kaki diabetes adalah salah satu penatalaksanaan diabetes

melitus yang masuk kedalam latihan fisik dimana penatalaksanaan

diabetes melitus terdiri dari terapi nutrisi medis, edukasi, farmakologis,

dan latihan fisik (Perkeni, 2019). Senam kaki diabetes merupakan salah

satu senam aerobik pada kaki yang dimana setiap gerakanya memenuhi

kriteria continous, rhythmical, interval, progresif dan endurance sehingaa

semua gerakan harus dilakukan (Megawati et al., 2020). Senam kaki

menjadi salah satu senam alami dan praktis dilakukan oleh penderita

diabetes melitus dengan tujuan untuk meningkatkan perfusi ke perifer

serta sebagai pencegah komplikasi terutama pada daerah kaki (Megawati

et al., 2020). Senam kaki adalah kumpulan gerakan yang teratur, terarah

dan terencana yang dilakukan secara mandiri atau berkelompok dengan

tujuan untuk meningkatkan kemampuan fungsional raga Adenia (dalam

Megawati et al., 2020).

Senam kaki diabetik merupakan salah satu dari empat pilar

penatalaksanaan diabetes melitus yaitu latihan fisik, senam kaki diabetes

dilakukan untuk meningkatkan kemampuan perawatan diri 17 dan

mencegah terjadinya komplikasi akibat diabetes melitus seperti neuropati


14

(Simamora et al., 2020). Senam kaki bertujuan untuk melancarkan

peredaran darah pada daerah kaki dan mencegah terjadinya luka yang

dapat dilakukan oleh penderita diabetes maupun bukan penderita diabetes

(Wardani et al., 2020). Senam kaki adalah latihan yang bertujuan untuk

melancarkan peredaran darah dan mencegah luka di daerah kaki pada

penderita diabetes melitus (Suhertini & Subandi, 2016).

2. Manfaat senam kaki diabetes

Senam kaki diabetes dilakukan untuk memperbaiki sirkulasi darah,

meningkatkan kekuatan otot betis dan paha, memperkuat otot-otot kecil,

mengatasi keterbatsan gerak sendi, dan mencegah terjadinya kelainan

bentuk kaki (Sanjaya et al., 2019). Senam kaki memberikan efek rileks

pada tubuh dan membuat peredaran darah lancar terutama pada bagian

kaki, peredaran darah yang lancar, menstimulasi darah mengantar oksigen

dan zat-zat gizi lebih banyak kedalam sel, selain itu juga memaksimalkan

pengeluaran racun oleh tubuh Natalia et.al (dalam Megawati et al., 2020).

Neuropati perifer merupakan penyebab utama terjadinya

komplikasi ulkus diabetikum pada penderita diabetes melitus, salah satu

cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko ulkus diabetikum

adalah dengan melakukan senam kaki diabetes, senam kaki diabetes

terbukti berpengaruh terhadap neuropati perifer dimana skor hasil

pengukuran sesudah 18 pemberikan senam kaki lebih tinggi dibanding

sebelum perlakuan (Yulendasari et al., 2020). Senam kaki diabetes dapat

membantu penderita diabetes untuk melancarkan kembali peredaran darah


15

pada daerah kaki, mencegah luka, memperkuat otot-otot kecil pada kaki,

dan mencegah terjadinya kelainan bentuk pada kaki Rohana (dalam

Wardani et al., 2020).

Senam kaki ini memiliki manfaat untuk meningkatkan sirkulsi

darah, memungkinkan nutrisi sampai ke jaringan dengan lancar,

memperkuat otot kecil, betis, dan otot hamstring, serta mengatasi

keterbatasan gerak sendi yang sering dialami penderita diabetes (Suhertini

& Subandi, 2016). Manfaat latihan fisik termasuk senam adalah

menurunan gula darah, melancarkan peredaran darah, meningkatkan

asupan glukosa oleh otot, dan meningkatkan penggunaan insulin Smeltzer

dan Bare (dalam Pratomo & Apriyani, 2018). Untuk meningkatkan

vaskularisasi perawatan kaki dapat juga dilakukan dengan gerakan-

gerakan kaki yang sering disebut senam kaki diabetes (Saputra, 2019)

3. Indikasi dan kontraindikasi senam kaki diabetes

Indikasi senam diabetes ini diberikan kepada penderita diabetes

melitus baik tipe 1 maupun tipe 2, baiknya senam kaki diabetes ini

diberikan sejak pasien didiagnosa menderita diabetes guna mencegah

komplikasi perfusi arteri perifer sejak dini. Penderita diabetes yang

mengalami dyspnea atau nyeri dada menjadi kontraindikasi untuk

diberikan senam ini. Penderita diabetes yang cema atau khawatir, depresi,

pada keadaan tersebut perlu 19 dilakukan perhatian sebelum dilakukan

tindakan senam kaki diabetes (Hidayat & Nurhayati, 2014). Penderita

diabetes yang mengalami ganggun sirkulasi darah dan neuropati di kaki


16

sangat dianjurkan untuk melakukan senam kaki, tetapi disesuaikan dengan

kondisi dan kemampuan tubuh penderita (Suhertini & Subandi, 2016).

Menurut Wahyuni (2019) tindakan nonfarmakologis seperti senam kaki ini

dapat diberikan kepada penderita diabetes melitus yang mengalami

iskemia ringan pada kaki, sedangkan untuk iskemia sedang bisa dilakukan

tindakan senam kaki dan farmakologis untuk mengurangi aterosklerosis

pada pembuluh darah.

4. Tinjauan Teori Tentang Bola Plastik Bergerigi

Pengobatan alternarif adalah pengobatan yang dilakukan oleh

orang yang memiliki kemampuan atau kompetensi khusus selain dokter

yang dimana pengobatan ini tidak termasuk dalam pengobatan medis.

Pengobatan alternatif sendiri terdiri dari beberapa macam antara lain

akupuntur, reiki, gurah, obat-obatan herbal dan jamu, ceragem (pijat batu

giok), pijat refleksi, bekam, hipnosis, dan pengobatan aura Savitri (dalam

Andira, 2020).

Penderita diabetes melitus dapat dilakukan tekanan pada kaki.

Tekanan pada kaki memberikan stimulus pada kulit dan jaringan

dibawahnya, tekanan pada kaki dapat dilakukan untuk mengurangi rasa

nyeri, membuat rileks dan meningkatkan sirkulasi darah Nilla (dalam

Yuwono et al, 2015). Lancarnya sirkulasi darah mengantar oksigen dan

zat-zat gizi lebih banyak kedalam sel, selain itu juga memaksimalkan

pengeluaran racun oleh tubuh. 20 Pijat refleksi yang dilakukan pada

daerah kaki terutama pada titik saraf yang berkaitan dengan pankreas agar
17

pankreas lebih aktif sehingga dapat memproduksi insulin. Kaki yang

awalnya memiliki akral dingin meningkat menjadi akral hangat, kaki yang

kaku menjadi lentur, kaki yang atrofi perlahan kembali normal, dan kaki

yang kebas menjadi tidak kebas Oktaviah et al,(dalam Ariyanti et al.,

2019).

Alasan peneliti menggunakan bola plastik bergerigi sebagai media

kombinasi senam kaki diabetik karena bola plastik bergerigi memiliki

tekstur yang keras sehingga dapat memberikan tekanan maksimal ke kaki,

tidak mudah gepeng saat diinjak, mudah dicari, murah, dan permukaan

bola bergerigi sehingga dapat memberikan sensasi seperti dipijat refleksi,

hal ini juga sejalan dengan intervensi yang diberikan, tindakan hampir

sama dengan pijat refleksi yaitu memberikan tekanan pada kaki seperti

dipijat dengan tujuan untuk menekan titik-titik saraf pada kaki sehingga

meningkatkan sirkulasi darah pada kaki

C. KONSEP Ankle brachial index (ABI)

1. Pengertian Ankle Brachial Index (ABI)

Ankle brachial index (ABI) merupakan pemeriksaan non

invasive pembuluh darah yang berfungsi untuk mendeteksi tanda dan

gejala klinis dari iskhemia, penurunan perfusi perifer yang dapat

mengakibatkan angiopati dan neuropati diabetik. ABI adalah metode

sederhana dengan mengukur tekanan darah pada daerah ankle (kaki)

dan brachial (tangan) memerlukan spygmamomanomete.Hasil

pengukuran ABI menunjukan keadaan sirkulasi darah pada tungkai


18

bawah dengan rentang nilai sama atau lebih 0,90 menunjukkan bahwa

sirkulasi ke daerah tungkai normal dan apabila kurang dari 0.90

dinyatakan sirkulasi ke kaki mengalami obstruksi. Nilai ini didapatkan

dari hasil perbandingan tekanan sistolik pada daerah kaki dan

tangan(Gitarja, 2015).

2. Tujuan pengukuran ankle brachial index (ABI)

Pemeriksaan non invasif ini digunakan untuk menskrining

pasien yang mengalami insufisiensi arteri untuk mengetahui status

sirkulasi ekstremitas bawah dan resiko luka vaskuler serta

mengidentifikasi tindakan lebih lanjut. Pemeriksaan ini dianjurkan pada

pasien DM tipe II terutama yang memiliki faktor resiko seperti,

merokok, obesitas, dan tingginya kadar trigliserida dalam darah

berdasarkan hasil laboratorium (Aboyans, 2012). Pengukuran ankle

brachial index (ABI) dilakukan untuk penilaian yang holistik dalam

beberapa keadaan antara lain:

a. Sebagai bagian dan pengkajian menyeluruh pada ulserasi kaki.

b. Kekambuhan dan ulserasi kaki.

c. Sebelum dimulainya atau permulaan dan tetapi kompresi

(penekanan).

d. Warna atau temperatur kaki berubah.

e. Bagian dan pengkajian yang terus menerus (kontinyu).

f. Pengkajian dan penyakit vaskuler perifer.


19

g. Untuk monitor perkembangan dan penyakit

Kontraindikasi dalam pengukuran ankle brachial index (ABI)

antara lain : cellulitis, deep vein thrombosis, ulserasi kronis di daerah

pergelangan kaki (Zaqiyah, 2017).

3. Manfaat Ankle Brachial Index (ABI)

Pengukuran ABI merupakan salah satu tindakan non invasive

untuk menilai resiko penyakit kardiovaskular dalam perawatn primer

(Maggi, Azzolin & Goldmeier,2014). ABI berfungsi sebagai

pengukuran aterosklerosis sistemik dan dengan demikian berkaitan

dengan factor resiko aterosklerosis dan prevalensi penyakit

kardiovaskular, dan penyakit vascular lainnya.

Penyakit ABI sebaiknya rutin dilakukan pada semua pasien

dengan kaki diabetes guna mendeteksi adanya penyakit arteri perifer

(PAP) pada pasien terserbut. Deteksi dini kelainan arteri perifer pada

kasus diabetes mellitus akan mempercepat tindakan intervensi vascular

yang dibutuhkan untuk penyembuhan diabetes sehingga diharapkan

kualitas hidup pasien akan cepat membaik pula (Tarwoto. Wartonah.

Taufiq, 2012).

Menurut (Juliani Nasution, 2011)pemeriksaan ABI dapat

dijadikan sebagai patokan untuk menentukan hal-hal sebagai berikut:

a. Penilaian apakah amputasi yang perlu dilakukan

b. Penilaian hasil pasca operasi secara objektif

c. Penentuan berat ringannya kelainan pembuluh darah


20

d. Penentuan apakah kelainan yang berasal dari kelainan saraf atau

vaskuler

4. Cara pengukuran ankle brachial index (ABI)

Cara pengukuran ankle brachial index (ABI) menurut (Wahyuni, 2013).

a. Anjurkan klien untuk berbaring dalam posisi supine.

b. Pasang manset tekanan darah sekitar lengan atas pasien

c. Pasang gel ultrasonik.

d. Dengarkan doppler, dan kembangkan atau pompa manset sampai

suara doppler tidak muncul.

e. Dengan perlahan kempiskan manset sampai suara doppler

terdengar. Ini merupakan tekanan brachial sistolik.

f. Peroleh tekanan brachial pada kedua lengan. Untuk menghitung

indexnya, gunakan tekanan yang lebih tinggi.

g. Untuk tekanan pada pergelangan kaki (ankle), pasang manset pada

ekstremitas bawah di atas pergelangan kaki atau mata kaki.

h. Pasang gel ultrasonik pada dorsalis pedis atau arteri tibialis

posterior.

i. Dengarkan doppler dan kembangkan manset sampai suara doppler

tidak terdengar.

j. Dengan perlahan-lahan kempiskan manset sampai suara doppler

terdengar. Bunyi ini merupakan tekanan pergelangan kaki atau ankle

k. Kalkulasikan ABI sesuai rumus berikut :

𝑨𝑩𝑰 = 𝐒𝐢𝐬𝐭𝐨𝐥𝐢𝐤 𝐊𝐚𝐤𝐢


21

𝐒𝐢𝐬𝐭𝐨𝐥𝐢𝐤 𝐋𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧
5. Interpretasi Ankle Brachial Index (ABI)

Menurut (Soyoye, 2016), interpretasi nilai ABI disajikan pada tabel 1

Tabel 1Interpretasi Nilai Ankle Brachial Index (ABI)


Nilai ABI Interprestasi
ABI > 1,3 Nilai abnormal, karena
adanya kalsifikasi pada
dinding pembuluh darah
pada pasien dengan diabetes.
ABI> 0,9 – 1,3 Batas normal
ABI < 0,6 – 0,8 Borderline perfusion /
perbatasan perfusi
ABI < 0,5 Iskemia berat; penyembuhan
luka tidak memungkinkan
kecuali terdapat
revaskularisasi.
ABI < 0,4 Iskemia kaki kritis
Sumber : (Soyoye, 2016)
Tabel 2Interpretasi Nilai Ankle Brachial Index (ABI)
Nilai ABI
Interprestasi
>1,31 Kalsifikasi dinding pembuluh
darah
0,91-1.31 Normal
0,70-0,90 PAD ringan
0,40-0,69 PAD sedang
≤ 0,40 PAD Berat

D. NEUROPATI DIABETIK

1. Definisi Neuropati Diabetik

Neuropati diabteik merupakan kegagalan saraf dalam membawa

informasi dari dan menuju otak dan medula spinalis sehingga dapat

menyebabkan rasa nyeri, kehilangan sensasi, dan ketidakmampuan

untuk mengontrol kerja otot (Prawiro, 2013). Neuropati diabetik adalah

penyakit klinis atau subklinis dari saraf tepi sebagai kelanjutan


22

diabetes melitus tanpa penyebab patogen lainnya, dan dapat

mempengaruhi sistem saraf somatik dan otonom (Haslbeck, 2004).

Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi mikrovaskuler

akibat gangguan saraf yang disebabkan dari kenaikan gula darah

persisten dan dialami 50% dari jumlah pasien diabetes melitus tipe 2

(Souza, 2015).

2. Klasifikasi Neuropati Diabetik

Menurut National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney

Disease pada jurnal Diabetic Neuropathies: The Nerve Damage of

Diabetes (2009), neuropati diabetik dapat diklasifikasi menjadi

proksimal, autonomik, perifer, dan fokal.

a. Neuropati Perifer

Neuropati perifer (disebut juga neuropati distal simetris atau

neuropati sensorimotor) merupakan bentuk paling umum dari

neuropati diabetik. Neuropati perifer dapat menyebabkan nyeri dan

kehilangan sensasi pada jari kaki, tungkai kaki, kaki, lengan, dan

tangan.

b. Neuropati Autonom

Neuropati autonom memengaruhi persarafan jantung, regulasi

tekanan darah, dan kadar glukosa darah. Selain itu, neuropati

autonom juga memengaruhi pencernaan, kandung kemih, respon


23

seksual, mata, dan kelenjar keringat.

c. Neuropati Proksimal

Neuropati proksimal menyebabkan nyeri pada paha, pangkal

paha, bokong, dan menyebabkan kelemahan pada kaki.

d. Neuropati Fokal

Neuropati fokal muncul secara tiba- tiba dan memengaruhi

saraf yang spesifik, terutama pada kepala, badan, dan kaki.

3. Manifestasi Klinis Neuropati Diabetik

Manifestasi klinis dari neuropati diabetik bergantung pada

patofisiologi neuropati dan lokasi anatomi saraf yang terlibat. Sebagian

besar saraf yang paling sering mengalami kerusakan adalah bagian

perifer, karena saraf perifer memiliki fungsi khusus sehingga muncul

berbagai macam gejala ketika saraf mengalami kerusakan. Tiga

komponen sistem saraf tersebut yaitu saraf sensorik, motorik, dan

otonom (Desnita, 2018).

Kerusakan fungsi saraf sensorik dapat terjadi karena

mekanisme peningkatan stres oksidatif sehingga proses penghantaran

implus terganggu dan kerusakan saraf sensorik melibatkan serabut

saraf kecil yang berfungsi untuk merasakan nyeri dan sensasi suhu,

sedangkan serabut saraf besar digunakan untuk persepsi vibrasi dan

sensasi sentuhan. Dampak dari kerusakan ini mengakibatkan gangguan

di dalam mengenali sensitivitas ataupun sentuhan yang diberikan

(Desnita, 2018)
24

Kerusakan yang mengenai pada saraf motorik akan menyebabkan

perubahan biomenika pada kaki dan seringkali ditemukan adanya

perubahan bentuk kaki (deformitas), deformitas yang muncul bisa

berbagai macam bentuk bahkan bisa muncul gabungan dari berbagai

deformitas (Carine, et al, 2014).

Saraf otonom berperan dalam memelihara sistem dan organ-organ

tubuh internal seperti sistem kardiovaskular, gastrointestinal,

urogenital, termoregulasi, dan okular. Selain itu bersama dengan

kelenjar endokrin, aktivitas saraf otonom diperlukan untuk menjaga

kestabilan lingkungan termis dan biokimiawi internal tubuh. Gangguan

pada sistem termoregulasi akan diakibatkan oleh kelainan saraf

simpatis pada kelenjar keringat maupun akibat gangguan pada reflek

vasomotor, dimana gangguan ini sering muncul pada pasien dengan

diabetes melitus dan menimbulkan kerusakan otonom (Prawiro,

2013). Kerusakan dari saraf otonom ini mengakibatkan terjadinya

perubahan aliran darah, produksi keringat berkurang atau bahkan tidak

ada, dan hilangnya tonus vasomotor. Gejala yang diakibatkan dari

kerusakan otonom ini dapat berupa kulit kering dan kulit kaki pecah-

pecah sebagai akibat dari penurunan produksi keringat. Dan juga dapat

mucul gejala kapalan (callus) yang menyebabkan pasien diabetes

melitus merasakan penebalan akibat dari akumulasi kolagen di bawah

dermis (Rosyida, 2016).

4. Diagnosis Neuropati Diabetik


25

Riwayat penyakit yang lengkap dapat mempermudah untuk

mendeteksi adanya neuropati diabetik (Prawiro, 2013). Pemeriksaan

neuropati diabetik dapat melalui pengkajian subjektif berupa identitas

pasien (nama, usia, jenis kelamin) dan riwayat kesehatan (lamanya

menderita diabetes melitus, hasil cek kadar gula darah sewaktu,

riwayat merokok, riwayat penyakit penyerta, riwayat amputasi, dan

riwayat DFU) serta pengkajian objektif. Pengkajian objektif dilakukan

dengan melakukan pemeriksaan fisik bagian perifer dari pasien

diabetes yang terdiri dari pemeriksaan fungsi saraf otonom dengan

melakukan inspeksi keadaan kaki secara menyeluruh dilanjutkan

dengan pemeriksaan fungsi fungsi saraf sensorik (sensitivitas kaki,

sensasi vibrasi, dan sensasi nyeri) serta fungsi saraf motorik

(deformitas, pemeriksaan kekuatan otot, dan reflek fisiologis)

(Herman, 2012).

Pemeriksaan neuropati pada pasien diabetes dilakukan dengan

menggunakan metode yaitu MNSI (Michigan Neuropathy Screening

Instrument) (Mohammed, 2019). MNSI merupakan parameter klinis

untuk mendeteksi dini kejadian neuropati perifer, dimana kuisioner ini

terdiri dari dua bentuk pengkajian yaitu riwayat kesehatan dan

pemeriksaan fisik. Bentuk pengkajian berupa riwayat kesehatan yang

terdiri dari 15 item pertanyaan, di mana 13 pertanyaan terkait

neuropati, 1 pertanyaan untuk menilai gangguan vaskularperifer, dan 1

pertanyaan untuk menilai asthenia. Penilaian terhadap 15 pertanyaan


26

ini adalah “YA” untuk tanggapan respon terhadap pertanyaan 1-3, 5-6,

11-12, 14-15 masing-masing dihitung sebagai satu poin, sedangkan

tanggapan “TIDAK” terhadap pertanyaan 17 dan 13 masing-masing

diberikan nilai 1 poin. Pertanyaan 4 dianggap sebagai penilaian

terhadap gangguan vaskulerperifer dan pertanyaan 10 untuk menilai

asthenia, sehingga tidak dimasukkan dalam algoritma penilaian.

Penilaian ini dianggap abnormal apabila didapatkan skor ≥7 (Herman,

2012).

E. JURNAL TERKAIT

1. Rita Fitri Yulita (2019) Penelitian ini menggunakan desain quasi

experiment dengan pendekatanPretest-PosttestControl Group Design.

Sampel pada penelitian ini terdiri kelompok intervensi (n=16) dan

kelompok kontrol (n=16). Pengukuran neuropati menggunakan Michigan

Neuropathy Screening Instrument (MNSI). Uji statistik yang digunakan

yaitu uji Wilcoxon, uji t-dependent, uji Mann-Withney. Hasil penelitian

pada kelompok intervensi terjadi penurunan bermakna skor neuropati dan

kadar gula darah (p=0,001). Sedangkan pada kelompok kontrol tidak

terjadi penurunan secara bermakna skor neuropati (p=0,069) dan kadar

gula darah (p=0,184). Berdasarkan hasil uji Mann-Withney menunjukkan

bahwa ada perbedaan yang signifikan penurunan skor neuropati dan kadar

gula darah antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p=0,003;

p=0,042). Kesimpulan penelitian ini bahwa pasien diabetes mellitus tipe 2


27

yang diberikan tindakan senam kaki terjadi penurunan skor neuropati dan

kadar gula darah

2. Erika Emnina (2018) Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh

senam kaki terhadap penurunan neuropati pada pasien ulkus kaki diabetik

di Asri Wound Care Medan. Neuropati dinilai menggunakan lembar

observasi neuropati disabilithy score (NDS). Penelitian ini menggunakan

one group pre-post test design dengan teknik pengambilan sampel

menggunakan purposive sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah

pasien ulkus kaki diabetik yang mengalami neuropati di Klinik Perawatan

Luka ASRI yang berjumlah 41 orang. Jumlah sampel dalam penelitian ini

adalah 10 orang. Hasil menunjukkan perbedaan rata-rata sebelum dan

sesudah intervensi dimana rata-rata sebelum intervensi adalah 6,70 dan

pasca intervensi 1,40. Untuk menguji pengaruh senam kaki terhadap

penurunan neuropati pada penderita ulkus kaki diabetik digunakan uji

Wilcoxon Sign Rank Test dimana diperoleh nilai p = 0,004 dimana p<0,05

hal ini berarti ada pengaruh senam kaki terhadap penurunan neuropati

pada penderita diabetes ulkus kaki. Hasil penelitian ini dapat dijadikan

masukan bagi Klinik Perawatan Luka ASRI khususnya kepada perawat

agar dapat menerapkan senam kaki pada pasien diabetes melitus untuk

mencegah neuropati, selain itu senam kaki juga dapat diterapkan pada

pasien ulkus kaki diabetik yang mengalami neuropati. untuk membantu

mengurangi atau bahkan menghilangkan neuropati.


28

3. Isni Hijriana (2021) Nilai ABI setelah dilakukannya intervensi foot

massage menunjukkan rata-rata nilai ABI sebelum periode intervensi

adalah 0.91,Sedangkan sesudah intervensi rata-rata nilai ABI menjadi

0.99.Hal ini menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh responden

memberikan dampak pada perubahan nilai ABI, yang kemudian juga

dibuktikan secara statistik dengan uji Wilcoxon Signed Ranks test, dengan

nilai p = 0.00.

F. KERANGKA TEORI

Setelah dijelaskan berbagai pendekatan teori, maka pada bab ini akan

dijelaskan teori-teori mana saja yang akan dipakai dalam penelitian.

Penjelasan tersebut digambarkan dalam bentuk kerangka teori seperti pada

gambar 1 berikut.:

Gambar 1
Kerangka Teori

DM

Etiologi Penatalaksanaan
faktor lingkungan
dan keturunan

1. terapi gizi medis,


2. aktivitas jasmani,
3. edukasi
4. terapi farmakologis

Latihan Jasmani:
Senam Kaki
29

ABI dan
Sumber: (Parenkim, 2015), (Yuanita, 2013). Penurunan Skor
Neuropati
G. KERANGKA KONSEP
Kerangka adalah Abstraksi yang berbentuk oleh peneliti dari hal-hal yang

khusus, oleh Karena itu konsep merupakan abstraksi, maka konsep tidak dapat

langsung diamati atau diujur, konsep hanya dapat diamati melalui konstruk

atau yang lebih dikenal dengan nama variabel, jadi variabel adalah symbol atau

lambing yang menunjukkan nilai atau bilangan dari konsep (Notoatmodjo,

2018). Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2
Kerangka Konsep

ONE GROUP PRE – POST TEST DESIGN.

ABI dan Skor Neuropati Pemberian Senam ABI dan Skor Neuropati
Pasien Diabetes Kaki Pasien Diabetes

Variabel yang mempengaruhi


DM:
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Asupan Gizi

H. HIPOTESIS

Hipotesis adalah jawaban sementara dari pertanyaan penelitian atau

rumusan masalah ( Nursalam, 2010).


30

Ha : Ada Pengaruh Senam Kaki Diabetik dengan Penurunan Skor Resiko

Neuropati dan Kadar Gula Darah pada pasien DM Tipe 2 di Wilayah Kerja

UPTD Puskesmas Karang Anyar Kecamatan Selagai Lingga Kabupaten

Lampung Tengah

Ha : Tidak ada Pengaruh Senam Kaki Diabetik dengan Penurunan Skor Resiko

Neuropati dan Kadar Gula Darah pada pasien DM Tipe 2 di Wilayah Kerja

UPTD Puskesmas Karang Anyar Kecamatan Selagai Lingga Kabupaten

Lampung Tengah

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian dalam penelitian ini adalah kuantitatif yaitu metode yang

digunakan untuk menyelidiki objek yang dapat diukur dengan angka-angka,

sehingga gejala-gejala yag diteliti dapat diteliti/diukur dengan menggunakan

skala-skala, indeks-indeks atau tabel-tabel yang kesemuaanya lebih banyak

menggunakan ilmu pasti (Notoatmodjo, 2018).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2023 di Wilayah Kerja UPTD

Puskesmas Karang Anyar Kecamatan Selagai Lingga Kabupaten Lampung

Tengah
31

C. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian pendekatan Quasi eksperiment dengan rancangan

one group pre – post test design. Peneliti memberikan intervensi terhadap

responden dengan terapi pijat kaki dan membandingkan ABI responden

sebelum dan sesudah diberikan terapi pijat kaki.

D. Subjek Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Notoatmodjo, 2018). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Semua penderita DM pada bulan Februari- Mei 2023 yang terdapat di

Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Karang Anyar Kecamatan Selagai

Lingga Kabupaten Lampung Tengah berjumlah 171 responden.

2. Sampel

a) Teknik Pengambilan Sampel

Metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah

purposive sampling, dimana sampel yang diambil adalah penderita

DM yang terdapat di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Karang Anyar

Kecamatan Selagai Lingga Kabupaten Lampung Tengah.

b) Besar Sampel

Besar sampel diambil dengan menggunakan rumus besar sampel


dari seluruh populasi, Menurut Sugiyono (2016) sampel adalah bagian
dari jumlah dan karakteristik yang di miliki oleh populasi tersebut.
Besar sampel pada penelitian ini menggunakan rumus slovin
n=N/(1 + Ne2)
32

n= 171/(1+171 (0,1)2 )

n= 171/ 2,71

n= 63

Keterangan:

 n : banyak sampel minimum

 N : banyak sampel pada populasi

 e : batas toleransi kesalahan (error) (0,01)

Berdasarkan perhitungan diatas Maka jumlah sampel adalah 63


orang.

c) Kriteria Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah penderita DM di Wilayah Kerja

UPTD Puskesmas Karang Anyar Kecamatan Selagai Lingga

Kabupaten Lampung Tengah Adapun kriteria responden yang

digunakan oleh peneliti adalah :

1) Kriteria Inklusi

a. Penderita DM type 2 yang berada di Wilayah Kerja UPTD

Puskesmas Karang Anyar Kecamatan Selagai Lingga

Kabupaten Lampung Tengah

b. Penderita Usia Dewasa awal dan akhir

c. Penderita DM type 2yang mengkonsumsi Obat DM

d. Responden mampu membaca dan menulis

e. Bersedia menjadi responden


33

2) Kriteria eksklusi

a. Responden dengan komplikasi

b. Lansia dengan gangguan pendengaran dan penglihatan.

E. Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai cirri-sifat atau ukuran

yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep

pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2018). Variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Bebas (Independent): Pemberian terapi senam kaki

2. Variabel Terikat (Dependent) : ABI dan Skor Neuropati

F. Definisi Operasional dan pengukuran Variabel

Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang


dimaksud atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan
(Notoatmodjo, 2018).
Tabel 3.2
Definisi Operasional
Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Variable Suatu gerakan- SOP senam Melakukan - -


Bebas: gerakan yang Kaki senam Kaki
Senam Kaki dilakukan oleh
kedua kaki secara
bergantian atau
bersamaan untuk
melenturkan otot-
otot di daerah
tungkai terutama
pada kedua
pergelangan kaki
dan jari-jari kaki
selama 10-15
menit, dan 8 kali
pertemuan
Variabel Nilai tekanan darah Menggunaka Melakukan 1. Normal: 0,91- Interval
Terikat: sistolik arteri pedis n pemeriksaan 1.31
ABI dengan tekanan spymomano tekanan darah 2. PAD ringan:
0,70-0,90
darah sistor arteri meter dan
34

brachial yang stetoskop 3. PAD sedang:


nilainya diperoleh 0,40-0,69
dengan melakukan 4. PAD Berat: ≤
0,40
pengukuran
langsung pada
kedua lengan dan
kaki pasien

Skor merupakan salah Kuesioner Mengisi 1. Tidak ada Interval


Nuropati satu komplikasi MNSI kuesioner neuropati
kronik pada pasien MNSI 2. Neuropati ringan
diabetes mellitus 3. Neuropati sedang
yang disebabkan 4. Neuropati berat
oleh gangguan
mikroangiopati

G. Alat dan Pengumpulan Data

1. Instrumen Senam Kaki

a. Bola Plastik Bergerigi

b. SOP Senam Kaki

2. Intrumen Pemeriksaan ABI

Instumen yang digunakan adalah spymomanometer dan stetoskop .

pemeriksaan dilakukan sebelum dan sesudah diberikan pijat kaki.

3. Intrumen Skor Neuropati

Pemeriksaan neuropati pada pasien diabetes dilakukan dengan

menggunakan metode yaitu MNSI (Michigan Neuropathy Screening

Instrument) (Mohammed, 2019). MNSI merupakan parameter klinis

untuk mendeteksi dini kejadian neuropati perifer, dimana kuisioner ini

terdiri dari dua bentuk pengkajian yaitu riwayat kesehatan dan


35

pemeriksaan fisik. Bentuk pengkajian berupa riwayat kesehatan yang

terdiri dari 15 item pertanyaan, di mana 13 pertanyaan terkait

neuropati, 1 pertanyaan untuk menilai gangguan vaskularperifer, dan 1

pertanyaan untuk menilai asthenia. Penilaian terhadap 15 pertanyaan ini

adalah “YA” untuk tanggapan respon terhadap pertanyaan 1-3, 5-6, 11-

12, 14-15 masing-masing dihitung sebagai satu poin, sedangkan

tanggapan “TIDAK” terhadap pertanyaan 17 dan 13 masing-masing

diberikan nilai 1 poin. Pertanyaan 4 dianggap sebagai penilaian terhadap

gangguan vaskulerperifer dan pertanyaan 10 untuk menilai asthenia,

sehingga tidak dimasukkan dalam algoritma penilaian. Penilaian ini

dianggap abnormal apabila didapatkan skor ≥7 (Herman, 2012)

H. Prosedur Penelitian

Berikut ini prosedur penelitian yang peneliti susun:

1. Menentukan masalah dan mengajukan judul kepada pembimbing

2. Menyusun proposal penelitian

3. Mengurus surat perizinan penelitian dari Universitas Aisyah Pringsewu.

4. Mengantar dan meminta surat izin penelitian kepada Kepala Wilayah

Kerja UPTD Puskesmas Karang Anyar Kecamatan Selagai Lingga

Kabupaten Lampung Tengah.

5. Menjelaskan kepada responden tentang penelitian yang dilakukan dan bila

bersedia menjadi responden diperkenankan mengisi inform consent.

6. Melakukan pemeriksaan ABI dan skor neuropati sebelum dilakukan senam

kaki
36

7. Melakukan pijat kaki kepada responden.

8. Melakukan pemeriksaan ABI dan skor neuropati sesudah dilakukan senam

kaki

9. Pengumpulan data, dan setelah data terkumpul dilakukan analisa data

10. Penyusunan laporan hasil penelitian.

I. Pengolahan Data

Menurut Notoatmodjo (2018), setelah data dikumpulkan, data kemudian

diolah dengan tahap-tahap sebagai berikut:

1. Editing

Hasil wawancara atau angket yang diperoleh atau dikumpulkan melalui

kuesioner perlu disunting (edit) terlebih dahulu, kalu ternyata masih ada

data atau informasi yang tidak lengkap dan tidak mungkin dilakukan

wawancara ulang, maka kuesioner dikeluarkan (Droup Out).

2. Cooding

Setelah semua kuesioner diedit, selanjutnya dilakukan peng”kodeaan” atau

coding, yakni mengubah data berbebtuk kalimat atau huruf menjadi data

angka atau bilangan, dalam penelitian ini pengkodeaan diilakukan pada

kuesioner.

3. Processing

Data hasil penilaian setiap variabel penilaian pada lembar kuesioner dibuat

“kode” angka atau huruf dimasukkan kedalam program atau software

komputer

4. Cleaning
37

Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai

dimasukan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan

adanya keselahan kode, ketidak lengkapan atau sebagainya, kemudian

dilakukan pembetulan atau koreksi.

5. Entry data

Pada langkah proses ini peneliti memasukkan data ke dalam komputer

untuk dianalisis dengan menggunakan program computer.

J. Analisis Data

Setelah pengolahan data selesai, dilanjutkan dengan proses analisa data.

Sehingga hasil analisa dapat digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan

dalam penangGlukosangan masalah. Sebelum analisis data dilakukan Uji

normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sebar data berdistribusi normal

atau tidak. uji normalitas dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Chi

Kuadrat (Sugiyono, 2016, hlm. 172) lalu dilakukan Hasil analisa tersebut nantinya

dapat menyimpulkan hasil dalam menentukan alternative pemecahan masalah

yang dilakukan.

Keputusan uji normalitas:

a. Jika nilai signifikan > 0,05 maka data berdistribusi normal.

b. Jika nilai signifikan < 0,05 maka data berdistribusi tidak normal

Proses analisis data dilakukan menggunakan bantuan computer yang

meliputi:
38

a. Analisa univariat

Analisis yang dilakukan tiap variabel dari hasil penelitian pada

umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan

presentasedari tiap variabel tanpa membuat kesimpulan yang berlaku

secara umum (generalisasi) (Ghozali,2011).

b. Analisa bivariat

Setelah data-data diperoleh maka sebelumnya terlebih dahulu

dilakukan uji prasyarat analisis yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.

Uji normalitas data dilakukan untuk mengtahui apakah data yang

diperoleh dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. uji normalitas

adalah uji untuk mengukur apakah data yang didapatkan memiliki

distribusi normal atau tidak sehingga dapat dipakai dalam statistik

parametrik (statistik inferensial) atau uji syarat analisis data atau uji

asumsi klasik. Uji ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh

yang signifikan sebelum dan setelah. Setelah itu peneliti mengolah data

menggunakan uji t (t-test). Teknik statistik parametris yang digunakan

untuk menguji komparatif sampel yang kedua datanya berbentuk ratio atau

interval adalah t-test. pengambilan keputusan juga dapat dilihat dari taraf

signifikan p (Sig(2-tailed)). Jika p < 0,05 maka Ha diterima dan jika p >

0,05 maka Ha ditolak


39

DAFTAR PUSTAKA

Nurayati, L., & Adriani, M. (2017). Hubungan Aktifitas Fisik dengan Kadar Gula.
Darah Puasa Penderita Diabetes Melitus Tipe 2, Hlm 80–87: Fakultas.
Kesehatan

International Diabetes Federation. IDF Diabetes Atlas Ninth Edition 2019. IDF;
2019.

Balitbang Kemenkes RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta:


Balitbang Kemenkes RI

Rahayu A, Rahman F, Marlinae L, Husaini, Meitria, Yulidasari F, et al. (2018)


Buku. Ajar Gizi 1000 Hari Pertama Kehidupan. Yogyakarta : CV Mine.

Bare BG., Smeltzer SC (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.


Jakarta :EGC.

Purwanto, B. (2013). Herbal dan Keperawatan Komplementer (I). Yogyakarta:


Nuha Medika
40

Musiana, Astuti, T., & Dewi, R. (2015). Efektivitas Pijat Refleksi Terhadap
Pengendalian Kadar Glukosa Darah Penderita Diabetes Mellitus.Jurnal
Kesehatan Poltekkes tanjungkarang

Notoadmojo, Soekidjo. 2018. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka.


Cipta

Black, M. J. & Hawks, H .J., 2009. Medical surgical nursing : clinical


management for continuity of care, 8th ed.

Wicaksono, Radio. (2011). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian.


Diabetes. Melitus Tipe II. Universitas Diponegoro

Roza, R, L., Afriant, R & Zulkarnain,E. (2015). Faktor Resiko Terjadinya ulkus
Diabetikum Pada Pasien Diabetes Mellitus Yang Dirawat Jalan dan Inap di
RSUP Dr.M.DJamil dan RSI Ibnu Sina Padang. Jurnal Kesehatan Andalas.
No 4 Vol 1

Sudoyo, Aru W, dkk. (2011) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi VI.
Jakarta: Interna Publishing;

Anda mungkin juga menyukai